4 BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP

advertisement
BAB II
PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP
II. 1. Pendekatan Psikologi
Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara
spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.
Tetapi sebenarnya respon atau perilaku yang ditampilkannya itu hanyalah bersifat
sementara dan tidak menghilangkan kegundahan yang dialami. Segala isi pikiran
dan perasaan yang muncul terkait dengan goncangan tersebut akan tetap ada, yang
bila tidak diintervensi, dapat menimbulkan berbagai gangguan – baik pada fisik
maupun mental/psikis dan juga dapat mengganggu kehidupan spiritual yang biasa
dilakukan.
Guncangan dan masalah yang tidak mampu diatasi menurut Elizabeth
Kubler-Ross (dalam Sarafino, 2002) dapat memicu reaksi emosional sebagai
berikut: (1) denial, menolak mempercayai kenyataan yang tidak menyenangkan
dan mengganggu hati, (2) anger, perasaan marah yang dapat saja ditujukan pada
diri sendiri, juga terhadap orang-orang disekitar maupun sistem yang berlaku dan
kejadian itu sendiri, (3) bargaining, berusaha mengubah kondisi yang tidak
menyenangkan itu dengan melakukan tawar-menawar atau berusaha bernegosiasi
dengan Tuhan misalnya, (4) depression, perasaan sangat sedih dengan apa yang
telah terjadi dan merasa kehilangan kesempatan untuk memiliki hari esok yang
menyenangkan, tenang, damai, dan bahagia.
4
Universitas Sumatera Utara
Reaksi emosional seperti tersebut di atas merupakan reaksi wajar yang
spontan dialami oleh setiap dari kita yang secara tiba-tiba di perhadapkan pada
situasi atau kondisi yang tidak dapat dikendalikan, tidak dapat di kuasai, ataupun
tidak ada penjelasan yang masuk dalam akal pikiran maupun kejelasan kenyataan
atau yang harus dilakukan. Reaksi emosi yang lainnya adalah yang mengarah
pada (5) acceptance, penerimaan akan suatu guncangan, masalah, atau kondisi
yang tidak menyenangkan. Menerima keadaan yang sudah terjadi lebih dapat
diekspresikan oleh setiap dari kita setelah melewati serangkaian pengalaman
pedih dan telah mengambil posisi yang tepat dalam melihat masalah tersebut.
Dengan mampu melihat adanya peluang ataupun kekuatan/kelebihan yang
dimiliki, bisa menjadi titik terang untuk dapat menjalani hidup ini dengan tenang
dan bermakna.
II. 2. Pendekatan Humanistik-eksistensial tentang Manusia
Di lingkungan Psikologi, secara umum terdapat 3 aliran besar atau
pendekatan yang di dalamnya terdiri dari para ahli yang berupaya menjabarkan
perilaku manusia, baik yang normal maupun yang menyimpang. Salah satu
pendekatannya adalah yang disebut Humanistik-eksistensial. Secara umum, para
ahli yang tergabung di pendekatan Humanistik ini percaya bahwa setiap individu
memiliki potensi positif, yang sebenarnya dapat menjawab atas setiap pertanyaan
atau masalah yang dihadapi. Ketika seseorang itu tidak melihat alternatif solusi
dari masalahnya, itu berarti ia tidak melihat kemampuan yang dimilikinya
sehingga butuh seseorang yang membantunya menemukan jawaban tersebut.
5
Universitas Sumatera Utara
Menurut Socrates, membutuhkan “bidan” untuk melahirkan jawaban atas
pertanyaan atau masalah yang dihadapi.
Pendekatan psikologi humanistik–eksistensial berfokus pada kondisi
manusia yang menekankan pada pemahaman atas manusia itu sendiri (Gerald,
1999). Ada beberapa pandangan dari pendekatan ini tentang manusia yaitu :
1. Kesadaran diri :
Manusia memiliki kesanggupan yang unik dan nyata untuk menyadari dirinya
sendiri dan yang memungkinkannya untuk berpikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang
ada pada diri orang itu. Kesanggupan untuk menemukan dan memilih
alternatif-alternatif adalah aspek yang esensial pada manusia.
2. Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan :
Kebebasan untuk memilih dan bertindak pada diri manusia harus disertai
tanggung-jawab. Manusia bertanggung-jawab atas keberhasilan maupun
kegagalannya, atas kebahagiaan maupun kesedihannya. Kesadaran akan
kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang merupakan
atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga dapat diakibatkan
oleh kesadaran atas adanya keterbatasan diri dan atas kemungkinan yang tidak
terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi
kehidupan manusia sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu
pada kenyataan bahwa ia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan
potensi-potensinya.
