Membangun Komitmen, Kepuasan Kerja dan Prestasi Kerja Karyawan Melalui Budaya Perusahaan. Oleh: Endang Dhamayantie ABSTRACT The change of culture in the turbulance business environment becomes imperative to every corporate. The superiority of a corporate is ability to respond toward external environment changes and adapt it into internal corporate. But process of cultural transformation is not easy thing, because of involve human being characters. The change which happened become unworthy thing if corporate unable to touch employee’s psychological fundamental aspects or sense of feeling to change. Therefore, the corporate must builds the strong cultures, that is which able to direct at the same perception about values and high commitment of employees to hold that values. This is important thing to realized by top managements because it gives large effect toward individual attitudes and behaviors, especially in competitive environment, this effect even more large than strategic, organizational structure, management systems, tools of financial analysis, leadership and the others. The purpose of the present study was to investigate the impact between organizational culture and the three important elements of employee behavior: commitment, job satisaction and performance. This study was conducted at PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat. The number of samples was 100 employees who selected base on level of employee’s occupation. To analyze data was used Structural Equation Modelling (SEM) technique. Results showed that perception of employees about stability and attention to detail culture had significant positive effect and perception of employees about innovation, people orientation and aggressive culture had significant negative effect toward commitment. Perception of employees about stability, orientation toward results, attention to detail and team orientation had significant positive Penulis adalah Staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Edisi Ekonomi & Sosial and perception of employees about innovation and people orientation had significant negative toward satisfaction. Perception of employees about orientation toward results had significant positive effect toward performance. This research showed that there is no mediating variables to reach performance. Keywords: Commitment, satisfaction, performance, corporate culture PENDAHULUAN Globalisasi merupakan fenomena baru yang membawa dampak pada perubahan budaya kerja individu dan kelompok organisasi. Perubahan tersebut mau tidak mau harus dihadapi dan organisasi harus melakukan serangkaian adaptasi demi kelangsungan hidupnya. Tujuannya bukanlah transformasi kepribadian secara pe- nuh melainkan perubahan pola peri- laku yang dapat mendukung bisnis dan juga untuk mempengaruhi perubahan yang cukup untuk dapat menghasilkan perbedaan (Pragantha, 1995). Organisasi yang adaptif terhadap perubah- an sebagai konsekuensi perubahan lingkungan eksternal akan berdampak pada kinerja perusahaan. Suatu bukti ditunjukkan oleh Kotter dan Heskett (1997 : 56) dalam penelitiannya, bah- wa perusahaan yang menjalankan bu-daya yang mendukung perubahan lebih banyak ditemukan pada perusa-haan yang berkinerja tinggi ketimbang pada yang berkinerja rendah. Oleh karena itu jika lingkungan menghendaki budaya sebuah organisasi harus berubah, suka atau tidak, perusahaan harus merubah budayanya. Namun perubahan tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan memerlukan stra-tegi yang tepat agar disatu sisi perusa-haan tidak kehilangan identitas dirinya (Sobirin, 2002) dan disisi lain perusa-haan tetap bisa beradaptasi dengan lingkungannya (Smircich, 1983). Kemampuan budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan memainkan peranan penting dalam suatu perusahaan. Pentingnya budaya perusahaan ditekankan Bliss (1999) karena budaya merupakan keseluruhan nilainilai, sifat-sifat perilaku yang diterima (baik ataupun tidak baik), cara melakukan sesuatu dan lingkungan politik perusahaan. Pemaksaan suatu budaya dapat menimbulkan ketidakcocokan (misfit) antara karyawan dengan perusahaan sehingga dapat mempengaruhi kondisi psikologis karyawan yang merasa tidak nyaman dalam bekerjasama. Selanjutnya tindakan yang dilakukan karyawan dapat menyebabkan kerusakan dalam unit-unit departemen (Bliss, 1999). Hal ini jelas akan merugikan perusahaan. Oleh karena itu, pimpinan harus mengenal dimensi-dimensi budaya yang mendasari budaya organisasi dan dampaknya terhadap komitmen, kepuasan kerja, prestasi kerja, kohesi kelompok kerja, implementasi strategi, dan kinerja organisasi (Odom, Boxx dan Dunn, 1990). Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 2 Edisi Ekonomi & Sosial Penelitian yang dilakukan oleh Dhamayantie (2006) pada tiga BUMN di Pontianak yang mengacu kepada penelitian O’Reilly, Chatman dan Caldwell (1991) dan Hofstede et.al (1990) menunjukkan adanya pengaruh antara budaya perusahaan dengan komitmen, kepuasan kerja dan prestasi kerja. Meskipun umumnya terdapat beberapa kesamaan diantara berbagai penulis mengenai dimensi budaya, namun hal yang sangat penting untuk dikembangkan adalah dimnesi-dimensi budaya kuat yang dapat mengkarakteristikkan budaya perusahaan. Kuatnya budaya perusahaan akan terlihat jelas dari bagaimana karyawan memandang budaya sehingga berpengaruh terhadap perilaku anggotaanggota dalam organisasi yang digambarkan memiliki motivasi, dedikasi, kreativitas, komitmen dan kepuasan yang tinggi. Semakin kuat budaya perusahaan, semakin tinggi komitmen dan kepuasan yang dirasakan karyawan yang akhirnya mendorong prestasi. Kadang-kadang ditegaskan bahwa nilai-nilai dari perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja untuk sebuah perusahaan; rasa komitmen atau loyal selanjutnya dikatakan membuat orang berusaha lebih keras (Kotter dan Heskett, 1997 : 18) sehingga mampu mendorong karyawan berkembang dan berprestasi. Masuknya era globalisasi tidak dapat dihindari lagi. Karyawan yang berkualitas merupakan unsur terpenting bagi perusahaan didalam menghadapi perubahan, hal ini juga dirasakan PLN. Tak dapat dipungkiri, tuntutan akan pelayanan dan tersedianya pasokan listrik akan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan komunikasi. Hal ini berkaitan dengan peran listrik sebagai penopang kehidupan masyarakat. Sebagai satu-satunya pemasok listrik, PLN harus segera berbenah, jika tidak, perusahaan-perusahaan energi swasta tentu akan mengambil kesempatan ini. Apalagi bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan dengan negara Malaysia. Hubungan antar masyarakat perbatasan dengan masyarakat Sarawak sudah terjalin dengan baik, dan masyarakat tidak bisa lepas dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. Maka bukan hal yang mustahil energi listrik dari luar negeri akan menjadi pesaing bagi PLN. Pelayanan PLN menjadi kunci dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik. Pelayanan PLN harus terus menerus ditingkatkan. Peningkatan kemampuan karyawan dalam melayani masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang ditanamkam perusahaan dan bagaimana karyawan mempersepsikan nilai-nilai tersebut sehingga mampu mengubah sikap dan perilaku karyawan. Berangkat dari fenomena di atas maka dalam penelitian ini berupaya mengukur pengaruh persepsi karyawan pada PT. PLN (Persero) Wilayah V Cabang Pontianak tentang nilai-nilai Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 3 Edisi Ekonomi & Sosial budaya perusahaan terhadap sikap dan perilaku kerja karyawan yang bersesuaian dengan tujuan perusahaan. Landasan Konseptual Perhatian terhadap budaya organisasi muncul ketika Jepang dan beberapa negara Asia Timur mengalami kemajuan yang fantastis. Kemajuan ini berakar dan bersumber dari budaya yang dimiliki bangsa Jepang yang dikombinasikan dengan teknik-teknik manajemen modern pada tahun 1970-an (Triguno, 1997 : 1). Kesadaran akan pentingnya budaya organisasi memicu beberapa penulis untuk menjelaskan secara konseptual kaitan antara budaya dengan kinerja bisnis antara lain Ouchi (1981), Pascale dan Athos (1981), Peters dan Waterman (1982), Deal dan Kennedy (1982) dan Peters dan Austin (1985) dalam Kotter dan Heskett (1997 : 10). Istilah budaya organisasi atau budaya perusahaan merupakan konsep yang sama yang dapat disalingtukarkan. Berbagai definisi yang berbeda-beda diberikan pada istilah budaya organisasi atau budaya perusahaan. Schein (1992 : 12) mendefinisikan budaya perusahaan sebagai “A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of external adaption and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.” Berbeda dengan Schein; O’Neill, Beuavais dan Scholl (1997) mendefinisikan budaya sebagai sebuah hubungan pertukaran yang saling menguntungkan antar karyawan dan perusahaan dimana dalam hubungan ini karyawan merasakan berkurangnya tingkat kegelisahan, stress dan ketidakpastian mengenai peran mereka sedangkan perusahaan menerima berkurangnya variabilitas dan meningkatnya konsistensi perilaku. Kreitner dan Kinicki (1992 : 706) memandang budaya perusahaan sebagai perekat sosial antara anggotaanggotanya melalui shared value, symbolic devices, and social ideal.” Menurut Narayanan dan Nath (1993 : 448) budaya perusahaan mempunyai lima pola budaya yang dipegang yang terdiri dari artifact, keyakinan, norma, nilai dan dasar pemikiran. Beberapa penulis lainnya memberikan pengertian yang sama mengenai budaya perusahaan sebagai kebersamaan nilai, keyakinan dan norma yang ada di dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya (Mondy dan Noe, 1990 : 313-314; Schermerhorn, Hunt dan Osborn, 1991 : 340-341; Newstrom dan Davis, 1993 : 58). Tidak terdapat konsensus mengenai definisi budaya, tetapi sebagian besar penulis setuju jika karakteristikkarakteristik construct budaya organisasi atau perusahaan