BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan implementasi penelitian ini disajikan dengan uraian: kondisi internal yang meliputi struktur organisasi, sumber daya manusia, dokumen sasaran keselamatan pasien, capaian akreditasi, fasilitas dan proses pelayanan patient safety di Klinik Trio Husada Kota Batu dan implementasi dari patient safety di Klinik Trio Husada Kota Batu meliputi karakteristik responden/subjek, tahap proses action research implementasi 6 SKP sampai dengan proses evaluasi. A. Hasil Penelitian 1. Profil Klinik Trio Husada Batu Pada hasil penelitian ini peneliti akan menggambarkan sekilas tentang profil dari Klinik Trio Husada Batu. Klinik Trio Husada Batu berdiri pada Bulan Maret tahun 2014, didirikannya klinik ini atas dasar permintaan masyarakat Kota Batu dan juga pengembangan dari Klinik Trio Husada yang berada di Malang. Klinik Trio Husada berada di Desa Wukir, Torongrejo, Kecamatan Junrejo Kota Batu. Klinik ini dibangun dengan luas tanah 1500 m2 , dengan luas tanah yang cukup luas untuk sebuah klinik maka dibangun untuk klinik rawat inap dengan 10 kamar rawat inap. Beberapa syarat administrasi klinik pratama rawat inap juga sudah terlengkapi diantaranya : KURK, IMB, HO, UKL UPL, ijin operasional, SIP dokter dan juga STR dari dan SIK perawat semua sudah terlengkapi untuk ditetapkan sebagai klinik pratama 118 66 rawat inap. Terdapat beberapa pelayanan yang disediakan di klink trio husada diantaranya : a. Rawat jalan b. Rawat inap c. Pengobatan stroke (fisioterapi) d. Apotek e. UGD 24 Jam f. Laboratorium mini g. Ambulance siaga 24 jam Jam pelayanan di Klinik Trio Husada untuk rawat jalan buka pagi dan sore, pagi pukul 06.00 – 09.00 WIB sedangkan sore pukul 16.00 – 21.00. Untuk UGD melayani 24 jam dan rawat inap juga melayani 24 jam. Ketenagaan di Klink Trio Husada diantaranya 3 satpam , 2 orang respsionis 1 orang rekam medik, 1 orang analis lab, 3 orang cleaning service, 2 orang gizi, 1 teknisi, 4 orang manajemen, untuk tenaga medis diantaranya 5 dokter umum yang dibagi untuk rawat jalan dan rawat inap dengan 1 dokter penanggung jawab, dan juga terdapat 13 perawat dari D3 dan juga S1 keperawatan untuk menunjang dari perawatan di rawat inap. Untuk tenaga apotek terdapat 1 apoteker dan 2 asisten apoteker . Pelayanan yang diberikan di Klinik Trio Husada Batu di bawah naungan Puskesmas Kota Beji dimana dihimbau untuk faskes tingkat pertama harus memberikan pelayanan promotif, preventif dan juga kuratif. Pelayanan promotif diantaranya : terdapat senam untuk lansia dan senam aeoribik serta pemeriksaan tensi gratis dan juga konsultasi gratis setiap 67 hari jumat dan minggu pukul : 06.00 – 07.00. Pelayanan preventif diantaranya : pemeriksaan lab mini untuk darah lengkap , gula darah, asam urat, cholesterol dan pemeriksaan urine lengkap dimana bekerjsama dengan lab rekanan yang menaruh alat di Klinik Trio Husada. Untuk pelayanan kuratif Klinik Trio Husada melayani rawat inap 24 jam untuk masyarakat sekitar dan juga masyarakat Kota Batu, rawat jalan , UGD 24 jam. Program yang sudah berjalan di Klinik Trio Husada mulai dari pelayanan yang berbasis service excellent sampai dengan pelayanan yang berbasis patient safety yang saat ini mulai digalakan kembali untuk memenuhi tercapainya peningkatan mutu dalam pelayanan kepada pasien. 2. Kondisi Internal Program Sasaran Keselamatan Pasien Di Klinik Trio Husada Kota Batu Pada penelitian ini peneliti mengevaluasi sasaran keselatan pasien yang ada di Klinik Trio Husada Kota Batu meliputi struktur organisasi, sumber daya manusia, pedoman atau standar (SPO), pelayanan dan kelengkapan fasilitas pendukung untuk patient safety. Evaluasi sasaran keselamatan pasien yang dimaksud adalah menggambarkan bagaimana kondisi internal dari manajemen sasaran keselamatan pasien. Evaluasi kondisi internal ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan - kekurangan yang mengakibatkan sasaran keselamatan pasien ini kurang mampu untuk dilaksanakan secara efisien dan efektif (Suprianto, 2007). 68 Program sasaran keselamatan pasien merupakan program khusus yang ada di Klinik Trio Husada Kota Batu untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien. Peranan seluruh staf dalam mensukseskan dari sasaran keselamatan pasien sangat dibutuhkan karena sasaran keselamatan pasien adalah salah satu indikator untuk meningkatkan mutu pelayanan di Klinik Trio Husada Kota Batu. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu komitmen oleh seluruh staf untuk mampu melaksanakan 6 sasaran keselamatan pasien. Untuk kelancaran pelaksanaan patient safety di Klinik Trio Husada sangat diperlukan kerjasama antara manajemen dan unit lain seperti unsur tenaga medis, paramedis, dan karyawan non medis lainya. Kondisi internal program sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada akan digambarkan melalui beberapa hal sebagai berikut : Pengorganisasian dan penanggung jawab program sasaran keselamatan pasien Manajer Penanggung jawab medis (Dokter Umum) Perawat Seluruh karyawan Gambar 4.1. Struktur Organisasi penanggung jawab program sasaran keselamatan pasien Sumber : Data Administrasi Kepegawaian Klinik Trio Husada , 2015 69 Dari bagan diatas dapat dilihat program sasaran keselamatan pasien di organisasi langsung oleh manajer yang memberikan tanggung jawab kepada dokter umum dimana dokter umum bertugas mengkoordinir seluruh perawat dan seluruh karyawan untuk mampu melaksanakan program keselamatan pasien. Program sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada Batu saat ini masih belum bisa berjalan sesuai dengan alur struktur organisasi , dikarenakan masih belum adanya komitmen antara petugas medis dan juga non medis dalam melaksanakan keseluruhan dari program sasaran keselamatan pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan direktur / penanggung jawab Klinik Trio Husada Kota Batu tentang sasaran keselamatan pasien , didapatkan bahwa : “Struktur organisasi sebenarnya sudah dibentuk mas , karena kurangnya pengetahuan tentang pasien safety yang kurang terlalu paham secara mendalam , sehingga kurang maksimalnya pelaksaan tersebut membutuhkan komitmen dari semua unit”(Direktur Klinik Trio Husada). Kondisi ini berdampak pada tidak berjalanya secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada Kota Batu, karena wewenang dan tugas yang diberikan hanya mengacu pada beberapa sasaran keselamatan pasien saja sehingga tidak maksimal. 70 Peneliti juga mengobservasi seluruh karyawan dalam perilaku melaksanakan program pasien safety apakah sudah dilaksanakan, dari hasil observasi didapatkan sebagian dari karyawan terdapat yang tidak melaksanakan program dari sasaran keselamatan pasien, diantaranya tidak menggunakan antiseptik sebelum dan sesudah dengan pasien. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan , ternyata dikatakan bahwa : “ya terkadang lupa pak menggunakan antiseptik saat sebelum dan sesudah berinteraksi dengan pasien, karena sudah terlanjur harus segera menangani pasien”(informan “Pr”). Kurangnya kepatuhan terhadap SOP dan kurangnya perilaku tentang patient safety sangat menjadi kendala untuk berjalanya program sasaran keselamtan pasien di Klinik Trio Husada Batu. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung diri lain. Tindakan ini untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi (Nursalam dan Ninuk, 2007). Pada saat peneliti melakukan observasi kepada karyawan non medis tentang penggunaan antiseptik saat masuk ke ruang pasien juga sama, mereka tidak memakai antiseptik dan bahkan tidak memakai handscoen untuk melindungi diri sendiri. berdasarkan hasil wawancara dengan Informan, didapatkan bahwa : “Dulu memang sudah diajari pak tetapi setelah prakteknya jadi agag risih pak , enak langsung pakai tangan , nanti juga cuci setelahnya pakai air ”(informan “Cs”). Berdasarkan hasil wawancara tersebut ternyata kurangnya sosialisasi kepada seluruh karyawan dalam program sasaran keselamatan 71 pasien di Klinik Trio Husada Batu belum secara menyeluruh seluruh karyawan mengerti tentang patient safety. Dan juga tidak patuhnya terhadap SOP yang sudah ada sehingga bisa merugikan diri sendiri dan juga pasien. Kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berprilaku seseorang dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Kepatuhan karyawan adalah perilaku karyawan sebagai seorang professional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi, 2007). Kondisi ini berdampak pada tidak berjalanya secara menyeluruh terhadap pelaksanaan program sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada Kota Batu. Program sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada Kota Batu hanya ada 2 standar diantaranya : identifikasi pasien dan pengurangan risiko infeksi, dari dua standar tersebut masih belum berjalan secara keseluruhan yang sudah tersosialisasikan kepada seluruh karyawan. Dari hasil observasi dokumen sebelum kebijakan dan SPO hanya terdapat beberapa dokumen yang sudah ada diantaranya dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini : 72 Tabel 4.1 Checklist Kebijakan dan SOP sasaran keselamatan pasien di Klink Trio Husada Kota Batu. No STD Dokumen Ya Tidak Ket 1 SKP 1 Kebijakan/ Panduan Identifikasi pasien SPO pemasangan gelang identifikasi SPO identifikasi sebelum memberikan obat, darah/produk darah, mengambil darah/specimen lainnya, pemberian pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. 2 SKP 2 Kebijakan/ PanduanKomunikasi pemberian informasi dan edukasi yang efektif SPO komunikasi lisan/ lisan via telp metode SBAR SKP 3 Kebijakan / Panduan/ Prosedur mengenai obatobat yang high alert minimal mencakup identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat high alert v Daftar obat-obatan high alert Daftar Obat LASA/NORUM SKP 4 Kebijakan / Panduan / SPO pelayanan bedah untuk untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental v v v SPO penandaan lokasi operasi Dokumen: Surgery safety Check list di laksanakan dan dicatat di rekam medis pasien operasi v v 3 4 5 6 SKP 5 Kebijakan / Panduan Hand hygiene SPO Cuci tangan SPO lima momen cuci tangan Bukti Sosialisasi kebijakan dan prosedur cuci tangan SKP 6 Kebijakan / Panduan/SPO asesmen dan asesmen ulang risiko pasien jatuh SPO pemasangan Tanda risiko jatuh Dokumen Implementasi: Form monitoring dan evaluasi hasil pengurangan cedera akibat jatuh (Sumber : Data sebelum implementasi) v v v v v v v v v v v v 73 Proses pelayanan sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada masih berfokus pada tenaga medis dan paramedis sehingga program itu tidak dapat berjalan dengan baik. Kurangnya komitmen terhadap program sasaran keselamatan pasien sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu dan kualitas pelayanan di Klinik Trio Husada Batu. Berdasarkan hasil penelitian observasi dan wawancara terhadap beberapa informan maka peneliti membantu dalam implementasi sasaran keselamatan pasien 6 standar agar sesuai dengan standar akreditasi klinik yang akan dihadapi . 