6
Universitas Sumatera Utara
3. Penciptaan makna :
Manusia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai
yang memberikan makna bagi kehidupan melalui interaksi dengan sesama dan
lingkungan. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dengan
sesama atau lingkungannya dapat membuat manusia itu merasa terasing dan
kesepian sehingga tidak tercipta makna bagi kehidupan yang dijalaninya.
Pemahaman akan potensi diri dan kemampuan yang dimiliki manusia yang
unik ini perlu diisi dengan adanya pemaknaan diri dalam menjalani kehidupan ini
sehingga segala sesuatunya dapat dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab
yang akhirnya akan mendatangkan kedamaian bagi diri sendiri dan lingkungan.
II.3 Makna Hidup
Pembicaraan mengenai makna hidup (meaning of life) dikenal dan mulai
dikembangkan oleh Victor Frankl. Makna hidup ini berbeda antara satu orang
dengan orang lain, dari waktu ke waktu ataupun dari hari ke hari. Yang berbeda
dalam hal ini bukanlah meaning dalam arti umum, akan tetapi meaning yang
khusus dalam hidup seseorang yang diberikan dalam suatu kesempatan, tetapi
setiap orang memiliki pekerjaannya sendiri atau misinya sendiri, yang tidak dapat
diubah atau diulang sehingga tugas seseorang menjadi seunik kesempatannya
yang khusus untuk mengimplementasikannya.
Menurut Frankl (1984), setiap situasi dalam kehidupan mewakili suatu
petualangan hidup yang harus dijalani dan hadirnya suatu masalah dalam
kehidupan adalah untuk diselesaikan oleh manusia itu sendiri. Manusia
7
Universitas Sumatera Utara
seharusnya tidak ditanya apa the meaning of life-nya, akan tetapi harus mengenali
dirinya, apa yang telah diperbuat dan didapat dari perbuatannya, tanggung jawab
menjadi hal yang sangat penting dalam keberadaan manusia. Kondisi ini oleh
Bastaman (2007) dikatakan bahwa makna hidup memiliki tiga karakteristik:
1. Sifatnya unik dan personal :
Apa yang dianggap bermakna bagi seseorang belum tentu sama bermaknanya
bagi orang lain, atau apa yang dianggap bermakna bagi seseorang pada saat ini
belum tentu sama bermaknanya pada saat lain.
2. Spesifik dan konkrit :
Makna hidup itu dapat berupa pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari
serta tidak selalu dikaitkan dengan tujuan idealis, prestasi akademik yang
tinggi, atau hasil renungan filosofis yang kreatif. Mengagumi merekahnya ufuk
timur pada saat matahari terbit, memandang dengan penuh kepuasaan
tumbuhnya bunga hasil tanaman sendiri, bersemangat mengerjakan tugas yang
disenangi, mendengarkan khotbah yang sarat dengan kebijakan dan kebajikan,
merupakan peristiwa sehari-hari yang bermakna bagi seseorang.
3. Memberi pedoman dan arah :
Makna hidup memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang (challenging) dan
mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Setelah makna hidup
8
Universitas Sumatera Utara
ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang akan terpanggil untuk
melaksanakannya sehingga kegiatan yang dilakukan pun menjadi lebih terarah.
Makna hidup memberi nilai tertentu ; individu yang berhasil menemukan
dan memenuhi makna dalam hidupnya akan merasakan kebahagiaan dalam
menjalani kehidupannya. Makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting
dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Pengertian
mengenai makna hidup menunjukkan bahwa di dalamnya terkandung tujuan
hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Hidup itu bermakna dalam
setiap situasi, bahkan dalam kesulitan atau kesedihan sekalipun.
II. 3.1. Logoterapi dan Hidup yang Bermakna
Logoterapi adalah suatu bentuk intervensi atau terapi yang menekankan
pada logos, yang berarti spirituality (kerohanian) dan meaning (makna).
Logoterapi mengakui adanya dimensi kerohanian disamping dimensi ragawi dan
kejiwaan serta meyakini bahwa kehendak untuk hidup bermakna (the will to
meaning) merupakan motivasi utama setiap manusia. Dalam hal ini makna hidup
(the meaning of life) adalah tema sentral logoterapi dan hidup yang bermakna (the
meaningful life) adalah motivasi, tujuan dan dambaan yang harus diraih oleh
setiap orang (Frankl, 2002).
