BAB III

advertisement
BAB III
NUTRISI
A.
Pendahuluan
Indonesia terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil yang terbentang dari barat
sampai ke timur sepanjang 5.110 km serta dari utara ke selatan sejauh 1.888 km dengan
penduduk tahun 2006 lebih dari 220 juta, sebagian besar (81.2%) penduduknya tinggal
di daerah pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan/
penghasilan yang rendah pula.
Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan
pemenuhan kebutuhan gizi. Apabila kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi ini
berlangsung dalam waktu yang lama, maka kondisi ini dapat sebagai faktor predisposisi
terjadinya MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) seperti marasmus dan kwasiorkor.
Kasus kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia sejak terjadinya kris ekonomi samap
awal tahun 2006 masih sangat tinggi. Menurut Yayah K. Husaini (2000), keadaan
kekurangan gizi dapat menyebabkan angka kematian terutama pada bayi dan anak-anak
menjadi tinggi, angka kesakitan juga tinggi, terjadinya gangguan pertumbuhan fisik,
mental, kecerdasan dan kemampuan belajar rendah, serta sosial ekonomi juga menjadi
rendah (Yayah K. Husaini dan Mahdin A. Husaini, 2000).
Dampak dari MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) umumnya adalah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan atau gagal tumbuh kembang (Adhi S. Budi Pramono,
2006). Gagal tumbuh berarti bayi/balita dengan pertumbuhan fisik kurang secara
bermakna dibanding anak sebayanya. Sedangkan gagal berkembang berarti lebih pada
keterlambatan pencapaian tahapan-tahapan kemampuan perkembangan.
98
99
Khusus pada kasus gagal berkembang atau gangguan perkembangan apabila
tidak mendapatkan intervensi yang tepat dapat berakibat fatal yakni kecacatan.
Banyaknya kasus gizi buruk pada balita di Indonesia dapat sebagai predisposisi
terjadinya gangguan perkembangan balita. Apabila tidak mendapat intervensi dini yang
tepat maka akan banyak balita di Indonesia yang mengalami gangguan perkembangan
menetap yang disebut balita penyandang cacat.
Pentingnya nutrisi atau gizi bagi kehidupan manusia dan keterkaitan gizi dengan
penyebab kelainan seseorang, maka dalam bab ke III buku ini di bahas secara singkat
tentang (1) unsur gizi dalam makanan dan fungsinya bagi kehidupan, (2) faktor
pengaruh status gizi seseorang, (3) penyakit-penyakit gangguan gizi dan gizi buruk, (4)
dampak gangguan gizi terhadap kejadian kelainan, (5) bentuk kelainan akibat gizi
buruk, serta (6) penanganan anak dengan penyakit gangguan gizi. Di samping itu juga
dibahas (7) makanan bayi, (8) ASI dan kegunaannya pada bayi, (9) peran guru PLB
dalam penanganan anak yang mengalami gangguan gizi, serta (10) habilitasi dan
rehabilitasi anak berkelainan akibat kekurangan gizi.
B. Unsur Gizi dalam Makanan dan Fungsinya bagi Kehidupan
Ilmu gizi merupakan pengetahuan yang mempelajari hubungan antara
makanan dengan kesehatan tubuh. Kecukupan kandungan gizi menurut kebutuhan
tubuh pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada umur, jenis kelamin maupun
taraf fisiologis seseorang.
Kebutuhan gizi orangtua dengan pemuda/remaja berbeda, kebutuhan gizi
pemuda/remaja lebih banyak dari pada orangtua. Demikian juga kebutuhan gizi wanita
jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan gizi kaum pria. Tetapi kebutuhan gizi wanita
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
100
hamil lebih banyak dibanding dengan kebutuhan gizi wanita tidak hamil.
Gambar 14. Kebutuhan Gizi
orang satu dengan lainnya
berbeda-beda
Kebutuhan gizi juga tergantung pada taraf fisiologis seseorang. Artinya
seseorang yang memiliki beban kerja fisik lebih berat membutuhkan gizi yang lebih
banyak dibanding orang lain yang beban kerja fisik lebih ringan. Seorang kuli bangunan
atau tukang becak misalnya, maka kebutuhan gizinya lebih banyak dibanding seorang
guru yang tidak banyak dituntut kerja dengan kekuatan fisiknya.
Kebutuhan zat gizi bagi setiap orang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral yang diperoleh melalui makanan dan minuman. Dilihat dari
fungsinya, unsur-unsur gizi dalam makanan dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu
sebagai (1) sumber zat pembangun (2) zat tenaga dan (3) zat pengatur dan pelindung.
Sumber zat pembangun sel-sel jaringan tubuh (plastika) adalah: (a) zat putih
telur (protein), (b) pelikan-pelikan (mineral), dan (c) air. Ketiga unsur gizi tersebut
secara bersama-sama digunakan untuk membentuk sel-sel tubuh manusia. Walaupun
protein dimasukkan ke dalam golongan unsur gizi pemberi kalori, tetapi kegunaan
protein yang utama adalah untuk membangun sel-sel tubuh manusia.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
101
Sumber zat gizi yang memberikan tenaga (kalori) energitika adalah: (a) hidrat
arang (karbohidrat), (b) lemak (lipid), dan (c) zat putih telur. Hidrat arang dan lemak
merupakan unsur gizi di dalam tubuh yang paling banyak memberikan kalori bagi
manusia. Kedua unsur gizi ini dengan bantuan oksigen dari udara dioksidasikan
(dibakar) sehingga menimbulkan panas. Panas yang ditimbulkan dinyatakan dalam satu
satuan yang disebut kalori. Jadi kalori merupakan satuan panas yang didapat tubuh
manusia sebagai hasil pembakaran hidrat arang, lemak, protein di dalam tubuh.
Selanjutnya sebagai sumber zat pengatur dan pelindung fungsi faal alat-alat
tubuh (stimulansia) adalah berbagai jenis vitamin yang ada dalam makanan. Vitamin
bukan merupakan bahan dasar untuk membangun sel-sel tubuh manusia dan tidak pula
dapat memberikan kalori bagi tubuh. Vitamin digunakan untuk mengatur fungsi faal
alat-alat tubuh.
Dengan adanya penggolongan unsur-unsur gizi itu maka tampaklah unsur gizi
mana yang digunakan dalam pembangunan dan pemeliharaan keadaan gizi tubuh, dan
unsur gizi mana yang berguna sebagai pembantu dalam mengatur pembangunan sel-sel
tubuh. Jenis bahan makanan yang menjadi sumber zat pembangun adalah berbagai
macam lauk pauk seperti telur, ikan, tempe, kacang-kacangan, dsb. Sumber zat tenaga
meliputi berbagai jenis makanan pokok, seperti: nasi, mie, terigu, tales, sagu, jagung,
ubi, kentang, dsb. Sedang sumber zat pengatur dan pelindung alat-alat tubuh adalah
berbagai macam sayur dan buah-buahan.
Berkat kemajuan ilmu gizi dan ilmu lainnya, telah berhasil di kembangkan pola
makanan dan kebutuhan akan zat gizi pada setiap kelompok umur, jenis kelamin dan
taraf fisiologis manusia. Hal ini terjadi karena kebutuhan gizi masing-masing kelompok
manusia tersebut berbeda-beda. Misalnya kebutuhan gizi bayi dengan orangtua berbeda,
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
102
orang laki-laki dengan perempuan berbeda, pekerja kasar dengan yang bukan pekerja
kasar juga berbeda. Dalam kaitannya dengan kepentingan pertumbuhan anak dan
pencegahan kecacatan, maka dalam buku ini hanya di bahas pola makanan untuk
kelompok umur bayi.
