BAB I - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Gambut
Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah
organik yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan
lebih dari 50 cm.
Tanah gambut biasanya adalah merupakan lokasi yang tergenang air yang
biasanya ditemukan pada landskap yang relatip rata. Kondisi dingin dan anaerobik
hingga sepuluh sentimeter di bawah permukaan menyebabkan residu organik
menumpuk, hingga kedalaman setidaknya 30 cm dan kerap kali hingga beberapa meter.
Serangkaian proses dekomposisi dan akumulasi yang kompleks yang menjadi ciri dari
lingkungan semacam ini menghasilkan formasi gambut. Bog-bog gambut terbentuk di
mana keberadaan air yang berlebihan selama sebagian besar waktu setahun atau
sepanjang tahun mencegah degradasi total substansi-substansi organik, yang
menyebabkan akumulasi sedimen-sedimen yang membentuk gambut.
Tanah gambut mengandung bahan-bahan anorganik dan bahan organik, menurut
Aiken dkk (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah diklasifikasikan
menjadi 3 fraksi yaitu : (1) Humin, tidak larut dalam larutan asam maupun basa, (2)
Asam humat, larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (pH < 2), (3)
Asam fulvat , larut dalam larutan asam maupun larutan basa.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu sifat yang menjadikan gambut
berperan penting dalam sistem
hidrologi adalah kemampuannya bertindak seperti spons. Tanah gambut merupakan
tanah organik yang mampu menyerap air dalam jumlah yang sangat besar sehingga air
hujan yang jatuh dapat diserap dan dapat mengurangi bahaya banjir. Sebaliknya pada
musim kemarau, lahan rawa gambut dapat melepaskan kembali air tawarnya sebagai
aliran sungai/ permukaan yang dapat dipergunakan oleh pemukiman sekitarnya (Andri
esse, 1988).
2.2 Air Gambut
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa atau
dataran rendah di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan)
2) pH yang rendah
3) Kandungan zat organik yang tinggi
4) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
5) Kandungan kation yang rendah
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari
tingginya kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk
asam dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan
organik seperti daun, pohon atau kayu (Kusnaedi, 2006).
Ion Fe+2 dalam air gambut berasal dari pirit. Pirit adalah mineral tanah
berukuran mikro yang tidak terlihat dengan mata, yang terdapat pada tanah-
Universitas Sumatera Utara
tanah yang berkembang dari bahan endapan marin. Pirit terbentuk dalam
lingkungan air laut atau payau, yang mempunyai bahan organik yang berasal
dari tumbuhan pantai seperti api-api bakau atau nipah dan bakteri anaerobik
pereduksi senyawa sulfat. Sebagai hasil kerja bakteri anaerob pereduksi
senyawa sulfat, terbentuk mineral-mineral tanah berukuran mikro, yang disebut
pirit (FeS2) (Pyrite cubic-FeS2). Lapisan tanah yang banyak mengandung
mineral pirit ini, apabila masih belum diganggu, jenuh air atau tergenang dan
piritnya belum teroksidasi disebut lapisan bahan sulfidik.
Proses pembentukan pirit pada tanah / endapan marin ternyata melalui beberapa
tahapan (Laragenhoff, 1986) sebagai berikut :
a. Reduksi sulfat (SO4)-2 menjadi sulfide (S-) oleh bakteri pereduksi sulfat dalam
lingkungan anaerob.
b. Oksidasi parsial sulfide menjadi polisulfida, atau unsur S, diikuti pembentukan
FeS, dari senyawa S-terlarut dan besi (Fe)-oksida atau mineral silikat
mengandung Fe.
c. Pembentukan FeS2, dari kombinasi FeS dengan unsur S, atau presipitasi
langsung dari Fe-terlarut (Ion Ferro, Fe2+) dengan ion-ion polisulfida.
