DELIRIUM PADA PASIEN RAWAT INAP DENGAN SKIZOFRENIA: SEBUAH LAPORAN KASUS 1 Made Ayu Dwi Pradnyawati, 2Nyoman Ratep, 3Wayan Westa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali ABSTRACT Delirium is psychiatric disorder characterized by conciousness state impairment, disorientation, and affective alteration, including cognitive and non-cognitive deficite, and developed in acute onset. Delirium stand in organic mental disorder group, which has many similarity of signs and symptoms with psycotic mental disorder as schizophrenia. Delirium, particularly that is not related with alcohol and drug abuse, frequently found in elderly. Some cases of delirium among inpatient psychiatric patients have been reported, but just few further studies have been held on those cases. This case report try to deliver a case of delirium in a 65 y.o. inpatient paranoid type schizophrenia. This patient showed sign of severe disorientation during his treatment. In psychiatric assesment, stated male patient with inappropriate appearance, contact avoidance, decrease of conciousness, and severe disorientation. Mood/affect found irritable/appropriate. Patient experienced delution and hallucination. He suspected with undetected dementia as underlying disease. Keywords: Delirium, inpatient, dementia DELIRIUM IN HOSPITALIZED PATIENTS WITH SCHIZOPHRENIA: A CASE REPORT ABSTRAK Delirium merupakan suatu kondisi kejiwaan yang ditandai dengan gangguan kesadaran, disorientasi dan perubahan afektif, melibatkan gangguan kognitif maupun non-kognitif yang terjadi dengan onset akut. Delirium berada dalam kelompok gangguan mental organik, dan memiliki banyak kemiripan gejala dengan gangguan mental psikosis seperti skizofrenia. Kejadian delirium, terutama yang tidak terkaitdengan penyalahgunaan alkohol dan zat terlarang, seringkali ditemukan pada pasien usia tua. Insiden delirium pada pasien rawat inap dengan gangguan jiwa sebelumnya telah sering dilaporkan, namun masih jarang dikaji. Laporan ini membahas kasus delirium pada pasien laki-laki berusia 65 tahun yang tengah menjalani rawat inap dengan diagnosis awal skizofrenia paranoid remisi tidak sempurna yang menunjukkan gejala disorientasi berat selama masa perawatannya. Dari status psikiatri didapatkan penampilan tidak wajar, kontak verbal dan visual kurang, kesadaran berkabut, disorientasi waktu, tempat, dan orang. Mood/afek irritable/appropriate. Terdapat waham curiga. Terdapat halusinasi auditorik dan visual. Terdapat dugaan telah ada kondisi demensia yang mendasari sebelumnya. Kata kunci: Delirium, demensia, rawat inap sehingga seringkali dijadikan indikator PENDAHULUAN Delirium merupakan bagian dari sindrom neuropsikiatri dengan perubahan yang level perhatian, dan kognisi ditandai kesadaran, secara global dengan onset mendadak. Saat ini, delirium banyak dikaitkan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas di kalangan penderitanya.1Berbagai faktor diketahui meningkatkan risiko terjadinya delirium, antara lain usia tua, riwayat prosedur pembedahan, metabolik, infeksi penyakit kronis, kelainan vaskular, stroke iskemik, kerusakan kognitif, dan penyakit neurogeneratif seperti Alzheimer, degenerasi lobus frontotemporal, penyakit Parkinson, penyakit prion, dan gangguan depresi.2 Diantara berbagai faktor risiko tersebut, usia tua merupakan faktor risiko terkuat yang diyakini mempengaruhi kejadian delirium, yaitu mempengaruhi diagnostik yang penting. Hingga saat ini diketahui tiga diketahui, jenis yaitu (1) delirium yang Delirium tipe hiperaktif, (2)Delirium tipe hipoaktif, dan (3)Delirium tipe campuran.2,3 Gejala yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah adanya hendaya