P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 Rekonsiliasi Penggunaan Obat Yang Menyebabkan Delirium pada Pasien Lanjut Usia Sebelum Dirawat di Rumah Sakit Pendidikan Immanuel Bandung (Medication Reconciliation in Elderly Patients Presenting With Delirium in Immanuel Teaching Hospital Bandung) Yesi Gusnelti1*; Vera2; & Sri Marlina2 1Sekolah 2Rumah Farmasi, Institut Teknologi Bandung Sakit Pendidikan Immanuel Bandung *Corresponding email: [email protected] ABSTRAK Lansia sangat rentan terhadap delirium atau gangguan mental organik yang bersifat akut. Faktor pemicu delirium yang paling sering adalah obat. Penelitian ini dilakukan terhadap pasien lansia yang dirawat di RS Immanuel Bandung dengan delirium. Meskipun formulir rekonsiliasi obat harus diisi sebagai standar pelayanan RS yang berorientasi pada patient safety, pada kenyataannya pengisian formulir ini sering terlewatkan. Penelitian ini hendak mengidentifikasi obat apa saja yang paling banyak memicu delirium pada pasien lansia dan hambatan apa saja yang ditemui dalam pengisian formulir rekonsiliasi obat di RS Immanuel Bandung. Rekonsiliasi obat dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pasien ataupun keluarga pasien. Dari beberapa kasus delirium yang ditemukan, terdapat penyebab utama delirium pasien yaitu disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang bekerja pada sistem saraf pusat. Selain itu ditemukan adanya hambatan dalam pengisian formulir rekonsiliasi obat, yaitu pasien/keluarga pasien kurang terbuka untuk diwawancarai, takut ditanya, lupa dengan obat yang biasanya dikonsumsi pasien, dan pasien dengan obat racikan. Kata Kunci: rekonsiliasi obat, lansia, delirium PENDAHULUAN pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke Berdasarkan Menteri rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di kesehatan primer dan Rumah Sakit, rekonsiliasi obat merupakan pendidikan Immanuel sendiripun sebenarnya proses membandingkan instruksi pengobatan sudah dirintis untuk melakukan rekonsiliasi dengan obat pasien dengan disertakan mengisi formulir obat Rekonsiliasi yang Peraturan telah dilakukan didapat untuk pasien. mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, sebaliknya. Di RS rekonsiliasi obat. Delirium merupakan suatu keadaan duplikasi, mental yang abnormal, bukan suatu penyakit, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan merupakan keadaan yang bersifat sementara obat (medication error) rentan terjadi pada dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana 119 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 penderita mengalami penurunan kemampuan sakit Immanuel. Subjek pengamatan adalah dalam memusatkan perhatianya dan menjadi pasien dengan kriteria : (1) lanjut usia, (2) pria linglung, mengalami disorientasi dan tidak atau wanita, (3) mengalami delirium, (4) mampu berfikir secara jernih. Gejala delirium dirawat di RS pendidikan Immanuel. sangat beragam dan walaupun tidak spesifik, Kegiatan rekonsiliasi obat diakukan sifatnya yang fluktuatif sangat nyata dan setiap minggunya (satu pasien per minggu). merupakan Kegiatan ini diawali dengan pemilihan pasien indikator diagnostik yang sangat penting. sesuai subjek yang dihendaki lalu dilakukan Terdapat tiga bentuk delirium yang telah pencatatan data dari rekam medik pasien yang diketahui, yaitu tipe hiperaktif, hipoaktif, dan meliputi identitas pasien, tanda-tanda vital, hasil campuran. pemeriksaan laboratorium, riwayat penggunaan Tipe hipoaktif seringkali tidak dikenali dan dihubungkan dengan prognosis obat/herbal/suplemen. yang buruk secara keseluruhan. Tipe ini juga pencatatan, lalu dilakukan anamnesa kepada sering keluarga terjadi pada pasien yang usianya cenderung lebih tua. pasien Setelah dengan cara dilakukan