Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum ARV di Indonesia LATAR BELAKANG Menurunkan risiko kematian Mengurangi angka kesakitan Mengurangi jumlah virus Meningkatkan daya tahan tubuh METODE PENELITIAN Kuantitatif & Kualitatif Metode Kuantitatif : Desain : Cross Sectional Sampel : Sebagian ODHA dewasa (usia ≥ 18 tahun) di Indonesia yang sudah mengakses ARV minimal selama 6 bln berjumlah 972 ODHA Teknik Sampling : One Stage Cluster Sampling Propinsi terpilih secara acak : Kepulauan Riau, Lampung, Sulawesi Utara, Sumatera Utara Papua, Kalimanta Barat, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, NTT Pengumpulan Data : - Self Report Analisis : univariat, bivariat, dan multivariat METODE PENELITIAN Metode Kualitatif : Desain: Deskriptif Lokasi : Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta Informan Utama : Odha dengan kepatuhan 95 % berjumlah 16 orang Informan Pendukung : Ohida (14 orang), Petugas kesehatan (10 orang), dukungan sebaya (5 orang) Pengumpulan Data : In-depth Interview Validasi : triangulasi sumber & metoda Analisis : analisis isi (content analysis) HASIL PENELITIAN Karakteristik yang berhubungan dengan Kepatuhan Minum ARV : Umur, Gender, Waktu Status HIV, Pergantian rejimen ARV HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN HASIL PENELITIAN FAKTOR PERSONAL : Ada hubungan kepatuhan Minum ARV dengan : Tidak mengalami trauma Tidak takut ketahui minum obat ARV Bersemangat Yakin pengaruh ARV Merasa belum sembuh Jarang lupa & tidak sibuk Berada dekat rumah Tidak tidur pada jam minum obat Mengatur waktu saat puasa Tidak ada infeksi oportunistik Tidak menghemat obat Tidak pernah habis obat Memiliki biaya transportasi Mengikuti terapi alternatif HASIL PENELITIAN FAKTOR OBAT : Ada hubungan kepatuhan Minum ARV dengan : Obat tidak lebih dari 2 kali sehari Jumlah pil tidak terlalu banyak Tidak jenuh minum obat HASIL PENELITIAN FAKTOR LAYANAN : Ada hubungan kepatuhan Minum ARV dengan : Kepuasan, sikap petugas, kepedulian Petugas, melibatkan Odha, Jarak ke Layanan, suasana di layanan, jadwal Dokter, waktu tunggu obat. HASIL PENELITIAN FAKTOR SOSIAL : Ada hubungan kepatuhan minum ARV dengan Memiliki pendamping minum obat HASIL PENELITIAN Analisis Multivariat : Variabel dominan yang mempengaruhi Kepatuhan minum ARV Mendapatkan dukungan dari orang2 terdekat KEPATUHAN “Kadang kasihan sih harus minum obat jantung, paru-paru, tapi kan supaya sehat biar hidup lagi, sampai sekarang diminum rutin. Udah di rumah obat tu udah banyak, sebenarnya susah, tapi yah mau gimana lagi?” (Ay, isteri Ak) “Sebenarnya susah karena saya sudah masuk lini dua, jadi saya minum 6 pil/hari dan ada yang bentuknya besar sekali. Awalnya sulit, tapi yah saya tidak punya pilihan, harus saya minum.”(Is, 33 tahun) Faktor Personal Sebagian besar minum ARV karena kesehatan drop dan menyatakan siap “Suami awalnya ngga ngasih, tapi ditanya lagi “Apakah udah siap? Ini harus dipikirkan dengan matang karena kalo udah minum obat harus minum seumur hidup!” saya bilang “Saya udah siap, karena saya tidak mau kalau saya minum obat saat saya sudah sakit, jadi mumpung saya masih sehat, saya minum obat jadi saya tidak merasakan sakit” (An, 30 tahun) “Sebenernya sih waktu itu saya kurang siap minum ARV suka takut lupa dan obat itu pun harus diminum setiap hari.”