ANALISIS PERTANYAAN GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN 12 MALANG Sahistifa Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Pertanyaan merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. Pertanyaan yang diajukan guru dapat menjadikan proses belajar mengajar lebih dinamis. Pertanyaan yang efektif dapat meningkatkan tingkat berpikir dan keberhasilan siswa. Pertanyaan guru yang efektif dan sesuai dengan tingkat berpikir siswa merupakan model yang baik bagi siswa sehingga dapat mendorong keberanian dan ketrampilan siswa dalam bertanya.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara objektif ragam pertanyaan berdasarkan tingkat kognisi, fungsi, dan proporsinya menurut taksonomi Bloom yang digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Yang di dalam proses penelitian memastudi kasus. Instrumen utamanya adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat bantu berupa alat perekam suara dan catatan lapangan. Subjek penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia kelas VII dan VIII SMP Negeri I2 Malang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara merekam dan mencatat kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas seperti apa adanya. Setelah perekaman selesai dilakukan pentraskipsian hasil rekaman dan penganalisaan data untuk menentukan tingkat kognisi pertanyaan guru, fungsi pertanyaan guru, dan proporsi pertanyaan guru menurut taksonomi Bloom.Berdasarkan tingkat kognisinya, guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan pertanyaan yang berada dalam empat tingkat kognisi, yaitu (1) pertanyaan tingkat pengetahuan, (2) pertanyaan tingkat pemahaman, (3) pertanyaan tingkat aplikasi, dan (4) pertanyaan tingkat analisis.Berdasarkan fungsinya, pertanyaan yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia secara pragmatis meliputi delapan fungsi, yaitu (1) pertanyaan yang berfungsi meminta penjelasan, (2) pertanyaan yang berfungsi meminta konfirmasi, (3) pertanyaan yang berfungsi memerintah, (4) pertanyaan yang berfungsi menguji, (5) pertanyaan yang berfungsi memuji atau mengejek, (6) pertanyaan yang berfungsi mengungkapkan keluhan, (7) pertanyaan yang berfungsimeminta penegasan, dan (8) pertanyaan yang berfungsi memancing. Kata kunci: pertanyaan, guru, pembelajaran Bahasa Indonesia PENDAHULUAN Dalam kegiatan belajarmengajar bahasa Indonesia di kelas, guru diharapkan memiliki kemampuan mengembangkan interaksi belajarmengajar dengan mengguna-kan pertanyaan-pertanyaan yang betul-betul dipertimbangkan. Hal ini disebabkan perta-nyaan-pertanyaan yang digunakan oleh guru benar-benar mempengaruhi perkembangan mental siswa dan meningkatkan pola berpikir siswa. Namun, dalam kenyataan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah masih dijumpai guru-guru yang belum memanfaatkan pentingnya pertanyaan dalam pengembangan proses belajarmengajar. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan tanpa mempertimbangkan kesesuaian antara NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 153 bentuk pertanyaan dengan tingkat pola berpikir siswa. Dengan demikian, siswa seringkali merasakan bahwa pertanyaanpertanyaan yang diterimanya terlalu sulit atau bahkan terlalu mudah. Pertanyaan sebaiknya disesuaikan dari segi jenis, fungsi, maupun proporsinya. Dengan dilaksanakannya penelitian ini bertujuan untuk: memperoleh gambaran objektif tentang ragam pertanyaan berdasarkan tingkat kognisinya yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMPN 12 Malang, memperoleh gambaran objektif tentang fungsi pertanyaan yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMPN 12 Malang dan memperoleh gambaran objektif tentang proporsi ragam pertanyaan yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMPN 12 Malang. Penelitian ini mempunyai manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut dikemukakan berikut ini.Secara teoritis, penelitian ini memberikan sumbangan fakta-fakta tentang berbagai ragam pertanyaan yang ditinjau berdasarkan jenis, fungsi dan proporsi pertanyaan yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Di samping itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi para peneliti untuk dapat mengembangkan, melanjutkan, dan menyempurnakan keilmuan pada penelitian selanjutnya.Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun dan menyampaikan pertanyaan yang lebih sesuai dengan kesiapan mental dan pikiran peserta didik sehingga betul-betul mampu meningkatkan pola berpikirnya. Dengan demikian, guru betul-betul mampu menggunakan pertanyaan secara tepat dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Bagi penyusun buku teks bahasa Indonesia dan penyusun tes evaluasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan yang disusunnya sehingga diharapkan dapat menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang betul-betul dapat menggali dan mengukur tingkat pemahaman dan kemampuan belajar siswa. METODE Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan penelitian kualitatif dan memakai jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan studi kasus observasional. Bogdan dan Biklen (1982:27) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif mempunyai ciri-ciri (1) bersifat deskriptif, (2) penelitian dilakukan pada latar alamiah dan penelitian sebagai instrumen utama, (3) lebih memperhatikan proses daripada hasil, (4) analisis data dilakukan secara induktif, dan (5) makna (mea-ning) merupakan perhatian utama. Sehingga dengan demikian melalui pendekatan kualitatif penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskriptif atau gambaran ob-jektif tentang pertanyaan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMPN 12 Malang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan studi kasus observasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari setting alamiah yang berupa proses interaksi belajar mengajar di kelas dan peneliti sendiri merupakan instrumen utama, di mana peneliti melakukan pengambilan data dengan cara hadir langsung di lapangan dengan maksud untuk dapat mengamati dengan lebih lengkap akan konteks yang terjadi dan melakukan interpretasi-interpretasi dengan lebih mudah. Penelitian ini lebih difokuskan pada proses saat pertanyaan digunakan guru. Data yang telah terkumpul selanjutnya di analisa secara induktif. NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 154 Dalam pembahasan hasil analisis digunakan data yang diperoleh peneliti yang berupa rekaman dan catatan lapangan, baik yang berupa deskripsi maupun refleksi. Dengan demikian, jelaslah bahwa penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Studi kasus digunakan karena (1) penelitian difokuskan pada satu objek, yaitu pertanyaan guru, (2) penelitian ini dilakukan dalam satu setting, yaitu proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, dan (3) pengumpulan data utama dilakukan dengan metode observasi (Bogdan dan Biklen, 1982). HASIL DAN PEMBAHASAN Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut. Berdasarkan tingkat kognisinya, guru menggunakan pertanyaan dengan empat tingkat kognisi, yaitu (1) tingkat pengetahuan, (2) tingkat pemahaman, (3) tingkat aplikasi, dan (4) tingkat analisis. Sedangkan untuk tingkat kognisi sintesis dan evaluasi tidak ditemukan dalam penelitian ini. Dengan demikian guru mempunyai kemampuan mengaplikasikan tingkat-tingkat kognisi pertanyaan. Dalam bertanya guru berupaya mengkombinasikan antara pertanyaan yang memiliki tingkat berpikir rendah dan tingkat berpikir tinggi, walaupun untuk tingkat berpikir tinggi hanya sampai pada tingkat pertanyaan analisis. Pertanyaan Guru Berdasarkan Tingkat Kognisinya Berdasarkan tingkat kognisinya, guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia meng-gunakan pertanyaan yang berada dalam empat tingkat kognisi, yaitu (1) pertanyaan tingkat pengetahuan, (2) pertanyaan tingkat pemahaman, (3) pertanyaan tingkat aplikasi, dan (4) pertanyaan tingkat analisis. Dengan penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang berada pada empat tingkat kognisi ini, dapat ditafsirkan bahwa guru mempunyai pengetahuan dan kemampuan mengaplikasi-kan tingkat-tingkat kognisi pertanyaan. Dalam bertanya, guru berupaya untuk mengom-binasikan antara pertanyaan yang memiliki tingkat berpikir divergen. Hal ini ditafsirkan sebagai upaya untuk menggairahkan semangat belajar siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pertanyaanpertanyaan yang memiliki tingkat berpikir rendah dan tidak merasa kesulitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang memiliki tingkat kognisi tinggi. Pertanyaan-pertanyaan yang diguna-kan guru ini, berdasarkan teori memang sesuai untuk diterapkan pada siswa yang berada pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam masa ini siswa sudah mampu untuk diajak menggunakan proses berpikir tingkat tinggi, namun untuk menggunakan proses tingkat sintesis dan evaluasi masih cukup baik. Berdasarkan data pertanyaan dalam penelitian ini, sulit dikelompokkan kata kerja atau kata tanya yang digunakan untuk masingmasing tingkat kognisi. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya kata kerja (predikat) atau kata tanya yang digunakan guru. Dengan demikian, hal ini menyimpang dengan apa yang disampaikan oleh Frazee (1995), yang menyatakan bahwa tingkat kognisi pertanyaan dapat diidentifikasikan dari kata tanya dan kata kerja yang digunakan. Namun hal ini sesuai dengan pendapat Parera (1986: 7) yang menyatakan bahwa kata tanya dan kata kerja untuk pertanyaan kognisi tingkat tinggi tetapi bila jawabannya bersifat tekstual, ada dalam materi pelajaran, hal ini termasuk pertanyaan tingkat rendah, siswa tinggal mengingat kembali. Untuk itu, dalam pengelompokan ini juga digunakan indikator yang kedua, yaitu yang berhubungan dengan tuntutan pertanyaan dengan tindakan siswa atau NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 155 tingkat proses bepikir siswa. Frezee mengemukakan bahwa tingkat proses berfikir siswa adalah bagaimana pengetahuan yang dimiliki siswa berinteraksi dengan pengetahuan baru yang ada dalam materi pelajaran. Identifikasi tingkat kognisi pertanyaan berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari. Identifikasi bersifat semantik dan kontekstual. Oleh karena itu, dalam penyusunan pertanyaan khususnya untuk pertanyaan tingkat kognisi tinggi, tidak hanya sekedar melihat kata tanya atau kata kerja yang digunakan, tetapi juga harus mempertimbangkan bagaimana tingkat proses berpikir siswa yang timbul oleh pertanyaan tersebut. kata tanya mengapa, bagaimana, atau yang lain, dan kata kerja menggolongkan, menbedakan da sebagainya tidak otomatis memrupakan pertanyaan tingkat kognisi tinggi. Untuk itu, harus dilihat tindakan apa atau proses berpikir bagaimana yang dilakukan siswa. Tindakan atau berpikir siswa tingkat rendah meliputi proses mengingat, mengungkapkan, menjelaskan, merangkum, menunjukkan, dan memecahkan. Sementara itu proses berpikir tingkat tinggi meliputi menduga, membandingkan, menyususn, memperkirakan, memilih dan menilai (Frezee, 1995). Berdasarkan intensitas penggunaan-nya, guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia lebih banyak menggunakan pertanyaan tingkat bepikir konvergen (analisis, sintesis dan evaluasi). Hal ini menandai bahwa guru berupaya untuk mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan materi pelajaran, yang dalam hal ini materi pelajaran yang disampaikan guru lebih banyak yang bersifat teoritas tekstual. Di samping itu, metode pembelajaran yang digunakan guru juga mempengaruhi banyaknya penggunaan pertanyaan konvergen. Guru dalam melaksanakan proses pembelajaran masih banyak menggunakan metode diskusi. Padahal, pertanyaan-pertanyaan divergen lebih banyak muncul dalam proses pembelajaran yang menggunakan metode diskusi. Pertanyaan Guru Berdasarkan Fungsinya Pertanyaan dalam pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting. Proses pembelajaran yang baik, didukung oleh faktor kemampuan guru untuk memfungsikan pertanyaan dalam berbagai peran yang diperlukan dalam proses blajar mengajar. Fungsi pertanyaan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga peran utama yaitu pertanyaan untuk membentuk ketrampilan, untuk pemahaman (kognisi), dan untuk pengelolaan kelas (Lemlech,1994). Keanekaragaman fungsi pertanyaan yang berperan dalam interaksi (pembelajaran) dipengaruhi dan ditentukan oleh latar, situasi, tujuan, topik dan pelaku (Rofi’udin, 1994). Dapat diketahui bahwa pertanyaan yang digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia secara pragmatis meliputi delapan fungsi, yaitu (1) pertanyaan yang berfungsi meminta penjelasan, (2) pertanyaan yang berfungsi meminta konfirmasi, (3) pertanyaan yang berfungsi memerintah, (4) pertanyaan yang berfungsi menguji, (5) pertanyaan yang berfungsi memuji atau mengejek, (6) pertanyaan yang berfungsi mengungkapkan keluhan, (7) pertanyaan yang berfungsimeminta penegasan, dan (8) pertanyaan yang berfungsi memancing. Pertanyaan yang berfungsi meminta penjelasan Sebagai besar ahli bahasa menyatakan adanya fungsi pertanyaan untuk meminta penjelasan. Kearsly (1974) mengemukakan adanya fungsi ephistemic dari suatu pertanyaan dan Kartomiharjo (1987) mengemukakan adanya fungsi penjelasan dari suatu NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 156 pertanyaan. Pertanyaan yang berfungsi meminta penjelasan ilokusinya berupa guru minta