BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Portofolio 2.1.1 Pembentukan Portofolio “Untuk membentuk portofolio sebaiknya pemodal mempunyai dana yang cukup dalam melakukan diversifikasi, pengetahuan tentang analisis atas sekuritas yang dipilih dan waktu yang akan digunakan untuk mengamati kegiatan investasinya tersebut. Dalam kenyataannya tidak banyak pemodal yang mempunyai kemampuan seperti diatas sehingga pemodal tersebut menyerahkan pengelolaan dananya pada manajer investasi atau dengan membeli instrumen investasi reksa dana berupa unit penyertaan reksa dana” (Wibowo, 2005:14). Prinsip utama dalam pembentukan portofolio yakni diversfikasi menitikberatkan pada dua hal yakni tingkat pengembalian dan resiko. Investor dengan preferensinya akan membuat sejumlah alternatif portofolio yang menghubungkan tingkat pengembalian dan resiko pada masing-masing portofolio tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh portofolioportofolio yang efisien. Setelah itu, akan ditentukan portofolio yang optimal. Tingkat pengembalian atau return dalam suatu portofolio terdiri dari dua macam yakni return realisasi dan return ekspektasi. Jogiyanto (2003 : 147) mengatakan bahwa return realisasi merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pengembalian sekuritas tunggal dalam suatu portofolio. Keterangan : = (Wi . Ri) Rp = return realisasi portofolio Wi = porsi dari sekuritas i pada suatu portofolio Ri = return realisasi dari sekuritas i n = jumlah dari sekuritas tunggal 14 15 Sedangkan return ekspektasi portofolio adalah rata-rata tertimbang dari tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap sekuritas tunggal yang ada pada portofolio. Keterangan : ( )= (Wi . E(Ri)) E(Rp) = return ekspektasi portofolio Wi = porsi dari sekuritas i terhadap seluruh sekuritas di portofolio Ri = return ekspektasi dari sekuritas i n = jumlah dari sekuritas tunggal Dalam reksa dana, proses pembentukan portofolio dilakukan oleh manajer investasi sehingga untuk mengetahui tingkat pengembalian dari suatu reksa dana diperlukan suatu ukuran tertentu lainnya. Dalam reksa dana, investor melakukan pembelian unit penyertaan sebesar nilai aktiva bersih (NAB). Nilai aktiva bersih ini akan mengalami kenaikan atau penuruan sesuai dengan kinerja manajer investasi dalam melakukan proses pembentukan portofolio. Maka, pengukuran tingkat pengembalian reksa dana didasarkan pada nilai aktiva bersih. Jogiyanto (2003 : 110) mengatakan bahwa tingkat pengembalian total terdiri dari capital gain dan yield. Capital gain merupakan selisih dari dari harga investasi sekarang dan harga pada masa lalu sedangkan yield merupakan prosentase penerimaan kas secara periodik. = − + Yield untuk saham adalah presentase dividen sedangkan yield untuk obligasi adalah prosentase bunga pinjaman. Namun yield dalam reksa dana yang merupakan kumpulan investasi akan tergantung dari prospektus 16 reksa dana yang diterbitkan perusahaan yang mengeluarkan serta mengelola reksa dana. Masing-masing pengelola reksa dana akan memiliki kebijakan yield tersendiri maka, diasumsikan tidak ada yield. Keterangan : Rp,t − , = = tingkat pengembalian reksa dana NAB = nilai aktiva bersih periode sekarang NABt-1 = nilai aktiva bersih periode lalu Setelah diketahui tingkat pengembalian dari portofolio maka langkah selanjutnya adalah menentukan resiko yang ada pada portofolio tersebut. “There are two possible measaures of risk that can be used : total risk or nondiversifiable risk“ (Elton, Michael Gruber dan William Goetzman, 2007 : 634). Artinya adalah bahwa terdapat dua ukuran resiko yang biasa digunakan yaitu resiko total dan resiko non-diversifikasi. “Untuk menghitung resiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar (standard deviation) yang mengukur absolut penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya” (Jogiyanto, 2003 : 130). Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 174) mengatakan bahwa dalam teori portofolio, standar deviasi merupakan resiko total. Keterangan : = Σ σ = standar deviasi Xi = nilai ke-i E(Xi) = nilai ekspektasi n = jumlah observasi ( − ( −1 )) 17 Nilai ekspektasi yang dapat digunakan di rumus standar deviasi adalah nilai ekspektasi berdasarkan rata-rata historis atau tren atau random walk atau berdasarkan probabilitas. Untuk jenis resiko non-diversifikasi atau resiko yang tidak dapat dihilangkan maka resiko ini melekat pada portofolio dan tidak dapat dihilangkan dengan proses diversifikasi. Treynor (dalam Wiksuaksana dan Purnawati, 2008 : 174) mengatakan bahwa portofolio sudah terdiversifikasi sehingga resiko yang dianggap relevan adalah resiko sistematis. Di sisi lain, reksa dana yang merupakan portofolio yang dikelola manajer investasi tentunya sudah sudah melalui proses diversifikasi sehingga resiko yang digunakan adalah resiko sistematis yang diukur dengan beta (β). Husnan (dalam Wibowo, 2005 : 13) mengatakan bahwa beta suatu sekuritas mengukur kepekaan suatu saham terhadap perubahan portofolio pasar. Jika tingkat beta suatu portofolio semakin tinggi maka dapat dikatakan bahwa portofolio tersebut memiliki tingkat kepekaan yang tinggi terhadap perubahan portofolio pasar. Maka, untuk mengukur beta suatu portofolio dilakukan dengan metode regresi antara tingkat pengembalian reksa dana dan tingkat pengembalian pasar. Keterangan : , = + , Rp,t = tingkat pengembalian reksa dana α = konstanta, bagian dari tingkat keuntungan portofolio i yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar, Rm,t = tingkat pengembalian pasar βp = beta portofolio reksa dana i dengan asumsi bahwa tingkat kepekaan suatu reksa dana berhubungan dengan tingkat pengembalian pasar maka persamaan diatas dapat lebih disederhanakan kembali dengan menggunakan persamaan regresi. Y = α + βX 18 Keterangan : Y = tingkat pengembalian reksa dana α = konstanta β = beta reksa dana X = tingkat pengembalian pasar α (alpha) menunjukan nilai Y bila X = 0. Artinya adalah jika tingkat pengembalian pasar sama dengan nol maka tingkat pengembalian reksa dana akan sama dengan nilai α. Sedangkan β (beta) menunjukan perubahan rata-rata Y yang disebabkan oleh perubahan satu unit X. Semakin tinggi nilai β maka semakin tinggi pula tingkat kepekaan suatu reksa dana yang diakibatkan perubahan pasar sehingga, akan semakin tinggi pula tingkat resiko sistematis suatu reksa dana. Dengan demikian maka untuk menghitung nilai beta pada persamaan diatas dapat dilakukan dengan cara. Keterangan : = ∑ − (∑ )(∑ ) ∑ − (∑ ) β = (beta) resiko sistematis n = jumlah periode pengamatan ∑xy = jumlah tingkat pengembalian reksa dana di kali tingkat pengembalian pasar ∑x = jumlah tingkat pengembalian pasar ∑y ∑x = jumlah tingkat pengembalian reksa dana 2 = jumlah tingkat pengembalian pasar di kuadratkan “portofolio efisien adalah portofolio yang memberikan return ekspektasi terbesar dengan tingkat resiko yang sudah pasti atau portofolio yang mengandung resiko terkecil dengan tingkat return ekspektasi yang sudah pasti” (Jogiyanto, 2003:180). Dalam proses pemilihan instrumen guna menghasilkan suatu portofolio tentunya investor memiliki berbagai 19 macam kombinasi. Jogiyanto lebih jauh lagi mengatakan bahwa investor yang rasional akan tertarik pada kombinasi portofolio yang efisien yang di sebut dengan efficient set atau efficient frontier. Dari berbagai macam efficient set atau efficient frontier tersebut maka akan dilakukan pemilihan portofolio yang optimal. Penentuan portofolio dapat didasarkan pada preferensi investor, model Markowitz, model indeks tunggal atau dengan pertimbangan adanya simpanan dan pinjaman bebas resiko. 