fungsi kognitif yang onsetnya mendadak, gangguan kesadaran, perhatian, daya ingat, serta terganggunya kemampuan di bidang perencanaan dan organisasi. Selain itu, pasien sering datang dengan keluhan atau dikeluhkan mengalami gangguan pola tidur, mengalami perubahan proses pikir, alterasi afek, persepsi, dan tingkat keaktifan, yang walaupun tidak signifikan bermakna namun identifikasi serta bermanfaat dalam penatalaksanaan delirium.2,4 Delirium merupakan status sekitar 40% pasien lanjut usia yang kejiwaan yang jarang berdiri sendiri.3 menderita gangguan medis lain. Kejadian Kondisi delirium akibat penyalahgunaan delirium juga banyak mengikuti prosedur alkohol dan zat tertentu mudah ditegakkan operasi, terutama yang berkaitan dengan dengan penelusuran riwayat penyakit. Di patah tulang mayor, pemasangan graft luar kondisi tersebut, delirium juga dapat kardiovaskular, dan transplantasi organ, merupakan suatu kondisi ikutan akibat dengan kisaran 9-87%, bergantung pada gangguan yang telah dialami sebelumnya. 5 usia, Misalnya, pada pasien usia tua, demensia jenis intervensi, dan vaskular bawaan atau infeksi. penyakit 1 merupakan salah satu kondisi yang sering Gejala delirium sangat beragam, dan walaupun tidak spesifik, gejala delirium ditemukan fluktuatif sangat nyata dikaitkan dengan kejadian delirium. Onset yang cepat dalam perjalanan penyakit delirium menjadi tantangan tersendiri dalam pengidentifikasian sindroma ini, pertanyaan sambil menatap ke arah lain. terutama apabila kondisi delirium muncul Dalam saat pasien sedang menjalani perawatan di menggunakan pusat sesekali diselingi dengan bahasa daerah layanan kesehatan. Terdapat menjawab pertanyaan, Bahasa menjawab pasien Indonesia berbagai faktor yang dapat mempengaruhi Bali, secara perubahan status mental pasien sehingga intonasinya seringkali tidak jelas. yang singkat, dan kejadian delirium dengan latar pasien Pasien dapat menyebutkan nama psikiatri yang sedang menjalani rawat inap dan alamat asalnya dengan benar. Pasien menarik untuk dikaji. juga dapat mengenali keluarga yang mengantar sebagai anak dan menantunya. ILUSTRASI KASUS Namun saat ditanya tempatnya berada saat Pasien laki-laki berumur 65 tahun, wawancara, pasien menjawab, “Di pura suku Bali, datang pertama kali ke UGD Besakih”. Pasien dapat mengulang tiga RSUP Sanglah diantar oleh anak dan nama benda saat diminta, yaitu buku, menantu pulpen, pasien. dalam posisi Pasien diwawancara dan senter. Pasien dapat duduk, awalnya tidak menyebutkan pekerjaannya adalah sebagai pakaian dan hanya petani yang bekerja menggarap sawah mengenakan kain warna putih untuk milik sendiri. Saat diminta menyebutkan menutup kembali tiga nama benda sebelumnya, mengenakan tubuhnya. Pasien mau mengenakan pakaian setelah disuruh oleh pasien anaknya. Pasien dengan rambut tercukur menolak menjawab pertanyaan hitungan pendek, kulit sawo matang, dan kuku sederhana 100 dikurangi tujuh.Pasien tidak terpotong dan terkesan kotor. Raut wajah menjawab saat ditanya jumlah kabupaten pasien terlihat kesal, kedua matanya di Bali dan saat ditanya mengenai nama merah, terlihat gelisah, dan sering berubah presiden posisi dan menjawab, “Tidak suka.” Selanjutnya sebaliknya. Pasien berkali-kali menoleh ke pasien mengucapkan “tidak suka” berkali- kanan dan kiri, serta sering tiba-tiba duduk kali walaupun tanpa ditanya. dari duduk ke berdiri menolak Indonesia menjawab. saat ini, Pasien pasien bersila dan mencakupkan tangan seperti Pasien tidak mengetahui alasan sedang sembahyang. Pasien juga berkali- mengapa dirinya dibawa ke rumah sakit. . kali mengatakan ingin pergi ke luar Pasien mengatakan bahwa saat ini ia ruangan Selama merasa marah karena