adalah (1) holistik, (2) ditentukan menurut sejarah, (3) berhubungan dengan konsep antropologi, (4) construct secara sosial, Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 4 Edisi Ekonomi & Sosial (5) halus, dan (6) sulit untuk berubah(Hofstede et. Al, 1990). Budaya perusahaan berhubungan dengan bagaimana karyawan mempersepsikan karakteristik dari budaya suatu perusahaan (Robbins, 1996: 292). Dengan demikian, cara karyawan memandang atau mempersepsikan perusahaan berdasarkan nilai dan norma yang dimiliki akan membentuk persepsi tertentu mengenai perusahaannya. Oleh karena setiap karyawan memberikan makna tertentu kepada stimulus nilai-nilai sehingga masing-masing karyawan akan berbeda melihat nilai-nilai budaya yang ada di dalam perusahaan. Berdasarkan persepsi atas realita nilai-nilai budaya akan terbentuk sikap dan perilaku. Pengaruh persepsi karyawan tentang nilai-nilai budaya perusahaan terhadap sikap dan perilaku sesuai yang diinginkan dapat terjadi apabila terdapat kesesuaian antara persepsi yang didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini karyawan dengan nilai-nilai budaya perusahaannya. Kesesuaian ini selanjutnya akan membentuk sikap dan perilaku karyawan ke arah yang lebih baik, mereka akan cenderung senang dan betah bekerja dan akan memberikan prestasi yang terbaik pada perusahaan. Hal ini juga dinyatakan oleh Chatman dan Barsade (1995). O’Reilly, Chatman dan Caldwell (1991) menilai kesesuaian ini dapat menjadi ramalan bagi organisasi untuk memahami tingkat prestasi kerja. Lama bekerja dan komitmen. Budaya dapat mempunyai konsekuensi yang sangat berpengaruh terutama apabila budaya itu kuat. Mereka dapat menciptakan suatu kelompok untuk mengambil tindakan yang cepat dan terkoordinasi melawan pesaing atau dalam melayani seorang pelanggan (Kotter dan Heskett, 1997 : 8). Banyak faktor yang menentukan suatu perusahaan itu kuat atau lemah, seperti yang dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki (1992 :706) berikut: “An organization’s culture may be strong or weak, depanding on variables such as cohesiveness, value consensus, and individual commitment to collective goals”. Menurut Scott dalam Harrison dan Caroll (1991) budaya yang kuat adalah budaya yang memiliki suatu sistem keyakinan yang akan menopang komitmen anggota-anggotanya terhadap organisasi. Komitmen Usaha membangun komitmen digambarkan sebagai usaha untuk menjalin suatu hubungan jangka panjang. Individu-individu yang memiliki komitmen terhadap perusahaan kemungkinan untuk tetap bertahan di perusahaan lebih tinggi ketimbang individu-individu yang tidak komit. Mereka cenderung menunjukkan keterlibatan yang tinggi yang diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Mowday, Steers, dan Porter dalam Robinson, Simourd dan Porporino (1999) menguraikan komitmen organisasional Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 5 Edisi Ekonomi & Sosial yang digunakan untuk menunjukkan tiga aspek sikap karyawan, yaitu: 1. The extent to which an employee demonstrates a strong desire to remain a member of the organization. 2. The degree of willingness to exert high levels of effort for the organization. 3. Belief in and acceptance of the major value and goals of the organization. Dari ketiga aspek sikap tersebut Mowday, Steers dan Porter menekankan pada komponen-komponen sikap komitmen karyawan terhadap perusahaan yang menunjukkan adanya ikatan atau kesetiaan antara karyawan dan perusahaan. Pengertian lainnya diberikan oleh Shadur, Kienzle dan Rodwell (1999) bahwa karyawan yang komitmen terhadap perusahaannya akan menunjukkan kuatnya pengenalan dan keterlibatan karyawan di dalam perusahaan, lihat juga Newstrom dan Davis (1993 : 198). Riset-riset yang dilakukan atas komitmen organisasional mendukung sejumlah konsekuensi positif, seperti yang dikutip oleh Robinson, Simourd dan Porporino (1999) dalam Mowday, Steers dan Porter dan Meyer yaitu dengan berkurangnya tingkat kemangkiran, pergantian (turnover) karyawan dan kesediaan untuk mengikuti kebijakankebijakan yang ditetapkan perusahaan. Selain itu, karyawan yang menunjukkan sikap komitmennya akan merasa lebih senang dengan pekerjaan mereka, berkurangnya membuang-buang waktu dalam bekerja dan berkurangnya kemungkinan meninggalkan perusahaan (Robinson, Simourd dan Porporino, 1999). Lebih lanjut untuk meningkatkan komitmen menurut Balfour dan Wechsler (1991) dapat dilakukan dengan meningkatkan atmosfir sosial organisasi dan pemahaman akan tujuan. Sedangkan menurut Robinson, Simourd dan Porporino (1999) hal-hal yang dapat mengefektifkan peningkatan komitmen dilakukan semenjak sebelum dan awal prosedur sosialisasi pekerjaan sampai mempertahankan pemberian penghargaan. ‘ ….pre and early job socialization procedures, job enrichment strategies including task identity and feedback, the establishment of norms of reciprocity between staff and organizations, and the maintenance of rewards expectancies…” Komitmen karayawan tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Untuk membangun komitment diperlukan pemicu yang ampuh. Berbagai hasil penelitian terdahulu seperti Odom, Boxx dan Dun (1990) ; O’Reilly, Chatman dan Caldwell (1991); Meglino, Ravlin dan Adkins (1989); Shadur, Kienzle dan Rodwell (1999) menunjukkan hubungan positif antara budaya perusahaan dengan komitmen karyawan, karena budaya yang dibangun sejalan dengan nilai-nilai yang dianut karyawan. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap perusahaannya akan menunjukkan sikap dan perilaku positif dan cenderung berprestasi lebih baik dan akan tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam perusahaan sebagai wujud Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 6 Edisi Ekonomi & Sosial kebanggaan pada perusahaan, karena perusahaan mampu memenuhi harapanharapannya. Dengan kata lain, karyawan yang komit akan bersedia memberikan diri mereka dengan tulus dan merasa bertanggung jawab untuk memajukan perusahaannya. Kepuasan Kerja Sikap puas dan tidak puas karyawan dapat diukur dari sampai sejauh mana perusahaan dapat memenuhi kebutuhan karyawan. Tingkat kepuasan yang tinggi akan dirasakan karyawan bila terjadi keserasian antara kebutuhan karyawan dengan apa yang dapat diberikan perusahaan baik materi maupun imateri. Sikap puas itu berasal dari persepsi karyawan tentang pekerjaannya. Dari definisi yang diberikan Robbins (1996 : 178) tentang kepuasan kerja yang merujuk ke sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya menunjukkan kalau seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi akan memperlihatkan sikap positif terhadap pekerjaannya, sebaliknya seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap perkerjaan. “Job satisfaction is a set of favorable or unfavorable feelings and emotions with which employees view their work. Job satisfaction is an effective attitude – a feeling of relative like or dislike …..” As’ad (2000 : 105) memberikan batasan yang sederhana dan operasional mengenai kepuasan kerja yang menggambarkan perasaan seseorang terhadap pekerjaan :“Kepuasan kerja itu sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerja. Jadi determinasi kepuasan kerja menurut batasan ini meliputi perbedaan individu (individual differences) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu, perasaan orang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Sedangkan Gomes (1995 : 178) menggambarkan rasa puas dan tidak puas didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh karyawan dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang diharapkan, diinginkan dan dipikirkannya sebagai hasil yang pantas, atau berhak baginya. Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan. Lingkungan kerja merupakan bagian dari interaksi sosial karyawan. Sikap penerimaan karyawan terhadap lingkungan kerja akan terjadi manakala terdapat kesesuaian nilai dan norma yang dibutuhkan didalam bekerja dan berhubungan dengan anggota-anggota yang lain. Nilai dan norma perusahaan yang dipersepsikan sebagai budaya akan mempengaruhi pola sikap dan perilaku karyawan. Dari pola sikap dan perilaku karyawan ini akan terlihat tingkat kepuasan karyawan. Menurut penelitian Bavendam (2000) menyimpulkan bahwa karyawan dengan tingkat kepuasan yang tinggi akan meyakini bahwa perusahaan akan memberikan kepuasan dalam waktu Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 7 Edisi Ekonomi & Sosial yang lama, karyawan akan peduli dengan kualitas kerjanya, lebih komit terhadap dan lebih produktif. Robbins (1996 : 308) menunjukkan suatu gambaran bagaimana budaya perusahaan dapat berdampak pada kepuasan dan kinerja. Keseluruhan nilai dan norma yang dipersepsikan sebagai budaya menunjukkan kepribadian perusahaan itu sendiri. Persepsi ini mendukung atau tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan dengan dampak yang lebih besar pada budaya yang lebih kuat. Prestasi Kerja Maeir dalam As’ad (2000 : 47) memberi batasan prestasi kerja sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lawler dan Porter dalam As’ad (2000 : 47) menekankan bahwa prestasi kerja adalah “Successful role achievement” yang diperoleh seseorang dari perbuatanFaktor Objektif Inovasi dan pengambilan resiko Perhatian ke rincian Orientasi hasil Orientasi orang Orientasi tim Keagresifan Kemantapan Dipersepsikan sebagai perbuatannya. Gomes (1995 : 135) mengutip pernyataan dari Bernandin dan Russel memberikan batasan mengenai prestasi kerja “….. the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period.” Pernyataan ini tidak jauh berbeda dengan Suprihanto (1988 : 7) yang menyatakan bahwa prestasi kerja seorang karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Dari definsi-definisi yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa prestasi merupakan ukuran atas hasil yang telah dicapai seseorang. Prestasi kerja