PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASARKAN ZONA AGROEKOLOGI SKALA 1:50.000 DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH Moh. Nazam1) , I M Wisnu W1), H. Suriadi1), Hendra S2) dan Marwan H2) 1) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2) Peneliti pada Balai Penelitian Tanah Bogor ABSTRAK Penelitian pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) di Kabupaten Lombok Tengah, bertujuan mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian, menyusun informasi tipe penggunaan lahan untuk sistem pertanian yang tepat sebagai dasar pembangunan pertanian berkelanjutan, menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000. Penelitian dilakukan dengan pendekatan desk study, pengambilan contoh tanah dan survei. Secara geografis Kabupaten Lombok Tengah terletak antara 116°05’-116°24’ BT dan 8°24’-8°57’ LS. Tergolong dalam pola curah hujan tahunan IIA, IIC dan IIIA dengan curah hujan tertinggi <2500mm/th, rerata suhu tahunan antara 27,6°C-28,1°C. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson tergolong type C dan D yang terletak pada zona Agroklimat C3 dan D4. Aksesibilitas cukup lancar, sarana dan prasarana perhubungan dan komunikasi cukup baik. Hasil interpretasi Citra Foto Udara/Landsat TM7, terdapat enam grup landform, yaitu Aluvial, Fluvo-Marin, Marin, Volkan, Tektonik/Struktural dan Karst yang menghasilkan 22 unit satuan lahan. Bentuk wilayah dan lereng (relief), umumnya datar sampai berombak, wilayah bergunung dan berbukit terdapat di kaki Gunung Rinjani. Klasifikasi tanah yang dijumpai adalah Entisols, Andisols, Inceptisols, Alfisols, dan Vertisols yang menurunkan 11 grup dan 20 subgrup. Reaksi tanah umumnya netral, kandungan C organik dan N rendah, KTK tanah rendah, dan kejenuhan basa tinggi, tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Hasil evaluasi lahan menunjukkan komoditas padi, kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, manggis, durian, rambutan, tembakau, dan kapas cocok dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah. Hasil pewilayahan komoditas pertanian diperoleh 13 arahan pewilayahan dan lima sistem pertanian yang dapat dikembangkan. Kata kunci : biofisik, agroklimat, sosial ekonomi, pewilayahan komoditas PENDAHULUAN Produktivitas dan mutu hasil suatu komoditas pertanian dipengaruhi oleh kondisi biofisik, agroklimat dan sosial ekonomi. Pemanfaatan dan perluasan spektrum pertanian yang bertitik tolak dari potensi dan keragaman sumberdaya alam serta kondisi sosial ekonomi, harus memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Berbagai langkah yang ditempuh dalam pengembangan sumberdaya alam secara optimal, antara lain: (a) pengenalan sifat dan karakteristik; (b) penetapan kesesuaian lahan dengan melakukan analisis kesesuaian antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan penggunaan lahan; (c) penetapan tingkat manajemen yang diperlukan untuk setiap penggunaan lahan sesuai dengan sifat dan karakteristik lahan; (d) penilaian kesesuaian lahan bagi pengembangan berbagai komoditas pertanian, serta (e) penentuan pilihan komoditas atau tipe penggunaan lahan tertentu yang secara fisik sesuai dan secara ekonomis menguntungkan (Budianto, 2001). Konsep Zona Agroekologi (ZAE) adalah suatu penyederhanaan dan pengelompokkan agroekosistem yang beragam dalam bentuk klasifikasi yang lebih aplikatif (Las,. et al, 1990). Keragaman tanah dan iklim dapat dimanfaatkan sebagai dasar pewilayahan berbagai komoditas agar dicapai tingkat produksi yang optimal dan berkelanjutan. Pemetaan tanah semi detail yang dapat digambarkan pada peta skala 1: 50.000, dapat digunakan untuk perencanaan operasional penggunaan lahan di tingkat kabupaten atau kecamatan (Soekardi, 1994). Penelitian bertujuan: (1) mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian; (2) menyusun informasi tipe penggunaan lahan untuk sistem pertanian yang tepat; (3) menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1: 50.000. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai dasar: (1) perencanaan pembangunan pertanian yang efektif dan berkelanjutan.; (2) penetapan kawasan pengembangan komoditas unggulan; (3) pemilihan paket teknologi yang sesuai atau ektrapolasi teknologi yang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonominya. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan terdiri atas Peta Rupa Bumi Indonesia (digital) skala 1:25.000 (Bakosurtanal, 1998); Citra Landsat TM Path 116 Row 66, 1997 skala 1:60.000; Peta Geologi Lembar Lombok, NTB skala 1:250.000 (Puslitbang Geologi, 1994); Peta Agroklimat NTB, NTT skala 1:500.000 (Oldeman et al., 1988); dan Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Balitklimat dan Hidrologi, 2003). Penelitian dilakukan bulan Juni s/d Desember 2004 dengan pendekatan desk study dan survei. Analisis terrain melalui interpretasi foto udara dan Citra Landsat TM untuk mendelineasi satuan landform, litologi, relief dan lereng, tingkat torehan, elevasi, pola drainase dan penggunaan lahan (landuse) yang mengacu kepada Van Zuidan (1986). Klasifikasi landform, litologi, dan relief mengikuti pedoman yang dikemukakan Marsoedi et al. (1997). Pengamatan sifat-sifat dan penyebaran jenis tanah melalui transek atau toposekuen (Steers dan Hajek, 1977) untuk setiap satuan lahan pewakil. Pengamatan profil dan pengambilan contoh tanah, mengacu pada Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1978) dan Key To Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998). Survei sosial ekonomi dengan teknik wawancara dengan petani di sentra produksi dan daerah potensial pengembangan (Balittanah, 2001). Analisis contoh tanah mengacu pada Soil Survey, Laboratory Method and Procedure for Collecting Soil Samples (Soil Conservation Service, 1972). Data sosial ekonomi dianalisis dengan analisis B/C ratio, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR) (Kadariah, 1988). Evaluasi lahan dengan pendekatan two stages approach, dengan membandingkan (matching) antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman (Djaenuddin et al., 2003), perhitungannya menggunakan program ALES (Automated Land Evaluation System) model Rossiter dan Van Wambeke (1997). Hasil evaluasi lahan secara fisik dan ekonomis dihubungkan dengan program Modul Pewilayahan Komoditas (MPK) (Bachri et al., 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biofisik Kabupaten Lombok Tengah secara geografis terletak antara 116°05’-116°24’ BT dan 8°24’-8°57’ LS dengan luas wilayah 116.228 ha. Landform berdasarkan hasil interpretasi foto udara dan citra landsat TM (Marsoedi et al., 1997), terdiri atas 6 grup, yaitu Aluvial, Fluvio-Marin, Marin, Volkan, Tektonik/Struktural, Karst dan Aneka Bentuk, menghasilkan 21 satuan lahan (SL). Grup Aluvial (A) terbentuk dari bahan endapan (aluvium/ koluvium) yang diakibatkan oleh aktivitas sungai (fluvial) maupun gravitasi (koluvial) hasil koluviasi dari daerah perbukitan/pegunungan disekitarnya. Bentuk wilayah umumnya datar sampai bergelombang dengan lereng berkisar 0-8 %. Penyebarannya di bagian tengah menempati areal seluas 9.016 ha (7,76%) dari luas wilayah. Grup Marin (M) terbentuk dari aktivitas air laut baik yang bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Bentuk wilayah datar sampai agak datar dengan lereng <3%. Penyebaran relatif sempit di sepanjang pantai selatan menempati areal seluas 1.475 ha (1,27%). Grup Karst (K) umumnya bergelombang dan berbukit dengan kisaran lereng 8-45%, tanah umumnya dangkal dan berbatu. Penyebaran di pesisir selatan, sebagian merupakan gugusan pulaupulau kecil, menempati areal seluas 3.941 ha (3,39%). Volkan (V) wilayahnya mulai dari agak datar, berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung, kisaran lereng 1->45%. Grup volkan mempunyai penyebaran paling luas yaitu di wilayah bagian utara (kaki G. Rinjani), seperti Batukliang Utara, Batukliang, Pringgarata, dan Kopang, menempati areal seluas 76,974 ha (66,23%). Grup Tektonik dan Struktural (T) wilayah umumnya berbukit sampai bergunung dengan lereng sebagian besar >45 %. Penyebaran di bagian