(Mk, 32 tahun) “Saya mau sehat, saya tidak mau seperti suami saya, meninggal karena tidak patuh.” (Mr, 28 tahun) Infeksi oportunistik yang dialami suami memotivasi memulai ART “Naikin daya tahan tubuh. Mungkin suatu saat ingin berumahtangga, jadi bisa mempunyai keturunan, dan tidak menularkan virus ke istri.” (My, 30 tahun) “Harapannya ya sehat. Saya mau married. Tidak mengalami infeksi opportunis, biar tidak kurus, daya tahan tubuh pun stabil .” (Mn, 28 tahun) Lupa dan Cara Mengingat “Pakai alarm ada pendamping minum obat juga istri dan jam minum obatnya sama. Kalau lupa sih tidak pernah tetapi kalau telat ya itu lupa sekali hampir 2 jam an lah. Tetapi sekarang sudah terbiasa jadinya tidak lupa lagi. " (Ys, 35 tahun) FAKTOR SOSIAL “Keputusan saya ambil sendiri, sudah tidak bersuami. Terakhir ini mama membantu saya, memang mama juga membantu saya waktu saya di Jakarta, tapi yah mama gak bisa berbuat banyak Cuma saya ya gak berpikir negatif. Apa yah, ya sudahlah dia sekarang mungkin lebih care dengan anak-anaknya dari suaminya yang sekarang di banding kami-kami karena kalo ke saya dia itu selalu menyalahkan kenapa harus menerima suami yang seperti itu, ya macemmacemlah.” (Su, 34 tahun “Pertama mental dulu yang disiapin. Kalau informasi yang berikan benar tentang seputar terapi, mereka akan tetap patuh, mereka ngga menganggap suatu kewajiban, mereka menganggap itu kebutuhan, mereka yang butuh. Siapapun kalau merasa butuh pasti bisa menerima, beda dengan kewajiban. Kalau untuk terapi kita memantau, mengingatkan, misal ada keluarga yang mereka percaya akan status, kalau misal belum ada , atau dia belum siap, dia sendiri yang tau status, kita akan membantu, memantau, misal ada keluarga yang membantu, kita akan alihkan ke keluarga, tapi kita tetap memantau untuk terapi. Dari tahu status sampai siap biasanya perlu waktu sampai 6 bulan. Sejak terapi, kira-kira perlu waktu 2-3 bulan sampai mandiri patuh.” (KP) Peran Ohida Obat Kesimpulan Kuantitatif 1. Kepatuhan minum ARV dilihat dari kepatuhan minum ARV selama 1.bulan, dimana Odha yang tidak melewatkan minum obat dalam sebulan terakhir ada 90 %. 2. Karakteristik laki – laki (58%), berstatus menikah (53,3%), berpendidikan SMA (63,4 %), tidak bekerja (31,9%), memiliki CD4 lebih 350 (43,9%), sudah mengetahui status 4 tahun lebih (51%), tertular melalui heteroseksual (54,1%), sudah mengikuti terapi ARV 3 tahun lebih (55,1%), sudah pernah mengganti jenis ARV 35,3 %, dan alasan terbanyak mengganti jenis ARV karena efek samping 76,3 %. 3. Ada hubungan antara umur(pvalue 0,002), gender (pvalue 0,021), waktu mengetahui status (pvalue 0,028),dan pergantian rejimen (pvalue 0,004),dengan kepatuhan minum obat. Dan tidak ada hubungan antara kepatuhan minum ARV dengan status Perkawinan (pvalue 0,478), pendidikan (pvalue 0,649), pekerjaan (pvalue 0,355), penghasilan keluarga (pvalue 0,478), penghasilan individu (pvalue 0,478), dan waktu terapi (pvalue 0,478) serta pengetahuan (pvalue 0,297). 4. Ada hubungan pada 15 faktor dari 19 faktor personal, dengan kepatuhan minum obat, sedangkan faktor personal yang tidak ada hubungan secara signifikan dengan kepatuhan minum obat ada 4 faktor yaitu minum ARV merasa tambah sakit, minum ARV mengingat status, aktif menggunakan narkoba dan alkohol. 