pembagian warisan diwawancara pasien tidak selalu menatap yang tidak adil oleh saudaranya. Pasien mata pemeriksa dan sering menjawab juga mengatakan ada dewa yang masuk pemeriksaan. lewat kepalanya, menyuruh pasien untuk hari rajin sembahyang agar dapat terhindar dari mengalami perubahan perilaku, dimana guna-guna pasien menjadi sedikit bicara dan sering dan ilmu hitam. Pasien mengakui sering mendengar suara-suara, sebelumnya, pasien dikatakan terlihat melamun. berupa suara lelaki dan wanita yang Sebelumnya pasien sudah pernah mengatakan bahwa dirinya akan dicelakai dirawat di RSUP Sanglah sekitar 3 tahun dan dikenai guna-guna. Pasien tidak ingat yang lalu selama 10 hari dengan keluhan bahwa dirinya pernah mengamuk dan sering bicara sendiri. Setelah dipulangkan berkata keras. Pasien mengaku tidak bisa dari rumah sakit, kondisi pasien dikatakan tidur. Selama wawancara pasien sering membaik. menolak menjawab pertanyaan pemeriksa secara rutin dan meminum obat secara dan lebih sering diam saja. Beberapa kali, teratur. Perkembangan pasien selanjutnya pasien berdiri, berjalan ke sembarang arah, dikatakan semakin baik, pasien dapat tidur dan menengok ke dalam ruangan lain yang dan beraktivitas dengan baik serta tidak ada di sekitar tempat pemeriksaan. pernah bicara sendiri lagi. Hanya saja Berdasarkan pasien kontrol wawancara sejak pernah dirawat di rumah sakit, pasien dengan anak dan menantu yang tinggal dikatakan menjadi jarang bersosialisasi ke serumah dengan pasien, pasien dibawa ke luar rumah dan hanya berkomunikasi rumah sakit karena marah-marah dan seperlunya dengan anggota keluarga yang mengamuk. Pasien mulai marah dan lain. Penyakit pasien tidak pernah kambuh mengamuk sejak satu hari sebelum masuk lagi rumah menganggap pasien sudah sembuh dan sakit. hasil Selanjutnya Pasien mengamuk di sehingga pasien keluarga lingkungan rumah dan sekitarnya. Pasien memutuskan sempat memukul kepala salah satu anggota pengobatan sejak 3 bulan yang lalu. keluarga hingga terluka karena merasa Pasien untuk dan tidak menghentikan memiliki riwayat orang tersebut akan mencelakai dirinya. penyakit lain, riwayat trauma tidak ada, Sejak 7 hari sebelum dibawa ke rumah riwayat alergi tidak ada. Riwayat penyakit sakit, pasien dikatakan tidak tidur di dan malam hari. Setiap malam, pasien mondar- dikatakan tidak ada. Riwayat pengobatan mandir sambil membawa kayu atau batu untuk keluhan saat ini pasien belum sambil bicara sendiri dan marah-marah mendapat pengobatan apapun. sambil menyebut nama gangguan jiwa dalam keluarga saudara- Di kediamannya, pasien tinggal saudaranya. Pasien juga menolak setiap serumah dengan istri, seorang anak, kali diingatkan untuk makan. Beberapa seorang menantu, dan dua orang cucu. Hubungan dengan keluarga dikatakan diri. baik-baik saja, walaupun sejak dirawat pemeriksaan dan pemahaman pasien akan untuk keluhan sebelumya hubungan pasien penyakitnya yaitu tilikan I. dengan keluarga menjadi tidak begitu Psikomotor Pasien meningkat didiagnosis dengan dekat. Dalam kesehariannya, keluarga Skizofrenia mengatakan bahwa sebelum sakit pasien Sempurna, dengan diagnosis multiaxial adalah seorang yang ramah dan pekerja sebagai keras. Pasien dulunya rajin bekerja di Paranoid Remisi Tidak Sempurna, Axis II sawah, dan sering menghabiskan waktu tidak ada diagnosis, Axis III Hipertensi dengan mengobrol dengan tetangga sekitar grade II, Axis IV masalah psikososial dan di warung dekat rumah. Pasien jarang lingkungan lainnya, dan Axis V GAF saat bercerita rumah ini adalah 30-21. Pasien diterapi dengan tengah pemberian Stelazin 2x 2,5 mg dan dihadapinya. Pasien tidak merokok dan Lorazepam 1x 0,5 mg dengan rencana tidak mengkonsumsi