MANAJEMEN PEMBELAJARAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Oleh : Yanti Sri Danarwati, SS., SE., MM. Dosen STIA ASMI Solo ABSTRAK Permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan Tinggi. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi Dosen, pengadaan buku dan media, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen kampus. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian Perguruan Tinggi, terutama di kota-kota besar, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Keprihatinan akan rendahnya mutu pendidikan terutama untuk jenjang pendidikan tinggi, setidaknya menyangkut faktor yang dipandang sebagian orang sebagai rendahnya mutu pendidikan. Faktor tersebut menyangkut penyelenggaraan pendidikan perguruan tinggi yang birokratis sentris dan bergantung pada petunjuk pelaksana (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) penyelenggaraan perguruan tinggi hanya memperhitungkan faktor-faktor input, seperti dosen, kurikulum, mahasiswa, buku dan fasilitas belajar. Dalam pengelolaan proses pembelajaran dosen memiliki tugas dan kemampuan menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran termasuk melakukan kegiatan tindak lanjutnya. I. PENDAHULUAN Program peningkatan mutu pendidikan masih mengalami kendala. Hal ini dilandasi oleh mutu lulusan masih rendah, perkuliahan kurang efektif dan efisien, dosen-dosen masih banyak yang kurang memahami cara belajar efektif, dan efisien dalam pendidikan berkelanjutan. Angka Drop Out masih tinggi, sistem pengajar yang tidak membawa dampak perubahan dan populasi banyak dan menyebar. 1 Demikian juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia, di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan. Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta bersamasama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, pelatihan dan peningkatan kualifikasi dosen, sera peningkatan mutu manajemen perguruan tinggi. 2 Pendidikan yang berkualitas dapat menunjuk kepada kualitas proses dan kualitas produk. Pendidikan disebut bermutu dari segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, dan ditunjang oleh sumber daya (manusia, dana, sarana, prasarana) yang wajar. Tentu saja hal ini juga dipengaruhi oleh kualitas masukannya. Logikanya, proses pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan produk yang berkualitas pula. II. PERMASALAHAN Perguruan tinggi bersama-sama masyarakat menentukan visi dan misi perguruan tinggi dalam peningkatan mutu pcndidikan atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana program perguruan tinggi termasuk pembiayaannya dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi perguruan tinggi dan sumber daya yang tersedia. Dalam penyusunan program, perguruan tinggi harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai, kemudian melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan/penyusunan program perguruan tinggi di masa mendatang. Yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah 3 bagaimana manajemen pembelajaran dilihat dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. III. PEMBAHASAN 1. Pengertian Manajemen Manajemen merupakan proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan organisasi agar tujuan organisasi dapat mencapai secara efektif dan efisien. Menurut Stoner (dalam Ritha f. Dalimunthe, 2003: 4. Diakses dari http://library.usu.ac.id) fungsi manajemen antara lain terdiri dari : a. Planning (perencanaan) Perencanaan adalah pemilihan dan penetapan kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan; rencana haruslah diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap berguna. “Perencanaan kembali” kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin. Ada beberapa manfaat perencanaan antara lain: 1) Membantu manajemen dalam menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan lingkungan 4 2) Perencanaan terkadang cenderung menunda kegiatan 3) Perencanaan mungkin terlalu membatasi manajemen untuk berinisiatif dan berinovasi. Kadang-kadang hasil yang paling baik didapatkan oleh penyelesaian situasi individu dan penanganan setiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi. b. Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu departementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi adalah pengelompokkan kegiatankegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada organisasi bertanggung jawab dalam melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. c. Actuating (penggerakan) Pengarahan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam 5 pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping menyangkut manusia juga menyangkut berbagai tingkah laku dan manusia-manusia itu sendiri. d. Controlling (pengawasan) Pengawasan merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan manajemen adalah usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya lembaga dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisiensi dalam pencapaian tujuan-tujuan lembaga. 2. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan tinggi, dosen mengajar supaya mahasiswa dapat belajar dan menguasai isi materi hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang mahasiswa. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu 6 pekerjaan dosen saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara dosen dan mahasiswa. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk belajar. Menurut Soeharto, dkk dalam bukunya “Teknologi Pembelajaran” mengatakan bahwa pembelajaran berarti memanipulasi lingkungan untuk memberi kemudahan orang belajar (http://education.blogspot.com). Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sistem atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajaran dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas, 2000:8). Dengan demikian, jika pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran (misalnya layanan pembelajaran remedial bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar). Bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan dosen dalam rangka membuat mahasiswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar (Lesson Plan), berikut penyusunan perangkat 7 kelengkapannya antara lain berupa alat peraga, dan alat evaluasi (misalnya soal-soal test formatif) (Depdiknas, 2000:8). 