BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV
(human immunodeficiancy virus) yang berkembang paling cepat menurut data
UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS) tahun 2008. Laporan
epidemi HIV global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa terdapat 34 juta orang
dengan HIV di seluruh dunia. Di Asia Selatan dan Tenggara terdapat kurang lebih
4 juta orang dengan HIV dan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome)
(Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI), sejak pertama kali kasus HIV ditemukan pada tahun
1987 sampai dengan Maret 2012 terdapat 30.430 kasus AIDS dan 82.870
terinfeksi HIV di 33 provinsi di Indonesia (Kementerian PP dan PA RI, 2012).
Data terbaru dari Ditjen P2PL (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan) Kemenkes RI melaporkan kumulatif kasus HIV/AIDS
sampai bulan september 2014 di Indonesia
adalah sebanyak 150.285 orang
terjangkit HIV, sebanyak 55.799 yang menderita AIDS dan terdapat sebanyak
9.796 kasus kematian karena HIV/ AIDS.
Prevalensi kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan tiap tahunnya
dengan tidak satupun provinsi di Indonesia yang dinyatakan bebas dari HIV dan
AIDS. Data kumulatif Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa Provinsi
Jawa Tengah menduduki posisi keenam dengan kasus HIV dan AIDS terbanyak,
sedangkan untuk data kasus baru pada Januari hingga Septermber tahun 2014,
Provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi dengan kasus HIV dan AIDS terbanyak
keempat yang tersebar di tiap kabupaten. Kabupaten/kota yang memiliki jumlah
penderita paling banyak sejak awal munculnya kasus pada tahun 1993 sampai
tahun 2014 salah satu di antaranya adalah Kota Surakarta dengan 679 kasus. Tiap
tahunnya ditemukan kasus baru HIV dan AIDS di Kota Surakarta. Data kasus 5
tahun terakhir adalah tahun 2010 sebanyak 89 kasus, 2011 sebanyak 108 kasus,
1
2
2012 sebanyak 24 kasus, 2013 sebanyak 64 kasus dan tahun 2014 sebanyak 75
kasus (Dinkes Jateng, 2014).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penularan dan
meningkatkan kualitas hidup ODHA (orang dengan HIV/ AIDS) baik di tingkat
internasional maupun nasional. Penemuan obat antiretroviral (ARV) pada tahun
1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA di negara maju.
Diketahui bahwa obat ARV belum mampu menyembuhkan penyakit dan
dikhawatirkan malah menambah tantangan dalam hal efek samping serta
resistensi kronis terhadap obat. Namun, secara dramatis terapi ARV menurunkan
angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA serta
meningkatkan harapan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan terapi obat ini
adalah bahwa HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat
dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan.
Kemenkes RI berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 451/MENKES/SK/XII/2012, telah menetapkan sebanyak 358
rumah sakit (RS) rujukan ODHA, yaitu RS yang ditunjuk sebagai RS pemberi
layanan ARV. RS yang telah ditetapkan sebagai RS rujukan ODHA wajib
memberikan pelayanan kesehatan komprehensif bagi ODHA di RS berupa
pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan termasuk di dalamnya: VCT
(voluntary counseling and testing), ARV, PPIA (pencegahan penularan dari ibu ke
anak), perawatan terhadap infeksi oportunistik (IO) dan pelayanan penunjang.
Pengobatan ARV dimulai di RS dan dapat dilanjutkan di Puskesmas atau fasilitas
kesehatan lainnya. Adapun rumah sakit yang menjadi pusat rujukan pasien HIV
dan AIDS di Kota Surakarta adalah rumah sakit umum daerah (RSUD) Dr.
Moewardi.
