Modul Komunikasi Organisasi[TM13]

advertisement
MODUL 13
PERKULIAHAN ONLINE
KOMUNIKASI DALAM KONTEKS GLOBAL DAN
MULTIKULTURAL
Fakultas
Fikom
Program
Studi
Hubungan
Masyarakat
Modul OL
Kode MK
Disusun Oleh
13
A31421EL
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Abstract
Kompetensi
Modul ini membahas tentang
Komunikasi dalam konteks Global
dan Multikultural
Dengan mempelajari teori-teori
komunikasi organisasi dari
beberapa literatur diharapkan
mengetahui, mengkajii, dan
memahami tentang Komunikasi
dalam konteks Global dan
Multikultural
Pembahasan
1. Komunikasi Global: Sejarah dan Bentuk-Bentuk Komunikasinya
Komunikasi sebagai salah satu disiplin ilmu sosial mulai berkembang di Amerika Serikat
pada akhir tahun 1930-an. Tokoh-tokoh yang dianggap pertama kali melakukan studi tentang
komunikasi manusia adalah Harold Lasswell, Paul Lazarsfled, Kurt Lewin, dan Carl Hovland.
Meskipun komunikasi sebagai satu disiplin ilmu kehadirannya belum lama, tetapi
perkembangannya begitu pesat, baik sebagai satu disiplin ilmu maupun sebagai skill.
Secara akademik kajian komunikasi terfokus kepada dua pendekatan utama, yaitu
pendekatan yang memfokuskan kepada konteks situasional di mana komunikasi itu terjadi,
dan pendekatan yang memfokuskan kepada fungsi-fungsi dari komunikasi. Dalam konteks
situasional, ada enam kajian utama, yaitu: Interpersonal communication, small group
communication, language and symbolic codes, organizational communication, public
communication, dan mass communication. Sementara itu, dalam konteks fungsi-fungsi
komunikasi, di antaranya sosialisasi, negosiasi, konflik, persuasi, dan sebagainya. Jika
ditempatkan pada fokus kajian dan penelitian, maka komunikasi global dapat diletakkan
pada pendekatan yang kedua, yakni melihat komunikasi dari sisi fungsinya.
Komunikasi global atau komunikasi internasional sebagai satu lapangan studi muncul pada
abad ke-20, terutama setelah perang dunia kedua dan memasuki perang dingin. Suasana
yang menyebabkan tumbuhnya kajian komunikasi internasional, yaitu: Pertama, adanya
konflik, perang dan penggunaan propaganda internasional; Kedua, perkembangan
organisasi-organisasi dan diplomasi interna-sional; Ketiga, penyebaran ideologi dan
penggunaan
komunikasi
untuk
menyebarkan
pesan-pesan
ideologi;
Keempat,
perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih. Perkembangan ini semakin
pesat terjadi terutama pada tahun 80-an di mana telekomunikasi dan teknologi komunikasi
berkembang dengan pesat, munculnya negara-negara maju, dan berkembangnya
organisasi-organisasi internasional.
Selama perang dingin berlangsung, komunikasi berperan sebagai pendorong adanya
kekuatan ekonomi pada negara-negara maju seperti Inggris, Perancis, Jerman, Uni Sovyet,
dan Amerika Serikat. Komunikasi internasional menjadi instrumen persuasif dan modernisasi
antar-negara. Dengan adanya instrumen tersebut akan muncul kekuatan-kekuatan yang
2015
2
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
saling berebut. Itulah sebabnya pada era perang dingin ada dua kekuatan yang bersifat
dikotomis antara kaum kapitalis dengan kaum komunis.
Setelah perang dingin berakhir di mana Uni Sovyet yang notabene kaum komunis
mengalami kehancuran, terjadilah perubahan yang signifikan dalam komunikasi global.
Dunia tidak lagi dipandang sebagai dunia yang dikotomis, melainkan menjadi sebuah
tatanan dunia baru yang bersifat global atau mengutip istilah Marshall McLuhan (1968)
sebagai “global village”.
