AGRARIA - WordPress.com

advertisement
Istilah Agraria berasal dari kata :
Akker (Bahasa Belanda), Agros (Bahasa Yunani)
berarti tanah pertanian,
Agger (Bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang
tanah,
Agrarius (Bahasa Latin) berarti perladangan,
persawahan, pertanian,
Agrarian (Bahasa Inggris) berarti tanah untuk
pertanian.
Pengertian Agraria menurut Mr. Subekti :
“Agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang
ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah
diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.
Menurut Subekti/Tjitrosoedibjo bahwa “hukum
agraria (Agrarisch Recht) adalah keseluruhan
daripada ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum
perdata, maupun hukum tata Negara (staatsrecht)
maupun hukum tata usaha Negara (administratif
recht) yang mengatur hubungan-hubungan antara
orang termasuk badan hukum, dengan bumi, air,
dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah Negara
dan mengatur pula wewenang-wewenang yang
bersumber pada hubungan-hubungan tersebut.”
Boedi Harsono menyatakan Hukum Agraria bukan hanya
merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum agraria
merupakan satu kelompok berbagai bidang hukum, yang
masing-masing mengatur hak-hak pengusaan sumber –
sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria.
Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas:
-Hukum Tanah.
- Hukum Air.
- Hukum Pertambangan.
- Hukum Perikanan.
-Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam
Ruang Angkasa.
Hukum agraria dalam arti sempit :
Sama dengan hukum tanah atau hukum pertanahan,
dasar hukumnya adalah pasal 1 ayat 4 UUPA jo pasal
pasal 4 ayat 1, yaitu hanya meliputi permukaan bumi
yang disebut tanah.
Hukum agraria dalam arti luas :
Keseluruhan peraturan-peraturan hukum atau
sekelompok hukum yang terdiri atas hukum tanah,
hukum air, hukum pertambangan, hukum perikanan,
hukum kehutanan dan hukum mengenai sumbersumber alam dan mengenai ruang angkasa.
Secara garis besar, Hukum Agraria setelah berlakunya
UUPA dibagi menjadi 2 bidang, yaitu:
Hukum Agraria Perdata (Keperdataan)
Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang
bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum yang
memperbolehkan, mewajibkan, melarang diperlakukan
perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah
(objeknya).
Hukum Agraria Adminitrasi (Administratif )
Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang memberi
wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktek
atau politik hukum Negara dan mengambil tindakan dari
masalah-masalah agraria yang timbul.
Ruang lingkup Agraria menurut UUPA meliputi bumi,
air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya (BARAKA).
Ruang lingkup agraria menurut UUPA sama dengan
ruang lingkup sumber daya agrarian/sumber daya alam
menurut Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 Tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Ruang lingkup agraria/sumber daya agraria/sumber daya
alam dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dengan berlakunya UUPA, maka terjadi pencabutan beberapa
peraturan hukum agraria lama, baik secara tegas maupun secara
diam-diam.
Pencabutan Secara Tegas
Pencabutan secara tegas meliputi peraturan hukum agraria
berikut ini:
-Agrarisch Wet, Staatsblad No. 55 Tahun 1870.
-Domeinverklaring, Staatsblad No. 118 Tahun 1870.
-Agrarisch Eigendom, Staatsblad No. 117 Tahun 1872.
-Buku II BW sebanyak 330 Pasal, kecuali pasal mengenai
hypotheek dan staatsblad mengenai credietverband.
- Dengan diundangkannya UU. No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, maka ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek
dan credietverband dinyatakan tidak berlaku lagi
Dengan berlakunya UUPA, maka terjadi pencabutan beberapa
peraturan hukum agraria lama, baik secara tegas maupun secara
diam-diam.
Pencabutan Secara Tegas
Pencabutan secara tegas meliputi peraturan hukum agraria
berikut ini:
-Agrarisch Wet, Staatsblad No. 55 Tahun 1870.
-Domeinverklaring, Staatsblad No. 118 Tahun 1870.
-Agrarisch Eigendom, Staatsblad No. 117 Tahun 1872.
-Buku II BW sebanyak 330 Pasal, kecuali pasal mengenai
hypotheek dan staatsblad mengenai credietverband.
