BAB III NUTRISI A. Pendahuluan Indonesia terdiri atas 13.667 pulau besar dan kecil yang terbentang dari barat sampai ke timur sepanjang 5.110 km serta dari utara ke selatan sejauh 1.888 km dengan penduduk tahun 2006 lebih dari 220 juta, sebagian besar (81.2%) penduduknya tinggal di daerah pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan/ penghasilan yang rendah pula. Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi. Apabila kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka kondisi ini dapat sebagai faktor predisposisi terjadinya MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) seperti marasmus dan kwasiorkor. Kasus kekurangan gizi pada masyarakat Indonesia sejak terjadinya kris ekonomi samap awal tahun 2006 masih sangat tinggi. Menurut Yayah K. Husaini (2000), keadaan kekurangan gizi dapat menyebabkan angka kematian terutama pada bayi dan anak-anak menjadi tinggi, angka kesakitan juga tinggi, terjadinya gangguan pertumbuhan fisik, mental, kecerdasan dan kemampuan belajar rendah, serta sosial ekonomi juga menjadi rendah (Yayah K. Husaini dan Mahdin A. Husaini, 2000). Dampak dari MEP (Malnutrisi Energi dan Protein) umumnya adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan atau gagal tumbuh kembang (Adhi S. Budi Pramono, 2006). Gagal tumbuh berarti bayi/balita dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya. Sedangkan gagal berkembang berarti lebih pada keterlambatan pencapaian tahapan-tahapan kemampuan perkembangan. 98 99 Khusus pada kasus gagal berkembang atau gangguan perkembangan apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dapat berakibat fatal yakni kecacatan. Banyaknya kasus gizi buruk pada balita di Indonesia dapat sebagai predisposisi terjadinya gangguan perkembangan balita. Apabila tidak mendapat intervensi dini yang tepat maka akan banyak balita di Indonesia yang mengalami gangguan perkembangan menetap yang disebut balita penyandang cacat. Pentingnya nutrisi atau gizi bagi kehidupan manusia dan keterkaitan gizi dengan penyebab kelainan seseorang, maka dalam bab ke III buku ini di bahas secara singkat tentang (1) unsur gizi dalam makanan dan fungsinya bagi kehidupan, (2) faktor pengaruh status gizi seseorang, (3) penyakit-penyakit gangguan gizi dan gizi buruk, (4) dampak gangguan gizi terhadap kejadian kelainan, (5) bentuk kelainan akibat gizi buruk, serta (6) penanganan anak dengan penyakit gangguan gizi. Di samping itu juga dibahas (7) makanan bayi, (8) ASI dan kegunaannya pada bayi, (9) peran guru PLB dalam penanganan anak yang mengalami gangguan gizi, serta (10) habilitasi dan rehabilitasi anak berkelainan akibat kekurangan gizi. B. Unsur Gizi dalam Makanan dan Fungsinya bagi Kehidupan Ilmu gizi merupakan pengetahuan yang mempelajari hubungan antara makanan dengan kesehatan tubuh. Kecukupan kandungan gizi menurut kebutuhan tubuh pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada umur, jenis kelamin maupun taraf fisiologis seseorang. Kebutuhan gizi orangtua dengan pemuda/remaja berbeda, kebutuhan gizi pemuda/remaja lebih banyak dari pada orangtua. Demikian juga kebutuhan gizi wanita jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan gizi kaum pria. Tetapi kebutuhan gizi wanita Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 100 hamil lebih banyak dibanding dengan kebutuhan gizi wanita tidak hamil. Gambar 14. Kebutuhan Gizi orang satu dengan lainnya berbeda-beda Kebutuhan gizi juga tergantung pada taraf fisiologis seseorang. Artinya seseorang yang memiliki beban kerja fisik lebih berat membutuhkan gizi yang lebih banyak dibanding orang lain yang beban kerja fisik lebih ringan. Seorang kuli bangunan atau tukang becak misalnya, maka kebutuhan gizinya lebih banyak dibanding seorang guru yang tidak banyak dituntut kerja dengan kekuatan fisiknya. Kebutuhan zat gizi bagi setiap orang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang diperoleh melalui makanan dan minuman. Dilihat dari fungsinya, unsur-unsur gizi dalam makanan dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu sebagai (1) sumber zat pembangun (2) zat tenaga dan (3) zat pengatur dan pelindung. Sumber zat pembangun sel-sel jaringan tubuh (plastika) adalah: (a) zat putih telur (protein), (b) pelikan-pelikan (mineral), dan (c) air. Ketiga unsur gizi tersebut secara bersama-sama digunakan untuk membentuk sel-sel tubuh manusia. Walaupun protein dimasukkan ke dalam golongan unsur gizi pemberi kalori, tetapi kegunaan protein yang utama adalah untuk membangun sel-sel tubuh manusia. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 101 Sumber zat gizi yang memberikan tenaga (kalori) energitika adalah: (a) hidrat arang (karbohidrat), (b) lemak (lipid), dan (c) zat putih telur. Hidrat arang dan lemak merupakan unsur gizi di dalam tubuh yang paling banyak memberikan kalori bagi manusia. Kedua unsur gizi ini dengan bantuan oksigen dari udara dioksidasikan (dibakar) sehingga menimbulkan panas. Panas yang ditimbulkan dinyatakan dalam satu satuan yang disebut kalori. Jadi kalori merupakan satuan panas yang didapat tubuh manusia sebagai hasil pembakaran hidrat arang, lemak, protein di dalam tubuh. Selanjutnya sebagai sumber zat pengatur dan pelindung fungsi faal alat-alat tubuh (stimulansia) adalah berbagai jenis vitamin yang ada dalam makanan. Vitamin bukan merupakan bahan dasar untuk membangun sel-sel tubuh manusia dan tidak pula dapat memberikan kalori bagi tubuh. Vitamin digunakan untuk mengatur fungsi faal alat-alat tubuh. Dengan adanya penggolongan unsur-unsur gizi itu maka tampaklah unsur gizi mana yang digunakan dalam pembangunan dan pemeliharaan keadaan gizi tubuh, dan unsur gizi mana yang berguna sebagai pembantu dalam mengatur pembangunan sel-sel tubuh. Jenis bahan makanan yang menjadi sumber zat pembangun adalah berbagai macam lauk pauk seperti telur, ikan, tempe, kacang-kacangan, dsb. Sumber zat tenaga meliputi berbagai jenis makanan pokok, seperti: nasi, mie, terigu, tales, sagu, jagung, ubi, kentang, dsb. Sedang sumber zat pengatur dan pelindung alat-alat tubuh adalah berbagai macam sayur dan buah-buahan. Berkat kemajuan ilmu gizi dan ilmu lainnya, telah berhasil di kembangkan pola makanan dan kebutuhan akan zat gizi pada setiap kelompok umur, jenis kelamin dan taraf fisiologis manusia. Hal ini terjadi karena kebutuhan gizi masing-masing kelompok manusia tersebut berbeda-beda. Misalnya kebutuhan gizi bayi dengan orangtua berbeda, Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 102 orang laki-laki dengan perempuan berbeda, pekerja kasar dengan yang bukan pekerja kasar juga berbeda. Dalam kaitannya dengan kepentingan pertumbuhan anak dan pencegahan kecacatan, maka dalam buku ini hanya di bahas pola makanan untuk kelompok umur bayi. C. Faktor Pengaruh Status Gizi Seseorang