C. Faktor Pengaruh Status Gizi Seseorang
Banyak faktor yang ikut berpengaruh pada status gizi seseorang, Benny
Sugianto (1992) mengklasifikasikan faktor pengaruh status gizi sebagai berikut:
DAYA BELI
PERSEDIA
AN
PANGAN
STATUS
GIZI
KEADAAN
KESEHAT
AN
PERILAKU
GIZI
Gambar 15. Faktor yang berpengaruh terhadap status gizi
Masing-masing faktor tersebut pengaruhnya terhadap status gizi seseorang dapat
secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung misalnya pengaruh
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
103
“perilaku gizi” terhadap “status gizi”. Seorang balita yang sulit makan dan minum dan
berlangsung relatif lama, maka dapat dipastikan ia akan menderita kekurangan gizi atau
bahkan menderita gizi buruk atau busung lapar. Pengaruh secara tidak langsung
misalnya pengaruh “perilaku gizi” terhadap “statu gizi” melalui faktor “ketersediaan
pangan”. Seseorang berperilaku “sangat mudah makan dan minum” (jago makan), tetapi
yang di makan “tidak ada” karena ia berasal dari keluarga miskin, maka dapat
dipastikan dampaknya yaitu ia memiliki status gizi kurang atau bahkan berstatus gizi
buruk juga.
Faktor ketersediaan pangan juga dipengaruhi oleh faktor (a) produksi, (b)
pengelolaan pasca panen, (c) pemasaran, (d) transportasi, (e) komunikasi dan (f).
Import/export. Sedangkan faktor daya beli dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti (a) kesempatan kerja, (b) tingkat upah tenaga kerja, (c) tingkat harga bahan
kebutuhan makan, dan (d) jumlah anggota keluarga. Faktor perilaku gizi umumnya
dipengaruhi pula oleh (a) tingkat pendidikan, (b) tingkat informasi, (c) unsur budaya,
dan (d) unsur kebiasaan.
Faktor (1) ketersediaan pangan, (1) daya beli, dan (3) faktor perilaku secara
bersama-sama ataupun sendiri-sendiri mempengaruhi tingkat konsumsi pangan, yang
akhirnya tingkat konsumsi pangan dapat mempengaruhi status gizi individu.
Faktor lain yang ikut mempengaruhi status gizi individu adalah (a) keadaan
fisiologis individu, (b) tingkat infeksi dan parasit, (c) penyakit metabolisme dan (d)
keracunan. Faktor-faktor ini secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama berpengaruh
pada tingkat pemanfaatan zat gizi oleh tubuh.
Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi individu menurut
Sugiyanto (1992) setelah diurai faktor-faktor predisposisinya, maka dapat diskemakan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
104
menjadi gambar 16 berikut ini:
KETERSE
DIAAN
PANGAN
 Produksi
 Pasca Panen
 Pemasaran
 Transportasi
 Komunikasi
 Import/export
DAYA
BELI
 Kesempatan
kerja
 Tingkat upah
 Tingkat harga
 Jumlah
anggota
keluarga
PERI
LAKU




Tingkat
pendidikan
Tingkat
informasi
Unsur
budaya
Unsur
kebiasaan
TINGKAT
KONSUMSI
PANGAN
 Keadaan
fisiologis
tubuh
 Tingkat
infeksi dan
parasit
 Penyakit
metabolisme
 Keracunan
TINGKAT
PEMANFAATAN
ZAT GIZI OLEH
TUBUH
STATUS
GIZI
Gambar 16: Faktor predisposisi dan pencetus status gizi individu
Di Indonesia, kasus masalah gizi/penyakit kurang gizi masih termasuk tinggi,
pada umumnya kekurangan gizi dapat berakibat fatal dalam bentuk kematian ataupun
kecacatan bila tidak memperoleh suplai nutrisi secara adekuat dengan segera.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
105
Mengapa demikian?. Hal ini oleh karena status gizi individu sangat besar
pengaruhnya bagi (a) status kesehatan individu, (b) kemampuan memperoleh pelayanan
kesehatan, produktivitas, dan (c) pendapatan. Besar kecilnya pendapatan individu pada
akhirnya juga berpengaruh pada kemampuan memperoleh layanan kesehatan.
Hubungan status gizi - status kesehatan – pelayanan kesehatan – produktivitas
adalah seperti mata rantai yang saling berhubungan satu sama lain.
PELAYA
NAN
KESEHA
TAN
STATUS
KESEHA
TAN
STATUS
GIZI
INDIVIDU
PRODUK
TIVITAS
PENDA
PATAN
Gambar 17. Hubungan status gizi, status kesehatan dan produktivitas
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
106
D. Penyakit Gangguan Gizi dan Gizi Buruk
Sejak beberapa Pelita, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan upaya
perbaikan gizi penduduk dengan program UPKG (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga).
Bahkan UPKG ini pada akhir pelita V sudah menjangkau lebih dari 60% jumlah desa di
Indonesia.
Sebenarnya banyak penyakit gangguan gizi yang terjadi di masyarakat. Namun
demikian pemerintah Indonesia memberikan prioritas pada 4 macam penyakit gangguan
gizi. Dalam hal ini tidak berarti penyakit-penyakit lain tidak ditangani oleh pemerintah.
Semua penyakit gangguan gizi tetap ditangani, namun tidak dalam skala prioritas.
Sebagai gambaran pengaruh defisiensi nutrisi tertentu terhadap kondisi fisik
tubuh seseorang diantaranya seperti terdapat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Kondisi fisik, tanda-tanda kekurangan nutrisi dan kemungkinan penyebab
kekurangan nutrisi.
Bagian tubuh
Tanda-tanda
Tanda-tanda
Kemungkinan penyebab
kecukupan nutrisi
kekurangan
kekurang an nutrisi
nutrisi
Pertumbuhan
Tinggi badan, berat
Tinggi badan,
Defisiensi/kelebihan
umum
badan, lingkar
berat badan,
protein, lemak, vitamin A,
kepala dalam 5 dan
lingkar kepala di
niasin, kalsium, iodin,
95 persentil
bawah atau di
mangan
atas 5 dan 95
persentil
Usia perkembangan
Maturasi seksual
Kurang dari pertumbuhan
seksual sesuai
terlambat
kemungkinan berhubungan
dengan penyakit/genetik
Kulit
Elastis, tetap sedikit Kekeringan
Defisiensi vit.A
kering, tidak ada
Defisiensi asam lemak
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
107
lesi, ruam,
esensial dan asam lemak
hiperpigmentasi
tak jenuh
Pigmentasi merah
Defisiensi niasin
yang membesar
Hiperpigmentasi
Defisiensi vit. B12, asam
volat, niasin
Edema/odema
Defisiensi protein atau
kelebihan natrium
Muka pucat
Defisiensi zat besi, Vit.
B12 atau C
Leher
Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid
tidak jelas pada
membesar, jelas
inspeksi, dapat
pada inspeksi
Defisiensi iodium
dipalpasi pada garis
tengahleher
Mata
Bening, terang,
Kornea lunak,
bersinar
pudar, bintik
Defisiensi vit. A
putih atau abuabu pada kornea
Membran merah
Membran pucat,
Def. Zat besi
muda dan basah
Panas, gatal
Def. Riboflavin
Penglihatan malam
Buta senja
Def. Vit. a
Otot atropi,
Def. Protein,
hari adekuat
Sistem
Otot kuat dan
muskuloskelet berkembang baik,
edema dependen,
al
sendi fleksibel dan
Lutut tak bisa
tidak nyeri,
bergerak, kaki
ekstrimitas simetris
bengkok,
dan lurus, saraf
pembesaran
spinal normal
epifisis
Def, vit.D, proses penyakit
Def. Vit.C
(t.panjang),
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
108
Pendarahan
dalam sendi,
nyeri
Sistem
Waspada terhadap
neurologi
perilaku dan
Lesu, instabilitas
Def. Thiamin, niasin, zat
besi, protein, kalori
responsif, inervasi
otot ututh
Empat macam penyakit/gangguan gizi yang memperoleh prioritas penanganan
di Indonesia adalah:
1. Gangguan kekurangan kalori dan protein (KKP)
2. Gangguan kekurangan vitamin A
3. Animea gizi/zat besi
4. Gangguan kekurangan zat iodium (GAKI)
1. Kekuarangan Kalori dan Protein
Penyakit Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), kini sering disebut juga
penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP). Banyak ahli (Sugiyanto, 1992; Nelson,
1988; Jack Insley, Achmad Suryono, 2005; Adhi S. Budi Pramono, 2006) yang
menyatakan bahwa penyakit KKP atau MEP merupakan dampak dari kemiskinan.
Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan pemenuhan
kebutuhan gizi. Beragam penyakit malnutrisi ditemukan pada anak-anak. Dari kurang
gizi hingga busung lapar. Kurang gizi merupakan salah satu istilah dari penyakit
malnutrisi energi protein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi
dan protein. Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka
manifestasi penyakitnyapun berbeda-beda. Malnutrisi ringan sering diistilahkan dengan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
109
kurang gizi, sedang marasmus dan kwasiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung
lapar) dan marasmik-kwasiorkor digolongkan sebagai MEP berat.
Penyakit kurang gizi banyak menyerang balita. Gejala kurang gizi ringan
umumnya tidak kelihatan. Hanya terlihat berat badannya lebih rendah atau 60-80% dari
berat badan edial. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
a. Kenaikan berat badan berkurang, terheti atau bahkan menurun.
b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun
c. Maturasi tulang terlambat
d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun
e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang (Adhi S. Budi Pramono, 2006).
Penyakit marasmus merupakan salah satu penyakit MEP atau KKP yang berat.
Penderitanya secara fisik sangat mudah dikenali. Meski masih anak-anak, wajahnya
terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagianlemak dan otot-ototnya. Penderita
marasmus beratakan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam
stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis
karena selalu merasa lapar. Adapun ciri-ciri lainnya adalah:
a. Berat badannya kurang dari 60% berat badan normal seusianya.
b. Kulit terlihat kering, dingan dan mengendur
c. Beberapa diantaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol
e. Sering menderita diare atau konstipati (tertahannya tinja di dalam ususkarena gerak
usus yang berkurang ataulemah).
f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, sehingga kadar
hemoglobin juga lebih rendah dari semestinya. (Adhi S. Budi Pramono, 2006).
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
110
Penyakit kwasiorkor sering diistilahkan sebagai busung lapar. Penampilan
anak-anak dengan busung lapar umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang
menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat badan normal. Odema stadium berat
maupun ringan biasanya menyertai penderita kwasiorkor. Beberapa ciri lain yang
menyertai diantaranya:
a. Perubahan mental menyolok.
b. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif
c. Penderita tampak lemak dan cenderung ingin selalu terbaring
d. Anemia
e. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya
produksi laktase dan enzim penting lainnya.
f. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia
(pendarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit
maupun selaput lendir) yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas
terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit
sekitar punggung, pantat dan sebagainya.
g. Pembesaran hati, bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh,
terasa licin dan kenyal. (Adhi S. Budi Pramono, 2006).
Penyakit marasmik-kwasiorkor merupakan gabungan dari marasmus dan
kwasiorkor dengan gabungan gejala yang menyertai. Diantaranya:
a. Berat badan penderita hanya berkisar angka 60% dari berat badan normal. Gejala
khas keduapenyakit tersebut tampak jelas seperti odema, kelainan rambut, kelainan
kulit, dsb.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
111
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis hingga menyebabkan gangguan metabolik
seperti gangguan padaginjal danpankreas.
Dampak yang lain dari penyakit MEP antara lain adanya:
a. Terjadinya kematian bayi dalam rahim
b. Waktu lahir BB-nya rendah (BBLR) sehingga mudah terkena penyakit infeksi
c. Angka kematian bayi meningkat
d. Kemampuan belajar rendah
e. Rendahnya daya kerja dan produktivitas
Kasus gizi buruk karena MEP tersebut ternyata banyak dijumpai di tahun 2006.
Data nasional penderita kurang gizi dan gizi buruk masih sulit ditemukan, namun
insidensi kasus kurang gizi dan gizi buruk telah banyak dilaporkan media masa, baik
pada skala regional maupun lokal. Seperti yang terjadi di Kabupaten YahukimoPropinsi Papua, Atambua – Propinsi NTT, Maluku Utara-Propinsi Maluku, semua
propinsi di pulau Jawa, Propinsi Lampung, Propinsi Sumatra Utara sampai Propinsi
Nangru Aceh Darusalam. Contoh kasus kurang gizi dan gizi buruk di Tangerang (Hani
H, 2006) hingga akhir Nopember 2005 terdapat 16.239 anak balita yang mengalami
kekurangan gizi dan balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 1.120 anak. Demikian
juga yang terjadi di wilayah eks Karesiden Surakarta. Di Kabupaten Sukoharjo
ditemukan 150 balita gizi buruk dan 2.907 balita status gizi kurang (Wahyuningsih,
2006), di Kota Solo ditemukan sebanyak 235 balita gizi buruk dan 3.205 balita gizi
kurang (Dinkes, 2006), di Kabupaten Karanganyar dilaporkan sebanyak 548 balita gizi
buruk dan 2.341 balita gizi kurang (DKK, 2006), di Kabupaten Klaten dilaporkan
sebanyak 279 balita gizi buruk (Koeswandjana, 2006), ) di Kabupaten Wonogiri
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
112
dilaporkan 678 balita gizi buruk dan 4.845 balita gizi kurang (DKK, 2006), dan di
Kabupaten Boyolali 472 balita gizi buruk dan 3.623 balita gizi kurang (DKS, 2006).
2. Gangguan kekurangan vitamin A
Vitamin adalah suatu zat organik yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, tetapi
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan tubuh dan pemeliharaan
kesehatan.
Dari sudut faal, vitamin bekerja sebagai katalisator. Beberapa jenis vitamin
turut dalam reaksi-reaksi enzim sehingga didapat proses metabolisme yang normal.
Vitamin dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu vitamin yang larut dalam
lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Dan vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin C
dan vitamin yang tergolongan dalam vitamin B komplek. Dari sekian macam vitamin,
vitamin A yang mendapat prioritas untuk diwaspadai.
Fungsi vitamin A bagi tubuh, menurut Sjahmin Moehji (1986) dan
Sugiyanto (1992) diantaranya:
a. Membantu proses penglihatan, yaitu sebagai bahan untuk membuat rodopsin yang
diperlukan dalam proses penglihatan.
b. Menjaga keutuhan sel-sel epitel pada (1) mata, (2) saluran pernafasan, (3) saluran
pencernakan, (4) kulit.
c. Untuk membantu proses pertumbuhan tubuh.
Di samping ke tiga fungsi vitamin A tersebut, menurut Sugiyanto (1992) masih
ditambah satu fungsi lagi, yaitu (d) berperan pada fungsi imunitas tubuh.