Kecenderungan yang muncul pada tatanan dunia baru, sebagaimana diungkapkan
Huntington, ditandai oleh sejumlah fenomena universal civilization, yaitu:
1) Kecenderungan orientasi common to humanity is a whole, yaitu menuju kehidupan
kemanusiaan yang mendunia sebagai satu kesatuan yang menyeluruh;
2) Kecenderungan compatible with the existence of many civilization in plural, yakni
masyarakat makin trampil untuk menyesuaikan diri dalam pelbagai peradaban yang
majemuk;
3) Kecenderungan common values-culture;
4) Kecenderungan creating a universal civilization.
Fenomena tersebut tentu saja akan mempengaruhi bentuk-bentuk komunikasi internasional,
di antaranya:
Pertama, dalam konteks komunikasi global, maka aktor di bidang komunikasi internasional
bukan lagi negara, melainkan aktor-aktor non-negara seperti korporasi, organisasi non
government dan gerakan sosial;
Kedua, munculnya masyarakat informasi yang menurut Kennichi Kohyma (1970) ditandai
dengan munculnya revolusi informasi dan fenomena informasi lainnya. Dalam era informasi,
teknologi informasi
disebut juga teknologi intelektual—merupakan kegiatan utama
masyarakat. Yang disebut teknologi informasi adalah ways of gathering, storing,
manipulating, or retrieving information. Di situ sarana telekomunikasi dan komputer
memegang peranan strategis dalam melakukan pertukaran informasi, dan pengetahuan
yang sudah diolah, disaring dan dikeluarkan kembali.
2015
3
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ketiga, di dalam dunia politik, kekuatan (power), baik yang bersifat “hard power”, maupun
“soft power”, banyak ditentukan oleh kekuatan yang bersumber dari teknologi dan jaringan
informasi. Karenanya, tidak heran apabila Thomas L. Friedman, wartawan The New York
Times mengatakan jika pada masa perang dingin sebagai warga dunia kita ditakutkan akan
adanya serangan nuklir dan perlombaan senjata. Tetapi, pada masa globalisasi ini, kita lebih
khawatir akan serangan virus komputer, karena virus komputer dapat merusak sistem
pertahanan suatu negara.
Keempat, terjadinya konflik budaya dan peradaban. Dengan bergesernya peran negara
dalam percaturan hubungan internasional, maka aspek kebudayaan menjadi dominan dalam
hubungan internasional. Sementara itu, setiap kelompok budaya cenderung etnosentrik,
yakni menganggap nilai-nilai budaya sendiri lebih baik dari pada budaya lainnya dan
mengukur budaya lain berdasarkan rujukan budayanya. Ketika kita berkomunikasi dengan
orang dari suku, agama atau ras lain, kita dihadapkan dengan sistem nilai dan aturan yang
berbeda. Sulit memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Melekat dalam
etnosentrisme ini adalah stereotip, yaitu generalisasi (biasanya bersifat negatif) atas
sekelompok
orang
(suku,
agama,
ras,
dsb.)
dengan
mengabaikan
perbedaan-
perbedaanindividual. Hal ini juga yang diungkapkan oleh Samuel P. Huntington tentang
adanya clash civilizations.
Kelima, dalam bidang ekonomi dan teknologi akan muncul regionalisme. Jika pada perang
dingin terdapat regionalisme yang lebih mengedepankan pada geo-politik seperti NATO,
SEATO, Pakta Warsawa dan sebagainya, tentunya pada era global ini, regionalisme ini
mengarah pada kerjasama di bidang ekonomi dan teknologi. Hal ini akan memberikan
pengaruh yang besar dalam hubungan inter-nasional dan dalam komunikasi global.
2. KOMUNIKASI MULTIKULTURAL
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat
kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah
masyarakat multikultural. Menurut Furnivall (1949), ciri utama masyarakat multikultur adalah
orang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan sosial budaya mereka
terpisah dan tidak bergabung dalam suatu unit komunitas. Dalam masyarakat multikultural
inilah proses komunikasi antarbudaya terjadi di antara orang-orang dari berbagai kelompok
masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda agama, ras, etnik, atau
sosial, ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini).
