pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan zona

advertisement
PEWILAYAHAN KOMODITAS PERTANIAN BERDASARKAN ZONA AGROEKOLOGI
SKALA 1:50.000 DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Moh. Nazam1) , I M Wisnu W1), H. Suriadi1), Hendra S2) dan Marwan H2)
1)
Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
2)
Peneliti pada Balai Penelitian Tanah Bogor
ABSTRAK
Penelitian pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan Zona Agroekologi (ZAE) di Kabupaten Lombok
Tengah, bertujuan mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian, menyusun informasi tipe
penggunaan lahan untuk sistem pertanian yang tepat sebagai dasar pembangunan pertanian berkelanjutan, menyusun peta
pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1:50.000. Penelitian dilakukan dengan pendekatan desk study,
pengambilan contoh tanah dan survei. Secara geografis Kabupaten Lombok Tengah terletak antara 116°05’-116°24’ BT
dan 8°24’-8°57’ LS. Tergolong dalam pola curah hujan tahunan IIA, IIC dan IIIA dengan curah hujan tertinggi
<2500mm/th, rerata suhu tahunan antara 27,6°C-28,1°C. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson tergolong type C
dan D yang terletak pada zona Agroklimat C3 dan D4. Aksesibilitas cukup lancar, sarana dan prasarana perhubungan
dan komunikasi cukup baik. Hasil interpretasi Citra Foto Udara/Landsat TM7, terdapat enam grup landform, yaitu
Aluvial, Fluvo-Marin, Marin, Volkan, Tektonik/Struktural dan Karst yang menghasilkan 22 unit satuan lahan. Bentuk
wilayah dan lereng (relief), umumnya datar sampai berombak, wilayah bergunung dan berbukit terdapat di kaki Gunung
Rinjani. Klasifikasi tanah yang dijumpai adalah Entisols, Andisols, Inceptisols, Alfisols, dan Vertisols yang menurunkan
11 grup dan 20 subgrup. Reaksi tanah umumnya netral, kandungan C organik dan N rendah, KTK tanah rendah, dan
kejenuhan basa tinggi, tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Hasil evaluasi lahan menunjukkan komoditas padi,
kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, manggis, durian, rambutan, tembakau, dan kapas cocok
dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah. Hasil pewilayahan komoditas pertanian diperoleh 13 arahan pewilayahan
dan lima sistem pertanian yang dapat dikembangkan.
Kata kunci : biofisik, agroklimat, sosial ekonomi, pewilayahan komoditas
PENDAHULUAN
Produktivitas dan mutu hasil suatu komoditas pertanian dipengaruhi oleh kondisi biofisik,
agroklimat dan sosial ekonomi. Pemanfaatan dan perluasan spektrum pertanian yang bertitik tolak
dari potensi dan keragaman sumberdaya alam serta kondisi sosial ekonomi, harus memperhatikan
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Berbagai langkah yang ditempuh dalam
pengembangan sumberdaya alam secara optimal, antara lain: (a) pengenalan sifat dan karakteristik;
(b) penetapan kesesuaian lahan dengan melakukan analisis kesesuaian antara kualitas dan
karakteristik lahan dengan persyaratan penggunaan lahan; (c) penetapan tingkat manajemen yang
diperlukan untuk setiap penggunaan lahan sesuai dengan sifat dan karakteristik lahan; (d) penilaian
kesesuaian lahan bagi pengembangan berbagai komoditas pertanian, serta (e) penentuan pilihan
komoditas atau tipe penggunaan lahan tertentu yang secara fisik sesuai dan secara ekonomis
menguntungkan (Budianto, 2001).
Konsep Zona Agroekologi (ZAE) adalah suatu penyederhanaan dan pengelompokkan
agroekosistem yang beragam dalam bentuk klasifikasi yang lebih aplikatif (Las,. et al, 1990).
Keragaman tanah dan iklim dapat dimanfaatkan sebagai dasar pewilayahan berbagai komoditas
agar dicapai tingkat produksi yang optimal dan berkelanjutan. Pemetaan tanah semi detail yang
dapat digambarkan pada peta skala 1: 50.000, dapat digunakan untuk perencanaan operasional
penggunaan lahan di tingkat kabupaten atau kecamatan (Soekardi, 1994).
Penelitian bertujuan: (1) mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan
pertanian; (2) menyusun informasi tipe penggunaan lahan untuk sistem pertanian yang tepat; (3)
menyusun peta pewilayahan komoditas pertanian berdasarkan ZAE skala 1: 50.000. Hasil
penelitian diharapkan bermanfaat sebagai dasar: (1) perencanaan pembangunan pertanian yang
efektif dan berkelanjutan.; (2) penetapan kawasan pengembangan komoditas unggulan; (3)
pemilihan paket teknologi yang sesuai atau ektrapolasi teknologi yang sesuai dengan kondisi
biofisik dan sosial ekonominya.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan terdiri atas Peta Rupa Bumi Indonesia (digital) skala 1:25.000
(Bakosurtanal, 1998); Citra Landsat TM Path 116 Row 66, 1997 skala 1:60.000; Peta Geologi
Lembar Lombok, NTB skala 1:250.000 (Puslitbang Geologi, 1994); Peta Agroklimat NTB, NTT
skala 1:500.000 (Oldeman et al., 1988); dan Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia skala
1:1.000.000 (Balitklimat dan Hidrologi, 2003).