setiap individu akan selalu berbeda-beda. Karena setiap manusia memiliki karakteristikkarakteristik yang berbeda-beda pula, baik Tinggi Kinerja Budaya Organisasi Rendah Kepuasan dari segiBerdampak kemampuan intelegensi ataupun Gambar 1: Bagaimana Budaya Organisasional pada Kinerja dan kemampuan teknikal, perbedaan gender, Kepuasan umur, perilaku dan sebagainya. Dimana Sumber : Robbins (1996 : 308) Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 8 Edisi Ekonomi & Sosial dari segi kemampuan intelegensi ataupun kemampuan teknikal, perbedaan gender, umur, perilaku dan sebagainya. Dimana dari karakteristik-karakteristik tersebut akan muncul pola hasil kerja yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja dinyatakan Vroomian dalam Umar (2000 : 151) sebagai berikut: “Prestasi kerja seorang karyawan tergantung dari motivasi, dan kemampuan kerja (ability)-nya, dimana faktor motivasi terdiri dari komponen nilainilai (valence), peralatan (instrumentality) dan harapan.” Pendapat Vroomian ini didukung oleh Lawler dan Porter dalam Umar (2000 : 151) yang menguraikan bahwa: “Prestasi kerja seorang karyawan tergantung dari usaha/energi yang dikeluarkan (effort), kemampuan (ability) yang dimiliki serta kesesuaian antara effort yang dilakukan dan pandangan atasan langsung tentang job requirementnya (role perceptions). Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun SDM, prestasi kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin lebih baik tersebut diharapkan bersumber dari individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri (Triguno, 1997 : 51). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robinson, Simourd dan Porporino (1999) yang menyatakan bahwa salah satu prediktor komitmen adalah persepsi mengenai budaya perusahaan, dimana dari komitmen ini akan mengarahkan kepada tiga ukuran outcomes organisasi yaitu kepuasan kerja, mo- tivasi dan prestasi kerja. Prestasi individu akan tercapai dengan baik apabila didukung seperangkat norma-norma yang kondusif yang mengatur perilaku individu mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, bagaimana berinteraksi dengan anggotaanggota lain, dengan konsumen dan menghadapi pesaing. Dengan demikian budaya menjadi pengarah perilaku karyawan bagaimana bertindak di dalam lingkungannya. Budaya yang tertanam kuat di dalam perusahaan, dimana nilai-nilai budaya diterima dengan baik dan karyawan melaksanakan tugas yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan norma-norma yang ditetapkan akan mengungkapkan sampai sejauhmana karyawan dapat berprestasi. Keterkaitan bagaimana persepsi karyawan mengenai budaya perusahaan dengan prestasi kerja akan semakin jelas tampak pada kualitas kerja karyawan, apakah meningkat atau menurun. Kualitas kerja karyawan yang meningkat menunjukkan kekuatan budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan untuk mencapai kesuksesan perusahaan, sebaliknya kualitas kerja karyawan yang rendah menunjukkan kelemahan budaya. Deal dan Kennedy dalam Narayanan dan Nath (1993 : 464) menggambarkan bagaimana budaya yang kuat mampu membantu karyawan mengerjakan pekerjaannya lebih baik. Karena budaya perusahaan memberikan cara pandang atau persepsi bagi karyawan dalam memahami perilaku yang diharapkan. Rasa komitmen dan kepuasan karyawan yang tinggi terhadap perusahaan Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 9 Edisi Ekonomi & Sosial dikatakan dapat meningkatkan prestasi. Karyawan yang komit terhadap perusahaan akan berusaha melakukan yang terbaik bagi perusahaannya dengan meningkatkan prestasi, demikian halnya dengan kepuasan yang tinggi akan menimbulkan dampak positif terhadap prestasi karyawan pada perusahaan (Luthan, 1995). Fenomena budaya perusahaan sebagai aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan dalam menunjang pekerjaan dapat memberikan suatu prestasi pada diri karyawan lewat kepuasan yang diterimanya (Mulajaya, 1995). Dengan kata lain, budaya perusahaan menjadi kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan dan mengarahkan mereka untuk mencapai tujuan organisasi (Stoner, Freeman dan Gilbert, 1996 : 186). Metode Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. PLN (Persero) Wilayah V Cabang Pontianak sejumlah 139 karyawan. Penarikan sampel sebanyak 100 karyawan dengan karakteristik telah bekerja lebih dari 3 (tiga) tahun di perusahaan tersebut. Penentuan sampel tersebut menggunakan teknik proportional stratified random sampling dan ukuran sampel 100 karyawan sudah sesuai dengan syarat untuk model analisis SEM yang menggunakan sampel antara 100 sampai 200 (Hair et.al, 1995 : 637). Model dan Teknik Analisis Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan sofware LISREL 8.30. Teknik analisis yang dilakukan untuk menguji hipotesis dalam proses SEM ada dua langkah yaitu: Budaya Perusahaan Inovasi Komitmen Stabilitas Penghargaan Prestasi Kerja Orientasi hasil Perhatian detail Orientasi tim Keagresifan Kepuasan Kerja Gambar 2 : Kerangka Pikir Peneliti Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 10 Edisi Ekonomi & Sosial 1. Validitas model pengukuran (measurement model). Model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi yang dikembangkan pada sebuah faktor. Validitas model pengukuran dilakukan dengan Confirmatory factor analysis. 