2.1.2 Capital Asset Pricing Model Bodie et. al., (2005) mengatakan bahwa Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern. Capital Asset Pricing Model memberikan prediksi antara hubungan resiko sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Wibowo (2005 : 12) mengatakan bahwa dalam resiko terdapat dua jenis resiko yang ada dalam portofolio yaitu risiko tidak sistematis (unsystematic risk) dan risiko sistematis (systematic risk). Resiko ini disebabkan oleh fluktuasi kondisi perekonomian, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, maupun tingkat nilai tukar mata uang. Risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi adalah risiko tidak sistematis sedangkan yang tidak dapat dihilangkan adalah risiko sistematis. Penggabungan dari kedua jenis resiko ini akan menghasilkan resiko total. Husnan (2001) mengatakan bahwa resiko yang digunakan dalam CAPM adalah resiko sistematis yang diukur menggunakan beta. Dalam CAPM, beta suatu sekuritas mengukur kepekaan suatu saham terhadap perubahan portofolio pasar. Apabila portofolio pasar merupakan faktor yang mempengaruhi return, maka beta portofolio pasar tersebut akan sama dengan satu. Dengan portofolio pasar sebagai faktornya, maka return yang diharapkan dari suatu sekuritas adalah : E(Ri) = Rf + (E(Rm) – Rf)βp Ket : E(Ri) = tingkat return yang diharapkan dari suatu portofolio Rf = rata-rata bunga investasi bebas resiko 20 2.1.3 Rm = rata-rata tingkat pengembalian pasar βp = resiko sistematis Penilaian Kinerja Portofolio “an integral part of any decision-making process should be the evaluation of the decision, this is equally true wheter investors make their own invesment decisions or employ a manager to make them” (Elton, et. al., 2007 : 632). Artinya adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari proses pengambilan keputusan adalah evaluasi keputusan tersebut sama halnya dengan investor, apakah mereka akan membuat keputusan investasi sendiri atau menggunakan jasa manajer (dalam hal ini manajer investasi). Dalam melakukan perbandingan kinerja porofolio menurut Elton, et, al., (dalam Wibowo, 2005 : 14) terdapat dua cara, yaitu dengan perbandingan langsung (direct comparison) dan dengan menggunakan parameter tertentu (one parameter performance measure). Jika melakukan perbandingan langsung maka suatu portofolio dibandingkan dengan portofolio lainnya baik itu dilihat dari tingkat pengembalian atau resiko. Jika menggunakan parameter tertentu maka terdapat tiga indeks yang biasanya digunakan yaitu Indeks Jensen, Indeks Treynor dan Indeks Sharpe. 1. Indeks Sharpe Halim (2005 : 68) mengatakan bahwa pengukuran dengan metode sharpe berdasarkan atas risiko antara excess return terhadap standar deviasi. Rasio yang dihitung adalahmerupakan kemiringan garis yang menghubungkan portofolio yang berisiko dengan kesempatan investasi bebas risiko (Rf ). Kemiringan garis inilah yang digunakan sebagai Sharpe Measure, dirumuskan sebagai berikut : = Ket : Spi = Indeks Sharpe , − 21 2. Rp,t = rata-rata tingkat pengembalian portofolio i Rf = tingkat investasi bebas resiko σp = resiko total atau standar deviasi Indeks Treynor Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 174) mengatakan bahwa Indeks Treynor mengukur kinerja portofolio dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya resiko pada portofolio tersebut. Asumsi yang digunakan adalah portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga, resiko yang dianggap relevan adalah resiko sistematis. = Ket : 3. , − Tpi = Indeks Treynor Rp,t = rata-rata tingkat pengembalian portofolio i Rf = tingkat investasi bebas resiko βp = tingkat resiko sistematis Indeks Jensen Husnan (2001) mengatakan bahwa Indeks Jensen merupakan pengembangan dari metode CAPM. Indeks ini mengukur perbedaan antara tingkat return aktual dengan tingkat return yang diharapkan dari suatu portofolio dengan patokan garis security market line. Dalam keadaan ekulibrium, semua portofolio akan berada pada garis Security Market Line sehingga, jika suatu portofolio memiliki tingkat return yang berbeda maka, akan terdapat differential return. Nilai inilah yang kemudian diukur menggunakan persamaan : Jpi = (Rp,t – Rf) – (Rm,t – Rf) βp Ket : Jpi = Indeks Jensen 22 Rp,t = rata-rata tingkat pengembalian portofolio i Rm,t = rata-rata tingkat pengembalian pasar 2.2 Rf = rata-rata bunga investasi bebas resiko βp = resiko sistematis Pasar Modal 2.2.1 Pengertian Pasar Modal Menurut UU No. 