3. Manajemen Pembelajaran Kemampuan dosen dalam mengelola pembelajaran yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi mahasiswa pada proses pembelajaran. Menurut Sahertian (2000: 134), mengelola pembelajaran meliputi: “merencanakan program belajar mengajar, melaksanakan proses belajar mengajar, menilai proses dan hasil, serta mengembangkan manajemen kelas”. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan mahasiswa tidak hanya dapat pengetahuan tentang bidang mata kuliah yang diajarkan, namun juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi kuliah, sehingga dapat mendorong mahasiswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai materi kuliah dalam kehidupan sehari-sehari. Belajar merupakan kegiatan aktif mahasiswa dalam membangun makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga dalam proses pembelajaran mahasiswa merupakan sentral kegiatan, pelaku utama dan pengajar hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada mahasiswa. Pada bidang pembelajaran diharapkan dosen dapat memanajemen pembelajaran dengan menentukan model pembelajaran yang tepat 8 sehingga dapat menarik minat mahasiswa terhadap materi kuliah. Model pembelajaran pada salah satu mata kuliah ekonomi misalnya, diharapkan mampu memberikan makna materi ekonomi kepada mahasiswa. Menurut Wijaya et.al (2003 : 84), kemampuan dasar profesional yang harus memiliki dosen/pengajar meliputi sepuluh hal, masing-masing dijelaskan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. Penguasan bahan kuliah/ pelajaran dari setiap mata kuliah/ pelajaran yang diampunya dan pendalaman melalui perpustakan sehingga dapat menjadi informator yang merupakan sumber informasi kegiatan pengajaran; Pengelolaan program belajar mengajar dan setiap mata kuliah yang diampunya; Pengelolaan kelas dengan mengatur tata ruang kelas yang menciptakan iklim belajar yang sesuai, sehingga memungkinkan dilaksanakan kegiatan proses belajar mengajar yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa masing-masing; Pemakaian media sumber belajar; Pengelolaan interaksi belajar mengajar: Penguasan landasan-landasan kependidikan yang tampak dalam perannya sebagai pribadi dan pendidikan dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar; Pengelolaan fungsi program dan konseling di perguruan tinggi; Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi perguruan tinggi sebagai proses meliputi kegiatan perencaan, pengorganisasian, penghargaan, perkoordinasi, dan pengawasan; Pemahaman terhadap prinsip-prinisp dan penafsiran hasil-hasil penddiikan guna keperluan pengajaran; Penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Kesepuluh kemampuan dasar tersebut dapat dikatakan sebagai indikator dalam pembelajaran dan sekaligus merupakan syarat agar tercapai tujuan pembelajaran yang baik. 9 4. Konsep Mutu Pendidikan a. Konsep Dasar Mutu Istilah mutu dipahami secara beragam oleh berbagai pihak, misalnya Sallis (1999) yang dikutip oleh Furqon (2000:1), menjelaskan bahwa mutu harus dipandang dengan konsep yang relatif, tidak absolute. Konsep mutu dalam dimensi yang relatif dapat dipahami dalam dua perspektif, yakni: (1) memenuhi spesifikasi, (2) memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut oleh konsumen. Konsep perspektif yang pertama lebih berorientasi kepada standar yang ditentukan produsen, sedangkan dalam perspektif yang kedua menekankan kesesuaian antara produk dengan kebutuhan dan persyaratan konsumen. Sejumlah pakar manajemen pendidikan melihat bahwa mutu suatu produk atau jasa pada akhirnya akan dinilai oleh konsumen. Dalam konteks pedidikan pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan, (Depdikbud. 2000). Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan dosen), sarana perguruan tinggi, dukungan administrasi dan sarana prasarana, dan sumber daya lainnya, serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen perguruan tinggi. dukungan ruang berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara 10 dosen, mahasiswa dan sarana pendukung di ruan kuliah maupun diluar ruang kuliah, dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh perguruan tinggi pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dapat dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis atau prestasi non ekonomis. Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (out put) harus dirumuskan lebih dulu oleh perguruan tinggi, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil (out put) yang ingin dicapai. Dengan kata lain, tanggung jawab perguruan tinggi dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai perguruan tinggi, terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau “kognitif’ dapat dilakukan benchmarking. Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap perguruan tinggi baik yang sudah ada patokannya maupun yang lain dilakukan oleh individu perguruan tinggi sebagai evaluasi diri (self evaluation) dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini Rencana Anggaran Pendapatan Belanja 11 Perguruan tinggi harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya. b. Pengertian Mutu Pendidikan Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses dan output pendidikan (Depdiknas, 2001: 24-26). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapanharapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi perekrutan sumber daya manusia, mahasiswa, dan sarana prasarana belajar. c. Pentingnya Mutu Pendidikan Menurut Semiawan (Depdiknas. 