5. Hubungan dengan kepatuhan minum obat ARV ada pada sifat lupa dan terlalu sibuk (pvalue 0,000),sering berada jauh dari rumah (pvalue 0,000), sering ada jadwal rutin yang berubah (pvalue 0,000), kecil (pvalue 0,000), tertidur pada saat jam minum obat (pvalue 0,000), dan kesulitan mengatur waktu minum obat saat puasa (pvalue 0,000). Sedangkan aktif menggunakan narkoba dan minum alkohol tidak memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan minum obat ARV. 6. Ada 3 faktor obat yang tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat yaitu aturan minum obat (Pvalue 0,556), efek samping obat(Pvalue 0,213), dan melanggar aturan (Pvalue< 0,087). Sedangkan faktor obat yang berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan minum obat adalah penggunaan obat lebih dari 2 kali (Pvalue 0,028), jumlah pil yang terlalu banyak (Pvalue 0,010), dan merasa jenuh minum ARV(Pvalue< 0,000). 7. Ada 8 faktor layanan yang berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan minum obat ARV yaitu kepuasan terhadap layanan (Pvalue 0,005), sikap petugas kesehatan (Pvalue 0,002), petugas layanan peduli Odha (Pvalue 0,007), petugas kesehatan melibatkan Odha dalam mengambil keputusan (Pvalue 0,002), persepsi jarak ke layanan (Pvalue 0,001), suasana di tempat layanan (Pvalue 0,016), jadwal dokter (Pvalue 0,013), dan penilaian terhadap waktu menunggu obat (Pvalue0,000). 8. Pada model analisis multivariat seluruh variabel dari 4 faktor dan karakteristik, yang masuk ke dalam model ada 3 variabel karakteristik, yaitu umur, gender dan pernah mengganti rejimen ARV. Sedangkan faktor personal ada 6 variabel yang masuk ke model yaitu pengalaman mengalami kekerasan di masa kecil, tidak bersemangat, lupa/terlalu sibuk, merasa ARV tidak berpengaruh, sering berada jauh dari rumah, dan tertidur pada jam minum obat. Faktor obat yang masuk ke model hanya 1 yaitu efek samping obat. Faktor sosial semuanya masuk ke model yaitu memiliki pendamping minum obat dan mendapatkan dukungan dari orangorang terdekat. Jika dianalisis secara multivariat secara keseluruhan variabel maka variabel paling dominan adalah mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat. 2. Faktor Pasien. Motivasi dan kesiapan odha minum obat ditentukan oleh peran dokter, keluarga dan diri sendiri. Hampir semua odha menyatakan tidak punya pilihan untuk tidak minum obat karena mengalami infeksi oportunistik yang membuat fisik drop. Alasan ‘ingin sehat’ dan menginginkan terapi meskipun dalam odha masih keadaan ‘sehat’ ditemukan pada sedikit informan. Keinginan tersebut didorong oleh terpaparnya Odha tentang pengetahuan Odha tentang ARV. Hampir semua informan memerlukan alarm hp dan kotak obat untuk mencegah lupa waktu minum obat. Namun, alarm hp semakin lama sudah tidak dibutuhkan lagi karena sudah ‘ingat dengan sendirinya’. 3. Dukungan Sosial. Faktor dukungan sosial menggambarkan peran dukungan sebaya dalam membantu Odha minum obat. Peran dukungan sebaya dapat dibagi menjadi tiga tahap: 1) persiapan mental 2) pemberian informasi tentang obat, 3) pendampingan kepatuhan minum obat. Jika pada tahap tahu status, odha memiliki keluarga yang dapat mendukung, maka proses menuju kepatuhan yang mandiri menjadi lebih cepat. 4. Layanan Kesehatan. Hampir semua Odha menyatakan memiliki hubungan yang baik dengan dokter dan perawat. Hubungan yang baik berhubungan dengan keinginan odha untuk konsultasi dankepatuhan. Hubungan yang tidak baik berhubungan dengan ‘kenyamanan status’. Ketidaknyamanan menyebabkan odha mencari layanan ke luar kota. Beberapa masukan terkait dengan perbaikan layanan adalah tentang : 1) penghapusan stigma dandiskriminasi, 2) penambahan dukungan sebaya, 3) fasilitas pemeriksaan alat CD4, 4)perlunya dokter yang standby di layanan, 4) perbaikan manajemen agar tidak terjadi ‘kehabisan’ obat, 5) penjagaan kerahasiaan pasien, 6) layanan satu atap, 7) Perlu kontrol obat yang lebih ketat seperti menghitung sisa obat. 