alkohol. perawatan masuk rumah sakit selama 7 kepada mengenai keluarga masalah di yang Dari pemeriksaan fisik didapatkan Paranoid saat berikut: Axis Remisi I Tidak Skizofrenia hari. tekanan darah pasien 140/90 mmHg, Dari hasil pencatatan dengan tanda vital lainnya dalam batas perkembangan harian pasien, didapatkan normal. tidak bahwa setelah 2 hari diterapi dengan ditemukan kelainan demikian pula pada pengobatan tersebut diatas, pasien tidak pemeriksaan neurologis tidak ditemukan menunjukkan perubahan ke arah yang defisit pemeriksaan membaik. Pada hari keempat perawatan, didapatkan penampilan tidak didapatkan pasien sering bicara sendiri. Status general neurologis. psikiatri Pada pasien wajar, kontak verbal dan visual kurang, Pasien kesadaran jernih, orientasi waktu, dan mengamuk, namun masih berbicara sendiri orang baik, orientasi tempat kurang, mengenai hal-hal yang sulit dimengerti kemampuan sulit bahkan oleh keluarganya sendiri. Pasien dievaluasi, daya ingat sulit dievaluasi, menyapa orang-orang disekitarnya berkali- intelengensia sulit dievaluasi. Mood/afek kali dengan suara keras. Pasien juga tidak irritable/appropriate. Bentuk pikir non- mau duduk diam, berjalan berkeliling, logis sambil menyalami dan menyuruh setiap berpikir non-realis, arus abstrak pikir asosiasi tidak yang lagi marah-marah ditemuinya dan longgar. Terdapat waham curiga. Terdapat orang untuk halusinasi auditorik dan visual. Terdapat bersembahyang. Pasien tidak ingat akan masalah tidur, terdapat masalah mengurus namanya dan tidak dapat mengenali anggota keluarganya. Pasien mengulang- Axis V GAF saat ini adalah 30-21. Terapi ulang bahwa dirinya adalah seseorang medikamentosa pasien diganti dengan yang pemberian Haloperidol 2x 0,5 mg dan dikirim oleh Tuhan untuk menyebarkan agama. pemberian obat anti hipertensi. Dalam 1x Pada pasien dilakukan pemeriksaan 24 jam, pasien tidak mengalami perbaikan. fisik ulang dengan didapatkan tekanan Dikatakan oleh keluarga bahwa pasien darah 160/100 mmHg dengan tanda vital menjadi lebih gelisah. Terapi pasien lain normal. diganti menjadi Pemeriksaan general dan neurologis masih dengan meneruskan dalam batas normal. Pada pemeriksaan antihipertensi, selanjutnya kondisi pasien psikiatri dilaporkan masih dalam batas didapatkan penampilan tidak Risperidon 2x2 pemberian membaik. Pasien mg obat kembali wajar, kontak verbal dan visual kurang, mengenali keluarganya dan perilakunya kesadaran berkabut, disorientasi waktu, menjadi lebih tenang. tempat, dan orang. Kemampuan berpikir abstrak masih sulit dievaluasi, daya ingat sulit dievaluasi, intelengensia dievaluasi. sulit Mood/afek irritable/appropriate. Bentuk pikir nonlogis non-realis, arus pikir asosiasi longgar. Terdapat waham curiga. Terdapat halusinasi auditorik dan visual. Siklus tidur terganggu, dan pasien mengalami penurunan kemampuan mengurus diri yang sangat kentara. Psikomotor saat pemeriksaan meningkat. Setelah dilakukan penilaian ulang kondisi pasien, diagnosis kerja pasien diubah menjadi Bertumpangtindih Demensia DISKUSI Delirium dengan diagnosis multiaxial sebagai berikut: Axis I Delirium Bertumpangtindih Demensia, Axis II tidak ada diagnosis, Axis III Hipertensi grade II, Axis IV masalah psikososial dan lingkungan lainnya, dan Pasien dalam laporan kasus ini didiagnosis Delirium dengan dengan Bertumpangtindih diagnosis Demensia, setelah sebelumnya sempat ditegakkan diagnosis Skizofrenia Paranoid Remisi Tidak Sempurna. Kedua diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan kriteria yang tercantum dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ-III), dimana kedua diagnosis tersebut tergolongkan dalam dua golongan diagnosis yang