wawancara. Wawancara yang dilakukan meliputi konfirmasi riwayat penggunaan obat/herbal/suplemen Delirium merupakan sumber morbiditas pasien, waktu dan cara penggunaan obat, dan dan mortalitas diantara pasien-pasien lanjut situasi lingkungan tinggal pasien. Kemudian usia yang dirawat di rumah sakit yang biasanya dilakukan analisa terhadap data dan hasil jarang sekali menjadi perhatian oleh tenaga wawancara yang telah didapat. kesehatan di rumah sakit terutama oleh perawat, dokter, dan farmasis. Pasien lanjut usia sangat erat dengan multipatologi HASIL DAN DISKUSI organ, Penelitian ini dilakukan untuk sehingga pada beberapa kasus diperlukan menentukan penyebab delirium pada pasien medikasi dengan banyak menggunakan obat. lanjut usia sebelum dirawat inap di rumah sakit Pemakaian obat-obatan memegang peranan pendidikan Immanuel. Hasil penelitian dapat penting terhadap terjadinya delirium. Banyak dilihat pada tabel 1 obat yang dapat menyebabkan delirium Dari 7 pasien yang dievaluasi, 6 pasien misalnya benzodiazepin, narkotik, dan obat- diantaranya obat dengan aktivitas antikolinergik. Oleh disebabkan oleh obat dan selain obat dan 1 karena pasien itu, sangat penting upaya untuk mengalami mengalami delirium delirium yang disebabkan meminimalkan penggunaan obat-obatan yang penggunaan obat saja. Kebanyakan dari pasien bisa menyebabkan delirium pada pasien lanjut yang mengalami delirim ini dikarenakan oleh usia, salah satunya dengan cara melakukan penggunaan jangka panjang obat-obatan dan rekonsiliasi obat pada pasien sebelum dirawat kesalahan dalam mengonsumsi obat. Jenis obat di rumah sakit. yang menyebabkan delirium pada pasien adalah obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada 6 April-29 Mei 2015 diberbagai ruang perawatan di rumah dan juga adanya interaksi dua obat yang dapat meningkatkan resiko toksisitas sistem saraf pusat. Delirium pada pasien yang 120 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 mengkonsumsi obat-obatan yang bekerja pada lanjut usia dengan kondisi-kondisi patologis sistem syaraf pusat tersebut diperparah dengan tersebut, pemilihan obat yang bekerja pada adanya dengan kondisi patologis pasien yang susunan syaraf pusat harus sangat diperhatikan, buruk seperti gangguan fungsi hati, gangguan terutama dalam penentuan dosis dan jangka fungsi ginjal, infeksi, gangguan fungsi jantung, waktu penggunaan serta cara penggunaan. dehidrasi dan anemia. Pada kondisi pasien Tabel 1. Hasil Hasil analisa penyebab delirium pasien berdasarkan wawancara dengan pasien/keluarga pasien fase gerak untuk analisis Penyebab Delirium Kondisi patologis Pasien Masalah Oleh Obat lain Pasien 1 (Pria/81 tahun) Donepezil HCl Clopidogrel Infeksi Anemia Gangguan fungsi ginjal Pasien mengonsumsi obat Donepezil HCl (tablet salut) dengan digerus terlebih dahulu Pasien 2 (Pria/87 tahun) Piracetam Clopidogrel Piracetam diberikan sesudah makan. Pasien 3 (Pria/77 tahun) Chlorpheniramine maleate (CTM) Diazepam Stroke Infeksi Gangguan fungsi hati Infeksi Dehidrasi Pasien 4 (Pria/84 tahun) CTM Infeksi Abnormalitas elektrolit Gangguan fungsi ginjal Anemia Hiponatremia Frekuensi sering dan penggunaan jangka panjang CTM Pasien 5 (Wanita/77 tahun) Digoksin Piracetam Pasien 6 (Pria/74 tahun) Piracetam Donepezil HCl Penggunaan lama kedua obat Pasien 7 (Pria/82 tahun) Dexketoprofen Ciprofloxacin Interaksi terjadi pada pemberian CTM dan diazepam (meningkatkan efek sinergis dari SSP) Infeksi Gangguan fungsi ginjal Abnormalitas elektrolit Stroke Gangguan fungsi jantung Anemia Donepezil HCl diberikan pagi Terjadi interaksi obat antara dexketoprofen dengan ciprofloxacin yang meningkatkan resiko toksisitas sistem saraf pusat Banyaknya kesalahpaham yang terjadi farmasis ketika melakukan distribusi obat