Penetapan RS rujukan ODHA diharapkan mampu memberikan pelayanan
terbaik seiring dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan AIDS yang
memerlukan terapi ARV. Adapun strategi penanggulangan HIV/ AIDS yang
dilaksanakan dipadukan dengan upaya pencegahan yang meliputi upaya
perawatan, dukungan serta pengobatan. Indonesia secara nasional telah memulai
terapi ARV pada tahun 2004 (Kemenkes, 2011). Pembaharuan pedoman nasional
3
tatalaksana klinis infeksi HIV dan terapi ARV pada orang dewasa tahun 2011,
menjelaskan program penanggulangan AIDS di Indonesia mempunyai 4 pilar
yang semuanya menuju pada paradigma zero new infection, zero AIDS-related
death dan zero Discrimination yang meliputi pencegahan, perawatan dukungan
dan pengobatan (PDP), mitigasi dampak berupa dukungan psikososio-ekonomi
dan penciptaan lingkungan yang kondusif (creating enable environment) yang
dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan manajemen, manajemen program
serta penyelarasan kebijakan dan lain-lain (Kemenkes, 2011).
Berdasarkan 4 pilar tersebut, dapat dilihat pada pilar kedua dalam perawatan
dukungan dan pengobatan yang ditujukan untuk beberapa tujuan salah satunya
adalah peningkatan kualitas hidup ODHA. Meski tetap bertahan, orang yang
terinfeksi HIV menjalani hidup mungkin tidak dengan baik atau merasa puas. Hal
ini mengingat belum ditemukannya obat untuk menyembuhkan infeksi tersebut
sehingga terdapat banyak tantangan yang dihadapi ODHA dalam menjalani terapi
untuk kesehatannya. Kualitas hidup menjadi hal penting untuk mengidentifikasi
kondisi ODHA dalam menjalani kehidupannya (Banagi et al., 2015). Kombinasi
terapi ARV, perbaikan pada layanan perawatan, isu mengenai dukungan sosial
baik spiritual maupun kesejahteraan serta proses adaptasi terhadap penyakit kronis
lainnya menjadi hal yang berpengaruh terhadap kualitas hidup ODHA (Khumsaen
et al., 2012).
Istilah kualitas hidup dan lebih khusus kualitas hidup terkait dengan
kesehatan mengacu pada fisik, psikologis, dan sosial kesehatan yang dipandang
jelas dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, keyakinan, harapan, dan persepsi
(yang disebut sebagai persepsi kesehatan) (Testa & Simonson, 1996). Kualitas
hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya dalam hidup terhadap
konteks budaya dan sistem nilai kehidupan yang berhubungan dengan tujuan
pengharapan, standar dan keprihatinan. Terdapat 6
domain dan aspek dari
kualitas hidup ODHA, yaitu: fisik, psikologi, tingkat kemandirian, hubungan
sosial, lingkungan dan spiritual. Setiap domain akan menunjukkan skor positif
yang berarti skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang lebih tinggi
pula (WHO, 2002). Penelitian mengenai faktor yang berpengaruh terhadap
4
kualitas hidup ODHA sebenarnya bertujuan umum untuk mengetahui faktorfaktor yang berperan dan menentukan baik buruknya kualitas hidup seorang
ODHA. Instrumen yang bisa digunakan dalam menilai kualitas hidup salah
satunya dengan kuesioner dari WHOQOL-Bref yang berisi 26 pertanyaan yang
mencakup 4 domain, yaitu: kesehatan fisik, psikologis, fungsi sosial dan
lingkungan. Penilaian kualitas hidup dari faktor-faktor yang menpengaruhi dapat
membantu menetapkan metode yang terbaik dalam terapi dan penanganan
penderita HIV dan AIDS (Nojomi et al., 2008).
Peningkatan kualitas hidup ODHA salah satunya dengan menjalani terapi
ARV telah diprogramkan pemerintah. Pada tahun 2010, para peneliti Inggris
mengajukan definisi untuk diagnosis HIV yang menyarankan bahwa pasien yang
didiagnosis memiliki jumlah CD4 di bawah 350 didefinisikan sebagai diagnosis
yang terlambat, sedangkan untuk diagnosis dengan jumlah CD4 di bawah 200
atau penyakit telah terdefinisi AIDS didefinisikan sebagai penyakit HIV lanjut.