agar siswa menjelaskan sesuatu, responnya berupa pemberian penjelasan, dan siswa mungkin hadir sebagai orang yang dimaksud atau bukan orang yang dimaksud. Sementara itu, situasinya tidak memungkinkan dilakukannya tindakan pada saat itu. Adapun cara untuk meminta penjelasan dari siswa ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) guru melacak jawaban siswa sedetil-detilnya, (2) guru meminta siswa memberikan alasan atau penalaran, (3) guru meminta ketepatan jawaban, (4) guru meminta jawaban yang relevan, dan (5) guru meminta contoh kepada siswa. Pertanyaan yang berfungsi meminta penjelasan sebenarnya dapat dimunculkan oleh semua pelaku interaksi tanpa memperhatikan perbedaan status sosial atau kedudukan. Pelaku interaksi yang berstatus sosial yang lebih tinggi dapat meminta penjelasan pada pelaku interaksi yang berstatus sosial lebih rendah, dan juga sebaliknya pelaku interaksi yang berstatus sosial lebih rendah dapat meminta penjelasan pada pelaku interaksi yang berstatus sosial lebih tinggi (Rofi’udin, 1990:193). Pertanyaan ini banyak digunakan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Hal ini dimungkinkan guru berupaya mengembangkan proses berpikir siswa dan berupaya untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan sisa terhadap materi-materi pelajaran yang sedang diberikan pada saat itu. Pertanyaan yang berfungsi untuk meminta konfirmasi Di samping berfungsi untuk meminta penjelasan, pertanyaan guru juga ada yang berfungsi meminta konfirmasi. Ilokusinya dari pertanyaan guru juga ada yang berfungsi meminta konfirmasi ini berupa guru minta agar siswa memberi informasi, responnyaberupa konfirmasi benar atau salahnya sesuatu yang diketahui huru, dan siswa mungkin hadir sebagai orang yang dimaksud. Sementara itu, situasinya tidak memungkinkan dilakukannya situasi saat itu. Dari hasil analisi data, pertanyaan ini dilakukan guru dengan cara (1) meminta informasi tindakan yang telah dilakukan siswa, (2) meminta persetujuan, (3) meminta pertimbangan, dan (4) meyakinkan kebenaran masalah. Semua pertanyaan yang meminta konfirmasi yang disusun oleh guru dengan bentuk pertanyaan tertutup. Karena jawaban dari pertanyaan yang berfungsi konfirmasi ini biasanya sudah disediakan dalam dua alternatif, misalnya: ya atau tidak, ada atau tidak, sudah atau belum, dan lain-lain. Dengan digunakannya pertanyaan untuk meminta konfirmasi dapat ditafsirkan bahwa guru berusaha untuk senantiasa membuat siswa selalu ikut andil dan memperhatikan terhadap proses pembelajaran yang sedang dilakukan. Hal ini disebabkan dengan lontaran-lontaran pertanyaan ini siswa akan terdorong untuk memberikan tanggapan terhadap jawaban pertanyaan ini. Pertanyaan yang berfungsi untuk memerintah Di samping digunakan untuk meminta penjelasan, pertanyaan guru juga ada yang berfungsi untuk memerintah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Kartomiharjo (1987), dahwa selain untuk meminta penjelasan, melarang, memuji, atau kengungkapkan keluhan, pertanyaan juga dapat difungsikan untuk memerintah. Fungsi pertanyaan ini sesuai dengan kedudukan dan otoritas guru yang lebih besar dari pada siswa. Guru dengan pernyataan ini menyuruh atau memerintah siswa untuk melakukan perbuatan yang bersifat tertulis atau lisan. Pertanyaan ini digunakan guru berhubungan dengan usaha guru untuk meningkatkan NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 157 pemahaman terhadap materi pelajaran yang bersifat pengetahuan dan aplikasi. Ilokusi dari pertanyaan yang berfungsi untuk memerintah adalah berupa guru meminta agar siswa melakukan suatu tindakan, responnya berupa pelaksanaan atau penolakan perintah, dan siswa hadir sebagai orang yang dimaksud. Sementara itu, guru dan siswa tahu bahwa tindakan itu dapat dilakukan dan situasinya memingkinkan dilakukannya suatu tindakan. Susunan pertanyaan yang berfungsi untuk memerintah ini sering menggunakan kata bantu coba, bisa, dapat, dan lagi. Kata-kata bantu ini digunakan kemungkinan untuk memperhalus sifat memerintah sehingga siswa dapat melaksanakan perintah tidak merasa terpaksa, tetapi dengan kesadaran sendiri. karena pada dasarnya perintah itu datangnya dari Tuhan atau orang yang kedudukannya lebih tinggi (Rofi’udin, 1990). Pertanyaan ini juga digunakan oleh guru dalam upaya untuk mengaktifkan dan mengikutsertakan siswa untuk memecahkan permasalahn yang timbul pada proses belajar mengajar. Pertanyaan yang berfungsi untuk menguji Pertanyaan juga dapat