pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona agroekologi

advertisement
PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASARKAN ZONA AGROEKOLOGI
SKALA 1:50.000 DI KABUPATEN BIMA
Moh. Nazam1) , I M Wisnu W1), H. Suriadi1), Marwan H2), dan Hendra S2)
1)
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
2)
Peneliti Balai Penelitian Tanah Bogor
ABSTRAK
Penelitian pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) skala 1:50.000 di
Kabupaten Bima, bertujuan: mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian; menyusun
informasi tipe penggunaan lahan untuk sistem pertanian yang tepat; menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian
berdasarkan ZAE skala 1:50.000. Penelitian dilakukan dengan pendekatan desk study, observasi dan survei. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara geografis Kabupaten Bima terletak antara 117°40’-119°10’ BT dan 8°12’8°55’LS. Tergolong wilayah dengan pola curah hujan IA dan IIA. Curah hujan tertinggi terjadi di Woha rerata 2.036
mm/th dan terendah di Donggo rerata 336 mm/th. Rerata suhu udara tahunan 27,6°C-28,1°C. Berdasarkan klasifikasi
Schmidt dan Fergusson tergolong tipe D dan F terletak pada zona D4 dan E4. Hasil analisis terrain memiliki 5 grup
landform, yaitu Aluvial (A), Fluvio-Marin (B), Marin (M) Karst (K), Volkanik (V), dan grup Aneka (X) yang
menghasilkan 28 satuan unit lahan. Lebih dari 50% wilayah Kabupaten Bima dominan berbukit dengan lereng 15-45%,
19% bergunung dengan lereng >45% dan sisanya berupa lereng <15% berupa wilayah datar, berombak, bergelombang,
dan berbukit kecil yang berlereng agak curam sampai curam. Penggunaan lahan terluas adalah hutan (41,77%), semak
belukar dan sejenisnya (33,98%), kebun/tegal (10,79%), sedangkan sawah hanya 7,29% dan sisanya adalah untuk
penggunaan lain. Pola tanam untuk tanaman semusim (padi – padi – palawija; padi – palawija – padi; atau padi –
komoditas lain) dan pola tanam campuran untuk tanaman tahunan seperti tanaman industri (kelapa, jambu mete, kopi),
tanaman hortikultura (mangga, serikaya/garoso, sawo, pisang. Umumnya reaksi tanah netral, kandungan C organik dan
N rendah, KTK rendah, dan kejenuhan basa tinggi, dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Tanah
diklasifikasikan ke dalam lima ordo, yaitu Entisols, Andisols, Inceptisols, Molisols, dan Vertisols yang menurunkan 11
grup dengan 20 subgrup. Hasil evaluasi lahan menunjukkan kacang tanah, padi sawah, padi gogo, jagung, kedele,
bawang merah, semangka, sawo, mangga, srikaya, pisang, kemiri, jambu mete, dan kelapa sesuai dikembangkan di
Kabupaten Bima. Hasil pewilayahan komoditas pertanian diperoleh 13 arahan pewilayahan komoditas pertanian dan
dapat ditetapkan enam arahan sistem pertanian.
Kata kunci : biofisik, agroklimat, sosial ekonomi, pewilayahan komoditas.
PENDAHULUAN
Tantangan pengembangan ketahanan pangan adalah semakin terbatasnya kapasitas
produksi akibat berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, menurunnya
kualitas kesuburan tanah akibat kerusakan lingkungan, semakin terbatas dan ketidakpastian
pasokan air untuk produksi pangan, persaingan penggunaan air dengan sektor industri dan
pemukiman, ketidak pastian perilaku iklim, belum memadainya prasarana distribusi darat dan antar
pulau, serta kelembagaan pemasaran hasil-hasil pangan yang belum mantap.
Pembangunan pertanian harus didasarkan atas potensi lahan yang keberhasilannya
tergantung pada pilihan komoditas serta sistem usaha yang sesuai dengan karakteristik sumberdaya
alam dan sosial ekonomi setempat. Berbagai langkah yang perlu diambil dalam rangka
pengembangan sumberdaya alam secara optimal, antara lain : (a) pengenalan sifat dan karakteristik
lahan; (b) menetapkan kesesuaian lahan lahan; (c) menetapkan tingkat manajemen yang diperlukan
untuk setiap penggunaan lahan; (d) menilai kesesuaian lahan bagi pengembangan berbagai
komoditas pertanian, serta (e) menentukan pilihan komoditas atau tipe penggunaan lahan tertentu
yang sesuai secara fisik dan menguntungkan (Budianto, 2001).
Konsep pewilayahan pertanian atau pemetaan zona agroekologi (ZAE) adalah
penyederhanaan dan pengelompokan agroekosistem yang beragam dalam bentuk klasifikasi yang
lebih aplikatif (Las et al., 1990). ZAE juga merupakan salah satu metode pengidentifikasian lahan
yang digunakan untuk tanaman tertentu yang berpotensi tinggi dengan memperhatikan aspek-aspek
agroekosistem atau sumberdaya alam yang terdiri atas tanah, iklim dan vegetasi.
Pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000 di Kabupaten Bima
bertujuan: (1) mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian; (2)
menyusun informasi tipe penggunaan lahan untuk sistem pertanian yang tepat sebagai dasar
pembangunan pertanian berkelanjutan; (3) menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian
berdasarkan ZAE skala 1:50.000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : (1) dasar
perencanaan pembangunan pertanian yang efektif dan berkelanjutan.; (2) memudahkan dalam
menetapkan kawasan-kawasan pengembangan komoditas unggulan; (3) memudahkan dalam
memilih paket teknologi yang sesuai untuk tiap-tiap kawasan tertentu atau ekstrapolasi teknologi
yang telah teruji yang kondisi fisik lingkungan dan sosial ekonominya sama atau hampir sama.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan terdiri atas: peta rupabumi digital skala 1:25.000 (Bakosurtanal,
1998); citra landsat TM skala 1:60.000 (1998); peta geologi skala 1:250.000 lembar Sumbawa,
NTB (Puslitbang Geologi, 1994); peta agroklimat NTB, NTT skala 1:500.000 (Oldeman et al.,
1988); Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Balitklimat dan Hidrologi,
2003) dan Peta Tanah Tinjau Kabupaten Bima (Balittanah, 2003). Penelitian dilakukan bulan
Januari s/d Desember 2004 dengan pendekatan desk study dan survei. Penyusunan peta kerja
melalui analisis terrain foto udara/Citra landsat, digitasi dan overlay peta rupabumi. Peta kerja
digunakan sebagai dasar karakterisasi tanah. Survei tanah mengacu pada Guidelines for Soil Profile
Description (FAO, 1978) dan Key To Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998). Survei sosial
ekonomi dilakukan dengan teknik wawancara dengan petani di sentra produksi dan daerah
potensial pengembangan (Balittanah, 2001).
