1 MAKALAH KOLOKIUM Nama Pemrasaran/NIM Departemen Pembahas 1 Dosen Pembimbing/NIP Judul Rencana Penelitian : : : : : Tanggal dan Waktu : Indah Octavia Putri/I34110034 Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Nindya Dewinta/I34110137 Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA / 19521225 1986 1 002 Pengaruh Implementasi Usaha Pertambangan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Desa Bantar Karet (Kasus: PT. Aneka Tambang Emas Pongkor, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) 25 Juni 2014, 08.00-09.00 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perubahan penguasaan sumberdaya agraria berakar dari masa pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik dan otoriter. Hal tersebut juga terkait pada kepemilikan hak tanah yang dikuasai oleh pemerintah, yang sebelumnya merupakan tanah-tanah adat milik warga sekitar. Tanah tersebut kemudian disewakan kepada perusahaan-perusahaan dengan mengeluarkan surat izin dan HGU kepada perusahaan tersebut. Salah satu perusahaan yang diberikan izin pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria adalah perusahaan pertambangan. Eksplorasi dan eksploitasi kekayaan mineral Indonesia untuk menjadi komoditas bernilai, sekaligus menjadi pionir dalam menghubungkan peradaban urban dengan daerah-daerah terpencil merupakan salah satu peran perusahaan pertambangan. Namun pertanyaan besar yang muncul adalah apakah perusahaan tersebut telah responsif terhadap kehidupan masyarakat sekitar pertambangan dan kehadirannya berdampak positif terhadap kesejahteraan masayarakat? Perubahan penguasaan sumberdaya agraria tak jarang memunculkan konflik akibat ketimpangan penguasaan. Masuknya industri pertambangan yang diharapkan menjadi salah satu cara mengikis kemiskinan malah menjadikan masyarakat semakin tersingkir. Akibatnya putuslah relasi sosial antara penguasa, masyarakat, dan pemerintah di aras lokal yang kemudian memicu konflik agraria yang kronis hingga berujung pada kekerasaan sampai memakan korban. "Akibat putusnya relasi sosial di aras lokal, diiringi dengan kian meningkatnya marjinalisasi, menyebabkan terjadinya berbagai keresahan agraria di sejumlah negara, salah satunya di Indonesia. Kerusuhan dan pemberontakan terjadi dalam berbagai bentuk, baik di dalam rezim kolonial maupun setelah kemerdekaan, termasuk agitas petani dan gerakan petani (yang kadang dijadikan satu dengan gerakan nasionalis), pemberontakan petani melawan kelas tuan tanah, dan pada gilirannya pemberontakan itu menjadi kekuatan bagi beberapa gerakan revolusi yang terlibat dalam bentrok terbuka melawan aparat negara" (White dan Wiradi 2009). Menurut Laporan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria Tahun 2012, terjadi penembakan brutal oleh aparat Brimob Polda NTB dalam penanganan aksi masyarakat di Kabupaten Bima, NTB yang menolak izin pertambangan pada akhir tahun 2011. Ini menjadi bukti putusnya relasi sosial di aras lokal yang menyebabkan jatuhnya korban. Dari 198 kasus yang terjadi di tahun 2012, terdapat 90 kasus terjadi di sektor perkebunan (45 %); 60 kasus di sektor pembangunan infrastruktur (30 %); 21 kasus di sektor pertambangan (11 %); 20 kasus di sektor kehutanan (4%); 5 kasus di sektor pertanian tambak/pesisir (3%); dan 2 kasus di sektor kelautan dan wilayah pesisir pantai (1 %) (KPA, 2012). Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa kasus agraria pada sektor pertambangan berada pada tiga besar kasus agraria yang ada di Indonesia saat ini. Tumpang tindih kebijakan dan undang-undang dalam mengatur tentang agraria menyebabkan permasalahan agraria semakin pelik. Sektor pertambangan menjadi salah satu sektor yang berkontribusi dalam peningkatan pendapatan nasional, khususnya pendapatan daerah. Pemenuhan pendapatan minimal daerah menjadi alasan bagi pemerintah daerah untuk mengeluarkan izin pertambangan yang mampu membantu meningkatkan pendapatan daerah. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Nurhayaty 2 dan Sina (2013) yang menyatakan bahwa karena pemenuhan pendapatan daerah, maka pemerintah daerah berani mengeluarkan izin pertambangan sebanyak-banyaknya agar pendapat minimal daerah terpenuhi. Namun pada kenyataannya sektor pertambangan berada pada 3 besar kasus agraria di Indonesia. Kenyataan ini bertolak belakang dengan peran pertambangan sebagai kontributor pendapatan nasional, khususnya pendapatan daerah. Masuknya pertambangan yang menunjukkan adanya intervensi kapitalis kini semakin mempersempit ruang gerak masyarakat dan akses masyarakat terhadap tanah yang dulu pernah menjadi miliknya. Pengaturan penguasaan tanah yang tak jelas menyebabkan semakin tingginya ketimpangan penguasaan tanah baik di perkotaan maupun di pedesaan. Lemahnya regulasi pun menjadi alasan lanjutan ketimpangan struktur agraria yang tak kunjung usai. Merujuk pada Jurnal Kajian Lemhannas RI tahun 2012, melihat permasalahan ketimpangan penguasaan/pemilikan tanah, dengan berpedoman pada kebijakan pertanahan nasional, sebagaimana dituangkan dalam UUPA, maka implementasi pengelolaan sumberdaya agraria harus dilaksanakan melalui enam kegiatan, yaitu: 1). Penatagunaan tanah, 2). Pengaturan penguasaan tanah, 3). Pendataan sebidang tanah, 4). Pemberian hak atas tanah, 5). Pendaftaran hak atas tanah dan peralihannya (sertifikasi), serta 6). Penyelesaian sengketa tanah. Amanat konstitusi diatas lalu diikuti dengan ketetapan pemerintah (Tap MPR No. IX Tahun 2001), yang menggariskan bahwa kebijakan pertanahan harus bisa berkontribusi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, mengembangkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, dan pemilikan tanah, menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada generasi yang akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat khususnya tanah, sehingga menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa serta konflik dikemudian hari. Melihat pertambangan