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat (13), pasar modal adalah suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. “Pasar sekuritas adalah mekanisme yang diciptakan untuk memberi fasilitas perdagangan aset finansial” (Sharpe, Gordon J. Alexander dan Jefrry J. Bailey, 2002 : 8). ”Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi” (Jogiyanto, 2003 : 11). Berdasarkan pengertian di atas maka pasar modal dapat dikatakan sebagai sarana yang mempertemukan antara pihak-pihak yang membutuhkan modal dengan pemodal yang akan berinvestasi melalui instrumen-instrumen tertentu yang bersifat jangka panjang. 2.2.2 Fungsi Pasar Modal “Jika Pasar modal sifatnya efisien, harga dari surat berharga juga mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba perusahaan di masa mendatang serta kualitas dari manajemennya. Jika calon investor meragukan kualitas dari manajemen, keraguan ini dapat tercermin di harga surat berharga yang turun. Dengan demikian pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak langsung pengukur kualitas manajemen” (Jogiyanto, 2003 : 12). Lebih jauh lagi, Jogiyanto juga mengatakan bahwa pasar modal memiliki fungsi sarana alokasi dana yang produktif. Alokasi dana terjadi ketika individu yang memiliki kelebihan dana memberikan dananya ke individu lain yang memerlukan dana. Asumsinya adalah individu yang 23 memerlukan dana lebih produktif sehingga dana yang diberikan misalnya dalam bentuk pinjaman tersebut akan lebih menguntungkan kedua pihak baik itu peminjam atau yang dipinjamkan. Fungsi lain pasar modal menurut Sundjaja dan Barlian (2004 : 54) adalah selain berperan menciptakan pasar likuiditas yang berkelanjutan dimana perusahaan dapat memperoleh pembiayaan, pasar modal juga menciptakan pasar efisiensi. 2.2.3 Manfaat Pasar Modal Tandelin (1995 : 32) mengatakan bahwa manfaat pasar modal dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu bagi dunia usaha, bagi pemodal, bagi lembaga penunjang pasar modal serta bagi pemerintah. 1. Bagi Pemodal Bagi masyarakat dalam melakukan investasi di pasar modal dapat dilakukan melalui pembelian instrumen seperti saham, obligasi ataupun sekuritas kredit. Manfaat yang dapat diperoleh pemodal adalah : Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Hal ini tercermin dari meningkatnya harga saham yang menjadi sumber capital gain. Sebagai pemegang saham investor memperoleh dividen sedangkan bagi pemegang obligasi investor memperoleh bunga tetap ataupun bungan mengambang. Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam RUPS. Bagi pemegang obligasi mempunyai hak suara dalam RUPO. Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi, misalnya dari saham A ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau mengurangi resiko. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen untuk mengurangi resiko. 2. Bagi Lembaga Penunjang Pasar Modal Yang termasuk ke dalam lembaga penunjang pasar modal adalah penjamin emisi, akuntan publik, kosultan hukum, notaris, perusahaan penilai, biro 24 administrasi efek, guarantor, wali amanat, perantara perdagangan efek dan pedagang efek. Berkembangnya pasar modal memberikan manfaat bagi lembaga penunjang tersebut ke arah profesionalisme dalam memberikan layanan. 3. Bagi penjamin emisi, manfaat yang dapat dilakukan adalah sebagai pembentuk harga. Bagi akuntan publik, notaris serta konsultan hukum, memanfaatkan pasar modal melalui peranannya dalam membantu caloncalon emiten yang akan go public. Bagi perantara dan pedagang efek juga dapat memanfaatkan pasar modal khususnya dalam menarik para calon investor untuk menanamkan dananya pada berbagai alternatif investasi yang tersedia di pasar modal. 