2. Kesesuaian model struktur (structur model). Model struktur menunjukkan struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor. Kesesuaian model struktur dilakukan dengan analisis jalur. Analisis dan Pembahasan Analisis Model Pengukuran Indikator-indikator yang dikembangkan sebuah konstrak harus menggambarkan unidimensionalitas. Indikator-indikator dari sebuah konstrak menggambarkan suatu unidimensionalitas apabila memiliki kesesuaian berdasarkan atas model faktor tunggal. Untuk menentukan unidimensionalitas skala pengukuran dilakukan dengan menggunakan analisis faktor atas-masing-masing konstrak (Pritchard, Havitz dan Havard, 1993 : 339). Suatu konstrak menunjukkan unidimensionalitas apabila: 1. Terkelompoknya item pengukur variabel ke dalam satu faktor atau komponen yang sama dengan nilai Eigenvalue > 1.0. 2. Besarnya nilai komunilitas item > 0.4. 3. Besarnya muatan faktor yang dimiliki oleh masing-masing item yang dapat dianggap signifikan adalah ≥ 0.5. Berdasarkan hasil analisis faktor terhadap konstrak persepsi karyawan tentang budaya perusahaan, komitmen, kepuasan kerja dan prestasi kerja menunjukkan masing-masing item konstrak terkelompok ke dalam satu faktor dengan nilai Eigenvalue > 1.0. Nilai masing-masing komunalitas > 0.4 dan muatan faktor masing-masing item ≥ 0.5. Unidimensionalitas masing-masing konstrak adalah sebagai berikut: (lihat tabel 1) Kesesuaian Model Pengukuran Kesesuaian model dievaluasi melalui berbagai kriteria goodness-of-fit yaitu pengukuran kesesuaian matriks input observasi atau aktual (kovarians atau korelasi) dengan prediksi model yang diajukan (Hair et.al., 1995 : 640). (lihat tabel 2) Berdasarkan hasil goodness-of-fit dapat disimpulkan bahwa hampir semua indeks goodness-of-fit yang digunakan mempunyai nilai yang memungkinkan untuk melakukan analisis atas parameter hasil estimasi. Analisis Model Struktural Berdasarkan koefisien estimasi, dilakukan pengujian hubungan-hubungan yang dihipotesiskan dengan uji-t, yaitu dengan membandingkan antara nilai t-kritis dengan t-value. Untuk menilai signifikansi suatu hubungan ditetapkan derajat signifikansi sebesar 0.05 dengan nilai kritis 1,98 untuk uji dua ekor. Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 11 Edisi Ekonomi & Sosial Tabel 1 Analisis Faktor Konstrak Penelitian Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Inovasi Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians INOVASI1 3.057 0.831 0.912 76.428 INOVASI2 0.703 0.839 INOVASI3 0.780 0.883 INOVASI4 0.743 0.862 Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Stabilitas Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians STABILITAS1 1.728 0.864 0.930 86.398 STABILITAS2 0.864 0.930 Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Penghargaan terhadap Karyawan Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians REWARD1 3.157 0.792 0.890 78.924 REWARD2 0.756 0.870 REWARD3 0.811 0.901 REWARD4 0.798 0.893 Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Orientasi Hasil Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians HASIL1 2.611 0.877 0.936 87.039 HASIL2 0.898 0.948 HASIL3 0.836 0.914 Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Orientasi pada Detail Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians DETAIL1 2.945 0.761 0.872 73.629 DETAIL2 0.706 0.840 DETAIL3 0.774 0.880 DETAIL4 0.705 0.839 Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Orientasi pada Tim Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 12 Edisi Ekonomi & Sosial TIM1 2.640 0.886 0.941 88.001 TIM2 0.875 0.935 TIM3 0.880 0.938 Konstrak Persepsi Karyawan tentang Budaya Keagresifan Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians AGRESIF1 3.383 0.846 0.920 84.564 AGRESIF2 0.819 0.905 AGRESIF3 0.867 0.931 AGRESIF4 0.850 0.922 Konstrak Komitmen Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians KOMITMEN1 2.491 0.816 0.903 83.025 KOMITMEN2 0.852 0.923 KOMITMEN3 0.823 0.907 Konstrak Kepuasan Kerja Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians PUAS1 3.303 0.781 0.884 82.579 PUAS2 0.854 0.924 PUAS3 0.836 0.914 PUAS4 0.832 0.912 Konstrak Prestasi Kerja Item Eigenvalue Komunalitas Muatan % Faktor Varians PRESTASI1 4.069 0.404 0.636 50.862 PRESTASI2 0.525 0.724 PRESTASI3 0.446 0.668 PRESTASI4 0.565 0.752 PRESTASI5 0.525 0.725 PRESTASI6 0.512 0.716 PRESTASI7 0.623 0.789 PRESTASI8 0.469 0.685 Sumber : Data Primer Diolah Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 13 Edisi Ekonomi & Sosial Tabel 2: Pengukuran Goodness-of-Fit Goodness-of-Fit