Banyak faktor yang ikut berpengaruh pada status gizi seseorang, Benny Sugianto (1992) mengklasifikasikan faktor pengaruh status gizi sebagai berikut: DAYA BELI PERSEDIA AN PANGAN STATUS GIZI KEADAAN KESEHAT AN PERILAKU GIZI Gambar 15. Faktor yang berpengaruh terhadap status gizi Masing-masing faktor tersebut pengaruhnya terhadap status gizi seseorang dapat secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung misalnya pengaruh Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 103 “perilaku gizi” terhadap “status gizi”. Seorang balita yang sulit makan dan minum dan berlangsung relatif lama, maka dapat dipastikan ia akan menderita kekurangan gizi atau bahkan menderita gizi buruk atau busung lapar. Pengaruh secara tidak langsung misalnya pengaruh “perilaku gizi” terhadap “statu gizi” melalui faktor “ketersediaan pangan”. Seseorang berperilaku “sangat mudah makan dan minum” (jago makan), tetapi yang di makan “tidak ada” karena ia berasal dari keluarga miskin, maka dapat dipastikan dampaknya yaitu ia memiliki status gizi kurang atau bahkan berstatus gizi buruk juga. Faktor ketersediaan pangan juga dipengaruhi oleh faktor (a) produksi, (b) pengelolaan pasca panen, (c) pemasaran, (d) transportasi, (e) komunikasi dan (f). Import/export. Sedangkan faktor daya beli dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti (a) kesempatan kerja, (b) tingkat upah tenaga kerja, (c) tingkat harga bahan kebutuhan makan, dan (d) jumlah anggota keluarga. Faktor perilaku gizi umumnya dipengaruhi pula oleh (a) tingkat pendidikan, (b) tingkat informasi, (c) unsur budaya, dan (d) unsur kebiasaan. Faktor (1) ketersediaan pangan, (1) daya beli, dan (3) faktor perilaku secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri mempengaruhi tingkat konsumsi pangan, yang akhirnya tingkat konsumsi pangan dapat mempengaruhi status gizi individu. Faktor lain yang ikut mempengaruhi status gizi individu adalah (a) keadaan fisiologis individu, (b) tingkat infeksi dan parasit, (c) penyakit metabolisme dan (d) keracunan. Faktor-faktor ini secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama berpengaruh pada tingkat pemanfaatan zat gizi oleh tubuh. Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi individu menurut Sugiyanto (1992) setelah diurai faktor-faktor predisposisinya, maka dapat diskemakan Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 104 menjadi gambar 16 berikut ini: KETERSE DIAAN PANGAN Produksi Pasca Panen Pemasaran Transportasi Komunikasi Import/export DAYA BELI Kesempatan kerja Tingkat upah Tingkat harga Jumlah anggota keluarga PERI LAKU Tingkat pendidikan Tingkat informasi Unsur budaya Unsur kebiasaan TINGKAT KONSUMSI PANGAN Keadaan fisiologis tubuh Tingkat infeksi dan parasit Penyakit metabolisme Keracunan TINGKAT PEMANFAATAN ZAT GIZI OLEH TUBUH STATUS GIZI Gambar 16: Faktor predisposisi dan pencetus status gizi individu Di Indonesia, kasus masalah gizi/penyakit kurang gizi masih termasuk tinggi, pada umumnya kekurangan gizi dapat berakibat fatal dalam bentuk kematian ataupun kecacatan bila tidak memperoleh suplai nutrisi secara adekuat dengan segera. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 105 Mengapa demikian?. Hal ini oleh karena status gizi individu sangat besar pengaruhnya bagi (a) status kesehatan individu, (b) kemampuan memperoleh pelayanan kesehatan, produktivitas, dan (c) pendapatan. Besar kecilnya pendapatan individu pada akhirnya juga berpengaruh pada kemampuan memperoleh layanan kesehatan. Hubungan status gizi - status kesehatan – pelayanan kesehatan – produktivitas adalah seperti mata rantai yang saling berhubungan satu sama lain. PELAYA NAN KESEHA TAN STATUS KESEHA TAN STATUS GIZI INDIVIDU PRODUK TIVITAS PENDA PATAN Gambar 17. Hubungan status gizi, status kesehatan dan produktivitas Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 106 D. Penyakit Gangguan Gizi dan Gizi Buruk Sejak beberapa Pelita, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan upaya perbaikan gizi penduduk dengan program UPKG (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga). Bahkan UPKG ini pada akhir pelita V sudah menjangkau lebih dari 60% jumlah desa di Indonesia. Sebenarnya banyak penyakit gangguan gizi yang terjadi di masyarakat. Namun demikian pemerintah Indonesia memberikan prioritas pada 4 macam penyakit gangguan gizi. Dalam hal ini tidak berarti penyakit-penyakit lain tidak ditangani oleh pemerintah. Semua penyakit gangguan gizi tetap ditangani, namun tidak dalam skala prioritas. Sebagai gambaran pengaruh defisiensi nutrisi tertentu terhadap kondisi fisik tubuh seseorang diantaranya seperti terdapat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Kondisi fisik, tanda-tanda kekurangan nutrisi dan kemungkinan penyebab kekurangan nutrisi. Bagian tubuh Tanda-tanda Tanda-tanda Kemungkinan penyebab kecukupan nutrisi kekurangan kekurang an nutrisi nutrisi Pertumbuhan Tinggi badan, berat Tinggi badan, Defisiensi/kelebihan umum badan, lingkar berat badan, protein, lemak, vitamin A, kepala dalam 5 dan lingkar kepala di niasin, kalsium, iodin, 95 persentil bawah atau di mangan atas 5 dan 95 persentil Usia perkembangan Maturasi seksual Kurang dari pertumbuhan seksual sesuai terlambat kemungkinan berhubungan dengan penyakit/genetik Kulit Elastis, tetap sedikit Kekeringan Defisiensi vit.A kering, tidak ada Defisiensi asam lemak Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 107 lesi, ruam, esensial dan asam lemak hiperpigmentasi tak jenuh Pigmentasi merah Defisiensi niasin yang membesar Hiperpigmentasi Defisiensi vit. B12, asam volat, niasin Edema/odema Defisiensi protein atau kelebihan natrium Muka pucat Defisiensi zat besi, Vit. B12 atau C Leher Kelenjar tiroid Kelenjar tiroid tidak jelas pada membesar, jelas inspeksi, dapat pada inspeksi Defisiensi iodium dipalpasi pada garis tengahleher Mata Bening, terang, Kornea lunak, bersinar pudar, bintik Defisiensi vit. A putih atau abuabu pada kornea Membran merah Membran pucat, Def. Zat besi muda dan basah Panas, gatal Def. Riboflavin Penglihatan malam Buta senja Def. Vit. a Otot atropi, Def. Protein, hari adekuat Sistem Otot kuat dan muskuloskelet berkembang baik, edema dependen, al sendi fleksibel dan Lutut tak bisa tidak nyeri, bergerak, kaki ekstrimitas simetris bengkok, dan lurus, saraf pembesaran spinal normal epifisis Def, vit.D, proses penyakit Def. Vit.C (t.panjang), Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 108 Pendarahan dalam sendi, nyeri Sistem Waspada terhadap neurologi perilaku dan Lesu, instabilitas Def. Thiamin, niasin, zat besi, protein, kalori responsif, inervasi otot ututh Empat macam penyakit/gangguan gizi yang memperoleh prioritas penanganan di Indonesia adalah: 1. Gangguan kekurangan kalori dan protein (KKP) 2. Gangguan kekurangan vitamin A 3. Animea gizi/zat besi 4. Gangguan kekurangan zat iodium (GAKI) 1. Kekuarangan Kalori dan Protein Penyakit Kekurangan Kalori dan Protein (KKP), kini sering disebut juga penyakit Malnutrisi Energi Protein (MEP). Banyak ahli (Sugiyanto, 1992; Nelson, 1988; Jack Insley, Achmad Suryono, 2005; Adhi S. Budi Pramono, 2006) yang menyatakan bahwa penyakit KKP atau MEP merupakan dampak dari kemiskinan. Masyarakat dengan kasus kemiskinan erat kaitannya dengan kesulitan pemenuhan kebutuhan gizi. Beragam penyakit malnutrisi ditemukan pada anak-anak. Dari kurang gizi hingga busung lapar. Kurang gizi merupakan salah satu istilah dari penyakit malnutrisi energi protein (MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan protein. Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka manifestasi penyakitnyapun berbeda-beda. Malnutrisi ringan sering diistilahkan dengan Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 109 kurang gizi, sedang marasmus dan kwasiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung lapar) dan marasmik-kwasiorkor digolongkan sebagai MEP berat. Penyakit kurang gizi banyak menyerang balita. Gejala kurang gizi ringan umumnya tidak kelihatan. Hanya terlihat berat badannya lebih rendah atau 60-80% dari berat badan edial. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain: a. Kenaikan berat badan berkurang, terheti atau bahkan menurun. b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun c. Maturasi tulang terlambat d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang (Adhi S. Budi Pramono, 2006). Penyakit marasmus merupakan salah satu penyakit MEP atau KKP yang berat. Penderitanya secara fisik sangat mudah dikenali. Meski masih anak-anak, wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagianlemak dan otot-ototnya. Penderita marasmus beratakan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Adapun ciri-ciri lainnya adalah: a. Berat badannya kurang dari 60% berat badan normal seusianya. b. Kulit terlihat kering, dingan dan mengendur c. Beberapa diantaranya memiliki rambut yang mudah rontok. d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol e. Sering menderita diare atau konstipati (tertahannya tinja di dalam ususkarena gerak usus yang berkurang ataulemah). f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, sehingga kadar hemoglobin juga lebih rendah dari semestinya. (Adhi S. Budi Pramono, 2006). Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 110 Penyakit kwasiorkor sering diistilahkan sebagai busung lapar. Penampilan anak-anak dengan busung lapar umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat badan normal. Odema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita kwasiorkor. Beberapa ciri lain yang menyertai diantaranya: a. Perubahan mental menyolok. b. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif c. Penderita tampak lemak dan cenderung ingin selalu terbaring d. Anemia e. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya. f. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia (pendarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir) yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat dan sebagainya. g. Pembesaran hati, bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal. (Adhi S. Budi Pramono, 2006). Penyakit marasmik-kwasiorkor merupakan gabungan dari marasmus dan kwasiorkor dengan gabungan gejala yang menyertai. Diantaranya: a. Berat badan penderita hanya berkisar angka 60% dari berat badan normal. Gejala khas keduapenyakit tersebut tampak jelas seperti odema, kelainan rambut, kelainan kulit, dsb. b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 111 c. Kalium dalam tubuh menurun drastis hingga menyebabkan gangguan metabolik seperti gangguan padaginjal danpankreas. Dampak yang lain dari penyakit MEP antara lain adanya: a. Terjadinya kematian bayi dalam rahim b. Waktu lahir BB-nya rendah (BBLR) sehingga mudah terkena penyakit infeksi c. Angka kematian bayi meningkat d. Kemampuan belajar rendah e. Rendahnya daya kerja dan produktivitas Kasus gizi buruk karena MEP tersebut ternyata banyak dijumpai di tahun 2006. Data nasional penderita kurang gizi dan gizi buruk masih sulit ditemukan, namun insidensi kasus kurang gizi dan gizi buruk telah banyak dilaporkan media masa, baik pada skala regional maupun lokal. Seperti yang terjadi di Kabupaten YahukimoPropinsi Papua, Atambua – Propinsi NTT, Maluku Utara-Propinsi Maluku, semua propinsi di pulau Jawa, Propinsi Lampung, Propinsi Sumatra Utara sampai Propinsi Nangru Aceh Darusalam. Contoh kasus kurang gizi dan gizi buruk di Tangerang (Hani H, 2006) hingga akhir Nopember 2005 terdapat 16.239 anak balita yang mengalami kekurangan gizi dan balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 1.120 anak. Demikian juga yang terjadi di wilayah eks Karesiden Surakarta. Di Kabupaten Sukoharjo ditemukan 150 balita gizi buruk dan 2.907 balita status gizi kurang (Wahyuningsih, 2006), di Kota Solo ditemukan sebanyak 235 balita gizi buruk dan 3.205 balita gizi kurang (Dinkes, 2006), di Kabupaten Karanganyar dilaporkan sebanyak 548 balita gizi buruk dan 2.341 balita gizi kurang (DKK, 2006), di Kabupaten Klaten dilaporkan sebanyak 279 balita gizi buruk (Koeswandjana, 2006), ) di Kabupaten Wonogiri Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 112 dilaporkan 678 balita gizi buruk dan 4.845 balita gizi kurang (DKK, 2006), dan di Kabupaten Boyolali 472 balita gizi buruk dan 3.623 balita gizi kurang (DKS, 2006). 2. Gangguan kekurangan vitamin A Vitamin adalah suatu zat organik yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, tetapi diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan tubuh dan pemeliharaan kesehatan. Dari sudut faal, vitamin bekerja sebagai katalisator. Beberapa jenis vitamin turut dalam reaksi-reaksi enzim sehingga didapat proses metabolisme yang normal. Vitamin dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K. Dan vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin C dan vitamin yang tergolongan dalam vitamin B komplek. Dari sekian macam vitamin, vitamin A yang mendapat prioritas untuk diwaspadai. Fungsi vitamin A bagi tubuh, menurut Sjahmin Moehji (1986) dan Sugiyanto (1992) diantaranya: a. Membantu proses penglihatan, yaitu sebagai bahan untuk membuat rodopsin yang diperlukan dalam proses penglihatan. b. Menjaga keutuhan sel-sel epitel pada (1) mata, (2) saluran pernafasan, (3) saluran pencernakan, (4) kulit. c. Untuk membantu proses pertumbuhan tubuh. Di samping ke tiga fungsi vitamin A tersebut, menurut Sugiyanto (1992) masih ditambah satu fungsi lagi, yaitu (d) berperan pada fungsi imunitas tubuh. Terjadinya kekurangan vitamin A adalah akibat berbagai sebab, diantaranya Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 