4. Bagi Pemerintah Pemerintah menyadari keterbatasan sumber dana dalam pembangunan. Oleh karenanya peran sektor keuangan di pasar modal sangat diperlukan dalam membiayai dana pembangunan itu. Pasar modal merupakan sarana yang paling tepat di dalam memobilisasi dana masyarakat yang ada guna membiayai pembangunan tersebut. 2.2.4 Instrumen Pasar Modal “Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemajuan pasar modal satu negara adalah terletak pada tingkat variasi instrumen investasi yang tersedia” (Ary Suta, 2000 : 255). Hal ini mengisyaratkan pentingnya instrumen yang ada di pasar modal dalam suatu negara. “Invesment with maturities of more than one year are generally called capital market instrument. The latter can be divided according to whether are debt or equity instrument, and debt instrument can be further divided according whether they are issued by a government entity or private entity” (Elton, et. al, 2007 : 12). Artinya adalah instrumen pasar modal merupakan investasi dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Instrumen tersebut terbagi berdasarkan jenisnya yakni utang dan modal. Instrumen utang terbagi berdasarkan pihak yang mengeluarkannya yakni utang yang dikeluarkan pemerintah atau utang yang dikeluarkan swasta. 25 Saham terbagi kedalam dua jenis yakni saham biasa dan saham preferen. Jogiyanto (2003 : 67) mengatakan bahwa saham preferen memiliki hak-hak prioritas yaitu hak atas dividen yang tetap dan hak terhadap aktiva jika terjadi likuidasi. 2.3 Reksa Dana 2.3.1 Pengertian Reksa Dana Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27) : reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. “A mutual funds holds a portfolio of securities, usually in line with a stated policy and objective” (Elton, et. al., 2007 : 18). Artinya adalah reksa dana terdiri dari portofolio sekuritas , sejalan dengan aturan yang berlaku serta objektif. “Pada dasarnya, secara sederhana reksa dana diartikan sebagai wadah berinvestasi untuk dapat mengembangkan uang di pasar modal” (Ary Suta, 2000 : 256). Berdasarkan beberapa definisi di atas maka reksa dana dapat diartikan sebagai suatu kumpulan investasi dari beberapa investor yang kemudian dikelola secara profesional oleh manajer investasi. 2.3.2 Bentuk Hukum Reksa Dana Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 18, ayat (1), bentuk hukum Reksa dana di Indonesia terdiri dari dua macam yaitu, reksa dana berbentuk perseroan dan reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK). Pada reksa dana jenis kontrak invetasi kolektif, investor memperoleh unit penyertaan. Unit penyertaan adalah sebuah satuan sebesar nilai aktiva bersih suatu reksa dana yang dibeli investor dari manajer investasi sebagai bukti kepemilikan terhadap suatu reksa dana namun, investor tersebut tidak mendapatkan saham atas reksa dana yang 26 dimilikinya. Pada reksa dana jenis perseroan, investor memperoleh saham atas reksa dana yang dimiliki dan dapat diperjualbelikan di pasar sekunder. 2.3.3 Jenis Reksa Dana “Mutual funds come in two flavor : open-end funds and closed-end funds. open-end funds are purchased (and sold) directly from (and to) the mutual funds. Closed-end funds differ from open-end funds in they initially sell a predetermined number of shares in the funds” (Elton, et. al., 2007 : 18). Artinya adalah reksa dana terbagi kedalam dua jenis yaitu reksa dana terbuka dan reksa dana tertutup. Pada reksa dana jenis terbuka, pemilik reksa dana dapat melakukan proses jual beli secara langsung atau melalui perusahaan reksa dana yang mengeluarkannya. Pada reksa dana tertutup, jumlah unit penyertaan yang dijual jumlahnya terbatas. Menurut Wibowo (2005 : 25) bahwa reksa dana tertutup adalah reksa dana dimana pengelola dalam hal ini perusahaan reksa dana melakukan emisi saham dan hasil emisi tersebut