Penelitian dilakukan bulan Juni s/d Desember 2004 dengan pendekatan desk study dan
survei. Analisis terrain melalui interpretasi foto udara dan Citra Landsat TM untuk mendelineasi
satuan landform, litologi, relief dan lereng, tingkat torehan, elevasi, pola drainase dan penggunaan
lahan (landuse) yang mengacu kepada Van Zuidan (1986). Klasifikasi landform, litologi, dan relief
mengikuti pedoman yang dikemukakan Marsoedi et al. (1997). Pengamatan sifat-sifat dan
penyebaran jenis tanah melalui transek atau toposekuen (Steers dan Hajek, 1977) untuk setiap
satuan lahan pewakil. Pengamatan profil dan pengambilan contoh tanah, mengacu pada Guidelines
for Soil Profile Description (FAO, 1978) dan Key To Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998).
Survei sosial ekonomi dengan teknik wawancara dengan petani di sentra produksi dan daerah
potensial pengembangan (Balittanah, 2001).
Analisis contoh tanah mengacu pada Soil Survey, Laboratory Method and Procedure for
Collecting Soil Samples (Soil Conservation Service, 1972). Data sosial ekonomi dianalisis dengan
analisis B/C ratio, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR) (Kadariah, 1988).
Evaluasi lahan dengan pendekatan two stages approach, dengan membandingkan (matching)
antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman (Djaenuddin et al., 2003),
perhitungannya menggunakan program ALES (Automated Land Evaluation System) model
Rossiter dan Van Wambeke (1997). Hasil evaluasi lahan secara fisik dan ekonomis dihubungkan
dengan program Modul Pewilayahan Komoditas (MPK) (Bachri et al., 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Biofisik
Kabupaten Lombok Tengah secara geografis terletak antara 116°05’-116°24’ BT dan
8°24’-8°57’ LS dengan luas wilayah 116.228 ha. Landform berdasarkan hasil interpretasi foto
udara dan citra landsat TM (Marsoedi et al., 1997), terdiri atas 6 grup, yaitu Aluvial, Fluvio-Marin,
Marin, Volkan, Tektonik/Struktural, Karst dan Aneka Bentuk, menghasilkan 21 satuan lahan (SL).
Grup Aluvial (A) terbentuk dari bahan endapan (aluvium/ koluvium) yang diakibatkan oleh
aktivitas sungai (fluvial) maupun gravitasi (koluvial) hasil koluviasi dari daerah
perbukitan/pegunungan disekitarnya. Bentuk wilayah umumnya datar sampai bergelombang
dengan lereng berkisar 0-8 %. Penyebarannya di bagian tengah menempati areal seluas 9.016 ha
(7,76%) dari luas wilayah.
Grup Marin (M) terbentuk dari aktivitas air laut baik yang bersifat konstruktif
(pengendapan) maupun destruktif (abrasi). Bentuk wilayah datar sampai agak datar dengan lereng
<3%. Penyebaran relatif sempit di sepanjang pantai selatan menempati areal seluas 1.475 ha
(1,27%).
Grup Karst (K) umumnya bergelombang dan berbukit dengan kisaran lereng 8-45%, tanah
umumnya dangkal dan berbatu. Penyebaran di pesisir selatan, sebagian merupakan gugusan pulaupulau kecil, menempati areal seluas 3.941 ha (3,39%). Volkan (V) wilayahnya mulai dari agak
datar, berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung, kisaran lereng 1->45%.
Grup volkan mempunyai penyebaran paling luas yaitu di wilayah bagian utara (kaki G.
Rinjani), seperti Batukliang Utara, Batukliang, Pringgarata, dan Kopang, menempati areal seluas
76,974 ha (66,23%). Grup Tektonik dan Struktural (T) wilayah umumnya berbukit sampai
bergunung dengan lereng sebagian besar >45 %. Penyebaran di bagian selatan mulai dari Teluk
Awang sampai Teluk Selong Belanak, menempati areal seluas 22.671 ha (19,51%).
Bentuk wilayah bervariasi mulai dari datar sampai bergunung dengan kelerengan 0 - >
45% dengan luas sebaran seperti terlihat pada Tabel 1. Bentuk wilayah dan lereng (relief) adalah
bentukan permukaan bumi yang erat kaitannya dengan struktur geologi dan litologi yang terbentuk
di permukaannya serta proses degradasi dan agradasi lahan, yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman dan sistem pengelolaan.
