A. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Kata atau istilah komunikasi ( dari bahasa inggris “communication” ), secara epistemologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis. Kata communis memiliki makana “berbagi” atau “menjadi milik bersama” yaitu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi secara terminilogis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi ini adalah manusia. Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut dijelaskan secara efektif oleh Effendy bahwa para ahli komunikasi sering mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyannya, The Structure and Function of Communication in Society. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel to Whom with What Effect? Paradigma Laswell menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsure sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu: · Komunikator (siapa yang mengatakan?) · Pesan (mengatakan apa?) · Media (melalui saluran apa?) · Komunikan (kepada siapa?) · Efek (efek apa?) Jadi, berdasarkan paradigma Laswell, secara sederhana prosese komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu. 2. Proses komunikasi Berdasarkan paradigma Laswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu: a. Proses komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atauperasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambing sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal. Komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran atau perasaannya ke dalam lambing (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian, komunikan menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambing yang mengandung perasaan dan pikiran komunikator. Menurut Wilbur Schramm (dalam Effendy,1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni perpaduan pengalaman dan pengertian yang diperoleh komunikan. Kemudian Schramm juga menambahkan, bahwa komunikasi akan berjalan lancara apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan dengan bidang pengalaman komunikan. Sebagai contoh: si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan sangat mudah dan lancaraapabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahsiswa. Seandainya si A membicarakan hal tersebut dengan si C yang yang seorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikasi tidak akan berjalan lancar. b. Proses komunikasi secara sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah prosese penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambing sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media komunikasi karena komunikan sebagai sarana berada di tempat yang relativ jauh atau jumlahnya banyak. Surat, te;epon fax, radiao, majalah, dll merupakan media yang sering digunakan dalan komunikasi. 3. Bentuk dan Fungsi Komunikasi Organisasi a. Komunikasi Internal merujuk pada pertukaran informasi dan gagasan di dalam organisasi. Komunikasi di antara anggota suatu organisasi penting untuk melakukan fungsi secara efektif.Untuk mempertahankan arus informasi yang sehat,menajer yang efektif menggunakan saluran komunikasi formal dan informal. Komunikasi juga merupakan pertukaran gagasan diantara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan atau jawatan, lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertical didalam perusahaan atau jawatan Komunikasi Internal yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (operasi dan manajemen). Komunikasi internal merupakan upaya yang dilakukan dalam menyampaikan pesan, ide,gagasan serta informasi lainnya dapat terjadi dalam konteks secara vertikal, horizontal, maupun secara diagonal di dalam suatu organisasi (Lawrence D. Brennun) 1. Fungsi komunikasi internal Mengkomunikasian kebijaksanaan direksi dan manajemen pada karyawan Menjelaskan perubahan kebijakan direksi dan manajemen agar karyawan memahami dasar pengambilan keputusan yang diambil Membangun jaringan komunikasi interkatif antara karyawan, manajemen dan direksi Membantu proses restrukturisasi, mulai dari sosialisasi kebijakan hingga pelatihan untuk mengurangi dampak buruk restrukturisasi Membantu peningkatan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan Membantu terciptanya budaya perusahaan yang sesuai dengan visi organisasi 2. Bentuk-Bentuk Komunikasi Internal Komunikasi Vertikal (Vertical Communication) Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication) Komunikasi Cabang atau Komunikasi Diagonal (Crosswise Communication) b. KomunikasirEksternal Komunikasi eksternal adalah membawa informasi ke dalam dan keluar organisasi.Perusahaan bertukar pesan dengan pelanggan ;penjual ; distributor; pesaing; investor; wartawan; Komunikasi ini sering secara hati-hati diatur terutama dalam hati masa kritis ( kasus); bisa juga terjadi secara informal sebagai bagian operasi bisnis rutin. Kontak Informal dengan dunia luar; sebagai anggota organisasi otomatis menjadi saluran komunikasi dengan dunia luar. Kontak Formal dengan dunia luar seperti Pesan pemasaran (promosi) dan Hubungan Masyarakat 3. Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi a. Komunikasi Memungkinkan Org Utg Saling Bertukar Informasi o menetapkan tujuan o Membuat dan melaksanakan keputusan o mengukur prestasi kerja o merekrut dan mengembangkan staff o pelayanan pelanggan b. Membantu Menghubungkan Klp Anggota Yg Terpisah 4. Pola Komunikasi a. Saluran komunikasi formal 1) Komunikasi dari atas ke bawah (top-down) : berkaitan dengan tanggung jawab wewenang, dengan pengarahan instruksi atau kerja, tujuan ,: memberikan informasi alasan pekerj dilaksanakan, informasi prosedur dan praktek organisasional, umpan balik pelaks kerja kpd kary, tujuan yg ingin dicapai perush, kelemahan :kemungkinan sensor atau penyaringan info penting. 1) Komunikasi dari bawah ke atas (bottom-up), dari staf ke pimpinan, kelemahan : cenderung ABS 2) Komunikasi harizontal : sederajat atau selevel, gunanya untuk persuasi, mempengaruhi, dan memberi informasi. 3) Komunikasi diagonal: melibatkan dua level yang berbeda. b. Keterbatasan Komunikasi formal : “kemungkinan munculnya distorsi atau gangguan penyampaian informasi ke level yg lebih tinggi, karena setiap keterkaitan dalam jalur komunikasi dapat menggambarkan munculnya kesalah pahaman” Cara mengatasinya : mengurangi jumlah tingkatan (level) dalam struktur orgnsasi. c. Saluran Komunikasi Informal : orang-orang yg ada dalam organisasi berkomunikasi dg luas tanpa memperdulikan jenjang hirarki, pangkat atau kedudukan/jabatan. 5. Cara Mengelola Komunikasi 1. Penanganan pesan-pesan rutin a) Mengurangi jumlah pesan b) Memberi instruksi yg jelas c) Mendelegasian sebagian tanggung jawab d) Memberi Pelatihan Kepada Petugas 2. Situasi krisis komunikasi a) Siapkan tim yg trampil/cekatan dalam menangani krisis b) Usahakan manajemen puncak segera bertindak pada saat krisis terjadi c) Ciptakan sebuah pusat informasi dilengkapi dengan berbagai peralatan elektronik d) Ceritakan suatu kejadian secara menyeluruh, terbuka dan jujur, jika memang ada yang salah segera minta maaf e) Tunjukkan keseriusan perusahaan, bukan saja melalui pernyataan tapi juga tindakan nyata. 3. Beberapa keterampilan khusus yg diperlukan dalam Komunikasi : a) membaca b) mendengar c) percakapannya menarik d) wawancara e) berdiskusi dg kelompok-kelompok kecil f) berpidato dan presentasi g) menulis surat, memo, dan laporan. Intinya keterampilan komunikasi dapat diperoleh melalui latihan-latihan atau praktek-praktek dan penelaahan terhadap apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. B. Relasi Manusia hidup tidak sendirian. Sebagai mahluk sosial pastinya dia berhubungan dengan sesama. Idealnya relasi mulai dari tingkat keluarga, tetangga, sekolah, hingga tempat pekerjaan dan lingkungan sosial yang lebih luas. Khusus di tempat kerja membangun relasi sangatlah diutamakan. Mengapa demikian? Karena dalam melakukan pekerjaan tidak mungkin hanya dilakukan sendiri saja. Ketika koordinasi dilakukan maka salah satu syarat keberhasilannya adalah kuatnya relasi horisontal dan vertikal. Relasi secara horisontal dilakukan antara sesama karyawan. Sementara relasi vertikal antara karyawan dan atasan dan sebaliknya. Mengapa relasi di tempat kerja dianggap penting? Dilihat dari kepentingan individu karyawan dan pimpinan maka terdapat beberapa manfaat yakni pertama, saling memahami karakter teman sejawat masing-masing; termasuk dengan pimpinan dan sebaliknya. Kedua, saling memahami pentingnya koordinasi pelaksanaan suatu pekerjaan yang dipimpin oleh atasan. Ketiga, membangun kerjasama dalam suatu tim kerja yang kompak; dengan kata lain terciptanya dinamika kelompok. Keempat, memerkecil terjadinya konflik horosontal dan vertikal.Dan kelima tentunya meningkatkan kinerja karyawan. Sementara dari sisi organisasi, relasi yang baik di kalangan karyawan dan pimpinan akan menciptakan suasana nyaman bekerja. Pada gilirannya standar kinerja organisasi