kemudian digunakan untuk membeli saham, obligasi, ataupun sekuritas lainnya. Investor yang membeli saham perusahaan reksa dana ini dapat memperjualbelikan saham tersebut di pasar sekunder dengan harga sesuai dengan permintaan dan penawaran saat transaksi, sehingga harga saham reksa dana tertutup bisa tidak sama dengan nilai aktiva bersih atau net asset value. Reksa dana tersebut terdiri dari beberapa jenis beserta karakteristiknya dilihat dari tingkat keuntungan, resiko serta jangka waktu investasi. Di bawah ini akan disajikan jenis-jenis dan karakteristik reksa dana menurut Bank Indonesia. 27 Tabel 2.1 Jenis dan Karakteristik Reksa Dana Jenis Karakteristik Reksa Dana Pasar Uang Relatif lebih aman dibandingkan Reksa Dana yang menempatkan jenis reksa dana lainnya. 100% dananya, dalam instrumen Bersifat likuid atau mudah pasar uang, seperti deposito, SBI dicairkan. atau obligasi yang memiliki Investasi jangka pendek. jatuh tempo kurang dari 1 tahun. Reksa Dana Pendapatan Mempunyai potensi keuntungan Tetap lebih tinggi dari reksa dana pasar Reksa Dana yang menempatkan uang. minimum 80% dari dananya Investasi jangka menengah. dalam instrumen obligasi. Reksa Dana Campuran Mempunyai potensi keuntungan Reksa Dana yang menempatkan yang cukup tinggi. Investasi dananya, dalam instrumen pasar jangka menengah sampai panjang. uang atau pasar modal dengan komposisi yang fleksibel. Reksa Dana Saham Mempunyai potensi keuntungan Reksa Dana yang menempatkan paling tinggi namun mempunyai minimum 80% dari dananya risiko yang lebih tinggi dibanding dalam instrumen saham. reksa dana lainnya. Investasi jangka panjang. Reksa Dana Terproteksi Perlindungan 100% pada nilai Reksa Dana yang menempatkan pokok investasi, jika dicairkan sebagian besar dananya dalam sesuai dengan jangka waktu yang instrumen obligasi agar dapat ditentukan. memberikan perlindungan atas Mempunyai potensi keuntungan nilai awal investasi pada saat sebesar tingkat bunga portfolio jatuh temponya. obligasi. Exchange traded fund (ETF) Kombinasi dari reksa dana reksa dana yang sifatnya mirip tertutup dan reksa dana terbuka. dengan suatu perusahaan terbuka Mengacu kepada indeks saham dimana unit penyertaannya dapat Diperdagangkan langsung di diperdagangkan di bursa bursa setiap hari (menyerupai reksa dana tertutup, dimana tidak ada dapat dijual kembali kepada manajer investasi) Reksa Dana Syariah Pengelolaan dan kebijakan Reksa dana yang prinsipnya investasinya mengacu pada mengacu pada prinsip-prinsip syari'at Islam. pengelolaan keuangan secara islami. Sumber : Bank Indonesia 2010, diolah 28 2.3.4 Resiko Reksa Dana Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian serta jenis reksa dana. Dari uraian tersebut reksa dana juga tentunya memiliki resiko yang timbul. Wibowo (2005 : 24) mengatakan bahwa resiko yang ada pada reksa dana diantaranya adalah : 1. Resiko Likuiditas Merupakan penjualan kembali (redemption) sebagian besar unit penyertaan oleh pemilik kepada manajer investasi secara bersamaan, yang dapat menyulitkan manajer investasi dalam menyediakan uang tunai kepada investor. 2. Resiko Politik dan Ekonomi Kebijakan politik dan ekonomi bila mengalami perubahan, akan mempengaruhi kinerja perusahaan baik yang sudah atau yang belum go public di bursa efek. 3. Resiko Wanprestasi Wanprestasi berbagai pihak yang berhubungan dengan reksa dana, bank kustodian, agen pembayaran, bencana alam dan sebagainya, dapat menurunkan kinerja perusahaan (NAB/Unit) yang merupakan tempat berinvestasi tersebut. 4. Resiko Berkaitan Dengan Peraturan Dalam berinvestasi reksa dana mempunyai batasan-batasan tertentu, kadang investor merasa berdampak positif maupun negatif. Hal ini terjadi karena di satu sisi untuk melindungi investor itu sendiri dengan ketentuan batasan tersebut. 5. Resiko berkurangnya nilai Unit Penyertaan (UP) Hal ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang merupakan bagian portofolio reksa dana di bursa yang mengakibatkan menurunnya nilai unit penyertaan investasinya. 