2015
4
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Komunikasi berbasis multikultural merupakan suatu proses komunikasi berjenjang yang
mampu menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan
seperti: status sosial, etnis, gender dan agama dalam masyarakat yang multikultural agar
tercipta kepribadian yang cerdas, bijak dan santun dalam menghadapi masalah-masalah
keberagaman.
Paradigma komunikasi multikultural sangat bermanfaat untuk membangun harmoni sosial di
antara keragaman etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara masyarakat
Indonesia. Mengingat kompleksitas pluralitas dan multikultural di Indonesia dilihat dari
kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas, maka diperlukan
strategi khusus untuk memecahkan persoalan tersebut melalui berbagai bidang; sosial,
ekonomi, budaya, dan pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka komunikasi berbasis
multikultural menawarkan solusi melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang
berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya perguruan
tinggi.
Perguruan tinggi menjadi sasaran utama basis komunikasi multikultural dikarenakan civitas
akademis menjadi sentral penggodokan pelbagai ilmu dan sains lewat banyak sudut
pandang dan perspektif, aliran-aliran. Pengungkapan pelbagai ilmu pengetahuan dari
banyak sudut pandang ini memerlukan satu pengertian yang sama,yakni untuk mencari
kebenaran sebuah ilmu. Nah, komunikasi dijadikan sandaran utama, agar proses dialog,
diskursus antar perspektif ilmu pengetahuan dan sains yang berbeda ini menjadi
terjembatani. Karenanya, para pendidik dituntut tidak hanya menguasai dan mampu secara
profesional mengajarkan mata kuliah yang diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga
harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi,
humanisme, dan pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada
mahasiswa, lewat pendekatan komunikasi multikultural. Pada gilirannya, out-put yang
dihasilkan tidak hanya kompeten sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya, tetapi juga
mampu
menerapkan
nilai-nilai
keberagamaan
dalam
memahami
dan
menghargai
keberadaan perbedaan yang ada. Penanaman nilai-nilai ini dilakukan pada pembelajaran di
institusi
pendidikan
yang
tidak
hanya
ada
pada
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaaraan dan Agama saja tapi dapat pula berintegrasi dengan mata pelajaran lain
termasuk dalam berbagai kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi multikultural ini semakin terasakan karena
semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda,
disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk dengan berbagai ras, suku
bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota), latar belakang pendidikan, dan
2015
5
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sebagainya, dalam konteks ruang perkuliahan. Apalagi saat ini, para pengajar, bukan hanya
berasal dari budaya yang sama, namun dari suku atau etnis lainnya yang jumlah
penyebarannya semakin besar.
Komunikasi
multikultural
sangat
relevan
dilaksanakan
dalam
mendukung
proses
demokratisasi pendidikan di perguruan tinggi. Mengingat, lewat pendekatan komunikasi
multikultural ini dimungkinkan seseorang dapat hidup dengan tenang di lingkungan
kebudayaan yang berbeda dengan yang dimilikinya. Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat majemuk dan bahkan paling majemuk di dunia, karena itu agar kemajemukan ini
tidak berkembang menjadi ancaman disintegrasi harus diupayakan untuk dikelola (Fajri, M.
2010). Sementara Litvin (1977) menyebutkan beberapa alasan pentingnya komunikasi
multikultural dipelajari, yakni:
1. Dunia sedang menyusut dan kapasitas untuk memahami keanekaragaman budaya sangat
diperlukan.
2. Semua budaya berfungsi dan penting bagi pengalaman anggota-anggota budaya tersebut
meskipun nilai-nilainya berbeda.
3. Nilai-nilai setiap masyarakat sebaik nilai-nilai masyarakat lainnya.
4. Setiap individu dan/atau budaya berhak menggunakan nilai-nilainya sendiri.
5. Perbedaan-perbedaan individu itu penting, namun ada asumsi-asumsi dan pola-pola
budaya mendasar yang berlaku.