3. Hasil Penelitian Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien di Klinik Trio Husada Kota Batu a) Karakteristik responden Berdasarkan data hasil karakteristik responden penelitian dalam implementasi sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada Kota Batu dapat dilihat dalam tabel 4.2 dan tabel 4.3 dibawah ini : Tabel 4.2 Data Umur Responden Umur Jumlah Prosentase 18 – 23 Tahun 1 Orang 5% 24 – 29 Tahun 13 Orang 65 % 30 – 35 Tahun 4 Orang 20 % >35 Tahun 2 Orang 10 % Total responden 20 Orang 100 % Sumber : Data Analisis Kuisioner Umur Responden 74 Berdasarkan data karakteristik umur responden didapatkan bahwa dari 20 responden (100%), mayoritas pekerja yang bekerja di klinik trio husada berumur 24 – 29 tahun terdapat 65 %. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat (Subijanto,2011). Menurut undangundang tenaga kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun (Partanto,2001). Jadi dalam dengan karakteristik umur yang didapatkan diatas masih mampu untuk diajak bekerjasama dalam melaksanakan program patient safety di Klinik Trio Husada. Tabel 4.3 Data Pendidikan Responden Pendidikan Jumlah Prosentase SMK 2 Orang 10 % D3 12Orang 60 % D4/S1 6 Orang 30 % Total 20 Orang 100 % Sumber : Data Analisis Kuisioner Pendidikan Responden Berdasarkan data karakteristik pendidikan responden yang bekerja di Klinik Trio Husada didapatkan dari 20 orang responden , mayoritas berpendidikan D3 dan S1 terdapat data sebanyak 60 % . 75 Berdasarkan undang – undang ketenagakerjaan, berdasarkan kualitasnya maka D3 disebut tenaga terlatih , dan S1 disebut tenaga terdidik, dan SMK bisa juga disebut tenaga terlatih, sisanya disebut juga dengan tenaga tidak terdidik dan tidak terlatih (Partanto, 2001). Jadi dalam karakteristik pendidikan diharapkan tenaga terdidik dan terlatih ini mampu memberikan perubahan dan dapat memberikan contoh kepada tenaga lainya untuk mampu melaksanakan program patient safety di Klinik Trio Husada Kota Batu. b) Implementasi Action Research Pelaksanaan implementasi ini merupakan hasil dari analisis permasalahan, diantaranya hasil temuan yang mendukung terselenggaranya implementasi ini adalah tidak maksimalnya program sasaran keselamatan pasien dan juga persiapan menghadapi akreditasi klinik. Tidak berjalanya program patient safety di Klinik Trio Husada dikarenakan kurangnya sosialisasi dan tidak patuhnya dalam menjalankan sesuai SOP serta masih kurangnya standar keselamatan pasien lainya. Menurut LAN (2008), tiga tahap besar dalam melaksanakan implementasi ini yaitu tahap penilaian (assesment) yang akan menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi Klinik Trio Husada, tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan (implementations) dimana program dan metode tertentu digunakan untuk memberikan kemampuan, ketrampilan, perilaku dan sikap baru pada seluruh karyawan Klinik Trio Husada. Tahap terakhir adalah 76 evaluasi (evaluation) dimana pada tahap ini akan dilakukan evaluasi terhadap tindakan yang sudah dilakukan apakah sudah dapat berjalan sesuai dengan 6 sasaran keselamatan pasien 1) Penentuan Masalah Implementasi Patient safety Penentuan masalah pada penelitian ini, peneliti ingin untuk mengetahui pemahaman awal tentang patient safety kepada seluruh responden dan juga melakukan studi dokumen untuk mengetahui kelengkapan dokumen 6 sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan peneliti melakukan pretest dengan memberikan kuisioner kepada seluruh responden. Gambar 4.2 Pretest 6 Sasaran Keselamatan Pasien Setelah melakukan pretest peneliti juga melakukan studi dokumen di ruang kantor dan arsip Klinik Trio Husada. 77 Gambar 4.3 Studi Dokumen Berdasarkan hasil tindakan yang sudah dilakukan peneliti melakukan pengecekan, data yang didapatkan dari hasil nilai pretest dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini : Tabel 4.4 Hasil Pretest Sasaran Keselamatan Pasien 6 Standar SKP 1 Identifikasi Pasien Kurang Cukup Baik SKP 2 Komunikasi Efektif Kurang Cukup Baik SKP 3 High Alert Medications Kurang Cukup Baik SKP 4 Tepat Lokasi , Prosedur, pasien operasi Kurang Cukup Baik SKP 5 n % Sebelum 6 30% 12 60% 2 10% n % Sebelum 8 40% 12 60% 0 0% n % Sebelum 20 100% 0 0% 0 0% n % Sebelum 20 0 0 100% 0% 0% 78 Pengurangan Risiko Infeksi n % Sebelum Kurang Cukup Baik 0 15 5 0% 75% 25% SKP 6 Pengurangan Risiko jatuh n % Sebelum Kurang Cukup Baik 11 9 0 55% 45% 0% Sumber : Data Primer Analisis Kuisioner Pretest Responden, 2016 Berdasarkan hasil data kuisioner pretest dari 24 soal tentang sasaran keselamatan pasien tersebut digunakan untuk mengukur perlaku tentang patient safety di Klinik Trio Husada sebelum dilakukan implementasi. Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan wawancara atau angket, menyatakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Untuk pengukuran perilaku menurut Arikunto (2006) menggunakan : 1) Baik dari 24 soal = 17 - 24 Benar 2) Cukup dari 24 soal = 9 – 16 Benar 3) Kurang dari 24 soal = 0 – 8 Benar Didapatkan hasil dari data pretest diatas pada SKP 1 identifikasi pasien mayoritas 12 responden mendapatkan nilai cukup (60%); pada SKP 2 komunikasi efektif mayoritas 12 responden mendapatkan nilai cukup (60%); pada SKP 3 high alert medication seluruh 20 responden mendapatkan nilai kurang (100%); pada SKP 4 kepastian tepat lokasi, prosedur dan pasien 79 operasi keseluruhan 20 responden mendapatkan nilai kurang (100%); pada SKP 5 pengurangan risiko infeksi mayoritas 15 responden mendapatkan nilai cukup (75%); pada SKP 6 pengurangan risiko jatuh mayoritas 11 responden mendaptkan nilai kurang (55%). Peneliti selanjutnya melakukan pengecekan studi dokumen dan didapatkan hasil dari kelengkapan dokumen dari 6 sasaran keselamatan pasien yaitu didapatkan Klinik Trio Husada hanya memiliki 2 dari 6 sasaran dokumen, diantaranya SKP 1 ketepatan identifikasi pasien dan SKP 5 pengurangan risiko Infeksi terkait pelayanan kesehatan. Tabel 4.5 Dokumen 2 Sasaran Keselamatan Pasien Yang Ada di Klinik Trio Husada. NO STD/EP DOKUMEN YA 1 SKP 1 Kebijakan/ Panduan Identifikasi pasien SPO pemasangan gelang identifikasi SPO identifikasi sebelum memberikan obat, darah/produk darah, mengambil darah/specimen lainnya, pemberian pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. 2 SKP 5 Kebijakan / Panduan Hand hygiene V V SPO Cuci tangan V SPO lima momen cuci tangan Dokumen Implementasi: Bukti Sosialisasi kebijakan dan prosedur cuci V tangan Sumber : Telusur dokumen Klinik Trio Husada, 2016 TIDAK V V V Evaluasi refleksi dari tahap penentuan masalah setelah diberikan pretest dan di telusur dokumen didapatkan semua responden dalam mengisi kuisioner tampak kelihatan belum mengetahui tentang 80 6 sasaran patient safety. Analisa dari hasil kuisioner didapatkan bahwa mereka menjawab benar dari SKP 1 dan SKP 5 dikarenakan responden sering melakukan hal tersebut. Dari telusur dokumen didapatkan kurangnya peran manajemen untuk melengkapi dan melanjutkan program patient safety yaitu 6 sasaran keselamatan pasien. 2) Siklus 1 Implementasi Patient safety Pada siklus 1 ini rencana (plan) implementasi dijelaskan kembali oleh peneliti, setelah melihat hasil dari evaluasi maka peneliti di siklus yang pertama akan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang pasien safety dan 6 sasaran keselamatan pasien berdasarkan (PERMENKES, 2011). Peneliti menggunakan metode ceramah dan demonstrasi untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang 6 sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada. Peneliti pada siklus yang ke 1 ini akan membantu pembuatan tim patient safety guna untuk melengkapi dokumen 6 sasaran keselamatan pasien dan juga pembentukan penanggung jawab tim patient safety di Klinik Trio Husada Kota Batu. Metode yang digunakan dalam melakukan (do) siklus yang ke satu ini yaitu dengan metode ceramah dengan waktu (1x20 menit) serta melakukan demonstrasi, tanya jawab dan nantinya dipraktekan atau di ulang kembali oleh responden dengan waktu (1x30 menit) sesuai dengan kontrak dan jadwal waktu yang sudah ditentukan 81 bersama. Materi SKP 1- 6 dilakukan di ruang aula lantai 2 Klinik Trio Husada Batu ,pada tanggal 6 Februari 2016 dengan materi SKP 1 serta penjelasan dan sosialisasi SOP , karena dokumen SKP 1 sudah ada maka tinggal di refresh kembali. Pemberian materi diberikan secara langsung dengan 2 sesi pagi dan sore yaitu dilakukan langsung 6 SKP jadi ada 6 materi untuk penjelasan dan demonstrasi 6 sasaran keselamatan pasien. Peneliti merencanakan langsung dan dibagi 2 sesi dikarenakan mengumpulkan untuk bersama sangat susah. Pada tahap pelaksanaan ceramah SKP 1 identifikasi pasien (do) semua responden diam dan mendengarkan materi yang diajarkan karena ini juga sebagai refresh kembali untuk responden. Gambar 4.4 Foto Ceramah Materi Implementasi 6 Sasaran Keselamatan Pasien Gambar 4.5 Foto Ceramah Materi SKP 1 Ketepatan Identifikasi Pasien. 82 Pada saat demontrasi ini dilakukan oleh perwakilan perawat yang melakukan pemasangan gelang sesuai warna, serta penulisan status di gelang dan juga penandaan kepada responden lainya, menurut Syaiful (2008) metode demonstrasi ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan - bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan - gerakan, suatu proses maupun hal - hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulankesimpulan yang diharapkan. Gambar 4.6 Foto Demonstrasi Materi SKP 1 Ketepatan Identifikasi Pasien. Pada langkah selanjutnya peneliti melakukan pengecekan (check) pemahaman materi yang disampaikan dengan metode tanya jawab dengan responden. Dari hasil pembelajaran ceramah dan demontrasi SKP 1 semua responden tampak sudah memahami secara keseluruhan dari yang disampaikan oleh peneliti. 83 Materi selanjutnya diberikan materi SKP 2 tentang komunikasi efektif. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang cara komunikasi efektif baik lisan pada saat operan shift ataupun juga pada saat telepon dengan dokter. Metode yang dijelaskan peneliti yaitu dengan metode SBAR. Hal ini juga dijelaskan menurut Kemenkes,(2011) komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat instruksi atau perintah diberikan melalui telepon. Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien dan wajib mengupayakan pemenuhan keselamatan pasien. Salah satunya adalah peningkatan komunikasi yang efektif. Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien. Komunikasi yang tepat, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Jenis komunikasi yang dapat dilakukan untuk menunjang pelaksanaan keselataman pasien menurut Sammer, Lykens, Singh, Mains, & Lackan, (2010) diantaranya: Structured techniques (read-back, SBAR). Manojlovich, (2007) menyatakan komunikasi dokter dan perawat mempunyai peran penting dalam menentukan derajat kesehatan pasien, dan kualitas pelayanan yang diberikan. Semakin baik komunikasi diantara perawat dan dokter semakin baik hasil perawatan yang diberikan. 84 Gambar 4.7 Foto Ceramah Materi SKP 2 Peningkatan Komunikasi Efektif. Selanjutnya peneliti melakukan (do) demontrasi cara penulisan SBAR untuk memandu dalam komunikasi efektif baik lisan maupun via telepon dan juga penulisan di RM pasien. Gambar 4.8 Foto Ceramah Materi SKP 2 Penulisan Metode SBAR Gambar 4.9 Foto Demostrasi SKP 2 Penulisan Metode SBAR Via Telepon. 85 Setelah dilakukan demonstrasi oleh peneliti dan juga responden, didapatkan hasil (check) ternyata perawat dan dokter yang hadir pada saat materi ke 2 memahami pentingnya komunikasi efektif ini, dalam metode penulisan SBAR dimana untuk mencegah kesalahan terjadinya miss komunikasi antar unit. Pada data studi dokumen didapatkan pada rekam medis selama 3 bulan terakhir tidak didapatkan penggunaan metode komunikasi yang tepat yaitu menggunakan metode SBAR, dari hasil kuisioner pretest 15 orang tenaga medis pada bagian SKP 2 komunikasi efektif juga didapatkan sedikit memahami tenaga medis tentang komunikasi efektif tetapi bukan menggunakan metode SBAR. Dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini : Tabel 4.6 Hasil Pretest SKP 2 Komunikasi Efektif SKP 2 Komunikasi Efektif n % Sebelum Kurang 8 40% Cukup 12 60% Baik 0 0% Sumber : Data Primer Analisis Kuisioner SKP 2, 2016 Dari 3 soal tentang pemahaman SKP 2 komunikasi efektif didapatkan 12 orang mendapatkan nilai cukup (60%) sisanya 8 orang mendapatkan nilai kurang (40%) perbandingan sangat sedikit sekali yang memahami dari komunikasi efektif tapi tidak memahami tentang penulisan metode SBAR. Dari data kuisioner tersebut maka dilakukan demonstrasi cara penulisan dan 86 komunikasi efektif menggunakan metode SBAR. Pada saat demostrasi dokter memeragakan menelpon perawat untuk melakukan demostrasi komunikasi efektif dengan metode SBAR. Seperti yang dinyatakan langsung oleh perawat di Klinik Trio Husada bahwa : “Enak menggunakan metode ini sehingga perawat tidak sering disalahkan pak sama dokternya , sering terjadi miss komunikasi jadi harus berulang ulang telepon ke dokter , bahkan ke Unit lainya juga. ”(informan “Perawat”). “ Kami belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang ini pak, biasanya menggunakan soap saja dan bicara yang inti saja , kadang juga ada yang terlewat/ terlupa.”(Informan “ perawat”) Pada langkah selanjutnya peneliti melakukan pengecekan (check) pemahaman materi yang disampaikan dengan metode tanya jawab dengan responden. Dari hasil pembelajaran ceramah dan demontrasi SKP 2 semua responden tampak sudah memahami secara keseluruhan dari yang disampaikan oleh peneliti. Materi selanjutnya diberikan materi SKP 3 tentang peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert medications). Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana pengelompokan obat dan juga keamanan obat risiko tinggi. Metode yang digunakan peneliti yaitu dengan menjelaskan tentang penatalaksanaan obat high alert dengan pemberian label pada box obat serta pada ampul obat. Peneliti juga menjelaskan tentang NORUM/LASA (Look a like Sound a Like), yang memiliki 87 nama hampir mirip dan ucapan juga menyerupai serta bentuk yang hampir sama. Serta peneliti juga menekankan melakukan double check sebelum memberikan obat kepada unit terkait, karena untuk mengurangi dari kesalahan pemberian obat. Dalam hal ini juga di tekankan oleh (Permenkes,2011) bahwa obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan ucapan mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). Gambar 4.10 Foto Ceramah Materi SKP 3 Peningkatan Kewaspadaan Obat High Alert. Selanjutnya peneliti melakukan (do) demontrasi cara meningkatkan kewaspadaan obat (high alert) untuk memandu dalam pengertian LASA/NORUM. Serta disini peneliti juga memberikan gambaran tentang contoh obat high alert yang ada di Klinik Trio Husada agar mudah untuk memahaminya. 88 Gambar 4.11 Foto Demonstrasi Materi SKP 3 Peningkatan Kewaspadaan Obat High Alert. Pada penelitian ini peneliti melakukan (check) tentang tingkat kepahaman setelah dilakukan ceramah dan demontrasi pada saat pertemuan ke 3 ini yang datang dari semua petugas apotek dan juga perawat, itu dikarenakan hal ini bersangkutan dengan obat dan cara peningkatan kewaspadaan high alert. Pada saat peneliti mengevaluasi tentang hasil dari ceramah dan demonstrasi tentang LASA, ternyata dari pihak apotek juga ingin menerapkan hal tersebut karena mungkin terlalu repot sehingga tidak sempat dan juga kurang komunikasi dengan apotekernya sehingga tidak paham apa yang harus dilakukan untuk pengembangan di apotek. “ ibu apotekernya datang seminggu kadang 3 kali saja pak , jadi kita bingung tentang penandaan obat, kami juga sering disalahkan sama perawat karena salah ambil obat. Mungkin karena terburu – buru mintanya mereka. Sekarang mungkin kami akan lebih teliti dan akan segera kami berikan tanda untuk mengurangi kesalahan pemberian obat, dan melakukan double check (Informan “ A.A”) Pada langkah selanjutnya peneliti melakukan pengecekan (check) pemahaman materi yang disampaikan dengan metode 89 tanya jawab dengan responden. Dari hasil pembelajaran ceramah dan demontrasi SKP 3 semua responden tampak sudah memahami secara keseluruhan dari yang disampaikan oleh peneliti terutama di unit apotek dan perawat. Materi selanjutnya diberikan materi SKP 4 tentang kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana pengelompokan obat dan juga keamanan obat risiko tinggi. Di Klinik Trio Husada masih jarang sekali melakukan tindakan operasi dikarenakan dari pihak Klinik Trio Husada tidak ingin mengambil risiko dari tindakan operasi, di lain hal juga tidak adanya ruangan khusus untuk tindakan operasi sehingga apabila terdapat pasien yang ingin melakukan operasi maka dokter menyarankan untuk dirujuk ke RS terdekat. Hal ini juga ditegaskan oleh dokter bahwa : “Jarang sekali ada kasus untuk dilakukan tindakan operasi disini, sekalipun ada juga parah dan langsung kami rujuk ke RS karena kami tidak mau berisiko mallpraktek karena juga klinik pratama yang harus melakukan operasi tanpa anastesi. Banyak pasien minta untuk operasi lipom tapi kami menolak mas, karena diluar batas kewenangan klinik. Pemilik meminta hanya fokus pada tindakan dasar yang sesuai batas kewenangan saja. Sehingga sosialisasi kebijkan dan aturan sop belum ada. (Informan “ dokter x”) Meskipun tidak adanya hal tersebut, peneliti memberikan informasi tentang sasaran keselamatan pasien dimana 90 memungkinkan suatu saat nanti akan berkembangnya klinik maka dasar dari hal tersebut sudah dipahami sebelumnya. Gambar 4.12 Foto ceramah materi SKP 4 kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Selanjutnya peneliti melakukan (do) demontrasi tentang SKP 4 , di mana hal tersebut bekerja sama dengan dokter sebagai penanda lokasi yang akan melakukan tindakan, serta perawat yang akan mencatat sign in – time out sehingga semua demonstrasi tersebut dapat terlaksana. Gambar 4.13 Foto demonstrasi materi SKP 4 kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Setelah melakukan ceramah dan demostrasi peneliti melakukan pengecekan (check) terhadap materi yang telah 91 disampaikan. Peserta sudah dapat memahami tentang prosedur dari SKP 4 mengenai ketepatan lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi. Materi selanjutnya diberikan materi SKP 5 tentang pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana mengurangi risiko infeksi di Klinik Trio Husada terutama tentang 5 waktu penting penggunaan antiseptik. Dalam sasaran Internasional Safety Goals yang kelima adalah pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, program yang dikembangkan dalam hal ini adalah mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan dengan menerapkan hand hygiene yang efektif. Rumah sakit mengadopsi pedoman tersebut yang bersumber dari WHO Patient safety. Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan dengan menerapkan program hand hygiene yang efektif, terutama pada 5 momen : 92 Gambar 4.14 5 moment cuci tangan (WHO) Bagaimana cara melakukannya? Dengan menggunakan TEPUNG SELACI PUPUT 1. TE lapak tangan dengan telapak tangan 2. PUNG gung tangan dengan telapak tangan 3. SELA sela jari-jari 4. Jari-jari saling mengun CI 5. PU tar-putar sekeliling ibu jari 6. PUT ar-putar ujung dan kuku jari Berapa lama dilakukan ? Hand rub : 20 – 30 detik dan Hand wash 40 – 60 detik. 93 Gambar 4.15 Foto ceramah materi SKP 5 pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Gambar 4.16 Foto demonstrasi materi SKP 5 pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi risiko infeksi di klinik Trio Husada Kota Batu, peneliti mengajak semua unit untuk mempraktekan cara menggunakan antiseptik dengan langkah yang sudah dijelaskan, dimana manfaatnya adalah untuk semua unit dapat mematuhi SOP 5 momen cuci tangan dan mengurangi risiko infeksi. 