BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Portofolio 2.1.1 Pembentukan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Portofolio
2.1.1
Pembentukan Portofolio
“Untuk membentuk portofolio sebaiknya pemodal mempunyai
dana yang cukup dalam melakukan diversifikasi, pengetahuan
tentang analisis atas sekuritas yang dipilih dan waktu yang akan
digunakan untuk mengamati kegiatan investasinya tersebut. Dalam
kenyataannya tidak banyak pemodal yang mempunyai kemampuan
seperti diatas sehingga pemodal tersebut menyerahkan pengelolaan
dananya pada manajer investasi atau dengan membeli instrumen
investasi reksa dana berupa unit penyertaan reksa dana” (Wibowo,
2005:14).
Prinsip utama dalam pembentukan portofolio yakni diversfikasi
menitikberatkan pada dua hal yakni tingkat pengembalian dan resiko.
Investor dengan preferensinya akan membuat sejumlah alternatif portofolio
yang menghubungkan tingkat pengembalian dan resiko pada masing-masing
portofolio tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh portofolioportofolio yang efisien. Setelah itu, akan ditentukan portofolio yang
optimal.
Tingkat pengembalian atau return dalam suatu portofolio terdiri
dari dua macam yakni return realisasi dan return ekspektasi. Jogiyanto
(2003 : 147) mengatakan bahwa return realisasi merupakan rata-rata
tertimbang dari tingkat pengembalian sekuritas tunggal dalam suatu
portofolio.
Keterangan :
=
(Wi . Ri)
Rp
= return realisasi portofolio
Wi
= porsi dari sekuritas i pada suatu portofolio
Ri
= return realisasi dari sekuritas i
n
= jumlah dari sekuritas tunggal
14
15
Sedangkan return ekspektasi portofolio adalah rata-rata tertimbang
dari tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap sekuritas tunggal
yang ada pada portofolio.
Keterangan :
(
)=
(Wi . E(Ri))
E(Rp) = return ekspektasi portofolio
Wi
= porsi dari sekuritas i terhadap seluruh sekuritas di
portofolio
Ri
= return ekspektasi dari sekuritas i
n
= jumlah dari sekuritas tunggal
Dalam reksa dana, proses pembentukan portofolio dilakukan oleh
manajer investasi sehingga untuk mengetahui tingkat pengembalian dari
suatu reksa dana diperlukan suatu ukuran tertentu lainnya. Dalam reksa
dana, investor melakukan pembelian unit penyertaan sebesar nilai aktiva
bersih (NAB). Nilai aktiva bersih ini akan mengalami kenaikan atau
penuruan sesuai dengan kinerja manajer investasi dalam melakukan proses
pembentukan portofolio. Maka, pengukuran tingkat pengembalian reksa
dana didasarkan pada nilai aktiva bersih.
Jogiyanto (2003 : 110) mengatakan bahwa tingkat pengembalian
total terdiri dari capital gain dan yield. Capital gain merupakan selisih dari
dari harga investasi sekarang dan harga pada masa lalu sedangkan yield
merupakan prosentase penerimaan kas secara periodik.
=
−
+
Yield untuk saham adalah presentase dividen sedangkan yield
untuk obligasi adalah prosentase bunga pinjaman. Namun yield dalam reksa
dana yang merupakan kumpulan investasi akan tergantung dari prospektus
16
reksa dana yang diterbitkan perusahaan yang mengeluarkan serta mengelola
reksa dana. Masing-masing pengelola reksa dana akan memiliki kebijakan
yield tersendiri maka, diasumsikan tidak ada yield.
Keterangan :
Rp,t
−
, =
= tingkat pengembalian reksa dana
NAB = nilai aktiva bersih periode sekarang
NABt-1 = nilai aktiva bersih periode lalu
Setelah diketahui tingkat pengembalian dari portofolio maka
langkah selanjutnya adalah menentukan resiko yang ada pada portofolio
tersebut. “There are two possible measaures of risk that can be used : total
risk or nondiversifiable risk“ (Elton, Michael Gruber dan William
Goetzman, 2007 : 634). Artinya adalah bahwa terdapat dua ukuran resiko
yang biasa digunakan yaitu resiko total dan resiko non-diversifikasi. “Untuk
menghitung resiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar
(standard deviation) yang mengukur absolut penyimpangan nilai-nilai yang
sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya” (Jogiyanto, 2003 : 130).
Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 174) mengatakan bahwa dalam teori
portofolio, standar deviasi merupakan resiko total.
Keterangan :
=
Σ
σ
= standar deviasi
Xi
= nilai ke-i
E(Xi) = nilai ekspektasi
n
= jumlah observasi
(
− (
−1
))
17
Nilai ekspektasi yang dapat digunakan di rumus standar deviasi
adalah nilai ekspektasi berdasarkan rata-rata historis atau tren atau random
walk atau berdasarkan probabilitas.