6. Pemahaman atas nilai-nilai budaya sendiri merupakan prasyarat untuk mengidentifikasi
dan memahami nilai-nilai budaya lain.
7. Dengan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk berhubungan dengan orang lain
kita memperoleh pemahaman dan penghargaan bagi kebutuhan, aspirasi, perasaan dan
masalah manusia.
8. Pemahaman atas orang lain secara lintas budaya dan antar pribadi adalah suatu usaha
yang memerlukan keberanian dan kepekaan. Semakin mengancam pandangan dunia orang
itu bagi pandangan dunia kita, semakin banyak yang harus kita pelajari dari dia, tetapi
semakin berbahaya untuk memahaminya.
9. Pengalaman-pengalaman antar budaya dapat menyenangkan dan menumbuhkan
kepribadian.
2015
6
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
10. Keterampilan-keterampilan komunikasi yang diperoleh memudahkan perpindahan
seseorang dari pandangan yang monokultural terhadap interaksi manusia ke pandangan
multikultural.
11. Perbedaan-perbedaan budaya menandakan kebutuhan akan penerimaan dalam
komunikasi, namun perbedaan-perbedaan tersebut secara arbitrer tidaklah menyusahkan
atau memudahkan.
12. Situasi-situasi komunikasi antar budaya tidaklah statik dan bukan pula stereotip. Karena
itu seorang komunikator tidak dapat dilatih untuk mengatasi situasi. Dalam konteks ini
kepekaan, pengetahuan dan keterampilannya bisa membuatnya siap untuk berperan serta
dalam menciptakan lingkungan komunikasi yang efektif dan saling memuaskan.
Besarnya arti penting komunikasi multikultural ini, menurut Lasmawan (2004), dikarenakan
proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural perlu ditanamkan sedini mungkin.
Lewat komunikasi multikultural, diharapkan proses penanaman cara hidup menghormati,
tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural, dapat berjalan dengan baik. Dengan komunikasi multikultural, diharapkan
adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial,
sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak (Asy’arie, M. 2004).
Memahami dan Mendefinisikan Komunikasi Multikultural
Komunikasi multikultural terjadi bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan
penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain. Oleh karena itu, sebelum
membicarakan Komunikasi multikultural lebih lanjut kita akan membahas konsep komunikasi
dan budaya dan hubungan diantara keduanya terlebih dahulu. Pembicaraan tentang
komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi berhubungan dengan kebutuhan
manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya.
Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi
sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan
terisolasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses
penyampaian
pesan
dari
seorang
komunikator
kepada
komunikan.
Dan
proses
berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak dilakukan oleh seseorang
karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber (komunikator), Pesan, media, penerima
dan efek. Disamping itu proses komunikasi juga merupakan sebuah proses yang sifatnya
dinamik, terus berlangsung dan selalu berubah, dan interaktif, yaitu terjadi antara sumber
2015
7
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan penerima.Proses komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena
komunikasi bersifat interaktif sehingga tidak mungkin proses komunikasi terjadi dalam
kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks sosial inilah yang kemudian merefleksikan
bagaimana seseorang hidup dan berinteraksi dengan orang lainnya sehingga terciptalah
pola-pola interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup manusia. Bahasa, persahabatan,
kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi
dan politik dan teknologi semuanya didasarkan pada pola-pola budaya yang ada di
masyarakat. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal
budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,
makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek
materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui
usaha individu dan kelompok.(Mulyana, 1996:18) Budaya dan komunikasi tak dapat
dipisahkan satu sama lain, karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan
siap, tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan,
dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Budaya
merupakan landasan komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka
ragam pula praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
Memahami Perbedaan-Perbedaan Budaya
Budaya adalah gaya hidup yang unik dari suatu kelompok manusia tertentu. Budaya
bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang
yang lainnya-budaya dimiliki oleh seluruh manusia. Dengan demikian seharusnya budaya
menjadi salah satu faktor pemersatu.
Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka
sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Individu-individu
sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan budaya mereka. Mereka
dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat dimana mereka tinggal dan dibesarkan,
terlepas dari bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman budaya ini pada dirinya.