113 a. Tidak adanya cadangan vitamin A dalam tubuh anak sewaktu lahir karena semasa dalam kandungan ibunya menderita kekurangan vitamin A atau tidak memakan bahan makanan yang banyak mengandung vitamin A dalam jumlah yang sesuai. b. Kadar vitamin A yang rendah dalam ASI, oleh karena ibunya tidak cukup makan makanan yang benyak mengandung vitamin A semasa menyusui. c. Anak diberi makanan pengganti ASI yang kadar vitamin A nya sangat rendah (misalnya anak diberi susu skim atau susu kadar lemak rendah/tidak berlemak) atau susu kental manis, akan menderita kekurangan vitamin A karena dalam kedua jenis susun tersebut kadar vitamin A nya rendah sekali. d. Anak-anak yang tidak menyenangi bahan makanan sumber vitamin A terutama sayur-mayur, akan menderita kekurangan vitamin A. e. Gangguan penyerapan vitamin A oleh dinding usus halus oleh karena berbagai sebab, seperti renahnya konsumsi lemak atau minyak (Sjahmin Moehji, 1986). Diantara kelompok usia yang rentan terhadap terjadinya kekurangan vitamin A adalah: a. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yang lahir dari ibu yang menderita kekurangan vitamin A sehingga dalam tubuhnya tidak tersedia cadangan vitamin A. b. Anak yang berusia di atas satu tahun yang menderita kwasiorkor biasanya juga menderita kekurangan vitamin A. c. Anak-anak pada usia yang lebih tua yaitu sampai usia 5 tahun. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkann cacat menetap pada mata (buta) yang tidak dapat disembuhkan atau diperbaiki. Jumlah penderita kebutaan di Indonesia sedemikian tingginya, yaitu sekitar 1.3% dari jumlahpenduduk. Akibat kekurangan vitamin A, diantaranya: Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 114 (a) Gangguan penglihatan, (b). Perubahan-perubahan pada jaringan pelapis (epitel), (c) Mengganggu jalannya pertumbuhan tubuh. (Sjahmin Moehji 1986). Sementara itu menurut Sugiyanto (1992) ada bebrapa dampak dari kekurangan vitamin A, yaitu: (a) kekebalan tubuh menurut, sehingga sering terjadi infeksi saluran napas akut pada anak. Akibat lebih jauh angka kesakitan dan angka kematian meningkat. (b) Terjadinya rabun senja, (c) adanya kebutaan, dan (d) kulit menjadi kering dan bersisik serta berkeriput. 3. Gangguan Gizi akibat kekurangan zat besi (anemia gizi) Yang dimaksud dengan istilah anemia adalah rendahnya kadar hemoglobin dalam darah. Rendahnya kadar hemoglobin atau disingkat Hb dapat dilihat apabila bagian kelopak mata terlihat berwarna pucat. Pemeriksaan yang lebih teliti dapat dilakukan terhadap contoh darah yang diambil dari ujung jari denganmenggunakan alat seperti Hb meter, dan sebagainya. Anemia gizi umumnya banyak ditemukan pada ibu hamil dan anak-anak pada usia di bawah tiga tahun. Penyebab anemia dapat bermacam-macam, akan tetapi yang paling banyak akibat kekurangan zat besi, di samping kekurangan asam folat. Anemia gizi dapat terjadi akibat rendahnya kadar zat besi dalam makanan. Tetapi dapat juga karena akibat pendarahan yang banyak atau akibat penyakit kronis seperti malaria. Bayi yang lahir belum waktunya akan dapat menderita anemia karena cadangan zat besi Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 115 dalam tubuhnya sewaktu lahir sedikit. Zat besi sebenarnya dapat diperoleh melalui mengkonsumsi sayur-mayur. Manifestasi dari defisiensi zat besi yang berat: a. Mudah lelah b. Lemah, lesu c. Pucat, sering berkunang-kunang d. Produktivitas kerja menurun e. Daya konsentrasi menurun f. Bayi BBLR meningkat g. Komplikasi kehamilan dan persalinan meningkat h. Mentally retarded i. Bila berat dapat terjadi kegagalan faal, jantung bengkak dan sesak nafas 4. Gangguan Gizi Akibat Kekurangan Yodium Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) memang merupakan masalah nasional yang perlu memperoleh perhatian besar, hal ini karena begitu luasnya daerah defisiensi iodium di Indonesia, dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh GAKI itu sendiri. Luasnya daerah endemik di Indonesia meliputi dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Jumlah penduduk yang rawan GAKI diperkirakan tidak kurang dari 30 juta jiwa, dengan 10 juta jiwa diantaranya menderita gondok, 750.000 - 900.000 menderita kretin. (Ditjen BinKesMas Depkes, 1994). Gondok, merupakan salah satu gejala dari GAKI. Namun gondok endemik dapat disebabkan oleh karena faktor lain juga. Walaupun pada umumnya gondok endemik Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 116 dihubungkan dengan defisiensi iodium, namun sebenarnya ada beberapa keadaan yang sering dihubungkan dengan gondok endemik, yaitu : (a) defisiensi iodium (b) faktor goitrogen (c) kelebihan unsur iodium (d) faktor trace elemnts dan faktor genetik, serta (e) faktor nutrisi. (Djokomoeljanto, dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996). Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya gondok endemik dimanamana. Gondok adalah cara adaptasi manusia terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minumannya. Masukan iodium diperiksa dengan cara langsung maupun tidak. Pemeriksaan langsung dengan cara menganalisis makanan duplikat yang terdapat dalam makanan seseorang. Sedangkan untuk pemeriksaan tidak langsung dipakai berbagai cara, antara lain dengan memeriksa kadar iodium dalam urin, dengan studi kinetik iodium. Iodium anorganik ditimbun dalam kelenjar tiroid atau dieksresikan lewat urin. Mengingat bahwa dalam keadaan seimbang, kecepatan clearence iodium konstan dan eksresi bergantung pada kadar iodium plasma, maka secara praktis jumlah yang keluar dalam urin itu sepadan dengan yang masuk dalam tubuh lewat resorpsi usus. Klinis terbukti juga bahwa ada korelasi regatif antara ambilan (uptake) iodium radioaktif dengan ekskresi iodium urin di berbagai daerah endemik. (Djokomoeljanto, dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996). Menurut Sri Kardjati (1985) bahwa Gondok endemik adalah merupakan penyakit yang ditandai oleh terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dan diderita oleh sejumlah penduduk yang tinggal di suatu daerah tertentu. Penyebab terpenting adalah Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 117 rendahnya masukan zat iodium melalui makanan atau minuman yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Faktor lingkungan dan keturunan dapat juga membantu timbulnya gondok endemik, akan tetapi sebelum kekurangan iodium sebagai penyebab utama dapat disingkirkan, faktor lain yang mungkin berpengaruh boleh diabaikan (Clements, 1960, dalam Sri Kardjati, dkk, 1985). Selanjutnya Djoko moeljanto menyatakan bahwa defisiensi iodium merupakan penyebab utama gondok endemik, namun pada beberapa keadaan ternyata defisiensi iodium merupakan faktor yang mempermudah bagi terjadinya gondok. Goitrogen adalah zat/bahan yang dapat mengganggu