Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN KADO PADA MATERI PERKALIAN MATRIKS DI KELAS XII IPS 3 SMA NEGERI 4 OKU Diana Purnamasari1 Guru SMA Negeri 4 OKU Email: [email protected] 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan media KADO (Kartu Domino) matriks. Penelitian dilakukan terhadap 35 siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 4 OKU. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar observasi dan hasil belajar siswa. Nilai hasil belajar siswa pada prasiklus sebesar 54,3. Sedangkan pada siklus I sebesar 61,0 dan pada siklus II meningkat menjadi 75,0. Meningkatnya hasil belajar siswa juga diikuti dengan meningkatnya ketuntasan secara klasikal. Hal ini terlihat dari ketuntasan klasikal pada prasiklus sebesar 49%. Pada siklus I sebesar 63% dan pada siklus II sebesar 86%. Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 82,3% dari siklus I sebesar 75,4%. Berdasarkan hasil tersebut, penggunaan media KADO matriks telah dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 4 OKU. Untuk itu, media KADO matriks dapat dicoba untuk diterapkan pada kegiatan pembelajaran matiks berikutnya atau dapat juga dicobakan pada materi matematika lain. Kata kunci: kartu domino, hasil belajar, matriks I. Pendahuluan Tak dapat dipungkiri, matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. Penyebabnya adalah sebagian besar objek yang dipelajari merupakan objek yang abstrak. Agar pembelajaran matematika dapat berlangsung dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka para siswa harus memiliki penguasaan matematika yang memadai. Hal yang sama dialami siswa kelas XII IPS SMA Negeri 4 OKU. Sebagian besar para siswa belum menguasai matematika yang memadai yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa masih mengalami kesulitan mempelajari matematika yang mengakibatkan prestasi yang dicapai kurang menggembirakan. Padahal, pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika hasil belajar siswa dapat tercapai dengan maksimal. Dalam pembelajaran matematika di SMA kelas XII IPS, terdapat pokok bahasan matriks. 1 Diana Purnamasari/Peningkatan Hasil Belajar Materi ini dipelajari pada semester ganjil dan belum pernah dipelajari di jenjang pendidikan sebelum SMA. Terdapat banyak materi pokok bahasan matriks, diantaranya materi operasi matriks. Dalam operasi matriks tersebut terdapat perkalian matriks. Materi ini sebenarnya mudah tetapi membutuhkan ketelitian lebih. Untuk mengerjakan operasi perkalian matriks, siswa harus paham dulu cara menghitung perkalian matriks, kemudian baru menentukan ordo hasil perkalian dua matriks itu sendiri. Dalam tiga tahun pelajaran berturut-turut, pada kelas XII IPS SMA Negeri 4 OKU, ketuntasan siswa secara klasikal pada ulangan materi matriks tak mencapai 85%. Pada tahun pelajaran 2012/2013, ketuntasan siswa secara klasikal pada ulangan materi matriks sebesar 53%. Sedangkan kemudian pada 2013/2014, nilai ketuntasan klasikal naik ke angka 61%. Selanjutnya 2014/2015, nilai ketuntasan klasikal tersebut kembali mengalami kenaikan hingga mencapai 65%. Meskipun tiga tahun berturut-turut nilai klasikal tersebut mengalami kenaikan, namun nilainnya tak mencapai 85%. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, rendahnya hasil belajar ini dikarenakan tiga faktor. Pertama, siswa tidak memahami konsep matriks. Faktor kedua adalah ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan guru. Serta faktor terakhir, rendahnya penggunaan media/alat peraga yang dapat menunjang proses pembelajaran. Pada umumnya, proses pembelajaran matematika dimulai dengan menjelaskan materi. Selanjutnya guru memberikan contoh soal dan pemecahannya. Setelah itu, guru akan meminta siswa mengerjakan tugas/soal latihan secara individu. Bila tugas/soal selesai dikerjakan, siswa mengumpulkan hasil pekerjaaannya. Langkah selanjutnya adalah menugaskan siswa untuk mengerjakan tugasnya di papan tulis. Bila ada materi yang dianggap sulit oleh siswa, maka guru akan menjelaskan materi tersebut. Langkah terakhir adalah guru memeriksa hasil tugas siswa. Sayangnya, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru tidak menggunakan media atau alat peraga yang membuat siswa tertarik ingin belajar dan memahami materi. Pembelajaran yang dilakukan pun tidak berkesan pada diri siswa. Sehingga siswa cenderung pasif karena hanya menerima apa yang diberikan oleh guru tanpa respon lebih dari siswa. 