Individu-individu itu cenderung mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan dengan
“kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaannya. Inilah yang
seringkali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh diantara anggota-anggota
kelompok lain, bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan-gagasan yang sudah mapan
menghadapi tantangan.
2015
8
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok orang tertentu sehingga jika kita ingin
lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam msaing-masing budaya
tersebut paling tidak kita harus mampu untuk mengidentifikasi identitas dari masing-masing
budaya tersebut yang antara lain terlihat pada :
1. Komunikasi dan Bahasa.
Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok
lainnya. Di seluruh dunia, bahasa verbal hamper dimiliki oleh semua kelompok etnis.
Begitupula dengan bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh (nonverbal) sering dianggap
bersifat universal namun perwujudannya sering berbeda secara lokal.
2. Pakaian dan Penampilan.
Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan dandanan luar juga dekorasi tubuh yang
cenderung berbeda secara kultural.
3. Makanan dan Kebiasaan Makan.
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara
budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis
dari perspektif 5ini, seperti ruang makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita,
dan restoran vegetarian.
4. Waktu dan Kesadaran akan waktu.
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya. Sebagian
orang tepat waktu dan sebagian lainnya merelatifkan waktu.
5. Penghargaan dan Pengakuan.
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode
memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau
bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
6. Hubungan-Hubungan.
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi
berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan
kebijaksanaan.
7. Nilai dan Norma.
2015
9
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku
bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai
dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak;
dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.
8. Rasa Diri dan Ruang.
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh
masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara budaya
linnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat
seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih terbuka dan berubah.
9. Proses mental dan belajar.
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya
sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orangorang berpikir dan belajar.
10. Kepercayaan dan sikap.
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas
dalam agama-agama dan praktek keagamaan atau kepercayaan mereka.
Memahamai budaya lain adalah kunci untuk menjadi kompeten dalam berkomunikasi.
Setelah sebelumnya kita paham mengenai perbedaan dalam budaya maka pada bagian ini
kita akan melihat bagaimana seseorang dapat menjadi kompeten dalam berkomunikasi
terutamana untuk menghadapi masalah perbedaan budaya.
Samovar & Porter (2004) mendefinisikan kompetensi komunikasi antar budaya adalah
keseluruhan kemampuan internal dari individu untuk mengelola masalah-maslah kunci
dalam komunikasi antar budaya. Kompetensi komunikasi antar budaya ini misalnya dalam
wilayah perbedaan budaya dan ketidak awaman tentang budaya, postur atau gambaran
antar kelompok serta pengalaman dalam menghadapi tekanan. Atau menjadi komunikator
yang kompeten itu dapat dikatakan sebgai kemampuan menganalisa situasi dan memilih
moda perilaku yang tepat.
Pada dasarnya kompetensi komunikasi ini melibatkan tiga hal yaitu motivasi, pengetahuan
dan ketrampilan. Motivasi berkaitan dengan kemauan komunikator untuk melakukan yang
terbaik.
2015
10
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Selama kita mau untuk memperbaiki perilaku komunika maka kita dapat meningkatkannya.
Mengenai pengetahuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk bertindak dan berbuat
benar di saat yang tepat. Sedangkan ketrampilan adalah kehandalan untuk melakukan atau
menyelesaikan suatu tugas/masalah. Sedangkan Bill Cupach & Brian Spitzberg dalam
Neuliep (2006) menambahkan bahwa dalam ketiga dimenis tersebut melibatkan empat
komponen yaitu knowledge, affective, psychomotoric factors dan situasional features.
Kompetensi pengetahuan (knowledge component) terdiri dari seberapa jauh seseorang
memahami budaya pihak lain yang diajaknya berinteraksi. Pengetahuan seseorang tentang
budaya lain boleh jadi menjadi salah satu ukuran bahwa seseorang kompeten.
Komponen afektif derajat bagaimana seseorang melihat atau menolak komuniaksi antra
budaya atau boleh dikatkan motivasi seseorang untuk berinteraksi dengan budaya yang
berbeda.