2.3.5 Manfaat Reksa Dana Selain resiko, reksa dana juga memiliki beberapa manfaat dibanding instumen investasi lainnya. Reksa dana merupakan kumpulan 29 investasi kolektif yang dikelola manajer investasi sehingga manfaat reksa dana akan berbeda dengan instrumen pasar modal lainnya. Menurut Ary Suta, (2000 : 257) manfaat tersebut diantaranya adalah : 1. Dikelola oleh Manajemen Profesional Pengelolaan portofolio suatu reksa dana dilaksanakan oleh manajer investasi yang memang memiliki keahliannya dalam hal pengelolaan dana. Peran manajer investasi sangat penting mengingat pemodal individu pada umumnya mempunyai keterbatasan waktu, sehingga tidak dapat melakukan riset secara langsung dalam menganalisa harga efek serta melakukan akses informasi ke pasar modal. 2. Diversifikasi Investasi Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio akan mengurangi risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan reksa dana diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga tersebar. dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli satu atau dua jenis saham atau efek secara individu. 3. Transparansi Informasi Reksa dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portofolionya dan biayanya secara berkelanjutan sehingga pemegang unit penyertaan dapat memantau keuntungan, biaya, dan risiko reksa dana setiap saat. pengelola reksa dana wajib mengumumkan nilai aktiva bersih (NAB) setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan serta prospektus reksa dana secara teratur sehingga investor dapat memantau perkembangan investasinya secara rutin. 4. Likuiditas yang Tinggi Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, Pemodal dapat mencairkan kembali unit penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana sehingga, memudahkan investor mengelola kasnya. Reksa dana terbuka wajib membeli kembali unit penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid. 30 5. Biaya Rendah Reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian dikelola secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan investasi tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi. Karena, biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila investor individu melakukan transaksi sendiri di lantai bursa. 6. Kekayaan/Aset Reksa Dana Disimpan Secara Aman Kekayaan yang dimaksud adalah dana nasabah perusahaan manajer investasi yang disimpan secara aman di bank kustodian. Dana nasabah tersebut berbeda dan dipisahkan dengan aset lain. 7. Pilihan Beragam Dalam berinvestasi di reksa dana, terdapat berbagai macam jenis investasi yang dapat dipilih misalnya growth fund, balanced funds, fixed income funds, money market funds, dan lain-lain. 2.3.6 Pengelolaan Reksa Dana Perusahaan manajer investasi sebagai pengelola reksa dana tentunya mengelola dana yang diperoleh melalui beberapa tahap. Setiap tahapan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda namun bersifat saling mempengaruhi satu sama lain. Sharpe, et. al., (2002 : 444) mengatakan bahwa terdapat lima langkah yang dilakukan perusahaan investasi dalam membuat suatu keputusan investasi. Langkah ini dapat dipandang sebagai fungsi manajemen investasi. Langkah-langkah tersebut adalah : 1. Menentukan Kebijakan Investasi Mengidentifikasi tujuan investasi klien, terutama sikapnya terhadap tradeoff antara ekspekstasi return dan resiko. 2. Menganalisis Sekuritas Melakukan analisis sekuritas individual atau kelompok sekuritas untuk mengidentifikasi sekuritas yang misspriced. 3. Membentuk Portofolio Mengidentifikasi sekuritas tertentu beserta proporsi modal yang akan diinvestasikan untuk setiap sekuritas. 31 4. Merevisi Portofolio Menentukan sekuritas protofolio mana yang akan dijual dan sekuritas protofolio mana yang akan dibeli. 