PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI

advertisement
PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER
MELALUI METODE KISAH
Oleh Mansur HR
Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan
ABSTRAK
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang
menentukan keberhasilan seseorang adalah karakter. Hal tersebut
menunjukkan pentingnya menerapkan pendidikan karakter di satuan
pendidikan. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh
dari seorang pendidik untuk mengajarkan nilai karakter kepada peserta
didiknya. Pendidikan karakter dapat diterapkan melalui beberapa cara atau
metode, salah satunya adalah metode kisah. Metode kisah adalah cara
dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan secara
kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan
perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik yang sebenarnya
terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah efektif digunakan untuk
membangun dan membentuk karakter peserta didik, karena dalam kisah
terdapat berbagai keteladanan dan pendidikan yang dapat menyentuh
perasaan peserta didik dalam belajar.
Kata kunci: implementasi, strategi, pendidikan karakter
ABSTRACT
Some research indicates that the main factor that determines a person 's
success is character . This shows the importance of implementing character
education in the education unit . Character education is a conscious effort
and earnest of an educator to teach character values to learners. Character
education can be applied in several ways or methods , one of which is a
method of story . Methods story is the way in delivering the subject matter
by telling chronologically about how the thing , which tells the deeds ,
thoughts or suffering of others either actually happened or just conjecture
only. Methods effective tale is used to build and shape the character of the
students , because in the story there are various exemplary and education
that can touch the feelings of the students in learning .
Kata kunci: implementation, strategy, education character
1
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
Pendahuluan
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas. Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam UU No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka lulusan satuan pendidikan
idealnya memiliki kompetensi yang utuh, yakni sikap yang meliputi sikap spiritual
(beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), dan sikap sosial (berakhlak mulia,
sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab), pengetahuan (berilmu) dan keterampilan
(cakap dan kreatif). Namun, faktanya dunia pendidikan kita dewasa ini hanya mampu
melahirkan lulusan-lulusan manusia dengan tingkat intelektualitas yang memadai. Banyak
dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi, berotak cerdas, brilian tapi sayangnya
tidak sedikit pula diantara mereka yang cerdas itu justru tidak memiliki perilaku cerdas
dan sikap yang brilian serta kurang mempunyai mental kepribadian
yang baik
(Aunillah, 2011:9). Pernyataan tersebut dibuktikan dengan banyaknya persoalan yang
muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
perkelahian massa, penyalah gunaan narkoba, kehidupan ekonomi yang konsumtif,
kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya.
Oleh karena itu sejak tahun 2010, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas) mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua
tingkat pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan karakter ini
kemudian menjadi salah satu penguatan Kurikulum 2013 selain penguatan proses dan
penguatan penilaian.
Pentingnya penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan juga diperkuat oleh
beberapa hasil penelitian, antara lain; hasil penelitian di Universitas Standford
menyimpulkan bahwa kesuksesan ditentukan oleh 87,5%
attitude (sikap) dan hanya
12,5% karena kemampuan akademik seseorang (Mardiansyah dan Senda, 2011:88). Hal
yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Institut Teknologi Carnegie yang
mengatakan bahwa dari 10.000 orang sukses, 85% sukses karena faktor kepribadian dan
15% karena faktor teknis (Kurniawan, 2010:87). Demikian pula hasil penelitian
2
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
Dr.Albert Edward Wiggam dalam Kurniawan (2010:87) yang menyatakan bahwa dari
4000 orang yang kehilangan pekerjaan, 400 orang (10%) karena kemampuan teknis,
sedangkan 3.600 orang (90%) karena faktor kepribadian.
Hasil-hasil penelitian tersebut tentu sangat menarik untuk dicermati. Sebab ternyata
faktor utama yang menentukan keberhasilan dan/atau kegagalan seseorang adalah sikap
atau karakter dari orang tersebut. Hal tersebut semakin menguatkan betapa pentingnya
menerapkan pendidikan karakter di satuan pendidikan.
Pendidikan karakter menyimpan misi penting dan mulia, yakni mencetak generasigenerasi unggul yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga memiliki
kepribadian positif seperti jujur, disiplin, kreatif, memiliki hasrat juang yang tinggi,
bertanggung jawab, pantang menyerah, memiliki jiwa kepemimpinan, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai misi tersebut, guru hendaknya
memiliki cara dan teknik mengajar yang tepat agar peserta didik merasa nyaman dan
semangat untuk menjadikan diri mereka lebih baik.
