PATOFISIOLOGI Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari multipel neurotransmiter. Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium adalah asetilkolin dan daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas asetilkolin di otak. Mekanisme patofisiologi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron non adrenergiknya. Neurotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan glutamat. a. Obat dan Delirium Lansia lebih sensitif terhadap efek obat atau dosis rendah dan secara khusus beresiko delirium pada saat lebih besardari obat yang digunakan. Obatobatan yang melewati sawar darah otak menyebabkan delirium. Delirium karena toksisitas obat juga disebabkan oleh obat-obatan dengan 'indeks terapi sempit', meskipun beberapa obat seperti digoxin dilaporkan menyebabkan delirium pada keadaan normal. Pasien dengan intoksikasi alkohol dapat menyebabkan delirium selama perawatan meskipun withdrawal alkohol dapat menyebabkan delirium 13 hari setelah dirawat, seperti withdrawal ( reaksi putus obat) hipnotik dan sedatif. Obat paling sering menyebabkan delirium adalah sedatif dan hipnotik, antikolinergik dan narkotik. Penggunaan preparat ini sebaiknya berhati-hati pada lansia, khususnya pada gangguan kognitif sebelumnya. Jika obat ini harus dipakai sebaiknya dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan. Obat hipoglikemi, khususnya kerja sedang dapat menyebabkan hipoglikemi yang juga bermanifestasi konfusio. Beberapa peneliti mengatakan bahwa delirium terjadi karena terdapat kerusakan metabolisme oksidatif serebral dan abnormalitas pada beberapa neurotransmitter. Berikut terdapat beberapa hipotesis mengenai delirium: a. Asetilkolin Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung. Pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini dan pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga meningkat. b. Dopamine Pada otak, hubungan timbal balik muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Gejala simptomatis membaik dengan pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamine. c. Neurotransmitter lainnya Delirium tremens pada akibat lepas zat alkohol dapat terjadi pada individu dengan gizi baik yang mendapat sejumlah besar alkohol kemudian di berhentikan mendadak. Delirium tremens relatif jarang terjadi pada abstinensi alkohol. Defisiensi neurotransmitter asetilkolin sering dihubungkan dengan sindrom delirium. Penyebabnya antara lain gangguan metabolisme oksidatif di otak yang dikaitkan dengan hipoksia dan hipoglikemia. Faktor lain yang berperan antara lain meningkatnya sitokin otak pada penyakit akut. Ketiga penyebab tersebut akan mengganggu tranduksi sinyal neurotransmitter serta second messenger system. Pada gilirannya kondisi tadi akan memunculkan gejala-gejala serebral dan aktivitas psikomotor yang terdapat pada delirium. Alkohol maupun zat lainnya mampu menghambat sinyal di sistem saraf pusat. Selain itu alkohol juga menekan kinerja sistem saraf pusat serta meningkatkan aktivitas asam gamma aminobutyric (GABA) dan melemahkan glutamin. Sehingga alkohol bisa menyebabkan delirium. d. Mekanisme peradangan/inflamasi Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6, dapat menyebabkan delirium. Saat terjadi proses infeksi, inflamasi dan paparan toksik dalam tubuh, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, dihubungkan dengan hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6. e. Mekanisme reaksi stress Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium. f. Mekanisme struktural Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak. Gambar 1. Patofisiologi delirium