Komponen psikomotorik adalah pelaksanaan dari dua komponen yang terdahulu (knowledge
dan affective). Elemen ini meliputi performa non verbal dan verbal, role enactmen atau
pengambilan peran (role enactmen). Mengenai role enactmen ini merujuk pada seberapa
baik kemampuan seseorang menggunakan tanda verbal dan non verbal yang tepat
diterapkan pada budaya tertentu. Sedangkan komponen yang keempat adalah situasi aktual
dimana komunikasi tersebut terjadi. Ini meliputi konteks lingkungan, kontak sebelumnya,
perbedaan status dan intervensi pihak ketiga.
Mengenai konteks lingkungan sebagai contoh, beberapa situasi mungkin memiliki situasi
muatan informasi lebih dari yang lain. Hal ini akan mempengaruhi motivasi dan kemampuan
kita untuk bertindak secara tepat. Situasi dengan kondisi load tinggi kadang membuat kita
malas untuk melakukan sesuatu. Ini sejalan dengan prinsip bahwa semakin kita familiar
dengan sebuah situasi maka ketidakpastian semakin rendah dan jika semakin tinggi muatan
suatu situasi maka semakin tinggilah ketidakpastian.
Mengenai kontak sebelumnya dan masalah perbedaan status juga menjadi hal yang penting
dalam kompetensi komunikasi antar budaya. Kompetensi terbangun berjalan dengan waktu
dan pengalaman kita bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya. Semakin sering kita
kontak dan berintaksi dengan suatu buadya maka persepsi kita terhadap suatu budaya akan
terbentuk dan akhirnya pengetahuan dan pengalaman kita tentang budaya tersebut akan
meningkatkan kompetensi kita.
Selain masalah kontak sebelumnya dengan budaya yang berbeda, hal lain yang tidak boleh
ditinggalkan dalam pengamatan antar budaya adalah masalah perbedaan status. Meskipun
kita tahu secara general tentang budaya tetapi kita tidak dapat serta merta menerapkannya.
2015
11
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ada sisi lain yang kita harus tahu yaitu kebiasaan budaya dalam hal atau kaitannya dengan
status. Dengan siapa kita berinteraksi, menjadi hal yang penting kita ketahui, apakah derajad
mereka lebih tinggi, rendah atau setara. Di beberapa negara misalnya Amerika, mereka tidak
terlalu mempermasalahkan tentang status tetapi mungkin tidak di negara lainnya. Oleh
karena itu kira harus tahu pasti bagaimana kita harus berkomunikasi. Intervensi pihak ketiga
juga menjadi hal penting untuk dikaji.Masalah pihak ketiga ini pada intinya adalah
mengingatkan dinamika perubahan suatu situasi. Status dengan siapa kita berbicara selalu
berganti pada saat kita berkomunikasi, misalnya dalam kantor seharian kita akan berbicara
dengan banyak orang apakah itu atasa, bawahan, kawan sejawat, pihak luar. Kita tidak
menerapkan seluruh strategi secara sama, kita harus paham dengan siapa kita berbicara
dan harus bagaimana kita bersikap.
Berikut ini ada beberapa cara yang ditawarkan untuk dapat dilatih supaya kemampuan
komunikasi menjadi lebih baik.
a. Know Yourself
Memahami diri sendiri menjadi langkah yang paling baik dalam merrubah diri. Adapun
memamahi diri sendiri dimulai dari memahami budaya sendir, memahami sikap dan perilaku
kita, memahami gaya komunikasi kita dan memonitor atau rajin melakukan evaluasi diri.
b. Menyadari adanya Latar belakang
Masalah timing atau waktu, pada saat kapan kita akan melakukan apa menjadi hal yang
sangat penting dalam komunikasi. Sering ada ungkapan..yah..itu karena timingnya tidak
tepat….yang kedua adalah masalah physical setting. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan
adalah komunikasi berjalan berdasarkan atau sesuai aturan. Setiap budaya memiliki aturan
yang berbeda sangat tergantung dari latarnya masing-masing. Misalnya pada saat
pembicaraan bisnis, Amerika lebih suka melakukan pembicaraan tatap muka, Arab lebih
suka dengan duduk di lantai.