dalam penggunaan obat oleh pasien karena kepada pasien. Misalnya, pada pasien 2 yang kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak biasanya mengonsumsi obat sesudah makan. Ini 121 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 merupakan kesalahan yang disebabkan oleh Ketika pasien dirawat di rumah sakit, kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak untuk mencegah terjadinya kesalahan obat farmasis bahwasanya (medication error) seperti obat tidak diberikan, sebelum makan obat duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat penggunaan akan menimbulkan efek yang tidak dan untuk menentukan terapi obat yang tepat sesuai dengan yang diinginkan. Pasien yang bagi pasien, perlu dilakukan rekonsiliasi obat- mengonsumsi obat piracetam dan clopidogrel obat yang digunakan sebelum masuk rumah dengan disertai kondisi patologis yang buruk sakit. menjadi pemicu delirium pada pasien. Contoh Immanuel sudah tersedia formulir rekonsiliasi lain yang obat pasien, para tenaga kesehatan yang mengonsumsi obat donepezil HCl pada pagi hari. melakukan pelayanan pertama pasien, tidak Obat penghambat selalu mengisi formulir tersebut. Hal ini dapat asetilkolinesterase dan seharusnya diberikan diketahui pada beberapa rekam medik pasien sore atau malam sebelum tidur. Berdasarkan yang formulir rekonsiliasi obatnya tidak diisi. wawancara dengan keluarga pasien, disebutkan Hambatan tidak dilakukannya rekonsiliasi obat bahwa obat ini diberikan kepada pasien satu ini kali sehari pada pagi hari, dan pada etiket obat pasien/keluarga tidak tercantum jadwal konsumsi obat untuk pasien/keluarga pasien lupa dengan obat yang pasien. Pada pasien ini terjadi delirium yang biasanya dikonsumsi pasien, dan pasien dengan disebabkan oleh obat donepezil HCl dan obat racikan. dilihat ini piracetam jika diberikan dalam dapat yang ini pada pasien merupakan yang salah disertai 6, dengan kondisi patologis yang buruk. Dari Namun diantaranya contoh kasus RS pendidikan disebabkan pasien takut oleh ditanya, Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pihak-pihak beberapa meskipun tertentu untuk meminimalkan ini, terjadinya delirium pada pasien lanjut usia dan kesalahan pada penggunaan obat oleh pasien kesalahan obat pada pasien tersebut antara lain: adalah karena ketidaktahuan pasien (tidak ada 1. Dokter hendaknya memonitoring keadaan informasi jelas dari farmasis). Oleh karena itu pasien, karena pasien dengan keluhan yang hendaknya pihak apotek atau farmasis harus sama selalu diberikan obat yang sama. lebih teliti pada saat penyiapan obat dan Seharusnya ada evaluasi untuk keadaan pemberian etiket obat serta melengkapi dengan seperti ini. Selain itu hendaknya ada pemberian informasi penting seperti bentuk evaluasi terhadap kondisi pasien terhadap sediaan, sifat obat, dan absorbsi obat (waktu keluhan yang ada merupakan bagian dari konsumsi obat). Pada etiket obat hendaknya penyakit dicantumkan waktu minum obat yang benar, samping obat. mengkonfirmasikan kepada pasien atau 2. baru atau merupakan efek Dokter sebaiknya tidak memberikan obat keluarga pasien tentang keadaan pasien terkait pada pasien lansia bila keluhan bisa diatasi dengan cara minum obat, bisa atau tidaknya secara nonfarmakologis. Perlu ditetapkan konsumsi untuk indikasi yang kuat diberikannya terapi menentukan obat-obatan yang boleh digerus farmakologis, sebelum dokter memberikan atau tidaknya. obat pada pasien lansia. obat secara per oral, 122 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 3. Untuk pihak farmasis harus mentelaah Oleh karena banyaknya kejadian delirium resep dengan lebih teliti sebelum penyiapan pada pasien lanjut usia yang disebabkan oleh obat dengan obat, terutama pada kondisi patologis tertentu ataupun seperti infeksi, anemia, gangguan fungsi jantung, kepada pasien memperhatikan 4. 