pun akan tercapai. Bentuk-bentuk relasi yang dianggap efektif adalah melalui jalur formal dan informal. Secara formal maka relasi yang dibangun semestinya sejalan dengan standar baku operasional yang ada di organisasi. Koordinasi kerja di lapangan dan rapat kerja mulai dari tingkat unit hingga organisasi adalah contoh dalam bentuk relasi formal. Selain itu jalur ini bisa dilakukan secara individual, baik karyawan dengan pimpinan maupun sebaliknya. Sementara itu jalur informal bisa dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sosial kekeluargaan; seperti darmawisata bersama, olahraga, peringatan ulang tahun organisasi, dan silaturahmi acara hari lebaran dan hari-hari besar agama lainnya. Selain relasi internal maka membangun relasi eksternal pun sangatlah penting. Karyawan dan pimpinan harus mampu membangun relasi dengan pemangku kepentingan seperti dengan pemasok bahan baku, pebisnis lainnya dan pelanggan. Tujuannya adalah agar dapat dibangun suasana hubungan keorganisasian yang nyaman. Dengan kata lain memelihara hubungan yang saling memerkuat dan saling menguntungkan. Untuk itu dibutuhkan suasana keterbukaan dan kepercayaan yang membangun. Secara individual, menjaga hubungan antarsesama sangat ditentukan beragam faktor. Yang terpenting adalah kecakapan untuk menjaga dan membawa diri dalam waktu dan tempat yang tepat dengan lingungan sekitarnya. Tujuannya adalah membangun relasi yang harmonis. Karena itu baik karyawan maupun pimpinan harus memiliki ketrampilan yang disebut dengan soft skills diantaranya kecerdasan emosional, spiritual, dan kecerdasan sosial. Beberapa contoh perilaku yang perlu diterapkan adalah bersikap wajar dan menjaga etika pergaulan, bergaul secara sehat dalam jaringan yang sehat dan tepat dan waktu yang tepat, membangun saling pengertian, mengendalikan kehidupan diri dengan perilaku yang baik, dan pada gilirannya mampu membawa orang lain untuk sukses bersama. C. Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Adapun pengertian dari konflik organisasi menurut Robbin (1996: 431) mengatakan bahwa konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain: Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan. 1. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi. 2. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif. Jenis-jenis konflik a) Konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang (person-role conflict) b) Konflik antar peranan (inter-role conflict) c) Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intesender conflict) d) Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang bertentangan (intrasender conflict) Konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan. Atas dasar hal ini, ada 5 jenis konflik, yaitu: a) Konflik dalam diri individu b) Konflik antar individu c) Konflik antar individu dan kelompok d) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama e) Konflik antar organisasi Sumber konflik a) Kebutuhan untuk membagi sumber daya yang terbatas, b) Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan, c) Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja, d) Perbedaan nilai-nilai atau persepsi, e) Kemandirian organisasional, dan f) Gaya-gaya individual. Strategi penyelesaian konflik Ada beberapa cara untuk menangani konflik yaitu : 1. Introspeksi diri, 2. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat, dan 3. Identifikasi sumber konflik. Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik : a. Berkompetisi: Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan. b. Menghindari konflik: Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut. c. Akomodasi: Jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini yaitu : 1. Kompromi: Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution). 2. Berkolaborasi: Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan. D. Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara berbagai alternatif. Untuk dapat mengambil keputusan dengan baik, ada rangkaian proses pengambilan keputusan yang harus dilakukan. Berikut adalah langkah yang bijaksana untuk dilakukan sebelum mengambil keputusan berdasarkan pada konsep pengambilan keputusan itu sendiri (Gunadarma, 2009). Pengambilan keputusan merupakan salah satu peranan manajer yang disebut peranan decisional (Winardi,1990). Sedangkan organisasi adalah wadah bagi beroprasinya manajemen. (Anzizhan,Syarafuddin.Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. grasindo). Pertama Pengambilan keputusan adalah inti dari manajemen dalam organisasi, yaitu hal yang dilakukan oleh ketua dalam suatu kegiatan yang dilakukan dalam organisasi untuk mengambil suatu tindakan atau pilihan yang harus dilakukan yang akan menghasilkan keputusan untuk kebaikan bersama (stephen P.Robbins: manajemen). Yang kedua, Terry, definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan). Menurut Siagian pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Dari ketiga pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada. Jenis - Jenis Keputusan Organisasi 1) Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan. 2) Pengambilan Keputusan Rasional Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu. 3) Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit. 4) Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman- pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah. 5) Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan 1. Posisi/Kedudukan Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang dapat dilihat dalam hal berikut: Letak posisi Dalam hal ini apakah is sebagai pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker) ataukah staf (staffer). Tingkatan posisi Dalam hal ini apakah sebagai strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional, teknis. 2. Masalah Masalah atau problem adalah apa yang menjadi peng-halang untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan daripada apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. 3. Situasi Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. Faktor-faktor itu dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut: Faktor-faktor yang konstan (C), yaitu faktor-faktor yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaanya. Faktor-faktor yang tidak konstan, atau variabel (V), yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah, tidak tetap keadaannya. 4. Kondisi Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya ber-buat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya. E. Lobi Menurut Anwar (1997) definisi yang lebih luas adalah suatu upaya informal dan persuasif yang dilakukan oleh satu pihak (perorangan, kelompok, Swasta, pemerintah) yang memiliki kepentingan tertentu untuk menarik dukungan dari pihak pihak yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang, sehingga target yang diinginkan tercapai. Pendekatan secara persuasif menurut pendapat ini lebih dikemukakan pada pihak pelobi dengan demikian dibutuhkan keaktifan untuk pelobi untuk menunjang kegiatan tersebut Menurut Pramono (1997) lobi merupakan suatu pressure group yang mempraktekkan kiat-kiat untuk mempengaruhi orang-orang dan berupaya mendapatkan relasi yang bermanfaat. Pola ini lebih menekankan bahwa lobby untuk membangun koalisi dengan organisasi- organisasi lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan untuk melakukan usaha bersama. Digunakan pula untuk membangun akses guna mengumpulkan informasi dalam isu-isu penting dan melakukan kontak dengan individu yang berpengaruh. Maschab (1997) lebih menekankan bahwa lobbying adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh suatu pihak untuk menarik atau memperoleh dukungan pihak lain. Pandangan ini mengetengahkan ada dua pihak atau lebih yang berkepentingan atau yang terkait pada suatu obyek, tetapi kedudukan mereka tidak sama. Dalam arti ada satu pihak yang merasa paling berkepentingan atau atau paling membutuhkan, sehingga kemudian melakukan upaya yang lebih dari yang lain untuk memcapai sasran atau obyek yang diinginkan. Pihak yang paling berkepentingan inilah yang akan aktif melakukan berbagai cara untuk mencapai obyek tersebut dengan salah satu caranya melakukan lobbying. Dengan demikian ada upaya dari pihak yang berkepentingan untuk aktif melakukan pendekatan kepada pihak lain agar bisa memahami pandangan atau keinginanmya dan kemudian menerima dan mendukung apa yang diharapkan oleh pelaku lobbying. Meskipun bentuknya berbeda, pada esensinya lobbying dan negosiasi mempunyai tujuan yang sama yaitu menggunakan tehnik komunikasi untuk mencapat target tertentu. Dibandingkan dengan negosiasi yang merupakan suatu proses resmi atau formal, lobbying merupakan suatu pendekatan informal. Karakteristik Lobbying a. Bersifat tidak resmi/ Informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati . b. Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa, atau dengan surat c. Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih atau dipergunakan dapat mendukung dan menciptakan suasan yang menyenangkan, sehingga orang dapat bersikap rilek dan d. Pelaku /aktor atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja yakni pihak yang bekepentingan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan, pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau ormas, atau pihak lain yang terkait pada obyek lobby. e. Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk perantara f. Arah pendekatan dapat bersifat satu arah pihak yang melobi harus aktif mendekati pihak yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian. Target Kegiatan Lobi : a. Mempengaruhi kebijakan. b. Menarik dukungan c. Memenangkan prasyarat kontrak/ dalam kegiatan /bisnis d. Memudahkan urusan e. Memperoleh akses untuk kegiatan berikutnya. f. Menyampaikan informasi untuk memperjelas kegiatan. F. Negosiasi Negosiasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lainnya. Ada juga yang berpendapat bahwa Negosiasi adalah proses perundingan dua belah pihak atau lebih yang masing-masing memiliki sesuatu yang dibutuhkan oleh pihak lainnya untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. Selanjutnya Negosiasi adalah suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan dimasa mendatang. Lainnya, Negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara dua pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut. Dalam komunikasi bisnis, Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan. Perbedaan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu titik temu dan dasar motivasi untuk mencapai kesepakatan baru. Kapan Harus Bernegosiasi Ibarat sebuah persahabatan, negosiasi memerlukan trik dan strategi. Sifat manusia umumnya tidak mau kalah, tidak mau dipaksa dan tidak mau ditindas. Oleh karena itu win-win solution adalah jalan dan pilihan terbaik. Mengetahui cara bernegosiasi yang benar sangat menguntungkan posisi kita dibidang sosial, lebihlebih dibidang bisnis.Lalu kapan sebenarnya upaya negosiasi diperlukan ? Menurut pakar Negosiasi, Arbono Lasmahadi ( 2005 ), upaya negosiasi diperlukan apabila : 1. Kita tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi atau mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. 2. Kita tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang kita inginkan 3. Terjadi konflik antar pihak-pihak, yang masing-masing pihak tidak mempunyai cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas untuk menyelesaikannya secara sepihak. 4. Keberhasilan kita dipengaruhi oleh kekuasaan atau otoritas dari pihak lain Cara Menetapkan Keputusan Negosiator yang baik hendaknya membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan dilakukan, agar berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Negosiasi adalah cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima beberapa pihak dan menyetujui bagaimana tindakan yang akan dilakukan. Ujung dari negosiasi adalah poin kesepakatan yang diambil kedua belah pihak. Negosiasi berpotensi untuk terjadinya konflik mulai awal hingga akhir pembicaraan. Negosiasi dapat menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu baik berupa barter ataupun bargaining. Umumnya negosiasi dilakukan hampir selalu berbentuk tatap-muka, menggunakan bahasa lisan, gerak/bahasa tubuh maupun ekspresi wajah. Ada tiga konsep penting yang harus dipahami oleh seorang negosiator, untuk membangun kerangka dasar pengambilan keputusan, yaitu : a. Best Alternative to a Negotiated Agreement (BATNA), adalah langkahlangkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang negosiator bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan. Misalnya mengenai pesangon yang akan dibayarkan oleh pengusaha dalam proses PHK tidak dapat disepakati oleh pihak pekerja, maka ada dua pilihan yang bisa ditawarkan oleh pihak pengusaha yaitu mencoba untuk melakukan trade off dengan pasal penambahan cuti atau meninggalkan perundingan bila tidak ada tanda-tanda positif dari pihak pekerja untuk beranjak dari posisinya saat itu. b. Reservation price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi. Sebagai contoh : Negosiator dari pihak pekerja akan menyepakati hasil perundingan secara keseluruhan, apabila minimum 5 dari 10 usulan mereka dapat diterima oleh pihak perusahaan. c. Zone of Possible Agreement atau disingkat ZOPA, yaitu suatu zona atau area yang memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi. Rujukan : Dari berbagai sumber