5. Mengevaluasi Kinerja Portofolio Menentukan kinerja portofolio yang sesungguhnya baik resiko dan return serta membandingkan dengan kinerja portofolio acuan. 2.4 Penelitian Terdahulu Sharpe (1964) mengukur kinerja portofolio dengan total resiko sebagai indikator pembanding yang kemudian dikenal dengan istilah Indeks Sharpe. Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 174) mengatakan bahwa Indeks Sharpe mengukur seberapa besar penambahan hasil investasi yang diperoleh melalui pengurangan return portofolio dengan investasi bebas resiko untuk tiap unit resiko yang ada pada portofolio tersebut. Pengukuran kinerja portofolio selanjutnya dilakukan oleh Treynor (1965). Treynor memiliki konsep yang hampir mirip dengan Sharpe dimana kinerja portofolio diukur dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio yang telah dikurangi dengan return investasi bebas resiko dengan resiko yang ada pada portofolio tersebut. Perbedaan konsep Treynor dengan Indeks Sharpe terletak pada faktor resiko yang digunakan. Pada metode yang digunakan Treynor, faktor resiko yang digunakan adalah resiko sistematis yang diukur dengan beta. Hasil penelitian Treynor menunjukan bahwa bahwa manajer investasi reksa dana ratarata belum bisa memanfaatkan informasi masa lalu untuk memperbesar return terus-menerus terhadap return pasar. Metode yang digunakan Treynor kemudian dikenal dengan istilah Indeks Treynor. Pengukuran kinerja lainnya dilakukan oleh Jensen (1968). Jensen melakukan penelitian terhadap 115 reksa dana periode tahun 1945 sampai dengan tahun 1964, dimana metode yang digunakan merupakan pengembangan dari Capital Asset Pricing Model (CAPM). Metode ini kemudian dikenal dengan istilah Indeks Jensen. Penelitian Jensen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana reksa dana dapat memberikan return di atas return pasar. Hasil dari penelitian 32 tersebut menunjukan bahwa hanya 33.9 % yang mampu menghasilkan return positif relatif terhadap return pasar. Persamaan antara Indeks Jensen dan Treynor adalah bahwa kedua indeks ini menggunakan resiko sistematis (beta) dalam proses pengukuran kinerja portofolio. Perbedaannya adalah Indeks Jensen mengukur kinerja portofolio dengan cara membandingkan antara actual return dengan expected return pada masing-masing portofolio. Wibowo (2010 : 64) dalam penelitiannya mengukur kinerja reksa dana menggunakan indeks jensen mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara return reksa dana dengan return pasar saham pada tahun 2002 dan hanya sembilan reksa dana yang memiliki abnormal return (selisih actual return dan expected return) positif dari dua puluh satu reksa dana yang diteliti. Sedangkan penelitian yang dilakukan Siagian (2006) mengatakan bahwa dari tahun 2000 sampai tahun 2005 berdasarkan Indeks Jensen, hanya terdapat 3 reksa dana dari 7 reksa dana yang diteliti yang memiliki kinerja yang lebih baik dari kinerja pasar. Gallagher (dalam Wibowo, 2005 : 36) berdasarkan penelitiannya terhadap kinerja 44 reksa dana Wall Street periode Januari 1982 sampai April 1987 dengan risk-adjusted memberikan hasil yang sama baiknya dengan menggunakan Indeks Treynor maupun Indeks Sharpe. Penelitian lain oleh Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 180) mengatakan bahwa Indeks Sharpe dan Treynor memiliki hubungan yang signifikan dan positif sebagai pengukur kinerja winner stock portfolio secara individual selama periode tiga bulan untuk semua selompok portofolio saham. Artinya adalah ketiga indeks ini konsisten sebagai pengukur kinerja portofolio. Hal sama juga diungkapkan Simforianus dan Hutagaol (2008) yang mengatakan bahwa terdapat konsistensi dari ketiga alat ukur ini sebagai pengukur kinerja reksa dana. Jika terdapat konsistensi maka hal ini berarti bahwa Indeks Sharpe , Treynor dan Indeks Jensen dapat dikatakan sebagai alat yang terbukti dapat mengukur kinerja reksa dana namun, hal yang penting adalah metode mana yang dikatakan paling optimal.