Kepiawaian seorang guru dalam mendidik ataupun mengajar menjadi ujung
tombak dalam mencetak generasi bangsa di sekolah. Guru bukan hanya menguasai materi
pelajaran, tapi juga harus memiliki teknik komunikasi yang baik. Komunikasi di sini
adalah komunikasi dalam menyampaikan pelajaran dengan cara yang menarik, tidak
menjenuhkan hingga peserta didik merasa nyaman bahkan betah untuk terus menyimak
pelajaran yang disampaikan guru di sekolah. Salah satu cara yang menarik agar situasi
belajar mengajar lebih menyenangkan yakni dengan menggunakan metode kisah. Manfaat
mendengarkan kisah bagi peserta didik antara lain dapat meningkatkan kemampuan
berpikir sistematis, karena mereka mengikuti sistematika alur cerita yang disajikan. Selain
itu juga dapat mengembangkan karakter peserta didik karena melalui kisah peserta didik
dapat menyerap dan menerapkan nilai-nilai karakter yang ada dalam kisah tersebut.
Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yakni pendidikan dan karakter. Kedua
kata ini memiliki arti dan makna yang berbeda. namun ketika digabungkan akan memiliki
makna dan semangat lain hingga memiliki kekuatan tersendiri untuk mengubah
kepribadian anak. Jika dilihat Kamus Bahasa Indonesia (2003:263) pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan menurut
UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
3
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jadi pendidikan
mengandung arti proses dalam membina, melatih, memelihara anak atau siapa pun
sehingga menjadi manusia yang santun, cerdas, kreatif, berguna bagi diri, keluarga,
masyarakat dan bangsa (Hendri, 2013:1).
Sementara Karakter jika dilihat Kamus Bahasa indonesia (2003:506), berarti
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang
lain. Menurut Munir (2010:3) karakter dalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun
tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Sudewo (2011:13) membedakan karakter dengan tabiat, karakter adalah perilaku baik
sedangkan tabiat adalah perilaku buruk. Lebih lanjut Sudewo (2011:14) mengemukakan
bahwa karakter adalah kumpulan sifat baik yang menjadi perilaku sehari-hari, sebagai
perwujudan kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya dalam mengemban
amanah dan tanggung jawab.
Berdasarkan arti dan makna dari dua kata di atas, yakni pendidikan dan karakter,
maka pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang menanamkan
nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan
maupun bangsa sehingga terwujud insan kamil (Aunillah, 2011:18). Sejalan dengan
pendapat tersebut, Samani dan Heriyanto (dalam Hendri, 2013:2) mengemukakan bahwa
pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk
mengajarkan nilai-nilai kepada para peserta didiknya.
Menurut Kemendiknas (2010)
pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Dari beberapa definisi tentang pendidikan karakter sebagaimana dikemukakan di
atas, nampak bahwa meskipun secara redaksional berbeda, namun intinya sama yakni
pendidikan karakter adalah upaya pendidik untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada
peserta didik yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkannya dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
4
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
Metode Kisah
Dari segi asal usul katanya metode berasal dari dua kata, yaitu metha dan
hodos yang berarti jalan atau cara. Dengan demikian metode dapat berarti jalan atau cara
yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode juga berarti cara dan prosedur
melakukan
suatu
kegiatan
untuk
mencapai
tujuan
secara
efektif
(http://www.perkuliahan.com). Jadi yang dimaksud dengan metode dalam hal ini adalah
jalan atau cara yang dilalui untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik,
sehingga tercapai tujuan pendidikan. Sedang kata kisah atau cerita berarti tuturan yang
membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya) dan
karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang, kejadian dan
sebagainya, baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka
(http://www.perkuliahan.com).
Dengan demikian metode kisah dapat diartikan sebagai suatu cara dalam
menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang
bagaimana terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau
penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.
Prof. Dr. Samani dalam Hendri (2013:30) mengemukakan bahwa metode mendongeng
(kisah) pada hakikatnya sama dengan metode ceramah, tetapi dalam metode kisah guru
lebih leluasa berimprovisasi.
Menurut Arief (http://hendro-suhaimi.blogspot.com/2012/12) metode kisah yang
disampaikan merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab
kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh ketulusan hati yang mendalam.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Hendri (2013:81) mengemukakan bahwa Kisah bisa
menjadi metode dalam membina, mendidik, merawat, mengasuh, menumbuhkan potensi
kecerdasan sekaligus membangun karakter peserta didik secara evolutif.
