Kasus: PT. Aneka Tambang Emas Pongkor

advertisement
1
MAKALAH KOLOKIUM
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas 1
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian
:
:
:
:
:
Tanggal dan Waktu
:
Indah Octavia Putri/I34110034
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Nindya Dewinta/I34110137
Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA / 19521225 1986 1 002
Pengaruh Implementasi Usaha Pertambangan Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Desa Bantar Karet (Kasus: PT.
Aneka Tambang Emas Pongkor, Desa Bantar Karet,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
25 Juni 2014, 08.00-09.00
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perubahan penguasaan sumberdaya agraria berakar dari masa pemerintahan Orde Baru
yang cenderung sentralistik dan otoriter. Hal tersebut juga terkait pada kepemilikan hak tanah yang
dikuasai oleh pemerintah, yang sebelumnya merupakan tanah-tanah adat milik warga sekitar.
Tanah tersebut kemudian disewakan kepada perusahaan-perusahaan dengan mengeluarkan surat
izin dan HGU kepada perusahaan tersebut. Salah satu perusahaan yang diberikan izin
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria adalah perusahaan pertambangan. Eksplorasi
dan eksploitasi kekayaan mineral Indonesia untuk menjadi komoditas bernilai, sekaligus menjadi
pionir dalam menghubungkan peradaban urban dengan daerah-daerah terpencil merupakan salah
satu peran perusahaan pertambangan. Namun pertanyaan besar yang muncul adalah apakah
perusahaan tersebut telah responsif terhadap kehidupan masyarakat sekitar pertambangan dan
kehadirannya berdampak positif terhadap kesejahteraan masayarakat?
Perubahan penguasaan sumberdaya agraria tak jarang memunculkan konflik akibat
ketimpangan penguasaan. Masuknya industri pertambangan yang diharapkan menjadi salah satu
cara mengikis kemiskinan malah menjadikan masyarakat semakin tersingkir. Akibatnya putuslah
relasi sosial antara penguasa, masyarakat, dan pemerintah di aras lokal yang kemudian memicu
konflik agraria yang kronis hingga berujung pada kekerasaan sampai memakan korban. "Akibat
putusnya relasi sosial di aras lokal, diiringi dengan kian meningkatnya marjinalisasi, menyebabkan
terjadinya berbagai keresahan agraria di sejumlah negara, salah satunya di Indonesia. Kerusuhan
dan pemberontakan terjadi dalam berbagai bentuk, baik di dalam rezim kolonial maupun setelah
kemerdekaan, termasuk agitas petani dan gerakan petani (yang kadang dijadikan satu dengan
gerakan nasionalis), pemberontakan petani melawan kelas tuan tanah, dan pada gilirannya
pemberontakan itu menjadi kekuatan bagi beberapa gerakan revolusi yang terlibat dalam bentrok
terbuka melawan aparat negara" (White dan Wiradi 2009). Menurut Laporan Akhir Tahun
Konsorsium Pembaruan Agraria Tahun 2012, terjadi penembakan brutal oleh aparat Brimob Polda
NTB dalam penanganan aksi masyarakat di Kabupaten Bima, NTB yang menolak izin
pertambangan pada akhir tahun 2011. Ini menjadi bukti putusnya relasi sosial di aras lokal yang
menyebabkan jatuhnya korban. Dari 198 kasus yang terjadi di tahun 2012, terdapat 90 kasus
terjadi di sektor perkebunan (45 %); 60 kasus di sektor pembangunan infrastruktur (30 %); 21
kasus di sektor pertambangan (11 %); 20 kasus di sektor kehutanan (4%); 5 kasus di sektor
pertanian tambak/pesisir (3%); dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir pantai (1 %)
(KPA, 2012). Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa kasus agraria pada sektor pertambangan
berada pada tiga besar kasus agraria yang ada di Indonesia saat ini. Tumpang tindih kebijakan
dan undang-undang dalam mengatur tentang agraria menyebabkan permasalahan agraria
semakin pelik.
Sektor pertambangan menjadi salah satu sektor yang berkontribusi dalam peningkatan
pendapatan nasional, khususnya pendapatan daerah. Pemenuhan pendapatan minimal daerah
menjadi alasan bagi pemerintah daerah untuk mengeluarkan izin pertambangan yang mampu
membantu meningkatkan pendapatan daerah. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Nurhayaty
2
dan Sina (2013) yang menyatakan bahwa karena pemenuhan pendapatan daerah, maka
pemerintah daerah berani mengeluarkan izin pertambangan sebanyak-banyaknya agar pendapat
minimal daerah terpenuhi. Namun pada kenyataannya sektor pertambangan berada pada 3 besar
kasus agraria di Indonesia. Kenyataan ini bertolak belakang dengan peran pertambangan sebagai
kontributor pendapatan nasional, khususnya pendapatan daerah. Masuknya pertambangan yang
menunjukkan adanya intervensi kapitalis kini semakin mempersempit ruang gerak masyarakat dan
akses masyarakat terhadap tanah yang dulu pernah menjadi miliknya. Pengaturan penguasaan
tanah yang tak jelas menyebabkan semakin tingginya ketimpangan penguasaan tanah baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Lemahnya regulasi pun menjadi alasan lanjutan ketimpangan
struktur agraria yang tak kunjung usai. Merujuk pada Jurnal Kajian Lemhannas RI tahun 2012,
melihat permasalahan ketimpangan penguasaan/pemilikan tanah, dengan berpedoman pada
kebijakan pertanahan nasional, sebagaimana dituangkan dalam UUPA, maka implementasi
pengelolaan sumberdaya agraria harus dilaksanakan melalui enam kegiatan, yaitu: 1).
Penatagunaan tanah, 2). Pengaturan penguasaan tanah, 3). Pendataan sebidang tanah, 4).
Pemberian hak atas tanah, 5). Pendaftaran hak atas tanah dan peralihannya (sertifikasi), serta 6).
Penyelesaian sengketa tanah. Amanat konstitusi diatas lalu diikuti dengan ketetapan
pemerintah (Tap MPR No. IX Tahun 2001), yang menggariskan bahwa kebijakan pertanahan
harus bisa berkontribusi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber
baru kemakmuran rakyat, mengembangkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan
dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, dan pemilikan tanah, menjamin
keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Indonesia dengan
memberikan akses seluas-luasnya kepada generasi yang akan datang pada sumber-sumber
ekonomi masyarakat khususnya tanah, sehingga menciptakan tatanan kehidupan bersama
secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa serta konflik dikemudian hari.