- Dengan diundangkannya UU. No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, maka ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek
dan credietverband dinyatakan tidak berlaku lagi
Pencabutan Secara Diam-diam
Pencabutan secara diam-diam meliputi ketentuanketentuan Buku III BW tentang perjanjian dan ketentuanketentuan Buku IV tentang pembuktian dan lampau
waktu, kedua-dua sepanjang mengenai pengaturan hal-hal
yang berkenaan dengan agraria, dinyatakan tidak berlaku
lagi walaupun UUPA tidak mencabutnya secara tegas.
Namun, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian sewamenyewa tanah pada dasarnya masih dapat menggunakan
ketetuan pasal-pasal sewa-menyewa dalam BW, misalnya
Pasal 1320 BW tentang syarat-syarat sah perjanjian, Pasal
1338 BW tentang akibat hukum perjanjian sah (asas
kebebasan berkontrak).
Sebelum berlaku UUPA No. 5/1960 ada beberapa ketentuan
yang mengatur pertanahan yaitu:
Ketentuan-ketentuan yang tunduk kepada hukum
perdata Barat
2. Ketentuan-ketentuan yang tunduk kepada hukum adat
1.
Pada masa Pemerintahan Belanda banyak ada peraturanperaturan yang mengatur masalah pertanahan di Indonesia
seperti:
1. Agrarische Wet 1870
2. Agrarische Besluit
3. Domein Verklaring
4. Pasal-pasal Buku ke II Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia
Agrarische Wet 1870
Bertujuan untuk membuka kemungkinan dan memberikan
jaminan hukum kepada pengusaha swasta untuk dapat
berkembang di Hindia Belanda. Bentuk hak yang diberikan
kepada pengusaha adalah hak erpacht (hak guna usaha).
Hek erpacht merupakan hak kebendaan yang memberikan
kewenangan yang luas kepada pemegang haknya untuk
menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan
pihak lain. Pemegang hak erpacht boleh menggunakan
semua kewenangan yang terkandung dalam eigendom (hak
milik) atas tanah.
.
Agrarische Besluit
Merupakan ketentuan pelaksana dari Agrarische Wet,
dimana dalam Pasal 1 Agrarische Besluit dimuat sebuah
pernyataan asas yang sangat penting bagi perkembangan
dan pelaksanaan Hukum Tanah Administratif Hindia
Belanda. Asas tersebut dinilai kurang menghargai dan
tidak melindungi hak-hak rakyat atas tanah yang
bersumber pada hukum adat.
Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa : “………………….
Semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan
sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) Negara.
Ketentuan yang terdapat dalam asas tersebut lazim disebut
Domein Verklaring (pernyataan domein).
Domein Verklaring
Berfungsi sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk
memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam
KUHPerdata, seperti erpacht, hak opstal dan lain-lainnya. Dalam
rangka domein verklaring, pemberian tanah dengan hak
eigendom dilakukan dengan cara pemindahan hak milik Negara
kepada penerima tanah.
Berfungsi di bidang pembuktian pemilikan.
Pasal-pasal Buku ke II Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Termasuk
pasal-pasal buku ke II yang mengenai Hypotheek yang
telah diatur dalam UU Hak Tanggungan.
Ketentuan-ketentuan yang tunduk kepada hukum
adat.
Dengan keanekaragam suku bangsa tersebut akan terlihat
dengan berlakunya ketentuan UUPA, yang sama sekali
tidak akan membedakan antar suku atau adat istiadat
didalam mengusai dan memiliki lahan-lahan tersebut.
Dengan demikian akan jelas bagi kita bahwa hukum adat
tersebut harus dilhilangkan sifat kedaerahannya dan harus
bersifat lebih Nasional.
Sebelum berlakunya UUPA, peraturan-peraturan hukum
tanah tidak merupakan satu kesatuan yang mempunyai
tempat tersendiri dalam tata susunan hukum di Indonesia.
Hukum Tanah di Hindia Belanda (Indonesia) terdiri atas 5
perangkat hukum, yaitu:
1. Hukum Tanah Adat
2. Hukum Tanah Barat
3. Hukum Tanah Administratif
4. Hukum Agraria Swapraja
5. Hukum Agraria Antar Golongan
Hukum Tanah Adat
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum
Agraria yang bersumber pada Hukum Adat
dan berlaku terhadap tanah-tanah yang
dipunyai dengan hak-hak atas tanah yang
diatur oleh Hukum Adat, yang selanjutnya
seiring disebut tanah adat atau tanah
Indonesia.
