Simposium Setengah Hari Informasi Pengobatan HIV Terkini yang Pertama Pengobatan HIV sebagai Pencegahan Dilaksanakan oleh Yayasan Spiritia bekerja sama dengan Ford Foundation, HCPI, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas Atma Jaya, di Aula Gedung D Universitas Atma Jaya, 24 Februari 2009 Rangkuman keseluruhan oleh Prof. Irwanto Terapi antiretroviral (ART) telah diakui merupakan satu di antara sedikit sekali pilihan yang menunjukkan efektivitas dalam mempertahankan hidup dan memperbaiki mutu hidup Odha. Meskipun demikian, dunia tokh dikejutkan dengan penyataan Swiss Federal Commission for HIV/AIDS (Komisi Penanggulangan AIDS/KPA) Swiss yang baru-baru ini mengeluarkan pernyataan bahwa: Seorang Odha tanpa IMS dan sedang menjalani ART sehingga virus HIV tidak dapat terdeteksi, secara seksual tidak akan menularkan HIV selama beberapa kondisi berikut terpenuhi: (1) Odha patuh menggunakan ARV dan kondisinya selalu dievaluasi dokter, (2) Virus tidak terdeteksi sekurang-kurangnya selama 6 bulan, dan (3) Tidak mengidap infeksi menular seksual lainnya (Vernazza, Hirschel, Bernasconi, & Flepp, 2008). Pernyataan KPA Swiss tersebut kemudian didukung oleh berbagai perhitungan matematis yang tiba pada kesimpulan bahwa pengobatan ARV dapat dipertimbangkan sebagai kebijakan utama dalam pencegahan, bahkan pemberantasan infeksi HIV/AIDS (Granich, Gilks, Dye, De Cock, & Williams, 2008). Argumen di atas dibangun berdasarkan analisis terhadap berbagai penelitian empirik terhadap pasangan diskordan (satu yang HIV-positif, yang lain HIV-negatif). Dalam penelitian, pasangan yang HIV-positif menjalani pengobatan ARV sehingga viral load tidak lagi terdeteksi selama paling kurang enam bulan. Berbagai penelitian tersebut menunjukkan secara meyakinkan bahwa tidak terjadi infeksi pada pasangan seksual walau melakukan hubungan seks tanpa kondom. Indonesia mempunyai banyak sekali keterbatasan dalam menanggulangi infeksi HIV/AIDS. Pernyataan KPA Swiss dan bukti-bukti empirik tentang keampuhan ART untuk menekan jumlah virus hingga tidak terdeteksi dan tidak menular, tentu harus dikaji dengan seksama dan diambil pelajaran yang paling berharga. Hal ini terbukti dari pengalaman di Negara Amerika, yang menunjukkan penularan masih terjadi walaupun Odha sudah memakai ART, karena ada fenomena ‘blips’ (peningkatan sementara). Blips ini terjadi akibat replikasi terus-menerus pada jaringan getah bening, beda metabolisme antar individu dan interaksi obat sehingga dapat menyebabkan reservoir HIV meningkat dalam waktu yang singkat. Kebijakan nasional untuk mencegah dan menanggulangi infeksi HIV/AIDS tentu harus dirumuskan dengan memanfaatkan pengetahuan berbasis kajian-kajian empirik yang dapat dipertanggung jawabkan. Sebelum dikeluarkannya pernyataan KPA Swiss, telah diketahui dan terbukti secara meyakinkan bahwa infeksi HIV dapat dicegah melalui penggunaan kondom dan peralatan suntik steril. Kedua intervensi ini perlu memperoleh dukungan yang semestinya – sampai saat ini tidak tampak seperti itu. ART diakui efektif menekan jumlah virus dalam cairan tubuh. Sebagai pengobatan, ART tidak memancing kontroversi moral, agama, dan hukum. Persoalannya adalah jika ART dianggap sebagai cara pencegahan yang paling efektif, maka banyak bukti dan argumen yang mengharuskan kita untuk ekstra hati-hati. Persyaratan ART sebagai pencegahan adalah sebuah proposal yang mahal. Indonesia pasti tidak mampu memenuhi kebutuhan Odha yang saat ini berjumlah kurang lebih 270.000 untuk memperoleh ART. Penelitian empirik juga menyatakan bahwa kepatuhan minum obat (terus-menerus selama bertahun-tahun) merupakan masalah besar bagi banyak orang, termasuk Odha. Jika perilaku seksual berisiko masih dilakukan, infeksi menular seksual (IMS) merupakan ancaman nyata bagi orang Indonesia. Last but not least – kajian empirik juga menyatakan bahwa jumlah virus yang tidak terdeteksi, tidak menghilangkan risiko penularan hingga ke angka nol! Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Lalu, bagaimana kita mengambil sikap? 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Abstinensi (puasa seks) Memperkuat kebijakan kita berdasarkan intervensi yang lebih murah dan terbukti efektif seperti penggunaan kondom dan peralatan suntik steril Lakukan terus upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk mengubah perilaku Memperluas layanan tes HIV dan mendorong setiap individu yang berperilaku berisiko untuk sedini mungkin melakukan tes Mendukung penyediaan dan ART seluas-luasnya baik dalam rangka pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT) maupun memperpanjang harapan hidup dan memperbaiki mutu hidup Odha. Jika dengan ART Odha yang patuh dan memperbaiki pola perilakunya memperoleh manfaat sehingga jumlah virus dalam dirinya dapat ditekan sampai tidak terdeteksi sehingga kecil kemungkinan terjadinya penularan – maka kita anggap hal ini sebagai dampak yang kita inginkan Keseimbangan antara: Promosi, Pencegahan, Pengobatan dan Rehabilitasi Selalu mengingat bahwa pengobatan bukanlah satu-satunya pencegahan HIV tetapi pengobatan HIV merupakan salah satu cara pencegahan HIV Dengan demikian, upaya-upaya pencegahan kita lebih realistis dan tetap memakai ART untuk memperoleh semua dampak positif yang kita inginkan. –2–