difungsikan untuk menguji. Namun, dalam data penelitian ini belum ditemukan. Pertanyaan yang berfungsi untuk menguji ini ilokasinya berupa guru mrninta agar siswa mengetahui sesuatu yang diketahui guru, responnya berupa pemberian penjelasan sebagai bukti bahwa siswa mengetahui yang ditanyakan guru, dan siswa mungkin hadir sebagai orang yang dimaksud. Sementara itu, situasinya tidak memungkinkan dilakukannya tindakan saat itu. Dalam menyampaikan pertanyaan ini guru menggunakan cara memberikan alternatif jawaban meminta perincian dan meminta contoh. Pertanyaan ini digunakan guru dalam upaya menarik perhatian siswa yang saat itu tidak memperhatikan (sebagai hukuman) atau pun untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap pertanyaan yang sudah diberikan (post tes). Pertanyaan ini juga dapat digunakan pretes, yaitu untuk mengetahui pengetahuan yang sudah dimiliki siswa terhadap materi yang akan diberikan. Pertanyaan yang berfungsi untuk memuji atau mengejek Pertanyaan memuji atau mengejek maksudnya adalah dengan melontarkan pertanyaan tersebut guru ingin memberikan sebuah pujian atau bermaksud mengejek siswa. Ilokusi dari pertanyaan untuk memuji atau mengejek adalah berupa guru menyampaikan pujian atau cemoohankepada siswa merupakan orang yang dimaksud. Sementara itu, guru dan siswa tahu bahwa tindakan itu dapat dipuji atau tidak, dan situasinya memungkinkan atau tidak memungkinkan dilakukannya suatu tindakan. Pertanyaan untuk memuji atau mengejek ini dapat ditafsirkan dengan mendasarkan diri pada ujaran yang mendahului dan ujaran yang mengikutinya. Ujaran yang mendahului biasanya berupa ujaran yang dapat diuji ataupun ujaran yang dapat mendatangkan ejekan. Sementara itu, pertanyaan yang mengukutinya berupa tindakan diam ataupun ujuran yang berupa membela diri. Pertanyaan ini tidak dilakukan oleh guru dalam penelitian ini karena memang yang dilakukan oleh siapapun. Pertanyaan yang berfungsi untuk mengungkapkan keluhan Selain digunakan untuk meminta penjelasan, memerintah atau memuji, pertanyaan juga dapat difungsikan untuk mengungkapkan keluhan (Kartomiharjo,1987). Ilokasi yang terdapat dalam pertanyaan yang NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 158 difungsikan untuk mengungkapkan keluhan pada siswa, responnya bahwa siswa simpatik atau apatik, dan siswa mungkin hadir sebagai orang yang dimaksud dan guru sedang menyampaikan keluhan. Sementara itu situasinya terdapat hubunyan akrab atara guru dan siswa. Pertanyaan ini digunakan guru sebagai suatu tindakan untuk menyatakan rasa kekecewaan, ketidakpuasan atau ketidaksenangan terhadap tindakan atau pun ujaran siswa. Pertanyaan ini dapat diidentifikasi dengan mendasarkan pada tindakan atau pun ujaran yang mendahului dan mengikutinya. Tindakan atau ujaran yang mendahului pertanyaan yang berfungsi untuk menungkapkan keluhan ini berupa tindakan yang tidak yang tidak mengenakkan guru. Sementara itu, tindakan atau ujaran yang mengikuti adalah tindakan dan ujaran yang bersifat simpatik maupun apatik. Pertanyaan yang berfungsi untuk meminta penegasan Bentuk pertanyaan yang digunakan untuk meminta penegasan kalimatnya pendek-pendek. Hal ini terjadi kemungkinan karena bersifat mengulang maksud pertanyaan atau pertanyaan sebelumnya. Munculnya fungsi pertanyaan meminta penegasan ini karena jawaban atau ungkapan siswa kurang sempurna. Hal ini disebabkan siswa tidak dapat mengguanakan ungkapan, siswa kurang perhatian, atau siswa tidak yakin (ragu-ragu) dalam menjawap pertanyaan. Dengan kalimat yang pendek dan diungkapkan dengan intonasi tinggi dapat ditafsirkan guru berupaya untuk meminta siswa lebih memperhatikan. Ilokasi yang terdapat dalam pertanyaan yang berfungsi penegasan adalah berupa guru minta agar siswa menegaskan kembali apa yang telah dinyatakan, responnya berupa pemberian penegasan atau penolakan, siswa hadir sebagai orang yang dimaksud. Sementara itu, situasinya pada saat itu guru kurang memahami keringanan atau pertanyaan yang dilontarkan siswa. Dalam menafsirkan bahwa suatu pertanyaan adalah merupakan pertanyaan yang difungsikan untuk meminta penegasan peneliti mendasarkan firi dan melihat pada ujaran yang mendahului pertanyaan ini, berupa ujaran yang kabur, baik dari segi bahasa maupun dari segi isi, atau ujaran yang diragukan kebenarannya. Pertanyaan yang berfungsi untuk memancing Pertanyaan yang digunakan guru juga ada yang berfungsi untuk memancing. Pertanyaan yang berfungsi memacing bertujuan untuk