Terjadinya kekurangan vitamin A adalah akibat berbagai sebab, diantaranya
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
113
a. Tidak adanya cadangan vitamin A dalam tubuh anak sewaktu lahir karena semasa
dalam kandungan ibunya menderita kekurangan vitamin A atau tidak memakan
bahan makanan yang banyak mengandung vitamin A dalam jumlah yang sesuai.
b. Kadar vitamin A yang rendah dalam ASI, oleh karena ibunya tidak cukup makan
makanan yang benyak mengandung vitamin A semasa menyusui.
c. Anak diberi makanan pengganti ASI yang kadar vitamin A nya sangat rendah
(misalnya anak diberi susu skim atau susu kadar lemak rendah/tidak berlemak) atau
susu kental manis, akan menderita kekurangan vitamin A karena dalam kedua jenis
susun tersebut kadar vitamin A nya rendah sekali.
d. Anak-anak yang tidak menyenangi bahan makanan sumber vitamin A terutama
sayur-mayur, akan menderita kekurangan vitamin A.
e. Gangguan penyerapan vitamin A oleh dinding usus halus oleh karena berbagai
sebab, seperti renahnya konsumsi lemak atau minyak (Sjahmin Moehji, 1986).
Diantara kelompok usia yang rentan terhadap terjadinya kekurangan vitamin
A adalah:
a. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yang lahir dari ibu yang menderita
kekurangan vitamin A sehingga dalam tubuhnya tidak tersedia cadangan vitamin A.
b. Anak yang berusia di atas satu tahun yang menderita kwasiorkor biasanya juga
menderita kekurangan vitamin A.
c. Anak-anak pada usia yang lebih tua yaitu sampai usia 5 tahun.
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkann cacat menetap pada mata (buta)
yang tidak dapat disembuhkan atau diperbaiki. Jumlah penderita kebutaan di Indonesia
sedemikian tingginya, yaitu sekitar 1.3% dari jumlahpenduduk.
Akibat kekurangan vitamin A, diantaranya:
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
114
(a) Gangguan penglihatan,
(b). Perubahan-perubahan pada jaringan pelapis (epitel),
(c) Mengganggu jalannya pertumbuhan tubuh. (Sjahmin Moehji 1986).
Sementara itu menurut Sugiyanto (1992) ada bebrapa dampak dari
kekurangan vitamin A, yaitu:
(a) kekebalan tubuh menurut, sehingga sering terjadi infeksi saluran napas akut pada
anak. Akibat lebih jauh angka kesakitan dan angka kematian meningkat.
(b) Terjadinya rabun senja,
(c) adanya kebutaan, dan
(d) kulit menjadi kering dan bersisik serta berkeriput.
3. Gangguan Gizi akibat kekurangan zat besi (anemia gizi)
Yang dimaksud dengan istilah anemia adalah rendahnya kadar hemoglobin
dalam darah. Rendahnya kadar hemoglobin atau disingkat Hb dapat dilihat apabila
bagian kelopak mata terlihat berwarna pucat. Pemeriksaan yang lebih teliti dapat
dilakukan terhadap contoh darah yang diambil dari ujung jari denganmenggunakan alat
seperti Hb meter, dan sebagainya.
Anemia gizi umumnya banyak ditemukan pada ibu hamil dan anak-anak pada
usia di bawah tiga tahun. Penyebab anemia dapat bermacam-macam, akan tetapi yang
paling banyak akibat kekurangan zat besi, di samping kekurangan asam folat. Anemia
gizi dapat terjadi akibat rendahnya kadar zat besi dalam makanan. Tetapi dapat juga
karena akibat pendarahan yang banyak atau akibat penyakit kronis seperti malaria. Bayi
yang lahir belum waktunya akan dapat menderita anemia karena cadangan zat besi
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
115
dalam tubuhnya sewaktu lahir sedikit. Zat besi sebenarnya dapat diperoleh melalui
mengkonsumsi sayur-mayur.
Manifestasi dari defisiensi zat besi yang berat:
a. Mudah lelah
b. Lemah, lesu
c. Pucat, sering berkunang-kunang
d. Produktivitas kerja menurun
e. Daya konsentrasi menurun
f. Bayi BBLR meningkat
g. Komplikasi kehamilan dan persalinan meningkat
h. Mentally retarded
i. Bila berat dapat terjadi kegagalan faal, jantung bengkak dan sesak nafas
4. Gangguan Gizi Akibat Kekurangan Yodium
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) memang merupakan masalah
nasional yang perlu memperoleh perhatian besar, hal ini karena begitu luasnya daerah
defisiensi iodium di Indonesia, dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh GAKI itu
sendiri. Luasnya daerah endemik di Indonesia meliputi dari ujung barat sampai ujung
timur Indonesia. Jumlah penduduk yang rawan GAKI diperkirakan tidak kurang dari 30
juta jiwa, dengan 10 juta jiwa diantaranya menderita gondok, 750.000 - 900.000
menderita kretin. (Ditjen BinKesMas Depkes, 1994).
Gondok, merupakan salah satu gejala dari GAKI. Namun gondok endemik dapat
disebabkan oleh karena faktor lain juga. Walaupun pada umumnya gondok endemik
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
116
dihubungkan dengan defisiensi iodium, namun sebenarnya ada beberapa keadaan yang
sering dihubungkan dengan gondok endemik, yaitu :
(a) defisiensi iodium
(b) faktor goitrogen
(c) kelebihan unsur iodium
(d) faktor trace elemnts dan faktor genetik, serta
(e) faktor nutrisi. (Djokomoeljanto, dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996).
Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya gondok endemik dimanamana. Gondok adalah cara adaptasi manusia terhadap kekurangan unsur iodium dalam
makanan dan minumannya. Masukan iodium diperiksa dengan cara langsung maupun
tidak. Pemeriksaan langsung dengan cara menganalisis makanan duplikat yang terdapat
dalam makanan seseorang. Sedangkan untuk pemeriksaan tidak langsung dipakai
berbagai cara, antara lain dengan memeriksa kadar iodium dalam urin, dengan studi
kinetik iodium. Iodium anorganik ditimbun dalam kelenjar tiroid atau dieksresikan
lewat urin. Mengingat bahwa dalam keadaan seimbang, kecepatan clearence iodium
konstan dan eksresi bergantung pada kadar iodium plasma, maka secara praktis jumlah
yang keluar dalam urin itu sepadan dengan yang masuk dalam tubuh lewat resorpsi
usus. Klinis terbukti juga bahwa ada korelasi regatif antara ambilan (uptake) iodium
radioaktif dengan ekskresi iodium urin di berbagai daerah endemik. (Djokomoeljanto,
dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996).
Menurut Sri Kardjati (1985) bahwa Gondok endemik adalah merupakan
penyakit yang ditandai oleh terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dan diderita oleh
sejumlah penduduk yang tinggal di suatu daerah tertentu. Penyebab terpenting adalah
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
117
rendahnya masukan zat iodium melalui makanan atau minuman yang berlangsung
dalam kurun waktu yang cukup lama. Faktor lingkungan dan keturunan dapat juga
membantu timbulnya gondok endemik, akan tetapi sebelum kekurangan iodium sebagai
penyebab utama dapat disingkirkan, faktor lain yang mungkin berpengaruh boleh
diabaikan (Clements, 1960, dalam Sri Kardjati, dkk, 1985). Selanjutnya Djoko
moeljanto menyatakan bahwa defisiensi iodium merupakan penyebab utama gondok
endemik, namun pada beberapa keadaan ternyata defisiensi iodium merupakan faktor
yang mempermudah bagi terjadinya gondok.
Goitrogen adalah zat/bahan yang dapat mengganggu hormonogenesis tiroid
sehingga akibatnya dapat memperbesar kelenjar gondok. Kebanyakan goitrogen ini
memang dibuktikan efeknya secara pasti pada binatang percobaan, tetapi pada manusia
peranannya kecil. Meskipun sayur kol bersifat goitrogen pada binatang, pada manusia
hanya akan bersifat membesarkan gondok apabila orang tersebut makan dalam jumlah
yang amat besar. Terhadap kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa makanan atau
zat yang pada binatang berpotensi bersifat goitrogen, belum konklusif sebagai penyebab
gondok pada manusia. (Djokomoeljanto, dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996).