2 Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 Proses pembelajaran yang cenderung menggunakan satu pendekatan secara terus menerus, tanpa variasi, menyebabkan siswa bosan. Untuk membuat variasi dalam pembelajaran, guru dapat menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dan dapat merangsang pikiran, perhatian, perasaan, dan kemauan siswa sehingga mendorong proses belajar pada diri siswa. Dengan penggunaan media pembelajaran, sejumlah keuntungan dapat diraih bagi siswa dan bagi guru. Keuntungan pertama yang diraih siswa adalah siswa belajar dengan semangat dan lebih aktif. Selain itu, penggunaan media pembelajaran juga dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa mengenai apa yang sedang mereka pelajari. Sedangkan bagi guru, media bisa memungkinkan guru mengajar lebih sistematis, teratur dan mampu memberikan kesan bagi siswa. Selain itu, penggunaan media juga mampu membuat suasana belajar lebih hidup, komunikasi antara guru-siswa dan siswa-siswa dapat terjalin dengan baik. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar menjadi salah satu alternatif yang dipandang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini berdasarkan pada kenyataan pada matematika terdapat banyak pokok bahasan yang memerlukan alat bantu untuk mempermudah pemahaman konsep pada siswa. Beberapa kerugian yang ditimbulkkan tanpa media belajar diantaranya pesan yang disampaikan guru tak berhasil secara maksimal. Kemudian perhatian siswa pun tak terarah kepada penjelasan yang diberikan oleh guru. Ditambah lagi siswa tak memiliki pengalaman yang sama karena ide abstrak yang dimiliki siswa tak bisa diterjemahkan secara nyata. Sehingga proses belajar menjadi membosankan. Materi matriks, khususnya materi menentukan ordo hasil perkalian matriks, dapat diajarkan dengan menggunakan media. Salah satu media/alat peraga yang digunakan dalam materi matriks adalah kartu domino (KADO) matriks. Kado matriks disini merupakan suatu media pembelajaran yang bentuknya dibuat seperti kartu domino biasa. Kartu domino matriks ini digunakan untuk memahami materi menentukan ordo hasil perkalian dua matriks. Hal ini dilakukan untuk menarik minat dan perhatian siswa dalam pembelajaran matriks.Penggunaan alat peraga Kado matriks 3 Diana Purnamasari/Peningkatan Hasil Belajar diharapkan siswa dapat lebih memahami materi, siswa mendapatkan pengalaman nyata, dan siswa akan mudah mengingat materi tersebut. Pada akhirnya, siswa dapat menentukan sendiri ordo hasil perkalian matriks. Berdasarkan uraian di atas, judul penelitian ini “Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Kado pada Materi Perkalian Matriks di kelas XII IPS 3 SMA Negeri 4 OKU”. II. Metodologi Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan KADO matriks di kelas XII IPS 3 SMA Negeri 4 OKU. Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 4 OKU tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 35 orang (17 laki-laki, 18 perempuan) Kegiatan ini akan dilakukan dalam beberapa siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Adapun rencana kegiatan dalam siklus penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut PERENCANAAN: Penggunaaan KADO materi perkalian matriks REFLEKSI SIKLUS I PELAKSANAAN : Pelaksanaan Penggunaaan KADO materi perkalian matriks PENGAMATAN : Pengamatan terhadap Pelaksanaan Penggunaaan KADO materi perkalian matriks PERENCANAAN: Perbaikan Penggunaaan KADO materi perkalian matriks PELAKSANAAN : REFLEKSI SIKLUS II Perbaikan Pelaksanaan Penggunaaan KADO materi perkalian matriks PENGAMATAN : Pengamatan terhadap Perbaikan Pelaksanaan Penggunaaan KADO materi perkalian matriks 4 Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 SIKLUS DIHENTIKAN APABILA MENCAPAI TUJUAN YANG TELAH DITETAPKAN, TETAPI JIKA BELUM SIKLUS DILANJUTKAN KEMBALI Gambar 1. Bagan Siklus Penelitian Tindakan Kelas Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Observasi dilaksanakan dengan menggunakan instrumen pengukuran kinerja yang efektif, untuk mengukur indikator-indikator kerja, efisiensi, dan kerja sama antara siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Tes dilaksanakan menggunakan tes tertulis untuk mengukur kemampuan dan ketrampilan siswa dalam menguasai materi perkalian matriks. Teknik analisis data yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis ketuntasan belajar klasikal dan analisis keaktifan siswa. Analisis deskriptif ini untuk mendeskripsikan data penelitian berupa perolehan skor rata-rata, nilai maksimal, nilai minimum dan ketuntasan individu siswa. Untuk ketuntasan individu, siswa dinyatakan tuntas pada mata pelajaran Matematika kelas XII IPS 3 di SMA Negeri OKU apabila memperoleh nilai KKM ≥ 75. Analisis ketuntasan belajar klasikal bertujuan untuk mengetahui persentase pencapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Sedangkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai apabila lebih dari 85% siswa telah mencapai ketuntasan individu dari hasil tes yang dilakukan. Peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dinyatakan berhasil apabila semua aspek pengamatan perilaku tergolong aktif. Data aktivitas siswa diperoleh melalui lembar observasi. Penilaiannya berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Skor 1 bila deskriptor tampak 2. Skor 0 bila deskriptor tidak tampak Pengolahan data untuk melihat peningkatan keaktifan belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran dianalisis dengan rumus berikut. 5 Diana Purnamasari/Peningkatan Hasil Belajar P f x100% N P : Nilai persentase f : Jumlah siswa yang aktif pada aspek yang diamati N : Jumlah sampel Table 1. Tingkat Keaftifan Siswa Presentase Kriteria Keaktifan 80 – 100 Sangat Aktif 60 – 79 Aktif 40 – 59 Cukup Aktif 20 – 39 Kurang Aktif 0 – 19 Sangat Kurang III. Hasil Sebelum dilaksanakan siklus I terlebih dahulu dilakukan pengamatan atau observasi terhadap jalannya proses pembelajaran tanpa menggunakan media, yaitu pada tahap prasiklus. Hasil observasi peneliti pada prasiklus sebagai berikut. Tabel 2. Data Keaktifan Siswa pada Prasiklus No. 1 2 3 4 5 Aspek yang diamati Membaca atau menggali informasi dari sumber belajar Berinteraksi dengan guru dan teman Mengerjakan tugas atau soal yang diberikan Mengungkapkan pendapat atau pertanyaan Membuat catatan atau kesimpulan Rata-rata Prasiklus Frek % 14 40,0 24 68,6 29 82,9 14 40,0 22 62,9 58,9% Dari data di atas diperoleh rata-rata keaktifan siswa baru mencapai 58,9% . Hal ini belum memenuhi kriteria keaktifan yang mencapai 60% ke atas. Ada beberapa siswa yang sudah menggali informasi dari sumber belajar yaitu 14 orang, dan mau mengungkapkan pendapat atau pertanyaan sebanyak 14 orang. Siswa lain belum terlihat melakukan kegiatan ini. Pada hasil belajar siswa di prasiklus ini nilai rata-rata siswa sebesar 54,3 dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 15. Ketuntasan belajar klasikal siswa baru mencapai 49%. Untuk itu dilakukan tindakan perbaikan yang dilaksanakan di siklus I. Adapun 6 Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut. Tabel 3. Data Keaktifan Siswa pada Siklus I Siklus I No Aspek yang diamati 1 Membaca atau menggali informasi dari sumber belajar 27 77,1% 2 Berinteraksi dengan guru dan teman 27 77,1% 3 Mengerjakan tugas atau soal yang diberikan 32 91,4% 4 Mengungkapkan pendapat atau pertanyaan 19 54,3% 5 Membuat catatan atau kesimpulan 27 77,1% Frekuensi Persentase Rata-rata 75,4% Hasil observasi keaktifan siswa menunjukkan keaktifan siswa sudah lebih baik dari prasiklus. Pada siklus I ini keaktifan siswa tergolong aktif dengan persentase sebesar 75,4%. Membaca atau menggali informasi dari sumber belajar sebesar 77,1%. Berinteraksi dengan guru dan teman sebesar 77,1%. Mengerjakan tugas atau soal yang diberikan 91,4%.Mengungkapkan pendapat atau pertanyaan 54,3%. Membuat catatan atau kesimpulan 77,1%. Nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 61,0 dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 15. Ketuntasan belajar klasikal siswa mencapai 63%. Berdasarkan hasil refleksi nilai rata-rata hasil belajar siswa telah mengalami peningkatan yang cukup baik, yaitu 61,0. Angka ini jauh lebih tinggi dari nilai rata-rata hasil belajar siswa pada tahap prasiklus selama pembelajaran materi sebelumnya yang hanya 54,3. Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan, dari 58,9% menjadi 75,4%. Walau demikian masih ada siswa yang mendapatkan nilai sangat rendah yaitu 15, jauh di bawah KKM. Masih terdapat 13 orang siswa yang belum mencapai ketuntasan. Tingkat ketuntasan klasikal siswa sebesar 63%. Terdapat beberapa aspek keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang masih memerlukan peningkatan terutama pada aspek keaktifan siswa dalam mengeluarkan pendapat atau pertanyaan. Oleh karena itu peneliti melanjutkan siklus penelitian ini pada tahap selanjutnya yaitu siklus II. 7 Diana Purnamasari/Peningkatan Hasil Belajar Observasi terhadap jalannya proses pembelajaran pada siklus II dengan menggunakan Kado matriks juga dilakukan, maka hasil observasi peneliti adalah sebagai berikut. Tabel 4. Data Keaktifan Siswa pada Siklus II Siklus II No Aspek yang diamati 1 Membaca atau menggali informasi dari sumber belajar 27 77,1% 2 Berinteraksi dengan guru dan teman 31 88,6% 3 Mengerjakan tugas atau soal yang diberikan 34 97,1% 4 Mengungkapkan pendapat atau pertanyaan 25 71,4% 5 Membuat catatan atau kesimpulan 27 77,1% Rata-rata Frekuensi Persentase 82,3% Hasil observasi menunjukkan keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tinggi, dengan presentase sebesar 82,3%. Membaca atau menggali informasi dari sumber belajar sebesar 77,1%. Berinteraksi dengan guru dan teman sebesar 88,6%. Mengerjakan tugas atau soal yang diberikan 97,1%. Mengungkapkan pendapat atau pertanyaan 71,4%. Membuat catatan atau kesimpulan 77,1%. Nilai rata-rata siswa pada tahap siklus II sebesar 75,0 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 20. Ketuntasan belajar klasikal siswa mencapai 86%. Berdasarkan hasil refleksi nilai rata-rata hasil belajar siswa terus mengalami peningkatan yaitu dari 61,0 (siklus I) menjadi 75,0 (siklus II). Angka pada siklus II jauh lebih tinggi dari nilai rata-rata pada siklus I. Tingkat ketuntasan klasikal siswa telah mencapai angka maksimal, yaitu 86%, sudah melebihi target ketuntasan klasikal minimal, yaitu 85%. Dalam proses pembelajaran pengamatan terhadap semua aspek kegiatan dan keaktifan siswa menunjukkan hasil yang baik dengan rata-rata keaktifan 82,3% yang tergolong sangat aktif. IV. Pembahasan 8 Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 Berdasarkan data keaktifan siswa dari hasil pengamatan terlihat peningkatan perilaku atau aktifitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan Kado matriks dari siklus I sampai siklus II, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Hasil keaktifan Siswa pada Setiap Siklus Penelitian No 1 2 3 4 5 Aspek yang diamati Prasiklus Siklus I Siklus II Persentase Persentase Persentase Membaca atau menggali informasi dari sumber belajar Berinteraksi dengan guru dan teman 40,0% 77,1% 77,1% 68,6% 77,1% 88,6% Mengerjakan tugas atau soal yang diberikan Mengungkapkan pendapat atau pertanyaan Membuat catatan atau kesimpulan 82,9% 91,4% 97,1% 40,0% 54,3% 71,4% 62,9% 77,1% 77,1% 58,9% 75,4% 82,3% Rata-rata Pada prasiklus keaktifan siswa tergolong cukup aktif. Setelah dilakukan tindakan penelitian pada siklus I, keaktifan siswa menunjukkan hasil yang baik. Aspek mengerjakan tugas atau soal yang diberikan tergolong sangat aktif. Selain itu, aspek membaca atau menggali informasi dari sumber lain sudah tergolong aktif meski tidak sebaik aspek sebelumnya. Berinteraksi dengan guru dan teman serta membuat catatan atau kesimpulan juga tergolong aktif. Walaupun pada beberapa aspek sudah baik, tetapi masih memerlukan perbaikan. Aspek mengeluarkan pendapat atau pertanyaan dan aspek membuat catatan atau kesimpulan. Guru menempatkan sekurang-kurangnya satu siswa yang pandai/aktif di setiap kelompok dengan harapan anggota kelompok termotivasi untuk lebih aktif berdiskusi. Setelah peneliti melakukan tindakan-tindakan perbaikan, maka pada tahap berikutnya (siklus II), tingkat keaktifan siswa pada aspek-aspek yang masih 9 Diana Purnamasari/Peningkatan Hasil Belajar memerlukan perbaikan sudah mengalami peningkatan. Pada siklus I, persentase keaktifan siswa mencapai 75,4%. Pada siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 82,3%. Hal ini berarti tingkat keaktifan siswa telah mengalami peningkatan yang sangat baik. Kriteria ketuntasan belajar minimum siswa pada kelas XII IPS SMA Negeri 4 OKU adalah 75. Pada siklus I, siswa yang belum mencapai ketuntasan sebanyak 13 orang. Sedangkan pada siklus II sebanyak 5 orang. Dari data nilai dan ketuntasan hasil belajar siswa yang telah diuraikan, terdapat peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I sebagai tindakan awal penelitian sampai pada tahap siklus II. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Data Nilai Siswa dan Tingkat Ketuntasan Klasikal Siswa Prasiklus Siklus I Siklus II Nilai rata-rata siswa 54,3 61.0 75.0 Nilai tertinggi 85 90 100 Nilai terendah 15 15 20 Persentase ketuntasan 49% 63% 86% Data hasil belajar menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa pada tiap siklus. Pada tahap prasiklus dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa hanya 54,3. Pada siklus I mengalami peningkatan yang cukup baik dengan nilai rata-rata 61,0 dan pada siklus II sebesar 75,0. Peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklusnya juga diikuti peningkatan ketuntasan klasikal siswa, seperti yang terlihat pada grafik berikut. 10 Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 . Gambar 2. Grafik Ketuntasan Klasikal Dari grafik di atas, ketuntasan klasikal siswa pada tahap prasiklus hanya mencapai 49%. Setelah dilakukan perbaikan sebagai inovasi guru dalam kegiatan pembelajaran, ketuntasan klasikal mengalami peningkatan. Pada siklus I, persentase ketuntasan klasikal mencapai 63%. Pada siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 86% dan telah memenuhi target ketuntasan minimal 85%. Dari hasil penelitian tindakan kelas ini terdapat beberapa kelebihan dari penggunaan kado matriks dalam pembelajaran selama penelitian, diantaranya adalah: menambah motivasi siswa, dapat belajar sambil bermain, keaktifan dan interaksi semakin baik, konsep abstrak tersaji dalam bentuk konkret. Berdasarkan hasil yang didapat dari pelaksanaan tindakan, peneliti menilai tindakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan kado matriks sampai pada siklus II telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan penelitian. V. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan 11 Diana Purnamasari/Peningkatan Hasil Belajar Berdasarkan hasil peneitian, maka diperoleh beberapa kesimpulan bahwa nilai hasil belajar siswa pada tahap prasiklus dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa hanya 54,3. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 61,0 dan pada siklus II 75,0. Meningkatnya hasil belajar siswa juga diikuti dengan meningkatnya ketuntasan secara klasikal. Berdasarkan observasi, keaktifan siswa juga mengalami peningkatan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan kado telah efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkalian matriks di kelas XII IPS 3 SMA Negeri 4 OKU. b. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dapat dikemukakan saran-saran sebagi berikut: 1. Guru Dalam proses pembelajaran hendaknya disusun beberapa model pembelajaran yang dikombinasikan dengan teknik baru yang mampu memberikan warna baru dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa. 2. Siswa Penggunaan kado matriks memberikan pengalaman baru dalam belajar matriks. 3. Peneliti selanjutnya Dapat menggunakan kado matriks dalam penelitian lanjutan guna menyempurnakan penelitian ini. Daftar Rujukan Agustin. (2011). Media Pembelajaran. [Online]. Tersedia : 12 Seminar Nasional dan Lokakarya PISA 2016, FKIP Universitas Sriwijaya, 21 Oktober 2016 http://www.academia.edu/4563787/pengertian_media_pembelajaran. tanggal 14 September 2015. Diakses Ari, R., & Indriyastuti. (2008). Perspektif Matematika 3 untuk Kelas XII IPS/Bahasa. Solo: Tiga Serangkai. Arikunto, S. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers. Asrori. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Wacana Prima. Benny. (2014). Pengertian dan Perkembangan Konsep Media Pembelajaran serta Teori Belajar yang Melandasinya. [Online]. Tersedia : https://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/PPB/Konten%20Materi/16%20Uw es%20Chaeruman/diklat%2024/modul%2069/Buku/Jenis%20dan%20Klasifikasi %20Media.pdf. Diakses tanggal 14 September 2015 Depdiknas. (2006). Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus. Jakarta: Depdiknas. Hamalik, O. (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamzah. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Madya, S. (2012). Teori dan Praktik: Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta. Nurkancana, W., & P.P.N. Sunartana. (2002). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Sadiman, A. (2011). Media Pendidikan Pengertian Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Pengembangan dan Sembiring, S., Cunayah, C., & Irawan, E. (2015). Matematika Berbasis Pend. Karakter untuk SMA/MA Kelas XII IPS. Yogyakarta: Yrama Widya. Sudijono. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pres. Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Baandung: UPI. Winkel. (2001). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia. 13