d. Reaksi kimia pembentukan pirit, dari senyawa Fe-oksida digambarkan sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
6) Fe2O3 + 4(SO4)-2 + 8 (H2O
Intensitas warna yang tinggi (berwarna
coklat kemerahan)
7) pH yang rendah
8) Kandungan zat organik yang tinggi
9) Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
10) Kandungan kation yang rendah
2FeS2 + 8(HCO3)- + H2O
+ ½ O2
sulfat
bahan organik
pirit
karbohidrat
Tanah marin mempunyai kenampakan sebagai tanah liat yang selalu jenuh air
(water logged) dengan muka air tanah dekat dengan permukaan tanah. Dalam kondisi
alami sebelum dibuka untuk pemukiman, tanah marin sering tergenang air, namun
apabila tanah marin kemudian direklamasi dengan dibukanya saluran-saluran drainase,
air tanah menjadi turun, lingkungan pirit menjadi terbuka dalam suasana aerobik.
Sehingga terjadi oksidasi pirit, yang menghasilkan asam sulfat. Reaksinya dapat
digambarkan sebagai berikut :
FeS2 + 14/4 O2
pirit
oksigen
+
7/2 H2O
Fe(OH)3 + 2(SO4)-2 + 4H+
besi-III
asam sulfat
Hasil reaksi adalah terbentuknya asam sulfat, dengan terbebasnya ion H+, yang
mengakibatkan pH sangat rendah (pH 1,9 sampai < 3,5).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kondisi teroksidasi sangat kuat, antara lain akibat drainase yang drastis,
misalnya air tanah turun terlalu dalam, atau oleh penggalian parit atau saluran drainase,
bahan sulfidik mengandung pirit akan menghasilkan mineral jarosit yang nampak
sebagai karatan-karatan berwarna kuning jerami, dengan reaksi tanah yang sangat
masam.
FeS2
+ 15/4 O2
pirit
oksigen
+ 1/3 K+
1/3 KFe(SO4)2(OH)6 + 4/3(SO4)-2 + 3 H+
jarosit
asam sulfar
Pada proses oksidasi pirit dibebaskan ion sulfat. Ion H+ dan senyawa besi Ferri
bervalensi tiga (Fe(OH)3) yang segera tereduksi menjadi ion besi Ferro-bervalensi dua
(Fe(OH)2) yang mudah bergerak, karena merupakan ion-ion bebas. Terlalu banyaknya
ion-ion H+ dalam larutan tanah, disamping menyebabkan terjadinya pertukaran ion
yang mendesak keluar semua basa-basa tanah (Ca, Mg, K dan Na) dalam kompleks
adsorpsi liat dan humus, ion-ion H+ juga membentuk senyawa hidrat dengan molekul
air (yang bersifat bipolar) dan masuk kedalam struktur kisi (Lattice) mineral liat untuk
menggantikan / subtitusi tempat. Ion Al3+ dalam kisi mineral. Mineral liat menjadi
tidak stabil, kisinya runtuh (Collapsed)
dan strukturnya rusak, sehingga dibebaskan banyak sekali ion Al3+ dalam larutan tanah.
Kompleks pertukaran liat dan humus, karena reaksi pertukaran dengan Al3+ dan
Fe3+ yang melimpah, akan dijenuhi oleh kedua ion tersebut, khususnya ion Al3+. Ionion basa lain (K, Ca, Mg dan Na) tercuci keluar dan hanyut terbawa air mengalir.
Universitas Sumatera Utara
Humus terdiri dari 2 senyawa utama yaitu substansi non humus (missal: lipid,
asam amonia, karbohidrat) dan substansi humus (merupakan senyawa amorf dengan
berat molekul tinggi, warna coklat sampai hitam).
Substansi humus dibedakan menjadi:
1. Humic Acid (asam humus): warna gelap, amorf, dapat diekstaksi (larut) dengan
basa kuat, garam netral, tidak larut dalam asam; mengandung gugus fungsional
asam seperti fenoliuk dan karboksilik; aktif dalam reaksi kimia; Berat molekul
(BM) 20.000-1.360.000.
2. Fulvic Acid (asam Fulfat); dapat diekstraksi dengan basa kuat, gugus fungsional
asam, larut juga dalam asam, mengandung gugus fungsional basa; aktif dalam
reaksi kimia; BM 275-2110.