hormonogenesis tiroid sehingga akibatnya dapat memperbesar kelenjar gondok. Kebanyakan goitrogen ini memang dibuktikan efeknya secara pasti pada binatang percobaan, tetapi pada manusia peranannya kecil. Meskipun sayur kol bersifat goitrogen pada binatang, pada manusia hanya akan bersifat membesarkan gondok apabila orang tersebut makan dalam jumlah yang amat besar. Terhadap kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa makanan atau zat yang pada binatang berpotensi bersifat goitrogen, belum konklusif sebagai penyebab gondok pada manusia. (Djokomoeljanto, dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996). Iodium dianggap berlebihan apabila jumlahnya melebihi jumlah yang diperlukan untuk sintesis hormon secara fisiologis. Syarat mutlak terjadinya kelebihan iodium ialah dimakannya iodium dalam dosis cukup besar dan kontinyu. Apabila dosis besar iodium diberikan akan terjadi inhibisi hormonogenesis, khususnya iodinisasi tirnin dan proses cuplingnya. Tetapi bila pemberian ini secara kronik, maka akan terjadi escape atau adaptasi terhadap hambatan tersebut. Bila orang tidak mampu melaksanakan escape terhadap hambatan ini, maka orang tersebut akan Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 118 mengalami inhibisi hormonogenesis sehingga terjadi hipotiroidisme dan selanjutnya TSH meninggi dengan dampak gondok. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, merupakan suatu spektrum yang cukup luas dan mengenai semua segmen usia, sejak fetus hingga penduduk dewasa. Menurut Djokomoeljanto, (dalam Soeharyo Hadisaputro, 1996), bahwa spektrum GAKI adalah sebagai berikut : Tabel 4. Spektrum Gangguan Akibat Kekurangan Iodium Masa Terjadinya Kemungkinan Dampak yang timbul 1. Fetus - abortus - lahir mati (stillbirth) - anomali kongenital - meningkatnya kematian perinatal - meningkatnya kematian anak - kretin mental (gangguan mental, bisu-tuli, diplegia, spastik, mata juling) - kretin myxudematosa (cebol, gangguan mental 2. Neonatus - gondok neonatal - hipotiroidisme neonatal 3. Anak dan remaja - gondok - hipotiroidisme juvenil - gangguan fungsi mental - gangguan perkembangan fisik 4. Dewasa - gondok dengan segala akibatnya - hipotiroidisme - gangguan fungsi mental Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 119 E. Dampak Gangguan Gizi Terhadap Kejadian Kelainan Gizi menentukan sampai seberapa jauh anak mencapai tumbuh optimal. Di banyak negara sedang berkembang sebagian besar penduduknya berbadan tidak tinggi karena kurang gizi. Anak-anak yang kurang gizi mengalami retardasi 20-30% dari anak-anak yang gizinya baik. Anak-anak yang kurang gizi berumur 9 tahun sama besarnya dengan anak-anak yang berumur 6 tahun atau 7 tahun. Anak-anak yang pendek dan kecil karena sebelumnya menderita kurang gizi mempunyai kemampuan berprestasi yang juga kecil. Orang dewasa yang hanya mengkonsumsi 1800 kalori per hati mempunyai kekuatan otot 30% lebih rendah serta ketepatan, ketekunan dan keuletan bekerja 15% lebih rendah dari orang lain yang gizinya baik. Kecepatan dan koordinasi kerja badan juga rendah (Yayah K. Husaini, 2000). Keadaan kurang gizi waktu dalam kandungan dan masa bayi menyebabkan perkembangan intelektual rendah. Meskipun prosesnya tidak seluruhnya dapat dimengerti tetapi fakta menunjukkan bahwa bayi yang menderita KKP (kekurangan kalori dan protein)/MEP (malnutrisi energi dan protein) berat mempunyai ukuran besar otak 15%-20% lebih kecil dari bayi yang normal (Yayah K. Husaini, 2000). Apabila kurang gizi sejak dalam kandungan, maka defisit dapat mencapai 40% (Bagg A, 1983). Dari beberapa hasil penelitian diungkapkan bahwa kurang gizi yang terjadi pada waktu pertumbuhan sangat pesat berlangsung membawa akibat tingkatlaku yang tidak normal pada anak tersebut. Anak menjadi tidak responsif, tidak berinisiatif, tidak dapat berkonsentrasi, sulit berkomunikasi dan tidak energetik (Soesmaliah, 1980; Pollitt, 1978; Karyadi, 1980). Apabila keadaan kurang gizi tidak berat, maka fungsi kognisi ini dapat diperbaiki seiring dengan bertambah baiknya keadaan gizi. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 120 Dampak gangguan gizi terhadap kejadian kelainan pada dasarnya dapat bersifat langsung. Seperti dijelaskan pada tabel 4 bahwa defisiensi iodium dapat secara langsung menyebabkan terjadinya (a) anomali kongenital, kretin dengan gangguan mental, bisu, tulis, diplegia, spestik, mata juling, cebol, dsb. Sebaliknya dampak gangguan gizi tidak akan menimbulkan kelainan permanen apabila gangguan itu hanya sebentar dan segera akan hilang gangguannya seiring dengan perbaikan status gizinya. F. Bentuk Kelainan Akibat Kekurangan gizi Yang dimaksudkan kekurangan gizi di sini bukanlah identik dengan busung lapar atau kwasiorkor atau marasmus. Karena busung lapar/kwasiorkor/ marasmus hanya merupakan salah satu dari penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh malnutrisi energi dan protein. Sebaliknya yang dimaksudkan di sini adalah kekurangan gizi dalam arti penyakit gangguan gizi yang menjadi prioritas penangananya oleh pemerintah Indonesia, yaitu KKP/MEP, kekurangan vitamin A, kekurangan zat besi dan gangguan akibat kekurangan iodium. Secara umum bentuk kelainan akibat kekurangan gizi sudah di singgung pada uraian-uraian sebelummya, termasuk yang disajikan pada tabel 3 dan 4. Namun demikian berikut ini akan diringkas kembali yang hasilnya disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Bentuk kelainan akibat kekurangan gizi. Macam kekurangan gizi Kemungkinan bentuk kelainan yang timbul KKP/MEP 1. Kemampuan belajar rendah 2. Retardasi mental 3. Cacat bawaan Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 121 4. Gerak reflek minim 5. Atropi otot 6. Badan lemah/tak bertenaga 7. Kurang responsif 8. Gangguan komunikasi Defisiensi Vitamin A 1. Kekebalan tubuh menurun 2. Rabun senja 3. Kebutaan Defisiensi zat besi 1. Mudah lelah, lemah 2. Daya konsentrasi menurun 3. Mentally retarded 4. Gangguan belajar Defisiensi iodium 1. Anomali kongenital 2. Kretin mental (gangguan mental, bisutuli, diplegia, spastik, mata juling) 3. Kretin myxudematosa (cebol, gangguan mental) 4. Hipotiroidisme neonatal 5. Gangguan perkembangan fisik G. Penanganan Anak dengan Penyakit gangguan gizi 1. Penanganan kekurangan kalori dan protein (KKP) Penyebab utama KKP adalah tidak sesuainya zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh. Akan tetapi umumnya KKP tidak hanya karena satu sebab saja, melainkan juga ada sebab lain yang ikut mendorong terjadinya KKP seperti berbagai penyakit infeksi misalnya campak, diare yang hebat, dsb. Bagi yang belum terlanjur menjadi KKP, dianjurkan beberapa tindakan pencegahan sbb: Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 122 a. Pemberian air susu ibu (ASI) secara baik dan tepat disertai