Analisis contoh tanah dilakukan di laborartorium tanah BPTP NTB dengan mengacu pada
Soil Survey, Laboratory Method and Procedure for Collecting Soil Samples (Soil Conservation
Service, 1972). Data sosial ekonomi dianalisis dengan analisis B/C ratio, Net Present Value (NPV),
dan Internal Rate of Return (IRR) (Kadariah, 1988). Evaluasi lahan dilakukan dengan pendekatan
two stages approach, menggunakan program ALES (Automated Land Evaluation System) (Rossiter
dan Van Wambeke, 1997). Pengelompokan kelas kesesuaian lahan menurut Djaenuddin et al.,
2003. Dengan menggunakan program modul pewilayahan komoditas (MPK) disusun pewilayahan
komoditas pertanian. Slanjutnya untuk melihat kesesuaian hasil analisis dengan kondisi di lapangan
dilakukan verifikasi dan validasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biofisik
Kabupaten Bima secara geografis terletak antara 117°40’-119°10’ BT dan 8°12’-8°55’ LS
dengan luas wilayah 43.089,9 ha. Formasi geologi Kabupaten Bima terdiri atas: (1) endapan
permukaan (Qa) tersusun dari kerikil, pasir dan lumpur yang terbentuk dalam lingkungan sungai,
delta dan pantai. Formasi ini tersebar di Teluk Bima, Sape dan sekitar Waworada; (2).hasil gunung
api muda (Qvm dan Qvs) terdiri dari lahar, lava, breksi, bom dan lapili, tersebar di gunung
Sangeang dan tercatat masih aktif sedangkan G. Tambora dan gunung api lainya sudah tidak aktif
tetapi masih berbentuk kerucut; (3) hasil erupsi gunung api tua (Qtvl, Qtvm dan Qtvs) terdiri atas
persilangan breksi lava dan tufa bersusunan andesit dan basalt, banyak dijumpai di Gunung
Lambuwu, Doro Maria, Doro Saboko; (4) satuan lava-breksi (Qhv) terdiri atas lava, breksi, lahar,
tuf dan abu gunung api, tersebar di G. Tambora; (5) satuan breksi-andesit-basalt (Qvl) terdiri atas
breksi gunung api, lahar, tuf, dan lava di G. Labumbu; (6) batu gamping koral (Ql) terdiri atas batu
gamping koral dengan sisipan konglomerat dan batu pasir sebagian bersifat keras dan sebagian
bersifat lunak di bagian utara atau sekitar kecamatan Wera; (7) batu gamping berlapis (Tml) tediri
atas batu gamping dengan sisipan batu gamping tufaan berwarna kelabu di sekitar Sape, Teluk
Waworada dan Teluk Bima; (8) batuan gunung api (Tmv) terdiri atas lava dan breksi bersifat dasit,
tersebar relatif sempit di sekitar Waworada dan Bima; (9) tufa dasitan (Tmdt) terdiri atas tufa
mengandung sisipan tuf hijau dan tuf gampingan di Doro Kawangge; (10) batuan gunung api tua
(Tlmv) terdiri atas lava dan breksi bersifat andesit dan basal, tersebar paling luas di bagian tengah
dan selatan komplek pegunungan Mpuja; dan (11) batuan terobosan (Tg) tediri atas granodiorit,
diorit, sienit dan tonalit. Formasi ini penyebarannya terpencar-pencar di antara batuan gunung api
tua di sekitar Sape dan Waworada (Puslitbang Geologi, 1998).
Landform Kabupaten Bima dapat dikelompokkan dalam 5 grup fisiografi utama yaitu:
Aluvial (A), Fluvio-Marin (B), Marin (M), Karst (K), dan Volkanik (V) serta Grup Aneka Bentuk
(X) yang menghasilkan 28 satuan unit lahan (Tabel 1).
Tabel 1. Satuan Landform dan Luasannya di Kabupaten Bima
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25-28
Simbol
A111
A1128
A13
A15
A2
A23
B2
K2
K3
M12
M17
M32
V112
V113
V114
V115
V12
V13
V16
V17
V31
V32
V33
V4
X1, X2, X3, X4
Landform
Jalur sungai braiding
Jalur meander
Dataran aluvial
Jalur Aliran
Aluvio-koluvial
Dataran antar perbukitan
Dataran estuarin
Dataran Karst
Perbukitan Karst
Pesisir Pasir
Laguna
Teras marin subresen
Kaldera
Lereng volkan atas
Lereng volkan tengah
Lereng volkan bawah
Aliran lahar
Aliran lava
Lungur volkan
Kerucut anakan
Dataran volkan
Perbukitan volkan
Pegunungan volkan
Perbukitan intrusi
Pemukiman, danau, lereng curam, p. karang
Jumlah
Luas
1.573,13
2.524,77
18.383,43
3.086,53
22.480,68
1,733,85
4.397,97
1.393,44
11.816,42
1.194,94
51,11
3.917,69
7.954,56
12.536,88
29.643,32
58.140,53
34.550,63
35.069,59
4.773,46
544,22
9.373,21
106.711,56
14.658,77
3.572,37
18.912,71
408.995,78
%
0,38
0,62
4.49
0,75
5,50
0,42
1,08
0,34
2,89
0,29
0,01
0,96
1,94
3,07
7,25
14,22
8,45
8,57
1,17
0,13
2,29
26,09
3,58
0,8
4,63
100,00
Sumber : Data Sekunder diolah Tahun 2004.