Melihat pertambangan adalah usaha besar yang juga bisa memberikan sumbangan pada
pendapatan daerah, maka usaha pertambangan sangat dipertimbangkan keberadaannya. Namun
pada kenyataanya aktivitas pertambangan ini memunculkan kasus agraria seperti ketimpangan
penguasaan lahan. Bisa jadi aktivitas usaha pertambangan ini tidak berpedoman pada UUPA
Nomor 5 tahun 1960 yang telah disebutkan di atas. Untuk itu, implementasi usaha pertambangan
seharusnya berpedoman pada implementasi pengelolaan sumberdaya agraria melalui enam
kegiatan di atas, agar terhindar dari ketimpangan penguasaan/pemilikan lahan. Keberhasilan dari
implementasi usaha pertambangan ini dimungkinkan mampu melahirkan kesejahteraan
masyarakat lokal. Sehingga perlu diuji apakah suatu daerah yang terdapat usaha pertambangan
telah sejahtera ketika usaha pertambangan tersebut telah mengimplementasikan kegiatan
pengelolaan sumberdaya agraria untuk menghindari ketimpangan penguasaan/pemilikan tanah.
Desa Bantar Karet merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor
yang lokasinya dekat dengan perusahaan pertambangan emas yaitu PT. Aneka Tambang
(ANTAM) Pongkor. Keberadaan desa yang dekat dengan lokasi Pertambangan ini memberikan
daya tarik bagi peneliti untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut terkait implementasi
pengelolaan sumberdaya agraria. Implementasi pengelolaan sumberdaya agraria yang telah
disebutkan diatas menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan perusahaan pertambangan
dalam menciptakan kesejahteraan dan menghindari berbagai ketimpangan penguasaan lahan.
Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk mengetahui dan menganalisis “apakah implementasi
pengelolaan sumberdaya agraria dalam usaha pertambangan PT. ANTAM tersebut
berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat?”
1.2. MASALAH PENELITIAN
Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauh Mana Implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM dilaksanakan di Desa Bantar
Karet?
2. Karakteristik apa yang melatarbelakangi subyek dan obyek agraria di Desa Bantar Karet?
3. Bagaimana pengaruh implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM terhadap
kesejahteraan masyarakat Desa Bantar Karet?
3
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Menganalisis implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM dilaksanakan di Desa Bantar
Karet.
2. Menganalisis karakteristik yang melatarbelakangi subyek dan obyek agraria di Kampung
Bantar Karet
3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM
terhadap kesejahteraan masyarakat Kampung Bantar Karet.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai
implementasi pengelolaan sumberdaya agraria pada aktivitas pertambangan, serta menjadi
referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu diharapkan pula dapat
menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan agraria.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun dan membuat kebijakan mengenai
peraturan penguasaan tanah dan hak-hak atas tanah yang dapat menguntungkan semua
pihak, paling tidak meminimalisir adanya fenomena ketimpangan penguasaan sumberdaya
agrarian. Kemudian mampu menciptakan solusi apabila terjadi ketimpangan dan konflik
terhadap lahan yang terjadi antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan
pemerintah maupun masyarakat dengan lembaga atau penguasa yang berkepentingan.
3. Bagi swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan
perusahaan pertambangan dalam menyusun kebijakan terkait implementasi usaha
pertambangan, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi untuk
mereduksi ketimpangan terutama dalam hal struktur agraria antara masyarakat dan
perusahaan pertambangan. Selain itu, perusahaan diharapkan mampu menciptakan iklim
kolaboratif dalam implementasi usaha pertambangan antara perusahaan, pemerintah dan
masyarakat.
4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai implementasi pengelolaan sumberdaya agraria, mulai dari pengaturan
penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian sengketa tanah serta
bagaimana mewujudkan kesejahteraan masayarakat Desa Bantar Karet melalui
implementasi tersebut. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi
bagi desa-desa lain yang lokasi desanya berada di dekat lokasi pertambangan agar
mengetahui bagaimana implementasi pengelolaan sumberdaya agraria yang sesuai yang
mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Konsep Agraria
Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti
tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, agrarian (Bahasa
Inggris) berarti tanah untuk pertanian (Urip 2009). Sedangkan pengertian Agraria dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
terdapat pada pasal 1 ayat 2 yaitu “seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya...”. definisi setiap unsur agraria tersebut pun terkandung di dalam
UUPA No.5 tahun 1960 pasal 1 ayat 4 bahwa dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Pada pasal 1 ayat 5
menyebutkan bahwa “air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut…”. Dan yang dimaksud
dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut (pasal 1 ayat 6 UUPA 1960).
Berbeda dengan pernyataan Luthfi et.al (2010) bahwa agraria adalah ruang hidup bagi manusia,
4
tetumbuhan, hewan, dan kehidupan ekologi itu sendiri, serta hubungan yang terjalin di antara
kesemua makhluk itu.
Agraria mula-mula adalah tanah. Di atas tanah itu terdapat tetumbuhan, sehingga kita
menyebutnya pertanian dan kehutanan. Di atasnya juga terdapat air, sehingga kita menyebutnya
pesisir dan kelautan. Di dalamnya terdapat berbagai materi mineral, sehingga kita menyebutnya
pertambangan dan perairan. Juga udara. (Luthfi et.al 2010). Untuk itu agraria tidak hanya sebatas
tanah, tetapi apa yang terkadung diatas dan dibawah tanah tersebut. Agraria menjadi sebuah kata
yang sangat kompleks pemaknaannya. Tidak hanya itu, agraria memiliki aspek-aspek penting,
seperti yang dikemukakan oleh Sayogyo (1985) dalam Syahyuti (2006):
Salah satu aspek penting dalam agraria adalah tentang “pemilikan” dan “penguasaan”.
Pemilikan merupakan status hukum antara seseorang dengan sebidang tanah,
sedangkan penguasaan lebih kepada aspek ekonomi yaitu akses pemanfaatan
seseorang terhadap sebidang tanah. Namun, ada yang membedakannya menjadi:
pemilikan merupakan penguasaan formal, sedangkan penguasaan merupakan
penguasaan efektif.
Dalam perkembangannya, ranah agraria terbatasi pada wilayah pertanian belaka. Padahal,
berbagai isu agrarian dan konflik yang terjadi disana, serta klaim-klaim/pendudukan tanah oleh
rakyat pada periode sebelumnya berada di perkebunan (Luthfi et.al 2010). Konsep-konsep yang
telah dikemukakan oleh para ahli tersebut sejalan dengan konsep yang dikemukakan Sitorus
(2002) dalam Adly (2009) dalam Ningtyas dan Dharmawan (2010) bahwa lingkup agraria
mengandung pengertian yang luas dari sekedar “tanah pertanian” atau “pertanian”, yaitu suatu
bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami (fisik dan hayati) dan kehidupan sosial
yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disintesiskan bahwa
agraria adalah keseluruhan sumberdaya alam baik yang terkandung di atas maupun di bawah
tanah yang memenuhi bentang alam yang ada.
2.1.2. Ketimpangan Struktur Agraria
Dalam kurun waktu tertentu, yaitu sejak tahun 1960 sampai awal pemerintahan orde baru,
kasus agraria menjadi suatu isu yang sangat kompleks dan sentral. Kasus tersebut biasanya
terkait ketimpangan struktur agraria. Menurut Sunito dan Purwandari (2006), dalam konteks
sosiologi agraria, struktur agraria dipahami sebagai pola hubungan antar subyek agraria dan
antara subyek agraria dan obyek agraria. Pola hubungan yang pertama menunjukkan adanya
hubungan sosio-agraria sedangkan pola hubungan kedua menunjukkan adanya hubungan teknis.
Sejarah menunjukkan struktur agraria dapat dilihat dari tipe penguasaan terhadap sumber-sumber
agrarianya. Hal ini diperjelas dengan pendapat Sunito dan Purwandari (2006) bahwa perjalanan
tipe struktur agraria dimulai dari tipe struktur naturalistik, feodalis, kapitalis, sosialis dan
populis/neo-populis. Masing-masing tipe struktur agraria memiliki karakteristik yang berbeda terkait
dengan ciri dominan pada masing-masing subjek agraria. Pada tipe naturalis, SSA dikuasai secara
komunal oleh masyarakat lokal, sedangkan tipe feodalis SSA dikuasai oleh raja. Kedua tipe di atas
merupakan tipe-tipe awal struktur agraria. Dalam perkembangannya, muncul tipe kapitalis, sosialis
dan populis. Tiga tipe ideal struktur agraria (Wiradi 1998 dalam Sunito dan Purwandari 2006) yaitu:
1. tipe kapitalis : SSA dikuasai oleh non-penggarap (perusahaan)
2. tipe sosialis : SSA dikuasai oleh negara/kelompom pekerja
3. tipe populis/neo-populis: SSA dikuasai oleh keluarga/rumah tangga pengguna.
Lingkup hubungan agraria dari masa ke masa melibatkan tiga subyek agraria yang masingmasing memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumber-sumber agraria. Hal ini dapat dilihat
pada gambar hubungan-hubungan agraria (Sitorus 2002 dalam Sunito dan Purwandari 2006):
5
Pemerintah
Sumber-Sumber
Agraria
Komunitas
Swasta
Keterangan:
Hubungan teknis agraria (kerja)
Hubungan sosio-agraria
Gambar 1. Hubungan-Hubungan Agraria
Konsep ini sejalan dengan penelitian Ningtyas dan Dharmawan (2010) yang menyatakan
bahwa lingkup agraria itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu obyek agraria atau dapat disebut juga
sebagai sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik. Sumber-sumber agraria ini sangat erat
kaitannya dengan ruang fisik tertentu yang tidak dapat dipisahkan ataupun dimusnahkan. Oleh
karena itu, sumber-sumber sangat erat kaitannya dengan akumulasi kekuasaan (politik, ekonomi,
sosial).
Namun pada kenyataan saat ini, hubungan-hubungan agraria yang telah dikemukakan oleh
Sitorus (2002) tidak lagi relevan dengan kondisi yang terjadi di lapangan saat ini. Hal tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut.
PEMERINTAH
Peran ganda sebagai
“aliansi” pengusaha
(swasta)
LSM
Peran ganda sebagai
“aliansi”
pemerintah/pengusaha
an
SWASTA
Peran ganda sebagai
“aliansi” pemerintah
SUMBER-SUMBER
AGRARIA
KOMUNITAS
6
Keterangan:
Hubungan kerjasama
Menunjukkan hubungan memanfaatkan
Hubungan menciptakan
Hubungan perbedaan kepentingan (konflik)
Gambar 2. Hubungan Aktor-Aktor Agraria
Gambar diatas dapat dideskripsikan bahwa setiap aktor berusaha untuk dapat memiliki
akses dalam memanfaatkan sumber-sumber agraria. Pemerintah, yang biasanya juga memiliki
peran ganda sebagai pengusaha, bekerjasama dengan swasta yang juga memliliki peran ganda
yaitu mempunyai posisi di pemerintahan saling bekerjasama untuk melancarkan kepentingan
mereka tanpa merangkul masyarakat yang dianggap tidak potensial dalam melancarkan
pemenuhan kepentingan mereka. Kemudian pemerintah menciptakan LSM secara diam-diam,
yang notabene LSM adalah bentukan dari masyarakat atau komunitas itu sendiri untuk menjadi
jembatan penghubung untuk menyampaikan kepentingan masyarakat. Hal ini dilakukan
pemerintah agar LSM mampu mempengaruhi masyarakat dalam mengambil tindakan yang pada
akhirnya dapat memuluskan jalan pemerintah dalam memanfaatkan sumber-sumber agraria.
Antara komunitas dan swasta hampir tidak pernah terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
Itu sebabnya dalam gambar ditunjukkan bahwa keduanya memiliki hubungan perbedaan
kepentingan yang selalu memunculkan konflik. Gambar ini mampu dibuktikan oleh hasil penelitian
dari Nurhayaty dan Sina (2013) yang menyatakan bahwa karena pemenuhan pendapatan daerah,
maka pemerintah daerah berani mengeluarkan izin pertambangan sebanyak-banyaknya agar
pendapat minimal daerah terpenuhi. Hal ini menunjukkan adanya kerjasama dengan pihak swasta
namun tidak memperhatikan kepentingan masyarakat. Tidak hanya itu, penelitian dari Cahyono
et.al (2010) mengatakan konflik terjadi karena adanya perebutan penguasaan lahan (sumbersumber agrarian) karena adanya rencana proyek besar penambangan pasir besi oleh PT. Jogja
Magasa Mining (JMM) dengan penanam saham utama adalah keluarga besar Kraton Yogyakarta
dan Paku Alaman serta kerjasama dengan PT. Indomine Australia. Pemda Kulon Progo
menyetujui rencana ini dengan alasan dapat meningkatkan pemasukan daerah. Lagi lagi
masyarakat tidak menjadi bagian dari pertimbangan kerjasama ini. Akibatnya masyarakat menjadi
kaum yang terpinggirkan kepentingannya.
2.1.3. Konsep Pertambangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan
mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta pascatambang. Penelitian Risal et.al (2013) menyatakan bahwa terdapat
sejumlah unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan
penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir orang tertentu
(orang kaya).
Menurut Risal et.al (2013) Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang
tak terbaharukan (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya
dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif
dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek
pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation).
Sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 lalu, terdapat sedikitnya 1271 izin
pertambangan di Kalimantan Timur yang menjadikan produsen batubara nomor 1di Indonesia,
dengan hampir 61% batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi
sangaat ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu memenuhi
kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3,7 persen per tahun (Risal et.al 2013).
Usaha pertambangan yang dilakukan para investor tersebut ada kaitanya dengan masyarakat
7
lokal. Hal ini dikarenakan areal yang digunakan untuk usaha pertambangan merupakan areal
dimana masyarakat lokal tinggal. Sandt (2009) menyatakan bahwa “This inventory of the situation
of indigenous communities in mining areas and of their efforts at organized resistance is a first
contribution to the newly defined objective of Cordaid – through its program “Identity, Diversity and
Social Cohesion” – to support empowering and participatory processes that strengthen the position
of these communities in their dealings with transnational mining companies and government
agencies”.
Berdasarkan konsep dan teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dibuat suatu
konsep baru bahwa pertambangan merupakan kegiatan menganalisis, mengolah dan
memasarkan sumberdaya tak terbarukan (renewable) seperti mineral atau batubara dengan
konsekuensi kerusakan lingkungan dan keuntungan hanya untuk segelintir orang.
2.1.4. Definisi Kesejahteraan
Konsep kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur
keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Konsep kesejahteraan berbeda di
setiap daerah, sehingga tingkat kesejahteraan di setiap daerah dapat berbeda-beda pula,
tergantung pendefinisian daerah tersebut mengenai kesejahteraan. Namun secara umum, konsep
kesejahteraan yang ideal tersebut dikemukakan oleh BPS dikutip Bappenas (2005), bahwa
indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada tujuh yaitu, pendapatan,
konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan keluarga, kemudahan
mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, dan
kemudahan mendapat akses pendidikan. Lebih rinci dalam BPS (2010) dijelaskan bahwa:
1. pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan oleh
responden yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka.
Semakin tinggi pendapatan maka semakin berkurang persentase pengeluaran untuk
makanan pokok, namun cenderung semakin tinggi persentase pengeluaran untuk
makanan/minuman jadi atau yang berprotein tinggi. Penduduk miskin cenderung
persentase pengeluaran untuk makanan pokok masih sangat tinggi.
2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pengeluaran yang menunjukkan tingginya
tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu
pengeluaran yang lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diperoleh sehingga selisih
tersebut merupakan kelebihan yang dapat disimpan sebagai tabungan. Secara nasional,
modus rata-rata pengeluaran perkapita sebulan adalah pada golongan pengeluaran Rp.
300.000–Rp 499.999.
3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah, penerangan, jenis
alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap, sumber air. Kondisi dan
kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah
tangga. Semakin baik kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menggambarkan
semakin baik keadaan sosial ekonomi (kesejahteraan) suatu rumah tangga.
4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit. Salah
satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah
dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya.
5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam
menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti JAMKESMAS dan lainlain.
6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam memperoleh
jenjang pendidikan yang baik dan tinggi. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki
seseorang merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formalnya. Semakin tinggi
ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata masyarakat di suatu wilayah maka semakin
tinggi taraf intelektualitas di wilayah tersebut.
8
7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang dimiliki responden
untuk mempermudah akses ke berbagai tempat.
Secara umum kesejahteraan ada kaitan dengan kemiskinan. Intervensi kapitalis ke dalam
wilayah yang belum mengetahui secara jelas tentang konsep-konsep kepemilikan lahan
cenderung akan dipermainkan oleh para kapitalis, hingga terampasnya kesejahteraan mereka.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tauchid (2009) yang menyatakan bahwa, arena penanaman
modal selalu mencari sasaran tanah dan memerlukan tenaga manusia yang cukup banyak dan
murah, maka dicarilah tempat yang tanahnya baik dan cukup banyak penduduknya. Alhasil di
daerah-daerah tersebut menjadi makin sempit dan rakyatnya makin terdesak. Secara serentak ,
kemiskinan masih merupakan wajah perdesaan yang utama dimana dua-pertiga dari penduduk
miskin dunia merupakan kaum miskin pedesaan (Bernstein 2008). Berdasarkan pendapat para ahli
dan hasil penelitian di atas terkait kesejahteraan, maka dapat dibuat sebuah konsep baru bahwa
kesejahteraan adalah suatu konsep yang menggambarkan kondisi seseorang yang dapat
memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan politik serta memiliki akses pada sumberdaya agraria
sesuai dengan ukuran kesejahteraan yang ditentukan pada daerah tersebut.
2.1.5. Karakteristik Subyek dan Obyek Agraria
Karakteristik subyek dan obyek agraria adalah ciri khas yang dimiliki oleh aktor pemanfaat
sumber-sumber agraria dan sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik. Subyek agraria yang
pertama adalah pemerintah (negara). Karakteristik yang melatarbelakangi pemerintah lebih
cenderung kepada peran pemerintah dalam hal penguasaan atas sumber-sumber agraria. Seperti
dalam penelitian Nirmala (2013) yang menyatakan bahwa negara dipandang sebagai yang
memiliki karakter lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau
kekuasaan untuk mengatur, mengurus, memelihara dan mengawasi pemanfaatan seluruh
potensi sumber daya agrarian yang ada dalam wilayahnya secara intensif, namun tidak sebagai
pemilik, karena pemiliknya adalah Bangsa Indonesia.
Subyek agraria yang lain adalah swasta (perusahaan) dalam konteks ini adalah
perusahaan pertambangan. mengacu pada penelitan yang dilakukan Amran dan Devi (2008)
bahwa karakteristik perusahaan dapat dilihat dari kepemilikan saham pemerintah (government
shareholding), kepemilikan saham asing (foreign shareholding), ukuran perusahaan (corporate
size), tipe industri (industry type), profitabilitas (profitability). Sebagai variabel tambahan
adalah regulasi pemerintah (Government Regulation).
Subyek agraria selanjutnya adalah masyarakat. Merujuk pada penelitian Sawitri dan
Subiandono (2010) bahwa karakteristik masyarakat meliputi kependudukan, mata pencaharian,
kepemilikan lahan, dan perumahan. Dari keempat karakteristik tersebut, dikembangkan menjadi
asal-usul penduduk, jumlah KK, pekerjaan utama, sampingan, bahan utama perumahan,
kepemilikan lahan, luas rumah, jarak ke hutan. Sesuai dengan kebutuhan peneliti, maka beberapa
karakteristik yang akan ditelusuri adalah asal-usul penduduk, pekerjaan utama, pekerjaan
sampingan, kepemilikan lahan, dan jarak ke lokasi tambang.
Obyek agraria dalam konteks ini sesuai dengan definisi Menurut Risal et.al (2013) bahwa
objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (nonrenewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan
manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan
empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek
lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation).
2.2.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pada kerangka analisis penelitian baru, terlihat bahwa yang menjadi fokus analisis adalah
pengaruh implementasi usaha pertambangan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal.
Kesejahteraan masyarakat lokal dilihat dari beberapa indikator pokok seperti pendapatan,
konsumsi, fasilitas tempat tinggal, akses layanan kesehatan, akses pendidikan, dan kepemilikan
alat transportasi. Implementasi usaha pertambangan tersebut kemudian dilihat dari beberapa
kegiatan dengan berpedoman pada UUPA Nomor 5 Tahun 1960, diantaranya pengaturan
9
penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian sengketa tanah. Dalam
implementasi usaha pertambangan, ada beberapa komponen yang mempengaruhinya. Komponen
tersebut adalah karakteristik subyek agraria dan obyek agaria. Oleh karena itu, dalam kerangka
analisis digambarkan bahwa subyek agraria dan obyek agraria mempengaruhi implementasi
usaha pertambangan dan kesejahteraan masyarakat.
Karakteristik
Subyek Agraria
1. Masyarakat
2. Pemerintah
3. Swasta
Implementasi Usaha
Pertambangan
1. Pengaturan
Penguasaan Tanah
2. Pemberian Hak atas
tanah
3. Penyelesaian
Sengketa Tanah
1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik
obyek agraria
6.
7.
Tingkat kesejahteraan
masyarakat
Pendapatan
Konsumsi
Fasilitas tempat tinggal
Kesehatan
Akses layanan
kesehatan
Akses pendidikan
Kepemilikan alat
transportasi
Keterangan:
: Hubungan mempengaruhi
: Fokus analisis utama
Gambar 3. Kerangka analisis penelitian baru
2.3.
HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dibuat, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Implementasi usaha pertambangan dipengaruhi oleh subyek dan obyek agrarianya.
2. Kesejahteraan masyarakat desa dipengaruhi oleh subyek dan obyek agrarianya.
3. Implementasi usaha pertambangan akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.
2.4.
DEFINISI OPERASIONAL
1. Implementasi aktivitas pertambangan adalah kegiatan penerapan pengelolaan sumberdaya
agraria meliputi pengaturan penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian
sengketa tanah. Indikator implementasi aktivitas pertambangan dapat dilihat dari:
Tabel 1. Indikator Implementasi Aktivitas Pertambangan
Variabel/Indikator
Definisi
proses mengatur
Definisi
Operasional
Kategori
Pengukuran secara
subyektif dilakukan
Skala
Pengukuran
10
kesanggupan
untuk
menggunakan
atau menguasai
tanah secara adil
sesuai ketentuan.
Pengaturan
Penguasaan
Tanah
Pemberian
atas Tanah
Hak
Penyelesaian
sengketa
atas
tanah
kegiatan
pemberian
hak
tanah
kepada
seseorang sesuai
ketentuan
yang
berlaku.
upaya kolaboratif
dalam
menanggulangi
konflik
antar
subyek
agraria
dalam
akses
terhadap sumbersumber agraria.
untuk
mengetahui
pengaturan
penguasaan tanah.
Pertanyaan
terdiri
dari
3
dengan
penilaian berikut:
Ya = skor 2
Tidak = skor 1
Pengukuran secara
subyektif dilakukan
untuk
mengetahui
pemberian hak atas
tanah. Terdiri dari
pertanyaan tentang
sistem pendaftaran
atas tanah dengan
kriteria skor:
(1) Sistem akta
(2) Sistem hak
dan
pertanyaan
tentang
sistem
publikasi
tanah
dengan kriteria skor:
(1) Publikasi negatif
(2) Publikasi positif
Pengukuran secara
subyektif dilakukan
untuk
mengetahui
cara penyelesaian
sengketa
atas
tanah. Terdiri dari 3
pertanyaan, dengan
penilaian berikut:
Ya = skor 2
Tidak = skor 1
Ordinal
Ordinal
Ordinal
2. Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal adalah ukuran baik buruknya keadaan masyarakat
lokal pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Indikator kesejahteraan dilihat berdasarkan
pendapatan, pengeluaran atau konsumsi keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan, akses
terhadap layanan kesehatan, akses terhadap pendidikan dan pemilikan alat transportasi.
Indikator tersebut dapat dilihat dari:
Tabel 2. Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat lokal
Variabel/Indikator
Pendapatan
Definisi
penghasilan tetap
yang
diperoleh
dalam satu bulan
oleh
responden
yang
merupakan
pemasukan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup mereka.
Definisi Operasional
Kategori
Pengukuran
secara
subyektif
dilakukan
untuk
mengetahui
pendapatan
masyarakat. Variabel ini
diukur dengan kriteria
skor 1-3 yang akan
ditentukan
setelah
dilapang.
Pengukuran
subyektif
secara
dilakukan
Skala
Pengukuran
Ordinal
11
Konsumsi
atau
Pengeluaran
Keluarga
Fasilitas
Tinggal
Tempat
jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup seharihari.
Kondisi dan kualitas rumah yang
ditempati yang diukur dari jenis lantai
rumah,
penerangan,
kondisi
MCK, kondisi bangunan, atap rumah, sumber air.
Kesehatan
indikator
kebebasan
dari
penyakit.
Salah
satu indikator yang
digunakan
untuk
menentukan derajat
kesehatan penduduk
adalah
dengan
melihat
kondisi
ke-luhan
kesehatan-nya.
Akses Terhadap
Pendidikan
kemudahan
responden
dalam
memperoleh
jen-
untuk
mengetahui
besarmya
konsumsi
atau
pengeluran
keluarga
sehari-hari.
Variabel
ini
diukur
dengan kriteria skor 1-3
yang akan ditentukan
setelah dilapang.
Pengukuran
secara
subyektif
dilakukan
untuk
mengetahui
fasilitas tempat tingga.
Terdiri dari pertanyaan
tentang
jenis
lantai
rumah dengan skor:
(1) Tanah
(2) Kayu
(3) Keramik
Penerangan,
dengan
skor:
(1) Lilin, lampu minyak
(2) Genset pribadi
(3) PLN
Kondisi MCK, dengan
skor:
(1) Milik orang lain
(2) Milik bersama
(3) Milik pribadi
Kondisi
bangunan,
dengan skor:
(1)
Tepas/anyaman
bambu
(2) Kayu
(3) Tembok
Atap rumah, dengan
skor:
(1) Rumbia
(2) Seng
(3) Genteng
Sumber air, dengan
skor:
(1) Sungai
(2) Sumur umum
(3) Sumur sendiri
Pengukuran
secara
subyektif
dilakukan
untuk
mengetahui
derajat
kesehatan
masyarakat. Variabel ini
diukur dengan kriteria
skor:
(1) 3-4 kali sakit selama
enam bulan terakhir
(2) 1-2 kali sakit selama
enam bulan terakhir
(3) tidak pernah sakit
selama enam bulan
terakhir
Pengukuran
secara
subyektif
dilakukan
untuk mengetahui akses
Ordinal
Ordinal
Ordinal
ordinal
12
jang
yang
tinggi.
Kepemilikan alat
transportasi
pendidikan
baik
dan
jenis alat
transportasi yang dimiliki responden untuk mempermudah
akses ke berbagai
tempat.
masyarakat
terhadap
pendidikan. Terdapat 3
pertanyaan
dengan
kriteria skor:
(1) tidak sekolah, SD
(2) SMP, SMA
(3) Diploma, Sarjana
Pengukuran
secara
subyektif
dilakukan
untuk mengetahui akses
masyarakat
terhadap
pendidikan. Variabel ini
diukur dengan kriteria
skor:
(1) tidak berkendara
(2) motor
(3) mobil
Ordinal
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1.
LOKASI DAN WAKTU
Penelitian mengenai pengaruh implemetasi usaha pertambangan terhadap kesejahteraan
masyarakat Desa Bantar Karet ini akan dilaksanakan di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung,
Bogor selama 6 bulan terhitung mulai Bulan Juni-Januari 2014. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja dengan berbagai pertimbangan. Berikut tabel rencana pelaksanaan
penelitian.
Tabel 3.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengaruh Implementasi Usaha Pertambangan Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Desa Bantar Karet Tahun 2014
Jun
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Skripsi
Kolokium
Perbaikan
Proposal
Skripsi
Pengambilan
Data Lapang
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penulisan
Draft Skripsi
Uji Petik
Sidang
Skripsi
13
Perbaikan
Laporan
Skripsi
3.2.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh langsung dari lapang melalui survei (kuesioner), wawancara mendalam dengan
informan dan pengamatan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di
kantor desa dan kecamatan, BPN Kabupaten Bogor, buku, dan jurnal-jurnal hasil penelitian terkait
implementasi usaha pertambangan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan data monografi serta
profil desa. Berikut teknik pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 4. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
Metode
No.
1.
3.3.
variabel
Wawancara
terstruktur
Implementasi usaha
pertambangan
2.
Tingkat
kesejahteraan
masyarakat
3.
Karakteristik
agraria
subyek
4.
Karakteristik
agraria
obyek
Pengamatan
Data
Sekunder
-
Responden
(subyek
agraria:
Masyarakat,
pemerintah
desa
dan
PT. ANTAM
-
Responden
(Masyarakat
Desa
Wawancara
Mendalam
Surat Izin
Usaha
Pertamba
ngan
dokumen
monografi
desa
Kuesioner
Masyarakat,
pemerintah
desa,
PT.
ANTAM
Masyarakat,
pemerintah
desa,
PT.
Antam
Lahan
pertambangan
TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Unit analisa ini yaitu Rumah Tangga, karena sesuai dengan penelitian yang akan
dilaksanakan yaitu mengenai pengaruh implementasi usaha pertambangan terhadap
kesejahteraan masyarakat Desa Bantar Karet, maka rumah tangga menjadi unit analisis
strategis dalam mengetahui tingkat kesejahteraan. Pengolahan data dilakukan dengan tabel
frekuensi untuk menghitung persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk
tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu implementasi usaha
pertambangan dan kesejahteraan masyarakat. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram,
serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel
secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007. Teknik analisa yang digunakan
dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis datanya, yaitu data kualitatif dan data
14
kuantitatif. Pengelolaan data kualitatif dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
Alting H. 2013. Konflik Penguasaan Tanah di Maluku Utara: Rakyat Versus Penguasa dan
Pengusaha. Jurnal Dinamika Hukum. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 30 Maret 2014]; 13(2):
266-282.
Dapat
diunduh
dari:
http://www.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/viewFile/209/157
Amran A dan Devi. 2008. The Impact Of Government And Foreign Affiliate Influence On
Corporate Social Reporting (The Case Of Malaysia).
Accounting,
Auditing
and
Accountability Journal.[Internet]. Jurnal. [Diunduh tanggal 22 Juni 2014]; 23(4): 386-404.
Dapat
diunduh
dari:
http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1722649&show=abstract
[Bappenas]. [tidak ada tahun]. Penataan Ruang dan Pertanahan. [Internet]. Buku. [Dikutip tanggal
6 Juni 2014]. Dapat diunduh dari:
http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8721/1729/
Dassir M. 2009. Sistem Penguasaan Lahan dan Pendapatan Petani Pada Wanatani Kemiri di
Kecamatan Camba Kabupaten Maros. Jurnal Perennial. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 19
Maret
2014];
6(2):
90-98.
Dapat
diunduh
dari:
http://download.portalgaruda.org/article.php?captcha=plectron&article=29472&val=2161&title=
&yt0=Download%2FOpen
[KPA] Konsorsium Pembaruan Agraria. 2012. Terkuburnya Keadilan Bagi Rakyat Melalui Reforma
Agraria. Jakarta (ID): Sekretariat KPA.
Luthfi AN. 2011. Melacak Sejarah Pemikiran Agraria. Yogyakarta: STPN Press. 347 hal.
Luthfi AN, Razif, Fauzi M. 2010. Kronik Agraria Indonesia: Memperluas Imajinasi Lintas Zaman,
Sektor dan Aktor. Yogyakarta: STPN Press. 79 hal.
Ningtyas PMK, Dharmawan AH. 2010. Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)
Terhadap Keadilan Sosial Ekonomi dan Ekologi Masyarakat Lokal. Jurnal Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Jurnal; 4(3): 333-344.
Nirmala P. 2013. Rekonstruksi Sistem Birokrasi Pertanahan Menuju Konsep Keadilan Dalam
Kerangka Politik Hukum Agraria: Tinjauan terhadap Implementasi Ketetapan MPR RI No.
IX/MPR/2001. Jurnal Uniyap. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 22 Juni 2014]; 11(3): 59-64.
Dapat diunduh dari: http://222.124.177.147/index.php/uniyap/article/view/8
Noviyanti D, Rosmini, Hamzah H. 2014. Kajian Hukum Atas Gugatan Citizen Lawsuit Akibat
Dampak Pertambangan Batubara Terhadap Lingkungan Hidup di Kota Samarinda. Jurnal
Beraja Niti. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 29 Maret 2014]; 3(3): 1-13. Dapat diunduh dari:
http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/203
Nurhayaty, Sina L. 2013. Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Lahan
Pertambangan Migas dan Batubara. Jurnal Beraja Niti. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 19
Maret
2014];
2(10):
1-25.
Dapat
diunduh
dari:
http://ejournal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/166
[Permen] Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor
28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara.
15
Risal S, Paranoan DB, Djaja S. 2013. Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan Terhadap
Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Makroman. E-Journal Administrative
Reform. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 28 Februari 2014]; 1(1): 117-131. Dapat diunduh
dari:
http://ar.mian.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/06/Artikel_ejournal_mulai_hlm_ganjil-ok%20%2806-03-13-03-5245%29.pdf
Sandila W. 2012. Penyerahan Tanah Ulayat Kaum Untuk Usaha Pertambangandi Batu Bagendeng
Kenagarian Pakan Rabaa Utara Kabupaten Solok Selatan oleh PT. Universal Mining Prima.
[Tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas. Dapat diunduh dari: http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/PENYERAHAN-TANAH-ULAYAT-KAUM-UNTUK-USAHAPERTAMBANGAN-DI-BATU-BAGENDENG-KENAGARIAN-PAKAN-RABAA-UTARAKABUPATEN-SOLOK-SELATAN-OLEH.pdf
Sandt JVD. 2009. Mining Conflict and Indigenous People in Guatemala. Netherlands: The
Amsterdam University Law Faculty and Financed. 151 hal.
Santoso U. 2009. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana
Sosa M, Zwateveen M. 2012. Exploring The Politics of Water Grabbing: The Case of Large Mining
Operations in The Peruvian Andes. Journal Water Alternatives. [Internet]. Jurnal. [Dikutip
tanggal
29
Maret
2014];
5(2):
360-375.
Dapat
Diunduh
dari:http://web.b.ebscohost.com/abstract?direct=true&profile=ehost&scope=site&authtype=cra
wler&jrnl=19650175&AN=78948535&h=48anUNvo%2f3FyrYx85r1ROJEjyZZCxfxJZDwjgbmC
UIiBfDfqBGL9grtgKyi3lGZvR7XnnvzTDXePGiG9tPY8oQ%3d%3d&crl=c
Sunito S, Purwandari H. 2006. Mekanisme Kotrol Tata Kelola Sumber-Sumber Agraria:
Membangun kelembagaan Kolektif Lokal yang Demokratis. Project Working Paper. [Internet].
[Dikutip tanggal 22 Juni 2014]; Project Working Paper Series No.7. Dapat Diunduh dari:
psp3.ipb.ac.id/file/WP07.doc
Syahyuti. 2006. Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: PT. Bina
Rena Pariwara. 262 hal.
Tauchid M. 2009. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat
Indonesia. Yogyakarta: STPN Press. 691 hal.
[UUPA] Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria Presiden Republik Indonesia. [Internet]. [Diunduh tanggal 29 maret 2014].
Dapat diunduh dari: http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor-5Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf
Wiradi G. 2009. Seluk Beluk masalah Agraria: Reforma Agraria dan Penelitian Agraria.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. 355 hal.
Wulan DR. 2006. Pelaksanaan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) di Kabupaten
Karanganyar. [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Dapat diunduh dari:
http://eprints.undip.ac.id/15471/
16
LAMPIRAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
PENGARUH IMPLEMENTASI USAHA PERTAMBANGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT DESA BANTAR KARET
No. Kuesioner
:
Tanggal Wawancara
:
:
Jam
I. Data Responden
1.
Nama
2.
Alamat
3.
Usia
4.
Jenis Kelamin
5.
Pendidikan Terakhir
:
:
:
:
:
6.
Status Kependudukan
:
8.
Jumlah Tanggungan
:
9.
10.
11.
Jumlah Pendapatan
Luas Lahan yang dimiliki
Luas lahan yang dikuasai
:
:
:
RT _______/RW _______
( ) Laki-laki
( ) Perempuan
( ) Tidak Sekolah
( ) SD/Sederajat
( ) SMP/Sederajat
( ) SMA/Sederajat
( ) Perguruan Tinggi
( ) Warga Asli
( ) Warga Pendatang
a. Isteri
__________
b. Anak kandung __________
c. Anak angkat
__________
d. Lainnya
__________
II. Implementasi Usaha Pertambangan
No.
Pertanyaan
2.1 Pengaturan Penguasaan tanah
11.
Apakah perusahaan dan pemerintah berpedoman
pada UUPA dan peraturan lanjutan dari UUPA dalam
pengaturan penguasaan tanah?
12
Apakah
pemerintah
melakukan
pendataan
penguasaan pemilikan tanah?
13
Apakah perusahaan melakukan koordinasi dengan
stakeholder lain dalam pengaturan penguasaan atas
tanah?
2.2
Pemberian Hak Atas Tanah
15
Apakah perusahaan melakukan pendaftaran atas
tanah
16.
Apakah perusahaan menggunakan sistem pendaftaran
hak atas tanah?
17.
Apakah perusahaan menggunakan sistem publikasi
positif?
Ya
Tidak
17
2.3
19.
20.
21.
Penyelesaian Sengketa atas Tanah
Apakah ada konflik tanah saat perusahaan tambang
masuk ke desa?
Adakah ganti rugi yang diberikan perusahaan kepada
masyarakat?
Apakah masalah pertanahan diselesaikan oleh pihak
bersangkutan dengan baik?
IV. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
4.1 Tingkat Pendapatan
No Jenis Penerimaan Perminggu
A.
Pertanian
1. Sawah
2. Kebun
3. Ternak (unggas,
ternak besar)
Total
B.
Non Pertanian
1. Pegawai Negeri
2. Pedagang
3.Pengemudi
(ojeg)
4. Buruh
5. Wirausaha
6. Lainnya
……………………
Total
Perbulan
4.2 Konsumsi atau Pengeluaran Keluarga
No
Jenis
Perminggu
Perbulan
Pengeluaran
A.
Pertanian
1. Makan
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Lainnya…
Total
4.2 fasilitas tempat tinggal
No.
Pertanyaan
32.
Apa jenis lantai rumah anda?
33.
Apa sumber penerangan rumah anda?
34.
Apa status MCK anda?
35.
Terbuat dari apa bangunan rumah anda?
36.
Terbuat dari apa atap rumah anda?
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
(
Pertahun
Keterangan
Pertahun
Keterangan
Jawaban
) tanah
) Kayu
) Keramik
) lilin, lampu minyak
) Genset pribadi
) Pribadi
) milik orang lain
) milik bersama
) milik pribadi
) tepas/anyaman bambu
) Kayu
) tembok
) Rumbia
18
37.
Dari mana sumber air di rumah anda?
4.3 Kesehatan
No.
Pertanyaan
40.
Berapa kali anda mengalami sakit dalam 6
bulan terakhir?
(
(
(
(
(
Jawaban
( ) 3-4 kali
( ) 1-2 kali
( ) Tidak pernah sakit
4.4 Akses Terhadap Pendidikan
No.
Pertanyaan
48.
Apa tingkat pendidikan terakhir kepala keluarga?
49
Apa tingkat pendidikan istri/suami anda?
50.
Apa tingkat pendidikan anak anda?
4.5 Kepemilikan Alat Transportasi
No.
Pertanyaan
48.
Apa alat transportasi yang anda miliki?
49
Apa tingkat pendidikan istri/suami anda?
50.
Apa tingkat pendidikan anak anda?
) Seng
) Genteng
) Sungai
) Sumur umum
) Sumur sendiri
(
(
(
(
(
(
(
(
(
Jawaban
) Tidak Sekolah, SD
) SMP, SMA
) Diploma, Sarjana
) Tidak Sekolah, SD
) SMP, SMA
) Diploma, Sarjana
) Tidak Sekolah, SD
) SMP, SMA
) Diploma, Sarjana
(
(
(
(
(
(
(
(
(
Jawaban
) Tidak Berkendara
) Motor
) Mobil
) Tidak Sekolah, SD
) SMP, SMA
) Diploma, Sarjana
) Tidak Sekolah, SD
) SMP, SMA
) Diploma, Sarjana
LAMPIRAN 4. PEDOMAN WAWANCARA
Hari, tanggal
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Pemerintah Desa
:
Lokasi
:
Nama dan Umur
:
Alamat
:
No. Tlp/Hp
:
Pertanyaan
:
1.
2.
Sejak kapan Anda tinggal di Desa Bantar Karet?
Sejak kapan Anda menjadi aparatur Desa?
19
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Apa saja pekerjaan masyarakat di desa ini?
Pada tahun berapa PT. ANTAM memulai aktivitas pertambangan?
Bagaimana tanggapan pemerintah desa saat masuknya PT. ANTAM ke desa?
Apa status lahan pertambangan sebelum dimulainya kegiatan pertambangan?
Bagaimana proses pengaturan penguasaan tanah?
Siapa saja aktor yang berperan dalam pengaturan penguasaan tanah?
Bagaimana proses pemberian hak atas tanah?
Siapa saja aktor yang berperan dalam pemberian hak atas tanah?
Apakah ada konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan?
Mengapa terjadi konflik?
Siapa sajakah aktor yang terlibat dalam konflik tersebut?
Bagaimana proses penyelesaian konflik?
Apakah perusahaan memiliki Sertifikat Izin Usaha Pertambangan?
Apakah masyarakat diberi kesempatan untuk ikut melakukan kegiatan penambangan?
Berapa persen masyarakat lokal yang ikut bekerja di pertambangan?
Sampai kapan Izin Usaha Pertambangan tersebut berlaku?
Prosedur apa saja yang disepakati dalam kegiatan pertambangan?
Adakah tanah masyarakat yang diambil alih untuk usaha pertambangan?
Tanah siapa saja yang diambil alih dan berapa luas tanah tersebut?
adakah pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan
masyarakat?
23. Bagaimana pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan
masyarakat?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Tokoh Masyarakat
Hari, tanggal
:
Lokasi
:
Nama dan Umur
:
Alamat
:
No. Tlp/Hp
:
Pertanyaan
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Sejak kapan Anda tinggal di Desa Bantar Karet?
Apa pekerjaan anda saat ini?
Apa saja pekerjaan masyarakat di desa ini?
Pada tahun berapa PT. ANTAM memulai aktivitas pertambangan?
Bagaimana tanggapan para tokoh masyarakat saat masuknya PT. ANTAM ke desa?
Apa status lahan pertambangan sebelum dimulainya kegiatan pertambangan?
Bagaimana proses pengaturan penguasaan tanah?
Siapa saja aktor yang berperan dalam pengaturan penguasaan tanah?
Bagaimana proses pemberian hak atas tanah?
Siapa saja aktor yang berperan dalam pemberian hak atas tanah?
Apakah ada konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan?
Mengapa terjadi konflik?
Siapa sajakah aktor yang terlibat dalam konflik tersebut?
Bagaimana proses penyelesaian konflik?
Apakah perusahaan memiliki Sertifikat Izin Usaha Pertambangan?
Apakah masyarakat diberi kesempatan untuk ikut melakukan kegiatan penambangan?
Berapa persen masyarakat lokal yang ikut bekerja di pertambangan?
20
18.
19.
20.
21.
22.
Sampai kapan Izin Usaha Pertambangan tersebut berlaku?
Prosedur apa saja yang disepakati dalam kegiatan pertambangan?
Adakah tanah masyarakat yang diambil alih untuk usaha pertambangan?
Tanah siapa saja yang diambil alih dan berapa luas tanah tersebut?
adakah pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan
masyarakat?
23. Bagaimana pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan
masyarakat?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Responden
Hari, tanggal
:
Lokasi
:
Nama dan Umur
:
Alamat
:
No. Tlp/Hp
:
Pertanyaan
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Sejak kapan anda tinggal di desa ini? Jelaskan !
Apa pekerjaan anda saat ini? Jelaskan!
Tahukah anda sejak kapan PT. ANTAM beroperasi di desa ini? Jelaskan!
Bagaimana tanggapan anda atas kehadiran perusahaan pertambangan ini?
Adakah proses sosialisasi dari pihak perusahaan terkait kegiatan pertambangan pada awal
kehadirannya?
Apakah anda diikutsertakan dalam berbagai rapat mediasi terkait pendirian usaha
pertambangan?
Apakah anda salah satu masyarakat yang diambil tanahnya untuk aktivitas pertambangan?
Bagaimana proses pengambilalihan tanah oleh perusahaan pertambangan?
Apa saja dampak yang anda rasakan akibat adanya aktivitas pertambangan?
Apakah pernah terjadi konflik pertanahan?
Jika ya, mengapa bisa tejadi?
Apakah kehadiran perusahaan pertambangan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
anda?
Menurut anda, apakah pengaturan penguasaan lahan di desa ini bersifat adil?
Bagaimana peran pemerintah dalam pengaturan penguasaan tanah, pemberian hak atas
tanah dan penyelesaian sengketa tanah? Apakah netral atau berpihak?
Adakah kesulitan dalam mengakses lahan setelah adanya aktivitas pertambangan? Jelaskan!
Download