Tabel 1. Sebaran bentuk dan lereng wilayah Kabupaten Lombok Tengah
No. SL
Simbol
Relief
Lereng
(%)
Luas
Ha
%
1
f
Datar
0-1
7.803
6,71
2
n
Agak datar
1-3
30.844
26,54
3
u
Berombak
3-8
20.491
17,63
4
r
Bergelombang
8 - 15
8.190
7,05
6
o
Bergumuk
8 – 15
4.517
3,89
7
c
Berbukit kecil
15 – 25
3.082
2,65
8
h
Berbukit
15 – 45
34.249
29,47
9
m
Bergunung
>45
4.901
4,22
X1, X2, X3 , X4
Pemukiman, danau, lereng
curam, pulau-pulau
2,151
1.86
116,228
100.00
10-13
Kabupaten Lombok Tengah
Suber : Data sekunder diolah, 2004.
Tanah-tanah di Kabupaten Lombok Tengah diklasifikasikan ke dalam lima ordo (Soil Survey
Staff, 1988), yaitu ordo Entisols, Andisols, Inceptisols, Alfisol dan Vertisols, menurunkan 11 sub
ordo, 16 grup dan 22 subgrup (Tabel 2).
Entisols terbentuk dari bahan aluvium, aluvium-marin, marin, dan volkan. Penampang tanah
bervariasi, tekstur lempung berpasir sampai pasir berlempung, dan berlapis-lapis (stratified) atau
berselang seling. Warna tanah coklat pucat sampai kelabu terang, drainase sedang sampai agak
cepat, struktur lepas sampai masif, konsistensi gembur dan lepas pada kondisi kering. Reaksi tanah
umumnya agak netral sampai basis (pH>7), kadar C organik sangat rendah sampai rendah, kadar
P2O5 dan K2O potensial sedang, basa-basa dapat tukar rendah sampai sedang dan didominasi oleh
Ca dan Mg. KTK tanah rendah, tetapi kejenuhan basanya tinggi. Klasifikasi tanah pada tingkat
subgrup termasuk Typic Ustifluvents, Typic Ustipsamments, dan Lithic Ustorthents
Tabel 2. Klasifikasi tanah Kabupaten Lombok Tengah, 2004
Ordo
Entisols
Andisols
Subordo
PPT, 1983
FAO, 1989
Aluvial Fluvik
Haplic Fluvisols
Psamments Ustipsamments Typic Ustipsamments
Regosol Haplik
Haplic Regosols
Orthents
Ustorthents
Lithic Ustorthents
Regosol Litik
Lithic Regosols
Aquand
Vitraquands
Typic Vitraquands
Andosol Aquic
Gleyic Andodols
Udands
Hapludands
Typic Hapludands
Andosol Haplik
Haplic Andodol
Vitrands
Udivitrands
Typic Udivitrands
Andosol Haplik
Haplic Andodol
Ustivitrands
Typic Ustivitrands
Andosol Haplik
Haplic Andosols
Epiaquepts
Aeric Epiaquepts
Gleisol Aerik
Aeric Gleysols
Typic Epiaquepts
Gleisol Haplik
Haplic Gleysol
Fluventic Endoaquepts
Gleisol Fluvik
Fluventic Gleysols
Fluvents
Inceptisols Aquepts
Grup
Ustifluvents
Endoaquepts
Ustepts
Subgrup
Typic Ustifluvents
Typic Endoaquepts
Gleisol Haplik
Haplic Gleysols
Halaquepts
Typic Halaquepts
Gleisol Haplik
Halic Gleysols
Haplustepts
Fluventic Haplustepts
Cambisol Fluvik
Fluventic Cambisols
Lithic Haplustepts
Cambisol Litik
Lithic Cambisols
Vitrandic Haplustepts
Cambisol Andik
Andic Cambisols
Vertic Haplustepts
Cambisol Vertik
Vertic Cambisols
Typic Haplustepts
Cambisol Haplik
Haplic Cambisols
Alfisol
Ustalfs
Haplustalfs
Typic Haplustalfs
Mediteran Haplik
Haplic Luvisols
Vertisols
Aquerts
Epiaquerts
Typic Epiaquerts
Grumusol Aquic
Gleyic Vertisols
Endoaquerts
Typic Endoaquerts
Grumusol Aquic
Gleyic Vertisols
Haplusterts
Typic Haplusterts
Grumusol Haplic
Haplic Vertisols
Calciusterts
Typic Calciusterts
Grumusol Calcic
Kalsik Vertisols
Usterts
Suber : Data sekunder diolah, 2004
Andisols terbentuk dari bahan abu volkan (debu, pasir dan kerikil). Umumnya terbentuk
pada landform volkanik. Penampang tanah dangkal sampai dalam, tekstur lempung berpasir sampai
pasir berlempung. Warna tanah coklat tua sampai coklat tua kekuningan, drainase sedang, struktur
lepas sampai masif, konsistensi gembur dan keras pada kondisi kering. Reaksi tanah umumnya
netral, kadar C organik sangat rendah sampai sedang, kadar P2O5 dan K2O potensial tinggi sampai
tinggi, basa-basa dapat tukar rendah dan didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah sampai
sedang, kejenuhan basanya tinggi. Klasifikasi tanah pada tingkat subgrup termasuk Typic
Vitraquands, Typic Hapludands, Typic Udivitrands dan Typic Ustivitrands.