memancing ide-ide, gagasan, dan jawaban yang asli, sehingga siswa dapat memberikan jawaban secara tepat, benar, jujur, dan tidak merasa malu atau takut dalam menjawab pertanyaan. Ilokusi pertanyaan yang berfungsi memacing berupa guru ingin mengetahui apakah siswa siap melakukan tindakan atau menyampaikan informasi sebagaimana termaktub dalam ujaran guru berikutnya, responnya siswa menunjukkan kesiapannya atauketidak siapan melakukan tindakan atau menyampaikan informasi, dan siswa atau orang lain sebagai orang dituju. Sementara itu, situasinya guru belum mengetahui keadaan batin siswa. Adapun cara menyampaikan pertanyaan pancingan ini guru memberikan prakata terlebih dahulu, sehingga siswa ikut memberikan sumbangan pikiran atau menemukan masalah yang dilontarkan guru. Dengan pertanyaan ini guru guru berupaya untuk meminta siswa meneruskan bagian ucapan atau kata yang belum selesai, meminta siswa untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat, dan meminta siswa melengkapi pendapat guru. NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 159 Dalam menafsirkan pertanyaan termasuk dalam pertanyaan yang berfungsi untuk memancing, peneliti mendasrkan diri pada ujaran yang mendahului dan yang mengikuti pertanyaan tersebut. Di samping itu pertanyaan yang berfungsi untuk memancing ini biasanya disusun dalam bentuk pertanyaan yang menggunakan penggalan kalimat sehingga siswa diharapkan terpancing untuk mau melengkapi pertanyaan tersebut. Selanjutnya, berdasarkan wacana interaksi kelas pertanyaan guru terdiri dari enam fungsi, yaitu (1) untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar, (2) prapenilaian pengetahuan, (3) menegecek pemahaman, (4) menilai pengetahuan, (5) mendorong siswa untuk berpikir, dan (6) memajukan kecakapan berpikir siswa pada tingkat yang lebih tinggi. Proporsi Pertanyaan Guru Menurut Taksonomi Bloom Proporsi pertanyaan yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Malang. Proporsi dianalisa melalui hasil penelitian yang kemudian digambarkan ke dalam tabel. Dari tabel tersebut diperoleh gambaran bagaimana distribusi dan prosentase ragam pertanyaan berdasarkan taksonomi Bloom yang terdiri dari enam tingkatan antara lain: (1) pertanyaan tingkat pengetahuan (C1), (2) pertanyaan tingkat pemahaman (C2), (3) pertanyaan tingkat aplikasi (C3), (4) pertanyaan tingkat analisis (C4), (5) pertanyaan tingkat sintesis (C5), dan (6) pertanyaan tingkat evaluatif (C6). Dalam bertanya, guru berupaya untuk mengkombinasikan antara pertanyaan tingkat rendah yaitu tingkat pertanyaan C1, C2 dan C3 dengan pertanyaan tingkat tinggi C5 dan C6 yang sedikit dipergunakan. Hal ini dianalisa sebagai upaya agar siswa mampu menjawab pertanyaanpertanyaan baik dengan tingkat berpikir tinggi. Dengan demikian siswa merasa tertantang untuk berpikir kritis dan inovatif dan tidak membosankan. Adapun pertanyaan pengetahuan (C1) sebagai pertanyaan dengan proporsi terbanyak yaitu 32,18% ini menunjukkan bahwa guru bertujuan membentuk kemampuan awal dengan menggali kembali daya ingat siswa terhadap apa yang telah diajarkan sebelumnya. Kemampuan awal meliputi kemampuan mengetahui sekaligus menyampaikan ingatannya bila diperlukan. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan, benda, fakta, gejala dan teori. Pertanyaan pemahaman (C2) sebagai pertanyaan dengan proporsi cukup banyak yaitu 11,49% juga menunjukkan bahwa guru bertujuan agar siswa mampu menggunakan kemampuannya untuk memahami bahan ajar sehingga mampu pula untuk menjelaskannya. Hal ini dimaksudkan pula untuk mengasah dan mempertajam kemampuan sebelumnya. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi atau bahan ke materi atau bahan lain. Siswa diharapkan mampu memahami sesuatu antara lain memperkirakan kecenderungan dan meramalkan akibatakibat dari berbagai sebab. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana dan hafalan. Selanjutnya pertanyaan aplikasi (C3) yang apabila dianalisa proporsinya mencapai 21,84%. Hal ini menunjukkan bahwa guru ingin membangun kerangka berpikir siswa ke arah yang lebih kongkrit. Siswa diajak menggunakan kemampuannya untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami kedalam situasi konkrit, nyata, dan baru. Kemampuan ini mencakup penggunaan pengetahuan, aturan, rumus, konsep, prinsip,hukum dan teori. NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 160 Pemakaian pertanyaan tingkat rendah baik pertanyaan tingkat pengetahuan (C1), pertanyaan tingkat pemahaman (C2), dan pertanyaan tingkat aplikasi (C3) sangat sering digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP 12 Malang terutama pada kelas VII dan VIII. Penerapan ini menunjukkan bahwa guru masih bertujuan membangun kerangka berpikir siswa dengan pola berpikir yang sederhana. Dalam analisa pertanyaan tingkat tinggi yang digunakan oleh guru adalah pertanyaan analisa (C4) dengan proporsi 20,25%. Dengan pertanyaan ini guru bertujuan untuk meningkatkan pola berpikir siswa agar dapat menggunakan kemampuannya untuk menguraikan materi kedalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang telah terstruktur dan mudah dimengerti. Kemampuan menganalisis termasuk mengidentifikasi bagian-bagian, menganalisis kaitan antar bagian serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan hubungan antar bagian tersebut. untuk memiliki kemampuan menganalisis seseorang harus mampu memahami isi atau substansi sekaligus struktur organisasinya. Sedangkan pertanyaan sintesis (C5) 8% dan pertanyaan evaluatif (C6) 3% dalam penelitian ini. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tingkat kognisinya, pertanyaan yang digunakan oleh guru terdiri dari empat tingkat kognisi, yaitu (1)tingkat pengetahuan, (2) tingkat pemahaman, (3) tingkat aplikasi, dan (4) tingkat analisis. Sementara itu untuk tingkat sintesis dan evaluasi tidak digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Malang. Dalam rambu-rambu identifikasi ragam pertanyaan berdasarkan kognisinya, khususnya untuk pertanyaan tingkat sintesis dan evaluasi, dinyatakan bahwa pertanyaan sintesis ditandai dengan kata-kata menulis, memperkirakan, menghasilkan, memecahkan dan sebagainya. Sedangkan pertanyaan evaluasi ditandai dengan kata-kata bagaimana, yang mana, tentukan dan apa setuju. Berdasarkan fungsinya, secara pragmatik guru menggunakan 8 fungsi pertanyaan, yaitu (1) fungsi untuk meminta penjelasan, (2) fungsi untuk meminta konfirmasi, (3) fungsi untuk memberi perintah, (4) fungsi untuk menguji, (5) fungsi untuk memuji atau mengejek, (6) fungsi untuk mengungkapkan keluhan, (7) fungsi untuk meminta penjelasan, dan (8) fungsi untuk memancing jawaban. Dan secara teori interaksi kelas pertanyaan guru meliputi 6 fungsi, yaitu (1) untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar, (2) untuk prapenilaian pengetahuan, (3) mengecek pemahaman, (4) menilai pengetahuan, (5) mendorong siswa untuk berpikir, dan (6) memajukan kecakapan berpikir siswa pada tingkat lebih tinggi. Berdasarkan analisis data, pertanyaan berdasarkan fungsinya yang dipakai oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Malang terdiri dari 6 fungsi, sedangkan 2 fungsi pertanyaan yang tidak digunakan adalah pertanyaan untuk memuji atau mengejek dan pertanyaan yang berfungsi untuk mengungkapkan keluhan. Berdasarkan proporsi pertanyaan menurut taksonomi Bloom dari pembagian enam tingkatan kognitif dapat dihasilkan sebanyak 87 pertanyaan. Dari jumlah tersebut hasil penelitian mendapatkan distribusi pertanyaan yaitu (1) pertanyaan pengetahuan (C1) mencapai tingkat proporsi terbanyak dengan 32,18% yang digunakan sebanyak 28 kali, (2) pertanyaan pemahaman (C2) mencapai tingkat proporsi dengan 11,49% yang digunakan sebanyak 10 kali, (3) pertanyaan aplikasi (C3) mencapai proporsi dengan 21,84% yang NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 161 digunakan sebanyak 19 kali, (4) pertanyaan tingkat analisis (C4) mencapai tingkat proporsi dengan 21,84% yang digunakan sebanyak 19 kali. Sedangkan pertanyaan tingkat sintesis (C5) mencapai tingkat proporsi 10,35% dengan pertanyaan sebanyak 9 kali, dan pertanyaan evaluatif (C6) 5,75% dengan pertanyaan sebanyak 5 kali. Hal ini berarti guru cenderung menggunakan pertanyaan dengan tingkat berpikir yang cukup tinggi karena masih ada keseimbangan diantara distribusi pertanyaan yang disajikan. Saran Berdasarkan ringkasan dan simpulan penelitian yang disampaikan di atas, untuk lebih meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, penelitian mengajukan saran kepada berbagai pihak yang terkait dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, yaitu meliputi guru, siswa, penyusun buku teks, para pengambila kebijakan (pemerintah) dan para peneliti. Saran-saran tersebut disajikan sebagai berikut. Pertama, bagi para guru hendaknya mampu untuk menggunakan pertanyaan sebagai media untuk mengelola interaksi kelas dan meningkatkan daya kritis, kreatif dan imajinasi siswa. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan pertanyaan hendaknya benar-benar memperhatikan kaidah-kaidah tentang pertanyaan yang baik karena pertanyaan merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. Pertanyaan dapat meningkatkan kualitas interaksi kelas, mempengaruhi prestasi dan ketrampilan berbahasa siswa. Kedua, bagi para siswa, pertanyaan guru adalah merupakan model bagi siswa, sehingga para siswa hendaknya mampu untuk mencermati pertanyaan-pertanyaan yang digunakan guru dengan baik. Dengan demikian siswa akan mampu untuk memilih bentuk-bentuk pertanyaan yang baik dan bisa menggunakannya dalam komunikasi dan mengajukan pertanyaan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan pada masa yang akan datang. Ketiga, bagi para pengambil kebijakan, dalam menyusun kurikulum hendaknya betul-betul mempertimbangkan aplikasinya di lapangan, sehingga guru sebagai pelaksana tidak terlalu dibebani target kurikulum yang terlalu berat, yang akhirnya berimbas pada rendahnya mutu pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Abdulhaji. 1983. Pengantar Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Lukman. Bloom. Benjamin S. 1969. Taxonomy of Educational Objective. New York: David McKay Company Inc. Bogdan, R.C., dan Bikle, S.K. 1982. Qualita-tive Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allen and Bacon Inc. Chomsky, Noam. 1957. Syntatic Structure. The Hauge: Mouton. DinasPendidikan Kabupaten Sumenep. 2004. Bunga Rampai karya Ilmiah Siswadan Hasil Penelitian Tindakan Kelas Guru. Sumenep: Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep. Diwandono, M. Soenardi. 1996. Tes Bahasa Dalam Pengajaran. Bandung: ITB Bandung Furchan, Arief. 2005. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Ghazali,H.A. Syukur. Pengantar Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: Universitas Islam Negeri Malang. Gronlund, Norman.1990. Measurement and Evaluation in Teaching. NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 162 New york: Macmillan Publishing. Hardaniwati, Menuk., Nuraeni, Esti., dan Sulastri, Hari. 2003. Kamus Pelajar SLTP. Jakarta: Pusat Bahasa. Hasibuan, J.J dkk. 1998. Proses Belajar Mengajar: Ketrampipilan mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hud, M. Dan Zainal Fatah, S. 1988. Tata bahasa Indonesia. Yogyakarta: C.VKaryono. Kartomiharjo, Soeseno. 1987. Sosiolinguistic; Studi Tentang Bahasa dan Seluk Beluk Pengetrapannya dalam asyarakat. Malang: P2LPTK IKIP Malang. Kasim, Abdullah. 1992. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: IKIP Surabaya. Kusno, B.S. 1985. Pengantar Tata Bahasa Indonesia. Bandung: CV Rossda Karya. Mistar, H. Junaidi. 2006. Pedoman Penulisan Tesis. Malang: Universitas Islam Malang. Moeliono, Anton. M. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Musiran. 2000. Penggunaan Pertanyaan Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Desa. Malang: PPS IKIP Malang. Parera, J.D. 1986. Keterampilan Bertanya dan Menjelaskan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Purwanto M. Ngalim dan Alim, Djeniah. 2004. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Remaja Rosdakarya. Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta : UP Karyono. Rofi’uddin, Ah. 1990. Studi Tentang Bentuk Dan Fungsi Pertanyaan Dalam Interaksi Kelas Bahasa Indonesia Dan Dalam Interaksi Keluarga. Tesis tidak diterbitkan. Malang : PPS IKIP Malang. Rofi’uddin, Ah. 1994. Sistem Pertanyaan Dalam Bahasa Indonesia. Disertasi Tidak Diterbitkan. Malang : PPS IKIP Malang. Rofi’uddin, Ah. 1996. Pendekatan Fungsional dan Aplikasi Terhadap Telaah Pertanyaan Respon dalam Bahasa Indonesia. Malang : OPF IKIP Malang. Rusyana, Yus. Dan Samsuri. 1976. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud. Septy, A.P. 1996. Pertanyaan yang Digunakan Mahasiswa dalam Interaksi Kelas. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang : PPS IKIP Malang. Sugono, Dendy. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa. Sunarti. 2003. Pengaruh Bentuk Latihan terhadap Peningkatan Hasil Belajar Mengajar di SLTP Negeri Tulungangung. Tesis tidak diterbitkan. Malang : Universitas Negeri Malang. Wahab, Abdul. 1998. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya : Erlangga. Wariaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Remaja Rosdakarya. Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Pakar Karya NOSI Volume 2, Nomor 9, Februari 2015__________________________________Halaman | 163