9
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, landasan filosofi yang menjadi inti ajaran dari
logoterapi yang dikemukan oleh Frankl mengenai kebermaknaan manusia,
meliputi tiga aspek (Frankl, 2002 ; Bastaman, 2007), yaitu :
1. Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak (freedom to will) :
Kebebasan berkehendak adalah kebebasan untuk menentukan sikap freedom to
take a stand terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural
serta sejarah kehidupnya. Kebebasan yang dimaksud bukan freedom from…
melainkan freedom to take a stand… Berarti, kebebasan yang disertai tanggung
jawab. Manusia bukan saja mampu mengambil jarak (to detach) terhadap
berbagai kondisi di luar dirinya, melainkan juga terhadap kondisi di dalam
dirinya sendiri (self-detachment). Kemampuan inilah yang menyebabkan
manusia disebut “the self determining being” yang menunjukkan bahwa
manusia memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang dianggap penting
dan baik bagi dirinya dan harus disertai dengan tanggung jawab.
2. Ada kehendak untuk hidup bermakna (will to meaning)
Kehendak untuk hidup secara bermakna memang benar-benar motivasi utama
pada diri manusia. Hasrat inilah yang memotivasi setiap orang untuk bekerja,
berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan yang penting lainnya dengan tujuan
agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna. Hasrat ini
mengarah pada hal-hal di luar, tidak self centered, bukan sesuatu yang hayal,
melainkan suatu fenomena psikis yang benar-benar nyata dan dirasakan
penting dalam kehidupan manusia.
10
Universitas Sumatera Utara
3. Menentukan serta menemukan makna hidup (meaning of life)
Kita bebas menemukan makna hidup kita sendiri melalui apa yang kita
kerjakan, alami, atau setidak-tidaknya pada sikap kita dalam menghadapi
situasi derita yang tidak dapat diubah. Dalam menjalani kehidupan ini,
seringkali kita tidak dapat memilih, kita langsung berhadapan dengan situasi
atau berbagai kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan.
Sekalipun demikian, apapun situasinya, kita dapat memiliki maknanya. Pada
dasarnya, makna hidup ditemukan dalam setiap kejadian di kehidupan yang
dijalani, termasuk dalam penderitaan (rasa bersalah, sakit, rasa berdosa, saat
menghadapi kehilangan atau kematian orang yang dikasihi dsb). Makna hidup
ini tidak dapat diberikan oleh siapapun, harus ditemukan oleh diri sendiri
dalam perjalanan kehidupannya.
II. 3.2. Sumber Makna Hidup
The meaning of life (makna hidup) bagi setiap orang tidak selalu menetap,
selalu berubah sesuai dengan kondisi atau penghayatannya ketika berhadapan
dengan setiap kejadian. Yang pasti, makna hidup itu bukanlah sesuatu yang statis,
tidak pernah berhenti.
Frankl (2002) merumuskan tiga cara yang disebut meaning triangle,
kegiatan dalam kehidupan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang
memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya, apabila nilainilai itu diterapkan dan dipenuhi, yaitu :
11
Universitas Sumatera Utara
1. Creative Values (nilai-nilai kreatif)
Berkarya, bekerja, mencipta, dan melaksanakannya dengan baik dan penuh
tanggung jawab karena mencintai kegiatan itu dapat menjadi sumber makna
dari kehidupan seseorang. Inti dari nilai kreatif adalah memberikan sesuatu
yang berharga dan berguna pada kehidupan. Lingkup kegiatannya sangat luas.
Pendalaman nilai-nilai kreatif membantu orang untuk lebih mencintai dan
menekuni pekerjaan yang dihadapi.
2. Experiential Values (nilai nilai penghayatan)
Makna hidup dapat diperoleh dengan mengambil sesuatu yang bermakna dari
lingkungan luar dan mendalaminya. Mendalami nilai-nilai penghayatan berarti
mencoba memahami, menyakini dan menghayati berbagai nilai yang ada dalam
kehidupan, seperti keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran,
kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati
dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya.
Meyakini kebenaran ayat-ayat Kitab Suci, merasakan keakraban dalam
keluarga, menikmati pemandangan indah, merupakan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan nilai-nilai penghayatan.
3. Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap)
Hidup menjadi bermakna bila manusia mampu mengambil sikap yang tepat
terhadap kondisi dan peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi dan tidak dapat
dihindari lagi. Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian
12
Universitas Sumatera Utara
segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit
yang tidak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah
segala upaya dilakukan secara maksimal. Dalam hal ini yang diubah bukan
keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi
keadaan itu.