Inceptisols terbentuk dari berbagai macam bahan induk, yaitu alluvium dan koluvium,
bahan volkanik dan sedimen. Penampang tanah dalam sampai dangkal, berwarna coklat kemerahan
sampai coklat, tekstur lempung berliat sampai liat, penampang dalam, dan struktur cukup baik,
konsistensi gembur sampai teguh. Reaksi tanah netral, kadar C dan N organik sangat rendah sampai
sedang, kadar P dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi
oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah dan kejenuhan basa tinggi. Penggunaan lahan sawah, tegalan,
kebun campuran dan belukar. Tanah yang berdrainase jelek atau buruk diklasifikasikan dalam
subgrup Aeric Epiaquepts, Typic Epiaquepts, Typic Endoaquepts dan Typic Halaquepts sedangkan
yang berdrainase baik atau sedang diklasifikasikan dalam subgrup Lithic Haplustepts, Fluventic
Haplustepts, Vertic Haplustepts, Vitrandic Haplustepts dan Typic Haplustepts.
Alfisols berkembang dari bahan induk batuan batugamping, menempati landform
perbukitan tektonik atau struktural dan karst dengan penyebaran sempit. Penampang tanah cukup
dalam sampai sedang, warna coklat kemerahan sampai coklat gelap, tekstur agak halus sampai
halus, struktur cukup, kuat gumpal bersudut, konsistensi gembur sampai teguh dan reaksi tanah
netral sampai basis, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang, kadar P dan K potensial
sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg. KTK tanah rendah
sampai sedang dan kejenuhan basa tinggi. Penggunaan tegalan, kebun campuran, dan belukar
hutan.Tanah diklasifikasikan kedalam subgrup Typic Haplustalfs.
Vertisols berkembang dari bahan induk aluvium dan aluvio-koluvium yang kaya Kalsium
(Ca). Penampang tanah cukup dalam, warna coklat kekelabuan sampai kelabu gelap, tekstur agak
halus sampai halus, struktur cukup kuat gumpal bersudut, konsistensi teguh sampai sangat teguh
dan reaksi tanah netral sampai basis, kadar C dan N organik sangat rendah sampai sedang, kadar P
dan K potensial sedang sampai tinggi. Kadar basa-basa dapat tukar didominasi oleh Ca dan Mg.
KTK tanah rendah sampai sedang, kejenuhan basa tinggi.Tanah yang berdrainase jelek
diklasifikasikan kedalam subgrup Typic Epiaquerts dan Typic Endoaquerts sedangkan yang
berdrainase baik atau sedang diklasifikasikan kedalam Typic Haplusterts dan Typic Calciusterts.
Menurut Puslitbang Geologi (1994), formasi geologi Kabupaten Lombok Tengah terdiri
atas: (1) endapan permukaan (Qa) dijumpai di Teluk Awang, Pantai Kuta dan Teluk Selong
Belanak; (2) batuan gunung api tak terpisahkan (Qhv) di lereng atas dan tengah G. Rinjani; (3)
formasi Lekopiko (Qvl) dijumpai di lereng bawah G. Rinjani (Batukliang dan Batukliang Utara);
(4) formasi kalibabak (TQb) tersebar di kaki G. Rinjani mulai dari Jonggat, Pringgarata,
Batukliang, Kopang dan Praya; (5) formasi kalipulang (TQp), tersebar di wilayah bagian tengah
dari Praya Barat sampai ke Praya Timur; (7) formasi penggulung (Tmop), penyebarannya di
wilayah bagian selatan pada daerah bergelombang sampai berbukit dari Teluk Selong Belanak
sampai Teluk Awang; (8) batuan terobosan (Tmi) tersebar spot-spot di Tanjung Bungkulan dan
Tanjung Tampa; (9) formasi Ekas (Tme) tersebar spot-spot di bagian selatan Dam Pengga dan
Teluk Ekas; (10) formasi kawangan (Tmok) tersebar di sekitar Montong Sapah menempati areal
paling sedikit; (11) bahan induk tanah didominasi volkan sehingga tanah yang terbentuk relatif
muda dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang baik.
Kondisi Agroklimat
Wilayah Kabupaten Lombok Tengah memiliki pola curah hujan tahunan IIA, IIC dan IIIA
(Balitklimat dan Hidrologi, 2003). Pola IIA total curah hujan 1000-2000 mm/th dengan bulan
kering 5-8 bulan dan bulan basah <4 bulan, tersebar di wilayah bagian selatan. Pola IIC total curah
hujan 1000-2000 mm/th dengan bulan kering <5 bulan dan bulan basah <5 bulan terdapat di
wilayah bagian tengah. Pola IIIA total curah hujan 2000-3000 mm/th dengan bulan kering <6 bulan
dan bulan basah <6 bulan terdapat di wilayah bagian utara. Rerata curah hujan tertinggi di
Batukliang Utara yaitu 2.445 mm/th dan terendah di Praya Timur 1.278 mm/th (Gambar 1).