94 Setelah melakukan demonstrasi SKP 5 peneliti melakukan pengecekan (check) dengna melakukan tanya jawab kepada para responden apakah sudah paham atau belum. Peneliti meminta responden 1 orang CS (cleaning service) untuk di minta keterangan apakah sudah dapat melakukan cuci tangan dan dicoba di praktekan. Gambar 4.17 Foto demonstrasi materi SKP 5 pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Dari hasil wawancara dengan CS dikatakan bahwa “ kalau diajari seperti ini kita jadi tahu maksut info yang ada di tiap kamar pasien tentang cuci tangan , dan sekarang kami sudah bisa , dan akan kami laksanakan sesuai SOP (Informan “ CS ”) Responden sangat merespon positif dari penambahan ilmu baru ini sehingga mereka tampak aktif dan antusias dalam mengikuti acara implementasi patient safety 6 sasaran. Materi selanjutnya diberikan materi SKP 6 tentang pengurangan risiko pasien jatuh. Materi diberikan dengan metode yang sama yaitu ceramah dan juga demontrasi. Peneliti menjelaskan tentang bagaimana mengurangi risiko pasien jatuh di 95 Klinik Trio Husada terutama tentang seluruh pasien rawat inap dengan menggunakan pengukuran yang dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat risiko jatuh pasien guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya. Peneliti menggunakan beberapa metode untuk pengukuran metode pasien risiko jatuh diantarnya yaitu : a) Seluruh pasien rawat inap dinilai risiko jatuhnya dengan menggunakan checklist penilaian risiko b) Pasien anak memakai formulir checklist penilaian risiko pasien anak: skala humpty dumpty. Dijelaskan pada tabel 4.7 dibawah ini. 96 Tabel 4.7 Skala Humpty Dumpty parameter Usia Jenis Kelamin Diagnosis Gangguan kognitif Faktor lingkungan Respon terhadap : Pembe dahan / Sedasi / anaste si. Pengg unaan medik ament os kriteria < 3 tahun 3– 7 tahun 7 – 13 tahun ≥ 13 tahun Laki laki perempuan Diagnosis neurologis Perubahan oksigenasi Gangguan perilaku Gangguan lainya Tidak menyadari keterbatasan dirinya Lupa akan adanya keterbatasan Orientasi baik terhadap dirinya sendiri Riwayat jatuh/ bayi ditempatkan di tempat tidur dewasa Pasien menggunakan alat bantu Pasien di letakan di tempat tidur Area di luar rumah sakit nilai 4 3 2 1 2 1 4 3 2 1 3 2 1 4 3 2 1 3 Dalam 24 jam 2 Dalam 48 jam > 48 jam dan tidak menjalani 1 pembedahan Penggunaan multipel sedatif , 3 obat hipnosis,barbiturat, anti depresan , diuretik. Penggunaan salah satu obat 2 diatas Penggunaan medikasi 1 lainya/tidak ada medikasi skor 97 Skor asessment risiko jatuh : (minimum 7 , maksimum 23) Skor 7-11 risiko rendah Skor ≥ 12 risiko tinggi c) Pasien dewasa memakai formulir: skala jatuh Morse(Morse Fall Scale/ MFS), dapat dilihat di tabel 4.8 dibawah ini. Tabel 4.8 Skala Jatuh Morse Faktor Risiko Riwayat Jatuh Skala Ya Tidak Diagnosis Sekunder Ya (≥ 2 diagnosa medis) Tidak Alat bantu Berpegangan terhadap perabot Tongkat/ alat penopang Tidak ada bantuan dari alat dan perawat Terpasang infus Gaya berjalan Ya Tidak Terganggu Lemah Normal /mobilisasi Status mental Seringlupa dengan keterbatasan yang dimiliki Sadar akan kemampuan sendiri Poin 25 0 15 0 30 Skor 15 0 20 0 20 10 0 15 0 Kategori risiko : Risiko tinggi ≥ 45 Risiko sedang 25 – 44 Risiko rendah 0 – 24 Pengkajian tersebut dilakukan oleh perawat dan kemudian dapat dijadikan dasar pemberian rekomendasi kepada dokter untuk tatalaksana lebih lanjut. Perawat memasang tanda risiko berwarna 98 kuning di bed pasien dan juga mengedukasi pasien dan atau keluarga dengan maksud pemasangan tanda di bed tersebut. Gambar 4.18 Foto Ceramah Materi SKP 6 Pengurangan Risiko Pasien Jatuh. Langkah selanjutnya peneliti melakukan demostrasi bekerjasama dengan dokter dan perawat lainya untuk simulasi pasien dan perhitungan skor dengan menggunakan skala morse . Gambar 4.19 Foto Demonstrasi Materi SKP 6 Pengurangan Risiko Pasien Jatuh. 99 Setelah melakukan ceramah dan demostrasi peneliti melakukan pengecekan (check) dengan melakukan tanya jawab kepada responden . dari hasil pengamatan responden tampak sudah paham dengan materi dan demostrasi yang disampaikan oleh peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan penjadwalan untuk penyusunan dokumen 6 sasaran keselamatan pasien dan dokumen akreditasi bab 4 bersama unit – unit terkait dari pihak Klinik Trio Husada Kota Batu. Gambar 4.20 Foto Penyusunan Dokumen Setelah penyusunan dokumen yang berlangsung selama 1 minggu dihasilkan data dokumen yang dinginkan oleh peneliti masih kurang bebrapa dokumen dengan checklist dokumen 6 sasaran keselamatan pasien. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini. 100 Tabel 4.9 Checklist Dokumen Sasaran Keselamatan Pasien No STD 1 SKP 1 2 3 4 Dokumen Kebijakan/ Panduan Identifikasi pasien SPO pemasangan gelang identifikasi SPO identifikasi sebelum memberikan obat, darah/produk darah, mengambil darah/specimen lainnya, pemberian pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. SKP Kebijakan/ PanduanKomunikasi pemberian 2 informasi dan edukasi yang efektif SPO komunikasi lisan/ lisan via telp metode SBAR SKP Kebijakan / Panduan/ Prosedur mengenai 3 obat-obat yang high alert minimal mencakup identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat high alert Ya Tidak Ket v v v v v v Daftar obat-obatan high alert Daftar Obat LASA/NORUM SKP Kebijakan / Panduan / SPO pelayanan bedah v 4 untuk untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental v SPO penandaan lokasi operasi v Dokumen: Surgery safety Check list di laksanakan dan dicatat di rekam medis pasien operasi 5 SKP 5 Kebijakan / Panduan Hand hygiene SPO Cuci tangan SPO lima momen cuci tangan Bukti Sosialisasi kebijakan dan prosedur cuci tangan v v v v 6 SKP 6 Kebijakan / Panduan/SPO asessment dan asesmen ulang risiko pasien jatuh SPO pemasangan Tanda risiko jatuh Dokumen Implementasi: Form monitoring dan evaluasi hasil pengurangan cedera akibat jatuh v v v Sumber : Studi Dokumen Klinik Trio Husada Batu, 2016 v v 101 Pada siklus 1 ini peneliti melakukan refleksi dari hasil pemberian materi, dimana dengan waktu yang cukup panjang untuk melaksanakan implementasi tersebut membutuhkan proses dan komitmen dari semua unit sehingga dari siklus 1 ini mendapatkan hasil yang bagus. Selanjutnya pada siklus ke -2 yang akan dilaksanakan selama kurang lebih 1 bulan kedepan peneliti dan responden akan melakukan implementasi langsung kepada pasien . 3) Siklus 2 Implementasi Patient safety Pada siklus 2 peneliti akan melakukan pengecekan langsung dan implementasi langsung bersama responden kepada pasien dan juga memastikan seluruh kesiapan dokumen sudah terlengkapi semua. Pada akhir pelaksanaan akan dilakukan post test untuk semua responden. Pada langkah selanjutnya untuk menjadikan sebuah komitmen yang akan dilaksanakan dalam implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan mempersiapkan akreditasi klinik bab 4 peneliti melakukan perubahan penanggung jawab dalam susunan organisasi dan tim sasaran keselamatan pasien yang sudah ada, di mana akan dirubah sedikit untuk meningkatkan tanggung jawab antar sesama unit. Pembentukan tim disetujui oleh semua unit dan manajemen, di bawah ini bagan susunan tim 6 sasaran keselamatan pasien. Diharapkan dari bagan tersebut dapat meningkatkan komunikasi dan saling berkaitan 102 antar setiap unit dan segala informasi dapat tersampaikan bukan hanya di petugas medis, tetapi juga di petugas non medis. Manajer Penanggung jawab Mutu dan keselamatan pasien (Dokter Umum) Koordinator mutu dan keselamatan pasien (Perawat) Tim Medis Tim Non Medis Seluruh Karyawan Gambar 4.21. Struktur Organisasi tim mutu dan keselamatan pasien Sumber : Data Administrasi Struktur Organisasi Patient safety Klinik Trio Husada Batu Selanjutnya peneliti melakukan rapat kembali bersama tim dan unit terkait untuk melakukan kelengkapan dokumen 6 sasaran keselamatan pasien dan dokumen akreditasi bab 4 yang belum terbuat sampai selesai. Setelah dokumen lengkap pelaksanaan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan SOP yang diinginkan. 103 Setelah semua dokumen sudah terseleseikan responden dan peneliti menjadwalkan untuk melakukan implementasi pada pasien secara langsung mulai dari SKP1 sampai dengan SKP 6. Pada tahap implementasi SKP 1 responden perawat melaksanakan pemasangan gelang untuk identifikasi pasien di ruang rawat inap, seperti pada gambar dibawah ini : Gambar 4.22 Implementasi SKP 1 (pemasangan gelang dan identifikasi sebelum meberikan injeksi) Dari hasil implementasi yang dilakukan kepada pasien didapatkan responden sudah mampu melaksanakan dengan baik dan sesuai SOP, mulai dari pengidentifikasian sebelum memberikan obat dan melakukan double check sebelum melakukan tindakan injeksi. Perbedaan hasil dalam implementasi skp 1 ini dijelaskan pada hasil wawancara dengan kepala ruang perawat bahwa : “ Sebelum diinformasikan dan diajari tentang identifikasi pasien kami masih menulis pada gelang tidak sesuai dengan standar, melakukan identifikasi ulang juga hampir tidak pernah ,ya 104 langsung saja di injeksi tanpa di lihat gelang ataupun di tanya ulang memastikan identitas pasien. Setelah kemarin mendapatkan pelatihan bagaimana caranya identifikasi pasien sekarang semua perawt sudah mau merubah kebiasaan dalam identifikasi pasien dan penulisan identitas di gelang dan RM juga sudah berubah (Informan “ Ka.Ru ”) Pada tahap implementasi SKP 2 responden perawat dan dokter bekerjasama dalam melakukan komunikasi efektif pada kasus yang terjadi yaitu perawat mengkonsulkan kepada dokter untuk mendapatkan solusi dari permasalahan perkembangan pasien rawat inap. Perawat yang bertugas pada saat itu melakukan pencatatan menggunakan metode SBAR yang dilampirkan di rekam medis pasien. Hasil implementasi tersebut juga ditanyakan oleh peneliti kepada pasien terhadap penjelasan identifikasi yang dilakukan perawat kepada pasien yang dijelaskan pada wawancara dengan pasien bahwa : “ sekarang jadi tau kenapa kok di rumah sakit atau klinik di pasang gelang gunanya untuk apa, sehingga saya dapat mengetahui bahwa obat yang dimasukan perawat sudh benar dimasukan ke saya tidak salah orang (Informan “ Pasien ”) Implementasi yang kedua perawat melakukan komunikasi efektif dengan rekan perawat pada saat operan dinas dan melaporkan dengan jelas kondisi pasien dengan metode SBAR dan mengoperkan kepada perawat selanjutnya untuk melakukan tugas yang di perintahkan sesuai rekomendasi dari dokter. Dibawah ini adalah contoh hasil tulisan metode SBAR yang telah dilakukan 105 perawat setelah melakukan komunikasi efektif dengan (DPJP) dokter penanggung jawab pasien . Dari hasil data studi dokumen rekam medis sebelum dilakukan implementasi, masih belum ada dan terdapat format komunikasi menggunakan SBAR yang dilakukan antar unit ataupun dalam komunikasi di unit rawat inap sehingga tidak tercatat dengan baik, hal ini juga disampaikan oleh kepala ruang rawat inap bahwa : “ sekarang komunikasi menjadi lebih enak dan detail , dan tidak hilang , dulunya hanya di lembaran kertas ketika konsul dokter, sekarang semuanya tercatat menggunakan metode SBAR dan ketika operan selalu dibacakan ulang untuk memastikan informasi tersebut benar dan dapat dilanjutkan. (Informan “ Ka.Ru ”) Gambar 4.23 Implementasi SKP 2 (komunikasi efektif menggunakan metode SBAR) Metode komunikasi dengan SBAR juga menjadikan perawat lebih teliti dengan melakukan pengecekan ulang dan konfirmasi kepada dokter sehingga di rekam medis apabila terdpat penulisan yang tidak terbaca perawat langsung menanyakan 106 dengan dokter agar dapat dijelaskan dan dikomunikasikan kepada perawat selanjutnya. Pada tahap implementasi SKP 3 responden terutama khususnya unit apotek mulai mengimplementasikan dari pengerjaan memberikan penandaan obat dan penataan beberapa dokumen daftar obat yang telah diperbarui. Pada implementasi SKP 3 dalam kewaspadaan terhadap high alert beberapa obat yang dulunya disimpan di dalam etalase sekarang beberapa dipindah ke lemari yang terkunci. Pada implementasi selanjutnya pihak apotek juga menjelaskan kepada perawat sebelum menyerahkan beberapa obat high alert sehingga perawat juga mengetahui bahwa ada beberapa obat yang namanya hampir mirip dan tidak salah dalam pemberian obat. Dibawah ini contoh implementasi dari beberapa obat sudah di berikan penandaan LASA dan juga high alert dan juga komunikasi menjelaskan kepada perawat. 