c. Memahami Sistem Pesan Yang berbeda
Strategi berikutnya adalah kemampuan untuk mencari tahu untuk memahami sistem pesan
yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mempelajari bahasa lain. Memahamai
variasi budaya dalam penggunaan bahasa adalah langkah selanjutnya. Bahasa bahkan
hanya kendaraan komunikasi tetapi dalam bahasa kita dapat mempelajari gaya hidup atau
tata cara budaya tertentu. Misalnya Jerman, mereka menghargai objektifitas pada saat
berbicara. Di Amerika karena mereka menghargai keterbukaan maka memberikan tepuk
tangan dalam suatu moment tidak akan dipermasalahkan. Dalam kaitan ini, pemahaman
2015
12
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terhadap sistem pesan yang berbeda, dalam sebuah budaya misalnya idioms,kata-kata yang
ambigu, ekspresi, kode non verbal, dan lain-lain. Kita harus lebih sensitif dengan sistem
kode yang berbeda. Sebagai contoh menggunakan kata asian untuk menyebut Cina lebih
dihargai, mengatakan gay untuk homoseksual, latino untuk menyatakan orang-orang
mexico, native american untuk indian, african american untuk menggantikan kata negro, dll.
Dalam hal ini semua, kejelasan menjadi penting. Oleh karena itu pada saat kita
berkomunikasi dengan budaya lain yang memiliki sistem bahasa yang berbeda, menyatakan
poin secara jelas dan tepat menjadi penting.
d. Mengembangkan Empati
Langkah yang selanjutnya adalah mengembangkan empati.
Meskipun kita berbicara dengan budaya lain tapi sisi interpersonal yaitu empati tetap menjadi
bagian yang penting. Hal-hal yang membuat seseorang menjadi kurang empati diantaranya
adalah terlalu fokus pada diri sendiri, tendensi untuk melihat sesuau secara parsial (bagian
per bagian), stereotype, perilaku yang defensif serta 9kurangnya motivasi untuk memahami
orang lain. Adapun cara untuk meningkatkan empati kepada pihak lain adalah dengan cara
memberi perhatian kepada pihak lain, berkomuniaksi secara empatik, menggunakan perilaku
yang diterima budaya lain, menghindari etnosentrisme.
e. Berhati-hati dengan Perbedaan mendengar dalam konteks budaya yang berbeda
Mendengar erat kaitannya dengan berbicara. Oleh karena itu mendengarkan juga menjadi
hal yang penting untuk diperhatikan. Seperti misalnya di beberapa negara mereka
menghargai diam daripada berbicara.
Bagaimana caranya kita dapat mendengar dalam situasi seperti ini.
Untuk berhadapan dengan mereka kita harus paham apa budaya yang melatarbelakanginya.
Di budaya lain misalnya mereka menganggap mulut kita adalah pedang kita. Pada budaya
yang seperti ini kita harus tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam. Hal lain yang
masih terkait dengan masalah mendengar, di beberapa negara mereka memiliki gaya
berbicara yang sangat halus dan pelan. Maka sebagai pihak lain, kita harus mampu
memahami masalah ini. Termasuk di dalamnya adalah “mendengar” ungkapan non verbal
seperti misalnya kata-kata ah..uh-huh,dan sebagainya.
f.