selatan mulai dari Teluk Awang sampai Teluk Selong Belanak, menempati areal seluas 22.671 ha (19,51%). Bentuk wilayah bervariasi mulai dari datar sampai bergunung dengan kelerengan 0 - > 45% dengan luas sebaran seperti terlihat pada Tabel 1. Bentuk wilayah dan lereng (relief) adalah bentukan permukaan bumi yang erat kaitannya dengan struktur geologi dan litologi yang terbentuk di permukaannya serta proses degradasi dan agradasi lahan, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan sistem pengelolaan. Tabel 1. Sebaran bentuk dan lereng wilayah Kabupaten Lombok Tengah No. SL Simbol Relief Lereng (%) Luas Ha % 1 f Datar 0-1 7.803 6,71 2 n Agak datar 1-3 30.844 26,54 3 u Berombak 3-8 20.491 17,63 4 r Bergelombang 8 - 15 8.190 7,05 6 o Bergumuk 8 – 15 4.517 3,89 7 c Berbukit kecil 15 – 25 3.082 2,65 8 h Berbukit 15 – 45 34.249 29,47 9 m Bergunung >45 4.901 4,22 X1, X2, X3 , X4 Pemukiman, danau, lereng curam, pulau-pulau 2,151 1.86 116,228 100.00 10-13 Kabupaten Lombok Tengah Suber : Data sekunder diolah, 2004. Tanah-tanah di Kabupaten Lombok Tengah diklasifikasikan ke dalam lima ordo (Soil Survey Staff, 1988), yaitu ordo Entisols, Andisols, Inceptisols, Alfisol dan Vertisols, menurunkan 11 sub ordo, 16 grup dan 22 subgrup (Tabel 2). Entisols terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin, marin, dan volkan. Penampang tanah bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung, dan berlapis-lapis (stratified) atau berselang seling. Warna tanah coklat pucat sampai kelabu terang, drainase sedang sampai agak cepat, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan lepas pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya agak netral sampai basis (pH>7), kadar C organik sangat rendah sampai rendah, kadar P2O5 dan K2O potensial sedang, basa-basa dapat tukar rendah sampai sedang dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Klasifikasi tanah pada tingkat subgrup termasuk Typic Ustifluvents, Typic Ustipsamments, dan Lithic Ustorthents Tabel 2. Klasifikasi tanah Kabupaten Lombok Tengah, 2004 Ordo Entisols Andisols Subordo PPT, 1983 FAO, 1989 Aluvial Fluvik Haplic Fluvisols Psamments Ustipsamments Typic Ustipsamments Regosol Haplik Haplic Regosols Orthents Ustorthents Lithic Ustorthents Regosol Litik Lithic Regosols Aquand Vitraquands Typic Vitraquands Andosol Aquic Gleyic Andodols Udands Hapludands Typic Hapludands Andosol Haplik Haplic Andodol Vitrands Udivitrands Typic Udivitrands Andosol Haplik Haplic Andodol Ustivitrands Typic Ustivitrands Andosol Haplik Haplic Andosols Epiaquepts Aeric Epiaquepts Gleisol Aerik Aeric Gleysols Typic Epiaquepts Gleisol Haplik Haplic Gleysol Fluventic Endoaquepts Gleisol Fluvik Fluventic Gleysols Fluvents Inceptisols Aquepts Grup Ustifluvents Endoaquepts Ustepts Subgrup Typic Ustifluvents Typic Endoaquepts Gleisol Haplik Haplic Gleysols Halaquepts Typic Halaquepts Gleisol Haplik Halic Gleysols Haplustepts Fluventic Haplustepts Cambisol Fluvik Fluventic Cambisols Lithic Haplustepts Cambisol Litik Lithic Cambisols Vitrandic Haplustepts Cambisol Andik Andic Cambisols Vertic Haplustepts Cambisol Vertik Vertic Cambisols Typic Haplustepts Cambisol Haplik Haplic Cambisols Alfisol Ustalfs Haplustalfs Typic Haplustalfs Mediteran Haplik Haplic Luvisols Vertisols Aquerts Epiaquerts Typic Epiaquerts Grumusol Aquic Gleyic Vertisols Endoaquerts Typic Endoaquerts Grumusol Aquic Gleyic Vertisols Haplusterts Typic Haplusterts Grumusol Haplic Haplic Vertisols Calciusterts Typic Calciusterts Grumusol Calcic Kalsik Vertisols Usterts Suber : Data sekunder diolah, 2004 Andisols terbentuk dari bahan abu volkan (debu, pasir dan kerikil). Umumnya terbentuk pada landform volkanik. Penampang tanah dangkal sampai dalam, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung. Warna tanah coklat tua sampai coklat tua kekuningan, drainase sedang, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya netral, kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial tinggi sampai tinggi, basa-basa dapat tukar rendah dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah sampai sedang, kejenuhan basanya tinggi. Klasifikasi tanah pada tingkat subgrup termasuk Typic Vitraquands, Typic Hapludands, Typic Udivitrands dan Typic Ustivitrands. Inceptisols terbentuk dari berbagai macam bahan induk, yaitu alluvium dan koluvium, bahan volkanik dan sedimen. Penampang tanah dalam sampai dangkal, berwarna coklat kemerahan sampai coklat, tekstur lempung berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh. Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah dan kejenuhan basa tinggi. Penggunaan lahan sawah, tegalan, kebun campuran dan belukar. Tanah yang berdrainase jelek atau buruk diklasifikasikan dalam subgrup Aeric Epiaquepts, Typic Epiaquepts, Typic Endoaquepts dan Typic Halaquepts sedangkan yang berdrainase baik atau sedang diklasifikasikan dalam subgrup Lithic Haplustepts, Fluventic Haplustepts, Vertic Haplustepts, Vitrandic Haplustepts dan Typic Haplustepts. Alfisols berkembang dari bahan induk batuan batugamping, menempati landform perbukitan tektonik atau struktural dan karst dengan penyebaran sempit. Penampang tanah cukup dalam sampai sedang, warna coklat kemerahan sampai coklat gelap, tekstur agak halus sampai halus, struktur cukup, kuat gumpal bersudut, konsistensi gembur sampai teguh dan reaksi tanah netral sampai basis, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah sampai sedang dan kejenuhan basa tinggi. Penggunaan tegalan, kebun campuran, dan belukar hutan.Tanah diklasifikasikan kedalam subgrup Typic Haplustalfs. Vertisols berkembang dari bahan induk aluvium dan aluvio-koluvium yang kaya Kalsium (Ca). Penampang tanah cukup dalam, warna coklat kekelabuan sampai kelabu gelap, tekstur agak halus sampai halus, struktur cukup kuat gumpal bersudut, konsistensi teguh sampai sangat teguh dan reaksi tanah netral sampai basis, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah sampai sedang, kejenuhan basa tinggi.Tanah yang berdrainase jelek diklasifikasikan kedalam subgrup Typic Epiaquerts dan Typic Endoaquerts sedangkan yang berdrainase baik atau sedang diklasifikasikan kedalam Typic Haplusterts dan Typic Calciusterts. Menurut Puslitbang Geologi (1994), formasi geologi Kabupaten Lombok Tengah terdiri atas: (1) endapan permukaan (Qa) dijumpai di Teluk Awang, Pantai Kuta dan Teluk Selong Belanak; (2) batuan gunung api tak terpisahkan (Qhv) di lereng atas dan tengah G. Rinjani; (3) formasi Lekopiko (Qvl) dijumpai di lereng bawah G. Rinjani (Batukliang dan Batukliang Utara); (4) formasi kalibabak (TQb) tersebar di kaki G. Rinjani mulai dari Jonggat, Pringgarata, Batukliang, Kopang dan Praya; (5) formasi kalipulang (TQp), tersebar di wilayah bagian tengah dari Praya Barat sampai ke Praya Timur; (7) formasi penggulung (Tmop), penyebarannya di wilayah bagian selatan pada daerah bergelombang sampai berbukit dari Teluk Selong Belanak sampai Teluk Awang; (8) batuan terobosan (Tmi) tersebar spot-spot di Tanjung Bungkulan dan Tanjung Tampa; (9) formasi Ekas (Tme) tersebar spot-spot di bagian selatan Dam Pengga dan Teluk Ekas; (10) formasi kawangan (Tmok) tersebar di sekitar Montong Sapah menempati areal paling sedikit; (11) bahan induk tanah didominasi volkan sehingga tanah yang terbentuk relatif muda dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang baik. Kondisi Agroklimat Wilayah Kabupaten Lombok Tengah memiliki pola curah hujan tahunan IIA, IIC dan IIIA (Balitklimat dan Hidrologi, 2003). Pola IIA total curah hujan 1000-2000 mm/th dengan bulan kering 5-8 bulan dan bulan basah <4 bulan, tersebar di wilayah bagian selatan. Pola IIC total curah hujan 1000-2000 mm/th dengan bulan kering <5 bulan dan bulan basah <5 bulan terdapat di wilayah bagian tengah. Pola IIIA total curah hujan 2000-3000 mm/th dengan bulan kering <6 bulan dan bulan basah <6 bulan terdapat di wilayah bagian utara. Rerata curah hujan tertinggi di Batukliang Utara yaitu 2.445 mm/th dan terendah di Praya Timur 1.278 mm/th (Gambar 1). ----> mm <---- SEBARAN HUJAN DI BEBERAPA STASIUN IKLIM DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NTB 450.0 400.0 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES BULAN Kopang Sengkol Praya Mujur Mantang Puyung Gambar 1. Grafik sebaran hujan di beberapa stasiun iklim di Kab. Lombok Tengah. Pola curah hujan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan pola tanam tahunan. Pada pola II (IIA, IIB dan IIC) dapat ditanami sekali padi atau palawija, penanaman disarankan tidak pada bulan kering. Pada pola III (IIIA, IIIB dan IIIC) dapat ditanami dua kali yaitu sekali padi dan sekali palawija, penanaman disarankan tidak pada bulan kering (Popi et al., 2004). Berdasarkan jumlah bulan basah (curah hujan >200 mm) dan jumlah bulan kering (curah hujan <100 mm), tergolong zone C3 dan D4 (Oldeman et al., 1988). Zone C3 dicirikan bulan basah 3-6 bulan, bulan kering berturut-turut 4-6 bulan; zone D4 dengan bulan basah 3-4 bulan dan bulan kering berturut-turut 5-6 bulan. Schmidt dan Fergusson menggolongkan tipe hujan C dan D; Koppen menggolongkannya ke dalam tipe iklim Aw yaitu tipe iklim hujan tropis dengan curah hujan bulan-bulan terkering <60 mm selama 6-9 bulan, rerata suhu udara bulan terdingin >18°C dan terpanas >22°C dengan curah hujan <2.500 mm/th. Rerata suhu udara antara 27,6°C-28,1°C, perbedaan suhu bulan terpanas dan terdingin <6°C, menunjukkan sebagian besar tergolong rejim suhu panas (Isohyperthermic), kecuali di beberapa tempat pada ketinggian >1.300 m dpl, adanya penurunan suhu tergolong rejim suhu sejuk (Isothermic) (Tabel 3). Tabel 3. Rerata unsur iklim di Kabupaten Lombok Tengah DataUnsur Iklim Suhu Udara (C) Kelembaban Udara (%) Lama Penyinaran (%) Kecepatan Angin (Knots) Evapotranspirasi Thorntwaite (mm) Sengkol Praya Keterangan Suber Bulan Jan Peb Mar 27.5 83.0 36.0 71.5 27.5 84.0 38.0 82.0 28.0 85.0 57.0 73.0 Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt 28.0 27.5 28.0 27.0 27.0 27.0 29.0 86.0 81.0 81.0 82.0 74.0 75.0 79.0 57.5 70.5 69.0 78.0 79.5 77.0 65.5 78.0 117.5 125.0 149.5 140.0 142.5 134.5 Nop Des 28.5 85.0 56.0 99.5 28.0 85.0 35.0 74.5 Rata2 27.8 81.7 59.9 107.3 136.1 123.8 138.3 134.1 136.8 121.4 111 110.5 123.4 142.6 145.5 133.9 1557.4 154.5 138.7 154.8 146.7 145.5 143 140.2 141.6 139.5 164.3 158.5 161.1 1788.4 : 1 Knots = 0,515 m/detik atau 44.5 km/hari atau 3,7 km/jam. : Data sekunder diolah, 2004. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan BPS (2003) berjumlah 790.477 jiwa, terdiri atas laki-laki 354,744 jiwa dan perempuan 435,733 jiwa (sex ratio 90%) dengan 214,368 rumah tangga/kepala keluarga (KK). Penyebaran penduduk tidak merata. Rata-rata kepadatan penduduk 654 jiwa/km2 dengan kecamatan terpadat adalah Praya dengan 1.556 jiwa/km2 dan yang terjarang adalah Batukliang Utara dengan 236 jiwa/km2. Sebagian besar (70,04%) penduduk umur 15 tahun ke atas bekerja di sektor pertanian. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian 67,96 bekerja pada sub sektor tanaman pangan; perkebunan (17,22%); pertanian lainnya (9,89%), peternakan (4,01%), dan sub sektor perikanan (0,92%). Sedangkan yang bekerja di sektor non pertanian, terdiri atas sektor jasa (28,92%), perdagangan (25,37%), industri pengolahan (23,51%), angkutan (5,76%) dan lainnya (16,44%). Aksesibilitas cukup lancar dengan sarana perhubungan dan komunikasi telepon dan selluler menjangkau hampir seluruh wilayah. Jumlah satuan sambungan telepon (SST) sekitar 2.473 SST dan warung telekomunikasi (Wartel) 28 unit. Di Kabupaten Lombok Tengah dijumpai beberapa tipe penggunaan lahan (TPL) yang spesifik. Lahan sawah seluas 52.537 ha (43,48%) dari luas wilayah, umumnya terletak di dataran aluvial, dataran volkan, dan lereng volkan, terdiri atas sawah irigasi teknis 24.831 ha, irigasi setengah teknis 13.183 ha, irigasi sederhana PU seluas 2.508 ha, irigasi sederhana non PU 743 ha dan sawah tadah hujan seluas 11.272 ha. Lahan sawah ditanami 2 kali setahun seluas 24.066 ha dijumpai di sebagian wilayah yang mendapat irigasi tehnis dan semi tehnis, yaitu di wilayah bagian ---> mm <--- NERACA AIR WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH DAN SEKITARNYA 350 300 250 200 150 100 50 0 JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES BULAN CURAH HUJAN ET0 ET50% tengah dan utara meliputi Kecamatan Praya Barat, Praya, Praya Tengah, Praya Timur, Jonggat, Pringgarata, Kopang, Batukliang dan Batukliang Utara. Sedangkan TPL setahun 1 kali padi (sawah tadah hujan) seluas 28.471 ha banyak dijumpai di wilayah bagian selatan dan timur, meliputi Kecamatan Pujut, Praya Barat, Praya Tengah, Praya Timur, Praya Barat Daya dan Janapria. Sawah tadah hujan umumnya ditanami padi sekali setahun, dan pada MK I ditanami palawija, sayuran dan tembakau. Jenis palawija yang umum diusahakan adalah kedelai, kacang tanah, jagung dan kacang hijau. Pola tanam untuk tanaman semusim, yaitu padi-padi-palawija, padi-palawija-padi atau padikomoditas lain (palawija, yaitu : kacang tanah, kedelai, jagung, kacang hijau), komoditas selain palawija (sayuran, cabe merah, cabe rawit, tembakau), dan untuk tanaman tahunan seperti tanaman industri (kelapa, kakao, kopi), tanaman hortikultura (mangga, manggis, rambutan, durian, pisang. Arahan pola tanam secara umum terlihat pada Gambar 2. Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Tanaman Semusim Sep Okt Nop Des Padi sawah / gogo Palawija Bera Tanaman Tahunan Tanam bibit Masa pertumbuhan Pemeliharaan tanaman (penyiraman) Gambar 2. Neraca air dan arahan pola tanam di Kabupaten Lombok Tengah. Hasil analisis ekonomi beberapa komoditas pertanian yang umum diusahakan di sentra produksi menggunakan program ALES versi 4.65d (Rossiter and Wambeke, 1997) menunjukkan usahatani tanaman semusim maupun tahunan layak diusahakan (nilai RCR>1, NPV positif dan IRR > suku bunga), seperti terlihat pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Kelayakan usahatani tanaman semusim dengan kondisi produksi optimal. Jenis tanaman (JT) 2x padi sawah Padi tadah hujan Padi gogo 1 x Jagung Kacang hijau Kedelai Kacang tanah Tipologi lahan (TL) Wri Wrr Dfc DFc Wri Wri Wri Suber : Data primer diolah, 2004 Biaya Produksi (Rp/ha) (BP) 5.837.600 2.373.000 2.203.000 2.895.500 1.204.000 2.100.000 2.069.500 Penerimaan (Rp/ha) (REV) 11.600.000 3.562.500 2.612.500 5.800.000 2.343.750 3.825.000 3.500.000 RCR 1.99 1,50 1,19 2,00 1,95 1.82 1,69 Tabel 5. Kelayakan investasi tanaman tahunan dengan kondisi produksi optimal Jenis tanaman Kelapa Mangga Kopi Manggis Tipologi lahan (TL) Dep Dhp Dep Dhp Suber : Data primer diolah, 2004 Periode Analisis (th) Investasi (Rp/ha) NPV (Rp) (i=15%) IRR (%) BCR (i=15%) 30 20 15 30 49.148.000,00 29.162.500,00 12.135.000,00 39.540.000,00 12.301.712,22 44.513.900,62 31.694.245,61 58.699.972,56 41,03 49,06 54,08 43.53 2,48 7,47 7,25 6,92 Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian Hasil evaluasi lahan dengan pendekatan two stages approach, dengan membandingkan (matching) antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman (Djaenuddin et al., 2003), perhitungannya menggunakan program ALES model Rossiter dan Van Wambeke (1997), menunjukkan bahwa padi, kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, manggis, durian, rambutan, tembakau, dan kapas sesuai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah, dengan kelas kesesuaian lahan seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan dan luasan komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Lombok Tengah, tahun 2004. Komoditas Kelas Kesesuaian Lahan (Ha) S1 S2 S3 N 1. Padi Sawah 47.085 27.110 34.036 5.793 2. Kacang Tanah 23.172 51.023 34.036 5.793 3. Jagung 7.973 64.226 36.032 5.793 4. Kedelai 7.973 64.226 36.032 5.793 5. Semangka 72.199 0 36.032 5.793 6. Mangga 56.515 1.942 49.774 5.793 7. Manggis 0 0 82.053 31.971 8. Durian 23.341 76.459 5.840 8.384 9. Rambutan 23.341 76.459 5.840 8.384 10. Tembakau 70.257 1.996 32.935 8.836 11. Kapas 35.421 38.529 14.580 25.494 Keterangan Suber : S1 = Sangat Sesuai; S2 = Cukup Sesuai, S3 = Sesuai Marginal dan N = Tidak Sesuai : Data primer diolah, 2004 Dalam penilaian kelas kesesuaian lahan dengan TPL input sedang, parameter