ISSN 0215-8250 IMPLEMENTASI STRATEGI SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DENGAN BAHAN AJAR SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS I SLTP 6 SINGARAJA oleh Dewi Oktofa Rachmawati. Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui miskonsepsi, sikap ilmiah, hasil belajar, dan respon siswa sebagai implementasi pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris-induktif dengan bahan ajar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I SLTP 6 Singaraja tahun ajaran 2000/2001 yang jumlahnya 40 orang. Subjek penelitian diberi pembelajaran dengan strategi siklus belajar empirisinduktif dengan bahan ajar oleh guru fisika. Miskonsepsi siswa berkaitan dengan konsep usaha, suhu, dan pemuaian dikumpulkan melalui tes tulis bentuk uraian dan interviu klinis, yang dianalisis dengan metode konversi skor. Data tentang sikap ilmiah dan respons siswa dikumpulkan dengan metode kuesioner dan dianalisis dengan metode deskriptif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa (1) pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris-induktif dengan bahan ajar dapat menurunkan proporsi miskonsepsi siswa, (2) pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris-induktif dengan bahan ajar dapat meningkatkan kualitas sikap ilmiah dan hasil belajar siswa, (3) respon siswa terhadap pembelajaran fisika dengan strategi siklus belajar empiris-induktif dengan bahan ajar termasuk katagori baik. Kata-kata kunci : siklus belajar empiris-induktif, bahan ajar, sikap ilmiah, miskonsepsi ABSTRACT This study was aimed at finding out misconceptions, learning achievement, scientific attitude, and the students’ response as the implementation of the empirical-inductive learning cycle with the students’ book. The subjects of this research were 40 students of the first year of the SLTP 6 Singaraja in the academic year 2000/2001. The subjects participated in the teaching and learning process using the empirical-inductive learning cycle with the students’ book. The students’ misconception related to the concept of work, temperature, and thermal exspansion _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 were collected by using a written essay test and a clinical interview, and were analyzed descriptively. The students’ achievement scores were collected by a test and analyzed by score conversion. The data of scientific attitude and the students’ response were collected by an interview and a questionnaire and analyzed by using descriptive method. The results of the study indicated : 1) the empirical-inductive learning cycle with the students’ book could reduce the proportion of students’ misconception, 2) the empirical-inductive learning cycle with students’ book could improve the quality of scientific attitude and students’ achievement, 3) students’ response to the use of the empirical-inductive learning cycle with the students’ book fell in the good category. Key words : empirical-inductive learning cycle, students’ book, scientific attitude, misconceptions 1. Pendahuluan Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa SLTPN 6 Singaraja sampai saat ini, khususnya pada pelajaran fisika, masih menjadi sorotan banyak pihak di masyarakat. Nilai rata-rata fisika untuk siswa kelas IB untuk cawu I dan II tahun ajaran 2000/2001 berturut-turut adalah 6,3 dengan ketuntasan 68% dan 6,2 dengan ketuntasan 84% (Leger kelas I SLTPN 6 singaraja, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar untuk mata pelajaran fisika belum memenuhi apa yang diharapkan. Aktivitas serta respons siswa dalam mengikuti pelajaran fisika masih rendah (Jurnal kegiatan belajar mengajar fisika kelas I SLTPN 6 Singaraja, 2001). Hasil observasi dan analisis pendahuluan terhadap pembelajaran fisika yang telah dilaksanakan selama ini menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat mengarah pada penyebab rendahnya prestasi belajar siswa adalah adanya asumsi yang keliru dari para guru pengajar fisika, yang menganggap pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran pebelajar (guru). Metode ceramah dalam pembelajaran fisika sangat tidak sesuai dengan hakikat dari ilmu fisika yang mencakup aspek produk (ilmu), aspek proses, dan aspek sikap yang mengarah pada terbentuknya sikap ilmiah bagi yang mempelajari fisika. Siswa akan mengikuti pelajaran tidak dengan kepala kosong melainkan sudah penuh dengan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan materi pembelajarannya. Dengan pengalaman tersebut, pada diri siswa sebenarnya sudah _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 terbentuk intuisi mengenai peristiwa-peristiwa fisika dalam lingkungan sehari-hari yang berkaitan dengan materi fisika yang diajarkan. Untuk mengatasinya perlu diciptakan kondisi belajar yang kondusif. Salah satu langkahnya adalah mengetahui konsepsi awal siswa sebelum dilakukan pembelajaran. Konsepsi awal siswa bersifat pribadi dan sering tidak sesuai dengan konsep ilmiah ( Gustone, et al., 1992). Prinsip belajar-mengajar di atas menurut Ratna W. D. (1989) sesuai dengan prinsip mengajar model konstruktivis. Menurut Anton Lawson (dalam Ratna W.D. 1989) strategi pembelajaran model kontruktivis menggunakan Experience First Learning Cycle yang dikenal dengan siklus belajar empiris induktif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati hubungan, menyimpulkan dan menguji penjelasan yang mungkin ada. Implementasi siklus belajar empiris induktif ini juga dibantu dengan bahan ajar Bahan ajar yang berupa buku ajar adalah bahan-bahan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Buku ajar mempunyai struktur dan urutan yang bersistem, tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, rancangan kegiatan belajar mengajar, memotivasi siswa untuk belajar, mengantisipasi kesulitan belajar, memberi latihan yang cukup, menyediakan rangkuman, dan mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari siswa ( Sumarsono, 1996). Pembelajaran fisika yang hanya menekankan aspek produk tidak dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Perwujudan awal dari sikap ilmiah ditunjukkan oleh keinginan untuk mencari jawaban terhadap permasalahan melalui pengamatan langsung, melakukan percobaan, menguji suatu hipotesis (Narendra V., 1976). Siswa yang memiliki sikap ilmiah yang baik akan selalu terdorong untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar. Menurut Peter C. Gega, seperti disitir Sadia (1990), sikap ilmiah mencakup aspek-aspek : rasa ingin tahu, berpikir kritis, obyektif, terbuka terhadap kritik, adanya ketekunan, dan memiliki kemampuan menyelidiki. Kesempatan untuk menyelidiki secara langsung konsep-konsep dan hubungan untuk menjelaskan secara pribadi dan menafsirkan pengalaman dan untuk mengidentifikasi ide-ide sebelumnya diurut dalam suatu siklus belajar. Siklus belajar terdiri atas tiga fase, yaitu : fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 aplikasi konsep. Pada fase eksplorasi disediakan kesempatan bagi para siswa untuk menyuarakan gagasan mereka yang bertentangan dan dapat menimbulkan perdebatan dan suatu analisis mengenai mengapa mereka mempunyai gagasangagasan demikian. Fase kedua ialah pengenalan konsep, biasanya dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep atau konsep-konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki dan didiskusikan dalam konteks apa yang telah diamati dalam fase eksplorasi. Fase ketiga ialah aplikasi konsep. Pada fase ini disediakan kesempatan bagi para siswa untuk menggunakan konsep-konsep yang telah diperkenalkan untuk aplikasi konsep. Dalam upaya menumbuh kembangkan sikap ilmiah serta meningkatkan hasil belajar siswa, baik menyangkut proses maupun produk fisika, maka perlu dilakukan reformasi terhadap pendekatan dan strategi pembelajaran sains di sekolah. Salah satu strategi dalam pendidikan sains yang mungkin dapat memberikan solusi terhadap permasalahan di atas adalah strategi siklus belajar empiris induktif. Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi permasalahan yang disampaikan di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian tindakan sebagai berikut 1) Bagaimanakah kualifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsepkonsep fisika sebelum mendapat tindakan berupa strategi belajar empiris induktif dengan bahan ajar ? 2) Apakah startegi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar dapat mengubah miskonsepsi siswa menjadi konsep ilmiah ? 3) Apakah strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar dapat meningkatkan kualifikasi sikap ilmiah siswa ? 4) Apakah hasil belajar siswa meningkat setelah mendapat tindakan dengan strategi pembelajaran siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar ? 5) Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran fisika dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar ? Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) mendeskripsikan dan menganalisis kualifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep-konsep fisika, 2) mendeskripsikan dan menganalisis seberapa besar strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar dapat mengubah miskonsepsi siswa tentang konsep-konsep fisika, 3) mendeskripsikan dan menganalisis hasil belajar siswa setelah mendapat tindakan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar, 4) mendeskripsikan dan menganalisis kualifikasi sikap ilmiah siswa setelah _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar, 5) mendeskripsikan dan menganalisis respon siswa terhadap pembelajaran fisika dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada beberapa pihak 1) Kepada guru fisika penelitian ini memberikan strategi alternatif yang diharapkan dapat mengubah miskonsepsi siswa sekaligus dapat meningkatkan hasil belajar secara optimal 2) Kepada para pengambil kebijakanpenelitian ini memberi bahan pertimbangan dalam merancang dan mereorganisasi kurikulum, mengembangkan program pengajaran, dan strategi pembelajaran yang efektif, sehingga kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa dioptimalkan. 2. Metode Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IB SLTPN 6 Singaraja tahun pelajaran 2000/2001 yang berjumlah 40 orang, sedangkan objek dari penelitian ini adalah strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar, miskonsepsi, sikap ilmiah, hasil belajar, dan respons siswa terhadap pembelajaran fisika. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Pada siklus I dikaji pokok bahasan usaha dan pesawat sederhana, pada siklus II dan III dikaji suhu dan pemuaian. Masing-masing siklus mencakup beberapa tahapan, yaitu : perencanaan, pelaksanaan tindakan, evaluasi tindakan, dan refleksi. Tahap perencanaan tindakan meliputi : 1) menyelesaikan proses administrasi yang terkait dengan penelitian tindakan yang akan dilakukan, 2) menetapkan kelas yang akan dijadikan penelitian, 3) menetapkan jadwal penelitian, 4) Perancangan strategi siklus empiris induktif dengan bahan ajar, membuat skenario kegiatan untuk setiap siklus, 5) pembuatan instrumen berupa tes (tes awal dan tes akhir), kuesioner. Pelaksana tindakan di kelas adalah guru pemegang mata pelajaran fisika. Pelaksanaan tindakannya berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Langkah-langkah tahap pelaksanaan tindakannya adalah sebagai berikut. Pada pertemuan pertama, siswa diberikan tes awal untuk menjaring pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dikaji. Di samping tes awal, juga diberikan kuesioner sikap ilmiah untuk menjaring kualifikasi sikap ilmiah siswa sebelum tindakan. Langkah selanjutnya, siswa diberikan penjelasan _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 tentang pelaksanaan pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif. Pada pertemuan kedua dan ketiga dilaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar dengan urutan kegiatan: fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Pada pertemuan keempat, dilakukan evaluasi hasil belajar dengan memberikan tes akhir. Setiap pembelajaran guru dan dosen memonitor proses pelaksanaan tindakan. Setelah siklus I berakhir, pada siklus pembelajaran berikutnya butir 1 sampai butir 4 dilakukan kembali dengan perbaikan-perbaikan dari siklus sebelumnya. Evaluasi pada penelitian ini mencakup evalusi siklus, evalusi sikap ilmiah, evaluasi penurunan persentase miskonsepsi, evalusi hasil belajar dan evaluasi terhadap respon. Evaluasi siklus dilakukan pada setiap akhir siklus tindakan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siklus tindakan yang dilakukan dan untuk mengkaji kendala-kendala serta kelemahan-kelemahan siklus tindakan yang dilakukan sebagai bahan refleksi. Evalusi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dari tindakan pada penelitian ini, yang dilakukan pada akhir dari setiap siklus pembelajaran. Evaluasi sikap ilmiah dan evaluasi penurunan persentase miskonsepsi dilakukan pada akhir semua siklus pembelajaran, sedangkan evaluasi terhadap respon siswa dilakukan pada akhir semua siklus. Berdasarkan hasil evaluasi siklus dan monitoring yang dilakukan selama siklus pembelajaran berlangsung, maka untuk memperbaiki dan menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya dilakukan refleksi siklus menggunakan hasil-hasil monitoring. Data mengenai miskonsepsi siswa dikumpulkan dengan teknik tes awal, tes akhir dan pedoman interviu. Data tersebut dianalisis secara deskriptif menggunakan pemetaan persentase dan distribusi miskonsepsi sebelum tindakan dan akhir tindakan dengan indikator keberhasilan terjadinya penurunan persentase miskonsepsi. Data mengenai hasil belajar siswa dikumpulkan dengan teknik tes awal dan tes akhir, dan dianalisis dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan teknik skor raport SLTP sebagai berikut. Nilai 1 kategorinya sangat buruk ; nilai 2 buruk; nilai 3 sangat kurang; nilai 4 kurang ; nilai 5 tidak cukup ; nilai 6 cukup ; nilai 7 lebih dari cukup; nilai 8 baik; nilai 9 sangat baik ; dan nilai 10 kategorinya istimewa. Dengan indikator keberhasilan bila tercapai skor rata-rata cukup atau lebih. Data mengenai sikap ilmiah dikumpulkan dengan teknik _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 kuesioner dan dianalisis secara deskriptif dengan kriteria keberhasilan kualitas sikap ilmiah siswa termasuk kategori baik. Data mengenai respon siswa dikumpulkan dengan teknik kuesioner dan pedoman interviu, dan dianalisis secara deskriptif dengan kreteria keberhasilan respon siswa dalam kategori baik. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Hasil Penelitian Beberapa kualifikasi konsepsi pengetahuan awal siswa maupun konsepsi setelah tindakan yang berkait dengan usaha pada siklus I disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kualifikasi Pengetahuan Awal Siswa dan Perubahannya pada Siklus I No Kualifikasi Pengetahuan Awal Siswa soal 1 Tes Awal Tes Akhir (%) (%) Seorang anak mendorong gerobak dan gerobak berpindah sejauh 2 meter. Apakah anak melakukan usaha ? - anak itu melakukan usaha karena anak memberikan gaya 12,5 57,5 dan gerobak berpindah sejauh 2 meter. (konsep ilmiah) 2 - anak itu melakukan usaha karena anak memberikan gaya. (miskonsepsi) 42,5 20 - anak itu melakukan usaha karena gerobak berpindah . (miskonsepsi) 37,5 12,5 - lain-lain (tak menjawab) 7,5 7,5 0 45 42,5 30 Seorang siswa berpikir keras dalam ulangan fisika. Apakah siswa melakukan usaha ? - tidak ada usaha karena tidak ada gaya dan perpindahan. (konsep ilmiah) - ada usaha, karena siswa mengeluarkan gaya untuk berpikir. - (miskonsepsi) tidak ada usaha karena tak ada perpindahan. (miskonsepsi) 40 17,5 - lain-lain (tak menjawab) 2,5 2,5 Nilai maksimum sikap ilmiah siswa adalah 80, sedangkan nilai rata-rata sikap ilmiah siswa 63,6. Ini termasuk kualifikasi cukup. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I setelah mendapatkan tindakan adalah 6,83 dengan kategori lebih dari cukup. Daya serap siswa setelah tindakan 67,8%, dan ketuntasan belajar setelah tindakan 82,5%. _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 Hasil observasi yang diperoleh oleh peneliti pada siklus I sebagai berikut. 