Grup Aluvial terbentuk dari bahan endapan (aluvium/koluvium) akibat pengaruh aliran air
baik aktivitas sungai (fluvial) maupun gravitasi (koluvial). Grup aluvial didominasi oleh aktivitas
sungai yang ada dan hasil koluviasi dari daerah perbukitan/pegunungan disekitarnya yang
membentuk dataran aluvial/koluvial. Penyebaran grup aluvial ini menempati areal yang sempit.
Bentuk wilayah agak cekung sampai datar dengan lereng berkisar dari 0 sampai 8%. Grup fluvio
marin terbentuk dari aktivitas sungai di perbatasan dengan laut dipengaruhi air laut baik yang
bersifat konstruktif (pengendapan). Grup fluvio marin ini mempunyai penyebaran relatif sempit,
terdapat di daerah muara sungai. Landform ini berupa dataran yang dipengaruhi pasang surut,
dengan bentuk wilayah agak datar sampai datar (lereng <3%). Grup marin terbentuk dari aktivitas
air laut baik yang bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Grup marin ini
mempunyai penyebaran relatif sempit, terdapat di sekitar teluk dan pantai. Landform ini berupa
pesisir pasir pantai, laguna, dan teras marin subresen, dengan bentuk wilayah datar sampai agak
datar (lereng <3%). Grup karst menempati penyebaran yang sempit yaitu terletak di sekitar selat
Sape yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil, di sebelah utara dan barat Tawali Wera dan di
sekitar Teluk Waworada. Bentukan lahan umumnya bergelombang dan berbukit dengan sebaran
dari agak datar sampai bergunung, lereng bervariasi dari 1->45%, tanah umumnya dangkal dan
berbatu. Grup volkan merupakan deretan gunung api baik yang masih aktif maupun yang sudah
tidak aktif. Gunung api Sangeang merupakan gunung api yang masih aktif, sedangkan G.Tambora,
G. Lambuwu sudah tidak aktif. Bentuk wilayahnya mulai dari agak datar, berombak,
bergelombang, berbukit, dan bergunung, kisaran lereng 1%->45%. Sebaran bentuk wilayah dan
lereng Kabupaten Bima disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sebaran Bentuk Wilayah dan Lereng Kabupaten Bima, 2004.
No. SL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10-13
Simbol
f
n
u
r
r-h
c
o
h
m
X1, X2, X3, X4
Lereng
(%)
Relief
Datar
Agak datar
Berombak
Bergelombang
Bergelombang-berbukit
Bergumuk
Berbukit kecil
Berbukit
Bergunung
Pemukiman, danau, lereng curam, p. karang
Jumlah
0-1
1-3
3-8
8 - 15
10 - 25
10 - 25
10 - 25
15 - 45
> 45
Luas
6.204,09
36.613,44
27.064,35
20.500,60
12.043,30
499,60
3.393,55
205.044,04
78.720,09
18.912,71
408.995,78
%
1.52
8.95
6,62
5,01
2,94
0,12
0,83
50,13
19,25
4,63
100,00
Sumber : Data Sekunder diolah, 2004.
Dari data sebaran bentuk wilayah dan lereng (Tabel 2), terlihat bahwa Kabupaten Bima
dapat dipisahkan menjadi 9 kelas bentuk wilayah dan lereng. Dari hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa 50,13% wilayah kabupaten Bima merupakan wilayah berbukit dengan lereng
15-45% disusul wilayah bergunung dengan lereng > 45% sekitar 19%, dan sisanya adalah wilayah
datar, berombak, bergelombang, dan berbukit kecil, yang berlereng agak curam sampai curam.
Hasil pengamatan tanah di lapangan dan didukung hasil analisis laboratorium, tanah-tanah di
Kabupaten Bima dapat diklasifikasikan kedalam lima ordo, yaitu Entisols, Andisols, Inceptisols,
Mollisols, dan Vertisols, menurunkan 11 grup dan 20 subgrup (Soil Survey Staff, 1998) (Tabel 3).
Tabel 3. Tanah-tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Bima, NTB.
Ordo
Entisols
Subordo
Grup
Fluvents
Psamments
Orthents
Hydraquents
Endoaquents
Ustifluvents
Ustipsamments
Ustorthents
Andisols
Vitrands
Ustivitrands
Inceptisols
Aquepts
Endoaquepts
Ustepts
Halaquepts
Haplustepts
Ustolls
Usterts
Haplustolls
Haplusterts
Mollisols
Vertisols
Aquents
Subgrup
Typic Hydraquents
Typic Endoaquents
Typic Ustifluvents
Typic Ustipsamments
Lithic Ustorthents
Vitrandic Ustorthents
Typic Ustorthents
Lithic Ustivitrands
Typic Ustivitrands
Fluvaquentic Endoaquepts
Typic Endoaquepts
Typic Halaquepts
Aquic Haplustepts
Fluventic Haplustepts
Lithic Haplustepts
Vitrandic Haplustepts
Vertic Haplustepts
Typic Haplustepts
Typic Haplustolls
Typic Haplusterts
PPT, 1983
Aluvial Gleiik
Aluvial Gleiik
Regosol Haplik
Regosol Haplik
Regosol Litik
Regosol Haplik
Regosol Haplik
Andosol Litik
Andosol Haplik
Gleisol Fluvik
Gleisol Haplik
Gleisol Haplik
Cambisol Gleiik
Cambisol Fluvik
Cambisol Litik
Cambisol Andik
Cambisol Vertik
Cambisol Haplik
Brunizem Haplik
Grumusol Haplic
FAO, 1989
Gleyic Fluvisols
Gleyic Fluvisols
Haplic Regosols
Haplic Regosols
Lithic Regosols
Haplic Regosols
Haplic Regosols
Lithic Andosols
Haplic Andosols
Fluventic Gleysols
Haplic Gleysols
Halic Gleysols
Gleyic Cambisols
Fluventic Cambisols
Lithic Cambisols
Andic Cambisols
Vertic Cambisols
Haplic Cambisols
Haplic Brunizems
Haplic Vertisols
Sumber : Data Sekunder diolah, 2004.