Memperhatikan Umpan Balik
Dalam komunikasi, umpan balik adalah salah satu komponen yang juga penting. Mengenai
memberikan umpan balik ini juga ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Pada saat kita
2015
13
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
berbicara dengan budaya yang berbeda maka kemampuan kita memberikan umpan balik
baik itu verbal, non verbal, diam dan menghindari umpan balik negatif, merupakan
kompetensi yang tidak boleh dilupakan.
g. Mengembangkan Fleksibilitas Komunikasi
Meskipun kita berbicara denan budaya yang berbeda tetapi fleksibilitas kita dalam berbicara
dengan orang lain juga perlu dperhatikan. Dalam hal ini kita dapat mengingat bahwa pada
dasarnya manusia dapat melakukan peran yang berbeda-beda. Pada intinya pada saat kita
melakukan peran maka kita harus menguasai ketrampilan komunikasi yang dapat membuat
kita mampu merespon segala kondisi, orang, situasi.
h. Belajar untuk Mentolerir Ambiguitas
Komunikasi multikultural, sungguh tidak terprediksi dan tentu saja ambiguitas akan banyak
muncul di sana. Dalam hal ini kita harus 10mampu mentolerir kondisi yang ambigu ini.
Mengatasi ambiguitas adalah kunci dari kompetensi komunikasi. Berinteraksi dengan
sesuatu yang baru dan ambigu dengan tanpa rasa canggung merupakan aset kita dalam
memasuki budaya baru. Jika sebaliknya, maka yang terjadi adalah kita akan merasa stress,
tidak nyaman dan menarik diri dari pergaulan antar budaya. Di sini diberikan tips untuk dapat
melakukan ini, yaitu yang pertama justru jangan tentukan bagaiamana akan bersikap atau
mendekati orang baru hingga kita mendapatkan informasi yang cukup. Kedua adalah melalui
proses trial and error akan lebih efektif daripada kita menggunakan formula yang sama. Jika
ada, formula tersebut hanya kita gunakan sebagai “senjata” supaya kita tidak salah di awal
sebuah interaksi. Dan tentusaja yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kita mampu
menerima hal-hal yang tidak kita harapkan, menjadi seseorang yang tidak menghakimi dan
sabar.
i. Belajar Mengelola Konflik
Kita tidak akan terlalu jauh membahas tentang konflik. Yang terpenting di sini adalah
bagaimana kita tahu pespektif tentang konflik dari berbagai sudut pandang budaya yang
berbeda. Seperti misalnya Amerika melihat konflik sebagai sesuatu yang positif tetapi
mungkin tidak di negara lain. Melalui memahami perspektif tentang konflik maka kita juga
akan menjadi tahu bagaimana caranya kita menghadapi atau menyelesaikan konflik itu.
Mislanya apakah kita harus diam, atau membuka konflik tersebut. Pada tingkat apa kita
harsu berbicara dengan orang lain untuk menyatakan ketidaksetujuan kita.
2015
14
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
i.
Mempelajari Adaptasi Budaya
Ini adalah langkah selanjutnya untuk menjadikan kita menjadi lebih kompeten. Tantangan
besar terhadap adaptasi adalah kecenderungan sikap etnosentris, penggunaan bahasa yang
berbeda dan ketidak seimbangan Ketidakseimbangan dalam hal emosi, ketidakpastian,
kebingungan dan keraguan. Kondisi ini membuat proses adaptasi menjadi terhambat. Hal
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses adaptasi tidak lain tidak bukan adalah
dengan memahasi budaya berbeda dan meningkatkan interaksi dengan budaya tersebut.
Kesimpulan
Implementasi komunikasi dalam konteks global dan multikultural dalam masyarakat modern
saat ini mutlak dilakukan terlebih pada salah satu elemen masyarakat, yakni masyarakat
perguruan tinggi. Sebagai salah satu anggota masyarakat yang relative memiliki
pengetahuan yang beragam mensyaratkan bekal pengetahuan dan aplikasi komunikasi
multikultural yang lebih kuat, agar mampu mengolah makna dan penafsiran pengetahuan
yang tidak menyalahkan satu pandangan atau ajaran. Kebijakan pandangan para civitas
akademis ini mutlak sebagai ganda depan pengusung ilmu pengetahuan. Lewat pendidikan
komunikasi multikultur diharapkan dapat menciptakan SDM yang unggul yang mampu
bergaul dan dapat mensukseskan pembangunan dunia Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Samuel P. Huntington, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia
(Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001)
2015
15
Komunikasi Organisasi
Oni Tarsani, S.Sos.I., M.Ikom
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download