Untuk jenis resiko non-diversifikasi atau resiko yang tidak dapat
dihilangkan maka resiko ini melekat pada portofolio dan tidak dapat
dihilangkan dengan proses diversifikasi. Treynor (dalam Wiksuaksana dan
Purnawati, 2008 : 174) mengatakan bahwa portofolio sudah terdiversifikasi
sehingga resiko yang dianggap relevan adalah resiko sistematis. Di sisi lain,
reksa dana yang merupakan portofolio yang dikelola manajer investasi
tentunya sudah sudah melalui proses diversifikasi sehingga resiko yang
digunakan adalah resiko sistematis yang diukur dengan beta (β).
Husnan (dalam Wibowo, 2005 : 13) mengatakan bahwa beta suatu
sekuritas mengukur kepekaan suatu saham terhadap perubahan portofolio
pasar. Jika tingkat beta suatu portofolio semakin tinggi maka dapat
dikatakan bahwa portofolio tersebut memiliki tingkat kepekaan yang tinggi
terhadap perubahan portofolio pasar. Maka, untuk mengukur beta suatu
portofolio dilakukan dengan metode regresi antara tingkat pengembalian
reksa dana dan tingkat pengembalian pasar.
Keterangan :
, =
+
,
Rp,t
= tingkat pengembalian reksa dana
α
= konstanta, bagian dari tingkat keuntungan portofolio i
yang tidak dipengaruhi oleh perubahan pasar,
Rm,t
= tingkat pengembalian pasar
βp
= beta portofolio reksa dana i
dengan asumsi bahwa tingkat kepekaan suatu reksa dana
berhubungan dengan tingkat pengembalian pasar maka persamaan diatas
dapat lebih disederhanakan kembali dengan menggunakan persamaan
regresi.
Y = α + βX
18
Keterangan :
Y
= tingkat pengembalian reksa dana
α
= konstanta
β
= beta reksa dana
X
= tingkat pengembalian pasar
α (alpha) menunjukan nilai Y bila X = 0. Artinya adalah jika
tingkat pengembalian pasar sama dengan nol maka tingkat pengembalian
reksa dana akan sama dengan nilai α. Sedangkan β (beta) menunjukan
perubahan rata-rata Y yang disebabkan oleh perubahan satu unit X. Semakin
tinggi nilai β maka semakin tinggi pula tingkat kepekaan suatu reksa dana
yang diakibatkan perubahan pasar sehingga, akan semakin tinggi pula
tingkat resiko sistematis suatu reksa dana.
Dengan demikian maka untuk menghitung nilai beta pada
persamaan diatas dapat dilakukan dengan cara.
Keterangan :
=
∑
− (∑ )(∑ )
∑ − (∑ )
β
= (beta) resiko sistematis
n
= jumlah periode pengamatan
∑xy
= jumlah tingkat pengembalian reksa dana di kali tingkat
pengembalian pasar
∑x
= jumlah tingkat pengembalian pasar
∑y
∑x
= jumlah tingkat pengembalian reksa dana
2
= jumlah tingkat pengembalian pasar di kuadratkan
“portofolio efisien adalah portofolio yang memberikan return
ekspektasi terbesar dengan tingkat resiko yang sudah pasti atau portofolio
yang mengandung resiko terkecil dengan tingkat return ekspektasi yang
sudah pasti” (Jogiyanto, 2003:180). Dalam proses pemilihan instrumen
guna menghasilkan suatu portofolio tentunya investor memiliki berbagai
19
macam kombinasi. Jogiyanto lebih jauh lagi mengatakan bahwa investor
yang rasional akan tertarik pada kombinasi portofolio yang efisien yang di
sebut dengan efficient set atau efficient frontier. Dari berbagai macam
efficient set atau efficient frontier tersebut maka akan dilakukan pemilihan
portofolio yang optimal. Penentuan portofolio dapat didasarkan pada
preferensi investor, model Markowitz, model indeks tunggal atau dengan
pertimbangan adanya simpanan dan pinjaman bebas resiko.
2.1.2
Capital Asset Pricing Model
Bodie et. al., (2005) mengatakan bahwa Capital Asset Pricing
Model (CAPM) merupakan hasil utama dari ekonomi keuangan modern.
Capital Asset Pricing Model memberikan prediksi antara hubungan resiko
sebuah aset dan tingkat harapan pengembalian (expected return). Wibowo
(2005 : 12) mengatakan bahwa dalam resiko terdapat dua jenis resiko yang
ada dalam portofolio yaitu risiko tidak sistematis (unsystematic risk) dan
risiko sistematis (systematic risk). Resiko ini disebabkan oleh fluktuasi
kondisi perekonomian, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, maupun tingkat
nilai tukar mata uang. Risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi adalah risiko tidak sistematis sedangkan yang tidak dapat
dihilangkan adalah risiko sistematis. Penggabungan dari kedua jenis resiko
ini akan menghasilkan resiko total.
Husnan (2001) mengatakan bahwa resiko yang digunakan dalam
CAPM adalah resiko sistematis yang diukur menggunakan beta. