DAFTAR ISI Kurikulum Berbasis Kompetensi Ilmu-Ilmu Dasar I. Latar Belakang ................................................................................................................ A. Hakekat Bidang Ilmu-Ilmu Dasar .............................................................................. B. Perkembangan Ilmu-Ilmu Dasar ................................................................................ C. Inti Bidang Ilmu-Ilmu Dasar ...................................................................................... II. Kondisi Yang Dihadapi dan Kompetensi Lulusan …………………………………….. III. Strategi Pembelajaran ..................................................................................................... Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Pertanian I. Latar Belakang ................................................................................................................ A. Hakekat Bidang Ilmu Pertanian ................................................................................. B. Perkembangan Bidang Ilmu Pertanian ...................................................................... C. Inti Bidang Ilmu Pertanian ......................................................................................... II. Kompetensi Lulusan Bidang Pertanian ………………………………………............... III. Strategi Pembelajaran dan Evaluasi ................................................................................ IV. Penutup ........................................................................................................................... Pustaka .................................................................................................................................... Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Kesehatan I. Latar Belakang ................................................................................................................ II. Lingkup dan Tujuan Pendidikan Kesehatan …………………………………................ III. Landasan Penyusunan Kurikulum .................................................................................. IV. Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan ............................................................................... V. Kompetensi Utama Lulusan Bidang Kesehatan .............................................................. Penjabaran Kompetensi Utama ...................................................................................... VI. Strategi Pembelajaran ..................................................................................................... VII. Evaluasi dan Pembelajaran ............................................................................................. Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Ilmu Sosial I. Latar Belakang ................................................................................................................ A. Hakekat Bidang Ilmu Sosial ....................................................................................... B. Perkembangan Bidang Ilmu Sosial ............................................................................ C. Inti Bidang Ilmu Pertanian ......................................................................................... II. Kondisi Yang Dihadapi dan Kompetensi Lulusan …………………………………….. III. Kurikulum Bidang Ilmu Sosial ....................................................................................... IV. Strategi Pembelajaran ..................................................................................................... Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Teknik I. Latar Belakang ................................................................................................................ A. Hakekat Bidang Ilmu Teknik ...................................................................................... B. Perkembangan Bidang Ilmu Teknik ........................................................................... C. Inti Bidang Ilmu Teknik .............................................................................................. II. Menyusun Kompetensi Bidang Teknik ……………………………………………….. Contoh Rumusan Kompetensi Utama ............................................................................. III. Kurikulum Bidang Bidang Teknik ................................................................................. IV. Strategi Pembelajaran dan Evaluasi ................................................................................ V. Penutup ............................................................................................................................ 1 1 2 3 4 5 9 9 12 12 14 15 17 17 18 19 20 20 21 21 25 26 27 27 27 28 29 30 31 33 33 35 36 36 37 38 39 41 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI BIDANG ILMU-ILMU DASAR I. LATAR BELAKANG A. Hakekat Bidang Ilmu Dasar Sejarah kehidupan manusia berkembang seiring dengan perkembangan sains dan teknologi yang menjadi landasan para filosof dalam menemukan teori untuk menjelaskan fenomena kehidupan di jagad raya. Oleh karena itu bidang ilmu-ilmu dasar (Matematika. Biologi, Fisika, dan Kimia) seringkali dianggap menjadi dasar berpijak perkembangan sains dan teknologi agar mampu mendorong perkembangan bidang IPTEKS terapan yang berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Pertumbuhan penduduk dunia yang relatif tinggi telah menimbulkan dampak serius terhadap kebutuhan sandang, pangan dan papan yang memadai sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Selain itu seiring dengan perkembangan tingkat peradaban kehidupan maka kebutuhan manusia juga semakin kompleks dan cenderung bergeser ke arah produk berbasis teknologi (technology-based products). Pada gilirannya perkembangan sains dan teknologi juga akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu adalah wajar jika saat ini juga terjadi perubahan tuntutan para pengguna (stakeholders) lulusan dengan latar belakang pendidikan bidang sains dan teknologi terhadap kompetensi yang dapat diberikan untuk mampu melaksanakan tugas di dunia kerja secara lebih profesional. Dalam era digital saat ini perubahan mendasar telah terjadi di hampir semua sektor kehidupan manusia mulai dari hulu hingga hilir. Kecanggihan teknologi satelit telah mampu membantu manusia dalam meramal terjadinya perubahan cuaca sehingga proses bercocok tanam, proses transportasi maupun upaya penyelamatan kehidupan manusia dan binatang dapat dilakukan lebih dini atau disesuaikan dengan kebutuhan. Selain itu kegiatan komunikasi (telepon, TV) dan ekonomi, semisal transaksi finansial melalui perbankan saat ini dapat dilakukan tanpa hambatan dimensi jarak dan waktu, sehingga otomatis terjadi pula pergeseran terhadap kompetensi yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja bagi para lulusan di bidang sains dan teknologi. Selain itu bidang ilmu hayati juga terjadi pergeseran yang sangat nyata dengan adanya perkembangan teknologi peralatan sehingga dapat digunakan dalam proses pemetaan gen sebagai dasar perkembangan pengetahuan rekayasa genetika. Selain itu pesatnya perkembangan bioteknologi saat ini tidak terlepas dari kontribusi perkembangan di bidang kimia bahan dan proses sehingga ikut andil dalam perkembangan pemahaman dunia kedokteran modern saat ini dalam menjelaskan timbulnya kasus-kasus penyakit degeneratif atau akibat kelain gen. Sebagai konsekuensi perkembangan bidang sains dan teknologi, institusi penyelenggara pendidikan tinggi bidang sains dan teknologi (ilmu-ilmu dasar) juga menghadapi tantangan besar dalam hal rekonstruksi kurikulum serta metode pembelajaran terutama dengan terjadinya peningkatan jumlah peminat sehingga menuntut perubahan isi bahan ajar agar dapat diadaptasikan dalam kondisi proses 1 pembelajaran massal (mass education). Rekonstruksi kurikulum tidak hanya bertujuan untuk menjawab permintaan pasar kerja (market signals) namun juga harus mampu menjawab visi ilmiah (scientific visions) agar dapat menyiapkan para lulusan dalam tataran menciptakan lapangan kerja. Berkaitan dengan hal itu patut disadari bahwa bidang sains dan teknologi menjadi dasar berpijak perkembangan berbagai disiplin ilmu terapan seperti pertanian, keteknikan, kedokteran, ekonomi maupun bidang ilmu sosial lainnya. Oleh karena itu bidang sains dan teknologi harus mampu merubah paradigma pembelajaran dari yang bersifat abstrak (seperti matematika) menjadi bersifat riil, dari yang bersifat monodisiplin menjadi multidisiplin atau integritas disertai dengan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal sebagai jawaban terhadap globalisasi. Selain itu kurikulum bidang sains dan teknologi juga diharapkan dapat menyiapkan peseta didik untuk memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan kerja maupun jenis pekerjaan yang dihadapi. Dengan demikian hakikat bidang ilmu-ilmu dasar adalah menyiapkan peserta didik untuk mengembangkan sains dan teknologi yang dapat memacu perkembangan bidang ilmu sains dan teknologi terapan, ekonomi maupun sosial yang dimanfaatkan sepenuhnya untuk tujuan peningkatan harkat dan martabat manusia melalui berbagai upaya dalam kehidupan nyata. B. Perkembangan Bidang Ilmu-ilmu Dasar Perkembangan peradaban manusia dalam kaitannya dengan sains dan teknologi lebih banyak terjadi pada abad ke-20 dibandingkan dengan abad ke-2 sebelumnya. Perkembangan bidang ilmu-ilmu dasar pada abad ke-20, hampir separuhnya didominasi oleh perkembangan ilmu fisika. Hal ini tidk terlepas dari perkembangan teori atom yang berkembang pada abad ke-19 serta awal abad ke- 20 sehingga saat ini diakui bahwa ilmu atom menjadi kunci pemahaman tentang ilmu bahan. Pada perkembangan selanjutnya penemuan radioaktif diikuti dengan berkembangnya teori relativitas serta teori kuantum. Penemuan-penemuan utama tersebut menjadi pemicu perkembangan di berbagai sektor kehidupan selama abad ke-20 dengan menghasilkan dampak nyata berupa ditemukannya bahan-bahan baru, alat elektronik serta berbagai bidang lain yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Paul Caro (1993) dalam bukunya berjudul : ”La roue des Sciences” (The wheel of science), Albin Michel, France, Chapter VI telah menyampaikan bahwa kita telah menyaksikan bagaimana ilmu fisika dapat memanfaatkan uap untuk mesin, kemudian fisika juga mampu memanfaatkan elektron dan photon untuk kepentingan umat manusia. Pada paruh kedua abad ke-20, kita telah ikut menyaksikan bahwa bidang ilmu hayati telah menarik perhatian dunia dengan perkembangan di bidang sel dan jaringan. Melalui bantuan perkembangan kecanggihan peralatan (instrumen) serta biokimia, bidang ilmu hayati telah berubah statusnya dari ilmu alam atau ilmu observasi menjadi ilmu eksperimen yang ditandai secara monumental oleh temuan tentang diskripsi model molekuler DNA oleh Watson dan Crick pada tahun 1953. Temuan ini tidak diragukan lagi menjadi landasan bagi perkembangan saat ini di bidang biokimia dan genetika sehingga mampu mendorong kemajuan spektakuler di bidang kedokteran. 2 Pada akhirnya saja sepertiga terakhir abad ke-20 ditandai dengan perkembangan di bidang komputasi yang menampilkan kalkulator elektronik pertama merek ENIAC pada tahun 1946 dan saat ini dengan ditemukannya teknologi komputer pada awal tahun 1970 telah mampu merubah perilaku manusia dalam berhitung, memperoleh informasi maupun berkomunikasi. Dewasa ini kita semua ikut merasakan bagaimana pesatnya perkembangan teknologi digital sehingga penggunaan telepon selular seiring ditemukannya teknologi serat optik telah merubah kehidupan manusia di jagad raya ini dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Perkembangan semua ini telah menimbulkan pertanyaan mendasar tentang apa yang telah dan akan berubah dalam hal kurikulum serta metode pembelajaran untuk bidang ilmu-ilmu dasar guna menjawab terjadinya dua perubahan utama selama abad ke-20, yaitu pertama, meningkatnya spesialisasi dan diversifikasi disiplin ilmu yang menyebabkan timbulnya celah yang oleh para ilmuwan disebut “teluk (gulf)” antara komunitas ilmiah dengan komunitas lainnya. Perubahan kedua ialah meningkatnya interpenetrasi diantara sains dan teknologi serta antara riset dasar dan terapan sehingga menjadi sulit untuk membuat suatu garis demarkasi antara bidang ilmu-ilmu dasar dengan bidang lainnya dalam menentukan agenda riset dan sebagai konsekuensinya juga masalah isi dan metode pembelajaran. C. Inti Bidang Ilmu-Ilmu Dasar Dewasa ini bidang ilmu-ilmu Dasar umumnya terdiri dari 4 ilmu dasar : 1. Matematika. 2. Biologi. 3. Fisika. 4. Kimia. Dalam perkembangannya ilmu matematika murni telah melahirkan program studi baru yaitu statistika, dan ilmu komputer. Sementara itu ilmu biologi telah melahirkan program studi baru di bidang ilmu hayati seperti ilmu pertanian yang akhirnya memisahkan diri. Ilmu fisika murni juga telah mengalami perkembangan sehingga saat ini dikenal program fisika murni, fisika terapan (antara lain fisika nuklir). Bidang ilmu kimia juga mengalami perkembangan sangat pesat sehingga lahir program studi baru yaitu teknologi kimia, kimia industri dan bahkan di ITB jurusan farmakologi berada di fakultas ilmu-ilmu dasar. Menurut Ella Yulaewati (2000) tujuan dari kurikulum bidang sains di Indonesia adalah: Untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, keterampilan dan sikap. Untuk mengembangkan proses keterampilan dalam proses penguasaan dan penerapan pengetahuan ilmiah dan teknologi, konsep dan hasil penemuan. Untuk mengembangkan kemampuan dalam hal menerapkan pengetahuan, pemahaman serta keterampilan di bidang sains dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup, serta memfasilitasi kemajuan melalui proses pengalaman belajar bagi peserta didik. 3 Untuk mendorong berkembangnya kemampuan intelektual, fisik, pengendalian emosi pembelajar serta tercapainya kesejahteraan sosial (social well being). Memperhatikan uraian di atas serta hasil studi perbandingan dari berbagai negara di dunia sebagaimana dilaporkan dalam konferensi International Pendidikan yang diselenggarakan di Jenewa pada tanggal 5-8 September 2001, maka inti pendidikan bidang ilmu-ilmu dasar di masa yang akan datang seyogyanya mencakup bahasan tentang : Makhluk hidup (Living beings). Bahan (Matter). Energi (Energy). Alam jagad raya, langit, bumi serta lingkungan (The universe, space, Earth, environment). Selain itu juga ditemukan di beberapa negara lain bahwa bidang sains juga membelajarkan masalah: Sains dan teknologi dalam aktivitas kehidupan manusia (Science and technology in human activity). Udara, air dan tanah (Air, water and soil). Teknik dan instrumentasi (Techniques and instruments). Sejarah kehidupan dan sains (the history of life and sciences). Berdasarkan masalah di atas maka inti bidang ilmu-ilmu dasar seyogyanya terdiri atas: Biologi Kimia Fisika Matematika Dengan penekanan pada proses pembelajaran yang lebih mengutamakan perolehan pengalaman (experience) terhadap fakta di lapang sehingga akan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten di bidangnya serta memiliki keterampilan lunak (soft skills) yang relevan dengan tantangan jaman. II. KONDISI YANG DIHADAPI DAN KOMPETENSI LULUSAN Seiring dengan perkembangan bidang sains dan teknologi yang semakin canggih dewasa ini, persaingan di dunia kerja juga semakin ketat. Oleh karena itu kompetensi lulusan bidang ilmu-ilmu dasar juga akan mengalami tuntutan perubahan. Dari berbagai sumber kepustakaan diperoleh informasi bahwa kompetensi yang diharapkan bagi para lulusan ialah penguasaan di bidang pengetahuan sains, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan di masa mendatang. 4 Berkaitan dengan hal tersebut kompetensi di bidang sains dan teknologi diharapkan dapat diukur melalui unjuk kerja dalam hal : Pemahaman (understanding) Menguasai teori, kemampuan analitis, dan pemecahan masalah Keterampilan menggunakan alat serta memahami prosedur kerja rutin Kemampuan meneliti sumber daya alam Kemampuan berkomunikasi Uraian di atas apabila diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional di Indonesia sebagaimana tercantum dalam UU No. 20/2003, Bab II pasal 2, maka kompetensi bagi lulusan di bidang ilmu-ilmu dasar adalah: 1. Bertaqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan kenegaraan dan kebangsaan. 2. Mampu memahami fenomena alam serta dampaknya bagi kehidupan umat manusia di alam jagad raya melalui cara berpikir logis, sistimatis dan kritis sehingga dapat mencari alternatif solusi pemecahan masalah secara kreatif dan inovatif. 3. Kompeten dalam prinsip dasar biologi, matematika, fisika dan kimia serta sosial ekonomi sebagai dasar pengembangan ilmu-ilmu terapan. 4. Kompeten dalam pengoperasian peralatan yang relevan dengan disiplin ilmu serta menerapkannya dalam kegiatan nyata sebagai bagian dari prosedur rutin suatu pekerjaan/kegiatan. 5. Kompeten dalam hal melakukan eksperimen baik yang bersifat eksploratif maupun laboratoris terhadap fenomena alam serta mampu mengkomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan dengan para stakeholders. 6. Memiliki sikap profesional, bermoral, beretika, berestetika serta kepedulian terhadap masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat serta kepedulian terhadap lingkungan dan berjiwa enterpreneur. III. STRATEGI PEMBELAJARAN Proses pembelajaran sudah saatnya bergeser dari sekedar mentransferkan ilmu menjadi mengkonstruksikan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga problem based learning atau experience based learning menjadi penting untuk dijadikan sebagai standar pembelajaran bidang ilmu-ilmu dasar untuk saat ini. Untuk itu, strategi pembelajaran harus runtut dan sistematis mengacu kepada pembelajaran yang mencakup langkah-langkah : 1. Mengingat 2. Memahami 3. Mengaplikasikan 5 4. Menganalisa 5. Mengevaluasi 6. Berkreasi Tahap paling tinggi dari proses pembelajaran yang akan dicapai adalah mengkreasikan sesuatu menjadi bahan yang memiliki nilai tambah bagi kemakmuran manusia. Seluruh pembelajaran bidang ilmu-ilmu dasar harus mampu menumbuhkan rasa cinta pada objek alam semesta. Tumbuhnya rasa cinta di bidangnya akan menjadikan lulusan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap bidang ilmu-ilmu dasar. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang berorientasi pada masalah yang terdapat di alam raya harus mendapat perhatian penuh dan dilakukan secara sungguhsungguh, terbimbing dan terjadwal dengan baik serta memperhatikan beban sks yang memadai. Beberapa proses pembelajaran yang mendukung problem based learning di bidang ilmu-ilmu dasar : 1. Menyelenggarakan diskusi interaktif mengenai problem aktual, sehingga dosen lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan mahasiswa dirangsang untuk berpartisipasi dalam pola interaktif, sehingga memungkinkan adanya umpan balik secara langsung. 2. Menggunakan media audio visual terutama ditujukan untuk kasus khusus, yang tidak ditemui di lapangan sekitar, atau untuk memberikan pemahaman yang lebih baik. 3. Mengasah kemampuan berfikir, keterampilan mengolah informasi, keterampilan berkomunikasi, memecahkan masalah khusus dan keterampilan kontekstual. 4. Meningkatkan keterampilan teknis dan prosedural, kemampuan membaca SOP dan mengerjakan hal-hal teknis di laboratorium dan di lapangan. 5. Meningkatkan peran serta mahasiswa dalam kelompok untuk meresolusikan konflik, bekerja dalam kelompok, memimpin kelompok, berkomunikasi antar individu dan kelompok serta memahami adanya ketentuan-ketentuan dan peraturan yang harus ditaati serta mampu menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai efisiensi dan efektifitas sebuah proses pada bidang sains dan teknologi. Metode lain yang dapat dianjurkan ialah pembelajaran berbasis pengalaman (experience-based learning) yang oleh Gibbons dan Hopkins (1980)1 dipetakan dalam suatu skala sebagaimana disajikan pada gambar berikut ini. 6 Figure 3. Gibbon’s Scaleto Measure the Level of Experience in-based Program Melalui pembelajaran berbasis pengalaman pemahaman terhadap fenomena alam yang terkadang bersifat abstrak akan lebih mudah aktualisasikan oleh peserta didik sehingga akan mempengaruhi tingkat kompetensi bidang studi yang bersangkutan. Untuk mencapai tingkat kompetensi tertentu proses pembelajaran juga akan dipengaruhi oleh aktivitas pembelajaran yang lazim disebut metode instruksional dimana proses pembelajaran berlangsung. Tabel di bawah ini menunjukkan sekuen pembelajaran untuk mencapai tingkat kompetensi tertentu. Menurut Kolb siklus pembelajaran dimulai dari experiental education, concrete experience, reflextive observation, abstract conceptualization dan active experimentation. Svinicki and Dixon Kolb Model Klob Dengan Komponen Aktivitasnya Experiential Education Concrete Experience Instructional Methodology/ Learning Activities Laboratories Observations Primary Text Reading Simulations/Ga mes Field Work Trigger Films Readings Problem Sets Examples Reflective Observation Abstract conceptuallization Logs Journals Discussion Lectures Papers Model Building Brainstorming Thought Question Rhetorical Question Projects Active Experimentation Simulations Case Studies Laboratory Field Work Projects Analogies Homework 7 Model Manajemen Pembelajaran Siklus Pembelajaran berbasis penjualan (The Experiental learning Cycle) Model di atas memberikan implikasi bahwa peserta didik memiliki pengalaman konkrit, diikuti oleh observasi reflektif, kemudian pembentukan konseptualisasi abstrak sebelum pada akhirnya melakukan eksperimen aktif untuk menguji prinsip baru yang tengah berkembang. 8 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI BIDANG PERTANIAN I. LATAR BELAKANG A. Hakekat Bidang Ilmu Pertanian Pertanian merupakan kegiatan usaha pengelolaan sumber daya alam yang berkaitan dengan tanah, tanaman, dan hewan (termasuk ikan) untuk memperoleh hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai pangan, sandang, papan dan pakan untuk kepentingan industri, perdagangan, estetika dalam rangka memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Adanya paradigma bahwa pertanian merupakan sebuah sistem sosiokultural-teknis untuk menghasilkan dan memanfaatkan biomassa secara berkelanjutan dengan memanen energi surya melalui manipulasi agroekosistem, telah menjadi dasar pemahaman ”pertanian sebagai ilmu”. Oleh karena ada paradigma tersebut, maka yang melandasi ilmu pertanian adalah konsep efisiensi, ekonomis, dan efektif. Dengan demikian ilmu pertanian dijalankan dengan teknik yang tertib prosedur, tata laksana dan tatacara dalam suatu usaha tani yang teratur (Sabihan dan Muliyanto, 2004). Pertanian sebagai ilmu dicirikan oleh adanya (i) cakupan formal pertanian, dan (ii) cakupan material pertanian. Ilmu pertanian dikembangkan atas dasar fenomena kehidupan yang berkembang di abad XXI, yaitu berupa : 1. Pertanian berkelanjutan. 2. Perubahan pola kehidupan dari basis pertanian ke basis industri dan seterusnya ke basis informatika. 3. Kehidupan yang didorong ke arah perbaikan peradaban berkebudayaan. Pertanian berkelanjutan berbasis pada perwujudan (i) interspecies equity (pengembangan produk yang sudah ada dari dulu, dan tidak musnah karena adanya perkembangan baru ilmu dan teknologi), (ii) intergeneration equity (mampu mempertahankan lingkungan baik dari penggunaan lahan, obat-obatan) (iii) intergroup equity (berlakukanya ketentuan WTO). Di sisi lain perubahan pola kehidupan berbasis pertanian ke industri dan kemudian informasi dicirikan dari elemen pembedanya yaitu (a) pelaku pertanian, (b) produksi, (c) asas pemanfaatan sumberdaya, (d) pengerak, (e) teknologi, (f) komunikasi dan (g) kesepakatan. Sementara perubahan kehidupan yang didorong ke arah perbaikan peradaban berkebudayaan dicirikan dengan unsur-unsur universal, yang terdiri dari (i) sistem religi dan kebudayaan, (ii) sistem organisasi kemasyarakatan, (iii) sistem pengetahuan, (iv) sistem bahasa (komunikasi audio visual secara verbal literal), (v) kesenian, (vi) sistem mata pencaharian hidup dan (vii) sistem teknologi dan peralatan. Ketiga elemen cakupan formal ilmu pertanian tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dan bersifat interdependen teknologi yang digunakan yaitu berupa teknologi yang embedded dengan kebudayaan karena pertanian (sistem matapencaharian) dan sistem teknologi merupakan elemen-elemen universal dari 9 kebudayaan. Teknologi ini dinamakan teknologi sepadan bukan teknologi tepat guna. Kasus revolusi hijau menggunakan teknologi berasaskan utilitarian karena adanya rasa kekhawatiran kekurangan pangan dunia. Akhirnya teknologi revolusi hijau menimbulkan berbagai macam konflik untuk menjaga keberlanjutan kehidupan. Sehubungan dengan ini, muncullah teknologi budidaya tanaman organik, pemberdayaan masyarakat, teknologi pupuk organik yang memerlukan investasi tinggi untuk mengembangkannya. Dalam hal cakupan formal bidang ilmu pertanian perlu ditata kembali sesuai dengan fenomena perubahan pertanian. Lebih lanjut dikaji bahwa pengelompokkan atas dasar hampiran teknologi (Fakultas Teknologi Pertanian dan jurusannya) dan hampiran analisis (Jurusan Tanah, Jurusan Hama dan Penyakit, Jurusan Sosial Ekonomi, Jurusan Gizi Masyarakat dll.) seyogyanya diganti karena sudah tidak sesuai dengan hampiran pengembangan pertanian sebagai sebuah sistem. Dengan demikian penyederhanaan program studi di bidang pertanian menjadi perlu adanya. Sejauh ini asas yang tetap berlaku adalah asas fatalistik, karena hampiran pertanian adalah hampiran dengan objek material kehidupan. Cakupan ilmu pertanian adalah terpadu (integrated farming system), yang secara realita telah membudaya di masyarakat pertanian rakyat dalam bentuk pertanian polivalen. Sistem pertanian polivalen yang membudaya di masyarakat dapat tumbuh dan bertahan karena secara ekosistem sesuai dengan kawasan muson tropis dan asas keberlanjutan kehidupan masyarakat. Sistem pertanian polivalen terusik, bahkan rusak, karena penerimaan asas utilitarian dalam pertanian menjadi revolusi hijau (sekarang masih dianut oleh pengambil kebijakan pertanian), ketahanan pangan masyarakat (terutama para petani) menjadi menurun, pemanfaatan sumberdaya alam tidak dapat efektif dan efisien, serta petani menjadi objek pembangunan bukan subjek pembangunan. Tantangan yang dihadapi bidang pertanian tidak hanya untuk meningkatkan aspek efisiensi dan produktivitas, melainkan juga memperluas keanekaragaman produk pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan, memperkuat keterkaitan bisnis antara bidang pertanian dengan industri, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan ragam bisnis dalam sektor pertanian dan perdagangan termasuk distribusi dan transportasi. Sehubungan dengan itu, diperlukan pengelolaan sumberdaya hayati yang lestari yang sarat dengan muatan pengetahuan untuk kepentingan masyarakat mulai dari kegiatan produksi, pengolahan, dan pendistribusiannya secara berkesinambungan. Namun kenyataan yang dihadapi saat ini adalah kondisi lingkungan yang semakin memprihatinkan yang ditunjukkan oleh semakin seringnya terjadi bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan serangan berbagai hama penyakit pada beragam tanaman dan hewan baik yang ada di perairan maupun yang ada di darat. Hal ini berakibat sangat buruk kepada kehidupan petani dengan adanya gagal tanam, gagal panen, produktivitas rendah, rendemen hasil yang sangat rendah, yang mengakibatkan pendapatan petani semakin rendah. Sementara penduduk dunia dan juga di Indonesia semakin meningkat, sangat berkaitan erat dengan segala aspek kehidupan di dalamnya termasuk pengadaan 10 bahan untuk keperluan sehari-hari dari hasil pertanian. Perubahan jumlah penduduk dan distribusi bahan pokok serta berbagai ragam karakter manusia akan mempengaruhi ketahanan suatu negara apabila tidak berada dalam keadaan seimbang. Potensi konflik akan semakin besar manakala terjadi kelangkaan pangan, sandang, meningkatnya pengangguran, kerusakan lingkungan hidup yang berujung kepada terjadinya kelangkaan kebutuhan dasar manusia. Manakala ada ketimpangan pemilikan lahan antara petani dan non petani, dan kebijakan yang bersifat menekan desa tetapi menguntungkan kota, maka sudah pasti akan mengakibatkan dampak negatif terhadap produktivitas. Apabila produktivitas rendah maka akan berdampak pada industrialisasi yang tidak berkelanjutan yang mengakibatkan pada melemahnya sektor industrialisme, bukan industrialisasi. Sehubungan dengan hal itu, pendidikan di bidang ilmu dan teknologi pertanian seyogyanya mengambil peran untuk membangkitkan pertanian sebagai sektor unggulan di Indonesia. Melalui tenaga terdidik yang berkompeten di bidangnya, pertanian akan maju yang didukung dengan kebijakan pemerintah yang memiliki keberpihakan kepada petani dan pertanian. Pendidikan pertanian harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kepedulian dan cinta terhadap pertanian. Pembelajaran yang dilakukan seyogyanya dapat membangkitkan semangat dan cinta profesi pertanian. Hal ini perlu didukung oleh tenaga-tenaga pengajar yang juga mampu membangkitkan suasana pembelajaran dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk senantiasa berpihak pada kesejahteraan masyarakat tani. Tidaklah mengherankan jika lulusan pertanian enggan bekerja di pertanian karena selama proses pembelajaran tidak ditumbuhkan rasa cinta dan motivasi untuk terjun ke dalam profesi di bidang pertanian. Lemahnya hubungan antara penelitian di bidang pertanian dengan pendidikan merupakan hal yang menganggu dalam perkembangan ilmu pertanian itu sendiri. Tidak ada alasan untuk tidak menjadikan sektor pertanian sebagai sektor unggulan di Indonesia untuk ketahanan nasional, karena dukungan sangat besar dari sumberdaya hayati, iklim, lokasi dan jumlah penduduk. Beberapa hal terkait dengan ketahanan nasional diantaranya adalah penyediaan pangan, energi yang berbasis pada sumber daya alam, penyediaan lapangan kerja dan kelestarian fungsi dan mutu lingkungan (Sabiham dan Muliyanto, 2004). Hal ini memerlukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengelola pertanian yang dimulai dari memahami karakteristik dan potensi sumber daya hayati yang berkaitan dengan produksi dan kualitas biomassa. Sehubungan dengan ini, diperlukan pergeseran paradigma pendidikan tinggi pertanian untuk lebih memfokuskan pada (1) pemenuhan kebutuhan nasional, (2) peningkatan substitusi bahan impor dan (3) peningkatan volume dan nilai ekspor. Dengan demikian tidak hanya aspek produktivitas dan efisiensi usaha tani saja yang menjadi materi pembelajaran tetapi sudah menyangkut aspek lingkungan, quality awareness dan juga perdagangan internasional serta pembangkitan berbagai kreatifitas yang mampu 11 menghasilkan inovasi dan temuan baru dalam rangka pendekatan produksi pertanian yang ramah lingkungan, dan berkelanjutan. B. Perkembangan Bidang Ilmu Pertanian Fokus pengembangan ilmu pertanian berubah-ubah sesuai dengan tuntutan kehidupan pada jamannya. Pada era 60-an, ilmu pertanian difokuskan pada peningkatan produksi dan manajemen, sehingga ada sub bidang ilmu sosial dan ekonomi yang mulai masuk di pertanian. Sub bidang tersebut mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan (a) pengelolaan dan produksi, (b) sosiologi pedesaan dan penyuluhan pertanian, (c) politik dan hukum, (d) tataniaga pertanian, (e) koperasi, dan (f) ekonomi dan statistik. Kemudian tahun 70-an, sub bidang sosial ekonomi pertanian mengarahkan kepada perusahaan pertanian dan penyuluhan pertanian pada tahun 80-an masuk unsur sumber daya ke dalam bahasan sosial ekonomi. Bersamaan dengan itu, terminologi agribisnis dan agroindustri masuk ke dalam pertanian sebagai penyokong pembangunan pertanian yang mengarah pada industrialisasi dan perdagangan. Pola pikir agroindustri muncul dalam Simposium Agroindustri I yang idenya berlandaskan pada pendekatan kemakmuran yang meyakini bahwa agroindustri merupakan revolusi nilai tambah yang menyempurnakan sukses pertanian. Para pakar agroindustri mengelompokkan pertanian ke dalam tiga kelompok yaitu (a) first generation of agriculture yang ditandai dengan output benih dan bibit, (b) second generation ditandai dengan output hasil pertanian dari kegiatan budidaya dan (c) third generation ditandai dengan hasil olah pertanian yang dinamakan agroindustri. Mereka yakin bahwa agroindustri akan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Dengan masuknya ilmu dan teknologi komputer, dan ilmu sistem, maka pertanian semakin kompleks, ditambah lagi dengan adanya perkembangan bioteknologi di luar negeri yang juga dikembangkan di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati, maka ilmu pertanian semakin kompleks. C. Inti Bidang ilmu pertanian. Kompleksitas dalam ilmu pertanian berimbas pada pendidikan yang semakin spesifik, terutama pada kemampuan yang dibentuk oleh pendidikan itu sendiri yang menghasilkan lulusan berkemampuan spesifik. Kemampuan spesifik bagi sarjana strata 1 kurang menguntungkan manakala mereka menjadi job seeker, karena ternyata pengguna menginginkan kemampuan lulusan yang generalis di bidang pertanian. Kemampuan pengelolaan hulu sampai hilir sangat diminati oleh para pengguna saat ini, karena memiliki karakteristik high value, low cost. Artinya walaupun pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai lulusan tidak mendalam, namun dengan sedikit peningkatan kemampuan melalui pelatihan mereka akan cepat beradaptasi, mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan baik, karena ilmuilmu dasar yang dimilikinya cukup memenuhi persyaratan minimal untuk dikembangkan. Dalam rangka menjawab tantangan dalam menghadapi era globalisasi, fokus pertanian Indonesia masih perlu diarahkan kepada: (a) peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, (2) mengurangi impor melalui penciptaan teknologi untuk menghasilkan bahan-bahan substitusi impor terutama untuk bahan-bahan pokok 12 seperti gula, beras dan minyak goreng, dan (3) peningkatan kualitas produk dalam rangka peningkatan volume dan nilai ekspor dan pengurangan penolakan di pasar luar negeri. Sejalan dengan itu, pendidikan tinggi pertanian perlu melakukan pergeseran paradigma, karena mobilitas tenaga kerja semakin tinggi, jasa layanan pendidikan tinggi juga dapat melampaui batas-batas negara, sehingga pendidikan tinggi pertanian harus mampu menciptakan keunggulan komparatif. Pendidikan pertanian di Indonesia harus mampu menciptakan sumberdaya manusia yang mampu mengidentifikasi, mengelola sumber daya hayati dan mengembangkannya demi kesejahteraan manusia, terutama masyarakat Indonesia. Pendidikan tinggi pertanian yang sementara ini lebih ditekankan pada pembidangan yang spesifik, perlu diperbaiki ke arah yang lebih generalis, sehingga memungkinkan lulusan memiliki kemampuan yang dapat mensolusikan masalah pertanian secara holistik, namun menganut norma-norma berkehidupan yang berpihak pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Nasution (1985) mengatakan bahwa sarjana pertanian pada tahun 2000 harus berperan sebagai penghantar teknologi dan pelaku bisnis pertanian. Dengan demikian seyogyanya ilmu-ilmu yang mendasari pertanian adalah biologi, kimia, fisika, matematika, dan ilmu tatalaksana serta kemasyarakatan. Bidang ilmu pertanian untuk strata 1 saat ini dibagi ke dalam sub bidang yang sangat beragam yaitu : 1. Ilmu tanah 2. Ilmu hama dan penyakit tanaman 3. Budidaya pertanian 4. Sosial - ekonomi 5. Teknologi hasil pertanian 6. Teknik pertanian 7. Teknologi industri pertanian 8. Gizi masyarkat 9. Teknologi pangan Berdasarkan telaah dan bahasan di bagian pendahuluan, seyogyanya pertanian di masa yang akan datang mengarah kepada sistem pertanian terpadu yang berkelanjutan (integrated farming system) berwawasan lingkungan yang didasari oleh ilmu : 1. Biologi/agronomi mencakup ilmu tanah, ilmu hama dan penyakit serta budidaya mencakup di dalamnya ilmu perbenihan dan pemuliaan. 2. Sosial, ekonomi, manajemen dan budaya. 3. Keteknik pertanian dan teknologi paska panen untuk pangan dan non pangan. Dengan demikian seorang lulusan dari bidang pertanian harus mampu mengintegrasikan ilmu dan teknologi menajdi pertanian terpadu yang berwawasan 13 lingkungan. Objeknya boleh jadi tanaman atau hewan (ikan dan ternak), baik untuk kepentingan bahan pangan ataupun non pangan. II. KOMPETENSI LULUSAN BIDANG PERTANIAN Menurut Manuwoto (2005) sumber daya manusia pertanian masa depan adalah SDM yang memahami dan dapat menerapkan serta mengembangkan ilmuilmu dan teknologi pertanian dalam menciptakan dan mengelola sistem pertanian nasional sebagai bagain dari pertanian global yang produktif, efisien, bernilai tambah dan berkelanjutan untuk kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya dijelaskan bahwa sumber daya manusia pertanian seharusnya berkualitas dengan kriteria memiliki (1) intelektual tinggi, (2) memahami pembangunan pertanian berkelanjutan, (3) memahami perdagangan dan bisnis dunia, (4) memahami kewiraswataan, (5) berperan dengan percaya diri di dalam lingkungan kerja yang modern, (6) memiliki kemampuan beradaptasi dengan berbagai perubahan dan (7) mampu bekerjasama dengan bangsa sendiri dan bangsa lain. Karakteristik tersebut diperlukan manakala bangsa dan khususnya petani Indonesia dihadapkan pada berbagai keadaan di era globalisasi, terutama fakta adanya ketidakseimbangan pertanian dunia. Negara berkembang mengalami kekurangan pangan, tidak ada kebijakan untuk proteksi dan rendahnya daya saing komoditas. Di sisi lain, terjadi ketidakseimbangan perdagangan dunia dimana terjadi ekspor yang besar-besaran dari negara maju yang telah memenuhi standar internasional akibat dari produk-produk yang diolah dengan teknologi tingkat tinggi, produk bernilai tambah dan pelayanan prima. Sementara ekspor negara kita masih rendah akibat kualitas bahan baku yang rendah, teknologi yang digunakan masih rendah dan padat karya. Untuk itu, perlu ada pergeseran paradigma dalam proses pendidikan pertanian ke arah yang lebih berbudaya pertanian, cinta pertanian dan bekerja untuk kemakmuran bangsa. Dengan demikian bentuk srtruktur kompetensi di bidang ilmu pertanian adalah : 1. Kompetensi utama : (i) Mampu menentukan sistem pertanian pilihan, (ii) Mampu berbudaya sesuai dengan sistem pertanian pilihan, (iii) Mampu menjaga dan/atau mempertahankan keunggulan komparatif serta kompetitif hasil produk/layanan jasa pertanian yang dihasilkan, (iv) Mampu mengelola teknologi sepadan yang diterapkan, serta (v) Mampu memasarkan hasil/layanan jasa pertanian. 2. Kompetensi pendukung: kemampuan yang memperkuat kompetensi utama, 3. Kompetensi khas/lainnya: kemampuan khas yang memperkuat penguasaan kompetensi utama dan pendukung dalam berkarsa dan berkarya di masyarakat, sesuai dengan pilihan hidupnya. 14 Kompetensi di bidang pertanian ditetapkan oleh masyarakat terinstitusi pengguna hasil pendidikan tinggi, bukan PT sendiri. Struktur kompetensi yang diajukan hanya merupakan tawaran atau rambu-rambu bagi masyarakat untuk mengembangkannya. Buku ini tidak menyebutkan rincian kompetensi bidang pertanian karena fungsi buku ini hanya sebagai acuan dalam perbaikan dan pengembangan kurikulum bidang pertanian. Kebebasan dan kreatifitas penyusunan kompetensi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat terinstitusi dan kemampuan perguruan tinggi masingmasing untuk menuangkannya dalam bentuk kurikulum. Tugas perguruan tinggi adalah menggunakan sinyal-sinyal yang diperoleh dari masyarakat terinstitusi atau pemangku kepentingan (stakeholders). Kurikulum bidang pertanian disusun untuk membekali tercapainya kompetensi para lulusan di kehidupan bidang pertanian nyata. III. STRATEGI PEMBELAJARAN DAN EVALUASI Proses pembelajaran sudah saatnya bergeser dari mentransferkan ilmu menjadi mengkonstruksikan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga problem based learning menjadi penting adanya. Mahasiswa harus cukup waktu dan bimbingan untuk memecahkan masalah-masalah pertanian dari mulai pembenihan, pemuliaan, penanaman yang efisien, pemeliharaan yang efektif dan penanganan pasca panen serta mendistribusikannya kepada konsumen secara tepat waktu dan tetap berkualitas. Untuk itu, strategi pembelajaran harus runtut dan sistematis mengacu kepada proses pembelajaran (menurut teori Bloom yang diperbaiki) mencakup langkah-langkah : 1. Mengingat 2. Memahami 3. Mengaplikasikan 4. Menganalisa 5. Mengevaluasi 6. Berkreasi Tahap paling tinggi dari proses pembelajaran yang akan dicapai adalah menciptakan sesuatu menjadi bahan yang memiliki nilai tambah bagi kemakmuran bangsa. Seluruh pembelajaran bidang pertanian harus mampu menumbuhkembangkan rasa cinta pada objek pertanian. Tumbuhnya rasa cinta di bidangnya akan menjadikan lulusan memiliki kepedulian yang tinggi. Oleh karena itu, proses pembelajaran berorientasi lapangan harus mendapat perhatian penuh dan dilakukan secara sungguh-sungguh, terbimbing dan terjadwal dengan baik serta memperhatikan beban sks yang memadai. Beberapa proses pembelajaran yang mendukung problem base-learning di bidang pertanian : 1. Menyelenggarakan diskusi interaktif mengenai problem aktual, sehingga dosen lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan mahasiswa dirangsang untuk berpartisipasi dalam pola interaktif, sehingga memungkinkan adanya umpan balik secara langsung. 15 2. Menggunakan media audio-visual terutama untuk kasus khusus, yang tidak ditemui di lapangan sekitar, atau untuk memberikan pemahaman yang lebih baik. 3. Mengasah kemampuan berfikir, keterampilan teknis dan prosedural, kemampuan membaca SOP dan mengerjakan hal-hal teknis di laboratorium dan di lapangan. 4. Meningkatkan peran serta mahasiswa dalam kelompok untuk meresolusikan konflik, bekerja dalam kelompok, memimpin kelompok, berkomunikasi antar individu dan kelompok serta memahami adanya ketentuan-ketentuan dan peraturan yang harus ditaati serta mampu menggunakan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mencapai efisiensi dan efektifitas sebuah proses pada bidang pertanian. Proses pembelajaran tersebut di atas diarahkan agar lulusan memiliki kemampuan untuk memfungsikan pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (Manuwoto, 2005) yaitu : 1. Penyedia lapangan kerja 2. Penyedia pangan 3. Penyedia pakan 4. Penyedia serat 5. Penyedia produk kesehatan 6. Penyedia produk estetika 7. Penyedia energi 8. Pelestari nilai sosial budaya 9. Pelestari fungsi lingkungan Proses pembelajaran perlu diikuti dengan proses evaluasi yang memadai, yang diyakini dapat mengukur kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa (lihat Gambar dibawah ini). 16 Gambar di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran dan evaluasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pada KBK bidang pertanian, evaluasi dapat dilakukan melalui evaluasi hasil dan evaluasi proses. Pada dasarnya proses pembelajaran pada bidang pertanian harus mengedepankan student center learning, dimana mahasiswa menjadi pusat pembelajar yang dirangsang agar aktif dalam mengkonstruksikan ilmu pertanian melalui berbagai metode pembelajaran dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menumbuhkan cinta pada profesi pertanian melalui praktek-praktek lapangan yang menyenangkan. Dosen sebagai fasilitator dituntut kreatif untuk menciptakan suasana pembelajaran, responsif terhadap isu aktual, mengoptimalkan sumber daya yang ada dan menciptakan alat bantu pembelajaran yang efisien dan efektif. IV. PENUTUP Buku ini tidak semata-mata untuk membatasi para pengelola dan pendidik bidang pertanian, namun bermaksud untuk membantu pengembangan kurikulum berbasis kompetensi di bidang pertanian. Dalam pengembangan KBK terbuka kreatifitas dosen untuk mengembangkan proses pembelajaran dan proses evaluasinya yang disesuaikan dengan sumber daya yang ada tanpa mengabaikan kualitas pendidikan. Dengan hati yang tulus, pemikiran yang cemerlang, kerja keras dan kerjasama antara pelaku pendidikan, kualitas pendidikan bidang pertanian dapat ditingkatkan, yang ditopang dengan kerjasama yang baik dengan pihak lain dari masyarakat terinstitusi. Oleh karenanya, hubungan baik dan komunikasi yang tersistem pemangku kepentingan bidang pertanian senantiasa perlu dilakukan. Semoga buku ini bermanfaat. PUSTAKA Anderson, O.W. dan krathwohl, D.R., 2000. A. Taxonomy for Learning, Teaching and Asessing. Manuwoto S., 2005. membangun Sumberdaya Manusia Pertanian Masa Depan. Makalah pada Diskusi di Depdiknas (Juli). Jakarta. Manuwoto S., 2005. Upaya Peningkatan Kualitas Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pascasarjana IPB. Makalah pada rapat Kerja Peningkatan Kalitas Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan SPs IPB. Bogor. Nasoetion, A.H., 1985. Daun daun Berserakan. PT. Inti Sarana Aksara. Jakarta Sabiham, S. Dan Muliyanhto, B. 2004. Paradigma baru Pengembangan Pendidikan Tinggi Pertanian Indonesia dalam buku Pertanian Mandiri. Penebar Swadaya. Jakarta. 17 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI BIDANG KESEHATAN I. LATAR BELAKANG Dampak adanya globalisasi, keterbukaan, kebebasan demokrasi, rasionalisasi berpikir dan budaya kompetisi/persaingan dalam beberapa tahun terakhir ini telah mempengaruhi dunia pendidikan. Akibat yang timbul yaitu terjadinya perubahanperubahan yang bersifat sangat cepat dalam penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan di Indonesia. Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan, dituntut untuk dengan cepat merespon proses yang kompleks dan berkelanjutan dalam menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan dapat bekerja sesuai dengan bidang ilmunya dan diterima di masyarakat secara baik dan benar. Dengan kata lain Perguruan Tinggi (PT) harus menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang kompeten berstandar nasional maupun international di bidangnya. Lulusan tenaga kesehatan yang kompeten dengan standar internasional, pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya saing bangsa (HELTS : Higher Eduation Long Terms Strategy :2003-2010), sehingga mampu bersaing dengan tenaga kesehatan dari luar negeri dan dapat diterima bekerja di seluruh dunia termasuk di negeri sendiri. Dengan begitu, ketika AFTA yang diberlakukan pada tahun 2008, persaingan bebas dunia kesehatan di dunia international sudah dapat diantisipasi lebih dini. Dalam rangka mengantisipasi ini, maka harus ada perubahan-perubahan yang bersifat inovasi, reorientasi, reorganisasi, reformasi dan pengembangan pendidikan kesehatan. Semua perubahan tersebut harus menuju terciptanya dan tercapainya kepuasan stakeholders. Kepuasan ini tercapai apabila penyelenggara Pendidikan Kesehatan di Indonesia mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dengan standar nasional bahkan international dengan mengacu pula pada upaya mencapai Indonesia Sehat 2010 (SK Menteri Kesehatan RI No. 1457./MOH/SK/X/2003). Untuk mencapai itu, maka diperlukan perubahan paradigma pendidikan dengan konsekuensi perlu disempurnakannya kurikulum pendidikan tinggi tenaga kesehatan yang lebih menitikberatkan pada proses pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa dan berorientasi pada kompetensi bidang kesehatan yang mengacu pada standar tenaga kesehatan nasional dan internasional. Kurikulum tenaga kesehatan dalam hal ini diartikan sebagai sekumpulan kompetensi yang perlu dikuasai dan dicapai oleh seseorang dalam rangka mencapai tujuan program pendidikan tenaga kesehatan. Sekumpulan kompetensi tersebut dalam realitanya dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang relevan dengan tuntutan kompetensi program. Kurikulum dalam hal ini bukan semata-mata daftar mata kuliah yang perlu dipelajari mahasiswa tetapi lebih merupakan sekumpulan pengalaman belajar yang dirancang sesuai dengan 18 kompetensi tertentu, untuk diberikan dan dialami mahasiswa selama mengikuti program pendidikan. Pada dasarnya, kurikulum pendidikan tenaga kesehatan sebagian besar sudah mengarah pada competence-based oriented, sebagai contoh pendidikan kedokteran (profesi) yang telah dikembangkan oleh asosiasi profesi kedokteran dan mengacu pada Standar Global Pendidikan Dokter. Walaupun kurikulum pendidikan dokter/sarjana kedokteran sudah berbasis kompetensi, tetapi pada tataran implementasinya masih banyak ditemukan proses pembelajaran yang belum konsisten denga tuntutan KBK. Oleh karenanya, di pendidikan bidang kedokteran diperlukan adanya perguruan tinggi pembina. Sehingga penyempurnaan kurikulum program pendidikan tenaga kesehatan harus lebih diarahkan pada penataan perancangan program pembelajarannya yang berorientasi pada mahasiswa dengan menyediakan pengalaman belajar yang relevan dengan tuntutan KBK. Bekal akademik pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengarahkan peserta didik pada kemampuan memberikan pelayanan kesehatan. Kemampuan semacam ini akan terbentuk secara utuh apabila ditunjang oleh penguasaan mahasiswa terhadap ilmu kesehatannya sendiri, lalu berdasarkan ilmunya tersebut mereka harus terampil menangani berbagai kasus dan harus mampu berkomunikasi serta berempati pada penderita/keluarga/masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat. Tanpa keutuhan kompetensi seperti itu, belum tentu seorang lulusan pendidikan tenaga kesehatan dapat bekerja secara profesional. Permasalahannya sekarang, bagaimana institusi pendidikan tinggi kesehatan merancang suatu program pembelajaran yang mampu mengantarkan lulusannya untuk mengeksekusi kompetensi-kompetensi di bidang kesehatan yang tersedia di masyarakat. Sesuai dengan SK Dirjen Dikti maka terminal program pendidikan kedokteran adalah dokter (bukan sarjana kedokteran). II. LINGKUP DAN TUJUAN PENDIDIKAN KESEHATAN Pendidikan Kesehatan mencakup pendidikan kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan dan kesehatan masyarakat. Keempatnya mempunyai kesamaan yang sangat dekat, hanya berbeda dalam konsentrasi dan pendalamannya. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan klinik yang harus dimiliki sarjana keperawatan, sebanding dengan dimiliki kedokteran/kedokteran gigi, dengan sasaran (misalnya) kemampuan mengenali masa-masa/masalah kritis penderita, dan menentukan tindakan perawatan selanjutnya yang harus dilakukan. Masalah kritis/tidaknya, didapat berdasarkan kemampuan menganalisa hasil laboratorium dan kemampuan mengenali paparan klinik penderita. Bagi pendidikan kesehatan masyarakat maka ”penderita” bisa berbentuk suatu masyarakat dalam kaitannya dengan manajemen sistem kesehatan termasuk di dalamnya program pencegahan primer dan sekunder. Program Pendidikan Tinggi Kesehatan di Indonesia bertujuan melaksanakan program pendidikan bagi mahasiswa, melalui serangkaian program pembelajaran untuk menyelesaikan kurikulum pendidikan kesehatan. Lulusannya diharapkan mempunyai kemampuan pengetahuan, keterampilan klinik dan sikap perilaku yang profesional, yang dapat mengakusisi standar pendidikan profesi, berperan sebagai 19 tenaga kesehatan yang mampu memberikan pelayanan primer dalam suatu sistem pelayanan kesehatan secara nasional dan mampu bersaing secara global. Selain itu kompetensi yang dimiliki harus terus-menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. III. LANDASAN PENYUSUNAN KURIKULUM 1. SKB antara Menteri Pendidikan Nasional dengan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, No. 3/U/SKB/2001, No. 232/Menkes-kesos/SKB/III/2001, tentang Pendidikan Tinggi Kedokteran. 2. Renstra Program Studi - Perguruan Tinggi. 3. Visi dan Misi Program Studi - Perguruan Tinggi. 4. Higher Education Long Term Strategy 2003 – 2010. 5. Kepmendiknas No.232/U/2000 tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kepmendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi. 6. SK Ditjen DIKTI, No.1386/D/T/2004 tentang Pengelolaan Pendidikan Tinggi Kedokteran. 7. SK Menteri Kesehatan RI No. 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. 8. Undang-Undang RI No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 9. Standar Global Pendidikan Dokter. World Federation of Medical Education mengeluarkan Basic Medical Education dengan menetapkan : The curriculum and instructional methods SHOULD ensure that students have responsibility for their learning process and SHOULD prepare them for life-long, self directed learning. Basic sciences and clinical sciences SHOULD be integrated in the curriculum IV. TANGGUNGJAWAB TENAGA KESEHATAN Pada semua tahap pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier, tanggung jawab tenaga kesehatan adalah: 1. Melakukan kegiatan profesinya dalam suatu sistem pelayanan kesehatan sesuai dengan kebijaksanaan umum pemerintah, mencakup : a. Mengenal, merumuskan dam menyusun prioritas masalah kesehatan masyarakat sekarang dan yang akan datang, serta berusaha dan bekerja untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut melalui perencanaan, implementasi dan evaluasi program-program yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilititatif. b. Memecahkan masalah kesehatan penderita/masyarakat dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan klinik dan laboratorium, serta observasi dan pencatatan yang baik untuk mengidentifikasi, mendiagnosa, melakukan 20 tindakan medik, melakukan usaha pencegahan, meminta konsultasi, mengerjakan usaha rehabilitasi masalah kesehatan penderita dengan berlandaskan etika dan hukum, serta mengingat aspek jasmani, rohani dan sosial budaya. c. Bekerja selaku unsur pimpinan maupun pelaksana dalam suatu tim kesehatan. d. Mendidik dan mengikutsertakan taraf kesehatannya. 2. Meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya sesuai konsep pendidikan berkelanjutan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Memelihara dan mengembangkan kepribadian dan sikap yang diperlukan untuk kelangsungan profesinya seperti integritas, rasa tanggung jawab, dapat dipercaya serta menaruh perhatian dan penghargaan terhadap sesama manusia. V. KOMPETENSI UTAMA LULUSAN BDIANG KESEHATAN Kompetensi-kompetensi yang perlu dimiliki oleh lulusan bidang kesehatan, yaitu: 1. Mampu berkomunikasi secara efktif. 2. Mampu melakukan praktek klinik dasar. 3. Mampu melakukan praktek kesehatan/individu atau komunitas (keluarga) dengan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi. 4. Mampu melakukan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinir dan mampu bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer. 5. Mampu memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi. 6. Mampu menerapkan etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik kesehatan (kedokteran). 7. Selalu mawas diri dan melakukan pengembangan diri/belajar sepanjang hayat. Penjabaran Kompetensi Utama 1. Kemampuan berkomunikasi secara efektif, meliputi kompetensi : 1.1 Umum : Mampu berkomunikasi secara verbal dan non-verbal serta menjadi pendengar yang efektif dengan konsentrasi, jelas, sensitif dan efektif berdasar paradigma komunikasi ilmiah untuk membantu pengelolaan penderita serta mampu bekerja sama secara produktif dengan penderita, keluarganya, masyarakat, sejawat dan profesi terkait. 1.2 Khusus : 1.2.1 Mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi (berdasarkan paradigma yang berlaku) untuk menetapkan dan mempertahankan 21 pengobatan lengkap dan hubungan tenaga kesehatan dan pasien yang etikal. 1.2.2 Mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi (berdasarkan paradigma yang berlaku) untuk mendapatkan, memberikan, maupun bertukar informasi 2. Kemampuan melakukan Praktek Klinis Dasar, meliputi kompetensi 2.1 Mampu memperoleh dan mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan konsektekstual. 2.2 Mampu melakukan pemeriksaan fisik dan mental secara komprehensif dan lengkap. 2.3 Mampu memilih metode dan melakukan pemeriksaan penunjang secara tepat dalam konteks pelayanan kesehatan primer. 2.4 Mampu menganalisa hasil pemeriksaan fisik, mental dan pemeriksaan penunjang secara tepat. 3. Kemampuan melakukan praktek kesehatan keluarga dengan menerapkan dasardasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi, meliputi kompetensi : 3.1 Mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang penyelesaian masalah kesehatan secara ilmiah berdasarkan pengertian ilmu biomedik, klinik perilaku, komunitas terkini. 3.2 Mampu menyusun rencana intervensi berdasarkan pemahaman ilmiah dan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran berbasis bukti dalam praktik kedokteran/kesehatan. 3.3 Mampu mengindentifikasi masalah kesehatan yang mendesak dan potensi ancaman yang ditimbulkan. 3.4 Mampu mengkonseptualisasi proses patofisiologis dari masalah kesehatan tersebut. 3.5 Mampu melakukan diagnosis masalah kesehatan. 3.6 Mampu merancang dan mempresentasikan rencana pengobatan. 3.7 Mampu menentukan dan meyakinkan efektifitas dari intervensi yang akan diterapkan. 3.8 Mampu menerangkan landasan patofisiologi dari terapi yang dipilih serta hasil yang diharapkan kepada teman sejawat, pasien dan keluarganya. 4. Kemampuan mengelola masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat dalam konteks pelayanan kesehatan primer, meliputi kompetensi : 4.1 Mampu mendiagnosis, menatalaksana, dan melakukan pencegahan masalahmasalah kesehatan yang sering dijumpai pada individu, keluarga dan masyarakat secara komprehensif, holistik, berkesinambungan dengan melalui kerjasama dengan mereka. 22 4.2 Mampu menyusun daftar masalah, melaksanakan pemeriksaan, memilih dan melaksanakan pemeriksaan, memilih dan melaksanakan intervensi dengan konsultasi dan rujukan yang dibutuhkan, memonitor kemajuan, membagi informasi, mendidik, serta menyesuaikan terapi dan diagnosis sesuai hasil referal. 4.3 Mendiagnosis masalah kesehatan yang sering terjadi pada individu dan keluarganya, serta menangani masalah kesehatan yang sering terjadi pada individu dan keluarganya. 4.4 Mengintegrasikan tindakan pencegahan untuk menghasilkan penanganan kesehatan induvidu dan keluarganya yang komprehensif. 4.5 Memonitor kemajuan penderita dan memodifikasi pengelolaan sesuai dengan situasi dan kondisi. 5. Memiliki kemampuan mengakses, menilai secara kritis keahlian dan mengelola informasi, meliputi kompetensi : 5.1. Umum : Mampu mengakses, menilai secara kritis kesahihan, mengelola informasi untuk menjelaskan dan memecahkan masalah, atau mengambil keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan/kedokteran. 5.2. Khusus : 5.2.1 Mencari, mengumpulkan, menyusun dan menafsirkan informasi kesehatan dan biomedik. 5.2.2 Mendapatkan informasi yang spesifik untuk penderita dari sistem data klinik atau biomedik dari berbagai sumber. 5.2.3 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta surveillans dan pemantauan status kesehatan penderita. 5.2.4 Menjelaskan manfaat dan keterbatasan teknologi informasi. 5.2.5 Menyimpan rekam medik hasil praktiknya untuk analisis dan perbaikan di kemudian hari. 6. Kemampuan mawas diri dan mengembangkan diri/belajar sepanjang hayat, meliputi kompetensi : 6.1 Mampu melaksanakan praktek kesehatan/kedokteran secara mawas diri dengan penuh kesadaran atas keterbatasan, kekuatan, kelemahan dan kerentanan pribadi. 6.2 Mampu menghadapi (bila perlu mengatasi) masalah emosional, personal dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan yang dapat mempengaruhi kesehatan atau kemampuan profesinya. 6.3 Melakukan belajar sepanjang hayat, merencanakan, menerapkan dan memantau perkembangan profesi secara berkesinambungan. 23 6.4 Mampu mempertimbangkan nilai-nilai pribadi dan prioritas untuk mencapai keseimbangan antara komitmen pribadi dan profesinya. 6.5 Mampu mencari bantuan dan nasihat dan bila diperlukan untuk mengatasi masalah pribadinya serta mengembangkan kepribadiannya secara tepat. 6.6 Mengenali pengaruh diri terhadap orang lain, dalam hubungan profesi, dan merespon terhadap kritik yang konstruktif secarta positif. 6.7 Menyadari akan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan jasmanirohaninya. 6.8 Mampu mengatasi masalah emosional, personal dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan yang dapat mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan atau kemampuan profesinya. 6.9 Sadar dan secara aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran/kesehatan dari berbagai sumber belajar dan menerapkan dalam praktek profesinya. 7. Memiliki etika, moral dan profesionalisme dalam praktik, meliputi kompetensi : 7.1 Umum : Mampu mengenal etika, moral dan profesionalisme dalam praktik kedokteran dan kebijakan kesehatan serta kesediaan untuk menghargai nilai yang diyakini penderita yang berkait dengan masalah kesehatannya. 7.2 Khusus : 7.2.1 Menjelaskan konsep dasar etik dan menerapkannya pada pertimbangan moral dan terkait dalam pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan. 7.2.2 Mengenali beberapa pertimbangan etik pada pilihan tertentu/sulit. 7.2.3 Menganalisa secara sistematik hal-hal/pertimbangan etik yang saling berlawanan yang mendukung berbagai alternatif yang berbeda. 7.2.4 Memformulasikan, mempertahankan dan melaksanakan secara efektif suatu tindakan-tindakan dengan memperhitungkan kompleksitas masalah etik serta tata nilai yang diyakini penderita. 7.2.5 Menentukan, menunjukkan dan menganalisis isu-isu etik pada kebijakan kesehatan . (Kompetensi Pendukung diserahkan kepada masing-masing Perguruan Tingggi). Misalnya: Dalam pendidikan kedokteran: Kemampuan memberikan pelayanan komprehensif dalam. Dalam pendidikan Keperawatan: Kemampuan mengembangkan peran sebagai pendidik dan Pemimpin Perawatan. 24 VI. STRATEGI PEMBELAJARAN Untuk dapat menanamkan kompetensi tenaga kesehatan yang utuh maka diperlukan perancangan proses pembelajaran yang sistematik dan holistik. Metode pembelajaran aktif mandiri merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk keterampilan intelektual dasar (generic skill, attitudes and attributes), sementara strategi Student Centered-problem BasedIntegrative-Community Oriented-Early Clinical Exposure-Self Dircted-Learning (SPICES) merupakan strategi yang dapat menjamin terbentuknya kompetensi yang utuh dari tenaga kesehatan. Alasannya adalah dengan student centered pembelajaran diarahkan pada keaktifan mahasiswa dalam belajar, bukan pada aktifan dosen dalam mengajar. Dalam konteks ini, dosen lebih berperan sebagai fasilitator dan motivator. Berikutnya, hal-hal yang dipelajari dalam pendidikan tenaga kesehatan adalah hal-hal yang aktual dan kontektual dengan penanganan masalah kesehatan. Sehingga dalam hal ini masalah kesehatan, misalnya kasus penyakit (problem based), menjadi hal yang penting untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran. Tanpa masalah yang nyata, akan sulit bagi seseorang untuk dapat menjadi tenaga kesehatan yang handal, karena masalah-masalah kesehatan inilah nantinya yang akan menjadi problem utama yang harus ditanganinya. Dengan demikian, pendekatan problembased learning menjadi penting dalam pembelajaran tenaga kesehatan. Masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kasus penyakit. Oleh sebab itu, di dalam menegakkan diagnosa penyakit serta penentuan alternatif solusinya mahasiswa perlu dibiasakan untuk menangani kasus penyakit ini secara terintegrasi (integrative). Artinya pada saat menangani penyakit, jangan hanya difokuskan pada penyakitnya saja, tetapi pada penanganan pasiennya juga. Dalam hal ini pasien perlu ditangani secara persuasif dan seksama. Oleh sebab itu, kenapa kompetensi berkomunikasi dengan efektif sangat diperlukan oleh seorang tenaga kesehatan, karena di dalam menghadapi pasien diperlukan trik-trik tertentu agar diperoleh informasi yang akurat tentang sejarah penyakitnya dan pada saat bersamaan si pasien merasa keluhannya di dengar dengan baik, sehingga secara psikologis ia merasakan beban penyakitnya sudah berkurang. Proses penanganan masalah kesehatan seperti ini perlu diciptakan dalam proses pembelajaran tenaga kesehatan. Oleh sebab itu community oriented dan early clinical exposure-based learning menjadi sangat relevan untuk diterapkan, karena di puskesmas dan di klinik inilah mereka mendapat pengalaman belajar langsung melihat dan menangani berbagai kasus kesehatan yang ada. Tanpa terlibat langsung dalam penanganan masalah kesehatan, akan sulit bagi tenaga-tenaga kesehatan untuk secara profesional menerapkan ilmu yang telah diperolehnya di bangku kuliah dalam kehidupan nyata di masyarakat. Selain SPICES, masih banyak metode pembelajaran lain yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran tenaga kesehatan, terutama pada level mata kuliah, yaitu: 1. Kuliah Umum dan Pakar 2. Diskusi Pleno 25 3. Role Play/ Diskusi Kelompok 4. Kuliah Lapangan 5. Skills Lab / Praktikum Diskusi Film 6. Refferat Journals VII. EVALUASI PEMBELAJARAN Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa kompetensi yang dituntut dikuasai oleh lulusan bdiang kesehatan adalah kompetensi yang sangat komprehensif, yang meliputi kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan intelektual, psikomotor dan afektif, maka evaluasi terhadap hasil belajarnya pun perlu dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang dapat mengukur kompetensi secara komprehensif pula. Di samping itu, evaluasi pada KBK bidang kesehatan dapat dilakukan melalui pendekatan Criterion Reference Test (CRT) atau Penilaian Acuan Patokan (PAP). Dengan pendekatan ini kelulusan seseorang dalam ujian kompetensi didasarkan pada standar tertentu, bukan didasarkan pada sebaran nilai ujian yang terdapat di kelompoknya. Dikarenakan penanganan masalah kesehatan berkaitan dengan jiwa manusia, maka untuk kompetensi-kompetensi tertentu capaian kompetensinya harus 100%, dengan kata lain penilaian untuk kompetensi tersebut harus mutlak lulus. Nilai salah satu domain tidak boleh digantikan oleh domain yang lain. Cara penilaian atau assesment : 1. Ujian tertulis yaitu MCQ, MEQ, Essay, Makalah, referat dan Karya Tulis Ilmiah. 2. Ujian Keterampilan dan Observasi. 3. Ujian Afektif/attitude, dengan observasi, log book, dan portofolio. 26 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI BIDANG ILMU SOSIAL I. LATAR BELAKANG A. Hakekat Bidang Ilmu Sosial Secara umum ilmu sosial didefinisikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari manusia dan hubungannya dengan lingkungannya. Di dalam mempelajari ilmu ini akan sangat relevan bagi target pembelajar untuk dapat dimotivasi selalu berhubungan dengan lingkungan terdekatnya dan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan proses berfikir serta nilai yang akan dipelajari. Ilmu sosial juga merupakan suatu ilmu yang sangat penting dan luas, karena berhubungan dengan kehidupan manusia secara menyeluruh. Target pembelajaran ilmu sosial adalah untuk mengembangkan hubungan antara diri pembelajar dengan masyarakat, budaya dan lingkungan, serta untuk melakukan aktivitas secara personal relevan dan berarti bagi dirinya. Hal ini akan memberikan ”senses of accomplishment” pada target pembelajar (seperti mengembangkan keyakinan akan satu konsep sosial yang terjadi di masyarakat). Dengan mencoba menggunakan konsep yang mereka kembangkan, target pembelajar akan mampu mempelajari dan mengklarifikasi nilai, permasalahan, pertanyaan dan penelitian mengenai dunia dan lingkungannya, mengembangkan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan saat berinteraksi dengan lingkungannya. Pembelajar ilmu sosial diharapkan mampu menjadi manusia yang kompeten untuk dapat berperan sebagai manusia yang mampu melakukan pencerahan terhadap lingkungan sosialnya agar dapat melakukan proses perubahan yang serasi. Pada pembelajaran ilmu sosial memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memahami dan merumuskan kejadian-kejadian sosial yang terjadi internal maupun secara global untuk dipakai sebagai pencerahan bagi lingkungan sosialnya. Untuk itu maka ilmu sosial dapat menguraikan bentuk kerjanya ke restrukturisasi yang merupakan reformasi sistem sosial, menunjukkan pada perubahan termaksud ditingkat masyarakat yang terdiri atas formasi bentuk-bentuk interaksi sosial baru. Di sinilah bentangan aktualisasi permasalahan terlihat bentuknya semakin tajam dan holistik, minim etika dan tidak bebas nilai. Disamping itu pendidikan ilmu sosial juga akan memberikan pemahaman dasar mengenai penyebab permasalahan, dan sekaligus memberikan pemahaman khusus mengenai aspek sosial, politik dan ekonomi yang berhubungan dengan prognosa sosial. Selain itu, pendidikan ilmu sosial juga bertujuan untuk membantu pembelajar untuk melakukan pencerahan sosial yang juga mampu untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang rasional, humanis dan produktif di dalam perannya di pengembangan ilmu sosial, pembelajar harus diajak untuk dapat mengorganisasikan pengetahuan mengenai suatu konsep, generalisasi dan teori. B. Perkembangan Bidang Ilmu Sosial Pada awal abad ke 19 ilmu-ilmu sosial sudah diakui pentingnya di Eropa Barat sehingga ilmu sosial (social science) sering dikelompokkan dalam ilmu-ilmu gamma 27 karena timbulnya paling akhir. Ilmu-ilmu sosial ini pada dasarnya membahas tentang sumber-sumber dari tindakan sosial pada manusia. Dalam abad ke 20, ilmu-ilmu sosial masih bercirikan banyak gagasan yang berasal dari kebiasaan dan agama yang coraknya pra-ilmiah. Dalam perkembangannya ilmu sosial dibagi atas dua kategori yaitu pertama bersifat diskriptif seperti antropologi, sosiologi dan arkeologi; sedangkan kedua bersifat analisis yaitu ilmu yang berusaha menggali lebih dalam relasi-relasi yang menentukan aspek perilaku sosial dan memberikan tekanan pada perkembangan sosial masa kini seperti ekonomi, hukum dan psikologi. C. Inti bidang ilmu Sosial. Pendidikan ilmu sosial yang dikembangkan perlu memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah : 1. Mengembangkan pengetahuan mahasiswa mengenai konsep, proses generalisasi dan teori yang mampu mereka gunakan dalam pencerahan di masyarakat sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab, 2. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis, keterampilan mencari dan menyusun sistem informasi sosial yang diperlukan dan dapat diakses oleh masyarakat, 3. Mengembangkan sikap dan nilai hidup mahasiswa dalam hal “human dignity”,’equity’, “equity”, dan ‘diversity’ serta kemampuan mereka untuk mengembangkan aktivitas yang konsisten dengan sikap dan nilai hidup tersebut. 4. Mengembangkan pemahaman kritis pada mahasiswa untuk memahami kejadiankejadian yang terjadi di masa lalu dan saat ini yang akan mempengaruhi mahasiswa dalam mengidentifikasi cara mereka membentuk masa depan di lingkungan sosialnya. Beberapa ahli di Amerika Serikat (Daldjoeni, 1997) membagi ilmu sosial atas 2 bagian besar yaitu bagian pertama Inner Core yang terdiri dari sosiologi, ekonomi, ilmu pemerintahan (politikologi); sedang bagian kedua disebut outer four yang terdiri dari sejarah, antropologi, psikologi dan geografi. Di lain pihak Selignman dalam Encyclopedia of the Social Sciences membagi ilmu sosial menjadi tiga jenis yaitu: Ilmu-ilmu sosial murni yang mencakup politikologi, ekonomi, hukum, antropologi dan sosiologi. Ilmu-ilmu semi sosial meliputi filsafat dan psikologi. Ilmu-ilmu dengan implikasi sosial yaitu antara lain ilmu bahasa dan kesenian. Di dalam pendidikan strata 1, ilmu sosial dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: 1. Ilmu filsafat 2. Ilmu ekonomi 3. Ilmu sosial dan politik 4. Ilmu budaya dan sastra 28 5. Ilmu psikologi 6. Ilmu hukum II. KONDISI YANG DIHADAPI DAN KOMPETENSI LULUSAN Ilmu sosial adalah salah satu ilmu yang mengalami fluktuasi yang sangat cepat. Semua perubahan yang terjadi di dunia ini akan sangat berpengaruh pada munculnya pemahaman dan konsep di dalam ilmu sosial yang baru. Pada setiap tahapan era akan memancarkan suatu tema yang menarik untuk menjadi topik pembelajaran. Oleh karenanya, di dalam mengembangkan proses pendidikan ilmu sosial pembaharuan terhadap kurikulum, topik maupun cara mengajar sangat diperlukan. Sebagai contoh, topik ilmu sosial pada abad ke-19 dengan abad ke-20 dan 21 sangat berbeda. Memasuki abad ke 20 ke depan, tampak bahwa titik tolak pada penghargaan pada perbedaan yang terjadi di dunia semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena konteks sosial yang semakin global dan meluas, sehingga setiap orang mulai menyadari akan pentingnya penghargaan. Selanjutnya, keterbatasan sumber daya yang semakin dirasakan kemudian menyebabkan manusia lebih berpikir untuk melakukan efisiensi, sehingga topik mengenai Sustainable development menjadi semarak. Bentuk struktur kompetensi KBK di bidang ilmu sosial adalah : 1. Kompetensi utama : a. Mampu menghadapi persoalan dengan cara berfikir logis dan sistematis, kuantitatif serta mampu mensolusikan masalah dengan kreatif dam kritis serta mengkomunikasikannya secara ilmiah baik lisan maupun tulisan, berdasarkan langkah-langkah yang terstruktur, terencana, terpadu dan tuntas, dalam hal permasalahan sosial, hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa serta dengan lingkungan sosialnya. b. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya di lingkungan tempat kerja. c. Mampu mengarahkan pada keunggulan yang dimiliki, baik ilmu pengetahuan dan teknologi maupun nilai lebih dan daya saing sehingga mampu mengatasi kompleksitas pelaksanaan tugas. d. Menguasai kemampuan dasar Ilmu Sosial dan mampu mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. e. Menguasai kemampuan dasar Humaniora dan agama untuk mengembangkan sikap dan nilai hidup bersama. f. Memiliki ketrampilan mengerahkan daya nalarnya, antara lain dengan menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh guna melakukan analisis dampak sosial. g. Memiliki sikap profesional, bermoral, beretika serta kepedulian terhadap masyarakat dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat serta kepedulian terhadap lingkungan. 29 h. Mampu mengikuti perkembangan dan aspek-aspek teknologi. 2. Kompetensi pendukung: kemampuan yang memperkuat kompetensi utama. 3. Kompetensi khas/lainnya: kemampuan khas yang memperkuat penguasaan kompetensi utama dan pendukung dalam berkarsa dan berkarya di masyarakat, sesuai dengan pilihan hidupnya. Kompetensi di bidang ilmu sosial ini menetapkan adalah masyarakat terinstitusi pengguna hasil pendidikan tinggi, bukan PT sendiri. Struktur kompetensi program S1 bidang ilmu sosial perlu dijabarkan lebih rinci dengan mengacu pada sistem tingkatan dalam taksonomi Bloom yaitu : a. Mengingat b. Memahami c. Mengaplikasikan d. Menganalisis e. Mengevaluasi f. Berkreasi III. KURIKULUM BIDANG ILMU SOSIAL Baik pengembangan kurikulum formal maupun informal harus berdasarkan pada komitmen akan values, ide dan keyakinan yang mendasar pada prinsip demokrasi, kebebasan dan keadilan. Kurikulum juga harus didasarkan pada satu pertimbangan bahwa di akhir proses pendidikan mahasiswa harus memiliki keyakinan, nilai hidup dan pandangan yang objektif mengenai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Salah satu proses yang harus dirancang di dalam kurikulum pendidikan sosial adalah dengan mengembangkan pemikiran evaluatif mengenai kejadian yang terjadi di sekitarnya dan menganalisa bagaimana seorang dapat mengekspresikannya. Di dalam proses ini, semakin banyak pengalaman riil yang dihadapi akan semakin baik bagi mahasiswa. Dengan mempelajari berbagai macam nilai hidup dan sudut pandang, mahasiswa akan belajar sebagian besar dari penalaran di balik keputusan yang diambil seseorang. Kurikulum bidang ilmu sosial disusun berdasarkan atas elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang diharapkan. Materi inti yang mendasari Ilmu Sosial: Bahasa Inggris Komunikasi Matematika Komputer Etika 30 Kewirausahaan Materi inti lainnya disesuaikan dengan pencapaian kompetensi Bidang Ilmu Sosial yang lebih khusus dan diselaraskan dengan Program Studi. IV. STRATEGI PEMBELAJARAN Proses pembelajaran yang saat ini mengalami pergeseran dari Teaching centeral ke Student centered, sangat sesuai dengan cara pendidikan ilmu sosial yang memiliki persyaratan kompetensi sebagaimana yang telah disampaikan di atas. Dengan menggunakan proses pembelajaran yang berbasis pada mahasiswa, outcome pembelajaran akan dapat mengarah pada proses belajar cara mengelola pengetahuan. Mahasiswa tidak hanya akan menguasai konsep ilmu yang diajarkan, namun juga akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pemecahan persoalan sosial sesuai dengan porsi dan karakteristik dari sistem sosial yang ada. Mengingat perkembangan sosial merupakan proses yang sangat cepat berubah maka, proses belajar untuk menjadi peka dan mempelajari satu fenomena sosial akan menjadi tuntutan utama. Menyadur taksonomi yang disampaikan oleh Johansenn dan Tessmer (1996), yang mencakup : 1. Structural Knowledge, yang menggambarkan bagaimana pengetahuan diatur dan dihubungkan dengan pengetahuan lainnya. 2. Mental Models, mengarah kepada hasil dari pengaturan pengetahuan. Pada ranah ini akan diperoleh deep knowledge understanding. 3. III-structured problems, pada ranah ini dilakukan dengan problem solving. Untuk proses pembelajaran ini, dibutuhkan korelasi antara konsep yang dipelajari dengan fenomena yang terjadi di dunia nyata. 4. Ampliative skills, yaitu ranah pembelajaran yang mengarah pda pengembangan proses dan teknik penyelesaian permasalahan. 5. Self Knowledge, yaitu suatu proses pembelajaran yang menyertakan kesadaran atas apa yang telah dikuasai dan yang belum mampu dipelajari. 6. Executive control strategies, setelah menyadari hal yang telah dikuasai, maka pembelajar diharapkan mampu melakukan perencanaan pembelajaran yang baru. 7. Motivation, yaitu saat pembelajaran telah mengarah pada kemauan yang tinggi untuk mengaplikasikannya di dalam dunia nyata, dan kembali mengkritis proses yang telah dilakukannya. Proses pembelajaran di kelas untuk ilmu sosial harus menggunakan partisipasi aktif yang demokratis. Proses partisipatif ini merupakan bagian utama dalam menghasilkan lulusan ilmu sosial yang memiliki kepekaan sosial, daya analisis yang tinggi, nilai akan keadilan, serta pandangan yang objektif akan suatu hal. Metode pembelajaran yang diterapkan disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan dari materi yang disampaikan. Beberapa metode pembelajaran yang 31 diterapkan dapat dilakukan gabungan. Adapun beberapa metode pembelajaran tersebut antara lain : 1. Lecturing 2. Small group Discussion 3. Role-Play & Simulation 4. Case Study 5. Self-Directed Learning(SDL) 6. CooperativeLearning (CL) 7. Contextual Instruction (CI) 8. Problem Based Learning and Inquiry (PBL) Proses pembelajaran yang mendukung problem base-learning di bidang ilmu sosial: 1. Menyelenggarakan diskusi interaktif mengenai problem aktual, sehingga dapat mengasah cara berpikir secara logis dan analistis. Pada model ini dosen berperan sebagai fasilitator. 2. Menggunakan gambaran nyata mengenai fenomena sosial, melalui media audiovisual atau praktek lapangan serta pengembangan kasus sosial, yang didesain untuk mengarah kepada pengelolaan pengetahuan. 3. Mengasah kemampuan berfikir, keterampilan mengolah informasi, keterampilan berkomunikasi, memecahkan masalah khusus dan keterampilan kontestual. 4. Mengembangkan proses belajar dalam kelompok, sehingga dapat dikenalkan prinsip-prinsip bekerja sama. 5. Melatih mahasiswa untuk mengembangkan pemikiran mengenai fenomena sosial dalam bentuk karya tulis dan karya poster, sehingga mampu lebih peka akan permasalahan sosial dan cara penyelesaian yang lebih konstruktif. 6. Belajar mencari bukti dari konsep dan teori yang dipelajari dari kejadian yang telah terjadi di lingkungannya, dengan menggunakan evidence based learning. Pada perencanaan pembelajaran Ilmu Sosial perlu di pertimbangkan beberapa hal yaitu: 1. Penentukan kemampuan akhir pembelajaran yang akan dicapai pleh peserta didik. 2. Pembuatan skenario pembelajaran: alternatif kegiatan yang dapat ditempuh oleh peserta didik tahap demi tahap dalam mencapai kompetensi antara atau kompetensi penyusunan kompetensi akhir disertai dengan tugas terstruktur, monitoring dan evaluasi. 3. Penentuan dan pengukuran Indikator keberhasilan pembelajaran/Kriteria penilaian keberhasilan atau tahapan keberhasilan. 4. Cara penilaian antara lain penilaian proses dan kinerja. 5. Pembuatan Lingkup materi (dapat diakses dari berbagai sumber belajar) 6. Penggunaan Media pembelajaran (White board, LCD, OHP, Video, TV, dll) 7. Perencanaan waktu 8. Pembuatan Sistem Evaluasi/Penilaian. 32 KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI BIDANG TEKNIK I. LATAR BELAKANG A. Hakekat Bidang Ilmu Teknik Pada hakekatnya, ilmu teknik merupakan ilmu yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan untuk mentransformasi sumber daya (resource) dalam rangka melayani kebutuhan manusia dalam jumlah yang besar. Untuk mentransformasi sumber daya alam secara efektif dibutuhkan pengetahuan di bidang ilmu alam, sedangkan untuk melayani manusia secara mencukupi kebutuhan dibutuhkan pengetahuan tentang faktor sosioekonomi. Ilmu teknik dapat ditinjau dari sudut pandang secara internal dan eksternal secara internal, ilmu teknik memiliki 3 aspek : 1. Sains keteknikan 2. Desain teknik pengembangan 3. Manajemen dan organisasi Secara eksternal, bidang teknik berhubungan dekat dengan ilmu alam di satu pihak dan industri di pihak lain. Bersama-sama, ketiganya membentuk bidang teknologi. Gambar dengan kata kunci dalam bahasa Inggris di bawah ini dapat digunakan untuk membantu pengembangan imajinasi tentang cakupan dan keterkaitan kata kunci yang merupakan kandungan bidang teknik. Uraian lebih lanjut dalam rangka pemikiran KBK bidang teknik bukan dimaksudkan untuk membatasi pemikiran namun sebagai salah satu materi kajian, sebagai bahan renungan. Renungan terhadap kata kunci dengan posisi pada gambar di bawah dikehendaki dapat menumbuhkan gagasan perancang kurikulum dengan orientasi pada konteks masing-masing. Konteks tersebut dengan hal-hal spesifik yang telah ditemukan dan diyakini relevan dengan penyiapan lulusan yang diperlukan masyarakat pengguna. 33 Sains Keteknikan Sains keteknikan berbicara mengenai prinsip dasar dan mekanisme berbagai sistem buatan, sebagai contoh sistem yang memanfaatkan kalor. Karena sistem yang kompleks biasanya berhubungan dengan mekanisme-mekanisme yang dipelajari dalam beberapa disiplin akademik, sains keteknikan bersifat integratif/terpadu. Sains keteknikan secara garis besar terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu sains keteknikan fisis yang berhubungan dengan mekanisme serta sains keteknikan sistem yang berhubungan dengan fungsi. Keduanya bersifat matematis, dalam hal ini teori sistem (misalnya teori informatika, kontrol, dan komputasi) lebih dekat ke matematika murni. Sains Keteknikan Fisis Terdapat enam sains teknik yang berhubungan dengan sifat fisis : 1. Mekanika zat padat 2. Mekanika fluida 3. Termodinamika 4. Fenomena transport 5. Elektromagnetik 6. Struktur dan properti bahan Keenam sains tersebut memiliki kesamaan hukum dan prinsip dasar fisis tetapi dikembangkan ke arah detil yang berbeda. Ilmuwan teknik melakukan riset, menjalankan eksperimen terkontrol untuk menemukan suatu keteraturan baru, mengintrodusir konsep untuk menjelaskannya, serta mensintesis pengetahuan yang ada untuk tujuan praktis. Sebagai contoh, Teknik Kimia mensintesis pengetahuan kimia dan fisika untuk menyusun pengetahuan ilmiah yang berguna pada proses industri kimia. Dengan perkembangan yang pesat di bidang bioengineering, biologi sel dan molekuler mungkin akan melahirkan disiplin ilmu teknik yang baru. Teori sistem Teori sistem menyarikan karakteristik fisis suatu sistem dan berkonsentrasi pada fungsi yang dilaksanakannya. Sebagai contoh, teori komunikasi meneliti sistem yang melakukan fungsi transmisi pesan secara handal dari suatu tempat ke tujuannya, tanpa memandang apakah pesan tersebut mengalir melalui medium kawat tembaga, fiber optik, atau sambungan satelit, sehingga hasilnya berlaku untuk semua medium tadi. Tiga kelompok besar teori sistem adalah komunikasi, kontrol dan komputasi. 34 Kemunculan teori komunikasi dan kontrol berasal dari bidang teknik, sedangkan komputasi berkembang dari disiplin matematika. Desain Teknik dan Pengembangan Apabila ilmuwan teknik meneliti prinsip umum yang mendasari sistem dengan lingkup yang luas, insinyur desain menciptakan sistem yang khusus dengan lingkup yang relatif lebih sempit, misalnya pesawat ulang alik. Berdasarkan pengalaman, intuisi, dan pelatihan yang dimiliki, mereka mendayagunakan dan memadukan pengetahuan sistem yang relevan untuk mengatasi permasalahan yang ada dan persyaratan tertentu yang dikehendaki. Proses desain selain merupakan sains juga bersifat seni, yang memiliki lebih sedikit prinsip namun banyak aspek heuristik dan kasustik. Menariknya, sifat heuristik ini mirip dengan apa yang ditemui dalam riset ilmiah, dengan konteks bahwa untuk menemukan hal yang belum diketahui serta menciptakan apa yang belum ada, dibutuhkan akal manusia (human ingenuity). Perkembangan sistem berbasis teknologi melalui 2 fase, yaitu konsepsi dan fase desain detil. Dalam fase konsepsi, insinyur bekerja berdampingan klien mereka untuk memperjelas tujuan, menentukan faktor yang relevan, memperkirakan alternatif yang ada, dan menghasilkan spesifikasi dan persyaratan yang akan dipenuhi dari sistem yang hendak dibangun, kemudian baru dikembangkan detil desain dari sistem tersebut dengan unjuk kerja yang dapat diukur dan diperiksa untuk memenuhi persyaratan yang telah diberikan. Kewirausahaan dan Manajemen Sebagai sesuatu yang bersifat produktif, selain berhubungan dengan benda, teknologi juga melibatkan manusia. Selain itu menciptakan teknologi fisis, insinyur juga terlibat dalam organisasi. Di dalam organisasi itu mereka berperan sebagai manajer dan wirausaha (enterpreneuer). Insinyur telah memiliki tradisi yang panjang dalam kewirausahaan, sebagai contoh James Watt mengkomersialisasikan mesin uap yang ditemukannya pada tahun 1776. Insinyur juga menjadi pionir dalam administrasi bisnis modern yang memfasilitasi perkembangan amat cepat perusahaan raksasa pada abad ke 19 dan 20. Pada tahun 1950an, insinyur menempati 20% eksekutif puncak di perusahaan besar di Amerika Serikat. B. Perkembangan Bidang Teknik Perkembangan bidang ilmu teknik secara umum dapat dibagi menjadi 4 fase yang ditandai dengan sebuah revolusi. 1. Revolusi pra-sains, meliputi kemampuan pengembang bangunan kuno serta perekayasa Renaissance semacam Leonardo da Vinci. 2. Revolusi industri: meliputi abad 18 sampai dengan abad 19, yang didominasi perekayasa sipil dan mekanik/mesin yang berubah dari artis menjadi profesional di bidang sains. 35 3. Revolusi Industri kedua, meliputi pertengahan abad 19 sampai dengan menjelang Perang Dunia II, cabang-cabang teknik kimia, elektro dan cabang teknik lain mengembangkan listrik, telekomunikasi, mobil, pesawat terbang, serta produksi massal. 4. Revolusi Informasi, masa penegmbangan mikroelektronik, komputer, dan telekomunikasi bersama-sama membentuk teknologi informasi. C. Inti Bidang Ilmu Teknik Untuk mendesain sistem yang berbasis teknologi, insinyur harus menguasai pengetahuan dan kepakaran baik secara global maupun detil di bidang yang sangat beragam. Oleh karena itu, bidang teknik dibagi menjadi banyak cabang, yang meliputi antara lain : 1. Teknik aeronautika dan astronautika. 2. Teknik biologis (biomedis). 3. Teknik fisika. 4. Teknik kimia 5. Teknik komputer. 6. Teknik listrik dan elektronik. 7. Teknik lingkungan. 8. Teknik mesin 9. Teknik nuklir 10. Teknik sipil. 11. Teknik sistem. II. MENYUSUN KOMPETENSI BIDANG TEKNIK 1. Dalam setiap program studi tentu telah terumuskan misi dan tujuan pendidikan yang salah satu jabarannya selalu merupakan kualifikasi lulusan yang akan dihasilkan oleh Program studi tersebut. Rumusan kompetensi lulusan tersebut merupakan rumusan “OUTCOMES” yaitu suatu bentuk kemampuan yang nantinya akan ditunjukkan atau dibuktikan di lapangan pekerjaan yang dipilihnya. Oleh sebab itu dalam rumusan kompetensi ini sebaiknya mengacu pada “harapan” bidang-bidang kerja (profesi) yang mana saja yang mungkin dapat diraih oleh lulusannya nanti. 36 2. Kurikulum merupakan seperangkat rencana kegiatan yang bila dilaksanakan dengan baik diharapkan lulusannya mencapai kompetensi yang dirumuskan. Kurikulum yang dirancang biasanya berlaku selama empat-lima tahun dengan evaluasi tahunan (bila mungkin), sehingga pada saat seseorang lulus dari suatu program studi sebenarnya ia adalah produk rencana empat/lima tahun yang lalu. Sehingga dalam merumuskan kompetensi suatu kurikulum selalu harus mengantisipasi adanya perubahan/pergeseran bidang kerja (profesi), atau bahkan kemungkinan timbulnya bidang kerja baru yang bisa tercipta atau diciptakan sendiri oleh lulusan tersebut. Maka diperlukan suatu “kompetensi dasar” yang bila dipunyai oleh setiap lulusan. Mereka akan mempunyai kesempatan memilih bidang kerja yang lebih luas dalam mengembangkan dirinya di masyarakat. (Contoh Kompetensi dasar lihat tabel berikut). 3. Penyusunan kompetensi di bidang teknik dapat mengacu pada rumusan standar kompetensi yang dikeluarkan oleh asosiasi profesi/industri yang terkait/lembaga tertentu atau pemangku kepentingan. 4. Kompetensi mengandung unsur pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terikat secara utuh, sehingga dalam merumuskan kompetensi akan terkandung kemampuan dalam ketiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah psikomotor dan ranah afektif, dan tentunya berkait dengan kemampuan di bidang ilmunya/ keteknikannya. Contoh Rumusan Kompetensi Utama NO DIMENSI 1 Bidang ilmu/teknik 2 Komunikasi 3 Sikap 4 Cara berfikir KOMPETENSI GENERIK LULUSAN (S1) Penguasaan prinsip dasar keilmuannya dan kemampuan penerapan dan pengembangannya dalam rancang bangun/rekayasa, dengan menggunakan perangkat rekayasa modern dan teknologi informasi. Kemampuan mengkomunikasikan pemikirannya dengan baik, dan kemampuan keterlibatan dalam bidangya secara pribadi maupun kelompok/masyarakat yang lebih. Kemampuan untuk belajar sepanjang hayat, punya kepekaan dan pemahaman masalah sosial, budaya, dan global. Apresiasif pada etika dan punya tanggung jawab profesi. Kemampuan berkonsep, kreatif, inovatif, dan metodik, punya wawasan luas. Kompetensi lulusan program S1 bidang teknik di Indonesia yang direkomendasikan diturunkan dari ABET dan IEAust (EEDP Curiculum Development for S1 Programs in Indonesia) yang rumsuannya dapat diikuti dibawah ini. Lulusan program S1 bidang teknik diharapkan memiliki : 37 1. Kemampuan untuk taqwa dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mengaktualisasikan perikemanusiaan dan kebangsaan. 2. Kemampuan menerapkan pengetahuan dasar matematika, sains dan keteknikan. 3. Kemampuan untuk merancang dan menjalankan eksperimen, serta menganalisis dan menginterpretasikan data. 4. Kemampuan untuk merancang suatu sistem, komponen atau proses untuk memenuhi suatu kebutuhan. 5. Kemampuan untuk berperan serta pada suatu tim yang bersifat multidisiplin (terdiri atas ahli dari berbagai bidang). 6. Kemampuan untuk mengidentifikasi, memformulasi, dan menyelesaikan masalah-masalah teknik. 7. Pemahaman tentang tanggung jawab profesional dan etika. 8. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif, tidak hanya dengan insinyur, namun dengan komunitas umum. 9. Kefasihan secara tertulis dan lisan dalam berbahasa Inggris. 10. Cakupan pengetahuan cukup luas dalam tanggung jawab sosial, budaya, global, lingkungan dan bisnis sebagai Insinyur Profesional, memperhatikan prinsip dan kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan. 11. Pemahaman tentang kewirausahaan dan proses inovasi. 12. Pengetahuan tentang isu kontemporer. 13. Kesadaran akan pentingnya belajar seumur hidup dan kemampuan untuk menjalankannya. 14. Kemampuan untuk memanfaatkan teknik, keahlian, dan peralatan teknik modern yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas keteknikannya. 15. Kemampuan teknis yang mendalam minimal satu disiplin ilmu teknik. III. KURIKULUM BIDANG TEKNIK Kurikulum program S1 bidang teknik tersusun dalam 8 semester, dan salah satu kategorisasi yang dipandang baik ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tiap Perguruan Tinggi dapat menetapkan sendiri komposisi persentase tiap kategori, yang dikehendaki, berdasar hasil kajian masing-masing. Subjek dalam setiap kategori dapat meliputi beberapa matakuliah, diantaranya adalah sebagai berikut ini. Matematika, dapat meliputi matematika teknik, metode numerik, statistika dan probabilitas, komputasi teknik, kalkilus, aljabar linier, matematika diskrit, dan lain-lain. 3. Diskusi tahap demi tahap 38 Diskusi terstruktur yang memberi keleluasaan mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya mengenai materi diskusi dengan bebas namun dalam lingkup topik yang terbatas. Diskusi ini dapat meliputi tahap-tahap berikut : (1) introduksi singkat (2) aktivitas diskusi (3) input dari dosen. NO Kategori %** 1 Matematika 12,5 2 Sains Dasar 12,5 3 Prinsip keteknikan dan teknologi 15 informasi 4 Desain dan Proyek Keteknikan 20 5 Spesialisasi Disiplin Keteknikan 20 6 Aspek Praktis dan Profesional 10 7 Studi umum 10 Total 100 SKS 18 18 22 Semester ekivalen** 1.0 1.0 1.2 Kompetensi yang diarah 2,3,4 2,3,4, 2,3,4,14 29 14 14 14 144 1.6 1.6 0.8 0.8 8.0 4,6,14 15 5,7,8,10,11,13 8,9,10,12,13 semua * Pada beberapa program studi, beberapa kategori dapat digabungkan ** Pada perkiraan / kisaran Sains Dasar, misalnya kimia dasar, kimia fisis, kimia organik, fisika, biokimia, fisika teknik, dan lain-lain. Prinsip Keteknikan dan Teknologi Informasi, misalnya termodinamika, kinetika kimia, proses transfer, proses separasi, dinamika proses, mekanika, analisis struktur, rangkaian digital, elektromagnetika, komunikasi data, perpindahan panas dan massa, termofluida, sistem komputer, pemrogaraman komputer, dan lain-lain. Desain dan Proyek Keteknikan, msialnya desain proses, desain plant dan peralatan, desain produk, desain manufaktur, pembiayaan proyek, manajemen proyek, metodologi riset, dan lain-lain. Spesialisasi Disiplin Keteknikan, misalnya teknik konstruksi, teknik transportasi, teknik hidrologi, teknik struktur, mekanika zat padat, sistem daya, elektronika daya, komunikasi optik, gelombang mikro dan antena, pengolahan sinyal, sistem kontrol, sistem waktu nyata, jaringan komputer, instrumentasi, mesin konversi energi, derau dan vibrasi, metalurgi, mekatronika, robotika, dan lain-lain. Aspek Praktis dan Profesional, misalnya manajemen teknik, manajemen proyek, Sejarah Teknik, Manajemen lingkungan, Etika Insinyur, Inovasi dan Kewirausahaan, Pengembangan Kepribadian, dan lain-lain. Studi umum, dapat meliputi bidang humaniora, ilmu sosial, bahasa lingkungan, komunikasi, dan lain-lain. IV. SRATEGI PEMBELAJARAN DAN EVALUASI Strategi pembelajaran yang direkomendasikan dalam program S1 bidang teknik adalah pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning atau 39 disingkat SCL). Untuk mencapai tujuan pembelajaran dan memenuhi kompetensi yang diinginkan, digunakan proses belajar mengajar yang bervariasi. Alternatif proses pembelajaran yang mungkin dipilih di antaranya adalah : 1. Perkuliahan sistem ceramah Kuliah konvensional yang meliputi presentasi dan penjelasan informasi serta pembangkitan minat oleh dosen. Sedapat mungkin dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media pembelajaran, termasuk audio visual dan teknologi informasi dan komunikasi. 2. Tutorial Ditujukan untuk mengklarifikasi pemahaman serta isu yang muncul dari perkuliahan. 3. Diskusi tahap demi tahap Diskusi terstruktur yang memberi keleluasaan mahasiswa untuk menyampaikan pendapatnya mengenai materi diskusi dengan bebas namun dalam lingkup topik yang terbatas. Diskusi ini dapat meliputi tahap-tahap berikut : (1) introduksi singkat (2) aktifitas diskusi (3) input dari dosen. 4. Makalah Seminar Mahasiswa secara individu atau kelompok membaca sebuah/beberapa makalah yang aktual dan relevan serta membuat ringaksan kemudian membuat makalah dari hasil ringkasan tersebut untuk kemudian dipresentasikan di depan kelas. 5. Seminar kecil Mahasiswa mempresentasikan suatu topik dalam suatu kelompok kecil, dengan penekanan untuk memanfaatkan media audio-visual, mengorganisasi diskusi, serta jika dimungkinkan mencoba untuk mengajarkan topik tersebut. Mahasiswa lain dalam kelompok tersebut mendapat tugas misalnya bertanya, menyarikan halhal penting, menyampaikan alternatif, atau mengevaluasi presentasi yang dilakukan. 6. Seminar springboard Pertama-tama, dosen menstimulasi diskusi dengan menyampaikan kuliah singkat, rekaman video/audio, atau demonstrasi. Mahasiswa kemudian mendiskusikan isu atau point penting yang muncul. 7. Problem solving Ini merupakan aktivitas yang penting dalam pembelajaran bidang teknik. Persoalan aktual bidang teknik saat ini, atau tantangan bidang teknik di masa depan dibawa ke kelas untuk mendapatkan alternatif solusi. Cara yang digunakan untuk menjaring kecerdasan kolektif dalam rangka solusi dibicarakan terlebih dahulu secara bersama, dosen dan mahasiswa. 8. Studi kasus, simulasi, dan games 40 Studi kasus berdasarkan pada kondisi nyata, seringkali bersifat kompleks dan multidisiplin; untuk memberikan pengalaman dalam mendefinisikan permasalahan riil yang relevan. Simulasi adalah versi kasus yang telah disederhanakan. Games lebih disederhanakan lagi hingga hanya mencakup suatu prinsip yang spesifik. 9. Sindikasi Di sini topik atau masalah dibagi menjadi sub topik dan kelas dibagi menjadi kelompok yang masing-masing menelaah dan mempresentasikan sub topik yang berbeda. Dosen berperan sebagai narasumber, koordinator, dan perumus dalam sesi pleno. 10. Computer Aiden Learning CAL memanfaatkan komputer dan perangkat lunak yang didesain untuk membantu proses pembelajaran. Strategi evaluasi ditetapkan berkaitan dengan tujuan mendapat bukti bahwa kompetensi yang akan dicapai telah terpenuhi. Cara evaluasi dirancang oleh suatu program studi untuk evaluasi hasil belajar suatu matakuliah dan kelulusan pada program studi. Kurikulum berbasis kompetensi mengikuti asas evaluasi sebagai bukti tercapainya kompetensi. Dalam hal ini, jumlah kuliah, jumlah jam, jumlah kredit yang dikumpulkan dapat mempunyai juga ekuivalensi pembuktian yang menjamin bahwa kompetensi yang ditetapkan untuk kelulusan telah dicapai. Sepuluh butir uraian tentang cara pembelajaran tersebut di atas tidak mengekang pengembangan cara-cara pembelajaran yang dapat digagas oleh suatu program studi. Masih banyak cara yang dapat dikembangkan sebagai cara baru atau modifikasi yang ada, selanjutnya cara evaluasi ditinjau lebih jauh dalam panduan kecil ini. Dosen dan program studi harus mendiskusikan lebih dalam tentang cara evaluasi sesuai cara pembelajaran yang dianut. Yang harus dipegang teguh adalah prinsip akuntabilitas, bahwa kelulusan tentu ditetapkan berdasar bukti bahwa kompetensi yang direncanakan dalam kurikulum telah terpenuhi. V. PENUTUP Uraian dalam panduan ini bukan contoh untuk diikuti tanpa usaha mendiskusikan dan membahas mendalam program studi dan panitia kurikulum dengan mengikutsertakan semua komponen stakeholders. Diskusi dan bahasan mendalam sangatlah penting untuk re-invent kurikulum optimal bagi sebuah program studi, memenuhi standar, bahkan diharapkan melebihi standar nasional. Upaya-upaya menempatkan program studi di atas standar nasional sangat diperlukan untuk secepatnya meniadakan gap kualitas dengan program studi di papan atas kualitas Asia-Pasifik. 41