Entisols merupakan tanah-tanah muda, yang belum mempunyai perkembangan profil,
dengan susunan horison A-C atau A-C-R, atau A-R. Tanah ini terbentuk dari bahan aluvium,
aluvium-marin, marin, dan volkan. Umumnya pada landform dataran, fluvio-marin, dan volkan.
Penampang tanah bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung, dan berlapis-lapis
(stratified) atau berselang seling. Adanya perbedaan tekstur berlapis-lapis tersebut menunjukkan
proses pengendapan dari limpasan sungai yang berulang; sebagian mengandung kerikil di dalam
penampang tanah. Warna tanah coklat tua sampai gelap, drainase buruk sampai cepat, struktur
lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya
agak netral (pH 7), kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P 2O5 dan K2O potensial
sedang sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah sampai tinggi dan didominasi oleh Ca dan Mg.
KTK tanah rendah, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Penggunaan lahan umumnya bervariasi.
Andisols merupakan tanah-tanah muda, yang belum/sedikit mempunyai perkembangan
profil, dengan susunan horison A-C, A-C-R. Tanah ini terbentuk dari bahan abu volkan (debu,
pasir, dan kerikil). Umumnya terbentuk pada landform volkanik. Penampang tanah dangkal sampai
dalam, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung. Warna tanah coklat tua sampai coklat
tua kekuningan, drainase sedang, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada
kondisi kering. Reaksi tanah umumnya netral, kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar
P2O5 dan K2O potensial sedang sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah dan didominasi oleh
Ca dan Mg. KTK tanah rendah sampai sedang, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Umumnya
Andisols di kabupaten Bima beriklim kering (ustic). Penggunaan lahan umumnya tegalan, semak,
rumput, belukar, semak, dan hutan.
Inceptisols, yaitu tanah-tanah yang sudah menunjukkan adanya perkembangan profil,
dengan susunan horison A-Bw-C pada lahan kering dengan drainase baik, atau susunan horison ABg-C pada lahan basah dengan drainase terhambat. Tanah terbentuk dari berbagai macam bahan
induk, yaitu tuf volkan masam, tuf volkan intermedier (andesitik), tufa pasiran, dan granodiorit
serta skis. Tanah ini mempunyai penyebaran paling luas, menempati grup landform dataran volkan,
perbukitan volkan, dan dataran tektonik. Tanah dari bahan volkan intermedier berwarna coklat
kemerahan, tekstur lempung berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur cukup baik,
konsistensi gembur sampai teguh. Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik sangat rendah sampai
sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi
oleh Ca dan Mg, KTK tanah rendah, KTK liat rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa tinggi.
Pada landform dataran volkan sifat tanah dipengaruhi oleh bahan induknya. Tanah penampang
cukup dalam, berwarna coklat kekuningan sampai kemerahan, drainase baik, tekstur halus sampai
agak halus, konsistensi gembur sampai teguh, dan reaksi tanah agak masam sampai masam.
Sebagian besar telah diusahakan untuk lahan pertanian, seperti persawahan, tegalan dan kebun
campuran. Sisanya masih berupa semak belukar dan hutan.
Mollisols tergolong tanah-tanah yang mempunyai perkembangan profil dengan susunan
horison ABC dengan lapisan atas horison mollic, memperlihatkan struktur cukup kuat. Tanah
berkembang dari bahan induk batuan sedimen (batugamping), menempati landform perbukitan
Karst volkan dengan penyebarannya sempit. Penampang tanah cukup dalam, warna coklat
kemerahan, tekstur agak halus sampai agak kasar, struktur cukup kuat gumpal bersudut, konsistensi
gembur sampai teguh dan reaksi tanah netral (kejenuhan basa tinggi). Sebagian besar tanah ini
digunakan untuk tegalan/ kebun, buah-buahan, kebun campuran, dan belukar hutan.
Vertisols tergolong tanah-tanah yang mempunyai perkembangan profil dengan susunan
horison ABC atau AC, memperlihatkan struktur baji yang biasanya retak-retak di musim kemarau
dan mengembang di musim hujan. Tanah berkembang dari bahan induk aluvium dan aluviokoluvium dengan penyebarannya sempit. Penampang tanah cukup dalam, warna coklat kekelabuan,
tekstur agak halus sampai halus, struktur cukup kuat gumpal bersudut, konsistensi gembur sampai
teguh dan reaksi tanah netral (kejenuhan basa tinggi). Sebagian besar tanah ini digunakan untuk
sawah tadah hujan, tegalan/kebun, buah-buahan, kebun campuran, dan belukar.
Berdasarkan hasil analisis kimia contoh tanah menunjukkan umumnya reaksi tanah netral,
kandungan C organik dan N rendah, KTK tanah sedang, dan kejenuhan basa tinggi sehingga
tanahtanah tersebut status kesuburannya umumnya termasuk sedang. Tanah-tanah tersebut akan
berpotensi jika dilakukan pengelolaan dengan baik, yaitu pemberian pupuk organik, pemupukan
berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Kondisi Agroklimat
Kondisi iklim suatu wilayah sering digunakan sebagai seleksi awal dalam penyusunan
pewilayahan komoditas pertanian. Kabupaten Bima tergolong dalam pola hujan IA dan IIA. Pola
IA dengan total curah hujan < 1000 mm/th, bulan kering <7–10 bulan dan bulan basah < 2 bulan.