berbeda. Skizofrenia Paranoid Remisi Tidak Sempurna berada di golongan kedua yaitu kelompok gangguan mental psikosa. Sementara Delirium Bertumpangtindih Demensia tergolong dalam kelompok gangguan mental organik.6 penyakit Menurut Maramis, gangguan otak Saat datang ke rumah sakit, pasien organik dan fungsional tergolong dalam menunjukkan gejala berupa perubahan kelompok psikosis. Dijelaskan bahwa afek psikosis gangguan bersamaan dengan gangguan proses pikir kejiwaan yang terutama ditandai dengan yang ditandai dengan arus pikir asosiasi hilangnya rasa dalam menilai kenyataan longgar, isi pikir berupa halusinasi dan (sense of reality).7 Tanda tersebut berupa waham (berupa waham curiga), serta perubahan afek dan emosi, gangguan bentuk pikir yang tidak logis dan tidak proses berpikir, perubahan psikomotorik. nyata. Pasien juga mengalami insomnia Menninger menyebutkan bahwa ada lima dan menunjukkan gejala hipobulia. Gejala- sindrom klasik yang menyertai sebagian gejala tersebut telah dialami selama satu besar pola psikotik, yaitu: (1) perasaan minggu sedih, bersalah, dan tidak mampu yang sakit.Walaupun telah menunjukkan gejala mendalam, (2) keadaan terangsang yang khas tidak menentu dan tidak terorganisir, diagnosis masih sulit ditegakkan bila disertai dengan perubahan motorik dan melihat onset munculnya gejala yang baru bicara yang berlebihan, (3) regresi ke arah satu minggu, sementara kriteria diagnosis autisme berupa manerisme pembicaraan mensyaratkan dan perilaku, isi pikiran berwaham, dan berlangsung sekurang-kurangnya selama sikap acuh terhadap harapan sosial, (4) satu preokupasi disertai mengenai riwayat penyakit sebelumnya kecurigaan, kecenderungan membela diri, dari pasien digunakan untuk mendukung dan rasa kebesaran, serta (5) keadaan penegakan bingung dan delirium dengan disorientasi riwayat telah pernah menjalani perawatan dan merupakan yang halusinasi.6,7 suatu berwaham, dominan sebelum skizofrenia, yang muncul masuk namun gejala rumah penegakan yang telah bulan.(PPDGJ-III).Penggalian diagnosis. Pasien dengan psikosa untuk gangguan kejiwaan serupa tiga dibagi ke dalam dua kelompok besar, tahun yang lalu. Gejala yang dialami saat seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu itu memiliki kemiripan dengan gejala khas sindroma psikosa organik dan sindroma psikotik psikosa Selanjutnya yang fungsional.7 Selanjutnya, yang dialami saat ini, mengarahkan kecurigaan bahwa gejala saat perpotongan dan kemiripan gejala antara ini merupakan episode lanjutan dari kedua kelompok penyakit tersebut akan penyakit yang telah dialami sebelumnya. dijadikan dasar dalam membahas kasus Riwayat tersebut sekaligus menjadi dassar dalam laporan ini. penegakan diagnosis skizofrenia paranoid dengan klasifikasi remisi tidak sempurna, dengan mempertimbangkan keadaan pasien yang mengalami putus pengobatan. Kecurigaan bahwa pasien mengalami delirium muncul setelah pasien menunjukkan perkembangan gejala disorientasi yang sangat jelas. Pasien tidak dapat mengenali anggota keluarganya dan mengalami kebingungan diragukan sebagai penyebab utama dari delirium yang dialami oleh pasien. Selanjunya dilakukan pengkajian ulang mengenai status kejiwaan pasien untuk menilai kelainan lain yang paling sering menyertai kejadian delirium pada pasien usia tua, yaitu demensia. tentang Demensia merupakan kumpulan tempatnya berada. Gejala tersebut muncul gejala yang muncul ditandai dengan tiba-tiba, bersamaan dengan perubahan gangguan fungsi kognitif yang kejadiannya perilaku pasien yang menjadi lebih agresif bersifat kronik progresif, dan karena dan melibatkan gangguan fungsi otak, maka bicara lebih banyak dan sulit irreversibel.5 