3. Humin: tidak terlarut dalam asam dan basa; BM terbesar; tidak aktif; warna
paling gelap.
Gambar 2.1. Model struktur asam humat berdasarkan Stevenson (1982); R dapat
berupa alkil, aril, atau aralkil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Model struktur asam fulvat berdasarkan Buffle et al. (1977).
Asam humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus
fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga asam humat
memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini
dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Menurut Swift (1989),
deprotonasi gugus-gugus fungsional asam humat akan menurunkan kemampuan
pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan
meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional asam humat, sehingga akan
meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul asam humat. Kedua
pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid asam humat
bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linear dengan
meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan asam humat adalah
pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat asam pada
asam humat. Disosiasi proton yang terjadi pada gugus fungsional yang bersifat asam
pada asam humat dipengaruhi oleh: (1) atraksi elektrostatik atau tolakan muatan yang
ada dalam molekul, (2) ikatan hidrogen sesama dan antar molekul.
Universitas Sumatera Utara
Dalam larutan (pH 3,5 - 9), asam humat membentuk sistem koloid polielektrolit
linear yang bersifat fleksibel; sedangkan pada pH rendah asam humat berbentuk kaku
(rigid) dan cenderung teragregasi membentuk suatu padatan makromolekul melalui
ikatan hidrogen. Dengan meningkatnya pH akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin
lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh
disosiasi gugus fungsional yang bersifat asam pada asam humat seperti -COOH.
Umumnya gugus -COOH terdisosiasi pada pH sekitar 4-5, sedangkan gugus -OH
fenolat atau –OH alkoholat terdisosiasi pada pH sekitar 8-10. Spark dkk (1997) telah
mengamati kelarutan asam humat batubara yang menunjukkan bahwa kelarutan
maksimum asam humat terjadi pada pH 3-6 yaitu sekitar 80% dan sisa padatan mulai
larut pada pH 8,5. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada pH yang relatif tinggi
(konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan kensentrasi -COO- yang dapat berfungsi
sebagai ligan pada asam humat.
Walaupun pada pH yang relatif rendah, asam humat cenderung tidak berinteraksi
dengan ion logam, akan tetapi sebagai padatan polielektrolit, asam humat memiliki
kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Asam humat dengan ion logam dapat
mengalami presipitasi. Tingkat flokulasi yang terjadi bergantung pada pH, sifat-sifat
gugus fungsional pada asam humat yang dapat bertindak sebagai ligan dan sifat ion
logam.
Substansi humus bergabung dengan bagian mineral tanah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai garam dari asam organik dengan berat molekul rendah (acetat, oxalat,
laktat dan lain-lain).
Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai garam dari substansi humus dengan kation alkalin – humat, fulvat.
3. Sebagai chelat dengan ion logam.
4. Sebagai subsansi yang tertahan pada permukaan mineral tanahliat.
Substansi humus dengan kation alkalin terdiri dari senyawa:
1. humat (garam dari asam humus)
2. fulvat (garam dari asam fulvat)
Ini adalah sebagian besar senyawa karakteristik substansi tanah humus. Kation
alkalin (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) terbentuk terutama melalui pertukaran ion sederhana
dengan gugus COOH (RCOONa, RCOOK, dll.). Humat dan fulvat terjadi di dalam
tanah sebagian besar sebagai campuran dengan hidroksida Fe dan Al. Kemampuan
membentuk kompleks dari asam humus dan asam fulvat sebagian besar merupakan
hasil dari isi gugus fungsionalnya yang mengandung oksigen, seperti COOH, phenol
OH dan gugus C=O. Bahan-bahan organik utama tanah membentuk komplek yang bisa
larut dan yang tidak bisa larut dengan ion logam dan dengan demikian memegang
peranan rangkap di dalam tanah.
dalam penyerapan substansi humus oleh mineral tanahliat, antara lain:
1. gaya van der Waals
2. pengikatan dengan pembentukan-jembatan kation
3. pengikatan H
4. penyerapan melalui penggabungan dengan oxida cair
5. penyerapan pada ruang antar-lapisan mineral tanahliat.