Pola IIA dengan total curah hujan 1000 – 2000 mm/th, bulan kering <5–8 bulan dan bulan basah
<4 bulan. Pola IA tersebar di bagian utara memanjang kearah timur dan selatan sedangkan pola IIA
di bagian tengah (Balitklimat dan Hidrologi, 2003). Berdasarkan data stasiun setempat, tergolong
wilayah dengan curah hujan rendah (<2500 mm/th). Rerata curah hujan tertinggi terjadi di Woha
yaitu 2036 mm/th dan terendah di Donggo yaitu 336 mm/th. Jumlah bulan kering (curah hujan <60
mm) selama 5-6 bulan dari April s/d September terjadi di Monta, Wawo, Belo, Woha dan Sanggar,
sedangkan jumlah bulan kering (curah hujan <60 mm) selama 9 bulan terjadi di Wera, Sape dan
Donggo. Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson tergolong tipe hujan D dan F, sedangkan
menurut Koppen tergolong tipe iklim Aw yaitu tipe iklim hujan tropis dengan curah hujan bulanbulan terkering <60 mm selama 6-9 bulan, suhu udara rata-rata bulan terdingin >18°C dan terpanas
>22°C dengan curah hujan <2500 mm/th. Berdasarkan jumlah bulan basah (curah hujan >200 mm)
dan jumlah bulan kering (curah hujan <100 mm), tergolong zone D4 dan E4 (Oldeman et al.,
1988). Zone D4 dicirikan bulan basah >3 bulan, dan bulan kering berturut-turut <6 bulan.
Penyebaran di bagian tengah dan utara yaitu Monta, Wawo, Belo dan Woha. Sedangkan zona E4
dicirikan bulan basah <3 bulan dan bulan kering berturut-turut >6 bulan terdapat di Sape, Donggo
dan Wera (Gambar 1).
Gambar 1. Grafik Sebaran Hujan di Kabupaten Bima.
Rerata suhu udara tahunan antara 27,6°C-28,1°C. Perbedaan rerata suhu bulan terpanas
dan terdingin <6°C, menunjukkan Kabupaten Bima sebagian besar tergolong rejim suhu panas
(Isohyperthermic), kecuali di beberapa tempat pada ketinggian >1300 m dpl menunjukkan adanya
penurunan rerata suhu tergolong ke dalam rejim suhu sejuk (Isothermic) (Tabel 4).
Tabel 4. Rerata unsur iklim di Kabupaten Bima
Data Unsur Iklim
Suhu Udara (C)
Kelembaban Udara (%)
Lama Penyinaran (%)
Kecepatan Angin (Knots)
Sumber
Keterangan
Sumber
Bulan
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
27,5
83,0
36,0
71,5
27,5
84,0
38,0
82,0
28,0
85,0
57,0
73,0
28,0
86,0
57,5
78,0
27,5 28,0 27,0 27,0 27,0 29,0
81,0 81,0 82,0 74,0 75,0 79,0
70,5 69,0 78,0 79,5 77,0 65,5
117,5 125,0 149,5 140,0 142,5 134,5
Jul
Agu
Sep
Okt
Nop
Des Rerata
28,5
85,0
56,0
99,5
28,0
85,0
35,0
74,5
27,8
81,7
59,9
107,3
: Data Sekunder diolah, 2004.
: 1 Knots = 0,515 m/detik atau 44.5 km/hari atau 3,7 km/jam.
: Stasiun Meteorogi Muh. Salahuddin Bima.
Kondisi Sosial Ekonomi
Jumlah penduduk Kabupaten Bima sebanyak 404.775 jiwa, terdiri atas laki-laki 200.411
jiwa dan perempuan 204.775 jiwa (sex ratio 98,07%) dengan 98.493 rumah tangga/kepala keluarga
(KK) (BPS, 2003). Penyebaran penduduk tidak merata, wilayah terpadat adalah Kecamatan Woha
dengan 519 jiwa/km2 dan terjarang kecamatan Tambora dengan 7 jiwa/km2, atau rerata kepadatan
93 jiwa/km2. Jumlah angkatan kerja produktif (usia 10 tahun ke atas) sebanyak 217.752 jiwa,
sebagian besar bekerja di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan
(79,75%), bangunan (7,55%), jasa kemasyarakatan (4,53%), industri pengolahan (4,00%),
perdagangan, hotel dan restoran (3,73%), dan lain-lain (0,44%).
Aksesibilitas cukup lancar baik melalui darat, laut dan udara. Perhubungan dan transportasi
antar kota kecamatan dan desa dapat ditempuh melalui darat dan laut, kecuali ke Kecamatan
Tambora dan Sanggar yang harus ditempuh melalui jalan darat melewati kabupaten Dompu.
Panjang jalan 1.337,88 km, terdiri atas jalan negara 102,53 km, jalan provinsi 397,33 km dan jalan
kabupaten 838,02 km. Kondisi jalan propinsi umumnya aspal, sedangkan jalan di kabupaten
sebagian masih berupa jalan tanah diperkeras. Jalan kabupaten tergolong kelas III dengan kondisi
jalan sebagian besar dalam keadaan rusak berat (68,11%), 4,50% rusak, 13,49% sedang dan hanya
13,90% dalam kondisi baik. Sarana komunikasi berupa jaringan telepon dan selluler telah
menjangkau sebagian wilayah, dengan jumlah satuan sambungan telepon (SST) sebanyak 5.258
SST, di antaranya 1.404 SST untuk keperluan bisnis dan 3.854 SST untuk keperluan rumah tangga.
Pola penggunaan lahan terkait dengan kepadatan penduduk. Di wilayah dengan kepadatan
penduduk tinggi, usaha pertanian didominansi oleh usaha tanaman pangan dan hortikultura,
sedangkan di wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk rendah berkembang usahatani
perkebunan tanaman tahunan. Kondisi demikian menyebabkan terjadinya ketimpangan penggunaan
lahan. Di daerah yang jarang penduduknya, lahan-lahan potensial untuk tanaman pangan lebih
banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan, karena usahatani tanaman pangan relatif
membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dan pengelolaan yang lebih intensif. Wilayah
Kabupaten Bima didominasi hutan dan semak belukar (Tabel 5).
Lahan sawah umumnya terletak di dataran aluvial, dataran volkan, dan lereng volkan,
terdiri atas sawah irigasi sederhana, dan tadah hujan. Sawah irigasi dapat ditanami 2 kali setahun,
tetapi umumnya hanya 1 kali setahun (IP100) dan digilir dengan palawija. Sawah tadah hujan
hanya ditanami padi sekali setahun, dan musim kemarau ditanami palawija terutama jagung dan
kacang-kacangan.