Iodium dianggap berlebihan apabila jumlahnya melebihi jumlah yang diperlukan
untuk sintesis hormon secara fisiologis. Syarat mutlak terjadinya kelebihan iodium ialah
dimakannya iodium dalam dosis cukup besar dan kontinyu.
Apabila dosis besar iodium diberikan akan terjadi inhibisi hormonogenesis,
khususnya iodinisasi tirnin dan proses cuplingnya. Tetapi bila pemberian ini secara
kronik, maka akan terjadi escape atau adaptasi terhadap hambatan tersebut. Bila orang
tidak mampu melaksanakan escape terhadap hambatan ini, maka orang tersebut akan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
118
mengalami inhibisi hormonogenesis sehingga terjadi hipotiroidisme dan selanjutnya
TSH meninggi dengan dampak gondok.
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, merupakan suatu spektrum yang cukup
luas dan mengenai semua segmen usia, sejak fetus hingga penduduk dewasa. Menurut
Djokomoeljanto, (dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996), bahwa spektrum GAKI adalah
sebagai berikut :
Tabel 4. Spektrum Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Masa Terjadinya
Kemungkinan Dampak yang timbul
1. Fetus
- abortus
- lahir mati (stillbirth)
- anomali kongenital
- meningkatnya kematian perinatal
- meningkatnya kematian anak
- kretin mental (gangguan mental, bisu-tuli,
diplegia, spastik, mata juling)
- kretin myxudematosa (cebol, gangguan mental
2. Neonatus
- gondok neonatal
- hipotiroidisme neonatal
3. Anak dan remaja
- gondok
- hipotiroidisme juvenil
- gangguan fungsi mental
- gangguan perkembangan fisik
4. Dewasa
- gondok dengan segala akibatnya
- hipotiroidisme
- gangguan fungsi mental
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
119
E. Dampak Gangguan Gizi Terhadap Kejadian Kelainan
Gizi menentukan sampai seberapa jauh anak mencapai tumbuh optimal. Di
banyak negara sedang berkembang sebagian besar penduduknya berbadan tidak tinggi
karena kurang gizi. Anak-anak yang kurang gizi mengalami retardasi 20-30% dari
anak-anak yang gizinya baik. Anak-anak yang kurang gizi berumur 9 tahun sama
besarnya dengan anak-anak yang berumur 6 tahun atau 7 tahun. Anak-anak yang
pendek dan kecil karena sebelumnya menderita kurang gizi mempunyai kemampuan
berprestasi yang juga kecil. Orang dewasa yang hanya mengkonsumsi 1800 kalori per
hati mempunyai kekuatan otot 30% lebih rendah serta ketepatan, ketekunan dan
keuletan bekerja 15% lebih rendah dari orang lain yang gizinya baik. Kecepatan dan
koordinasi kerja badan juga rendah (Yayah K. Husaini, 2000).
Keadaan kurang gizi waktu dalam kandungan dan masa bayi menyebabkan
perkembangan intelektual rendah. Meskipun prosesnya tidak seluruhnya dapat
dimengerti tetapi fakta menunjukkan bahwa bayi yang menderita KKP (kekurangan
kalori dan protein)/MEP (malnutrisi energi dan protein) berat mempunyai ukuran besar
otak 15%-20% lebih kecil dari bayi yang normal (Yayah K. Husaini, 2000). Apabila
kurang gizi sejak dalam kandungan, maka defisit dapat mencapai 40% (Bagg A, 1983).
Dari beberapa hasil penelitian diungkapkan bahwa kurang gizi yang terjadi pada waktu
pertumbuhan sangat pesat berlangsung membawa akibat tingkatlaku yang tidak normal
pada anak tersebut. Anak menjadi tidak responsif, tidak berinisiatif, tidak dapat
berkonsentrasi, sulit berkomunikasi dan tidak energetik (Soesmaliah, 1980; Pollitt,
1978; Karyadi, 1980). Apabila keadaan kurang gizi tidak berat, maka fungsi kognisi ini
dapat diperbaiki seiring dengan bertambah baiknya keadaan gizi.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
120
Dampak gangguan gizi terhadap kejadian kelainan pada dasarnya dapat bersifat
langsung. Seperti dijelaskan pada tabel 4 bahwa defisiensi iodium dapat secara langsung
menyebabkan terjadinya (a) anomali kongenital, kretin dengan gangguan mental, bisu,
tulis, diplegia, spestik, mata juling, cebol, dsb. Sebaliknya dampak gangguan gizi tidak
akan menimbulkan kelainan permanen apabila gangguan itu hanya sebentar dan segera
akan hilang gangguannya seiring dengan perbaikan status gizinya.
F. Bentuk Kelainan Akibat Kekurangan gizi
Yang dimaksudkan kekurangan gizi di sini bukanlah identik dengan busung
lapar atau kwasiorkor atau marasmus. Karena busung lapar/kwasiorkor/ marasmus
hanya merupakan salah satu dari penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh
malnutrisi energi dan protein. Sebaliknya yang dimaksudkan di sini adalah kekurangan
gizi dalam arti penyakit gangguan gizi yang menjadi prioritas penangananya oleh
pemerintah Indonesia, yaitu KKP/MEP, kekurangan vitamin A, kekurangan zat besi dan
gangguan akibat kekurangan iodium.
Secara umum bentuk kelainan akibat kekurangan gizi sudah di singgung pada
uraian-uraian sebelummya, termasuk yang disajikan pada tabel 3 dan 4. Namun
demikian berikut ini akan diringkas kembali yang hasilnya disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Bentuk kelainan akibat kekurangan gizi.
Macam kekurangan gizi
Kemungkinan bentuk kelainan yang
timbul
KKP/MEP
1. Kemampuan belajar rendah
2. Retardasi mental
3. Cacat bawaan
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
121
4. Gerak reflek minim
5. Atropi otot
6. Badan lemah/tak bertenaga
7. Kurang responsif
8. Gangguan komunikasi
Defisiensi Vitamin A
1. Kekebalan tubuh menurun
2. Rabun senja
3. Kebutaan
Defisiensi zat besi
1. Mudah lelah, lemah
2. Daya konsentrasi menurun
3. Mentally retarded
4. Gangguan belajar
Defisiensi iodium
1. Anomali kongenital
2. Kretin mental (gangguan mental, bisutuli, diplegia, spastik, mata juling)
3. Kretin myxudematosa (cebol,
gangguan mental)
4. Hipotiroidisme neonatal
5. Gangguan perkembangan fisik
G.
Penanganan Anak dengan Penyakit gangguan gizi
1. Penanganan kekurangan kalori dan protein (KKP)
Penyebab utama KKP adalah tidak sesuainya zat gizi yang diperoleh dari
makanan dengan kebutuhan tubuh. Akan tetapi umumnya KKP tidak hanya karena satu
sebab saja, melainkan juga ada sebab lain yang ikut mendorong terjadinya KKP seperti
berbagai penyakit infeksi misalnya campak, diare yang hebat, dsb.
Bagi yang belum terlanjur menjadi KKP, dianjurkan beberapa tindakan
pencegahan sbb:
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
122
a. Pemberian air susu ibu (ASI) secara baik dan tepat disertai pengawasan berat badan
secara teratur dan terus menerus.
b. Menghindari pemberian makanan buatan sebagai pengganti ASI selama ibu masih
mampu menghasilkan ASI, terutama ketika berada di bawah umur 4 bulan.
c. Dimulainya pemberian makanan tambahan yang mengandung berbagai zat gizi
(kalori, protein, vitamin dan mineral secara lengkap sesuai kebutuhan guna
menambah ASI mulai bayi berumur 5 bulan.
d. Pemberian kekebalan melalui imunisasi guna melindungi anak dari kemungkinan
menderita penyakit infeksi seperti tuberkulosa, difteri, polio, tetanus, campak, dsb.
e. Melindungi anak dari kemungkinan diare (muntaber) dan kekurangan cairan
(dehidrasi).
f. Mengatur jarak kehamilan ibu agar ibu cukup waktu untuk merawat dan mengatur
makanan bayinya, terutama pemberian ASI (Sjahmin Moehji, 1986).