adalah usaha besar yang juga bisa memberikan sumbangan pada pendapatan daerah, maka usaha pertambangan sangat dipertimbangkan keberadaannya. Namun pada kenyataanya aktivitas pertambangan ini memunculkan kasus agraria seperti ketimpangan penguasaan lahan. Bisa jadi aktivitas usaha pertambangan ini tidak berpedoman pada UUPA Nomor 5 tahun 1960 yang telah disebutkan di atas. Untuk itu, implementasi usaha pertambangan seharusnya berpedoman pada implementasi pengelolaan sumberdaya agraria melalui enam kegiatan di atas, agar terhindar dari ketimpangan penguasaan/pemilikan lahan. Keberhasilan dari implementasi usaha pertambangan ini dimungkinkan mampu melahirkan kesejahteraan masyarakat lokal. Sehingga perlu diuji apakah suatu daerah yang terdapat usaha pertambangan telah sejahtera ketika usaha pertambangan tersebut telah mengimplementasikan kegiatan pengelolaan sumberdaya agraria untuk menghindari ketimpangan penguasaan/pemilikan tanah. Desa Bantar Karet merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor yang lokasinya dekat dengan perusahaan pertambangan emas yaitu PT. Aneka Tambang (ANTAM) Pongkor. Keberadaan desa yang dekat dengan lokasi Pertambangan ini memberikan daya tarik bagi peneliti untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut terkait implementasi pengelolaan sumberdaya agraria. Implementasi pengelolaan sumberdaya agraria yang telah disebutkan diatas menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan perusahaan pertambangan dalam menciptakan kesejahteraan dan menghindari berbagai ketimpangan penguasaan lahan. Oleh karena itu, penting bagi peneliti untuk mengetahui dan menganalisis “apakah implementasi pengelolaan sumberdaya agraria dalam usaha pertambangan PT. ANTAM tersebut berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat?” 1.2. MASALAH PENELITIAN Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Sejauh Mana Implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM dilaksanakan di Desa Bantar Karet? 2. Karakteristik apa yang melatarbelakangi subyek dan obyek agraria di Desa Bantar Karet? 3. Bagaimana pengaruh implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM terhadap kesejahteraan masyarakat Desa Bantar Karet? 3 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Menganalisis implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM dilaksanakan di Desa Bantar Karet. 2. Menganalisis karakteristik yang melatarbelakangi subyek dan obyek agraria di Kampung Bantar Karet 3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh implementasi usaha pertambangan PT. ANTAM terhadap kesejahteraan masyarakat Kampung Bantar Karet. 1.4. KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai implementasi pengelolaan sumberdaya agraria pada aktivitas pertambangan, serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan agraria. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun dan membuat kebijakan mengenai peraturan penguasaan tanah dan hak-hak atas tanah yang dapat menguntungkan semua pihak, paling tidak meminimalisir adanya fenomena ketimpangan penguasaan sumberdaya agrarian. Kemudian mampu menciptakan solusi apabila terjadi ketimpangan dan konflik terhadap lahan yang terjadi antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintah maupun masyarakat dengan lembaga atau penguasa yang berkepentingan. 3. Bagi swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan perusahaan pertambangan dalam menyusun kebijakan terkait implementasi usaha pertambangan, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi untuk mereduksi ketimpangan terutama dalam hal struktur agraria antara masyarakat dan perusahaan pertambangan. Selain itu, perusahaan diharapkan mampu menciptakan iklim kolaboratif dalam implementasi usaha pertambangan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai implementasi pengelolaan sumberdaya agraria, mulai dari pengaturan penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian sengketa tanah serta bagaimana mewujudkan kesejahteraan masayarakat Desa Bantar Karet melalui implementasi tersebut. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi desa-desa lain yang lokasi desanya berada di dekat lokasi pertambangan agar mengetahui bagaimana implementasi pengelolaan sumberdaya agraria yang sesuai yang mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Konsep Agraria Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah, agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk pertanian (Urip 2009). Sedangkan pengertian Agraria dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terdapat pada pasal 1 ayat 2 yaitu “seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya...”. definisi setiap unsur agraria tersebut pun terkandung di dalam UUPA No.5 tahun 1960 pasal 1 ayat 4 bahwa dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Pada pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa “air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut…”. Dan yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut (pasal 1 ayat 6 UUPA 1960). Berbeda dengan pernyataan Luthfi et.al (2010) bahwa agraria adalah ruang hidup bagi manusia, 4 tetumbuhan, hewan, dan kehidupan ekologi itu sendiri, serta hubungan yang terjalin di antara kesemua makhluk itu. Agraria mula-mula adalah tanah. Di atas tanah itu terdapat tetumbuhan, sehingga kita menyebutnya pertanian dan kehutanan. Di atasnya juga terdapat air, sehingga kita menyebutnya pesisir dan kelautan. Di dalamnya terdapat berbagai materi mineral, sehingga kita menyebutnya pertambangan dan perairan. Juga udara. (Luthfi et.al 2010). Untuk itu agraria tidak hanya sebatas tanah, tetapi apa yang terkadung diatas dan dibawah tanah tersebut. Agraria menjadi sebuah kata yang sangat kompleks pemaknaannya. Tidak hanya itu, agraria memiliki aspek-aspek penting, seperti yang dikemukakan oleh Sayogyo (1985) dalam Syahyuti (2006): Salah satu aspek penting dalam agraria adalah tentang “pemilikan” dan “penguasaan”. Pemilikan merupakan status hukum antara seseorang dengan sebidang tanah, sedangkan penguasaan lebih kepada aspek ekonomi yaitu akses pemanfaatan seseorang terhadap sebidang tanah. Namun, ada yang membedakannya menjadi: pemilikan merupakan penguasaan formal, sedangkan penguasaan merupakan penguasaan efektif. Dalam perkembangannya, ranah agraria terbatasi pada wilayah pertanian belaka. Padahal, berbagai isu agrarian dan konflik yang terjadi disana, serta klaim-klaim/pendudukan tanah oleh rakyat pada periode sebelumnya berada di perkebunan (Luthfi et.al 2010). Konsep-konsep yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut sejalan dengan konsep yang dikemukakan Sitorus (2002) dalam Adly (2009) dalam Ningtyas dan Dharmawan (2010) bahwa lingkup agraria mengandung pengertian yang luas dari sekedar “tanah pertanian” atau “pertanian”, yaitu suatu bentang alam yang mencakup keseluruhan kekayaan alami (fisik dan hayati) dan kehidupan sosial yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disintesiskan bahwa agraria adalah keseluruhan sumberdaya alam baik yang terkandung di atas maupun di bawah tanah yang memenuhi bentang alam yang ada. 2.1.2. Ketimpangan Struktur Agraria Dalam kurun waktu tertentu, yaitu sejak tahun 1960 sampai awal pemerintahan orde baru, kasus agraria menjadi suatu isu yang sangat kompleks dan sentral. Kasus tersebut biasanya terkait ketimpangan struktur agraria. Menurut Sunito dan Purwandari (2006), dalam konteks sosiologi agraria, struktur agraria dipahami sebagai pola hubungan antar subyek agraria dan antara subyek agraria dan obyek agraria. Pola hubungan yang pertama menunjukkan adanya hubungan sosio-agraria sedangkan pola hubungan kedua menunjukkan adanya hubungan teknis. Sejarah menunjukkan struktur agraria dapat dilihat dari tipe penguasaan terhadap sumber-sumber agrarianya. Hal ini diperjelas dengan pendapat Sunito dan Purwandari (2006) bahwa perjalanan tipe struktur agraria dimulai dari tipe struktur naturalistik, feodalis, kapitalis, sosialis dan populis/neo-populis. Masing-masing tipe struktur agraria memiliki karakteristik yang berbeda terkait dengan ciri dominan pada masing-masing subjek agraria. Pada tipe naturalis, SSA dikuasai secara komunal oleh masyarakat lokal, sedangkan tipe feodalis SSA dikuasai oleh raja. Kedua tipe di atas merupakan tipe-tipe awal struktur agraria. Dalam perkembangannya, muncul tipe kapitalis, sosialis dan populis. Tiga tipe ideal struktur agraria (Wiradi 1998 dalam Sunito dan Purwandari 2006) yaitu: 1. tipe kapitalis : SSA dikuasai oleh non-penggarap (perusahaan) 2. tipe sosialis : SSA dikuasai oleh negara/kelompom pekerja 3. tipe populis/neo-populis: SSA dikuasai oleh keluarga/rumah tangga pengguna. Lingkup hubungan agraria dari masa ke masa melibatkan tiga subyek agraria yang masingmasing memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumber-sumber agraria. Hal ini dapat dilihat pada gambar hubungan-hubungan agraria (Sitorus 2002 dalam Sunito dan Purwandari 2006): 5 Pemerintah Sumber-Sumber Agraria Komunitas Swasta Keterangan: Hubungan teknis agraria (kerja) Hubungan sosio-agraria Gambar 1. Hubungan-Hubungan Agraria Konsep ini sejalan dengan penelitian Ningtyas dan Dharmawan (2010) yang menyatakan bahwa lingkup agraria itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu obyek agraria atau dapat disebut juga sebagai sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik. Sumber-sumber agraria ini sangat erat kaitannya dengan ruang fisik tertentu yang tidak dapat dipisahkan ataupun dimusnahkan. Oleh karena itu, sumber-sumber sangat erat kaitannya dengan akumulasi kekuasaan (politik, ekonomi, sosial). Namun pada kenyataan saat ini, hubungan-hubungan agraria yang telah dikemukakan oleh Sitorus (2002) tidak lagi relevan dengan kondisi yang terjadi di lapangan saat ini. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. PEMERINTAH Peran ganda sebagai “aliansi” pengusaha (swasta) LSM Peran ganda sebagai “aliansi” pemerintah/pengusaha an SWASTA Peran ganda sebagai “aliansi” pemerintah SUMBER-SUMBER AGRARIA KOMUNITAS 6 Keterangan: Hubungan kerjasama Menunjukkan hubungan memanfaatkan Hubungan menciptakan Hubungan perbedaan kepentingan (konflik) Gambar 2. Hubungan Aktor-Aktor Agraria Gambar diatas dapat dideskripsikan bahwa setiap aktor berusaha untuk dapat memiliki akses dalam memanfaatkan sumber-sumber agraria. Pemerintah, yang biasanya juga memiliki peran ganda sebagai pengusaha, bekerjasama dengan swasta yang juga memliliki peran ganda yaitu mempunyai posisi di pemerintahan saling bekerjasama untuk melancarkan kepentingan mereka tanpa merangkul masyarakat yang dianggap tidak potensial dalam melancarkan pemenuhan kepentingan mereka. Kemudian pemerintah menciptakan LSM secara diam-diam, yang notabene LSM adalah bentukan dari masyarakat atau komunitas itu sendiri untuk menjadi jembatan penghubung untuk menyampaikan kepentingan masyarakat. Hal ini dilakukan pemerintah agar LSM mampu mempengaruhi masyarakat dalam mengambil tindakan yang pada akhirnya dapat memuluskan jalan pemerintah dalam memanfaatkan sumber-sumber agraria. Antara komunitas dan swasta hampir tidak pernah terjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Itu sebabnya dalam gambar ditunjukkan bahwa keduanya memiliki hubungan perbedaan kepentingan yang selalu memunculkan konflik. Gambar ini mampu dibuktikan oleh hasil penelitian dari Nurhayaty dan Sina (2013) yang menyatakan bahwa karena pemenuhan pendapatan daerah, maka pemerintah daerah berani mengeluarkan izin pertambangan sebanyak-banyaknya agar pendapat minimal daerah terpenuhi. Hal ini menunjukkan adanya kerjasama dengan pihak swasta namun tidak memperhatikan kepentingan masyarakat. Tidak hanya itu, penelitian dari Cahyono et.al (2010) mengatakan konflik terjadi karena adanya perebutan penguasaan lahan (sumbersumber agrarian) karena adanya rencana proyek besar penambangan pasir besi oleh PT. Jogja Magasa Mining (JMM) dengan penanam saham utama adalah keluarga besar Kraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta kerjasama dengan PT. Indomine Australia. Pemda Kulon Progo menyetujui rencana ini dengan alasan dapat meningkatkan pemasukan daerah. Lagi lagi masyarakat tidak menjadi bagian dari pertimbangan kerjasama ini. Akibatnya masyarakat menjadi kaum yang terpinggirkan kepentingannya. 