Hukum Tanah Barat
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum
Tanah yang bersumber pada Hukum Perdata
Barat, khususnya yang bersumber kepada Buku
II Boergerlijk Wetboek (BW).
Hukum Agraria Antar Golongan
Hukum yang digunakan untuk sengketa (kasus) agraria
(tanah), maka timbulah Hukum Agraria Antar Golongan,
yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang
menentukan hukum manakah yang berlaku (Hukum
Adat atau Hukum Barat apabila 2 orang yang masingmasing tunduk pada hukumnya sendiri-sendiri
bersengketa mengenai tanah). Hal ini berkaitan dengan
dualisme hukum tanah, yaitu hukum tanah adat (tanahtanah hak Indonesia) dan hukum tanah barat (tanahtanah hak barat), khususnya dalam kaitannya dengan
kepemilikan tanah oleh warga pribumi dan non pribumi.
Hukum Tanah Administratif
Yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan atau
putusan-putusan yang merupakan pelaksanaan
dari politik agraria pemerintah didalam
kedudukannya sebagai badan penguasa.
Hukum Agraria Swapraja
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum
Agraria yang bersumber pada peraturanperaturan tentang tanah di daerah-daerah
swapraja (Yogyakarta, Aceh), yang memberikan
pengaturan tanah-tanah di wilayah daerahdaerah swapraja yang bersangkutan.
Sebagai undang-undang nasional, UUPA mempunyai
sifat nasional material dan sifat nasional formal.
Sifat nasional material berkenaan dengan substansi
UUPA. Sedangkan sifat nasional formal berkenaan
dengan pembentukan UUPA.
Sifat nasional material menunjukan kepada substansi UUPA yang
harus mengandung asas-asas berikut ini :
1. Berdasarkan hukum adat tanah
2. Sederhana
3. Menjamin kepastian hukum
4. tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agraria
5. Memungkinkan bumi, air ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dapat berfungsi untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
6. sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia
7. Memenuhi keperluan rakyat Indonesia mengenai soal agraria
8. Merupakan penjelmaan nilai-nilai Pancasila
9. Merupakan pelaksanaan GBHN (dahulu) Dekrit Presiden.
10. Melaksanakan ketentuan Pasal 33 UUD 1945.
Sifat Nasional Formal UUPA
Sifat nasional formal menunjukan kepada pembentukan
UUPA yang memenuhi sifat-sifat berikut ini:
1.
2.
3.
4.
5.
Dibuat oleh pembentukan Undang-undang Nasional
Indonesia, yaitu DPRGR
Disusun dalam bahasa nasional Indonesia.
Dibentuk di Indonesia.
Bersumber pada UUD 1945
Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Tujuan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA) adalah :
Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum
agraria nasional yang akan merupakan alat untuk
membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan
keadilan, bagi Negara rakyat, terutama rakyat tani,
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan
dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
3. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
1.
Asas Kenasionalan
Yaitu merupakan hubungan antara Bangsa Indonesia
dengan bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia yang
bersifat abadi. Ini berarti bahwa selama rakyat indonesia
yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan
selama hal yang berhubungan diatas tersebut masih ada
pula maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada
kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau
meniadakan hubungan tersebut.
Asas ini termuat dalam Pasal 1 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) UUPA
Asas Kekuasaan Negara
Yaitu Asas pada suatu tingkatan tertinggi, bumi, air,
ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya di kuasai oleh suatu negara dengan memberi
wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat untuk mencapai tingkatan tertinggi yang
ditujukan untuk mencapai kemakmuran rakyat dengan
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Asas ini termuat dalam Pasal 2 UUPA
Asas Pengakuan Hak Ulayat
Yaitu Asas yang mengutamakan kepentingan
nasional dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa dari pada kepentingan
perorangan atau golongan. Dan Hak Ulayat
sebagai hak masyarakat hukum adat diakui
keberadaannya dengan syarat hak ulayat tersebut
masih ada yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
Asas ini termuat dalam Pasal 3 UUPA
Asas Hak Tanah Fungsi Sosial
Yaitu Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang,
tidaklah dapat dibenarkan bahwa tanahnya itu
dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata
untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu
menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan
haruslah saling mengimbangi hingga tercapai tujuan
pokok, yaitu kemakmuran, keadilan, dan kebahagiaan
bagi rakyat.