107 Gambar 4.24 Implementasi SKP 3 Kewaspadaan obat High Alert (LASA) double check. Pada tahap Implementasi SKP 4 responden yang melakukan implementasi yaitu dari dokter dan perawat. Dalam implementasi tepat lokasi tepat prosedur dan tepat pasien operasi di Klinik Trio Husada Batu pada saat penelitian tidak ada pasien yang akan di lakukan operasi sehingga implementasi yang dapat dilakukan hanya penyusunan dokumen dan SOP saja serta nantinya akan ada pengembangan ruang khusus untuk tindakan operasi. Peneliti pada SKP 4 ini tidak dapat memaksimalkan implementasi langsung kepada pasien. Pada tahap Implementasi SKP 5 tentang mengurangi risiko infeksi responden yang melakukan implementasi ke pasien yaitu 108 dilakukan oleh perawat dan juga oleh cleaning service pada saat membersihkan raungan rawat inap. Implementasi dilakukan penggunaan antiseptik oleh perawat dengan 5 moment yang sudah menjadi SOP dan juga perawat melakukan sosialisasi kepada keluarga pasien ataupun pengunjung yang nantinya informasi yang diberikan oleh perawat akan di tanda tanngai oleh keluarga pasien sehingga harapanya semua tenaga medis dan non medis serta pasien dapat membantu mengurangi risiko infeksi nosokomial di Klinik Trio Husada. Berikut ini adalah foto implementasi pada saat perawat melakukan impelementasi dan sosialisasi 5 moment , serta CS pada saat membersihkan ruangan pasien menggunakan APD untuk mengurangi risiko infeksi. Gambar 4.25 Implementasi SKP 5 Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan. Pada tahap implementasi SKP 6 tentang risiko jatuh responden yang melakukan implementasi dalam hal ini 109 bekerjasama dengan dokter dan juga perawat. Pada saat pelaksaaan implementasi perawat melakukan pemberian informasi tentang risiko jatuh kepada pasien dan juga keluarga sehingga untuk saling menjaga terutama dalam penggunaan pengaman bed dan juga bel perawat. Gambar 4.26 Implementasi SKP 6 Pengurangan Risiko pasien Jatuh (edukasi dan bukti laporan) Implementasi selanjutnya dilakukan oleh perawat dengan melakukan pengukuran risiko jatuh menggunakan metode skala jatuh morse. Dari hasil tersebut agar dapat ditentukan intervensi sesuai dari skala risiko yang didapatkan, perawat sudah mampu mengisi metode skala jatuh morse , dimana sebelumnya tidak pernah menggunakan skala jatuh untuk pasien yang terindikasi risiko jatuh. Gambar 4.27 Implementasi SKP 6 Serah Terima Perawat Dalam Pengisian Skala Morse. Dari hasil implementasi SKP 1 sampai SKP 6 semua responden sudah mampu melaksanakan dengan baik. Selanjutnya 110 peneliti melakukan pengecekan dokumen dan hasilnya semua dokumen sasaran keselamtan pasien sudah terpenuhi sesuai dengan harapan. Untuk menunjang hasil dari implementasi penelitian peneliti melakukan post test untuk menilai sudah seberapa paham responden dalam memahami dan mematuhi SOP. Dibawah ini didapatkan hasil post test dari responden Klinik Trio Husada tentang 6 sasaran keselamatan pasien. Data hasil post test dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah ini. Tabel 4.10 Hasil Postest Sasaran Keselamatan Pasien 6 Standar Identifikasi Pasien Kurang Cukup Baik Komunikasi Efektif Kurang Cukup Baik High Alert Medications Kurang Cukup Baik Tepat Lokasi , Prosedur, pasien operasi Kurang Cukup Baik Pengurangan Risiko Infeksi SKP 1 n % Sebelum 6 30% 12 60% 2 10% SKP 2 n % Sebelum 8 40% 12 60% 0 0% SKP 3 n % Sebelum 20 100% 0 0% 0 0% SKP 4 n % Sebelum 20 100% 0 0% 0 0% SKP 5 n % Sebelum n 2 0 18 % Sesudah 10% 0% 90% n 2 1 17 % Sesudah 10% 5% 85% n 4 3 13 % Sesudah 20% 15% 65% n % Sesudah 5 1 14 25% 5% 70% n % Sesudah 111 Kurang Cukup Baik Pengurangan Risiko jatuh Kurang Cukup Baik 0 0% 15 75% 5 25% SKP 6 n % Sebelum 0 5 15 0% 25% 75% n % Sesudah 11 9 0 3 3 14 15% 15% 70% 55% 45% 0% Sumber : Data Analisis Kuisioner Post Test 6 Sasaran Keselamatan Pasien di Klinik Trio Husada Batu Dari hasil post test didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan dari hasil nilai yang didapatkan oleh responden. Hasil tersebut menjadikan tolak ukur bahwa responden dapat melakukan dari 6 sasaran keselamatan pasien dengan sangat baik. Peneliti juga melakukan pengecekan beberapa fasilitas yang ada di Klinik Trio Husada dan juga informasi – informasi pendukung untuk patient safety Gambar 4.28 Foto Fasilitas pendukung Pasien Safety di Klinik Trio Husada Batu. Selanjutnya peneliti melakukan studi dokumen dengan melakukan pengecekan dokumen, setelah dilakukan pengecekan ke 112 ruang arsip didapatkan bahwa semua dokumen sudah tercetak dan dijilid dalam bentuk map tersendiri, seperti gambar dibawah ini. Gambar 4.29 Foto Dokumen 6 Sasaran Keselamatan Pasien (Panduan , SK, dan SOP). Pada tahap selanjutnya peneliti melakukan survey internal akreditasi klinik bab 4 bersama direktur dan penanggung jawab mutu dan keselamatan pasien serta manajemen untuk melakukan pengecekan dokumen dan telusur ke pasien. Data yang didapatkan dari hasil survey akreditasi klinik bab 4 dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini; Tabel 4.11 Hasil Survey Interrnal Akreditasi Klinik Bab 4 Bab IV. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien FKTP : Klinik Trio Husada Batu Kota : Batu Tanggal : 01 April 2016 Surveyor : Rio Hardiatma Kriteria 4. 1.1 EP 1-10 Kriteria 4.1.2 EP 1- 3 Kriteria 4.1.3 EP 1- 3 Kriteria 4.2.1 EP 1- 7 Kriteria 4.2.2 EP 1- 5 Kriteria 4.3.1 EP 1- 4 Kriteria 4.3.2 Skor 40 Prosentase 40% 30 100% 30 100% 70 100% 50 100% 40 100% 113 EP 1- 3 Kriteria 4.3.3 EP 1- 3 Kriteria 4.4.1 EP 1- 4 Kriteria 4.4.2 EP 1- 8 Kriteria 4.4.3 EP 1- 4 Kriteria 4.4.4 EP 1- 4 30 100% 30 100% 40 100% 80 100% 40 100% 40 100% 520 Total Skor 580 Total EP 89.66% Capaian Sumber : Data Primer, 2016 Hasil survey internal akreditasi yang dilakukan di Klinik Trio Husada terkait akreditasi klinik bab 4 mendapatkan total skor 520 dari 580 skor EP bab 4 dan nilai capaian sebesar 89,66% . Pada tahap selanjutnya peneliti melakukan refleksi dari hasil siklus 1 dan 2 dari implementasi sasaran keselamatan pasien dengan mendatangkan tim independen sehingga dapat menanyakan langsung kepada tim independen untuk melakukan pengamatan hasil dari implementasi 6 sasaran keselamatan pasien di Klinik Trio Husada Batu dalam menghadapi akreditasi klinik. Gambar 4.30 Foto Tim Independen (Puskesmas) Dan Dinkes Dalam Rangka Pembinaan Klinik Dan Implementasi Patient Safety Di Klinik Trio Husada Batu. 114 Berdasarkan wawancara dengan tim Independen dari Puskesmas dinyatakan bahwa : “ implementasi yang dilakukan oleh peneliti sudah sangat maksimal dan hasilnya juga sudah cukup baik, beberapa fasilitas penunjang dari sasaran keselamatan pasien juga sudah terdapat di Klinik Trio Husada. Dokumen SKP semua sudah dilengkapi dengan cukup lengkap,dan hasil survey nilai survey internal akreditasi klinik bab 4 juga sesuai dengan di lapangan. semoga hal ini tidak hilang dan dapat di aplikasikan dengan baik oleh seluruh karyawan Klinik Trio Husada” (Tim Independen). Peneliti selanjutnya melakukan analisa hasil refleksi dari implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan survey akreditasi dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini : Tabel 4.12 Hasil Refleksi 6 Sasaran Keselamatan Pasien di Klinik Trio Husada Batu SKP 1. Ketepatan identifikasi pasien 2. Peningkatan Komunikasi Efektif KEBIJAKAN - Identifikasi menggunakan gelang pasien,identifikasi terdiri dari tiga identitas:nama pasien (e KTP),nomor rekam medik,dan tanggal lahir. - Penulisan gelang terdiri dari : Nama pasien, tanggal lahir , nomor RM. - Pasien laki laki memakai gelang warna biru, pasien perempuan memakai gelang warna pink, - Semua pasien harus diidentifikasi secara benar sebelum dilakukan pemberian obat, tranfusi/ produk darah, pengobatan, prosedur/tindakan,diambil sample darah,urin atau cairan tubuh lainnya - Penerima perintah menulis lengkap perintahnya,membaca ulang dan melakukan konfirmasi - Tulisan disebut lengkap bila terdiri dari jam/tanggal, isi perintah,nama penerima perintah IMPLEMENTASI Dalam sasaran 1 pertama ini, belum adanya double check pada saat identifikasi pasien. Sekarang sudah dilakukan identifikasi pasien pada semua unit terkait. Semua SOP juga sudah dijalankan. Klinik Trio Husada mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan , salah satunya dengan metode SBAR. Di Klinik Trio Husada sudah ada ketetapan tentang SPO dan kebijakan komunikasi efektif ,serta sudah dilakukan sosialisasi SPO cara komunikasi efektif baik per lisan 118 116 - 3. Kewaspadaan Obat High Alert - - - - 4. Kepastian Tepat lokasi , tepat prosedur , dan tepat pasien operasi - - dan tandatangan,nama pemberi perintah dan tanda tangan (pada kesempatan berikutnya) Pencatatan menggunakan metode SBAR untuk mengurangi miss komunikasi Tempelkan stiker obat high alert pada setiapobat khusus di tempat obat Pisahkan obat high alert dengan obat lain dalam kontainer/rak tersendiri/khusus Sebelum apotek memberikan obat high alert cek kepada perawat untuk memastikan tak ada salah (double check). Memberikan Tanda stiker LASA pada ampul obat injeksi.dan cara penggunaan pada tempat obat maupun per telpon. Kepatuhan terhadap SPO diatas sudah diatas 80 %. Penandaan dilakukan pada semua kasus bedah minor . Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat Dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan Klinik Trio Husada belum dapat melaksanakan perubahan pada SKP 4 dikarenakan masih belum ada pasien yang melakukan tindakan operasi setelah dilakukan implementasi. Semua dokumen kebijakan dan sop dari SKP 4 sudah terbuat. Kedepanya Klinik Trio Husada akan menerima pasien yang melakukan operasi bedah minor. Klinik Trio Husada khususnya di Unit apotek sudah terkondiskan untuk penandaan pada semua Obat , terdapat labeling dan pemisahan obat High Alert , dan juga komunikasi double check sudah dilakukan antara petugas apotek dan juga perawat. 