2003:571), mutu berkenaan dengan penilaian terhadap sejauh mana suatu produk memenuhi kriteria, standar atau rujukan tertentu. Dalam dunia pendidikan, standar ini dapat dirumuskan melalui hasil belajar pada mata kuliah skolastik yang dapat diukur secara kuantitatif dan pengamatan yang bersifat kualitatif. Rumusan mutu pendidikan bersifat dinamis dan dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Kesepakatan tentang konsep mutu biasanya dikembalikan pada rumusan acuan atau rujukan yang ada, 12 seperti kebijakan, proses belajar mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana serta tenaga kependidikan sesuai kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan. Mutu pendidikan harus diupayakan untuk mencapai kemajuan dengan dilandasi oleh perubahan yang terencana. Peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai melalui dua strategi, yaitu peningkatan mutu pendidikan yang berorientasi pendidikan ketrampilan dalam segi mental maupun fisik (dexterity) yang berbasis luas, dan peningkatan mutu pendidikan yang secara lebih khusus berorientasi akademis. Mutu pendidikan tidak saja ditentukan oleh perguruan tinggi sebagai lembaga pembelajaran, tetapi juga disesuaikan dengan apa yang menjadi pandangan dan harapan masyarakat yang cenderung berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Sejalan dengan kecenderungan ini. penilaian masyarakat terhadap mutu lulusan perguruan tinggipun terus berkembang. Untuk menjawab tantangan tersebut, perguruan tinggi diharapkan untuk terus-menerus meningkatkan mutu lulusannya sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat. Menurut Umaedi (2000), peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendini. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus mewujudkan amanat 13 tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan system evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi dosen dan tenaga kependidikan lainnya. Mengingat perguruan tinggi sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka perguruan tinggi harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Perguruan tinggi harus mampu menterjemahkan dan menangkap sesuai kebijakan makna pendidikan serata memahami kondisi linkungannya kemudian (termasuk proses kelebihan perencanaan, dan kekurangannya), perguruan tinggi untuk harus memformulasikan kedalam kebijakan mikro dalam bentuk programprogram prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. d. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Manajemen peningkatan mutu perguruan tinggi adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada perguruan tinggi itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada 14 ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen perguruan tinggi untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi perguruan tinggi guna memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam Peningkatan Mutu yang selanjutnya disingkat MPM, terkandung upaya a) mengendalikan proses yang berlangsung di perguruan tinggi baik kurikuler maupun administrasi; b) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjuti diagnosa; c) memerlukan partisipasi semua fihak: Kepala perguruan tinggi, guru, staf administrasi, mahasiswa, orang tua dan pakar. Berdasarkan pengertian di atas dapat difahami bahwa Manajemen Peningkatan Mutu memiliki prinsip: a. Peningkatan mutu harus dilaksanakan di perguruan tinggi; b. Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik; c. Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif; d. Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di perguruan tinggi; e. Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa perguruan tinggi dapat memberikan kepuasan kepada mahasiswa, orang tua dan masyarakat Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh 15 Hanafiah, dkk adalah : pertama sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena perintah atasan, bukan karena rasa tanggung jawab. Yang memimpin sebaliknya, tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif, mendelegasikan wewenang. Masalah kedua adalah tidak adanya tindak lanjut dan evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan dievaluasi dengan baik. Namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan. Akibatnya pelaksanaan pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu. Masalah ketiga adalah gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Pada umumnya pimpinan tidak menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap keberhasilan kerja stafnya. Hal ini menyebabkan staf bekerja tanpa motivasi. Masalah keempat adalah kurangnya rasa memiliki pada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana, dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka. Prinsip melakukan sesuatu secara benar dan awal belum membudaya. Pelaksanaan pada umumnya akan membantu suatu kegiatan, kalau sudah ada masalah yang timbul. Hal inipun merupakan kendala yang cukup besar dalam peningkatan dan pengendalian mutu. (M. Jusuf Hanafiah dkk, 1994 dalam http://www.duniaguru.com). Program peningkatan mutu pendidikan tidak akan jalan jika setelah diadakannya monitoring dan evaluasi tanpa ditindaklanjuti. Fungsi pengawasan (controlling) dalam manajemen berguna untuk 16 membuat agar jalannya pelaksanaan manajemen mutu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan bertujuan untuk menilai kelebihan dan kekurangan. Apa-apa yang salah ditinjau ulang dan diperbaiki. Tidak adanya tindak lanjut bisa disebabkan karena etos kerja para pengelola pendidikan, iklim organisasi yang tidak menyenangkan. IV. PENUTUP Beragamnya kondisi lingkungan perguruan tinggi dan bervariasinya kebutuhan mahasiswa di dalam proses pembelajaran, ditambah lagi dengan kondisi geografi Indonesia yang sangat kompleks. Oleh karena itu di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari alternatif pengelolaan perguruan tinggi. Hal ini mendorong lahirnva konsep manajemen peningkatan mutu berbasis perguruan tinggi. Manajemen alternatif ini memberikan kemandirian kepada perguruan tinggi untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, tetapi tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Konsekuensi dan pelaksanaan program ini adanya komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yaitu orang tua/masyarakat, dosen, pimpinan perguruan tinggi, mahasiswa dan staf lainnya disatu sisi, dan pemerintah disisi lainnya sebagai partner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh perguruan tinggi antara lain meliputi evaluasi diri (self evaluation) untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan perguruan tinggi. 17 DAFTAR PUSTAKA Depdiknas, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah : Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2003. Kerangka Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi (Draf Final). Jakarta: Depdiknas Jurnal Pendidikan (online), (http://www.duniaguru.com-www.duniaguru.com diakses 20 Agustus 2007). Sahertian, Piet A., 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Wijaya, Cece dan Rusyan, A. Tabrani. 2003. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. 18