Menurut Frankl, kesulitan dan kebosanan ketika menghadapi
masalah sebenarnya memiliki makna yang dalam. Kebosanan memang bisa
mengarah kepada tindakan pasif, namun tindakan pasif itu tidak muncul untuk
tujuan melarikan diri dari kebosanan, melainkan muncul karena kita ingin
menghindari kondisi dan situasi yang membuat manusia tersebut pasif dan
ingin berbuat yang semestinya agar hidup terasa lebih bermakna. Perjuangan
hidup menempatkan manusia dalam kegelisahan, karena fakta hidup
mengatakan bahwa terbentuknya makna hidup dalam diri seseorang tergantung
pada apakah orang tersebut mau atau tidak memenuhi tuntutan hidup yang
disampaikan kepadanya oleh tugas-tugas hidup.
II. 3.3. Proses Keberhasilan Perubahan Penghayatan Hidup
Perjalanan hidup adalah suatu proses yang berkepanjangan. Kesulitan dan
masalah yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini dapat menjadikan hidup
tidak bermakna yang berproses – panjang atau pendek, lama atau sebentar
tergantung pada upaya yang dilakukan untuk mengubah hidup menjadi hidup
yang bermakna. Adapun proses hidup ini berlangsung dalam lima tahapan
(Bastaman, 2007), yaitu:
13
Universitas Sumatera Utara
1. Tahap Derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna):
Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna, yang berkaitan dengan
adanya peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan.
2. Tahap Penerimaan Diri (pemahaman diri, pengubahan sikap) :
Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi,
bisa saja dilatar-belakangi oleh banyak hal, seperti adanya perenungan diri,
konsultasi dengan para ahli, mendapat pendangan dari seseorang, hasil doa dan
ibadah, belajar dari pengalaman orang lain, atau mengalami peristiwa-peristiwa
tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini.
3. Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan
hidup) :
Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam
hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap
berharga dan penting itu mungkin saja berupa nilai-nilai kreatif, seperti bekerja
dan
berkarya,
nilai-nilai
penghayatan seperti penghayatan
keindahan,
keimanan, keyajinan, dan nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang
tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
14
Universitas Sumatera Utara
4. Tahap Realisasi Makna (komitmen diri, kegiatan terarah dan pemenuhan
makna hidup) :
Semangat hidup dan gairah untuk menjalani kehidupan ini menjadi meningkat,
kemudian secara sadar membuat komitmen untuk melakukan berbagai kegiatan
nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat,
kemampuan dan ketrampilan.
5. Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan) :
Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan
mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan penuh kebahagiaan,
apapun realita yang harus dihadapi atau dijalaninya.
II. 3.4. Metode dalam menemukan Makna Hidup
Dalam upaya menemukan makna hidup, ada beberapa metode yang dapat
dilakukan. Pemahaman pribadi adalah metode yang dapat digunakan untuk
menemukan makna hidup. Mengenali kelebihan atau keunggulan dan kelemahan
yang ada dalam diri sendiri (bakat, pemikiran, prestasi, penampilan, ambisi, dan
kebutuhan-kebutuhan yang mendominasi diri, dsb) serta kehadiran orang-orang
lain di sekitar/lingkungan (keluarga, tetangga, teman dsb) merupakan jalan untuk
mendapatkan makna dalam kehidupan. Berpikir positif juga menjadi salah satu
cara membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan positif, yang tidak hanya
15
Universitas Sumatera Utara
membuat hati gembira tetapi juga membuat orang lain berbahagia, menjadi berkat
bagi banyak orang.
Menjalin interaksi secara akrab atau membina hubungan yang akrab
dengan orang tertentu (anggota keluarga, teman, pacar) akan membuat seseorang
benar-benar merasa diperlukan dan memerlukan orang lain, dicintai dan mencintai
sehingga akan menimbulkan perasaan diri berharga dan bermakna, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Ibadah – yang dalam pengertian umum adalah segala kegiatan
melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhan – merupakan salah satu cara yang
sangat memungkinkan seseorang untuk menemukan makna dari kehidupan yang
dijalani. Dalam pengertian yang lebih khusus, ibadah adalah ritual untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan dalam agama
yang dianut oleh masing-masing individu. Ibadah yang dilakukan secara khidmat
sering menimbulkan perasaan tentram, nyaman, dan tabah, serta tidak jarang pula
menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam melakukan
tindakan-tindakan bermakna, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk
orang-orang lain disekitarnya. Salah satu bentuk ibadah yang dapat memberikan
makna khusus bagi seseorang adalah melalui doa.
Untuk itulah, masalah dan goncangan dapat menjadi ajang bagi setiap
orang untuk lebih mendekatkan diri dan berpegang erat sepenuhnya pada Tuhan,
sebagai sumber kekuatan dan arah langkah yang menuntun keluar dari kesulitan
atau masalah yang dihadapi.
16
Universitas Sumatera Utara
Download