117 5. Pengurangan risiko Infeksi - 6. Pengurangan risiko pasien jatuh - 7. Akreditasi klinik bab 4 - - Pelaksanaan 5 moment hand hygiene Sosialisasi pengurangan risiko infeksi dengan 5 moment kepada keluarga pasien Klinik Trio Husada saat ini telah aktif selalu mengingatkan kepada seluruh karywan untuk budaya pentingnya 5 moment hand hygiene. Hal itu terdapat pada setiap ruangan pasien terdapat gambar 5 moment cuci tangan , bukan hanya diruangan tapi di seluruh tempat yg terdapat antiseptik pasti ada gambar 5 moment hand hygiene hal ini juga di sosialisasikan kepada keluarga pasien . dengan adanya respon baik dari pasien dan karyawan ini menunjukan bahwa sudah berjalanya implementasi dari 5 moment hand hygiene di Klinik Trio Husada Batu. Dokter mengedukasi pasien tentang risiko jatuh. Sosialisasi kepada keluarga pasien tentang risiko jatuh Penggunaan skala dalam penentuan risiko jatuh Penggunaan tanda risiko jatuh pada bed pasien Seluruh Karyawan harus berperan aktif dalam mempersiapkan Akreditasi Klinik bab 4 pembuatan struktur Organisasi terkait tim mutu dan keselamatan pasien. Saat ini pasien teredukasi tentang risiko jatuh khususnya pasien yang diindikasikan risiko jatuh. Dokter mampu memberikan edukasi yang tepat kepada keluarga pasien dan pasien. Sebuah perubahan yang dulunya risiko jatuh tanpa skala , sekarang sudah menggunakan pengukuran skala risiko jatuh di Klinik trio Husada. Semua karyawan membantu tim mutu dan keselamatan pasien dalam mempersiapkan akreditasi klinik bab 4. Tugas dan fungsi dari masing – masing tim mutu dan keselamatan pasien berjalan dengan baik. Penyusunan dokumen akreditasi klinik bab 4 sudah terlaksana. Sumber : Data Hasil Refleksi Implementasi 6 Sasaran Keselamatan Pasien dan akreditasi klinik Di Klinik Trio Husada Batu ,2016 4) Siklus 3 Refleksi Patient safety Pada tahap ini peneliti melakukan refleksi dari semua hasil penelitian yang menjadi ukuran tercapainya hasil dari implementasi 6 sasaran patient safety di Klinik Trio Husada Kota Batu. Peneliti menilai hasil dari pengukuran pengetahuan dari responden, perubahan sikap dan perilaku, serta kelengkapan dokumen dari 6 sasaran keselamatan pasien. Pada hasil pengukuran pengetahuan responden didapatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara hasil pretest dan juga post test. Hasil pretest disebutkan bahwa 14 responden mendapatkan nilai kurang, jika dibandingkan dengan hasil post test didapatkan hasil 17 responden mendapatkan nilai baik. Terdapat peningkatan sikap dan perilaku setelah dilakukan implementasi. Tabel 4.13 Hasil Nilai Pretest Dan Post Test Responden Total Nilai Pretest Keterangan Total Nilai Postest Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 5 3 3 4 5 10 14 14 9 12 7 7 7 9 8 Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup Kurang Kurang Kurang Cukup Kurang 18 3 3 10 18 23 24 24 22 23 22 24 24 21 24 Baik Kurang Kurang Cukup Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik 118 119 16 17 18 19 20 6 8 6 7 6 Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang 21 22 22 24 23 Baik Baik Baik Baik Baik Sumber : Data Primer Analisis Kuisioner, 2016 Pada hasil observasi perubahan sikap dan perilaku menunjukan bahwa dengan adanya komitmen responden dalam melakukan sasaran keselamatan pasien dan didasari dengan adanya SOP maka tingkat kepatuhan dalam menjalankan 6 sasaran keselamatan pasien menjadi baik, semua terkoordinasi dengan baik dan juga tersosialisasi dengan baik. Kelengkapan dokumen 6 sasaran keselamatan pasien juga di lakukan studi dokumentasi oleh peneliti dimana dari hasil kerjasama dan komitmen dalam penyusunan dokumen maka dapat terlengkapinya semua dokumen sasaran keselamatan pasien sesuai checklist dari peneliti. Dari hasil survey akreditasi bab 4 yang dilakukan sudah mendapatkan hasil capaian yang cukup baik yaitu 89,66%, hasil tersebut didapatkan karena komitmen dari seluruh tim mutu dan keselamatan pasien serta pembagian tugas untuk mempersiapkan akreditasi klinik bab 4 berjalan dengan baik sehingga dokumen dan implementasi terhadap pasien dapat terpenuhi sesuai kriteria akreditasi klinik bab 4. 120 B. Pembahasan Peneliti melakukan pembahasan berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti yang dilaksanakan pada Bulan Februari sampai dengan April terkait analisis implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan persiapan menghadapi akreditasi klinik bab 4 di Klinik Trio Husada Batu. 1. Pembahasan Sasaran Keselamatan Pasien Ketepatan Identifikasi Pasien Hasil penelitian terkait ketepatan identifikasi pasien menunjukan bahwa responden sebelum diberikan implementasi 6 sasaran keselamatan pasien tidak mengetahui apa manfaat dari identifikasi pasien sehingga hanya melakukan sesuai SOP tanpa memahami dengan jelas. Suzanne (2003) menyebutkan bahwa identifikasi pasien adalah hal yang sangat mendasar yang harus dilakukan oleh tenaga medis. Setelah peneltini memberikan ceramah dan demontrasi serta pendampingan dalam implementasi ketepatan identifikasi pasien didapatkan bahwa semua unit sudah dapat melakukan identifikasi pasien secara benar mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang, hal ini juga dijelaskan oleh Aprilia (2011) bahwa identifikasi pasien adalah proses pencatatan data pasien yang benar sehingga dapat menetapkan dan mempersamakan data tersebut dengan individu yang bersangkutan, identifikasi tersebut dilakukan mulai pasien datang sampai pasien pulang. Dari data subjek penelitian ini melibatkan dari semua unit terkait untuk mendapatkan hasil yang keseluruhan. 121 Ketepatan identifikasi pasien dalam penelitian ini didasarkan pada indikator ketepatan identifikasi pasien secara verbal untuk menyebutkan dua identitas pasien baik di pendaftaran rawat jalan maupun rawat inap untuk mempermudah pencarian rekam medis, untuk di unit rawat inap pasien diminta menyebutkan nama dan tanggal lahir dimana perawat secara verbal meminta menyebutkan dua identitas pasien sebelum melakukan tindakan keperawatan, memberikan obat – obatan, dan juga pengambilan darah. Indikator lainya tentang pemasangan gelang pada pasien untuk memudahkan proses identifikasi dan pasien juga dijelaskan manfaat dipasang gelang tersebut agar pasien tidak selalu dilakukan secara verbal tetapi cukup bisa dilihat dari gelang pasien sehingga lebih mudah dalam melakukan identifikasi. Dari hasil ceramah dan demontrasi terkait indentifikasi pasien sudah disesuaikan menurut beberapa sumber dari pertanyaan kusioner diantaranya adalah : Tabel 4.14 Daftar Pertanyaan Kuisioner SKP 1 Identifikasi Pasien (SKP 1) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien (nama pasien sesuai tanda pengenal dan tanggal lahir pasien) Setiap pasien yang diobservasi memakai gelang identitas Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan Pasien diidentifikasi sebelum melakukan prosedur tindakan Sumber : Kuisioner penelitian ,2016 122 Dari data pernyataan tersebut juga dijelaskan Aprilia (2011) dalam penelitian mengenai elemen penilaian ketepatan identifikasi pasien sebagai berikut : a) Identifikasi dilakukan dengan 2 cara menggunakan nama pasien sesuai tanda pengenal dan juga tanggal lahir. b) Pasien diidentifikasi pada saat memberikan obat medis c) Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan darah responden atau spesimen d) Pasien diidentifikasi sebelum melakukan tindakan keperawatan dan tindakan medis. e) Pasien diidentifikasi menggunakan gelang identitas f) Adanya SOP sebagai kebijakan atau prosedur yang mendukung praktik yang konsisten di semua situasi dan semua unit. Hasil dari implementasi didapatkan penilaian hasil pretest dan post test yang meningkat seperti dilihat pada tabel 4.15 dibawah ini Tabel 4.15 Hasil Penilaian SKP 1 identifikasi pasien kurang cukup baik n 6 12 2 SKP 1 % sebelum 30% 60% 10% n 2 0 18 % Sesudah 10% 0% 90% Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi pengikatan dalam perilaku dalam ketepatan identifikasi pasien jika dilihat dari prosentase sebelum terdapat dari 20 responden (30 %) diantaranya kurang , (60%) cukup dan (10%) baik. Jika dibandingakn dengan sesudah diberikan implementasi terdapat 18 responden dari semua unit resepsionis, apotek 123 sampai dengan tenaga medis mereka memahami dan melaksanakan identifikasi pasien dengan baik, 2 responden yang mendapatkan nilai kurang adalah unit cleaning service yang memang tidak memahami dengan detail untuk pelaksanaanya karena bukan pada bidangnya. Hal tersebut didukung karena adanya penambahan ilmu tentang identifikasi pasien dengan metode ceramah dan demonstrasi serta perubahan perilaku dan dukungan dari manajemen untuk melaksanakan program 6 sasaran keselamatan pasien diantaranya adalah ketepatan identifikasi pasien. Dalam penelitian Ariyani (2009) didapatkan adanya hasil signifikan antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung program patient safety . Dari hasil penelitian wawancara pasien juga dijelaskan bahwa pasien sudah mendapatkan informasi mengenai manfaat identifikasi pasien oleh perawat. Hal ini menunjukan bahwa perawat sudah memahami tentang identifikasi pasien dan juga mampu menjelaskan kepada pasien dan hasilnya sudah cukup baik. Hal ini menjadi salah satu tugas perawat dalam memberikan penjelasan tentang identifikasi yang dilakukan petugas, sehingga pasien dan keluarga memahami semua prosedur identifikasi di rumah sakit ataupun klinik dan ikut mendukung proses identifikasi tersebut. Keselamatan dalam pemberian pelayanan meningkat dengan keterlibatan pasien/keluarga pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Dengan adanya sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan 124 pasien akan memaksimalkan pemberian pelayanan yang berorientasi pada keselamatan pasien (Bonas, 2013). 