Tabel 5. Penggunaan Lahan di Wilayah Kabupaten Bima tahun 2004
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20-23
Penggunaan Lahan
Luas
Sawah irigasi
Sawah Tadah hujan
Tegalan
Tegalan dan kebun
Kebun kelapa
Kebun kopi
Kebun jambu mente
Tambak
Penggaraman
Belukar kebun
Belukar
Belukar hutan
Rumput
Semak Belukar
Semak rumput
Mangrove
Hutan tanaman industri
Hutan dan hutan tanaman
Hutan
Pemukiman, danau, lereng curam dan pulau-pulau
TOTAL
%
11.137,79
18.674,77
29.985,68
11.163,90
922,68
1.399,47
641,00
535,26
2.752,91
9.404,77
56.858,20
767,21
51,11
18.304,20
53.581,41
1.109,80
73,94
773,93
168.872,28
18.912,71
423,957.21
2,72
4,57
7,33
2,73
0,23
0,34
0,16
0,13
0,67
2,30
13,90
0,19
0,01
4,48
13,10
0,27
0,02
0,19
41,29
4,63
100.00
Sumber : Data Sekunder diolah, 2004.
Pola tanam yang diterapkan umumnya terdiri atas: padi-padi-palawija; padi-palawija-bera;
dan palawija-bera. Sebagian persawahan digunakan untuk tanaman palawija, karena secara
ekonomi lebih menguntungkan. Pola tanam yang dianjurkan berdasarkan sebaran hujan di wilayah
Kabupaten Bima disajikan pada Gambar 2.
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nop
Des
Tanaman Semusim
Padi sawah /
gogo
Palawija
Bera
Tanaman Tahunan
Tanam bibit
Masa pertumbuhan
Pemeliharaan tanaman (penyiraman)
Gambar 2. Arahan pola tanam di Kabupaten Bima.
Arahan pola tanam untuk tanaman semusim, yaitu padi-padi-palawija, padi-palawija-padi
atau padi-komoditas lain (palawija, yaitu : kacang tanah, kedelai, jagung, kacang hijau), komoditas
selain palawija (sayuran, cabe merah, cabe rawit, tembakau). Sedangkan arahan pola tanam untuk
tanaman tahunan seperti tanaman industri (kelapa, jambu mete, kopi), tanaman hortikultura
(mangga, serikaya/garoso, sawo, pisang).
TPL setahun 2 kali padi (sawah) dijumpai di sebagian wilayah yang mendapat irigasi
tehnis dan semi tehnis. Sedangkan TPL setahun 1 kali padi di jumpai pada sawah tadah hujan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sebagian besar usahatani masih menerapkan input
rendah sampai sedang. Di sebagian wilayah lahan kering dijumpai komoditas jagung dan padi gogo
yang ditanam pada musim hujan dengan menerapkan input rendah. Di sebagian lahan kering
dijumpai komoditas sayuran yang diusahakan dengan menerapkan input rendah sampai sedang.
Input dan output untuk TPL tanaman tahunan (perkebunan), yaitu kelapa, kopi dan jambu mete,
dengan menerapkan input rendah sampai sedang.
Hasil analisis gross margin dengan program ALES versi 4.65d (Rossiter and Wambeke
1997) dan kelayakan finansial beberapa komoditas pertanian menunjukkan bahwa pada umumnya
tanaman semusim yang diusahakan layak dikembangkan dengan RCR >1,10 (Tabel 6). Untuk
tanaman kelapa dan mangga dengan periode analisis 20-30 tahun layak dikembangkan dengan nilai
NPV positif, nilai IRR>suku bunga yang berlaku serta BCR >1 (Tabel 7).
Tabel 6. Kelayakan usahatani tanaman semusim dengan kondisi produksi optimal di Kabupaten Bima.
Tipologi lahan
(TL)
Wri
Wrr
Dfc
DFc
Wri
Wri
Wri
Dha/Wri
Dh
Jenis tanaman (JT)
2x padi sawah
Padi tadah hujan
Padi gogo
1x Jagung
Kacang tanah
Kedele
Kacang hijau
Cabe rawit
Bawang merah
Standar
Biaya Produksi
(Rp/ha) (BP)
5.848.000,00
2.064.000,00
1.686.500,00
2.067.500,00
1.985.000,00
1.657.500,00
1.426.500,00
3.825.000,00
16.724.000,00
Penerimaan
(Rp/ha) (REV)
10.080.000,00
5.580.000,00
1.013.500,00
7.350.000,00
5.000.000,00
4.200.000,00
2.118.750,00
4.050.000,00
36.000.000,00
RCR
2,38
2,70
1,60
3,56
2,52
2,53
1,49
2,06
2,15
> 1,10
Sumber : Data primer diolah tahun 2004
Tabel 7. Kelayakan investasi usahatani tanaman tahunan dengan kondisi produksi optimal di Kabupaten Bima
Jenis tanaman
Kelapa
Kopi
Sawo
Mangga
Nilai standar
Tipologi
lahan (TL)
Dep
Dep
Dhp
Dep
Periode
Analisis (th)
Investasi
(Rp/ha)
30
15
30
20
45.554.000,00
12.135.000,00
40.455.000,00
2.960.000,00
NPV (Rp)
(i=15%)
IRR
(%)
4.805.656,30
31.694.245,61
37.955.486,13
26.175.908,00
>0
33,32
54,08
43,45
55,16
BCR
(i=15%)
1,63
7,25
5,28
15,48
> 1,0
Sumber : Data primer diolah tahun 2004
Dari hasil pengamatan lapangan, wilayah Kabupaten Bima secara umum sesuai untuk
pengembangan pertanian, baik tanaman pangan maupun perkebunan dan hortikultura. Faktor
penghambat yang dijumpai terdiri atas: media perakaran (tekstur tanah kasar), lereng curam, dan
ketersediaan air. Dengan penambahan air irigasi/pengairan dan pemupukan, termasuk pemberian
bahan organik, tanah-tanah di wilayah ini masih dapat ditingkatkan produktivitasnya.
PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui potensi sumberdaya lahan untuk
pengembangan komoditas pertanian, maka evaluasi lahan dilakukan baik secara fisik maupun
ekonomi dengan menggunakan parameter karakteristik lahan yang berpengaruhi terhadap
produktivitas tanaman. Evaluasi lahan dilakukan dengan asumsi masukan (input) “sedang”, yaitu
dengan menerapkan teknologi petani yang ada saat ini (existing) dengan didukung oleh bantuan
pemerintah seperti kredit permodalan untuk penyediaan sarana produksi dan teknik pengelolaan
lahan, seperti pemupukan dan konservasi tanah (CSR/FAO, 1983). Dalam penilaian kesesuaian
lahan, parameter kualitas lahan yang dipertimbangkan untuk dievaluasi lahannya dengan TPL input
sedang adalah bahaya erosi (eh), media perakaran (rc), dan rejim suhu udara (tc), sedangkan
ketersediaan air (wa), retensi hara (nr), dan ketersediaan hara (na) dipertimbangkan pada penilaian
lahan input rendah. Dari parameter kualitas lahan tersebut, media perakaran, rejim suhu udara
relatif lebih sulit untuk diatasi, dibandingkan dengan kualitas lahan lainnya. Kualitas bahaya erosi
bisa tidak dipertimbangkan mengingat sebagian besar wilayah berlereng <8%.
Evaluasi lahan secara fisik untuk berbagai komoditas pertanian yang diproses melalui
komputer menggunakan program ALES (Rossiter dan Wambeke, 1997), menunjukkan padi sawah,
padi gogo, kacang tanah, rambutan, jagung, kedelai, bawang merah, mangga, srikaya, sawo sesuai
dikembangkan di Kabupaten Bima. Kelas kesesuaian lahan dikelompokkan menjadi sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N) (Djaenuddin et al., 2003).
Hasil pengolahan dengan program Modul Pewilayahan Komoditas (MPK) diperoleh 13
arahan pewilayahan komoditas pertanian sesuai dengan zona agroekologinya serta 4 pewilayahan
non pertanian (Tabel 8 dan Gambar 3).
Tabel 8. Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian di Kabupaten Bima
Kode
I/Dj
Tanaman
Kawasan Konservasi
II/De-1 Kopi
Sistem
Hutan lahan kering
II/De-2 Jambu mete, srikaya,
kemiri, asam, mangga
Pengembangan tanaman
perkebunan permanen
Pengembangan tanaman
perkebunan permanen
II/Dj
Hutan lahan kering
II/Dt
Kawasan Konservasi
Hutan tanaman industri (jati, Hutan tanaman industri
sonokeling)
lahan kering
III/De Jambu mete
Pengembangan tanaman
perkebunan
III/Def Jambu mete, kelapa,
Pengembangan tanaman
mangga, srikaya, kemiri,
perkebunan/hortikultura/p
sawo, jagung,kacang tanah, angan
padi gogo
IV/De Kelapa
Pengembangan tanaman
perkebunan
IV/Df Padi gogo, jagung, kacang Pengembangan tanaman
tanah, kacang hijau, ubi
pangan
kayu
IV/Dfe
IV/Wg
IV/Wi
IV/Wj
IV/Wt
X1, X2,
X3, X4
Satuan Lahan
Luas (ha)
Luas
(%)
50, 51, 52, 53, 54, 55,
56, 57, 58, 75, 92, 103,
104, 105
63
78.720,09
19,25
1.399,47
0,34
62, 64, 65, 66, 67, 82,
84, 87, 89, 97, 98, 99,
100, 101, 102
42, 43, 44, 72, 73, 74,
83, 90, 91, 93, 94, 107
68, 88
172.688,17
42,22
33.181,30
8,11
847,87
0,21
641,00
0,16
32.723,28
8,00
922,68
0,23
32.417,75
7,93
20.954,59
5,12
2.752,91
0,67
11.137,79
2,72
1.160,90
535,26
0,28
0,13
18.912,71
4,63
61
40, 41, 59, 60, 86, 95,
96, 71, 79, 80, 81, 82,
106
10, 45
1, 3, 4, 7, 9, 12, 14, 16,
17, 18, 19, 25, 26, 27,
29, 30, 32, 33, 34, 35,
36, 76, 77, 85
Padi gogo, jagung, kedelai, Pengembangan tanaman 8, 13, 20, 21, 22, 23,
kacang hijau, bawang
pangan/perkebunan/hortik 24, 28, 31, 46, 48, 49,
merah, mangga, semangka, ultura
69, 70, 78
srikaya, ubi kayu, kelapa,
jambu mete
Garam
Pengembangan tambak
38
garam
Padi sawah, kedelai, kacang Pengembangan tanaman 2, 5, 6, 11, 15
hijau, semangka, bawang
pangan/hortikultura
merah
Hutan mangrove
Hutan lahan basah
39, 47
Tambak
Pengembangan perikanan 37
air payau
Pemukiman, badan air,
108, 109, 110, 111
gawir/lereng curam dan
pulau-pulau
Jumlah
408.995,77 100,00
Gambar 3. Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Kabupaten Bima, NTB.
Berdasarkan 13 arahan pewilayahan komoditas pertanian di atas ditetapkan 6 sistem
pertanian yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bima, sebagai berikut :
1. Pengembangan tanaman perkebunan di Zona II, yaitu tanaman perkebunan permanen (kopi)
seluas 1.399,47 ha (0,34%) dari luas wilayah pada satuan lahan (SL) 63; pengembangan tanaman
perkebunan permanen (jambu mete, srikaya, kemiri, asam, mangga) seluas 172.688,17 ha
(42,22%) pada SL 62, 64, 65, 66, 67, 82, 84, 87, 89, 97, 98, 99, 100, 101, dan 102; dan pertanian
lahan kering tanaman perkebunan (kelapa) di Zona IV seluas 922,68 ha (0,23%) pada SL 10 an
45.
2. Pengembangan hutan tanaman industri lahan kering (jati, sonokeling) di Zona II seluas 847,87
ha (0,21%) pada SL 68 dan 88.