Selanjutnya apabila sudah terlanjur terkena KKP, maka hal-hal yang perlu
dilakukan oleh orangtua atau pengasuhnya antara lain:
a. Pemeriksaan fisik (berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, lingkar kepala, dsb.)
b. Pemeriksaan laboratorium, seperti kadar Hb, cacing.
c. Pengobatan infeksi dan parasit.
d. Pemberian PMT (pemberian makanan tambahan) pemulihan.
e. KIE gizi dan kesehatan.
f. Stimulasi perkembangan
Sebagai indikasi bahwa seseorang telah terlepas dari KKP antara lain:
a. Berat badan meningkat, dan sudah di atas garis merah dalam KMS (Kartu Menuju
Sehat).
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
123
b. Setelah di atas garis merah, 3 kali penimbangan berturut-turut berat badannya naik.
c. Odema (bengkak-bengkak) yang pernah ada telah hilang.
2. Gangguan Gizi akibat kekurangan vitamin A
Fungsi utama dari vitamin A, adalah untuk:
a. Membantu proses penglihatan
b. Menjaga keutuhan sel-sel epitel pada (1) mata, (2) saluran pernafasan, dan (3)
saluran pencernaan, dan
c. Berperan pada fungsi imunitas tubuh
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan cacat menetap pada mata (buta)
yang tidak dapat disembuhkan. Xerophthalmia sebagai akibat kekurangan vitamin A
merupakan penyebab kebutaan tertinggi dan yang sangat menyedihkan adalah karena
penderita anak-anak di bawah 5 tahun sebagai tunas bangsa.
Penanggulangan kekurangan vitamin A dilakukan selain dengan jalan
penyuluhan guna memperbaiki makanan keluarga agar lebih banyak menggunakan
bahan makanan seperti sayuran hijau dan buah-buahan berwarna, juga dilakukan dengan
pemberian Vitamin A dalam dosis yang cukup tinggi. Setiap dosis terdiri antara 200.000
sampai 300.000 KI.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak diperbolehkan memberikan
vitamin A dosis tinggi kepada anak dalam jarak kurang dari 6 bulan, karena dapat
mengakibatkan keracunan vitamin A. Selain itu anak yang sedang demam, campak,
diare hendaknya tidak diberi vitamin A.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
124
3. Gangguan Gizi akibat kekurangan zat besi (anemia gizi).
Ada dua macam anemia, yaitu anemia hiprokromik, yaitu anemia yang
disebabkan oleh kekurangan zat besi, dan anemia megaloblastik yaitu anemia karena
kekurangan asam folat dan vitamin B12.
Anemia gizi dapat terjadi karena rendahnya kadar zat besi dalam maknan. Tetapi
juga dapat terjadi karena akibat pendarahan yang banyak atau akibat penyakit kronik
seperti malaria. Bayi lahir belum waktunya akan dapat menderita anemia karena
cadangan zat besi dalam tubuhnya sewaktu lahir sangat sedikit. (Sjahmin Moehji,
1986). Zat besi banyak terdapat dalam sayur mayur, demikian pula asam folat. Sedang
vitamin B12 hanya terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan.
Pencegahan dan penanganan defisiensi besi atau anemia gizi dilakukan dengan
jalan (a) pemberian zat besi (suplementasi besi) dalam bentuk tablet (termasuk kepada
ibu hamil pada 3 bulan terakhir menjelang melahirkan), (b) fortifikasi pangan dengan
besi, dianjurkan banyak mengkonsumsi sayur mayur, (c) KIE menu alami seimbang,
(d) Menjarangkan kelahiran, (e) Mencegah penyakit cacing, dan (f) Sanitasi yang
adekuat.
4. Gangguan gizi akibat kekurangan iodium.
Fungsi utama zat iodium adalah untuk mempertahankan fungsi dan bentuk
kelenjar tiroid. Pathogenesanya adalah intake iodium rendah maka produksi hormon
tyroxin menjadi kurang, akibatnya kadar hormon dalam sirkulasi tubuh juga kurang.
Dalam kondisi semacam ini kelenjar tyroid bekerja keras untuk menghasilkan hormon
melalui stimulasi TSH (tyroid stimulating hormon). Akibatnya terjadi pembesaran
kelenjar tiroid.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
125
Upaya pencegahan dan penanggulangan GAKI yang dianjurkan antara lain:
a. Pemberian iodium dalam garam konsumsi
b. Penyuntikan/tetes iodium
c. Pengendalian pencemaran dan konservasi tanah
d. Konsumsi makanan/minuman yang mengandung iodium (ganggang, teri, ikan laut,
dsb) (Sugiyanto, 1992).
H. Makanan Bayi
Tujuan pemberian makanan bayi adalah agar bayi dapat tumbuh dengan baik
dan untuk memberi energi dan nutrien-nutrien essensiel sehingga bertambahnya usia
bayi disertai dengan kenaikan berat badan maupun tinggi badan. Semakin bertambah
usia bayi maka kebutuhan akan makanan dan nutrien essensiel lainnyapun bertambah.
Pada bulan-bulan pertama sejak kelahiran bayi, kebutuhan tersebut sudah
tercukupi dari ASI (air susu ibu) atau formula pengganti ASI. Tetapi setelah umur 3
bulan, kebutuhan tersebut pada umumnya tidak bisa tercukupi oleh ASI saja. Sehingga
diperlukan makanan tambahan. Dulu, pemberian makanan tambahan dilakukan sedinidininya. Tetapi setelah adanya laporan-laporan mengenai bahaya yang dapat
ditimbulkan dengan pemberian makanan pada bayi muda, maka pada umumnya
dianjurkan untuk tidak memberikan makanan tambahan sebelum bayi berumur 3 bulan.
Tidak ada waktu yang tepat kapan seharusnya makanan tambahan dapat dimulai.
Akan tetapi, pada umumnya, disepakati untuk mulai memberikan makanan
tambahan sejak umur 3 bulan.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
126
1. Kandungan Gizi dalam makanan bayi
Setiap memberikan makanan kepada bayi, hal penting yang selalu harus diingat
dan dipertimbangkan adalah:
a. Jenis makanan
b. Jumlah kalori
c. Jadwal pemberian makanan
a. Jenis Makanan
Seperti telah diuraikan di atas, jenis makanan bayi sejak umur 0-3 bulan adalah
ASI atau PASI. Kemudian setelah umur 3 bulan, dapat dibarikan jenis makanan
tambahan lain berupa makanan setengah padat, yaitu bubur susu.
Pemberiannya bertahap, mulai dengan satu kali pemberian pada umur 3 bulan,
kemudian dua kali pemberian pada umur 4 bulan dan 3 kali pemberian pada umur 5
bulan. Kemudian setelah umur 6 bulan dapat diperkenalkan dengan makanan yang lebih
padat yaitu nasi tim. Cara pemberiannya juga bertahap dengan mensubtitusi jumlah
pemberian bubur susu sebelumnya. Dan pada umur satu tahun dengan telah lebih
lengkapnya pertumbuhan gigi, dapat mulai diberikan nasi (Harsono Salimo, 1994).
Untuk masing-masing jenis makanan tersebut, harus diperhitungkan jumlah
komposisi nutrien yang diperlukan yang harus terdiri dari:
1. Karbohidrat
2. Protein
3. Lemak
4. Vitamin dan mineral
5. Air
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
127
b. Jumlah Kalori
Kebutuhan kalori dan air pada bayi menurut Harsono Salimo (1996) adalah
sebagai berikut:
Tabel 6. Kebutuhan kalori pada bayi
Umur
Kebutuhan Kalori (kal kg BB hari)
3 bulan
120
>3 - 5 bulan
115
6 - 8 bulan
110
9 - 11 bulan
105
Tabel 7. Kebutuhan air pada bayi
Umur
Jumlah Air (ml kg BB hari)
Triwulan pertama
175-200
Triwulan kedua
150-175
Triwulan ketiga
130-140
Triwulan keempat
120-140
c. Jadwal Pemberian
Tujuan memberikan jadwal pemberian makanan bayi adalah:
1) Memberikan nutrien yang cukup untuk pertumbuhan bayi yang optimal.
2) Melatih kebiasaan makan atau disiplin yang baik untuk bayi.
Sesuai dengan faal lambung bayi dimana pengosongan lambung terjadi setelah
2-3 jam pemberian makanan, maka sebaiknya pemberian makanan pun dengan jarak
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
128
waktu 2-3 jam tersebut, sehingga pemberian ASI atau makanan tambahan sebaiknya
diberikan enam kali sehari, dengan waktu pemberian sebagai berikut:
1) Jam 06.00 pagi
2) Jam 09.00 pagi
3) Jam 12.00 siang
4) Jam 15.00 siang
5) Jam 18.00 petang
6) Jam 21.00 malam (terakhir).
2. Penatalaksanaan Makanan Bayi
Dengan mengingat ke-3 di atas (jenis makanan, jumlah kalori, jadwal pemberian
makanan), maka pemberian makanan bayi berdasarkan umur, jenis makanan dan jadwal
pemberiannya dapat disusun kurang lebih sebagai berikut:
1) Umur 0-3 bulan
: diberikan 6 x ASI, sehingga jadwal pemberiannya sbb:
jam 06.00 pagi
: ASI
jam 09.00 pagi
: ASI
jam 12.00 siang
: ASI
jam 15.00 siang
: ASI
jam 18.00 petang
: ASI
jam 21.00 malam
: ASI
2) Umur 3 bulan: diberikan 5 x ASI, 1 x bubur susu dan 1 x extra buah atau biskuit,
sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut:
jam 06. 00 pagi
: ASI
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
129
jam 08.00 pagi
: bubur susu
jam 11.00 siang
: ASI
jam 13.00 siang
: ASI
jam 14.00 siang
: buah atau biskuit
jam 18.00 petang
: ASI
jam 21.00 malam
: ASI
3) Umur 4 bulan diberikan 4 x ASI, 2 x bubur susu, dan 1 x extra buah atau biskuit
sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut:
jam 06.00 pagi
: ASI
jam 08.00 pagi
: bubur susu
jam 11.00 siang
: ASI
jam 13.00 siang
: ASI
jam 14.00 siang
: buah atau biskuit
jam 17.00 petang
: bubur susu
jam 20.00 malam
: ASI
4) Umur 5 bulan diberikan
3 x ASI, 3 x bubur susu, 1 x extra buah atau biskuit
sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut:
jam 06.00 pagi
: ASI
jam 08.00 pagi
: bubur susu
jam 11.00 siang
: ASI
jam 13.00 siang
: bubur susu
jam 14.00 siang
: buah atau biskuit
jam 17.00 petang
: bubur susu
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
130
jam 20.00 malam
5). Umur 6 bulan diberikan
: ASI
3 x ASI, 1 x nasi tim kering, 2 x bubur susu dan 1 x extra
buah atau biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut:
jam 06.00 pagi
: ASI
jam 08.00 pagi
: nasi tim kering
jam 11.00 siang
: ASI
jam 13.00 siang
: bubur susu
jam 14.00 siang
: extra buah atau biskuit
jam 17.00 petang
: bubur susu
jam 20.00 malam
: ASI
6). Umur 7 bulan diberikan
3 x ASI, 2 x nasi tim saring, 1 x bubur susu, dan 1 x extra
buah atau biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut:
jam 06.00 pagi
: ASI
jam 08.00 pagi
: nasi tim saring
jam 11.00 siang
: ASI
jam 13.00 siang
: bubur susu
jam 14.00 siang
: extra buah atau biskuit
jam 17.00 petang
: nasi tim saring
jam 20.00 malam
: ASI
7). Umur 8 bulan diberikan
3 x ASI, 3 x nasi tim saring, dan 1 x extra buah atau
biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut:
jam 06.00 pagi
: ASI
jam 08.00 pagi
: nasi tim saring
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
131
jam 11.00 siang
: ASI
jam 13.00 siang
: nasi tim saring
jam 14.00 siang
: extra buah atau biskuit
jam 17.00 petang
: nasi tim saring
jam 20.00 malam
: ASI
Untuk selanjutnya pada umur 9, 10 dan 11 bulan, pemberian nasi tim saring
secara bertahap diganti dengan nasi tim kasar (tidak usah disaring), sehingga pada umur
1 tahun pemberian nasi tim kasar sudah dapat diganti dengan pemberian nasi biasa.
I. ASI dan Kegunaannya pada Bayi
Telah diketahui bersama bahwa ASI merupakan bahan yang tidak ada duanya di
dunia ini, merupakan bahan makanan yang terbaik bagi bayi yang dilahirkan. Bahkan
tidak satu jenis susu buatanpun yang mendekati atau bahkan semutu dengan ASI. Selain
memberi segala kebutuhan makanan bayi baik dari segi gizi, imunologi, ataupun segi
lainnya, pemberian ASI memberikan kesempatan tiada taranya untuk curahan cinta
kasih serta perlindungan seorang ibu kepada anaknya. Sehingga dengan demikian akan
menjamin tumbuh kembang anak se-optimal mungkin.
Berikut ini akan dijelaskan kelebihan-kelebihan ASI dibandingkan susu buatan:
1. Lemak
Lemak dalam ASI sebagian besar terdapat dalam bentuk trigliserida yang
diliputi oleh lapisan permukaan hidrofolik yang terdiri dari campuran fosfolipid,
kolesterol, vitamin A dan karotenoid. Dengan demikian menjamin mudahnya diabsorbsi
dan menjamin tersedianya bahan untuk pembentukan sel otak dan syaraf.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
132
2. Protein
Komposisi protein ASI terdiri dari lactalbumin 60% dan casein 40%. Juga
mengandung lactoglobulin, asam amino esensiel dan asam amino non-esensiel. ASI
juga mengandung lysozim dan lactoferin sebagai zat anti infeksi.
Dengan kadarnya yang relatif rendah (1,2-1,6 gr %) memudahkan absorbsi
(penyerapan oleh usus).
3. Karbohidrat
ASI mengandung karbohidrat yang relatif tinggi, dengan komponen utama
adalah laktosa, yang mempunyai sifat:
a. Relatif tak manis sehingga merangsang nafsu makan bayi.
b. Relatif tak segera larut sehingga waktu proses digesti dalam usus lebih lama.
c. Dapat diabsorbsi dengan baik oleh usus bayi.
d. Dalam fermentasi bakteri usus di ubah menjadi asam laktat yang mempunyai sifat
menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
4. Elektrolit
Kadar elektrolit dalam ASI rendah sesuai dengan fungsi ginjal pada saat itu.
5. Mineral
Mengandung mineral dan trace elements (tembaga, seng dan besi) untuk menjaga
pertumbuhan yang optimum.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
133
Berbagai jenis kelebihan-kelebihan ASI dibandingkan susu buatan:
1. Mempunyai komposisi bahan makanan yang paling cocok untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi, seperti yang telah dijelaskan di atas.