Lebih lanjut Hendri menguraikan bahwa berkisah menjadi bumbu penyedap dalam
meracik sebuah bahan ajar di sekolah, sebab mengajar sambil berkisah akan membuat
suasana belajar lebih arif dan menyenangkan. Bahkan mata pelajaran yang dianggap berat
dan susah oleh peserta didik akan terasa ringan dan menggairahkan apabila disampaikan
dengan metode kisah atau diselipi dengan kisah karena peserta didik akan sedikit rileks
ketika mendengarkan kisah.
Metode Kisah merupakan salah satu metode yang efektif digunakan untuk
membangun
dan
membentuk
karakter
peserta
didik,
karena
kisah
menurut
Hendri 2013:82) memberikan sentuhan-sentuhan psikologis kepada siapapun yang
5
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
mendengarnya. Lebih lanjut Hendri (2013:64) mengemukakan bahwa dongeng atau kisah
adalah guru yang bijak untuk membimbing peserta didik menjadi anak yang cerdas,
kreatif, pintar dan penuh fantasi. Dengan kisah anak tidak merasa disuruh walaupun itu
suruhan, tidak merasa didoktrinasi walaupun itu sebuah doktrin, dan tidak merasa diajari
walaupun itu sebuah ajaran. Semua mengalir tanpa paksanaan. Kisah adalah guru yang
bijak yang akan mengarahkan dan menjadikan peserta didik memiliki karakter atau pribadi
yang baik.
Kisah-kisah Pendidikan Karakter
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa ‘Berkisah’ merupakan salah satu metode
yang efektif untuk mengembangkan karakter peserta didik. Oleh karena itu dalam kegiatan
pembelajaran, hendaknya guru menyelipkan kisah-kisah inspiratif atau kisah yang
bermuatan karakter yang bisa memberikan pengaruh positif terhadap peserta didik. Kisahkisah tersebut dapat disampaikan pada fase pendahuluan dalam kegiatan pembelajaran
sebagai apersepsi dan motivasi, bisa pula diselipkan dalam kegiatan inti pembelajaran
sebagai selingan untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, dan bisa pula
disampaikan pada kegiatan penutup pembelajaran sebagai pesan-pesan moral. Dengan
demikian kegiatan pembelajaran yang berlangsung di kelas selain dapat menumbuhkan
potensi kecerdasan, juga dapat mengembangkan karakter peserta didik.
Ada banyak kisah yang bisa dijadikan teladan bagi siapa pun untuk dijadikan
sebagai bahan pendidikan karakter, antara lain:
1. Kisah Syekh Abdul Qadir-Jailani
Mujahidin dan Masya (2011:17) menguraikan bahwa, ketika Abdul Qadir-Jailani
memohon ijin kepada ibunya untuk keluar dari kota Makkah menuju Bagdad untuk
menuntut ilmu, ibunya memberikan empat puluh keping emas sebagai bekal. Harta
tersebut dijahitkannya di bagian lengan mantel Abdul Qadir-Jailani seraya berwasiat agar
selalu bersikap jujur apapun yang terjadi.
Abdul Qadir-Jailani ikut sebuah kafilah
(rombongan) kecil menuju Bagdad.
Ketika tiba di suatu tempat yang bernama Hamdan, tiba-tiba datang segerombolan
perampok, kemudian merampas semua harta yang dibawa anggota kafilah. Setelah sampai
pada giliran Abdul Qadir-Jailani (untuk dirampas) salah seorang dari perampok itu
berkata, ‘Apa yang kamu bawa anak muda?’ Abdul Qadir-Jailani menjawab ‘Aku
memiliki empat puluh keping emas’. Perampok itu bertanya lagi, Dimana? ‘Di bawah
ketiakku’ jawab Abdul Qadir-Jailani. Mendengar jawaban tersebut, perampok itu
mengolok-olok Abdul Qadir-Jailani kemudian meninggalkannya. Lalu datang perampok
6
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
lain dan menanyakan hal yang sama, ‘Apa yang kamu bawa?’ Abdul Qadir-Jailani
memberitahukan hal yang sebenarnya. Kemudian perampok itu pergi sambil tertawa
mengejek. Kedua perampok itu mungkin melaporkan kepada pimpinannya, karena tak
lama kemudian pimpinan perampok itu memanggil Abdul Qadir-Jailani agar mendekati
mereka yang sedang membagi-bagi hasil rampokan. Si pemimpin bertanya, ‘Apakah
kamu memiliki harta?’ Abdul Qadir-Jailani menjawab, Aku punya empat puluh dinar yag
dijahitkan di bagian lengan mantelku. Ia ambil mantel itu lalu ia sobek, dan ia temukan
uang tersebut. Karena keheranan, pimpinan perampok itu bertanya, ‘Mengapa kamu
memberitahu kami, padahal hartamu itu aman tersembunyi?’