pengawasan berat badan secara teratur dan terus menerus. b. Menghindari pemberian makanan buatan sebagai pengganti ASI selama ibu masih mampu menghasilkan ASI, terutama ketika berada di bawah umur 4 bulan. c. Dimulainya pemberian makanan tambahan yang mengandung berbagai zat gizi (kalori, protein, vitamin dan mineral secara lengkap sesuai kebutuhan guna menambah ASI mulai bayi berumur 5 bulan. d. Pemberian kekebalan melalui imunisasi guna melindungi anak dari kemungkinan menderita penyakit infeksi seperti tuberkulosa, difteri, polio, tetanus, campak, dsb. e. Melindungi anak dari kemungkinan diare (muntaber) dan kekurangan cairan (dehidrasi). f. Mengatur jarak kehamilan ibu agar ibu cukup waktu untuk merawat dan mengatur makanan bayinya, terutama pemberian ASI (Sjahmin Moehji, 1986). Selanjutnya apabila sudah terlanjur terkena KKP, maka hal-hal yang perlu dilakukan oleh orangtua atau pengasuhnya antara lain: a. Pemeriksaan fisik (berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, lingkar kepala, dsb.) b. Pemeriksaan laboratorium, seperti kadar Hb, cacing. c. Pengobatan infeksi dan parasit. d. Pemberian PMT (pemberian makanan tambahan) pemulihan. e. KIE gizi dan kesehatan. f. Stimulasi perkembangan Sebagai indikasi bahwa seseorang telah terlepas dari KKP antara lain: a. Berat badan meningkat, dan sudah di atas garis merah dalam KMS (Kartu Menuju Sehat). Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 123 b. Setelah di atas garis merah, 3 kali penimbangan berturut-turut berat badannya naik. c. Odema (bengkak-bengkak) yang pernah ada telah hilang. 2. Gangguan Gizi akibat kekurangan vitamin A Fungsi utama dari vitamin A, adalah untuk: a. Membantu proses penglihatan b. Menjaga keutuhan sel-sel epitel pada (1) mata, (2) saluran pernafasan, dan (3) saluran pencernaan, dan c. Berperan pada fungsi imunitas tubuh Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan cacat menetap pada mata (buta) yang tidak dapat disembuhkan. Xerophthalmia sebagai akibat kekurangan vitamin A merupakan penyebab kebutaan tertinggi dan yang sangat menyedihkan adalah karena penderita anak-anak di bawah 5 tahun sebagai tunas bangsa. Penanggulangan kekurangan vitamin A dilakukan selain dengan jalan penyuluhan guna memperbaiki makanan keluarga agar lebih banyak menggunakan bahan makanan seperti sayuran hijau dan buah-buahan berwarna, juga dilakukan dengan pemberian Vitamin A dalam dosis yang cukup tinggi. Setiap dosis terdiri antara 200.000 sampai 300.000 KI. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak diperbolehkan memberikan vitamin A dosis tinggi kepada anak dalam jarak kurang dari 6 bulan, karena dapat mengakibatkan keracunan vitamin A. Selain itu anak yang sedang demam, campak, diare hendaknya tidak diberi vitamin A. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 124 3. Gangguan Gizi akibat kekurangan zat besi (anemia gizi). Ada dua macam anemia, yaitu anemia hiprokromik, yaitu anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat besi, dan anemia megaloblastik yaitu anemia karena kekurangan asam folat dan vitamin B12. Anemia gizi dapat terjadi karena rendahnya kadar zat besi dalam maknan. Tetapi juga dapat terjadi karena akibat pendarahan yang banyak atau akibat penyakit kronik seperti malaria. Bayi lahir belum waktunya akan dapat menderita anemia karena cadangan zat besi dalam tubuhnya sewaktu lahir sangat sedikit. (Sjahmin Moehji, 1986). Zat besi banyak terdapat dalam sayur mayur, demikian pula asam folat. Sedang vitamin B12 hanya terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan. Pencegahan dan penanganan defisiensi besi atau anemia gizi dilakukan dengan jalan (a) pemberian zat besi (suplementasi besi) dalam bentuk tablet (termasuk kepada ibu hamil pada 3 bulan terakhir menjelang melahirkan), (b) fortifikasi pangan dengan besi, dianjurkan banyak mengkonsumsi sayur mayur, (c) KIE menu alami seimbang, (d) Menjarangkan kelahiran, (e) Mencegah penyakit cacing, dan (f) Sanitasi yang adekuat. 4. Gangguan gizi akibat kekurangan iodium. Fungsi utama zat iodium adalah untuk mempertahankan fungsi dan bentuk kelenjar tiroid. Pathogenesanya adalah intake iodium rendah maka produksi hormon tyroxin menjadi kurang, akibatnya kadar hormon dalam sirkulasi tubuh juga kurang. Dalam kondisi semacam ini kelenjar tyroid bekerja keras untuk menghasilkan hormon melalui stimulasi TSH (tyroid stimulating hormon). Akibatnya terjadi pembesaran kelenjar tiroid. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 125 Upaya pencegahan dan penanggulangan GAKI yang dianjurkan antara lain: a. Pemberian iodium dalam garam konsumsi b. Penyuntikan/tetes iodium c. Pengendalian pencemaran dan konservasi tanah d. Konsumsi makanan/minuman yang mengandung iodium (ganggang, teri, ikan laut, dsb) (Sugiyanto, 1992). H. Makanan Bayi Tujuan pemberian makanan bayi adalah agar bayi dapat tumbuh dengan baik dan untuk memberi energi dan nutrien-nutrien essensiel sehingga bertambahnya usia bayi disertai dengan kenaikan berat badan maupun tinggi badan. Semakin bertambah usia bayi maka kebutuhan akan makanan dan nutrien essensiel lainnyapun bertambah. Pada bulan-bulan pertama sejak kelahiran bayi, kebutuhan tersebut sudah tercukupi dari ASI (air susu ibu) atau formula pengganti ASI. Tetapi setelah umur 3 bulan, kebutuhan tersebut pada umumnya tidak bisa tercukupi oleh ASI saja. Sehingga diperlukan makanan tambahan. Dulu, pemberian makanan tambahan dilakukan sedinidininya. Tetapi setelah adanya laporan-laporan mengenai bahaya yang dapat ditimbulkan dengan pemberian makanan pada bayi muda, maka pada umumnya dianjurkan untuk tidak memberikan makanan tambahan sebelum bayi berumur 3 bulan. Tidak ada waktu yang tepat kapan seharusnya makanan tambahan dapat dimulai. Akan tetapi, pada umumnya, disepakati untuk mulai memberikan makanan tambahan sejak umur 3 bulan. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 126 1. Kandungan Gizi dalam makanan bayi Setiap memberikan makanan kepada bayi, hal penting yang selalu harus diingat dan dipertimbangkan adalah: a. Jenis makanan b. Jumlah kalori c. Jadwal pemberian makanan a. Jenis Makanan Seperti telah diuraikan di atas, jenis makanan bayi sejak umur 0-3 bulan adalah ASI atau PASI. Kemudian setelah umur 3 bulan, dapat dibarikan jenis makanan tambahan lain berupa makanan setengah padat, yaitu bubur susu. Pemberiannya bertahap, mulai dengan satu kali pemberian pada umur 3 bulan, kemudian dua kali pemberian pada umur 4 bulan dan 3 kali pemberian pada umur 5 bulan. Kemudian setelah umur 6 bulan dapat diperkenalkan dengan makanan yang lebih padat yaitu nasi tim. Cara pemberiannya juga bertahap dengan mensubtitusi jumlah pemberian bubur susu sebelumnya. Dan pada umur satu tahun dengan telah lebih lengkapnya pertumbuhan gigi, dapat mulai diberikan nasi (Harsono Salimo, 1994). Untuk masing-masing jenis makanan tersebut, harus diperhitungkan jumlah komposisi nutrien yang diperlukan yang harus terdiri dari: 1. Karbohidrat 2. Protein 3. Lemak 4. Vitamin dan mineral 5. Air Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 127 b. Jumlah Kalori Kebutuhan kalori dan air pada bayi menurut Harsono Salimo (1996) adalah sebagai berikut: Tabel 6. Kebutuhan kalori pada bayi Umur Kebutuhan Kalori (kal kg BB hari) 3 bulan 120 >3 - 5 bulan 115 6 - 8 bulan 110 9 - 11 bulan 105 Tabel 7. Kebutuhan air pada bayi Umur Jumlah Air (ml kg BB hari) Triwulan pertama 175-200 Triwulan kedua 150-175 Triwulan ketiga 130-140 Triwulan keempat 120-140 c. Jadwal Pemberian Tujuan memberikan jadwal pemberian makanan bayi adalah: 1) Memberikan nutrien yang cukup untuk pertumbuhan bayi yang optimal. 