kualitas lahan yang dipertimbangkan terdiri atas bahaya erosi (eh), media perakaran (rc), dan rejim suhu udara (tc), sedangkan yang lainnya seperti ketersediaan air (wa), retensi hara (nr), dan ketersediaan hara (na) dipertimbangkan pada penilaian lahan dengan TPL input rendah. Dari parameter kualitas lahan tersebut, media perakaran, rejim suhu udara relatif lebih sulit untuk diatasi, dibandingkan dengan lainnya. Arahan Pewilayahan Komoditas dan Sistem Pertanian Karakteristik lahan, seperti landform, relief, lereng, litologi, landuse, dan hidrologi, yang dikenal sebagai atribut lahan mempunyai kaitan erat dengan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian, sehingga digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Hasil analisis evaluasi lahan menunjukkan bahwa komoditas padi sawah, padi gogo, kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, durian, rambutan, tembakau dan kapas, sesuai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah. Hasil pewilayahan komoditas menggunakan model MPK diperoleh 13 arahan pewilayahan komoditas sesuai dengan zona agroekologinya dan lima sistem pertaniannya. (Tabel 7). Tabel 7. Arahan pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Lombok Tengah KODE I/Dj TANAMAN SISTEM LUAS HA % Kawasan Konservasi Hutan lindung 4.901 4,22 II/Deh Kopi, kemiri, aren, pisang, manggis, durian Pengembangan tanaman tahunan/ hortikultur 1.394 1,20 II/De Kopi, kemiri, aren, kakao Pengembangan tanaman tahunan permanen 12.918 11,11 II/Dt Hutan tanaman industri (sonokeling, mahoni) Hutan tanaman industri 20.205 17,38 III/De Kelapa Pengembangan tanaman permanen 380 0,33 III/Def Kelapa, jagung, kacang tanah, kedelai Pengembangan tanaman perkebunan/pangan 9.626 8,28 IV/Dj Kawasan konservasi Hutan jalur aliran (sempadan sungai) 5.295 4,56 Kelapa, mangga, pisang Pengembangan tanaman tahunan/hortikultur 4.946 4,26 IV/Df Padi gogo, kacang tanah, jagung, kedelai, ubi jalar, singkong Pengembangan tanaman pangan 16.008 13,77 IV/Dfe Kacang tanah, jagung, kedelai, ubi jalar, singkong, tembakau Pengembangan tanaman pangan/perkebunan 9.207 7,92 IV/Wi Padi sawah, kacang tanah, jagung, kedelai, tembakau, kapas Pengembangan tanaman pangan/perkebunan 28.799 24,78 IV/Wj Kawasan konservasi mangrove Hutan basah (sempadan pantai) IV/wt Tambak dan penggaraman Pengembangan tambak dan penggaraman IV/Deh X1, X2, X3, X4 Permukiman, badan air, gawir/ lereng terjal, pulau-pulau Kabupaten Lombok Tengah 76 0,07 322 0,28 2.151 1,85 116.228 100.00 Suber : Data skunder diolah, 2004 Gambar 3. Peta Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Kabupaten Lombok Tengah. Berdasarkan arahan pewilayahan komoditas (Tabel 7), ditetapkan lima sistem pertanian yang dapat dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah, sebagai berikut : 1. Sistem pertanian lahan kering untuk pengembangan hutan tanaman industri lahan kering Zona II (relief 15-45%) seperti sonokeling, mahoni, dll seluas 20.205 ha (17,38%), di Batukliang Utara, Kopang, Pujut, Praya Barat dan Praya Barat Daya. 2. Sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman perkebunan permanen di Zona II dan III (relief 8-45%), seluas 14.692 ha (12,64%) seperti kopi, kemiri, pisang, manggis, kelapa, kakao yang ditumpangsarikan dengan tanaman pangan seperti jagung, kacang tanah dan kedelai, di Kecamatan Kopang, Batukliang Utara, Batukliang, Pujut, Praya Barat, dan Praya Barat Daya. 3. Sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan (padi gogo, jagung, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu), tanaman perkebunan semusim (tembakau), tanaman hortikultura (mangga, pisang) di Zona IV (relief 0-8%) seluas 30.161 ha (25,95%), di Kecamatan Jonggat, Pujut, Pringgarata, Praya Barat Daya, Praya Timur dan Praya Tengah. 4. Sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tanaman padi sawah dirotasi dengan palawija dan tanaman hortikultura semusim di Zona IV seluas 28.799 ha (24,78%) di Kecamatan Praya, Jonggat, Pringgarata, Batukliang Utara, Praya Barat, Praya Tengah dan Praya Timur dan Janapria. 5. Sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tambak ikan dan garam dan konservasi hutan basah mangrove di zona IV seluas 398 ha (4,63%) di Kecamatan Pujut dan Praya Timur. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kabupaten Lombok Tengah memiliki potensi yang cukup luas untuk pengembangan komoditas pertanian. 2. Komoditas padi sawah, padi gogo, kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, durian, rambutan, tembakau dan kapas sesuai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah. 3. Terdapat 13 arahan pewilayahan komoditas pertanian dan dapat ditetapkan 5 sistem pertanian yang sesuai, yaitu (a) sistem pertanian untuk pengembangan hutan tanaman industri lahan kering (b) sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman perkebunan permanen; (c) sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan, tanaman perkebunan semusim, dan tanaman hortikultura; (d) sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tanaman padi sawah dirotasi dengan palawija dan tanaman hortikultura semusim, dan (e) sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tambak. Arahan pewilayahan komoditas pertanian ini diharapkan dapat dijadikan dasar perencanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Lombok Tengah. DAFTAR PUSTAKA Bachri, S., N. Suharta, A.B. Siswanto, Irawan. 2002. Modul Pewilayahan Komoditas (MPK). Versi 1.2. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor. Bakosurtanal. 1998. Peta Rupabumi Digital Indonesia Skala 1:25.000 Balai Penelitian Agrokloimat dan Hidrologi. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Balai Penelitian ASgroklimat, Puslitbangtanak Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2001. Petunjuk Teknis Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 (Model 1). Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak Bogor. BPS. 2003. Kabupaten Lombok Tengah Dalam Angka. Praya Budianto, J. 2001. Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Teknologi Partisipatif. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Mataram. Djaenudin, D, Marwan H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3. 2000. Balai Penelitian Tanah, Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor. FAO. 1978. Guidelines for Soil Profile Description. Soil Resources Development and Cons. Service, Land and Water Development Division. FAO/UNESCO, Rome. Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisa Ekonomis. Ed. Ke-2. LPFE UI. Jakarta. Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof dan E.R. Jordens.1997. Pedoman Klasifikasi Landform. LT 5 Versi 3.0. LREP II, CSAR, Bogor. Oldeman L.R., Irsal L., and Muladi. 1988. Agroclimatic Map of Bali, Nusatenggara Barat and Nusatenggara Timur Central Research Institute for Agriculture, Bogor. Popi R., G. Irianto dan I. Amin. 2004. Peta wilayah hujan sebagai arahan untuk penentuan pola tanam (studi kasus di Propinsi Papua). Bulletin Hasil penelitian agroklimat dan hidrologi Vol. 1. No. 1. 2004. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. 1994. Peta Geologi Lembar Lombok, Nusa Tenggara Skala 1:250.000. Direktorat Geologi Bandung. Rossiter, D, And Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System. User’s Manual Version 4.6. Cornell University, Ithaca, New York. Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Jawatan Met. dan Geofisik, Djakarta. Soekardi, M. 1992. Pewilayahan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Soil Conservation Service. 1972. Soil Survery Laboratory Methods and Procedure for Collecting Soil Samples. Soil Sruvey Investigation Report No. 1. USDA-SCS, Washington DC. Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th edition 1998. Nasional Resources Conservation Service, USDA. Steers, C.A. and B.F. Hajeek.1979.Determination of map unit composition by a random selection of transects. Soil Sci. Soc. Am. J.43:156-160. Van Zuidam, R. 1986. Air Photo-Interpretation for Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. Smits Publ. The Hague. The Netherlands.