1) Siswa belum terbiasa mengikuti kegiatan percobaan, namun cukup antusias. 2) Siswa mengalami kesulitan dalam merancang percobaan sehingga pada siklus I lebih didominasi oleh guru. 3) Perwujudan sikap ilmiah belum dimiliki oleh siswa. 4) Siswa cukup aktif dalam diskusi kelompok. 5) Keberanian siswa mengajukan pendapat atau ide atau pertanyaan kepada guru kurang. 6) Beberapa siswa belum memahami penyusunan laporan. 7) Anggota kelompok terlalu banyak (6-8 orang) sehingga kegiatan percobaan belum optimal. 8) Kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep masih sangat kurang. 9) Penerapan pembelajaran dengan strategi belajar empiris induktif dengan bahan ajar menghabiskan waktu cukup banyak. Perbaikan yang dilakukan sebagai refleksi pada siklus I adalah berikut ini. 1) Siswa yang mengalami miskonsepsi hendaknya mendapat perhatian serius dalam pembelajaran. 2) Siswa diharapkan menyiapkan materi sebelum pelajaran dimulai. 3) Memberikan kesempatan sepenuhnya kepada siswa untuk menggunakan alat-alat laboratorium diluar jam-jam pelajaran fisika. 4) Perlu dirancang LKS yang komprehensif 5) Perlu ditanamkan sikap ilmiah. 7) Perlunya pertimbangan faktor waktu yang tersedia dalam penyusunan perencanaan pembelajaran. Kualifikasi konsepsi pengetahuan awal siswa maupun konsepsi setelah tindakan pada siklus II disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Kualifikasi Pengetahuan Awal Siswa dan Perubahannya Pada Siklus II No soal Kualifikasi Pengetahuan Awal Siswa Tes Awal Tes Akhir (%) (%) 1 Apakah indra perasa (kulit) dapat menentukan derajat panas dengan baik ? - tidak karena indra perasa (kulit) dapat menentukan derajat 25 77,5 panas yang berbeda. (konsep ilmiah) ya, karena indra perasa (kulit) dapat merasakan panas. 35 12,5 suhu. 30 10 merasakan 10 0 - (miskonsepsi) - dapat, karena (miskonsepsi) indra perasa - tidak, karena indra perasa panas/dingin. (miskonsepsi) peka tidak terhadap kuat _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 2 Mengapa raksa dipergunakan untuk mengisi termometer ?, - raksa mudah memuai, mengkilat, peka terhadap panas, tidak - membasahi dinding kaca, warnanya mengkilat sehingga mudah dilihat,cepat menyesuaikan suhu dengan suhu 65 92,5 - sekitarnya dan pemuaiannya teratur. (konsep ilmiah) raksa meresap pada termometer. (miskonsepsi) 10 2,5 - raksa menyusut bila dipanaskan. (miskonsepsi) 15 0 - Raksa dapat mengukur suhu tubuh. (miskonsepsi) 10 5 Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II setelah mendapatkan tindakan adalah 7,18 dengan kategori lebih dari cukup. Daya serap siswa setelah tindakan 71,8%, dan ketuntasan belajar setelah tindakan 87,5%. Hasil observasi yang diperoleh peneliti pada siklus II yang mengalami perubahan dari siklus I sebagai berikut. 1) Perwujudan sikap ilmiah siswa sudah mulai tampak, namun belum optimal. 2) Kendala waktu dalam penerapan pembelajaran dengan strategi belajar empiris induktif dengan bahan ajar sudah dapat diatasi. Perbaikan yang dilakukan sebagai refleksi pada siklus I dilakukan juga pada siklus II dengan mengkaji konsep-konsep yang betul-betul esensial dan strategis. Kualifikasi konsepsi pengetahuan awal siswa maupun konsepsi setelah tindakan pada siklus III disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Kualifikasi Pengetahuan Awal Siswa dan Perubahannya Pada Siklus III No soal Kualifikasi Pengetahuan Awal Siswa 1 Apabila kita memanaskan dua jenis zat cai (air dan minyak) Tes Awal Tes Akhir (%) (%) yang massanya sama dalam waktu yang sama pula, maka zat cair lebih dulu panas adalah : - minyak sebab koefisien muai minyak lebih besar. (konsep ilmiah) 32,5 - air, karena air lebih hangat. (miskonsepsi) 12,5 0 - air, karena air lebih cepat memuai. (miskonsepsi) air, karena air lebih cepat panas. (miskonsepsi) 37,5 17,5 15 2,5 _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 82,5 ISSN 0215-8250 