2) Melatih kebiasaan makan atau disiplin yang baik untuk bayi. Sesuai dengan faal lambung bayi dimana pengosongan lambung terjadi setelah 2-3 jam pemberian makanan, maka sebaiknya pemberian makanan pun dengan jarak Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 128 waktu 2-3 jam tersebut, sehingga pemberian ASI atau makanan tambahan sebaiknya diberikan enam kali sehari, dengan waktu pemberian sebagai berikut: 1) Jam 06.00 pagi 2) Jam 09.00 pagi 3) Jam 12.00 siang 4) Jam 15.00 siang 5) Jam 18.00 petang 6) Jam 21.00 malam (terakhir). 2. Penatalaksanaan Makanan Bayi Dengan mengingat ke-3 di atas (jenis makanan, jumlah kalori, jadwal pemberian makanan), maka pemberian makanan bayi berdasarkan umur, jenis makanan dan jadwal pemberiannya dapat disusun kurang lebih sebagai berikut: 1) Umur 0-3 bulan : diberikan 6 x ASI, sehingga jadwal pemberiannya sbb: jam 06.00 pagi : ASI jam 09.00 pagi : ASI jam 12.00 siang : ASI jam 15.00 siang : ASI jam 18.00 petang : ASI jam 21.00 malam : ASI 2) Umur 3 bulan: diberikan 5 x ASI, 1 x bubur susu dan 1 x extra buah atau biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut: jam 06. 00 pagi : ASI Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 129 jam 08.00 pagi : bubur susu jam 11.00 siang : ASI jam 13.00 siang : ASI jam 14.00 siang : buah atau biskuit jam 18.00 petang : ASI jam 21.00 malam : ASI 3) Umur 4 bulan diberikan 4 x ASI, 2 x bubur susu, dan 1 x extra buah atau biskuit sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut: jam 06.00 pagi : ASI jam 08.00 pagi : bubur susu jam 11.00 siang : ASI jam 13.00 siang : ASI jam 14.00 siang : buah atau biskuit jam 17.00 petang : bubur susu jam 20.00 malam : ASI 4) Umur 5 bulan diberikan 3 x ASI, 3 x bubur susu, 1 x extra buah atau biskuit sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut: jam 06.00 pagi : ASI jam 08.00 pagi : bubur susu jam 11.00 siang : ASI jam 13.00 siang : bubur susu jam 14.00 siang : buah atau biskuit jam 17.00 petang : bubur susu Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 130 jam 20.00 malam 5). Umur 6 bulan diberikan : ASI 3 x ASI, 1 x nasi tim kering, 2 x bubur susu dan 1 x extra buah atau biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut: jam 06.00 pagi : ASI jam 08.00 pagi : nasi tim kering jam 11.00 siang : ASI jam 13.00 siang : bubur susu jam 14.00 siang : extra buah atau biskuit jam 17.00 petang : bubur susu jam 20.00 malam : ASI 6). Umur 7 bulan diberikan 3 x ASI, 2 x nasi tim saring, 1 x bubur susu, dan 1 x extra buah atau biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut: jam 06.00 pagi : ASI jam 08.00 pagi : nasi tim saring jam 11.00 siang : ASI jam 13.00 siang : bubur susu jam 14.00 siang : extra buah atau biskuit jam 17.00 petang : nasi tim saring jam 20.00 malam : ASI 7). Umur 8 bulan diberikan 3 x ASI, 3 x nasi tim saring, dan 1 x extra buah atau biskuit, sehingga jadwal pemberiannya sebagai berikut: jam 06.00 pagi : ASI jam 08.00 pagi : nasi tim saring Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 131 jam 11.00 siang : ASI jam 13.00 siang : nasi tim saring jam 14.00 siang : extra buah atau biskuit jam 17.00 petang : nasi tim saring jam 20.00 malam : ASI Untuk selanjutnya pada umur 9, 10 dan 11 bulan, pemberian nasi tim saring secara bertahap diganti dengan nasi tim kasar (tidak usah disaring), sehingga pada umur 1 tahun pemberian nasi tim kasar sudah dapat diganti dengan pemberian nasi biasa. I. ASI dan Kegunaannya pada Bayi Telah diketahui bersama bahwa ASI merupakan bahan yang tidak ada duanya di dunia ini, merupakan bahan makanan yang terbaik bagi bayi yang dilahirkan. Bahkan tidak satu jenis susu buatanpun yang mendekati atau bahkan semutu dengan ASI. Selain memberi segala kebutuhan makanan bayi baik dari segi gizi, imunologi, ataupun segi lainnya, pemberian ASI memberikan kesempatan tiada taranya untuk curahan cinta kasih serta perlindungan seorang ibu kepada anaknya. Sehingga dengan demikian akan menjamin tumbuh kembang anak se-optimal mungkin. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan-kelebihan ASI dibandingkan susu buatan: 1. Lemak Lemak dalam ASI sebagian besar terdapat dalam bentuk trigliserida yang diliputi oleh lapisan permukaan hidrofolik yang terdiri dari campuran fosfolipid, kolesterol, vitamin A dan karotenoid. Dengan demikian menjamin mudahnya diabsorbsi dan menjamin tersedianya bahan untuk pembentukan sel otak dan syaraf. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 132 2. Protein Komposisi protein ASI terdiri dari lactalbumin 60% dan casein 40%. Juga mengandung lactoglobulin, asam amino esensiel dan asam amino non-esensiel. ASI juga mengandung lysozim dan lactoferin sebagai zat anti infeksi. Dengan kadarnya yang relatif rendah (1,2-1,6 gr %) memudahkan absorbsi (penyerapan oleh usus). 3. Karbohidrat ASI mengandung karbohidrat yang relatif tinggi, dengan komponen utama adalah laktosa, yang mempunyai sifat: a. Relatif tak manis sehingga merangsang nafsu makan bayi. b. Relatif tak segera larut sehingga waktu proses digesti dalam usus lebih lama. c. Dapat diabsorbsi dengan baik oleh usus bayi. d. Dalam fermentasi bakteri usus di ubah menjadi asam laktat yang mempunyai sifat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. 4. Elektrolit Kadar elektrolit dalam ASI rendah sesuai dengan fungsi ginjal pada saat itu. 5. Mineral Mengandung mineral dan trace elements (tembaga, seng dan besi) untuk menjaga pertumbuhan yang optimum. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 133 Berbagai jenis kelebihan-kelebihan ASI dibandingkan susu buatan: 1. Mempunyai komposisi bahan makanan yang paling cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, seperti yang telah dijelaskan di atas. 2. Mengandung kalori yang sangat tepat untuk pertumbuhan bayi. 3. Dapat diberikan dimana saja dan kapan saja dalam keadaan segar, bebas bakteri dan dalam suhu yang sesuai dengan kebutuhan bayi. 4. Mempunyai bau dan rasa yang khas yang tidak dapat ditiru. 