5. Obat. Hampir semua informan mengalami efek samping obat, hanya ada 1 orang yang tidak mengalami efek samping obat. Adanya efek samping sudah diketahui oleh odha melalui penjelasan dari dokter, dukungan sebaya atau pun upaya diri sendiri untuk mencari informasi. Namun, efek samping tersebut tidak mempengaruhi odha untuk tidak patuh. Rekomendasi Kementrian Kesehatan perlu melakukan: • Segera menerapkan penggunaan obat yang lebih disederhanakan untuk mengurangi jumlah pil yang digunakan dan mengurangi frekuensi minum obat dengan kombinasi dosis tetap • Memperbaiki pendataan dan pelaporan pengguna obat untuk menghindari ketidaktersediaan stok obat di tempat layanan Rumah Sakit Rujukan dan Puskesmas perlu: • Memperhatikan peningkatkan kepuasan pasien terhadap layanan yang diberikan melalui peningkatan kenyamanan klinik/tempat layanan, jadwal dokter yang sesuai dengan kebutuhan pasien, durasi waktu menunggu yang lebih singkat, meningkatkan keterampilan komunikasi antara dokter dan pasien • Meningkatkan kualitas layanan dengan mengurangi stigma dan diskriminasi di tempat layanan • Meningkatkan kepedulian dan keterampilan para pemberi layanan kesehatan • Meningkatkan keterlibatan pasien dalam layanan • Mempermudah jangkauan/akses pasien ke tempat layanan melalui penyediaan layanan atau layanan satelit yang lebih banyak • Menyediakan layanan terintegrasi (satu atap) • Meningkatkan jumlah dokter sehingga rasio dokter dengan pasien tercukupi. • Dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu membantu mengingatkan Odha dalam meningkatkan kepatuhan dengan cara pengoptimalan teknologi sederhana seperti penggunaan alarm. KP, KDS dan keluarga perlu: • Memberikan pengetahuan esensial mengenai cara penularan, pengobatan, efek samping, kepatuhan, resistensi dan motivasi dan pendukungan minum obat. • Mengembangkan strategi dukungan kesebayaan lebih kuat dimana pendukung sebaya tidak hanya berdasarkan status HIV tetapi juga kesebayaan berdasarkan populasi risiko dan telah terapi ARV khususnya yang berkepatuhan tinggi sehingga dapat menjadi model. • Perlu meningkatkan jumlah dan mutu pendukung sebaya dalam memotivasi dan mempersiapkan odha mennggunakan ARV. Odha perlu • Meningkatkan rasa percaya diri dengan melalui keterlibatan diri dalam kegiatan dukungan sebaya. • Meningkatkan pengetahuan ARV sehingga memotivasi diri Odha untuk kesiapan memulai dan mempertahankan kepatuhan ARV. • Meningkatkan kesadaran akan pentingnya melaporkan efek samping yang dialami kepada dokter. • Perlu mengetahui faktor atau potensi yang menyebabkan penghambat kepatuhan dan mencari akses akan dukungan dan rujukan untuk mengatasinya. • Perlu meningkatkan kesadaran Odha dalam memulai terapi tepat waktu sesuai pedoman yang berlaku. • Odha perlu membuat manajemen waktu pribadi yang sesuai dengan aktivitas pribadi dan waktu minum obat Pencapaian untuk semua rekomendasi diatas membutuhkan wadah dukungan sebaya dan pemberi layanan kesehatan primer. Kedua wadah tersebut akan berjalan dengan baik jika penguatan sistem komunitas dan penguatan sistem kesehatan terselenggara dengan baik di tingkat lokal dan nasional. TIM PENELITI Dr. Kemal. N. Siregar Catherine Thomas, MSc Caroline Thomas, M.KM Daniel Marguari, M.KM Wenita Indrasari, MPH Ir. Esty Febriani, MKes Retno Mardhiati, SKM, M.Kes Sarah Handayani, SKM, M.Kes Dr drg Helwiah Umniyati MPH Penelitian ini terselenggara atas kerjasama: Yayasan Spiritia dan PR NU Penelitian ini bersumber dana dari: 1. HCPI/Aus AID 2. NU/Global Fund 3. KPAN/IPF