Sebagian besar ODHA di negara Eropa memiliki diagnosis yang terlambat
sehingga terkait dengan risiko kematian yang tinggi hanya dalam waktu 3 bulan.
Hal ini menjadi kontribusi besar terhadap kematian yang terjadi. Oleh karena itu,
diagnosis HIV akan membantu mengurangi tingkat kematian dan kesakitan terkait
dengan HIV, serta mungkin juga akan memiliki manfaat kesehatan masyarakat.
ODHA yang tidak diobati akan memiliki infeksi HIV lanjut, mempunyai viral
load yang lebih tinggi dan HIV yang lebih mudah menular (Delpech et al., 2013).
Berbagai penelitian mengenai faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
hidup ODHA menunjukkan bahwa: umur, tingkat pendidikan, pekerjaan,
pendapatan per bulan, tinggal di rumah sendiri, dukungan sosial, tinggal dengan
anggota keluarga, dan proses adaptasi berhubungan dengan kualitas hidup ODHA
di Provinsi Suphanburi Thailand (Khumsaen et al., 2012). Penelitian lain
menunjukkan bahwa: tingkat CD4 yang lebih tinggi, tingkat beban virus yang
tidak terdeteksi, dan lama terapi ARV, akan meningkatkan kualitas hidup pasien
serta menunjukkan semakin tinggi kualitas hidup akan menyebabkan pasien
memiliki kemampuan untuk mengatasi penyakitnya. Hasil penelitian lainnya juga
menunjukkan bahwa lama menjalani terapi ARV < 1 tahun memiliki tingkat
5
kesehatan secara keseluruhan lebih rendah (25,0%) dibandingkan dengan lama
terapi 1-2 tahun (77,8%) serta lama terapi > 2 tahun (66,7%) dengan nilai p =
0,003 (p = < 0,05) ( Handajani et al., 2011).
Penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita
HIV/AIDS di Kabupaten Boyolali dan Kota Surakarta menunjukkan adanya
perbedaan kualitas hidup penderita HIV/AIDS berdasarkan pekerjaan, jumlah
CD4 pada awal diagnosis, terapi ARV, kepatuhan terhadap pengobatan ARV,
serta status nikah pada persepsi kualitas hidup secara umum; status pernikahan,
pekerjaan, kepatuhan ARV pada persepsi kesehatan secara umum, sehingga
disimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup
penderita HIV/AIDS adalah tingkat pendidikan, diikuti oleh kepatuhan ARV dan
pekerjaan (Nova, O., 2012).
B. Perumusan Masalah
Epidemi HIV di Indonesia yang berkembang paling cepat dimana salah
satunya di Provinsi Jawa Tengah khususnya Kabupaten Surakarta. Pemberian obat
ARV menjadi solusi perawatan dan dukungan ODHA dengan salah satu tujuannya
adalah meningatkan kualitas hidup. Maka masalah yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah bagaimana kualitas hidup ODHA berdasarkan kriteria
diagnosis HIV dan faktor lain di Kota Surakarta tahun 2015?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui kualitas hidup ODHA berdasarkan kriteria diagnosis
HIV dan faktor lain di Kota Surakarta tahun 2015.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan kriteria diagnosis dengan kualitas hidup
ODHA.
b. Untuk mengetahui hubungan infeksi oportunistik dengan kualitas hidup
ODHA.
c. Untuk mengetahui hubungan lama diagnosis HIV dengan kualitas hidup
ODHA.
6
d. Untuk mengetahui hubungan lama terapi ARV dengan kualitas hidup
ODHA.
e. Untuk mengetahui hubungan keterbukaan status HIV dengan kualitas hidup
ODHA.
f. Untuk mengetahui hubungan adanya dukungan keluarga dan sosial dengan
kualitas hidup ODHA.
g. Untuk mengetahui hubungan akses pelayanan kesehatan dengan kualitas
hidup ODHA.
h. Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi ODHA dengan
kualitas hidup.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas hidup
ODHA.
2. Praktis
a. Bagi RSUD Dr. Moewardi, memberikan masukan dan tambahan
pengetahuan untuk peningkatan kualitas hidup ODHA melalui pelayanan di
klinik VCT.
b. Bagi peneliti, sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan terkait
kualitas hidup ODHA dan faktor yang mempengaruhinya.
c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian dapat dijadikan acuan atau bahan
untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian oleh Khumsaen et al.,(2012) yang berjudul Factors Infuencing
Quality of Life among People Living with HIV (PLWH) in Suphanburi
Province, Thailand.
Persamaan : Desain Penelitian adalah cross sectional ; instrumen penelitian
yaitu WHOQOL-HIV BREF.
7
Perbedaan : Variabel penelitian ( kriteria diagnosis & akses ke pelayanan
kesehatan) dan lokasi penelitian.
Hasil
: Terdapat 4 faktor yang berpengaruh secara signifikan dengan
kualitas hidup ODHA di Provinsi Suphanburi, Thailand yaitu
tingkat pendidikan, pendapatan tiap bulannya, dukungan sosial,
spiritual well-being, coping style, dan proses adaptasi.
2. Penelitian oleh Holtz et al., (2014) yang berjudul A Quantitative Study of
Factors Influening Quality of Life in Rural Mexican Women Diagnosed with
HIV.
Persamaan : Desain Penelitian: cross sectional
Perbedaan : Instrumen penelitian (HAT-Qol instrument), subjek penelitian
(ODHA berjenis kelamin perempuan), variabel penelitian (kriteria
diagnosis, infeksi oportunistik, keterbukaan status & akses ke
pelayanan kesehatan), dan lokasi penelitian.
Hasil
: Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dan
dukungan emosional terhadap kualitas hidup perempuan penderita
HIV di daerah pedesaan, Mexico.
3. Penelitian oleh Rachmawati (2013) yang berjudul Kualitas Hidup Orang
dengan HIV/ AIDS yang Mengikuti Terapi Antiretroviral.
Persamaan : Variabel terikat penelitian: Kualitas hidup ODHA
Perbedaan : Desain penelitian kualitatif dan lokasi penelitian.
Hasil
: Kualitas hidup ODHA yang mengikuti terapi ARV baik sehingga
tidak ada infeksi opportunistik yang muncul, sedangkan kualitas
hidup ODHA secara emosional, sosial, dan spiritual adalah
rendah karena ODHA kurang mengembangkan hubungan sosial
dan kehidupan spiritualnya serta kurang memperoleh dukungan
sosial baik dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya.
4. Penelitian oleh Handajani et al., (2012) yang berjudul Quality of Life People
Living with HIV/AIDS: Outpatient in Kramat 128 Hospital Jakarta.
Persamaan : Desain Penelitian: cross sectional study ; instrumen penelitian:
WHOQOL-HIV BREF
8
Perbedaan : Variabel Penelitian: sumber penularan HIV, keterbukaan status
dan akses ke pelayanan kesehatan dan Lokasi Penelitian
Hasil
: Terdapat hubungan yang signifikan: tingkat CD4, viral load,dan
lama terapi ARV terhadap kualitas hidup ODHA. Semakin tinggi
kualitas hidup ODHA semakin baik pula kemampuan yang
dimiliki untuk mengatasi penyakitnya.
5. Penelitian oleh Nova (2012) yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Boyolali & Kota Surakarta
(Solo) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Persamaan : Desain penelitian cross sectional study; instrumen penelitian
WHOQOL-HIV BREF
Perbedaan : Variabel Penelitian kepatuhan obat ARV, dukungan sosial, akses
ke pelayanan kesehatan, lama diagnosis HIV, kriteria jumlah CD4
pada awal diagnosis dan keterbukaan status.
Hasil
: Terdapat hubungan yang signifikan berdasarkan pekerjaan,
kepatuhan pengobatan, tingkat infeksi, dan dukungan keluarga
terhadap kualitas hidup ODHA.
Download