5. Mengandung antibodi terhadap kuman penyakit infeksi dan terhadap virus, yang tidak mungkin didapatkan pada susu formula. 6. Pada waktu ibu menyusukan bayinya, akan menimbulkan rasa kasih sayang (gender love care) sehingga menimbulkan rasa aman pada bayi. 7. Mempunyai efek Keluarga Berencana, karena pada ibu yang menyusukan bayinya dapat menghalangi terjadinya ovulasi. 8. Secara ekonomis, ASI sangat murah sehingga dapat menghemat pengeluaran belanja keluarga. J. Peran Guru PLB dalam Penanganan Anak dengan gangguan gizi Gizi memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Masalah gizi dapat terjadi pada semua usia dan semua jenis kelamin. Baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan, baik orang kaya maupun miskin. Penanganan dan pembahasan gizi dapat mencakup pada (a) upaya pencegahan terjadinya masalah gizi, maupun pada (b) upaya mengatasi gangguan akibat kekurangan gizi. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 134 Upaya pencegahan maupun upaya mengatasi masalah gizi dapat melibatkan siapa saja, termasuk guru Pendidikan Luar Biasa. Mengingat dampak dari kekurangan gizi dapat menyebabkan kecacatan yang permanen, maka sangat penting bagi seorang guru PLB ikut terlibat dalam memberikan KIE masalah gizi ataupun secara langsung melakukan usaha mengatasi penyakit gangguan gizi. Seperti dalam pemberian makanan yang edekuat bagi penderita KKP, pemberian vitamin a dosis tinggi bagi penderita kekurangan vitamin A, dsb. Sesuai dengan isi uraian di atas, maka peran guru PLB dalam penanganan anak yang mengalami gangguan gizi dapat pada: 1. Sebagai pelaksana program pencegahan dan program untuk mengatasi penyakit gangguan gizi. 2. Sebagai penyuluh dalam KIE penyakit gangguan gizi 3. Sebagai konsultan dengan memberikan konsultasi kepada masyarakat sekitar masalah gangguan gizi 4. Sebagai petugas yang melakukan identifikasi, asesmen dalam masalah-masalah gangguan gizi dan kecacatan. K. Habilitasi dan Rehabilitasi anak Kelainan Akibat Kekurangan Gizi Masalah gizi atau gangguan gizi dapat dalam bentuk kelainan yang permanen. Seperti dalam bentuk retardasi mental, kelainan neuromotorik, gangguan bicara, cara berjalan yang khas, reflek patologis dan reflek fisiologis meninggi, mata juling, tunarungu dan wicara, dsb., maka kegiatan rehabilitasi dan habilitasi baik aspek medik, sosial psikologik, pendidikan maupun keterampilan sangat dibutuhkan oleh Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 135 penderitanya. Tujuan dari program habilitasi dan rehabilitasi bagi anak karena faktor defisiensi gizi antara lain agar mereka mengaktualisasi potensi yang ada seoptimal mungkin, sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari menurut perkembangan usianya dapat dilakukan secara mandiri dan tidak terlalu banyak bergantung pada orang lain. Bagi anak berkelainan perkembangan, ada banyak bentuk program habilitasi dan rehabilitasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak. Ada anak yang membutuhkan rehabilitasi dan habilitasi kemampuan bicara, kemampuan ambulasi dan mobilisasi, bimbingan/bina diri, dsb. Dalam hal ini termasuk kegiatan stimulasi perkembangan masih sangat dibutuhkan, karena anak masih dalam perkembangan, maka masih ada peluang bagi anak tertentu untuk mengejar ketertinggalan perkembangannya, meskipun pada batas-batas tertentu. Melalui kegiatan rehabilitasi dan habilitasi diharapkan anak berkelainan perkembangan dapat mengaktualisasikan potensinya sehingga mereka dapat menjadi orang yang “berguna”, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. L. Rangkuman Ketidakseimbangan kandungan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi dapat menimbulkan gangguan/penyakit gizi. Fungsi utama zat gizi bagi tubuh adalah sebagai zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Ada 4 macam bentuk penyakit gangguan gizi yang perlu di waspadai di Indonesia, yaitu KKP/MEP, anemia gizi, difisiensi vitamin A dan GAKI. Fortifikasi makanan pada hakekatnya akan menjamin pemenuhan gizi bagi Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 136 tubuh yang seimbang. Peran guru PLB dalam kaitannya dengan masalah-masalah gangguan gizi dan kelainan adalah sebagai (1) pelaksanana program pencegahan dan penanganan penyakit gangguan gizi, (2) sebagai penyuluh dalam KIE penyakit gangguan gizi, (3) sebagai konsultan masalah gangguan gizi dan kelainan, dan (4) sebagai pelaksana identifikasi dan asesmen masalah-masalah gangguan gizi dan kecacatan. Apabila penyakit gangguan gizi telah terlanjur menjadi kelainan yang menetap dalam bentuk kecacatan, maka program habilitasi dan rehabilitasi bagi mereka sangat penting dan sangat diperlukan. BUKU ACUAN Adhi S. Pramono. 2006. Beda Kurang Gizi dan Gizi Buruk. Siloam Gleneagles Hospital, Lippo Karawachi. Aziz Alimul Hidayat. Musrifatul Uliyah. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Bagg A. 1983. The Nutrition Factors. The Brookings Institution. Washinton. Bomer Pasaribu. 2005. Pengangguran dan Kemiskinan Naik. Dalam Solo Pos 17 Desember 2005. Dinas Kesehatan Kota Surakarta. 2006. Anak Balita dan 50 Ibu Hamil di Solo Derita Gizi Buruk. Solo Pos, 18 Pebruari 2006. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. 2006. Penderita Gizi Buruk Mencapai 548 Orang, Tujuh Anak Balita di Karanganyar Meninggal. Solo Pos 21 Pebruari 2006. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006 137 Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Boyolali. 2006. Anak Balita Derita Gizi Buruk. Solo Pos 15 Pebruari 2006. Hani H. 2006. Ribuan Anak Balita Kurang Gizi. Solo Pos 14 Januari 2006. Harsono Salimo. 1994. Ilmu Kesehatan Anak (Pediatri). Surakarta: UNS. Jack Insley MB. Alih Bahasa Achmad Suryono. Editor Rusi Muhaimin Syamsi. 2005. Vade-Mecum Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Karyadi D. Soewondo. 1987. Keadaan gizi Kurang dan Beberapa Aspek Fungsi Otak. Medika No.2 Tahun 13. Februari 1987. Koeswandjana. 2006. 279 Anak Balita Menderita Gizi Buruk. Solo Pos. 15 Pebruari 2006. Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Pollitt. 1978. Behavior Effects of Iron Defficiency Among Pre Schools Children. MA.Fed.Proc. Sjahmin Moehji. 1986. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Soesmaliah. 1980. Anemia And Some Aspects Of Mental Functioning. Proceeding Of The Third Asian Conggres Of Nutrition. Jakarta. Sugianto B, (1992), Gizi & Masalahnya; Surabaya. Yayah K. Husaini dan Mahdin A. Husaini. 2000. Sumbangan Gizi Untuk Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia. Medika, No.2 Tahun 30, Februari 2000. Wahyuningsih. 2006. Anak Balita Menderita Gizi Buruk. Solo Pos 4 Januari 2006. Abdul Salim, Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa, 2006