Asas ini termuat dalam Pasal 6 UUPA
Asas bahwa hanya warga negara Indonesia yang
mempunyai hak milik atas tanah
Yaitu hanya warganegara Indonesia saja yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah, Hak milik tidak dapat
dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik
kepada orang asing dilarang. Orang-orang asing dapat
mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya
terbatas. Demikian juga pada dasarnya badan-badan
hukum tidak dapat mempunyai hak milik.
Asas ini termuat dalam Pasal 9 UUPA
Asas persamaan bagi setiap warga negara Indonesia
Yaitu terhadap masih adanya perbedaan dalam keadaan
masyarakat dan keperluan hukum dari golongangolongan rakyat yang ekonominya kuat dan rakyat yang
lemah ekonominya, maka tiap-tiap warganegara
Indonesia baik laki-laki maupun wanita diberikan
kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak
atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Asas ini termuat dalam Pasal 9, 11, 13 UUPA
Asas tanah pertanian harus dikerjakan, diusahakan secara
aktif oleh pemilik dan mencegah cara-cara yang bersifat
pemerasan
Yaitu Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara
aktif oleh pemiliknya sendiri, untuk itu agar semboyan ini
dapat diwujudkan perlu diadakan ketentuan-ketentuan
lainnya. Perlu ada ketentuan mengenai batas maksimum luas
tanah yang boleh dipunyai dengan hak milik (pasal 17), agar
dicegah tertumpuknya tanah ditangan golongan-golongan
yang tertentu saja. Dalam hubungan ini pasal 7 memuat suatu
azas yang penting, yaitu bahwa pemilikan dan penguasaan
tanah yang melampaui batas tidak dipekenankan, karena hal
yang demikian itu adalah merugikan kepentingan umum. A
Asas ini termuat dalam Pasal 7, 10, 17 UUPA
Asas tata guna tanah/penggunaan tanah secara
berencana merupakan rangkaian kegiatan untuk
mengatur peruntukan, penggunaan dan persediaan
tanah secara berencana dan teratur sehingga diperoleh
manfaat yang lestari, optimal, seimbang dan serasi
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan
negara. (TAP MPR RI/III/MPR/2002)
Berkaitan dengan dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan
hubungan antara tanah dengan tanaman dan bangunan yang
ada diatasnya, maka terdapat asas-asas :
1. Asas perlekatan atau asas accessie adalah asas yang
melekatkan bangunan suatu benda pada benda pokoknya, jadi
bahwa bangunan-bangunan dan benda-benda/ tanaman yang
terdapat diatasnya merupakan satu kesatuan dengan tanah,
serta merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan
Dengan demikian, yang termasuk pengertian hak atas tanah
meliputi juga pemilikan bangunan dan tanaman yang ada
diatas tanah yang dihaki kecuali ada kesepakatan dengan
pihak lain (Pasal 500, dan 571 BW)
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding).
Hukum tanah yang dianut oleh UUPA bertumpu pada
hukum adat, dimana tidak mengenal asas perlekatan
tersebut, melainkan “asas pemisahan horizontal”, yang
maknanya bangunan dan tanaman bukan merupakan
bagian dari tanah, dimana hak atas tanah tidak dengan
sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman
yang ada diatasnya.
Berfungsinya hukum adat sebagai pelengkap Hukum
Tanah Nasional yang tertulis itulah arti dan makna
ketentuan Pasal 5, bahwa hukum Tanah Nasionalialah
Hukum adat. Pernyataan itupun menunjukan fungsi
hukum adat sebagai sumber utama dalam pembangunan
hukum tanah nasional.
Berdasarkan pada hukum adat sebagai sumber utama
dalam mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
pembangunan hukum tanah nasional, maka tetap
dimungkinkan untuk mengadopsi lembaga-lembaga
yang baru yang belum dikenal dalam hukum adat.
Di samping itu, dapat pula mengambil lembaga-lembaga
hukum asing guna memperkaya dan
memperkembangkan hukum tanah nasional. Namun
demikian, dalam mengadopsi lembaga-lembaga baru
tersebut syaratnya tidak bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945.
Pendaftaran Tanah
Dalam hukum tanah adat tidak mengenal adanya
lembaga pendaftaran tanah. Lembaga ini merupakan
konsep lembaga modern, karena semua proses yang
berkaitan dengan hak-hak atas tanah, missal jual beli,
tukar menukar dan hibah didaftarkan dan dibukukan
dalam buku tanah dan kemudian diterbitkan sertipikat
sebagai bukti pemilikan tanahnya.
Hak Tanggungan
Lembaga ini dipergunakan dalam jaminan hak atas tanah
untuk melayani perkreditan modern. Pembebanan
terhadap hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas
tanah dilakukan melalui 2 cara : tahap pertama tahap
pembebanan, yang harus dilakukan dihadapan PPAT,
akta yang dibuat oleh PPAT tersebut sebagai bukti bahwa
benar telah dilakukan perbuatan hukum yang
bersangkutan. Tahap kedua adalah tahap pendaftaran di
kantor pertanahan. Pendaftaran ini wajib dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat publisitas bagi sahnya
kelahiran dan berlakunya hak jaminan yang diberikan
terhadap pihak ketiga.
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan.
Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tersebut
diadakan dalam rangka memnuhi kebutuhan masyarakat
modern, yang belum ada dalam lingkungan masyarakat
pedesaan.
Urutan vertikal mengenai hak-hak penguasaan atas tanah
dalam hukum tanah nasional (UUPA) menurut Boedi
Harsono yang dikutip oleh Noor (2006) dalam susunan
berjenjang yaitu sebagai berikut :
1. Hak bangsa.
2. Hak menguasai dari negara
3. Hak ulayat
4. Hak Perseorangan atas Tanah
Hak bangsa, sebagai yang disebut dalam Pasal 1 UUPA,
merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan
meliputi semua tanah dalam wilayah negara, yang merupakan
tanah bersama. Hak bangsa ini dalam penjelasan Umum
Angka II UUPA dinyatakan sebagai hak ulayat yang dingkat
pada tingkat yang paling atas, pada tingkat nasional, meliputi
semua tanah di seluruh wilayah negara.
Hak Bangsa Indonesia Atas Tanah, dikenal dengan nama "Hak
Bangsa", dan merupakan hak yang paling tinggi dalam tata
urutan jenis-jenis hak-hak penguasaan atas tanah. Hak ini
merupakan Hak Bangsa Indonesia atas bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekakyaan alam yang terkandung
didalamnya yang berada di dalam wilayah Negara Indonesia
(ruang lingkup).
Hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebut
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, merupakan hak penguasaan
atas tanah sebagai penugasan pelaksanaan hak bangsa yang
termasuk bidang hukum publik, meliputi semua tanah
bersama bangsa Indonesia.
Dalam tata urutan jenis-jenis hak-hak penguasaan atas tanah,
Hak Menguasai Negara Atas Tanah, menempati tata urutan
yang kedua. Ditempatkannya Hak Menguasai Negara Atas
Tanah dibawah Hak Bangsa, bahwa Negara sebagai organisasi
kekuasan seluruh rakyat (bangsa), mengadop dari konsep
hukum adat adalah sebagai "empu" atau "tuan" untuk
menguasai sesuatu, yang dalam hal ini adalah bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, yaitu bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dari Bangsa
Indonesia.
Hak ulayat, dari masyarakat hukum adat sepanjang
menurut kenyataan masih ada, hak ulayat merupakan
hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat hukum
adat tertentu.
Hak Perseorangan Atas Tanah yang
memberikan kewenangan untuk memakai,
dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau
mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang
tanah tertentu, yang terdiri dari :
1.
Hak atas tanah.
2. Hak atas tanah wakaf
3. Hak tanggungan,
Dengan berlakunya UUPA, maka terjadi pencabutan
beberapa peraturan hukum agraria lama. Sebutkan
dan jelaskan peraturan yang secara tegas!
2. Hukum Tanah di Hindia Belanda (Indonesia) terdiri
atas 5 perangkat hukum, sebutkan dan jelaskan!
3. Jelaskan tujuan UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).
1.
Download