dihentikan. Gejala tersebut memenuhi sifatnya kriteria diagnosis untuk delirium. Melihat biasanya muncul dalam berbagai bentuk latar belakang sosial pasien, dimana pasien defisit kognitif meliputi daya ingat, daya tidak memiliki riwayat penyalahgunaan pikir, orientasi, daya tangkap, kemampuan obat-obatan berhitung, belajar, dan berbahasa, serta dan zat tertentu, maka diagnosis yang muncul kemudian adalah penurunan daya delirium, bukan akibat alkohol dan zat gangguan fungsi psikoaktif lainnya.8 demensia juga Tergolong sebagai salah satu gangguan mental organik, pada kasus delirium yang tidak terkait dengan alkohol dan zat psikoaktif, perlu dilakukan penelusuran pada kondisi yang mungkin menyertai atau menyebabkan keadaan 8 delirium tersebut. Dari hasil pemeriksaan pasien, kelainan organik yang sementara ini ditemukan pemeriksaan fisik melalui adalah prosedur adanya peningkatan tekanan darah yaitu terukur 160/100 mmHg. Tanpa adanya kelainan lainnya, kondisi hipertensi masih Gejala nilai. Di luar kortikal, sering tersebut dari penderita menunjukkan perubahan perilaku dan gangguan fungsi pengendalian emosi.(PPDGJ-III). Setiap pasien gangguan jiwa yang termasuk dalam kategori usia lanjut (>60 tahun), seharusnya menjalani skrining untuk menilai adanya kondisi demensia yanng telah ada sebelumnya.5,8 Pada pasien, upaya tersebut mengalami kendala karena saat pertama kali tiba di rumah sakit pasien sulit diajak berkomunikasi, sering menolak menjawab kooperatif pertanyaan, selama dan kurang pemeriksaan berlangsung. Melihat kondisi pasien yang mengalami disorientasi dengan kejiwaan dimungkinkan karena variasi keterangan dari keluarga bahwa sejak sakit gejala yang muncul antara satu pasien tiga tahun yang lalu pasien tidak pernah dengan pasien lain bersifat sangat luas. kembali Selain kemiripan gejala, dapat terjadi menjadi berat, benar-benar normal, diputuskan untuk menegakkan diagnosis kesalahan sementara Bertumpangtindih anamnesis yang kurang tajam terhadap Demensia, hingga dilakukan pemeriksaan pasien. Kejadian delirium pada pasien lanjutan psikotik yang tengah menjalani rawat inap Delirium yang diagnosis dapat tersebut. mengkonfirmasi Sementara proses diagnosis akibat itu, telah sering dilaporkan. Didapatkan bahwa penatalaksanaan difokuskan pada kondisi kejadian delirium pada pasien psikotik delirium. yang Berdasarkan mengenai sebuah fenomena melibatkan 100 penelitian delirium pasien lanjut yang usia, didapatkan bahwa secara garis besar gejala delirium dibagi menjadi gejala kognitif dan gejala non-kognitif.4 Gejala kognitif yang paling sering ditemukan adalah tengah menjalani rawat inap dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi usia, kelainan organik yang diderita, dan riwayat penggunaan zat.Penggalian riwayat penting dilakukan karena akan berpengaruh terhadap penatalaksanaan terhadap pasien itu sendiri. Penatalaksaan psikosis pada gangguan siklus tidur dan gangguan dasarnya bergantung pada kondisi pasien. perhatian, Perawatan sementara disorientasi inap di rumah sakit merupakan gejala defisit kognitif. Pasien direkomendasikan bagi pasien dengan dengan kondisi vital yang tidak stabil, berperilaku gangguan psikosis ditemukan memiliki salah satu diantara gangguan mengganggu persepsi berpotensi membahayakan diri sendiri, dan atau delusi, namun tidak lingkungan mengalami keduanya secara bersamaan. orang-orang Gejala psikotik positif seperti munculnya pengobatan medikamentosa yang dapat halusinasi dan waham tidak berkaitan dipilih adalah klorpromazin, tioridazin, dengan gangguan kognitif.4,8 Pada kasus trifluoperazin, atau haloperidol.9 Dalam ini, gangguan isi pikir memang telah pemberian obat, dianjurkan untuk