5. seperti rasionalitas interaksi masing-masing obat hati, dan ginjal, maka rekonsiliasi obat menjadi Farmasis hendaknya juga memperhatikan hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan di terlebih dahulu keadaan fungsi vital (seperti rumah sakit obat untuk mencegah medication jantung, hati, ginjal, dan sebagainya) pasien error sebelum diberikan obat kepada pasien (baik rekonsiliasi yang sudah ada harus menjadi pasien rawat inap dan rawat jalan) perhatian penting untuk selalu diisi dan Pihak farmasis, pada saat penyiapan obat diperhatikan oleh tenaga kesehatan (perawat) dan etiket obat pasien harus lebih teliti lagi dan dokter penanggungjawab pasien. Untuk dalam hal obat-obatan yang akan diberikan meningkatkan kepada pasien seperti bentuk sediaan, sifat rekonsiliasi obat di rumah sakit, pemerintah obat, dan absorbsi obat (waktu konsumsi bisa obat). Hendaknya dicantumkan pada etiket dokumentasi yang menjadi syarat bagi penilaian obat pasien waktu minum obat yang benar. standar pelayanan rumah sakit, terutama bagi Mengkonfirmasikan kepada pasien atau rumah sakit pendidikan. dalam mengelola kesadaran menjadikan hal ini pasien. akan Formulir pentingnya sebagai bagian keluarga pasien tentang keadaan pasien terkait dengan cara minum obat, bisa atau 6. tidaknya konsumsi obat secara per oral, Dari rekonsiliasi obat yang dilakukan, untuk menentukan obat-obatan yang boleh pasien lanjut usia sangat rentan mengalami digerus atau tidaknya. delirium akibat penggunaan obat-obatan. Oleh Pemerintah hendaknya penggunaan obat-obatan diberikan oleh mantri memantau yang biasa kepada pasien ataupun puskesmas tempat mantri biasa melakukan prakteknya. 7. 8. KESIMPULAN Pemerintah karena itu sangat penting dilakukan rekonsiliasi obat untuk menghindari terjadinya medication error. Hambatan tidak dilakukannya rekonsiliasi obat oleh tenaga kesehatan pertama meningkatkan yang melayani pasien diantaranya disebabkan kesadaran pentingnya rekonsiliasi obat dan oleh pasien/keluarga pasien takut ditanya, dokumentasi. pasien/keluarga pasien lupa dengan obat yang Pemerintah hendaknya perlu ketegasan dalam menertibkan balai pengobatan, pengobatan biasanya dikonsumsi pasien, dan pasien dengan obat racikan. alternatif, pengobatan lain yang ilegal/ tidak resmi. 9. Hendaknya pihak pemerintah harus lebih tegas terhadap pihak lain yang melakukan penjualan obat-obat keras tanpa resep dokter. 123 P ro sid ing Sem ina r Na siona l & Wo rkshop “Pe rkemba ngan Te rki ni Sa in s Fa rma si & K l in i k 5” | Padang , 6 -7 No vembe r 2015 DAFTAR PUSTAKA Alldredge, Brian K., Robin L. Corelli, Michael E. Ernst, B.Joseph Gugleilmo, Pamala A. Jacobson, Wayne A. Kradjan, & Bradley R. Williams. 2013. Applied Therapeutics.The Clinical Use of Drugs. Wolters Kluwer. Philadelphia. Andri, Charles E. Damping. Peranan Psikiatri Geriatri dalam Penanganan Delirium Pasien Geriatri. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007; 57 (7) 227232. Isfadiaty, Ratih, Kuntjoro Harimurti, Siti Setiati, & Arya G. Roosheroe. Incidence and Predictors for Delirium in Hospitalized Elderly Patients : a Retrospective Cohort Study. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2012 ; (44) 4 290-297. Kowalk, Welsh Mayer. 2012. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta McEvoy, Gerald K. AHFS Drug Information Essentials. 2011. American Society of Health-System Pharmacists. Bethesda. Pisani, Margaret. Benzodiazepine and Opioid Use and The Duration of ICU Delirium in an Older Population. Crit Care Med. 2009; 37 (1) 177-183 Smith, Brian. Management of Delirium Tremens. Journal of Intensive Care Medicine. 2005; 20.164 Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. 124