Abdul Qadir-Jailani menjawab, ‘Aku harus berkata jujur karena telah berjanji
kepada ibuku untuk selalu bersikap jujur, Aku takut mengkhianati perjanjian beliau’.
Mendengar jawaban itu, pimpinan perampok itu tersungkur menangis. Ia berkata, ‘Kamu
merasa takut mengkhianati perjanjian dengan ibumu, sementara aku tidak takut
mengkhianati perjanjian dengan Allah. Setelah itu pimpinan perampok itu menyuruh anak
buahnya untuk mengembalikan semua yang mereka ambil, lalu dia berkata, ‘Aku
bertaubat kepada Allah dan kamulah penyebabnya’. Mendengar ucapan pemimpin mereka
ini, maka ramai-ramai anak buahnya mengatakan, ‘Engkau adalah pemimpin kami dalam
perampokan, sekarang engkau adalah pemimpin kami dalam taubat.’ Akhirnya, mereka
semua bertaubat. Ini berkat kejujuran.
Kisah tersebut menjelaskan betapa pendidikan dan keteladanan tentang kejujuran
telah terbukti memiliki pengaruh yang kuat di dalam kepribadian Syekh Abdul QadirJailani. Kisah tersebut juga mengingatkan kita terhadap apa yang disabdakan Rasulullah
SAW, “Pilihlah kejujuran, sekalipun kalian menyaksikan di situ ada kecelakaan. Karena
sesungguhnya di dalam kejujuran ada keselamatan.” (HR.Ibnu Dunya).
2. Kisah Thomas Alva Edison.
Hendri (2013:116) menguraikan bahwa, Thomas Alva Edison yang dilahirkan pada
tanggal 11 Februari 1847 di Ohio Amerika Serikat, pada masa sekolah divonis oleh
gurunya sebagai anak yang idiot. Hingga akhirnya setelah tiga bulan belajar, sekolah
memutuskan untuk mengeluarkan Edison. Edison harus rela berpisah dengan teman-teman
sekolahnya. Iapun harus rela untuk diam dan tinggal di rumah bersama ibunya.
Beruntung, Edison memiliki ibu yang baik dan penyayang. Edison pun kemudian
dibimbing oleh ibunya untuk belajar membaca dan berhitung. Setelah ia semakin rajin
belajar bersama ibunya, kecerdasan Edison pun mulai tampak. Seiring bertambahnya usia
dan kedewasaan, Edison pun terus belajar dan melakukan berbagai eksperimen. Keuletan
7
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
dan kegigihan edison sangat diakui dunia keilmuan. Tercatat dalam biografinya, edison
pernah mengalami kegagalan 999 kali dalam penelitiannya, namun ia yakin suatu saat
akan berhasil.
Berkat keuletannya, pada penelitian yang ke-1000 kali, Thomas Alva Edison
berhasil menemukan lampu listrik. Hasil usaha dan kerja kerasnya ini dapat dinikmati oleh
jutaan, miliaran, bahkan triliunan manusia di seluruh dunia. Thomas Alva Edison pun
akhirnya dapat membuktikan diri bahwa keberhasilan tidak hanya dimiliki oleh orangorang yang nomal. Kerja keras, semangat dan terus belajar tanpa henti akan membawa
manusia menuju kesuksesan.
3. Kisah Pemuda yang belajar Kungfu.
Harefa (2010:140) menguraikan bahwa, dalam sebuah kisah Tiongkok, dikisahkan
ada seorang pemuda yang hendak belajar kungfu. Datanglah dia ke sebuah perguruan
kungfu. Dia menghadap gurunya dan berkata, “Guru ajarilah saya kungfu!” Sang guru
menerimanya menjadi murid, tetapi keesokan harinya menugaskannya untuk menjadi juru
masak perguruan. Sambil menyerahkan sebuah cerobong kecil yg terbuat dari besi kasar,
beliau berkata, “Tugasmu menjadi juru masak dan setiap engkau meniup api dengan
cerobong besi ini, tekan dan remas dengan kuat cerobong ini. Aku akan mengajarkan
kungfu jika cerobong ini sudah halus dan bayanganku terlihat jelas.”