2. Mengandung kalori yang sangat tepat untuk pertumbuhan bayi.
3. Dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri dan
dalam suhu yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
4. Mempunyai bau dan rasa yang khas yang tidak dapat ditiru.
5. Mengandung antibodi terhadap kuman penyakit infeksi dan terhadap virus, yang
tidak mungkin didapatkan pada susu formula.
6. Pada waktu ibu menyusukan bayinya, akan menimbulkan rasa kasih sayang (gender
love care) sehingga menimbulkan rasa aman pada bayi.
7. Mempunyai efek Keluarga Berencana, karena pada ibu yang menyusukan bayinya
dapat menghalangi terjadinya ovulasi.
8. Secara ekonomis, ASI sangat murah sehingga dapat menghemat pengeluaran
belanja keluarga.
J. Peran Guru PLB dalam Penanganan Anak dengan gangguan gizi
Gizi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Masalah
gizi dapat terjadi pada semua usia dan semua jenis kelamin. Baik di daerah perkotaan
maupun di pedesaan, baik orang kaya maupun miskin.
Penanganan dan pembahasan gizi dapat mencakup pada (a) upaya pencegahan
terjadinya masalah gizi, maupun pada (b) upaya mengatasi gangguan akibat kekurangan
gizi.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
134
Upaya pencegahan maupun upaya mengatasi masalah gizi dapat melibatkan
siapa saja, termasuk guru Pendidikan Luar Biasa. Mengingat dampak dari kekurangan
gizi dapat menyebabkan kecacatan yang permanen, maka sangat penting bagi seorang
guru PLB ikut terlibat dalam memberikan KIE masalah gizi ataupun secara langsung
melakukan usaha mengatasi penyakit gangguan gizi. Seperti dalam pemberian makanan
yang edekuat bagi penderita KKP, pemberian vitamin a dosis tinggi bagi penderita
kekurangan vitamin A, dsb.
Sesuai dengan isi uraian di atas, maka peran guru PLB dalam penanganan anak
yang mengalami gangguan gizi dapat pada:
1. Sebagai pelaksana program pencegahan dan program untuk mengatasi penyakit
gangguan gizi.
2. Sebagai penyuluh dalam KIE penyakit gangguan gizi
3. Sebagai konsultan dengan memberikan konsultasi kepada masyarakat sekitar
masalah gangguan gizi
4. Sebagai petugas yang melakukan identifikasi, asesmen dalam masalah-masalah
gangguan gizi dan kecacatan.
K. Habilitasi dan Rehabilitasi anak Kelainan Akibat Kekurangan Gizi
Masalah gizi atau gangguan gizi dapat dalam bentuk kelainan yang permanen.
Seperti dalam bentuk retardasi mental, kelainan neuromotorik, gangguan bicara, cara
berjalan yang khas, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata juling,
tunarungu dan wicara, dsb., maka kegiatan rehabilitasi dan habilitasi baik aspek medik,
sosial psikologik, pendidikan maupun keterampilan sangat dibutuhkan oleh
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
135
penderitanya.
Tujuan dari program habilitasi dan rehabilitasi bagi anak karena faktor defisiensi
gizi antara lain agar mereka mengaktualisasi potensi yang ada seoptimal mungkin,
sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari menurut perkembangan usianya dapat
dilakukan secara mandiri dan tidak terlalu banyak bergantung pada orang lain.
Bagi anak berkelainan perkembangan, ada banyak bentuk program habilitasi dan
rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Ada anak yang
membutuhkan rehabilitasi dan habilitasi kemampuan bicara, kemampuan ambulasi dan
mobilisasi, bimbingan/bina diri, dsb. Dalam hal ini termasuk kegiatan stimulasi
perkembangan masih sangat dibutuhkan, karena anak masih dalam perkembangan,
maka masih ada peluang bagi anak tertentu untuk mengejar ketertinggalan
perkembangannya, meskipun pada batas-batas tertentu.
Melalui kegiatan rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan
perkembangan dapat mengaktualisasikan potensinya sehingga mereka dapat menjadi
orang yang “berguna”, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
L. Rangkuman
Ketidakseimbangan kandungan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi dapat
menimbulkan gangguan/penyakit gizi. Fungsi utama zat gizi bagi tubuh adalah sebagai
zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Ada 4 macam bentuk penyakit gangguan
gizi yang perlu di waspadai di Indonesia, yaitu KKP/MEP, anemia gizi, difisiensi
vitamin A dan GAKI.
Fortifikasi makanan pada hakekatnya akan menjamin pemenuhan gizi bagi
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
136
tubuh yang seimbang. Peran guru PLB dalam kaitannya dengan masalah-masalah
gangguan gizi dan kelainan adalah sebagai (1) pelaksanana program pencegahan dan
penanganan penyakit gangguan gizi, (2) sebagai penyuluh dalam KIE penyakit
gangguan gizi, (3) sebagai konsultan masalah gangguan gizi dan kelainan, dan (4)
sebagai pelaksana identifikasi dan asesmen masalah-masalah gangguan gizi dan
kecacatan.
Apabila penyakit gangguan gizi telah terlanjur menjadi kelainan yang menetap
dalam bentuk kecacatan, maka program habilitasi dan rehabilitasi bagi mereka sangat
penting dan sangat diperlukan.
BUKU ACUAN
Adhi S. Pramono. 2006. Beda Kurang Gizi dan Gizi Buruk. Siloam Gleneagles
Hospital, Lippo Karawachi.
Aziz Alimul Hidayat. Musrifatul Uliyah. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.
Bagg A. 1983. The Nutrition Factors. The Brookings Institution. Washinton.
Bomer Pasaribu. 2005. Pengangguran dan Kemiskinan Naik. Dalam Solo Pos 17
Desember 2005.
Dinas Kesehatan Kota Surakarta. 2006. Anak Balita dan 50 Ibu Hamil di Solo Derita
Gizi Buruk. Solo Pos, 18 Pebruari 2006.
Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. 2006. Penderita Gizi Buruk Mencapai 548
Orang, Tujuh Anak Balita di Karanganyar Meninggal. Solo Pos 21 Pebruari
2006.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
137
Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali. 2006. Anak Balita Derita Gizi Buruk.
Solo Pos 15 Pebruari 2006.
Hani H. 2006. Ribuan Anak Balita Kurang Gizi. Solo Pos 14 Januari 2006.
Harsono Salimo. 1994. Ilmu Kesehatan Anak (Pediatri). Surakarta: UNS.
Jack Insley MB. Alih Bahasa Achmad Suryono. Editor Rusi Muhaimin Syamsi. 2005.
Vade-Mecum Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Karyadi D. Soewondo. 1987. Keadaan gizi Kurang dan Beberapa Aspek Fungsi Otak.
Medika No.2 Tahun 13. Februari 1987.
Koeswandjana. 2006. 279 Anak Balita Menderita Gizi Buruk. Solo Pos. 15 Pebruari
2006.
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Pollitt. 1978. Behavior Effects of Iron Defficiency Among Pre Schools Children.
MA.Fed.Proc.
Sjahmin Moehji. 1986. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Soesmaliah. 1980. Anemia And Some Aspects Of Mental Functioning. Proceeding Of
The Third Asian Conggres Of Nutrition. Jakarta.
Sugianto B, (1992), Gizi & Masalahnya; Surabaya.
Yayah K. Husaini dan Mahdin A. Husaini. 2000. Sumbangan Gizi Untuk Pembangunan
dan Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia. Medika, No.2 Tahun 30, Februari
2000.
Wahyuningsih. 2006. Anak Balita Menderita Gizi Buruk. Solo Pos 4 Januari 2006.
Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006
Download