Universitas Sumatera Utara
Kation polivalen utama bertanggungjawab atas pengikatan asam humus dan
asam fulvat pada tanahliat adalah Ca2+, Fe3+ dan Al3+. Sebaliknya Fe3+ dan Al3+
membentuk komplek koordinasi yang kuat dengan senyawa organik. Kation polivalen
bertindak sebagai jembatan antara kedua tempat bermuatan.
Penyerapan asam fulvat pada permukaan oksida disertai dengan penggantian gugus OH
oleh ion COO-. Anion organik tidak mudah diganti dengan garam sederhana, walaupun
penyerapan sensitif pH. Seperti halnya dengan kation organik pada permukaan mineral
tanahliat, ikatan yang sangat kuat akan terjadi jika lebih dari satu gugus pada molekul
humus berpartisipasi.
2.3 Pengolahan Air Gambut
Karekteristik air gambut seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan
bahwa air gambut kurang menguntungkan untuk dijadikan air bagi masyarakat di
daerah berawa. Namun karena jumlah air gambut tersebut sangat banyak dan dominan
berada di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum
masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai
berikut (Mu-min 2002).
a. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi
dan sakit perut.
b. Kandungan Organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan bagi
mikroorganisne dalam air, sehingga dapat menimbulkan bau apabila
bahan organik tersebut terurai secara biologis.
Universitas Sumatera Utara
c. Apabila dalam pengolahan air gambut tersebut digunakan klor sebagai
desinfektan, akan terbentuk TriHaloMetan (THM) seperti senyawa
organoklor yang dapat bersifat karsinogenik.
d. Ikatan yang kuat dengan logam (besi dan mangan) menyebabkan
kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian
jika dikonsumsi secara terus-menerus.
Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyebab dan kandungan warna pada
air gambut dan sifat-sifatnya, maka proses dan metode pengolahan yang dapat
diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah Metode Elektrokoagulasi
(Mahmud, 2002).
2.4
Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan partikel-
partikel halus dalam air menggunakan energi listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan
pada bejana elektrolis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah
yang disebut elektroda yang tercekup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Prinsip dari proses elektrokoagulasi (Ni’am, 2007)
Apabila dalam suatu larutan elektrolit di tempat dua elektroda dan dialiri arus
listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi
elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke anoda dan (anion) bergerak ke Anoda
dan menyerahkan elektron menerima elektron yang dioksidasi. Sehingga membentuk
flok yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-partikel dalam limbah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Mekanisme Dalam Elektrokoagulasi (Holt,2001)
Tampak
jelas
bahwa
elektrokoagulasi
memiliki
kemampuan
untuk
membersihkan berbagai polutan dengan berbagai kondisi mulai dari: zat-zat padat
tersuspensi; logam berat; produk petroleum; warna dari larutan yang mengandung
pewarna; humus cair; dan defluoridasi air.
Mekanisme yang mungkin:
Arus dialirkan melalui suatu elektroda logam, yang mengoksidasi logam (M) menjadi
kationnya (Mn+) (Persamaan 1). Secara simultan, air tereduksi menjadi gas hidrogen
dan ion hidroksil (OH-) (Persamaan 2). Dengan demikian elektrokoagulasi
Universitas Sumatera Utara
memasukkan kation logam in situ, secara elektrokimia, dengan menggunakan anoda
yang dikorbankan (biasanya aluminium atau besi).
M → Mn+ + ne-
(1)
2H2O + 2e- → 2OH- + H2
(2)
Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan spesiesspesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Persamaan 3-6 menggambarkan hal ini
dalam kasus aluminium.
Al3+ + H2O → AlOH2+ + H+
(3)
AlOH2+ + H2O → Al(OH)2+ + H+
(4)
Al(OH)2+ + H2O → Al(OH)30 + H+
(5)
Al(OH)30 + H2O → Al(OH)4- + H+
(6)
pH
Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi setiap partikel kolloid dengan
pembentukan komplek polihidrosida polivalen. Komplek-komplek ini memiliki sifatsifat penyerapan yang tinggi, yang membentuk agregat dengan polutan. Evolusi gas
hidrogen membantu dalam percampuran dan karenanya membantu flokulasi. Begitu
flok dihasilkan, gas elektrolitik menimbulkan efek pengapungan yang memindahkan
polutan ke lapisan flok-foam pada permukaan cairan.
