supervisi akademik

advertisement
1
PROFESIONALITAS GURU MELALUI SUPERVISI PEMBELAJARAN
Oleh : Ahkam Zubair
Abstrak : Kurikulum 2013 sangat mengharapkan perubahan pola pikir yang terarah,
dan terencana dalam memunjang proses dan hasil belajar yang tinggi terhadap peserta
didik. Hal ini sangat diperlukan pola kepemimpina dan pembinaan guru secara terus
menerus, yang mengarah keprofesionalitas guru. Seorang guru akan bekerja secara
professional apa bila memiliki kemampuan dan motivasi. Glickman(1981),
menegaskan bahwa supervisi pembelajaran menjadikan guru professional dalam
artian sesuai dengan tupoksinya, yaitu professional, paedagigik, social dan
kepribadian. Ada dua spek yang menjadi perhatian supervisi pembelajaran, Pertama,
adalah substantive aspect of professiona , didalamnya,pemahaman dan pemilikan
terhadap tujuan pembelajaran, persepsi guru terhadap peserta didik, pengetahuan guru
tentang substansi materi, dan pengetahuan guru terhadap teknik pembelajaran.
Kedua adalah professional development competency areas, know how to do
(mengetahui bagaimana mengerjakan), will do (mau mengerjakan),will do (mau
mengerjakan), dan will grow (mau mengembangkan).
Teori kepemimpinan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan
bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan (ability) dan motivasi
(motivation). Sebagai pekerja profesional (di dalamnya inklub tupoksi guru yaitu,
Profesional, Sosial, Kepribadian dan Paedagigik), ada tiga dimensi yang harus
dipenuhi, yaitu, Kemampuan kerja, Motivasi kerja, dan Etika kerja. Maksudnya
adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kemampuan
kerja yang tinggi dan kesungguhan untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya.
Seorang guru tidak akan bisa bekejra secara profesional apabila ia hanya memenuhi
salah satu di antara dua persyaratan ini, misalnya kemampuan saja, atau motivasi saja.
Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional
apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugastugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan
bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Dengan demikian, untuk menjadi seorang profesional,
ia harus memiliki bukan saja kemampuan kerja melainkan juga motivasi kerja yang
tinggi.
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=339:profesionalitasguru&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi April 2015 ISSN. 2355-3189
2
Sehubungan dengan penjelasan ini, salah satu teori yang dikemukakan
oleh Glickman (1981). Bahwa ada empat prototipe guru dalam mengelola proses
belajar-mengajar. Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru
prototipe profesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe
profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan
motivasi kerja tinggi (high level of commitment).
Penegasan
para
teoritikus
kepemimpinan
dan
Glickman
ini
memberikan implikasi khusus, supervisi pembelajaran akan mampu membuat
guru semakin profesional apabila programnya mampu mengembangkan dua
dimensi persyaratan profesional, yaitu dimensi kemampuan kerja dan dimensi
motivasi kerja guru. Sehubungan dengan pengembangan kedua dimensi ini,
menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian
supervisi pengajaran baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun
penilaiannya.
Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of
professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek
substantif). Aspek ini menunjuk pada konten yang harus dikembangkan melalui
supervisi pengajaran. Aspek ini menunjuk pada konten yang harus dikuasai guru.
Penguasaannya merupakan dukungan terhadap keberhasilannya mengelola proses
belajar mengajar. Ada empat aspek substansi yang harus dikembangkan melalui
supervisi pembelajaran, yaitu pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan
pengajaran, persepsi guru terhadap siswa, pengetahuan guru tentang materi, dan
penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua
merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang
hakikat pengetahuan, bagaimana siswa-siswa belajar sesuai tuntunan dan tuntutan
pola pendekatan saintifik yang merupakan harapan kurikulum 2013, penciptaan
hubungan guru dan siswa, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga
merepresentasikan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=339:profesionalitasguru&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi April 2015 ISSN. 2355-3189
3
pembelajaran pada bidang studi yang diajarkannya. Adapun aspek substansi
keempat merepresentasikan seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik
pengajaran, manejemen, pengorganisasian kelas, dan keterampilan lainnya yang
merupakan unsur pembelajaran yang efektif.
Kedua,
apa
yang
disebut
dengan
professional
development
competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi).
Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda
dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan
(know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang
bagaimana merumuskan tujuan pengajaran, murid-muridnya, materi pelajaran,
dan teknik pengajaran. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek
substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan
pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan
(can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan
tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau
mengembangkan
(will
grow)
kemampuan
dirinya
melalui
supervisi
pembelajaran.
Ada empat aspek kompetensi secara keseluruhan, yaitu mengetahui cara
mengerjakan tugas, bisa mengerjakan tugas, mau mengerjakan tugas, dan mau
mengembangkan diri. Semua ini harus dikembangkan melalui supervisi
pembelajaran sehingga keberadaan supervisi pembelajaran betul-betul mampu
membuat guru semakin profesional mengelola proses belajar-mengajar.
Di sisi lain, guru adalah pekerja
profesional.
Setiap profesi pasti
memiliki kode etik yang mengatur hubungan-hubungan antara tenaga profesional
dengan klien dan teman sejawatnya. Ditinjau dari sudut kode etik sebagai salah
satu unsur esensial suatu profesi, seorang guru yang profesional adalah seorang
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=339:profesionalitasguru&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi April 2015 ISSN. 2355-3189
4
guru yang menerapkan atau berlandaskan pada kode etik kerja guru dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Pada dasarnya kode etik itu merupakan landasan
kerja sehari-hari, sehingga tidak melanggar aturan-aturan, norma-norma, dan
nilai-nilai yang berlaku. Berangkat dari konsepsi bahwa seorang guru yang
profesional adalah seorang guru yang menerapkan atau berlandaskan pada kode
etik kerja guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya, maka pengembangan
dimensi etik kerja guru harus juga menjadi dimensi program supervisi
pembelajaran.
Demikianlah, sehingga secara keseluruhan ada tiga dimensi program
supervisi pembelajaran yang baik, yaitu dimensi kemampuan kerja, dimensi
motivasi kerja, dan dimensi etik kerja guru. Dimensi kemampuan kerja program
supervisi pembelajaran membina seseorang guru agar ia mengetahui bagaimana
cara dan bisa mengelola proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya. Dimensi
motivasi kerja program supervisi pembelajaran membina seseorang guru agar ia
bersungguh-sungguh dalam mengelola proses belajar-mengajar. Sedangkan
dimensi etik kerja program supervisi pembelajaran membina seseorang guru agar
ia selalu berlandaskan pada etik kerja guru dalam mengelola proses belajarmengajar. Inilah yang penulis sebut dengan kawasan program supervisi
pengajaran.
Ketiga
dimensi
program
supervisi
pembelajaran
ini
akan
menghasilkan seseorang guru yang tahu dan bisa mengerjakan, mau mengerjakan,
dan beretika kerja. Ia akan mengelola proses belajar-mengajar sebaik-baiknya
dengan memperhatikan karakter siswa dan karakter sekitanya
sehingga
menghasilkan sikap (perilaku) siswa yang berkualitas dan berkarakter sesuai
harapan Kurikulum 2013.
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=339:profesionalitasguru&catid=42:ebuletin&Itemid=215
Artikel E-Buletin Edisi April 2015 ISSN. 2355-3189
Download