memulai dialami dari dosis efektif terkecil dengan tujuan oleh pasien sejak riwayat mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Perubahan atau penambahan diagnosis pada pasien dengan gangguan disekitarnya. sekitar, menekan efek samping obat. Pilihan Pasien mendapat terapi stelazine dan lorazepam. Stelazine merupakan obat antipsikotik tipikal dari golongan phenothiazine yang pada memiliki rantai piperazine. Sementara memberikan lorazepam adalah obat antianxietas dari Perbaikan baru didapat setelah pemberian golongan ini Risperidon. Risperidon juga tergolong diberikan kepada pasien karena pasien sebagai obat antipsikotik. Berbeda dengan mengalami haloperidol yang merupakan antipsikotik benzodiazepine. gangguan Obat siklus tidur (insomnia).10 Standar Pelayanan Medis RSUP Sanglah Denpasar tahun 2009, penderita gangguan mental organik yang menjalani rawat inap mendapat mg/hari, berupa lingkungan Haloperidol yang 1-5 nyaman, psikoterapi suportif, dan terapi perilaku. Setelah ditegakkan diagnosis delirium pada pasien ini, terapi medikamentosa pasien segera diganti menjadi Haloperidol 2x0,5 mg. Haloperidol merupakan agen antipsikotik yang bekerja menghambat reseptor dopaminergik D1 dan D2 yang terletak di post sinaps mesolimbik. Dengan menghambat rangsangan dopamin, akan berakibat penekanan hipotalamus jumlah yang hormon dilepaskan. Penghambatan tersebut juga diharapkan akan ini Haloperidol efek yang tidak diharapkan. tipikal, risperidon termasuk ke dalam Berdasarkan pengobatan pasien menghambat kerja Reticular Activating System (RAS) sehingga akan mempengaruhi metabolisme basal tubuh, temperatur, kesiagaan, tonus vasomotor, dan juga pusat emetik.9 Pilihan obat tersebut seharusnya tepat diberikan kepada pasien yang menunjukkan peningkatan psikomotor seperti pada kasus. Namun, kelompok antipsikotik atipikal. Mekanisme kerja antipsikotik atipikal hingga saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, diyakini bahwa selain bekerja menghambat reseptor dopaminergik tipe 2 (D2), risperidon juga bekerja menghambat reseptor serotonin tipe 2 (5HT2).11 DAFTAR PUSTAKA 1. MacLullich AM, Beaglehole A, Hall RJ, Meagher DJ. Delirium and longterm cognitive impairment. Int Rev Psychiatry 2009; 21: 30–42 2. Witlox J, Eurelings LS, de Jonghe JF, Kalisvaart KJ, Eikelenboom P, van Gool WA. Delirium in elderly patients and the mortality, risk of postdischarge institutionalization, and dementia: a meta-analysis. JAMA 2010; 304: 443–51 3. Christine M. Ruby, Jeffrey T. Sherer. Sue Fosnight. Delirium in the Elderly. PSAP-VII 2009: 74-96 4. Donna Fick, Lorraine Mion. Assesing and Managing Delirium in Older Adult With Dementia. The Hartford Institute for Geriatric Nursing dalam Systemic Review of Evidence. Health AJN 2008; 108(1): 1-3 Services Research and Development 5. Raj N. Kalaria, Elizabeta B. Service 2011: 14-43 Mukaetova. Delirium, Dementia, and 9. David Meagher, Maeve Leonard. The Senility. Actaneuropatol 2010; 119: Active Management of Delirium: 737-54 Improving Detection and Treatment. 6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Washington, Edisi DC, IV. American Psychiatric Association; 1994. 7. Maramis WF, Catatan Advances in Psychiatric Treatment 2008; 14: 292-301 10. R. Balaraman dan Hardik Gandhi. Asenapine, A New Sublingual Atypical Antipsichotic. Journal of Ilmu Pharmacology and Kedokteran Jiwa. Edisi I. Surabaya: Pharmacotherapeutics 2010; 1(1): 60- Airlangga University Press; 2005 61 8. Rebecca Rossom, Pauline Anderson, 11. Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Nancy Greer. Delirium: Screening, Obat Psikotropik. Edisi III. Jakarta: Prevention, PT. Nuh Jaya; 2007 And Diagnosis- A