Bertahun-tahun berlalu. Sang murid mulai tak sabar terus-terusan menjadi juru
masak. Setiap tahun dia menanyakan kapan dia belajar kungfu, tetapi sang guru tetap
mengatakan sampai cerobong besi itu halus. Akhirnya sang murid menunjukkan cerobong
besi yang sudah halus. Sang guru tersenyum dan berkata, “Sekaranglah saatnya Aku akan
mengajarkan kepadamu ilmu yang penting, tetapi carikan dulu bambu yang paling keras di
hutan.” Maka berangkatlah sang murid ke hutan. Ia meremas setiap bambu yang
ditemuinya. Herannya, tak ada satupun bambu yang cukup keras. Sampai sore hari, dia tak
menemukannya. Akhirnya, sang murid pulang dengan tangan hampa. Dengan kelelahan,
dia berkata kepada gurunya, “Guru, maafkan saya, saya sudah mencari kemana-mana,
tetapi ternyata tidak ada bambu yang keras di hutan. Besok saya akan pergi ke hutan lain
untuk mencarinya.
Sang guru tersenyum sambil berkata, “Muridku, saat ini engkau telah menguasai
dua hal. Yang pertama kesabaran, dan yang kedua jurus tangan peremuk tulang. Siapa pun
lawanmu, engkau bisa meremukkan tulangnya dlm sekejap. Jadi, saat ini engkau sudah
menjadi salah satu pesilat tangguh dan sukar dikalahkan. Namun, bukan cuma itu. Engkau
juga telah melatih kesabaranmu yang akan membantumu untuk mempelajari ribuan jurus
8
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
lainnya. Sabar dalam bahasa Arab berarti tetap berusaha, tetap berjuang, dan tetap
berharap.
Membentuk watak tak bisa instan, membangun karakter tak mungkin dilakukan
dalam sekejap mata. Sebab, karakter merupakan kumpulan dari kebiasaan, semacam
insting perilaku yang mendarah daging dan karenanya kenyal tak gampang patah. Apa
yang perlahan dibentuk oleh guru kungfu dalam diri pemuda yang mau belajar kepadanya
adalah mendahulukan yang utama. Yang utama itu adalah watak atau karakter orang yg
tekun bekerja, gigih berjuang, sabar menanti saatnya. Di atas watak yg demikian itu, bisa
dibangun kompetensi, keahlian, keterampilan sebagai pendekar peremuk tulang. Watak
dan kompetensi yang menyertainya pun berjalan selaras. Ketekunan bekerja dan kesabaran
berproses menjadi jalan menuju lahirnya kompetensi.
Simpulan
Mencermati uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Pendidikan karakter
adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang pendidik untuk mengajarkan nilai
karakter kepada peserta didik; (2) Metode Kisah adalah suatu cara dalam menyampaikan
materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya
sesuatu hal, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik
yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja; (3) Metode Kisah merupakan salah
satu metode yang efektif digunakan untuk membangun dan membentuk karakter peserta
didik karena kisah memberikan sentuhan-sentuhan psikologis kepada peserta didik;
(4) Kisah-kisah yang mengandung keteladanan dan pendidikan yang dapat disampaikan
dalam pembelajaran antara lain Kisah Syekh Abdul Qadir-Jailani, Kisah Thomas Alva
Edison, Kisah Pemuda yang belajar Kungfu, dan kisah-kisah lainnya yang bermuatan nilai
karakter.
9
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
Daftar Pustaka
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Laksana.
Depdiknas, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Harefa, Andrias. 2010. Mindset Therapy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng.
Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Kemendiknas. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan
Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Kemendiknas
Kurniawan, Boy Hadi. 2010. Yakinlah Anda Pasti Bisa Sukses Solo: Pustaka Iltizam.
Mardiansyah, Dudi dan Senda, Irawan. 2011. Keajaiban Berperilaku Positif Jakarta:
TanggaPustaka.
Mujahidin, Anding dan Masyah, Hade. 2011. Syekh Abdul Qadir al-Jailani (terjemahan
dari Mawa’izh al-Syekh Abd al-Qadir al-Jaylani) karangan Shalih Ahmad alSyami. Jakarta: Zaman.
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.
Sudewo, Arie. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
http://hendro-suhaimi.blogspot.com/2012/12/macam-macam-metode-belajar_7496.html
(download, 3 Agustus 2015)
http://www.perkuliahan.com/pengertian-metode-kisah-dalam-pendidikan-islam/
(download, 3 Agustus 2015)
10
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
11
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=368:penerapan-pendidikan-karakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi Juli 2015 ISSN. 2355-3189
Download