----> mm <----
SEBARAN HUJAN DI BEBERAPA STASIUN IKLIM
DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NTB
450.0
400.0
350.0
300.0
250.0
200.0
150.0
100.0
50.0
0.0
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES
BULAN
Kopang
Sengkol
Praya
Mujur
Mantang
Puyung
Gambar 1. Grafik sebaran hujan di beberapa stasiun iklim di Kab. Lombok Tengah.
Pola curah hujan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan pola tanam
tahunan. Pada pola II (IIA, IIB dan IIC) dapat ditanami sekali padi atau palawija, penanaman
disarankan tidak pada bulan kering. Pada pola III (IIIA, IIIB dan IIIC) dapat ditanami dua kali yaitu
sekali padi dan sekali palawija, penanaman disarankan tidak pada bulan kering (Popi et al., 2004).
Berdasarkan jumlah bulan basah (curah hujan >200 mm) dan jumlah bulan kering (curah hujan
<100 mm), tergolong zone C3 dan D4 (Oldeman et al., 1988). Zone C3 dicirikan bulan basah 3-6
bulan, bulan kering berturut-turut 4-6 bulan; zone D4 dengan bulan basah 3-4 bulan dan bulan
kering berturut-turut 5-6 bulan. Schmidt dan Fergusson menggolongkan tipe hujan C dan D;
Koppen menggolongkannya ke dalam tipe iklim Aw yaitu tipe iklim hujan tropis dengan curah
hujan bulan-bulan terkering <60 mm selama 6-9 bulan, rerata suhu udara bulan terdingin >18°C
dan terpanas >22°C dengan curah hujan <2.500 mm/th. Rerata suhu udara antara 27,6°C-28,1°C,
perbedaan suhu bulan terpanas dan terdingin <6°C, menunjukkan sebagian besar tergolong rejim
suhu panas (Isohyperthermic), kecuali di beberapa tempat pada ketinggian >1.300 m dpl, adanya
penurunan suhu tergolong rejim suhu sejuk (Isothermic) (Tabel 3).
Tabel 3. Rerata unsur iklim di Kabupaten Lombok Tengah
DataUnsur Iklim
Suhu Udara (C)
Kelembaban Udara (%)
Lama Penyinaran (%)
Kecepatan Angin (Knots)
Evapotranspirasi
Thorntwaite (mm)
Sengkol
Praya
Keterangan
Suber
Bulan
Jan
Peb
Mar
27.5
83.0
36.0
71.5
27.5
84.0
38.0
82.0
28.0
85.0
57.0
73.0
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
28.0 27.5 28.0 27.0 27.0 27.0 29.0
86.0 81.0 81.0 82.0 74.0 75.0 79.0
57.5 70.5 69.0 78.0 79.5 77.0 65.5
78.0 117.5 125.0 149.5 140.0 142.5 134.5
Nop
Des
28.5
85.0
56.0
99.5
28.0
85.0
35.0
74.5
Rata2
27.8
81.7
59.9
107.3
136.1 123.8 138.3 134.1 136.8 121.4
111 110.5 123.4 142.6 145.5 133.9 1557.4
154.5 138.7 154.8 146.7 145.5
143 140.2 141.6 139.5 164.3 158.5 161.1 1788.4
: 1 Knots = 0,515 m/detik atau 44.5 km/hari atau 3,7 km/jam.
: Data sekunder diolah, 2004.
Kondisi Sosial Ekonomi
Penduduk Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan BPS (2003) berjumlah 790.477 jiwa,
terdiri atas laki-laki 354,744 jiwa dan perempuan 435,733 jiwa (sex ratio 90%) dengan 214,368
rumah tangga/kepala keluarga (KK). Penyebaran penduduk tidak merata. Rata-rata kepadatan
penduduk 654 jiwa/km2 dengan kecamatan terpadat adalah Praya dengan 1.556 jiwa/km2 dan yang
terjarang adalah Batukliang Utara dengan 236 jiwa/km2. Sebagian besar (70,04%) penduduk umur
15 tahun ke atas bekerja di sektor pertanian. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian 67,96
bekerja pada sub sektor tanaman pangan; perkebunan (17,22%); pertanian lainnya (9,89%),
peternakan (4,01%), dan sub sektor perikanan (0,92%). Sedangkan yang bekerja di sektor non
pertanian, terdiri atas sektor jasa (28,92%), perdagangan (25,37%), industri pengolahan (23,51%),
angkutan (5,76%) dan lainnya (16,44%). Aksesibilitas cukup lancar dengan sarana perhubungan
dan komunikasi telepon dan selluler menjangkau hampir seluruh wilayah. Jumlah satuan
sambungan telepon (SST) sekitar 2.473 SST dan warung telekomunikasi (Wartel) 28 unit.