2. Pembahasan Sasaran Keselamatan Pasien Peningkatan Komunikasi Efektif Hasil penelitian terkait peningkatan komunikasi efektif pada saat telusur dokumen menunjukan bahwa tidak adanya penggunaan komunikasi efektif dengan menggunakan metode apapun, kebijakan dan SOP juga belum tersedia, dan semua komunikasi masih menggunakan catatan asuhan keperawatan dan harus membolak – balik lembar asuhan keperawatan untuk konsul dengan dokter ataupun pada saat operan dinas sehingga komunikasi menggunakan SOAP kurang maksimal. Sebelum diberikan implementasi tentang komunikasi efektif menggunakan metode SBAR di Klinik Trio Husada peneliti melakukan pretest dan didapatkan bahwa dari 20 responden hanya 12 orang (60%) mendapatkan nilai cukup dan sisanya mendapatkan nilai kurang 8 orang (40%). Pentingnya standar komunikasi dalam praktik keperawatan sangat dibutuhkan di Klinik Trio Husada untuk meningkatkan mutu komunikasi dan keselamatan pasien. Manojlovich, (2007) menyatakan komunikasi dokter dan perawat mempunyai peran penting dalam menentukan derajat kesehatan pasien, dan kualitas pelayanan yang diberikan. Semakin baik komunikasi diantara perawat dan dokter semakin baik hasil perawatan yang diberikan. Setelah peneliti memberikan ceramah dan demontrasi serta pendampingan dalam implementasi peningkatan komunikasi efektif di Klinik Trio Husada untuk unit medis didapatkan bahwa semua unit terkait diantaranya apotek, perawat dan juga dokter sudah menggunakan dan 125 dapat melakukan penulisan metode SBAR secara benar mulai dari komunikasi konsultasi dengan dokter, komunikasi dengan RS rujukan dan juga operan dengan perawat shift selanjutnya. Seperti halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Ira (2014) menyebutkan bahwa pelatihan komunikasi SBAR efektif dalam meningkatkan mutu operan jaga di bangsal wardah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit 2. Perbedaan mutu operan jaga yang menjadi lebih baik dari sebelumnya dikarenakan telah diberikan sebuah perlakuan pelatihan komunikasi SBAR pada perawat. Hasil dari implementasi komunikasi efektif didapatkan penilaian hasil pretest dan post test yang meningkat seperti dilihat pada tabel 4.19 dibawah ini Tabel 4.16 Hasil Penilaian SKP 2 Komunikasi Efektif Kurang Cukup Baik SKP 2 n % Sebelum 8 40% 12 60% 0 0% n 2 1 17 % Sesudah 10% 5% 85% Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi peningkatan dalam pemahaman dan peningkatan perilaku dalam komunikasi efektif yang dilakukan pada unit yang terkait antara dokter dan perawat serta perawat pada perawat. Jika dilihat dari prosentase hasil pretest terdapat 17 responden (85%) dari perawat, dokter dan apoteker mendapatkan nilai baik dan 1 responden (5%) unit resepsionis mendapatkan nilai cukup dan 2 orang responden (10%) dari unit cleaning service yang memang tidak 126 memahami dengan detail untuk pelaksanaanya karena tidak jelaskan komunikasi efektif secara detail dalam penggunaan sehari – hari untuk unit cleaning service hanya via lisan saja. Hal tersebut didukung karena adanya penambahan ilmu tentang peningkatan komunikasi efektif dengan metode ceramah dan demonstrasi serta perubahan perilaku dan dukungan dari manajemen untuk melaksanakan program 6 sasaran keselamatan pasien diantaranya adalah peningkatan komunikasi efektif. Dalam penelitian Ariyani (2009) didapatkan adanya hasil signifikan antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung program patient Ssfety . Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Reese , (2009) yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pelayanan, komunikasi yang mendukung keselamatan tidak terlepas dari standar dan prosedur komunikasi yang digunakan dan aspek keselamatan yang diinformasikan. Komunikasi yang akurat tentang pasien harus diinformasikan pada saat operan jaga, kurangnya informasi ataupun tidak tersampaikannya informasi penting terkait kondisi terkini pasien dapat menimbulkan risiko terjadinya kesalahan dan ketidaksinambungan asuhan keperawatan pada pasien. Dari hasil wawancara dengan responden kepala ruang perawat dijelaskan bahwa komunikasi menggunakan metode SBAR lebih efektif dan detail informasinya yang disampaikan oleh dokter ke perawat dan juga sebaliknya, begitu juga dengan operan dinas perawat sekarang menjadi akurat dan detail sehingga mengurangi kesalahan dalam pemberian 127 tindakan dan dalam penulisan di rekam medis. Dari hasil obervasi lapangan juga didapatkan dari 10 rekam medis acak yang diambil peneliti semuanya sudah terdapat catatan komunikasi menggunakan metode SBAR, berbeda dari sebelumnya yang sama sekali tidak terdapat catatan komunikasi yang baik. Hal ini menunjukan bahwa perawat sudah memahami tentang manfaat komunikasi efektif menggunakan metode SBAR. Komunikasi dan membagikan informasi adalah bagian penting dari praktik keperawatan. Salah satu komunikasi efektif dapat dibuktikan pada pemakaian dokumentasi SBAR (Renkola & Hietala, 2014 ). 3. Pembahasan Sasaran Keselamatan Pasien Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai (High Alert Medications). Hasil penelitian terkait peningkatan keamanan obat pada saat telusur dokumen dan implementasi menunjukan bahwa tidak adanya peningkatan keamanan obat. Obat yang berada di apotek masih dalam etalase dan belum di kelompokan sesuai aturan obat high alert , semua masih campur sesuai abjad untuk memudahkan pengambilan. Menurut Kemenkes (2011), obat – obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen klinik harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Nama obat, rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana merupakan salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error). Sebelum diberikan implementasi tentang peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, peneliti melakukan pretest dan didapatkan bahwa dari 20 responden didapatkan semua responden 20 orang (100%) 128 mendapatkan nilai kurang dikarenakan hal tersebut masih belum disosialisasikan oleh apoteker dan apoteker jarang sekali datang sehingga tidak maksimal dalam peningkatan keamanan obat dan juga SOP penanganan obat HAM juga tidak masksimal baik di rawat jalan, UGD maupun juga di rawat inap karena tidak ada serah terima dan penjelasan dari petugas apotek. Hal ini juga dijelaskan oleh DEPKES bahwa Untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi dalam pelayanan, perlu dilakukan upaya – upaya agar tidak terjadi kesalahan dengan mengorientasi tenaga – tenaga baru dengan mengenalkan obat – obat yang masuk dalam kategori high alert dan upaya lainnya berupa pelabelan dan memindahkan obat -obat dengan elektrolit pekat maupun obat high alert lainnya dari unit pelayanan ke unit farmasi (Depkes, 2011). Setelah peneliti memberikan ceramah dan demontrasi serta pendampingan dalam implementasi peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai dengan melakukan sosialisasi obat HAM dan juga mengarahkan dalam pemberian label obat HAM sampai dengan pengelolaan dan penyimpanan obat HAM kepada apoteker dan petugas apotek dan unit terkait lainya seperti perawat, didapatkan bahwa semua unit terkait diantaranya apotek rawat inap dan juga UGD sudah mulai menerapkan komunikasi dalam pemberian obat high alert antar unit. Unit instalasi farmasi / apotek paling banyak berubah sejak dibuatnya surat keputusan direktur yang menyangkut tentang penanganan dan pendistribusian obat high alert, mulai dari penyimpanan obat high alert, 129 pemberian label terkait pada obat – obatan NORUM (Nama Obat Rupa Mirip) atau LASA (Look Alike Sound Alike). Hasil dari implementasi peningkatan kewaspadaan dalam pengambilan obat HAM didapatkan penilaian hasil pretest dan post test yang meningkat seperti dilihat pada tabel 4.17 dibawah ini : Tabel 4.17 Hasil Penilaian SKP 3 High Alert Medications Kurang Cukup Baik SKP 3 n % Sebelum 20 100% 0 0% 0 0% n 4 3 13 % Sesudah 20% 15% 65% Sumber : Data Primer, 2016 Dari hasil tersebut dijelaskan bahwa telah terjadi peningkatan dalam pemahaman dan peningkatan pengetahuan serta perilaku dalam peningkatan kewaspadaan terhadap obat high alert oleh petugas apoteker dan unit terkait lainya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermanto (2015) intervensi berupa sosisalisai dalam bentuk pelatihan, penyusunan daftar obat HAM, pelabelan obat HAM serta sistem penyimpanan obat terbukti dapat meningkatkan pengelolaan obat di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit 2, sebelum dilakukan intervensi sebebsar 27,5 dan setelah dilakukan intervensi sebesar 69% dengan jumlah peningkatan sebesar 41,5% yaitu terjadi peningkatan signifikan setelah dilakukan intervensi. Klinik Trio Husada khususnya di unit apotek sudah terkondiskan untuk penandaan pada semua obat, terdapat labeling dan pemisahan obat 130 high alert, dan juga komunikasi double check sudah dilakukan antara petugas apotek dan juga perawat. 4. Pembahasan Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, dan Tepat pasien Operasi. Hasil penelitian terkait kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi pada saat telusur dokumen menunjukan bahwa tidak adanya dokumen SOP dan juga kebijakan karena di Klinik Trio Husada Batu memang tidak melayani tindakan operasi sampai saat ini. Semua tindakan operasi kecil maupun besar akan dilakukan pengiriman ke Puskesmas dan RS terdekat. Sesuai dengan peraturan PERMENKES tentang KLINIK (2014) dijelaskan bahwa klinik pratama dilarang melakukan tindakan bedah yang diharuskan menggunakan anastesi. Kasus tindakan operasi di Klinik Trio Husada Batu tanpa anastesi lokal juga jarang ada kasus sehingga klinik tidak membuat kebijkan khusus terkait tindakan operasi. Dari hasil wawancara yang dijelaskan oleh dokter dijelaskan bahwa memang belum ada penjelasan terkait tindakan operasi yang dilakukan di Klinik Trio Husada karena klinik tidak membolehkan melakukan tindakan operasi diluar batas kewenangan klinik pratama. Setelah dilkukan sosialisasi menggunakan metode ceramah dan demostrasi oleh peneliti terkait sasaran keselamatan pasien tentang SKP 4 tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi didapatkan hasil 131 bahwa terdapat peningkatan pengetahuan tenatng pentingnya kebijakan dan sop tentang tindakan operasi. Seperti dilihat pada tabel 4.18 Tabel 4.18 Hasil Penilaian SKP 4 Tepat Lokasi , Prosedur, pasien operasi Kurang Cukup Baik SKP 4 n % Sebelum n % Sesudah 20 0 0 5 1 14 25% 5% 70% 100% 0% 0% Sumber : Data Primer, 2016 Menurut Kemenkes (2011), salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan dan sering terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tim bedah yang kurang atau tidak melibatkan pasien saat penandaan lokasi. Di samping itu, ada beberapa faktor yang sering terjadi, antara lain: pengkajian pasien yang tidak adekuat, penulisan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi antar anggota tim bedah sehingga dari data yang disampaiakn peneliti tersebut Klinik Trio Husada merespon positif tentang sosialisasi yang diberikan mengenai pembelajaran tentang bagaimana melakukan penandaan operasi, SOP sebelum melakukan operasi sehingga seluruh dokter dan perawat dapat mengerti tentang tindakan sebelum melakukan operasi, meskipun sampai saat ini Klinik Trio Husada belum bisa menangani kasus tindakan operasi sesuai yang dijelaskan oleh PERMENKES (2014). Hasil dari implementasi penjelasan SKP 4 oleh peneliti dan pihak klinik yaitu membuat penyusunan dokumen kebijakan tepat lokasi, tepat 132 prosedur dan tepat pasien operasi dan juga terkait SOP dan juga pengetahuan tentang surgery safety checklist agar kedepanya nanti dapat menambah pengetahuan dan juga apabila klinik berkembang hal tersebut sudah dipahami oleh seluruh dokter dan tenaga medis di Klinik Trio Husada. 