Absolute Fit Measure Chi square (X2) Degree of freedom Significance level Goodness-of-fit index (GFI) Root mean square residual (RMR) Root mean square error of approximation (RMSEA) Indeks 12.82 1 0.00034 0.98 0.022 0.36 Incremntal Fit Measure Adjusted goodness-of-fit index Incremental fit index Normed fit index Comparative fit index Parsimonious Fit Measure Parsimonious normed fit index (PNFI) Parsimonious goodness-of-fit index (PGFI) Sumber : Data Primer Diolah Hasil penelitian menunjukkan 0.090 0.97 0.97 0.96 0.021 0.018 melalui berbagai pendekatan, terutama bahwa terdapat dimensi-dimensi budaya contoh yang berpengaruh maupun tidak terhadap pimpinan dapat menjadi role model dalam sikap dan perilaku karyawan yang meliputi perusahaan. Budaya yang terinternalisasi komitmen, kepuasan kerja dan prestasi dengan baik pada diri karyawan akan kerja. Namun dari hasil skor jawaban memberikan identitas bagi karyawan, cara responden menunjukkan kecenderungan pandang karyawan dalam membangun bahwa budaya perusahaan sudah dapat komitmen, kepuasan dan bepengaruh diterima dengan baik oleh karyawan. Oleh terhadap karena itu, nilai-nilai budaya tersebut keseluruhan. harus terus-menerus dari pihak prestasi pimpinan, perusahaan karena secara dikembangkan Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 14 Edisi Ekonomi & Sosial Tabel 3: Hasil Estimasi Parameter Terstandarisasi dalam Model Struktural Parameter Budaya inovasi terhadap komitmen Budaya stabilitas terhadap komitmen Budaya Penghargaan terhadap karyawan terhadap komitmen Budaya orientasi pada hasil terhadap komitmen Budaya orientasi detail terhadap komitmen Budaya orientasi tim terhadap komitmen Budaya keagresifan terhadap komitmen Budaya inovasi terhadap kepuasan Budaya stabilitas terhadap kepuasan Budaya Penghargaan terhadap karyawan terhadap kepuasan Budaya orientasi pada hasil terhadap kepuasan Budaya orientasi detail terhadap kepuasan Budaya orientasi tim terhadap kepuasan Budaya Keagresifan terhadap kepuasan Budaya inovasi terhadap prestasi Estimasi -0.47 0.62 -0.33 t-value -3.19 4.19 -2.84 t-kritis 1.98 1.98 1.98 Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan 0.21 1.51 1.98 0.82 6.08 1.98 Tidak signifikan Signifikan 0.07 0.56 1.98 -0.47 -2.73 1.98 Tidak signifikan Signifikan -0.35 0.43 -0.24 -4.25 5.11 -3.73 1.98 1.98 1.98 Signifikan Signifikan Signifikan 0.47 5.98 1.98 Signifikan 0.50 6.65 1.98 Signifikan 0.14 2.06 1.98 Signifikan 0.13 1.37 1.98 -1.16 -1.16 1.98 Budaya stabilitas terhadap prestasi 0.28 1.37 1.98 Budaya Penghargaan terhadap karyawan terhadap prestasi Budaya orientasi pada hasil terhadap prestasi Budaya orientasi detail terhadap prestasi -0.04 -0.30 1.98 0.41 2.07 1.98 Tidak Signifikan Tidak signifikan Tidak Signifikan Tidak signifikan Signifikan 0.38 1.79 1.98 Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 Tidak signifikan 15 Edisi Ekonomi & Sosial Budaya orientasi tim terhadap prestasi Budaya keagresifan terhadap prestasi Komitmen terhadap prestasi 1.48 1.48 1.98 -0.50 -1.50 1.98 -1.09 -1.09 1.98 Kepuasan terhadap prestasi -0.28 -1.09 1.98 Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Sumber: Data Primer Diolah Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Persepsi karyawan tentang budaya stabilitas dan orientasi detail berpengaruh positif signifikan sedangkan persepsi karyawan tentang budaya inovasi, penghargaan terhadap karyawan dan keagresifan berpengaruh negatif signifikan terhadap komitmen. 2. Persepsi karyawan tentang budaya stabilitas, orientasi pada hasil, orientasi detail dan orientasi tim berpengaruh positif signifikan sedangkan persepsi karyawan tentang budaya inovasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. 3. Persepsi karyawan tentang budaya orientasi hasil berpengaruh positif signifikan terhadap prestasi kerja. Saran 1. Untuk membangun komitmen, kepuasan kerja dan prestasi kerja karyawan, pihak manajemen harus menekankan nilai-nilai budaya yang ingin dikembangkan dengan memperhatikan aspek manusianya ( fundamental psikologis untuk berubah) untuk dapat mengikuti nilai-nilai budaya tersebut melalui: a) Pendekatan potensi manusiawi; yang berfokus pada sejumlah asumsi tentang manusia dan relationship mereka dalam perusahaan. b) Pendekatan sosial teknis; dengan asumsi perubahan merupakan integrasi aspek sosial dan teknis dari pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam perusahaan. c) Pendekatan TQM; dengan melibatkan komitmen semua fungsi perusahaan untuk berubah. 2. Perusahaan senantiasa mensosialisasikan nilai-nilai budaya mulai dari perekrutan karyawan baru, masa orientasi, program pelatihan dan pengembangan, program pemberian penghargaan interaksi antara manajemen dan karyawan sampai pada acara-acara ritual. Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 16 Edisi Ekonomi & Sosial DAFTAR PUSTAKA As’ad. , Moh., 2000. Psikologi Industri. Edisi Keempat, Liberty, Yogyakarta. Balfour, D.L. dan Bartos Wechsler, 1991. Commitment, Performance, And Productivity In Public Organization. Public Productivity & Management Review, Vol. 14, No. 14, pp. 355-367. Bavendam, J., 2000. Managing Job Satisfaction. Special Reports; Bavendam Research Incorporated, Vol. 6, Http://Www. Bavendam.Com Bliss, William G., 1999. Why Is Corporate Culture Important? Workforce, February, p .8-9 Chatman, J.A. Dan S.G. Barsade, 1995. Personality, Organizational Culture, And Cooperation: Evidance From A Business Simulation. Administrative Science Quarterly, Vol. 40, pp. 423-443. Dhamayantie, Endang, 2006. Persepsi Karyawan Tentang Budaya Perusahaan dan Dampaknya Terhadap Komitmen, Kepuasan dan Prestasi Kerja (Studi Pada Tiga BUMN di Pontianak). Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura. Vol. IV, No. 3 Juli, hal 18-36. Gomes, Gaustino C., 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama, Andi Offset, Yogyakarta. Hair Jr, J.F., et. al, 1995. Multivariate Data Analysis. Fourth Edition, Prentice Hall, New Jersey. Hofstede, G., B. Neuijen, D.D Ohavy, dan G. Sanders, 1990. Measuring Organizational Cultures: A Qualitative And Quantitative Study Across Twenty Cases.Administrative Science Quarterly, Vol. 35, No. 2, pp. 286-316. Kotter, J.P. dan James L. Heskett, 1997. Corporate Culture And Performance, Prenhallindo, Jakarta. Kreitner, R. dan Angelo Kinicki, 1992. Organizational Behavior. Second Edition, Richard D, Irwin, Boston. Luthans, F., 1995. Organizational Behavior. Mcgraw Hill, Singapore. Meglino, B. M., Elizabeth C. Ravlin dan Cheryl L. Adkins, 1989. A Work Values Approach To Corporate Culture. A Field Test Of The Value Congruence Process And Its Relationship To Individual Outcomes. Journal Of Applied Psychology, Vol 74, No. 3, pp. 424-432. Mondy, R, Wayne dan Robert M. Noe III, 1990. Human Resource Management. Fourth Edition, Allyn & Bacon, Boston. Mulajaya, H.R.P, 1995. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Dan Kepuasan Kerja. Tesis Program Pascasarjana Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Narayanan, V.K. dan Raghu Nath, 1993. Organizational Theory: A Stategic Approach. Richard D. Irwin Inc. Boston. Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 17 Edisi Ekonomi & Sosial Newstrom. J.W. dan Keith Davis, 1993. Organizational Behavior: Human Behavior At Work. Ninth Edition, Mcgraw-Hill, Singapore. Odom, R.Y., W. Rendy Boxx dan Mark G. Dunn, 1990. Organizational Cultures, Commitment, Satisfaction, And Cohesion. Public Productivity & Management Review, Vol. 14. No. 2, pp. 157-169. O’Neill, J.W., Laura L. Beauvais dan Richard W. Scholl, 1997. A Structure And Culture Model Of Organizational Behavior Variability Reduction. Paper Was Presented At The Annual Meeting Of The Management. O’Reilly III, C.A., J. Chatman Dan D.F. Caldwell, 1991. People And Oragnizational Culture: A Profile Comparison Approach To Assessing Person-Organization Fit. Academy Of Management Journal, Vol. 34, No. 3, pp. 487-516. Pragantha, Revi, 1995. Memperkuat Budaya Perusahaan Anda. Majalah Usahawan, No. 04, TH. XXIV, April, hal. 42-45. Pritchard, M.P., M.E. Havitz dan D.R. Howard, 1999. Analyzing the Commitment – Loyalty Link In Service Contexts, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 27, No. 3, pp. 333-348. Robbins, S.P., 1996. Perilaku Organisasi. Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jilid 1 Dan 2, Endisi Indonesia, Prenhallindo, Jakarta. Robinson, D., Linda Simourd dan Frank Porporino, 1999. Research On Staff Commitment: A Discussion Paner. Corectional Service Of Canada, Http://Www.Canada.Gc.Ca Schein, Ed. H., 1992. Organizational Culture And Leadership. Second Edition, JosseyBass, San Francisco. Schermerhorn Jr, J.R., James G. Hunt Dan Richard N. Osborn, 1991. Managing Organizational Management, Vol. 24, No. 4, pp. 479-504. Shadur, M.A., R. Kienzle, dan J.J. Rodwell, 1999. The Relationship Between Organizational Climate and Employee Perceptions of Involvement. Group & Organizational Management, Vol 24, No. 4, pp 479–504. Sobirin, Achmad, 2002. Strategi Perubahan Budaya Organisasi. Kajian Bisnis, No. 25 Januari-April, hal. 55-78. Smircich, L., 1983. Concept of Culture and Organizational Analysis. Administrative Science Quartely, Vol. 28, pp. 339-358. Stoner, J.A.F., R. Edward Freeman Dan Daniel R. Gilbert Jr., 1996. Manajemen. Jilid 1, Edisi Indonesia, Prenhallindo, Jakarta. Suprihanto, J., 1988. Penelitian Pelaksanaan Pekerjaan Dan Pengembangan Karyawan. BPFE, Yogyakarta. Triguno, 1997. Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan Yang Kondusive Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, PT Golden Terayon Press, Jakarta. Umar, Husein, 2000. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Edisi Revisi dan Perluasan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Jurnal Penelitian Universitas Tanjungpura Volume VII No.3 Juli 2007 18