Di Kabupaten Lombok Tengah dijumpai beberapa tipe penggunaan lahan (TPL) yang
spesifik. Lahan sawah seluas 52.537 ha (43,48%) dari luas wilayah, umumnya terletak di dataran
aluvial, dataran volkan, dan lereng volkan, terdiri atas sawah irigasi teknis 24.831 ha, irigasi
setengah teknis 13.183 ha, irigasi sederhana PU seluas 2.508 ha, irigasi sederhana non PU 743 ha
dan sawah tadah hujan seluas 11.272 ha. Lahan sawah ditanami 2 kali setahun seluas 24.066 ha
dijumpai di sebagian wilayah yang mendapat irigasi tehnis dan semi tehnis, yaitu di wilayah bagian
---> mm <---
NERACA AIR WILAYAH KABUPATEN LOMBOK
TENGAH DAN SEKITARNYA
350
300
250
200
150
100
50
0
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGU
SEP
OKT
NOP
DES
BULAN
CURAH HUJAN
ET0
ET50%
tengah dan utara meliputi Kecamatan Praya Barat, Praya, Praya Tengah, Praya Timur, Jonggat,
Pringgarata, Kopang, Batukliang dan Batukliang Utara. Sedangkan TPL setahun 1 kali padi (sawah
tadah hujan) seluas 28.471 ha banyak dijumpai di wilayah bagian selatan dan timur, meliputi
Kecamatan Pujut, Praya Barat, Praya Tengah, Praya Timur, Praya Barat Daya dan Janapria. Sawah
tadah hujan umumnya ditanami padi sekali setahun, dan pada MK I ditanami palawija, sayuran dan
tembakau. Jenis palawija yang umum diusahakan adalah kedelai, kacang tanah, jagung dan kacang
hijau. Pola tanam untuk tanaman semusim, yaitu padi-padi-palawija, padi-palawija-padi atau padikomoditas lain (palawija, yaitu : kacang tanah, kedelai, jagung, kacang hijau), komoditas selain
palawija (sayuran, cabe merah, cabe rawit, tembakau), dan untuk tanaman tahunan seperti tanaman
industri (kelapa, kakao, kopi), tanaman hortikultura (mangga, manggis, rambutan, durian, pisang.
Arahan pola tanam secara umum terlihat pada Gambar 2.
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Tanaman Semusim
Sep
Okt
Nop
Des
Padi sawah /
gogo
Palawija
Bera
Tanaman Tahunan
Tanam bibit
Masa pertumbuhan
Pemeliharaan tanaman (penyiraman)
Gambar 2. Neraca air dan arahan pola tanam di Kabupaten Lombok Tengah.
Hasil analisis ekonomi beberapa komoditas pertanian yang umum diusahakan di sentra
produksi menggunakan program ALES versi 4.65d (Rossiter and Wambeke, 1997) menunjukkan
usahatani tanaman semusim maupun tahunan layak diusahakan (nilai RCR>1, NPV positif dan IRR
> suku bunga), seperti terlihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Kelayakan usahatani tanaman semusim dengan kondisi produksi optimal.
Jenis tanaman (JT)
2x padi sawah
Padi tadah hujan
Padi gogo
1 x Jagung
Kacang hijau
Kedelai
Kacang tanah
Tipologi lahan
(TL)
Wri
Wrr
Dfc
DFc
Wri
Wri
Wri
Suber : Data primer diolah, 2004
Biaya Produksi
(Rp/ha) (BP)
5.837.600
2.373.000
2.203.000
2.895.500
1.204.000
2.100.000
2.069.500
Penerimaan (Rp/ha)
(REV)
11.600.000
3.562.500
2.612.500
5.800.000
2.343.750
3.825.000
3.500.000
RCR
1.99
1,50
1,19
2,00
1,95
1.82
1,69
Tabel 5. Kelayakan investasi tanaman tahunan dengan kondisi produksi optimal
Jenis
tanaman
Kelapa
Mangga
Kopi
Manggis
Tipologi
lahan (TL)
Dep
Dhp
Dep
Dhp
Suber : Data primer diolah, 2004
Periode
Analisis (th)
Investasi
(Rp/ha)
NPV (Rp)
(i=15%)
IRR (%)
BCR
(i=15%)
30
20
15
30
49.148.000,00
29.162.500,00
12.135.000,00
39.540.000,00
12.301.712,22
44.513.900,62
31.694.245,61
58.699.972,56
41,03
49,06
54,08
43.53
2,48
7,47
7,25
6,92
Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian
Hasil evaluasi lahan dengan pendekatan two stages approach, dengan membandingkan
(matching) antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman (Djaenuddin et al., 2003),
perhitungannya menggunakan program ALES model Rossiter dan Van Wambeke (1997),
menunjukkan bahwa padi, kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, manggis, durian,
rambutan, tembakau, dan kapas sesuai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah, dengan kelas
kesesuaian lahan seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Kelas kesesuaian lahan dan luasan komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Lombok Tengah, tahun 2004.
Komoditas
Kelas Kesesuaian Lahan (Ha)
S1
S2
S3
N
1.
Padi Sawah
47.085
27.110
34.036
5.793
2.