5. Pembahasan Pengurangan Risiko Infeksi Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit (Kemenkes, 2011). Begitu halnya yang ada di rumah sakit, Klinik Trio Husada juga berupaya dalam mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan mulai dari unit tenaga medis maupun non medis sesuai dengan aturan kebijakan dan SOP yang telah dibuat. Pasien yang dirawat di rumah sakit / klinik sangat rentan terhadap infeksi nosokomial atau dikenal dengan Health Care Associated Infections (HCAI) yang dapat terjadi karena tindakan perawatan selama pasien dirawat di rumah sakit ataupun klinik, kondisi lingkungan disekitar rumah sakit / klinik, dan daya tahan tubuh pasien. Penularan dapat terjadi dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dampak dari HCAI dapat memperpanjang lama rawat, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta menambah biaya perawatan (WHO, 2009). Dari hasil 133 penelitian yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa fasilitas penunjang untuk mencegah terjadinya infeksi berupa cairan antiseptik, poster, cara cuci tangan sudah terpasang diseluruh ruangan rawat inap, wastafel dan jalur umum, semua informasi tersebut sudah disosialisasikan kepada pasien maupun keluarga pasien oleh perawat. Kegagalan melakukan hand hygiene yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi rumah sakit dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah. Terdapat 6 langkah dalam teknik cuci tangan dengan air dan sabun yang dikeluarkan oleh WHO. Durasi untuk melakukan cuci tangan adalah selama 40-60 detik. Sedangkan durasi untuk melakukan hand hygiene dengan alcohol based formulation adalah selama 20-30 detik (Boyce, 2002). Untuk mencegah kegagalan dalam pelaksanaan hand hygiene peneliti memberikan demonstrasi cara cuci tangan menggunakan sabun dan antiseptik, dari hasil penelitian menjelaskan bahwa semua unit sudah dapat memahami dan dapat melaksanakan hand hygiene dengan baik, dimana hal tersebut adalah salah satu hal untuk cara mengurangi risiko infeksi di Klinik Trio Husada. Hal ini juga digambarkan pada tabel 4.19 hasil pretest dan post test pengurangan risiko infeksi sebagai berikut, Tabel 4.19 Hasil Penilaian SKP 5 Pengurangan Risiko Infeksi Kurang Cukup Baik SKP 5 n % Sebelum 0 0% 15 75% 5 25% Sumber : Data Primer, 2016 n 0 5 15 % Sesudah 0% 25% 75% 134 Ada 5 (lima) momen cuci tangan menurut WHO yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan prosedur aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekeliling pasien (WHO, 2009). Dari hasil observasi tentang 5 waktu cuci tangan sebelum dan sesudah kepada perawat didapatkan bahwa masih belum seluruh perawat melakukan cuci tangan 5 waktu sebelum dan sesudah, tetapi dibandingkan dengan sebelum diberikan intervensi sudah berbeda sangat jauh tingkat kepatuhan dalam melakukan hand hygiene karena juga dukungan dan komitmen dari semua karyawan. Klinik Trio Husada juga menekankan kepada perawat bahwa seluruh pasien rawat inap dan rawat jalan wajib diberikan penyuluhan antiseptik, utamanya adalah pasien rawat inap, dengan dibuatkan sebuah buku dokumentasi untuk setiap penjelasan yang diberikan dan harus ditandatangai oleh pasien sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan pasien tentang risiko infeksi dan juga mencegah terjadinya infeksi nosokomial yang ada di klinik trio husada. Pemberdayaan pasien adalah konsep baru di pelayanan kesehatan yang sekarang sudah diperluas menjadi bidang patient safety. Dalam rangka pengembangan baru guideline WHO mengenai cuci tangan di pelayanan kesehatan, untuk mengidentifikasi bukti yang mendukung program yang bertujuan untuk mendorong pasien mengambil peran aktif dalam perawatan mereka. Pemberdayaan pasien merupakan bagian yang utuh dari strategi multimodal hand hygiene WHO. Strategi promosi hand hygiene 135 membuktikan keberhasilan pemberdayaan pasien termasuk satu atau semua komponen berikut: alat pendidikan, motivasi dan alat pengingat serta contoh teladan, yang penting adalah program dan model yang mendukung pasien harus dikembangkan dan dievaluasi untuk menilai keberhasilan tersebut (Guckin et,al , 2010). 6. Pembahasan Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Hasil peneltian terkait pengurangan risiko jatuh di Klinik Trio Husada didapatkan bahwa perwat sudah mampu dalam melakukan asessment awal dalam pengukuran pasien risiko jatuh, serta dilakukan serah terima untuk dilakukan pengkajian ulang setiap operan dinas perawat. Hal ini dijelaskan juga oleh KEMENKES, bahwa rumah sakit menerapkan proses asessment awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asessment ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asessment dianggap berisiko jatuh. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit (Kemenkes, 2011). Dengan adanya kebijkan dari klinik serta aturan sop dalam pengkajian risiko jatuh, Klnik Trio Husada menggunkan skala MFS untuk pengkajian pasien risiko jatuh pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk pasien anak. Dari hasil kuisioner dan juga pengamatan yang 136 dilakukan peneliti dim dapatkan bahwa perawat sudah mampu melakukan pengukuran risiko jatuh menggunakan skala jatuh MFS, dimana sebelumnya tidak menggunakan skala jatuh MFS. Hal ini terdapat dalam tabel 4.20 dibawah ini, Tabel 4.20 Hasil Penilaian SKP 6 Pengurangan Risiko jatuh Kurang Cukup Baik SKP 6 n % Sebelum n % Sesudah 11 9 0 3 3 14 15% 15% 70% 55% 45% 0% Sumber : Data Primer, 2016 Dalam melakukan penilaian asessment awal untuk pasien dengan risiko jatuh terdapat beberapa alat yang digunakan. Alat untuk asessment awal risiko jatuh yang memiliki sensitivitas tinggi dan spesifisitas tinggi adalah yang menilai kestabilan dalam berjalan, kelemahan anggota gerak bawah, agitasi, frekuensi / inkontinensia urin, riwayat jatuh, dan penggunaan obat yang menyebabkan mengantuk atau hipnosis. Salah satu yang tinggi sensitivitas dan spesifisitasnya adalah Morse Fall Scale/MFS. MFS ini memiliki sensitivitas 78% dan spesifisitas 83% (Gardner, 2013). Instrument penilaian risiko jatuh yang dapat digunakan yaitu morse fall scale (MFS) untuk pasien dewasa dan humpty dumpty untuk pasien anak. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, perawat sudah memasangkan tanda risiko jatuh kepada pasien bukan dengan gelang warna kuning melainkan tanda stiker warna kuning mulai dari RM dan 137 juga di bed pasien, perawat juga memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang tanda risiko jatuh yang diberikan serta perawat memberikan edukasi tentang risiko jatuh kepada pasien dan didokumentasikan sehingga dapat dimengerti oleh pasien maupun keluarga pasien. Asessment pasien dengan risiko jatuh sudah dilakukan oleh perawat pada saat pasien masuk UGD hingga pindah ke rawat inap, terdapat perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh dan dilakukan dengan jarak yang teratur. Klinik Trio Husada sudah melakukan upaya untuk mencegah kejadian pasien cedera akibat jatuh, upaya yang dilakukan yaitu tempat tidur dengan pengaman, kamar mandi dengan pengaman, bel dekat dengan pasien, dan peringatan berupa tulisan yang diletakkan di lantai klinik pada saat dibersihkan. Hal ini juga dijelaskan dalam pedoman pencegahan cedera dan pasien jatuh Universitas Hospitals Birmingham menyebutkan untuk menurunkan risiko pasien jatuh dilakukan beberapa hal yaitu skrining risiko cedera dan pasien jatuh, pedoman respon dan tindakan fisioterapi untuk pasien jatuh, pedoman respon dan tindakan terapi okupasi untuk pasien yang mengaku telah jatuh/berisiko jatuh, pedoman obat terutama dalam pemberian obat yang meningkatkan risiko pasien jatuh, penilaian untuk penggunaan pengaman tempat tidur (pasien jatuh dari ketinggian), penggunaan alas kaki yang aman bagi pasien, duduk pasien yang aman bagi pasien, penyebaran leaflet tentang pencegahan pasien jatuh, 138 memberikan bantuan mengantarkan dan menunjukkan ke toilet dan mendekatkan bel dengan pasien (UHB, 2012) 7. Pembahasan Dokumen Akreditasi Klinik Bab 4 Pelaksanaan akreditasi klinik bab 4 di Klinik Trio Husada sangat membutuhkan kerjasama dan komitmen dari seluruh karyawan, dengan pembagian tugas dan terbentuknya tim mutu dan keselamatan pasien sangat membantu persiapan akreditasi klinik bab 4 dalam penyusunan dokumen dan juga implementasi dalam pelaksaan sesuai dengan tujuan akreditasi klinik bab 4 . Hasil capaian yang didapatkan dari survey internal yang dilakukan oleh direktur dan juga penanggung jawab mutu dan keselamatan pasien mendapatkan skor 520 dari total 580 skor total dari elemen penilaian akreditasi klinik bab 4, dan mendapatkan capaian nilai 89,66%. Dari data tersebut terdapat beberapa instrumen yang belum terpenuhi dimana memang ada beberapa dokumen terkait pelaksanaan KTD, KPC, PNC memang belum dilaksanakan oleh peneliti dan juga di implementasikan oleh penanggung jawab mutu karena saat ini fokus ke 6 sasaran keselamatan pasien. Dalam permenkes akreditasi klinik dijelaskan dalam penilaian kareditasi klinik dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian pada tiap kriteria. Pencapaian terhadap elemen – elemen penilaian pada setiap kriteria diukur dengan tingkatan sebagai berikut : 1) Terpenuhi : bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10, 139 2) Terpenuhi sebagian : bila pencapaian elemen 20 % - 79 %, dengan nilai 5, 3) Tidak terpenuhi : bila pencapaian elemen < 20 %, dengan nilai 0. Penilaian tiap bab adalah penjumlahan dari nilai tiap elemen penilaian pada masingmasing kriteria yang ada pada bab tersebut dibagi jumlah elemen penilaian bab tersebut dikalikan 10, kemudian dikalikan dengan 100 % (Permenkes, 2015). Penjelasan diatas dapat menjelaskan bahwa penilaian akreditasi klinik di Klinik Trio Husada sudah terpenuhi dengan nilai capaian > 80% yaitu 89,66% pada bab 4. 8. Pembahasan Refleksi implementasi Sasaran Keselamatan Pasien dan persiapan akreditasi klinik bab 4 di Klinik Trio Husada Kota Batu. Implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan persiapan akreditasi klinik bab 4 yang dilakukan di Klinik Trio Husada Batu mendapatkan respon positif dari pemilik dan tim independen dan mendapatkan penilaian berdasarkan data hasil dari peneliti dijelaskan bahwa implementasi 6 sasaran keselamatan pasien dan persiapan akeditasi klinik bab 4 yang dilakukan di Klinik Trio Husada Kota Batu sudah tercapai. Indikator keberhasilan yang di dapatkan adalah : a) Dokumen SKP 90% dari target hanya 80% Seluruh dokumen sudah terpenuhi sebelumnya hanya 2 SKP yang sudah ada. sesuai checklist 140 b) Sikap dan Perilaku 80% Perubahan perilaku ditunjukan dari hasil post test mendapatkan hasil perubahan yang cukup bagus dimana dari total 20 responden, 17 responden mendapatkan nilai baik (85%) dan hasil wawancara dengan tim independen dan hasil observasi kepada pasien didapatkan responden melakukan sesuai dengan SOP. c) Akreditasi Klinik Bab 4 89,66 % Semua dokumen serta telusur implementasi dari hasil survey tiap kriteria dari instrumen akreditasi klinik bab 4 sudah tercapai, dengan total skor 520 dari total skor 580 EP dan hasil capaian nilai 89,66%. .