3. Pertanian lahan kering di Zona III, tanaman perkebunan (jambu mete) pada SL 61 seluas 641,00
ha (0,16%); tanaman perkebunan/hortikultura/pangan (jambu mete, kelapa, srikaya, mangga,
sawo, kemiri, jagung, kacang tanah, padi gogo) seluas 32.723,28 ha (8,00%) pada SL 40, 41, 59,
60, 86, 95, 96, 71, 79, 80, 81, 82, dan 106
4. Pertanian lahan basah (padi sawah rotasi dengan palawija dan hortikultura semusim) di Zona IV
seluas 11.137,79 ha (2,72%), pada satuan lahan 2, 5, 6, 11, dan 15.
5. Pertanian lahan kering di Zona IV, yaitu pertanian tanaman pangan (padi gogo, jagung, kacang
tanah, kedelai, kacang hijau, dan ubi kayu) di Zona IV, seluas 32.417,75 ha (7,93%) pada SL 1,
3, 4, 7, 9, 12, 14, 16, 17, 18, 19, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 76, 77, dan 85; pertanian
lahan kering tanaman pangan/ perkebunan/hortikultura (palawija, ubi kayu, kelapa, mangga,
srikaya, jambu mete, kacang hijau, bawang merah, semangka) seluas 20.954,59 ha (5,12%) yaitu
SL 8, 13, 20, 21, 22, 23, 24, 28, 31, 46, 48, 49, 69, 70, dan 78.
6. Pengembangan lahan basah di Zona IV berupa tambak garam seluas 2.752,91 ha (0,67%) pada
SL 38 dan tambak ikan seluas 535,26 ha (0,13%) pada SL 37
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kabupaten Bima memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan komoditas pertanian,
selain cukup strategis karena berbatasan langsung dengan Propinsi NTT dan mempunyai akses
ke Bali dan Jawa baik melaui darat, laut dan udara, juga karena sumberdaya lahannya yang
cukup luas.
2. Komoditas pertanian yang sesuai dikembangkan berdasarkan hasil evaluasi lahan secara fisik
adalah padi sawah, padi gogo, kacang tanah, rambutan, jagung, kedelai, bawang merah, mangga,
srikaya, sawo sesuai dikembangkan di Kabupaten Bima.
3. Hasil pewilayahan komoditas pertanian diperoleh 13 arahan pewilayahan komoditas pertanian di
Kabupaten Bima sesuai dengan zona agroekologinya serta 4 pewilayahan non budidaya, yaitu
Zona I/Dj (hutan lahan kering), II/De-1 (pengembangan tanaman perkebunan permanen), II/De-2
(pengembangan tanaman perkebunan permanen), II/Dj (hutan lahan kering) , II/Dt (hutan
tanaman industri lahan kering), III/De (pengembangan tanaman perkebunan), III/Def
(pengembangan tanaman perkebunan/hortikultura/pangan), IV/De (pengembangan tanaman
perkebunan), IV/Df (pengembangan tanaman pangan), IV/Dfe (pengembangan tanaman
pangan/perkebunan/hortikultura),
IV/Wg
(pengembangan
tambak
garam),
IV/Wi
(pengembangan tanaman pangan/hortikultura), IV/Wj (hutan lahan basah), IV/Wt
(pengembangan perikanan air payau), X1, X2, X3, X4 (pemukiman, badan air, gawir/lereng
curam, pulau-pulau).
4. Berdasarkan arahan pewilayahan komoditas pertanian ditetapkan 6 sistem pertanian, yaitu sistem
pengembangan tanaman perkebunan (Zona II/De dan IV/De); pengembangan hutan tanaman
industri lahan kering (Zona II/Dj); pertanian lahan kering tanaman perkebunan (Zona III/De dan
III/Def), pertanian lahan basah tanaman padi sawah rotasi dengan palawija dan hortikultura
semusim (Zona IV/Wi); pertanian lahan kering tanaman pangan (Zona IV/Df), dan
pengembangan lahan basah untuk tambak (Zona IV/Wg dan IV/Wt).
Saran
Hasil pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000 hendaknya dapat
dijadikan dasar dalam perencanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bima.
DAFTAR PUSTAKA
Bakosurtanal.1998. Peta topografi/rupabumi skala 1:25.000 Kabupaten Bima. Bakosurtanal.
Jakarta.
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia
Skala 1:1000.000. Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2001. Petunjuk Teknis Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian
Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 (Model 1). Balai Penelitian Tanah,
Puslitbangtanak Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai
Penelitian Tanah, Puslitbangtanak Bogor.
BPS. 2003. Bima Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kab. Bima.
Budianto, J. 2001. Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Teknologi
Partisipatif. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Mataram.
Djaenudin, D,
Marwan H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Versi 3. 2000. Balai Penelitian Tanah, Puslitbang Tanah dan
Agroklimat, Bogor.
F.A.O, 1983. Guidelines Land Evaluation for Rainfed Agriculture. Soil Bulletin No. 52. Soil
Resources Management and Consevation Service Land and Water Development Division
FAO. 1978. Guidelines for Soil Profile Description. Soil Resources Development and Cons.
Service, Land and Water Development Division. FAO/UNESCO, Rome.
Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisa Ekonomis. Ed. Ke-2. LPFE UI, Jakarta.
Las, I., A.K. Makarim, A. Hidayat, A. Syarifuddin, dan I. Mawan. 1990. Pewilayahan Agroekologi
Utama Tanaman Indonesia. Puslitbangtan, Edisi Khusus, Pus/03/90.Bogor.
Oldeman L.R., Irsal L., and Muladi, 1988. Agroclimatic Map of Bali, Nusatenggara Barat and
Nusatenggara Timur Central Research Institute for Agriculture, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1998. Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusa
Tenggara Skala 1:250.000. Direktorat Geologi Bandung.
Rossister, D, And Van Wambeke, 1997. Automated Land Evaluation System. User’s Manual
Version 4.6. Cornell University, Ithaca, New York.
Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Period Ratios for
Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Jawatan Met. dan Geofisik, Djakarta.
Soil Conservation Service, 1972. Soil Survery Laboratory Methods and Procedure for Collecting
Soil Samples. Soil Sruvey Investigation Report No. 1. USDA-SCS, Washington DC.
Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th edition 1998. Nasional Resources Conservation
Service, USDA.
Download