Kacang Tanah
23.172
51.023
34.036
5.793
3.
Jagung
7.973
64.226
36.032
5.793
4.
Kedelai
7.973
64.226
36.032
5.793
5.
Semangka
72.199
0
36.032
5.793
6.
Mangga
56.515
1.942
49.774
5.793
7.
Manggis
0
0
82.053
31.971
8.
Durian
23.341
76.459
5.840
8.384
9.
Rambutan
23.341
76.459
5.840
8.384
10. Tembakau
70.257
1.996
32.935
8.836
11. Kapas
35.421
38.529
14.580
25.494
Keterangan
Suber
: S1 = Sangat Sesuai; S2 = Cukup Sesuai, S3 = Sesuai Marginal dan N = Tidak Sesuai
: Data primer diolah, 2004
Dalam penilaian kelas kesesuaian lahan dengan TPL input sedang, parameter kualitas lahan
yang dipertimbangkan terdiri atas bahaya erosi (eh), media perakaran (rc), dan rejim suhu udara
(tc), sedangkan yang lainnya seperti ketersediaan air (wa), retensi hara (nr), dan ketersediaan hara
(na) dipertimbangkan pada penilaian lahan dengan TPL input rendah. Dari parameter kualitas lahan
tersebut, media perakaran, rejim suhu udara relatif lebih sulit untuk diatasi, dibandingkan dengan
lainnya.
Arahan Pewilayahan Komoditas dan Sistem Pertanian
Karakteristik lahan, seperti landform, relief, lereng, litologi, landuse, dan hidrologi, yang
dikenal sebagai atribut lahan mempunyai kaitan erat dengan kesesuaian lahan untuk komoditas
pertanian, sehingga digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Hasil analisis evaluasi
lahan menunjukkan bahwa komoditas padi sawah, padi gogo, kacang tanah, jagung, kedelai,
semangka, mangga, durian, rambutan, tembakau dan kapas, sesuai dikembangkan di Kabupaten
Lombok Tengah. Hasil pewilayahan komoditas menggunakan model MPK diperoleh 13 arahan
pewilayahan komoditas sesuai dengan zona agroekologinya dan lima sistem pertaniannya. (Tabel
7).
Tabel 7. Arahan pewilayahan komoditas pertanian Kabupaten Lombok Tengah
KODE
I/Dj
TANAMAN
SISTEM
LUAS
HA
%
Kawasan Konservasi
Hutan lindung
4.901
4,22
II/Deh
Kopi, kemiri, aren, pisang,
manggis, durian
Pengembangan tanaman
tahunan/ hortikultur
1.394
1,20
II/De
Kopi, kemiri, aren, kakao
Pengembangan tanaman
tahunan permanen
12.918
11,11
II/Dt
Hutan tanaman industri
(sonokeling, mahoni)
Hutan tanaman industri
20.205
17,38
III/De
Kelapa
Pengembangan tanaman
permanen
380
0,33
III/Def
Kelapa, jagung, kacang tanah,
kedelai
Pengembangan tanaman
perkebunan/pangan
9.626
8,28
IV/Dj
Kawasan konservasi
Hutan jalur aliran (sempadan
sungai)
5.295
4,56
Kelapa, mangga, pisang
Pengembangan tanaman
tahunan/hortikultur
4.946
4,26
IV/Df
Padi gogo, kacang tanah, jagung,
kedelai, ubi jalar, singkong
Pengembangan tanaman pangan
16.008
13,77
IV/Dfe
Kacang tanah, jagung, kedelai, ubi
jalar, singkong, tembakau
Pengembangan tanaman
pangan/perkebunan
9.207
7,92
IV/Wi
Padi sawah, kacang tanah, jagung,
kedelai, tembakau, kapas
Pengembangan tanaman
pangan/perkebunan
28.799
24,78
IV/Wj
Kawasan konservasi mangrove
Hutan basah (sempadan pantai)
IV/wt
Tambak dan penggaraman
Pengembangan tambak dan
penggaraman
IV/Deh
X1, X2,
X3, X4
Permukiman, badan air, gawir/
lereng terjal, pulau-pulau
Kabupaten Lombok Tengah
76
0,07
322
0,28
2.151
1,85
116.228
100.00
Suber : Data skunder diolah, 2004
Gambar 3. Peta Arahan Pewilayahan Komoditas Pertanian Kabupaten Lombok Tengah.
Berdasarkan arahan pewilayahan komoditas (Tabel 7), ditetapkan lima sistem pertanian
yang dapat dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah, sebagai berikut :
1.
Sistem pertanian lahan kering untuk pengembangan hutan tanaman industri lahan kering Zona
II (relief 15-45%) seperti sonokeling, mahoni, dll seluas 20.205 ha (17,38%), di Batukliang
Utara, Kopang, Pujut, Praya Barat dan Praya Barat Daya.
2.
Sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman perkebunan permanen di Zona II dan III (relief
8-45%), seluas 14.692 ha (12,64%) seperti kopi, kemiri, pisang, manggis, kelapa, kakao yang
ditumpangsarikan dengan tanaman pangan seperti jagung, kacang tanah dan kedelai, di
Kecamatan Kopang, Batukliang Utara, Batukliang, Pujut, Praya Barat, dan Praya Barat Daya.