Ada berbagai cara dengan mana spesies-spesies bisa berinteraksi dalam larutan:
1. Migrasi ke elektroda dengan muatan berlawanan (elektroforesis) dan agregasi
disebabkan netralisasi muatan.
2. Kation atau ion hidrosil (OH-) membentuk endapatan dengan polutan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kation logam berinteraksi dengan OH- untuk membentuk hidroksida, yang
memiliki sifat-sifat penyerapan tinggi yang dengan demikian mengalami
pengikatan pada polutan (koagulasi jembatan).
4. Hidroksida membentuk struktur mirip-kisi yang lebih besar dan menyapu air
(koagulasi sapuan).
5. Oksidasi polutan menjadi spesies yang tidak begitu toksit.
6. Pembersihan dengan elektroflotasi dan pelekatan pada gelembung-gelembung.
Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah :
a. Reaksi pada katoda
Reaksi pada katoda adalah reaksi reduksi terhadap kation, jadi yang
diperhatikan kationnya saja.
1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam
alkali tanah, ion Al+3, dan ion Mg2+, mengandung ion-ion logam
ini tidak dapat direduksi dari larutannya. Yang akan mengalami
reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada
katoda.
2H2 O + 2e
2OH- + H2
Dari daftar E0 diketahui bahwa reduksi terhadap air lebih mudah
berlangsung dari pada reduksi terhadap ion-ion di atas.
2. Jika larutan mengandung asam maka ion H+ dari asam akan
direduksi menjadi gas Hidrogen pada katoda.
Universitas Sumatera Utara
2H+ + 2e
H2
3. Jika larutan mengandung ion-ion lain maka ion-ion logam ini
diendapkan pada permukaan batang katoda.
b.
Fe2+ + 2e
Fe
Mn 2+ + 2e
Mn
Reaksi Pada Anoda
Elektroda pada Anoda, elektrodanya dioksidasi (bereaksi) diubah
menjadi ionnya.
Contoh :
Al
Al3+ + 3e
Zn
Zn2+ + 2e
Dalam system elektrokimia dengan anoda terbuat dari alumunium,
berapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut.
Al3+ + 3e
Anoda : Al
Katoda : 2H2O + 2e
H2 + 2 OH-
2H+ + 2e
H2
O2 + 4H+ + 4e
2H2O
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi partikel-partikel koloid dan larutan.
Partiekl-partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti
dengan flokulasi. Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid
disebut dengan koagulan.
Koagulan yang paling umum dan sering digunakan adalah alum (aluminium
sulfat) dan garam-garam dari senyawa besi. Karakteristik dari kation multivalensi
adalah mempunyai kemampuan menarik koagulan ke muatan
partikel koloid
(Proste,1997).
Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan
dengan partikel koloid, dalam hal ini ion-ion koagulan yang bermuatan positif akan
mentralisir muatan negatif partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya
tolak-menolak
antar
partikel-partikel
koloid
sehingga
terjadi
pengendapan
(Robert,1986).
2.4.2. Flokulasi
Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi
partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar,
dengan cara pengadukan lambat. Dalam hal iniu proses koagulasi harus diikuti
flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang
mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar
partikel dapat terjadi (Sutrisno,1987).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Keuntungan dari elektrokoagulasi
a. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sampel dan mudah untuk
mengoperasikannya
b. Air yang ditreatmen dengan elektrokoagulasi menjadi bersih, jernih dan tidak
berbau.
c. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved
Solid) yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang ditreatment secara kimia.
d. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan memindahkan (Removing)
partikel-partikel koloid yang paling kecil, sebab di aplikasikan medan elektrik
dengan gerak yang lebih cepat.
e. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan-bahan kimia dan tidak ada
problem untuk menetralisir kelebihan bahan-bahan kimia, dan tidak ada polusi
yang kedua yang disebabkan subtansi
kimia yang ditambahkan pada
konsentrasi yang tinggi.
f. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa
polutan-polutan ke atas sehingga dapat dengan mudah di konsentrasikan,
dikumpulkan dan dipindahkan (removed).
g. Proses elektrolit pada sel elektrokoagulasi dikontrol secara elektrik dan dengan
tidak memindahkan bagian-bagian sehingga membutuhkan sedikit perawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.5
Zat Besi (Fe)
2.5.1. Sifat-sifat logam besi
Besi (Fe) adalah metal berwarna putih kepekatan, liat dapat dibentuk. Besi
dalam sistem periodik unsur dengan nomor atom 26 terdapat dalam golongan VIII B
dan period eke-4. Besi melebur pada suhu 15350C, titik didihnya 30000C, dan
mempunyai densitas 7,87 g/cm3.
2.5.2. Logam besi dalam kehidupan manusia
Proses biokimia dalam tubuh mahluk hidup hamper selalu melibatkan unsurunsur logam di dalamnya. Pada suatu proses fisiologi yang normal, ion logam esensial
sangat berperan aktivitasnya baik dalam ikatannya dengna protein, enzim maupun
bentuk lainnya. Manusia yang sehat dalam jaringan tubuhnya selalu ditemukan ion
logam yang normal. Sedang ion logam yang ditemukan terlalu rendah pada jaringan
tertentu misalnya darah (Fe), hati (Cu), dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya
kelainan pada orang yang bersangkutan yang kemungkinan menderita defisiensi atau
penyakit lainnya.
Diperkirakan bahwa untuk setiap pria dewasa harus memperoleh sekitar 1 mg/
Fe/hari untuk mengganti Fe yang diekskresikan melalui saluran pencernaan, urine dan
kulit. Pada wanita dewasa darah, yang hilang pada saat menstruasi perlu diganti dengan
1,4-2,2 mg Fe/hari. Pada umumnya manusia memperoleh 10% Fe dari makanan yang
diabsorbsi melalui saluran pencernaan, sehingga mereka memperoleh sekitar 10-20 mg
Fe/hari.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Logam besi dalam air
Besi merupakan salah satu elemen kimia yang dapat ditemui pada hamper
setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air, besi yang ada
di dalam air dapat bersifat :
1. Terlarut sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri).
2. Tersuspensi sebagai butir kolodial (diameter <1um) atau lebih besar seperti
Fe2O3, FeO, Fe(OH)3, dan sebagainya.
3. Tergabung dengan zat organik atau zat padat yang inorganik atau seperti tanah
liat.
Pada air permukaan jarang dijumpai kadar Fe yang lebih besar dari 1 mg/l,
tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Pada air yang mengandung
oksigen (O2), seperti seringkali air tanah, besi berada sebagai Fe3+ yang cukup larut,
sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi
Fe3+, Fe3+ ini sulit larut pada pH 6 sampai 8, bahkan dapat menjadi ferihidroksida
(Fe(OH)3 atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan dapat mengendap.
Demikian halnya di dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut dan Fe3+
dalam bentuk senyawa organik berupa koloidal.
Sekalipun Fe diperlukan oleh tubuh, tetapi dalam dosis besar dapat merusak
dinding usus. Kematian seringkali menyebabkan oleh rusaknya dinding usus ini,
Konsentrasi unsur ini dalam air yang melebihi ± 2 mg/l akan menimbulkan noda-noda
pada peralatan dan bahan-bahan berwarna putih. Adanya unsur ini dapat pula
menimbulkan bau dan warna pada air minum, dan warna koloid pada air. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi yang lebih besar dari 1mg/l dapat menyebabkan warna air menjadi
kemerah-merahan, memberi rasa yang tidak enak pada minuman, dapat membentuk
endapan pada pipia-pipa logam dan bahan cucian.
Atas dasar pertimbangan diatas, maka ditetapkan standar konsentrasi
maksimum Fe dalam air minum oleh Depkes RI, sebesar 0,1-1,0 mg/l (SNI 06-6989,42004). Dengan dipenuhinya standar tersebut oleh air minum, maka diharapkan berbagai
hal yang tidak inginkan tersebut diatas tidak terjadi
2.6
Logam Berat Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam
ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur
kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom 29 dan mempunyai bobot berat
atom 63,546. Unsur tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas.
Akan tetapi, lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai
senyawa padat dalam bentuk mineral.
Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh, maka apabila
konsentrasinya cukup besar logam itu akan meracuni manusia tersebut. Pengaruh racun
yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah, rasa terbakar di daerah esofargus dan
lambung, kolik serta mencret-mencret. Kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi
hati dan koma (Supriharyono, 2000).
Keracunan sistematik tembaga mirip dengan keracunan sistematik oleh logam
berat lainnya yang dapat meluas terhadap kerusakan serabut-serabut darah, kerusakan
Universitas Sumatera Utara
ginjal, sarap sentral dan diikuti pada dengan despresi. Keracunan tembaga
menunjukkan sifat-sifat yang agak kurang beracun dibandingkan dengan logam berat
lainnya, tetapi bila keracunan dalam jumlah kecil terjadi terus menerus( menelan) dapat
menimbulkan pigmentary cirrhosis hati (hati mengeras) (Adiwisastra,1985).
.Logam Cu dibutuhkan untuk sistem enzimoksidatif seperti enzim askorbatoksidasi, sistikrom Cu-oksidase, Polipenol-oksidase, amina-oksiadse dan lain-lain. Cu
juga dibutuhkan manusia sebagai komplek Cu-protein yang mempunyai fungsi tertentu
dalam pembentukan haemoglobin, kalogen, pembuluh darah dan myelin otak
(Heryandro palar,1994).
2.7
Logam Kalsium (Ca)
Kalsium terdapat sebanyak 99% dalam tulang kerangkan dan sisanya dalam
cairan antar sel dan plasma. Dalam bahan makanan terutama terdapat dalam susu dan
telur, juga gandum dan sayur-mayur, antara lain bayam. Resorpsinya dari
usus
memerlukan adanya vitamin D dalam bentuk aktifnya, yaitu kalsitriol.
Fungsinya selain sebagai bahan bangun bagi kerangka, juga sebagai pemeran
penting pada regulasi daya rangsang dan kontraksi otot serta penerusan implus saraf.
Lagi pula Ca mengatur permeabilitas membran sel bagi Kdan Na dan mengaktivasi
banyak reaksi enzim, seperi pembekuan darah.
Defisiensi kalsium menimbulkan antara lain melunaknya tulang (ostemalacia)
serta mudah terangsangnya saraf dan otot, dengan akibat serangan kejang(tetania).
Universitas Sumatera Utara
Dalam kebanyakan kasus kekurangan di sebabkan oleh defisiensi Vitamin D dan
terhambatnya resorpsi Ca, atau karena penyakit hipoparatiroris dan insufisiensi ginjal.
2.8
Spetrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif
suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang
gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Telah lama ahli
kimia menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksistasikan dalam suatu nyala
sebagai alat analitis. Suatu nyala yang lain, kebanyakan atom berada dalam keadaan
eksitasi. Fraksi atom-atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan
temperatur. Tehnik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam,
dan sample yang sangat beraneka ragam.
2.8.1 Prinsip Dasar Spektrofotometer Serapan Atom
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang
mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap,
dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar
yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam
dengan menggunakan SSA (Walsh,1955).
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Cara Kerja Spektrofotometer Serapan Atom
Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen berikut :
a. Unit atomisasi
b. Sumber radiasi
c. Sistem pengukur fotometrik
4
1
3
2
5
6
7
8
9
10
11
13
12
Gambar 2.5. Skematis Ringkas Spektrofotometer Serapan Atom
Keterangan :
1
: Lampu katoda
2
: Tungku
3
: Entrace Slit
4
: Monokromator
5.
: Exit Slit
Universitas Sumatera Utara
6.
7.
: Foto Detektor
: Amplifier
8.
: Skala Pembacaan
9
: Nebulizer
10. : Sampel
11
: Gas Asetilen
12
: Udara
13. : Buangan
Universitas Sumatera Utara
Download