2.1.3. Konsep Pertambangan Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. Penelitian Risal et.al (2013) menyatakan bahwa terdapat sejumlah unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir orang tertentu (orang kaya). Menurut Risal et.al (2013) Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation). Sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 lalu, terdapat sedikitnya 1271 izin pertambangan di Kalimantan Timur yang menjadikan produsen batubara nomor 1di Indonesia, dengan hampir 61% batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangaat ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3,7 persen per tahun (Risal et.al 2013). Usaha pertambangan yang dilakukan para investor tersebut ada kaitanya dengan masyarakat 7 lokal. Hal ini dikarenakan areal yang digunakan untuk usaha pertambangan merupakan areal dimana masyarakat lokal tinggal. Sandt (2009) menyatakan bahwa “This inventory of the situation of indigenous communities in mining areas and of their efforts at organized resistance is a first contribution to the newly defined objective of Cordaid – through its program “Identity, Diversity and Social Cohesion” – to support empowering and participatory processes that strengthen the position of these communities in their dealings with transnational mining companies and government agencies”. Berdasarkan konsep dan teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dibuat suatu konsep baru bahwa pertambangan merupakan kegiatan menganalisis, mengolah dan memasarkan sumberdaya tak terbarukan (renewable) seperti mineral atau batubara dengan konsekuensi kerusakan lingkungan dan keuntungan hanya untuk segelintir orang. 2.1.4. Definisi Kesejahteraan Konsep kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Konsep kesejahteraan berbeda di setiap daerah, sehingga tingkat kesejahteraan di setiap daerah dapat berbeda-beda pula, tergantung pendefinisian daerah tersebut mengenai kesejahteraan. Namun secara umum, konsep kesejahteraan yang ideal tersebut dikemukakan oleh BPS dikutip Bappenas (2005), bahwa indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada tujuh yaitu, pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan. Lebih rinci dalam BPS (2010) dijelaskan bahwa: 1. pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan oleh responden yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Semakin tinggi pendapatan maka semakin berkurang persentase pengeluaran untuk makanan pokok, namun cenderung semakin tinggi persentase pengeluaran untuk makanan/minuman jadi atau yang berprotein tinggi. Penduduk miskin cenderung persentase pengeluaran untuk makanan pokok masih sangat tinggi. 2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pengeluaran yang menunjukkan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat yaitu pengeluaran yang lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diperoleh sehingga selisih tersebut merupakan kelebihan yang dapat disimpan sebagai tabungan. Secara nasional, modus rata-rata pengeluaran perkapita sebulan adalah pada golongan pengeluaran Rp. 300.000–Rp 499.999. 3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah, penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Semakin baik kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menggambarkan semakin baik keadaan sosial ekonomi (kesejahteraan) suatu rumah tangga. 4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya. 5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti JAMKESMAS dan lainlain. 6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki seseorang merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formalnya. Semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata masyarakat di suatu wilayah maka semakin tinggi taraf intelektualitas di wilayah tersebut. 8 7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat. Secara umum kesejahteraan ada kaitan dengan kemiskinan. Intervensi kapitalis ke dalam wilayah yang belum mengetahui secara jelas tentang konsep-konsep kepemilikan lahan cenderung akan dipermainkan oleh para kapitalis, hingga terampasnya kesejahteraan mereka. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tauchid (2009) yang menyatakan bahwa, arena penanaman modal selalu mencari sasaran tanah dan memerlukan tenaga manusia yang cukup banyak dan murah, maka dicarilah tempat yang tanahnya baik dan cukup banyak penduduknya. Alhasil di daerah-daerah tersebut menjadi makin sempit dan rakyatnya makin terdesak. Secara serentak , kemiskinan masih merupakan wajah perdesaan yang utama dimana dua-pertiga dari penduduk miskin dunia merupakan kaum miskin pedesaan (Bernstein 2008). Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian di atas terkait kesejahteraan, maka dapat dibuat sebuah konsep baru bahwa kesejahteraan adalah suatu konsep yang menggambarkan kondisi seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan politik serta memiliki akses pada sumberdaya agraria sesuai dengan ukuran kesejahteraan yang ditentukan pada daerah tersebut. 2.1.5. Karakteristik Subyek dan Obyek Agraria Karakteristik subyek dan obyek agraria adalah ciri khas yang dimiliki oleh aktor pemanfaat sumber-sumber agraria dan sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik. Subyek agraria yang pertama adalah pemerintah (negara). Karakteristik yang melatarbelakangi pemerintah lebih cenderung kepada peran pemerintah dalam hal penguasaan atas sumber-sumber agraria. Seperti dalam penelitian Nirmala (2013) yang menyatakan bahwa negara dipandang sebagai yang memiliki karakter lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus, memelihara dan mengawasi pemanfaatan seluruh potensi sumber daya agrarian yang ada dalam wilayahnya secara intensif, namun tidak sebagai pemilik, karena pemiliknya adalah Bangsa Indonesia. Subyek agraria yang lain adalah swasta (perusahaan) dalam konteks ini adalah perusahaan pertambangan. mengacu pada penelitan yang dilakukan Amran dan Devi (2008) bahwa karakteristik perusahaan dapat dilihat dari kepemilikan saham pemerintah (government shareholding), kepemilikan saham asing (foreign shareholding), ukuran perusahaan (corporate size), tipe industri (industry type), profitabilitas (profitability). Sebagai variabel tambahan adalah regulasi pemerintah (Government Regulation). Subyek agraria selanjutnya adalah masyarakat. Merujuk pada penelitian Sawitri dan Subiandono (2010) bahwa karakteristik masyarakat meliputi kependudukan, mata pencaharian, kepemilikan lahan, dan perumahan. Dari keempat karakteristik tersebut, dikembangkan menjadi asal-usul penduduk, jumlah KK, pekerjaan utama, sampingan, bahan utama perumahan, kepemilikan lahan, luas rumah, jarak ke hutan. Sesuai dengan kebutuhan peneliti, maka beberapa karakteristik yang akan ditelusuri adalah asal-usul penduduk, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan, kepemilikan lahan, dan jarak ke lokasi tambang. Obyek agraria dalam konteks ini sesuai dengan definisi Menurut Risal et.al (2013) bahwa objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (nonrenewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation). 2.2. KERANGKA PEMIKIRAN Pada kerangka analisis penelitian baru, terlihat bahwa yang menjadi fokus analisis adalah pengaruh implementasi usaha pertambangan terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Kesejahteraan masyarakat lokal dilihat dari beberapa indikator pokok seperti pendapatan, konsumsi, fasilitas tempat tinggal, akses layanan kesehatan, akses pendidikan, dan kepemilikan alat transportasi. Implementasi usaha pertambangan tersebut kemudian dilihat dari beberapa kegiatan dengan berpedoman pada UUPA Nomor 5 Tahun 1960, diantaranya pengaturan 9 penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian sengketa tanah. Dalam implementasi usaha pertambangan, ada beberapa komponen yang mempengaruhinya. Komponen tersebut adalah karakteristik subyek agraria dan obyek agaria. Oleh karena itu, dalam kerangka analisis digambarkan bahwa subyek agraria dan obyek agraria mempengaruhi implementasi usaha pertambangan dan kesejahteraan masyarakat. Karakteristik Subyek Agraria 1. Masyarakat 2. Pemerintah 3. Swasta Implementasi Usaha Pertambangan 1. Pengaturan Penguasaan Tanah 2. Pemberian Hak atas tanah 3. Penyelesaian Sengketa Tanah 1. 2. 3. 4. 5. Karakteristik obyek agraria 6. 7. Tingkat kesejahteraan masyarakat Pendapatan Konsumsi Fasilitas tempat tinggal Kesehatan Akses layanan kesehatan Akses pendidikan Kepemilikan alat transportasi Keterangan: : Hubungan mempengaruhi : Fokus analisis utama Gambar 3. Kerangka analisis penelitian baru 2.3. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan kerangka pemikiran yang dibuat, hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Implementasi usaha pertambangan dipengaruhi oleh subyek dan obyek agrarianya. 2. Kesejahteraan masyarakat desa dipengaruhi oleh subyek dan obyek agrarianya. 3. Implementasi usaha pertambangan akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. 2.4. DEFINISI OPERASIONAL 1. Implementasi aktivitas pertambangan adalah kegiatan penerapan pengelolaan sumberdaya agraria meliputi pengaturan penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian sengketa tanah. Indikator implementasi aktivitas pertambangan dapat dilihat dari: Tabel 1. Indikator Implementasi Aktivitas Pertambangan Variabel/Indikator Definisi proses mengatur Definisi Operasional Kategori Pengukuran secara subyektif dilakukan Skala Pengukuran 10 kesanggupan untuk menggunakan atau menguasai tanah secara adil sesuai ketentuan. Pengaturan Penguasaan Tanah Pemberian atas Tanah Hak Penyelesaian sengketa atas tanah kegiatan pemberian hak tanah kepada seseorang sesuai ketentuan yang berlaku. upaya kolaboratif dalam menanggulangi konflik antar subyek agraria dalam akses terhadap sumbersumber agraria. untuk mengetahui pengaturan penguasaan tanah. Pertanyaan terdiri dari 3 dengan penilaian berikut: Ya = skor 2 Tidak = skor 1 Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui pemberian hak atas tanah. Terdiri dari pertanyaan tentang sistem pendaftaran atas tanah dengan kriteria skor: (1) Sistem akta (2) Sistem hak dan pertanyaan tentang sistem publikasi tanah dengan kriteria skor: (1) Publikasi negatif (2) Publikasi positif Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa atas tanah. Terdiri dari 3 pertanyaan, dengan penilaian berikut: Ya = skor 2 Tidak = skor 1 Ordinal Ordinal Ordinal 2. Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal adalah ukuran baik buruknya keadaan masyarakat lokal pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Indikator kesejahteraan dilihat berdasarkan pendapatan, pengeluaran atau konsumsi keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan, akses terhadap layanan kesehatan, akses terhadap pendidikan dan pemilikan alat transportasi. Indikator tersebut dapat dilihat dari: Tabel 2. Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat lokal Variabel/Indikator Pendapatan Definisi penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan oleh responden yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Definisi Operasional Kategori Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui pendapatan masyarakat. Variabel ini diukur dengan kriteria skor 1-3 yang akan ditentukan setelah dilapang. Pengukuran subyektif secara dilakukan Skala Pengukuran Ordinal 11 Konsumsi atau Pengeluaran Keluarga Fasilitas Tinggal Tempat jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati yang diukur dari jenis lantai rumah, penerangan, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap rumah, sumber air. Kesehatan indikator kebebasan dari penyakit. Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan penduduk adalah dengan melihat kondisi ke-luhan kesehatan-nya. Akses Terhadap Pendidikan kemudahan responden dalam memperoleh jen- untuk mengetahui besarmya konsumsi atau pengeluran keluarga sehari-hari. Variabel ini diukur dengan kriteria skor 1-3 yang akan ditentukan setelah dilapang. Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui fasilitas tempat tingga. Terdiri dari pertanyaan tentang jenis lantai rumah dengan skor: (1) Tanah (2) Kayu (3) Keramik Penerangan, dengan skor: (1) Lilin, lampu minyak (2) Genset pribadi (3) PLN Kondisi MCK, dengan skor: (1) Milik orang lain (2) Milik bersama (3) Milik pribadi Kondisi bangunan, dengan skor: (1) Tepas/anyaman bambu (2) Kayu (3) Tembok Atap rumah, dengan skor: (1) Rumbia (2) Seng (3) Genteng Sumber air, dengan skor: (1) Sungai (2) Sumur umum (3) Sumur sendiri Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat. Variabel ini diukur dengan kriteria skor: (1) 3-4 kali sakit selama enam bulan terakhir (2) 1-2 kali sakit selama enam bulan terakhir (3) tidak pernah sakit selama enam bulan terakhir Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui akses Ordinal Ordinal Ordinal ordinal 12 jang yang tinggi. Kepemilikan alat transportasi pendidikan baik dan jenis alat transportasi yang dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat. masyarakat terhadap pendidikan. Terdapat 3 pertanyaan dengan kriteria skor: (1) tidak sekolah, SD (2) SMP, SMA (3) Diploma, Sarjana Pengukuran secara subyektif dilakukan untuk mengetahui akses masyarakat terhadap pendidikan. Variabel ini diukur dengan kriteria skor: (1) tidak berkendara (2) motor (3) mobil Ordinal 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. LOKASI DAN WAKTU Penelitian mengenai pengaruh implemetasi usaha pertambangan terhadap kesejahteraan masyarakat Desa Bantar Karet ini akan dilaksanakan di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung, Bogor selama 6 bulan terhitung mulai Bulan Juni-Januari 2014. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan berbagai pertimbangan. Berikut tabel rencana pelaksanaan penelitian. Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Pengaruh Implementasi Usaha Pertambangan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Desa Bantar Karet Tahun 2014 Jun Sep Okt Nov Des Jan Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi 13 Perbaikan Laporan Skripsi 3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapang melalui survei (kuesioner), wawancara mendalam dengan informan dan pengamatan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa dan kecamatan, BPN Kabupaten Bogor, buku, dan jurnal-jurnal hasil penelitian terkait implementasi usaha pertambangan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan data monografi serta profil desa. Berikut teknik pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 4. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Metode No. 1. 3.3. variabel Wawancara terstruktur Implementasi usaha pertambangan 2. Tingkat kesejahteraan masyarakat 3. Karakteristik agraria subyek 4. Karakteristik agraria obyek Pengamatan Data Sekunder - Responden (subyek agraria: Masyarakat, pemerintah desa dan PT. ANTAM - Responden (Masyarakat Desa Wawancara Mendalam Surat Izin Usaha Pertamba ngan dokumen monografi desa Kuesioner Masyarakat, pemerintah desa, PT. ANTAM Masyarakat, pemerintah desa, PT. Antam Lahan pertambangan TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Unit analisa ini yaitu Rumah Tangga, karena sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu mengenai pengaruh implementasi usaha pertambangan terhadap kesejahteraan masyarakat Desa Bantar Karet, maka rumah tangga menjadi unit analisis strategis dalam mengetahui tingkat kesejahteraan. Pengolahan data dilakukan dengan tabel frekuensi untuk menghitung persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu implementasi usaha pertambangan dan kesejahteraan masyarakat. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis datanya, yaitu data kualitatif dan data 14 kuantitatif. Pengelolaan data kualitatif dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. DAFTAR PUSTAKA Alting H. 2013. Konflik Penguasaan Tanah di Maluku Utara: Rakyat Versus Penguasa dan Pengusaha. Jurnal Dinamika Hukum. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 30 Maret 2014]; 13(2): 266-282. Dapat diunduh dari: http://www.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/viewFile/209/157 Amran A dan Devi. 2008. The Impact Of Government And Foreign Affiliate Influence On Corporate Social Reporting (The Case Of Malaysia). Accounting, Auditing and Accountability Journal.[Internet]. Jurnal. [Diunduh tanggal 22 Juni 2014]; 23(4): 386-404. Dapat diunduh dari: http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1722649&show=abstract [Bappenas]. [tidak ada tahun]. Penataan Ruang dan Pertanahan. [Internet]. Buku. [Dikutip tanggal 6 Juni 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8721/1729/ Dassir M. 2009. Sistem Penguasaan Lahan dan Pendapatan Petani Pada Wanatani Kemiri di Kecamatan Camba Kabupaten Maros. Jurnal Perennial. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 19 Maret 2014]; 6(2): 90-98. Dapat diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?captcha=plectron&article=29472&val=2161&title= &yt0=Download%2FOpen [KPA] Konsorsium Pembaruan Agraria. 2012. Terkuburnya Keadilan Bagi Rakyat Melalui Reforma Agraria. Jakarta (ID): Sekretariat KPA. Luthfi AN. 2011. Melacak Sejarah Pemikiran Agraria. Yogyakarta: STPN Press. 347 hal. Luthfi AN, Razif, Fauzi M. 2010. Kronik Agraria Indonesia: Memperluas Imajinasi Lintas Zaman, Sektor dan Aktor. Yogyakarta: STPN Press. 79 hal. Ningtyas PMK, Dharmawan AH. 2010. Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Keadilan Sosial Ekonomi dan Ekologi Masyarakat Lokal. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Jurnal; 4(3): 333-344. Nirmala P. 2013. Rekonstruksi Sistem Birokrasi Pertanahan Menuju Konsep Keadilan Dalam Kerangka Politik Hukum Agraria: Tinjauan terhadap Implementasi Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001. Jurnal Uniyap. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 22 Juni 2014]; 11(3): 59-64. Dapat diunduh dari: http://222.124.177.147/index.php/uniyap/article/view/8 Noviyanti D, Rosmini, Hamzah H. 2014. Kajian Hukum Atas Gugatan Citizen Lawsuit Akibat Dampak Pertambangan Batubara Terhadap Lingkungan Hidup di Kota Samarinda. Jurnal Beraja Niti. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 29 Maret 2014]; 3(3): 1-13. Dapat diunduh dari: http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/203 Nurhayaty, Sina L. 2013. Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Lahan Pertambangan Migas dan Batubara. Jurnal Beraja Niti. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 19 Maret 2014]; 2(10): 1-25. Dapat diunduh dari: http://ejournal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/166 [Permen] Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara. 15 Risal S, Paranoan DB, Djaja S. 2013. Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Makroman. E-Journal Administrative Reform. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 28 Februari 2014]; 1(1): 117-131. Dapat diunduh dari: http://ar.mian.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/06/Artikel_ejournal_mulai_hlm_ganjil-ok%20%2806-03-13-03-5245%29.pdf Sandila W. 2012. Penyerahan Tanah Ulayat Kaum Untuk Usaha Pertambangandi Batu Bagendeng Kenagarian Pakan Rabaa Utara Kabupaten Solok Selatan oleh PT. Universal Mining Prima. [Tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas. Dapat diunduh dari: http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/PENYERAHAN-TANAH-ULAYAT-KAUM-UNTUK-USAHAPERTAMBANGAN-DI-BATU-BAGENDENG-KENAGARIAN-PAKAN-RABAA-UTARAKABUPATEN-SOLOK-SELATAN-OLEH.pdf Sandt JVD. 2009. Mining Conflict and Indigenous People in Guatemala. Netherlands: The Amsterdam University Law Faculty and Financed. 151 hal. Santoso U. 2009. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana Sosa M, Zwateveen M. 2012. Exploring The Politics of Water Grabbing: The Case of Large Mining Operations in The Peruvian Andes. Journal Water Alternatives. [Internet]. Jurnal. [Dikutip tanggal 29 Maret 2014]; 5(2): 360-375. Dapat Diunduh dari:http://web.b.ebscohost.com/abstract?direct=true&profile=ehost&scope=site&authtype=cra wler&jrnl=19650175&AN=78948535&h=48anUNvo%2f3FyrYx85r1ROJEjyZZCxfxJZDwjgbmC UIiBfDfqBGL9grtgKyi3lGZvR7XnnvzTDXePGiG9tPY8oQ%3d%3d&crl=c Sunito S, Purwandari H. 2006. Mekanisme Kotrol Tata Kelola Sumber-Sumber Agraria: Membangun kelembagaan Kolektif Lokal yang Demokratis. Project Working Paper. [Internet]. [Dikutip tanggal 22 Juni 2014]; Project Working Paper Series No.7. Dapat Diunduh dari: psp3.ipb.ac.id/file/WP07.doc Syahyuti. 2006. Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. 262 hal. Tauchid M. 2009. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia. Yogyakarta: STPN Press. 691 hal. [UUPA] Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria Presiden Republik Indonesia. [Internet]. [Diunduh tanggal 29 maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor-5Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf Wiradi G. 2009. Seluk Beluk masalah Agraria: Reforma Agraria dan Penelitian Agraria. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. 355 hal. Wulan DR. 2006. Pelaksanaan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) di Kabupaten Karanganyar. [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Dapat diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/15471/ 16 LAMPIRAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PENGARUH IMPLEMENTASI USAHA PERTAMBANGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA BANTAR KARET No. Kuesioner : Tanggal Wawancara : : Jam I. Data Responden 1. Nama 2. Alamat 3. Usia 4. Jenis Kelamin 5. Pendidikan Terakhir : : : : : 6. Status Kependudukan : 8. Jumlah Tanggungan : 9. 10. 11. Jumlah Pendapatan Luas Lahan yang dimiliki Luas lahan yang dikuasai : : : RT _______/RW _______ ( ) Laki-laki ( ) Perempuan ( ) Tidak Sekolah ( ) SD/Sederajat ( ) SMP/Sederajat ( ) SMA/Sederajat ( ) Perguruan Tinggi ( ) Warga Asli ( ) Warga Pendatang a. Isteri __________ b. Anak kandung __________ c. Anak angkat __________ d. Lainnya __________ II. Implementasi Usaha Pertambangan No. Pertanyaan 2.1 Pengaturan Penguasaan tanah 11. Apakah perusahaan dan pemerintah berpedoman pada UUPA dan peraturan lanjutan dari UUPA dalam pengaturan penguasaan tanah? 12 Apakah pemerintah melakukan pendataan penguasaan pemilikan tanah? 13 Apakah perusahaan melakukan koordinasi dengan stakeholder lain dalam pengaturan penguasaan atas tanah? 2.2 Pemberian Hak Atas Tanah 15 Apakah perusahaan melakukan pendaftaran atas tanah 16. Apakah perusahaan menggunakan sistem pendaftaran hak atas tanah? 17. Apakah perusahaan menggunakan sistem publikasi positif? Ya Tidak 17 2.3 19. 20. 21. Penyelesaian Sengketa atas Tanah Apakah ada konflik tanah saat perusahaan tambang masuk ke desa? Adakah ganti rugi yang diberikan perusahaan kepada masyarakat? Apakah masalah pertanahan diselesaikan oleh pihak bersangkutan dengan baik? IV. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 4.1 Tingkat Pendapatan No Jenis Penerimaan Perminggu A. Pertanian 1. Sawah 2. Kebun 3. Ternak (unggas, ternak besar) Total B. Non Pertanian 1. Pegawai Negeri 2. Pedagang 3.Pengemudi (ojeg) 4. Buruh 5. Wirausaha 6. Lainnya …………………… Total Perbulan 4.2 Konsumsi atau Pengeluaran Keluarga No Jenis Perminggu Perbulan Pengeluaran A. Pertanian 1. Makan 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Lainnya… Total 4.2 fasilitas tempat tinggal No. Pertanyaan 32. Apa jenis lantai rumah anda? 33. Apa sumber penerangan rumah anda? 34. Apa status MCK anda? 35. Terbuat dari apa bangunan rumah anda? 36. Terbuat dari apa atap rumah anda? ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( ( Pertahun Keterangan Pertahun Keterangan Jawaban ) tanah ) Kayu ) Keramik ) lilin, lampu minyak ) Genset pribadi ) Pribadi ) milik orang lain ) milik bersama ) milik pribadi ) tepas/anyaman bambu ) Kayu ) tembok ) Rumbia 18 37. Dari mana sumber air di rumah anda? 4.3 Kesehatan No. Pertanyaan 40. Berapa kali anda mengalami sakit dalam 6 bulan terakhir? ( ( ( ( ( Jawaban ( ) 3-4 kali ( ) 1-2 kali ( ) Tidak pernah sakit 4.4 Akses Terhadap Pendidikan No. Pertanyaan 48. Apa tingkat pendidikan terakhir kepala keluarga? 49 Apa tingkat pendidikan istri/suami anda? 50. Apa tingkat pendidikan anak anda? 4.5 Kepemilikan Alat Transportasi No. Pertanyaan 48. Apa alat transportasi yang anda miliki? 49 Apa tingkat pendidikan istri/suami anda? 50. Apa tingkat pendidikan anak anda? ) Seng ) Genteng ) Sungai ) Sumur umum ) Sumur sendiri ( ( ( ( ( ( ( ( ( Jawaban ) Tidak Sekolah, SD ) SMP, SMA ) Diploma, Sarjana ) Tidak Sekolah, SD ) SMP, SMA ) Diploma, Sarjana ) Tidak Sekolah, SD ) SMP, SMA ) Diploma, Sarjana ( ( ( ( ( ( ( ( ( Jawaban ) Tidak Berkendara ) Motor ) Mobil ) Tidak Sekolah, SD ) SMP, SMA ) Diploma, Sarjana ) Tidak Sekolah, SD ) SMP, SMA ) Diploma, Sarjana LAMPIRAN 4. PEDOMAN WAWANCARA Hari, tanggal Pedoman Wawancara Mendalam untuk Pemerintah Desa : Lokasi : Nama dan Umur : Alamat : No. Tlp/Hp : Pertanyaan : 1. 2. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Bantar Karet? Sejak kapan Anda menjadi aparatur Desa? 19 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Apa saja pekerjaan masyarakat di desa ini? Pada tahun berapa PT. ANTAM memulai aktivitas pertambangan? Bagaimana tanggapan pemerintah desa saat masuknya PT. ANTAM ke desa? Apa status lahan pertambangan sebelum dimulainya kegiatan pertambangan? Bagaimana proses pengaturan penguasaan tanah? Siapa saja aktor yang berperan dalam pengaturan penguasaan tanah? Bagaimana proses pemberian hak atas tanah? Siapa saja aktor yang berperan dalam pemberian hak atas tanah? Apakah ada konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan? Mengapa terjadi konflik? Siapa sajakah aktor yang terlibat dalam konflik tersebut? Bagaimana proses penyelesaian konflik? Apakah perusahaan memiliki Sertifikat Izin Usaha Pertambangan? Apakah masyarakat diberi kesempatan untuk ikut melakukan kegiatan penambangan? Berapa persen masyarakat lokal yang ikut bekerja di pertambangan? Sampai kapan Izin Usaha Pertambangan tersebut berlaku? Prosedur apa saja yang disepakati dalam kegiatan pertambangan? Adakah tanah masyarakat yang diambil alih untuk usaha pertambangan? Tanah siapa saja yang diambil alih dan berapa luas tanah tersebut? adakah pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan masyarakat? 23. Bagaimana pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan masyarakat? Pedoman Wawancara Mendalam untuk Tokoh Masyarakat Hari, tanggal : Lokasi : Nama dan Umur : Alamat : No. Tlp/Hp : Pertanyaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Bantar Karet? Apa pekerjaan anda saat ini? Apa saja pekerjaan masyarakat di desa ini? Pada tahun berapa PT. ANTAM memulai aktivitas pertambangan? Bagaimana tanggapan para tokoh masyarakat saat masuknya PT. ANTAM ke desa? Apa status lahan pertambangan sebelum dimulainya kegiatan pertambangan? Bagaimana proses pengaturan penguasaan tanah? Siapa saja aktor yang berperan dalam pengaturan penguasaan tanah? Bagaimana proses pemberian hak atas tanah? Siapa saja aktor yang berperan dalam pemberian hak atas tanah? Apakah ada konflik tanah antara masyarakat dan perusahaan? Mengapa terjadi konflik? Siapa sajakah aktor yang terlibat dalam konflik tersebut? Bagaimana proses penyelesaian konflik? Apakah perusahaan memiliki Sertifikat Izin Usaha Pertambangan? Apakah masyarakat diberi kesempatan untuk ikut melakukan kegiatan penambangan? Berapa persen masyarakat lokal yang ikut bekerja di pertambangan? 20 18. 19. 20. 21. 22. Sampai kapan Izin Usaha Pertambangan tersebut berlaku? Prosedur apa saja yang disepakati dalam kegiatan pertambangan? Adakah tanah masyarakat yang diambil alih untuk usaha pertambangan? Tanah siapa saja yang diambil alih dan berapa luas tanah tersebut? adakah pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan masyarakat? 23. Bagaimana pengaruh kehadiran perusahaan pertambangan ini terhadap kesejahteraan masyarakat? Pedoman Wawancara Mendalam untuk Responden Hari, tanggal : Lokasi : Nama dan Umur : Alamat : No. Tlp/Hp : Pertanyaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Sejak kapan anda tinggal di desa ini? Jelaskan ! Apa pekerjaan anda saat ini? Jelaskan! Tahukah anda sejak kapan PT. ANTAM beroperasi di desa ini? Jelaskan! Bagaimana tanggapan anda atas kehadiran perusahaan pertambangan ini? Adakah proses sosialisasi dari pihak perusahaan terkait kegiatan pertambangan pada awal kehadirannya? Apakah anda diikutsertakan dalam berbagai rapat mediasi terkait pendirian usaha pertambangan? Apakah anda salah satu masyarakat yang diambil tanahnya untuk aktivitas pertambangan? Bagaimana proses pengambilalihan tanah oleh perusahaan pertambangan? Apa saja dampak yang anda rasakan akibat adanya aktivitas pertambangan? Apakah pernah terjadi konflik pertanahan? Jika ya, mengapa bisa tejadi? Apakah kehadiran perusahaan pertambangan berdampak pada peningkatan kesejahteraan anda? Menurut anda, apakah pengaturan penguasaan lahan di desa ini bersifat adil? Bagaimana peran pemerintah dalam pengaturan penguasaan tanah, pemberian hak atas tanah dan penyelesaian sengketa tanah? Apakah netral atau berpihak? Adakah kesulitan dalam mengakses lahan setelah adanya aktivitas pertambangan? Jelaskan!