2 Para tukang bangunan di dalam pemasangan kaca jendela tidak terlalu rapat : - sebab kalau hari panas kaca akan memuai, dengan 35 87,5 52,5 12,5 12,5 0 demikian kaca bisa pecah kalau dipasang rapat. (konsep ilmiah) - supaya udara bisa keluar masuk. (miskonsepsi) supaya memudahkan membuka jendela. (miskonsepsi) Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus III setelah mendapatkan tindakan adalah 7,50 dengan kategori baik. Daya serap siswa setelah tindakan 75%, dan ketuntasan belajar setelah tindakan 90,0%. Hasil observasi yang diperoleh oleh peneliti pada siklus III sebagai berikut. 1) Siswa sudah terbiasa mengikuti kegiatan percobaan, dan siswa semakin antusias mengikuti percobaan. 2) Siswa sudah bisa menggunakan alat dengan baik dan dapat mengikuti petunjuk praktikum tanpa banyak bimbingan oleh guru. 3) Sikap ilmiah siswa sudah tumbuh dan berkembang dengan baik, namun masih dapat ditingkatkan. 4) Anggota kelompok yang cukup banyak membuat kegiatan percobaan belum optimal. 5) Aplikasi konsep siswa pada kehidupan sehari hari belum optimal. Rata-rata nilai sikap ilmiah siswa adalah 76,1, termasuk kategori baik. Nilai rata-rata respon siswa terhadap pembelajaran usaha, suhu, dan pemuaian dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar adalah 62,5 dengan sebaran 38,3% sangat senang atau sangat baik, 40,5% senang atau baik, 19,7% cukup baik dan hanya 1,9% yang menyatakan kurang senang. 3.2 Pembahasan Pada siklus pertama miskonsepsi siswa yang berkaitan dengan konsep usaha berhasil dijaring sebanyak 14 tipe miskonsepsi. Pada siklus II dapat dijaring 22 tipe miskonsepsi yang berkaitan dengan konsep suhu, dan pada siklus II dapat dijaring 22 tipe miskonsepsi yang terkait dengan konsep pemuaian. Ini menunjukkan bahwa siswa sebelum memperoleh pelajaran disekolah telah memiliki sejumlah gagasan atau idea yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Gagasan atau idea yang mereka miliki masih banyak diwarnai _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 miskonsepsi. Rata-rata miskonsepsi yang berkaitan dengan konsep usaha, suhu, dan pemuaian berturut-turut adalah 67,5%, 56,5%, dan 56,7%. Setelah pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar, terjadi penurunan miskonsepsi masing-masing menjadi 29,6%, 15,0%, dan 15,0%. Dengan demikian, pemberian tindakan berupa pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar dapat mengubah proporsi miskonsepsi menjadi konsepsi yang ilmiah, yaitu pada siklus I sebesar 37,8%, pada siklus II sebesar 41,5% dan pada siklus III sebesar 41,7%. Meskipun telah diberikan tindakan, hanya sebagian miskonsepsi siswa yang bisa dituntaskan dan sebagian lagi miskonsepsi siswa bersifat resistan (bertahan). Sikap ilmiah siswa sebelum tindakan termasuk kualifikasi cukup. Belum optimalnya kualifikasi sikap ilmiah siswa ini karena selama ini pembelajaran fisika belum menciptakan suasana yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya sikap ilmiah siswa. Setelah diberikan tindakan pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar, kualifikasi sikap ilmiah siswa termasuk kategori baik. Adanya peningkatan kualifikasi sikap ilmiah siswa dari kategori cukup sebelum tindakan menjadi kategori baik setelah tindakan menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar dapat memberikan iklim yang subur untuk tumbuh dan berkembangnya kualitas sikap ilmiah. Nilai rata-rata hasil belajar fisika setelah dilakukan tindakan yaitu pada siklus I adalah 6,78 dengan kualifikasi lebih dari cukup dengan daya serap 67,8% dan ketuntasan belajar 82,5%. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 7,18 dengan kualifikasi lebih dari cukup dengan daya serap 71,8% dan ketuntasan belajar 87,5%. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 7,50 dengan kualifikasi baik dengan daya serap 75,0% dan ketuntasan belajar 90%. Secara deskriptif, hasil belajar siswa setelah tindakan mengalami peningkatan dari siklus I sampai dengan siklus III, baik pada nilai rata-rata, daya serap, maupun pada ketuntasan belajar. Jadi, pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar secara kualitatif cukup efektif meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil analisis respon siswa terhadap pembelajaran fisika dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar menunjukkan bahwa respon _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 siswa termasuk kategori baik. 98% siswa memiliki respon dan persepsi positif terhadap pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar. Siswa menyatakan sangat setuju dengan model pembelajaran ini, lebih menarik karena pelajaran menjadi bermakna, lebih mudah dipahami, lebih memotivasi, dan memberi peluang mengemukakan pendapat sangat banyak. Lebih kurang 1,7% siswa yang mengungkapkan bahwa siswa kurang tertarik atau responnya kurang terhadap pembelajaran dengan strategi siklus belajar empiris induktif dengan bahan ajar. 4. Penutup Berdasarkan hasil analisis data dan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1) Variasi pengetahuan awal siswa sangat kompleks dan sebagian besar masih diwarnai miskonsepsi (67,5% pada siklus I, 56,5% pada siklus II, dan 56,7% pada siklus III). Dalam penelitian ini, secara keseluruhan dijaring 56 tipe miskonsepsi dari konsep usaha, suhu, dan pemuaian. 2) Dengan implementasi strategi siklus belajar empirisinduktif dengan bahan ajar, sebagian miskonsepsi siswa dapat diubah menjadi konsepsi yang ilmiah, yaitu pada siklus I sebesar 37,8%, pada siklus II sebesar 41,5%, dan pada siklus III sebesar 41,7%. Sebagian lagi miskonsepsi siswa bersifat resistan yaitu sebesar 29,6% pada siklus I dan 15,0% pada siklus II dan III. 3) Dengan implementasi strategi siklus belajar empiris-induktif dengan bahan ajar kualitas sikap ilmiah siswa dapat ditingkatkan, yaitu dari katagori cukup sebelum tindakan menjadi katagori baik setelah diberikan tindakan. 4) Hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan strategi belajar siklus empiris-induktif dengan bahan ajar dapat ditingkatkan dari rata-rata hasil belajar 6,78 pada siklus I menjadi 7,18 pada siklus II, dan menjadi 7,50 pada siklus III. 5) Respon siswa terhadap pembelajaran fisika termasuk katagori positif (98,3%) dengan diterapkannya strategi belajar siklus empiris-induktif dengan bahan ajar. Berdasarkan temuan-temuan yang telah dikemukakan di atas disarankan hal sebagai berikut. 1) Identifikasi dan klarifikasi konsep-konsep esensial dan strategis hendaknya terus dilakukan secara berkesinambungan dan dikembangkan lagi sebelum pembelajaran dimulai, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merancang dan mengimplementasikan pembelajaran. 2) Pembelajaran dengan _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003 ISSN 0215-8250 tindakan berupa penerapan bahan ajar yang berorientasi pada strategi siklus belajar empiris induktif telah dapat meningkatkan kualifikasi sikap ilmiah, hasil belajar, dan menggiring respons siswa ke arah yang lebih baik dalam pembelajaran oleh karena itu hendaknya tindakan seperti ini dilakukan secar kontinu dan dikembangkan terus DAFTAR PUSTAKA Gustone, Richard F. 1990. Children’s Science At Decade of Development in Constructivist View of Science Teaching and Learning. ASJT. Vol. 36, No.4 Narendra Vaidya. 1976. The Infact Science Teaching. Calcuta: Oxford & IBH Publishing Co. Peter C. Gega. 1977. Science In Elementry Education. Canada : John Wiley and Sons Inc. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Penerbit Erlangga Sumarsono. 1996. Penulisan Buku Ajar. (Makalah disajikan pada Loka Karya Penulisan Buku Ajar di STKIP Singaraja). Sadia W. dkk. 1990. Dampak Pengajaran Fisika dengan Metode DiscoveryInquiry terhadap Sikap Ilmiah, Konsep Diri dan Sifat Mandiri, serta Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Jurusan A1 SMA Negeri se Propensi Bali. Laporan Penelitian Universitas Udayana Denpasar. _________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 1 TH. XXXVI Januari 2003