3.
Sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan (padi gogo, jagung, kacang tanah,
kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu), tanaman perkebunan semusim (tembakau), tanaman
hortikultura (mangga, pisang) di Zona IV (relief 0-8%) seluas 30.161 ha (25,95%), di
Kecamatan Jonggat, Pujut, Pringgarata, Praya Barat Daya, Praya Timur dan Praya Tengah.
4.
Sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tanaman padi sawah dirotasi dengan
palawija dan tanaman hortikultura semusim di Zona IV seluas 28.799 ha (24,78%) di
Kecamatan Praya, Jonggat, Pringgarata, Batukliang Utara, Praya Barat, Praya Tengah dan
Praya Timur dan Janapria.
5.
Sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tambak ikan dan garam dan konservasi
hutan basah mangrove di zona IV seluas 398 ha (4,63%) di Kecamatan Pujut dan Praya Timur.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kabupaten Lombok Tengah memiliki potensi yang cukup luas untuk pengembangan komoditas
pertanian.
2. Komoditas padi sawah, padi gogo, kacang tanah, jagung, kedelai, semangka, mangga, durian,
rambutan, tembakau dan kapas sesuai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah.
3. Terdapat 13 arahan pewilayahan komoditas pertanian dan dapat ditetapkan 5 sistem pertanian
yang sesuai, yaitu (a) sistem pertanian untuk pengembangan hutan tanaman industri lahan
kering (b) sistem pertanian lahan kering berbasis tanaman perkebunan permanen; (c) sistem
pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan, tanaman perkebunan semusim, dan tanaman
hortikultura; (d) sistem pertanian lahan basah untuk pengembangan tanaman padi sawah
dirotasi dengan palawija dan tanaman hortikultura semusim, dan (e) sistem pertanian lahan
basah untuk pengembangan tambak.
Arahan pewilayahan komoditas pertanian ini diharapkan dapat dijadikan dasar perencanaan
pembangunan pertanian di Kabupaten Lombok Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, S., N. Suharta, A.B. Siswanto, Irawan. 2002. Modul Pewilayahan Komoditas (MPK). Versi
1.2. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Bakosurtanal. 1998. Peta Rupabumi Digital Indonesia Skala 1:25.000
Balai Penelitian Agrokloimat dan Hidrologi. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia
Skala 1:1.000.000. Balai Penelitian ASgroklimat, Puslitbangtanak Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2001. Petunjuk Teknis Penyusunan Peta Pewilayahan Komoditas Pertanian
Berdasarkan Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1:50.000 (Model 1). Balai Penelitian
Tanah, Puslitbangtanak Bogor.
BPS. 2003. Kabupaten Lombok Tengah Dalam Angka. Praya
Budianto, J. 2001. Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Teknologi
Partisipatif. Pros. Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Mataram.
Djaenudin, D,
Marwan H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Versi 3. 2000. Balai Penelitian Tanah, Puslitbang Tanah dan
Agroklimat, Bogor.
FAO. 1978. Guidelines for Soil Profile Description. Soil Resources Development and Cons.
Service, Land and Water Development Division. FAO/UNESCO, Rome.
Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisa Ekonomis. Ed. Ke-2. LPFE UI. Jakarta.
Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof dan E.R.
Jordens.1997. Pedoman Klasifikasi Landform. LT 5 Versi 3.0. LREP II, CSAR, Bogor.
Oldeman L.R., Irsal L., and Muladi. 1988. Agroclimatic Map of Bali, Nusatenggara Barat and
Nusatenggara Timur Central Research Institute for Agriculture, Bogor.
Popi R., G. Irianto dan I. Amin. 2004. Peta wilayah hujan sebagai arahan untuk penentuan pola
tanam (studi kasus di Propinsi Papua). Bulletin Hasil penelitian agroklimat dan hidrologi
Vol. 1. No. 1. 2004. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. 1994. Peta Geologi Lembar Lombok, Nusa
Tenggara Skala 1:250.000. Direktorat Geologi Bandung.
Rossiter, D, And Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System. User’s Manual
Version 4.6. Cornell University, Ithaca, New York.
Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Period Ratios for
Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Jawatan Met. dan Geofisik, Djakarta.
Soekardi, M. 1992. Pewilayahan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Soil Conservation Service. 1972. Soil Survery Laboratory Methods and Procedure for Collecting
Soil Samples. Soil Sruvey Investigation Report No. 1. USDA-SCS, Washington DC.
Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy, 8th edition 1998. Nasional Resources Conservation
Service, USDA.
Steers, C.A. and B.F. Hajeek.1979.Determination of map unit composition by a random selection
of transects. Soil Sci. Soc. Am. J.43:156-160.
Van Zuidam, R. 1986. Air Photo-Interpretation for Terrain Analysis and Geomorphologic
Mapping. Smits Publ. The Hague. The Netherlands.
Download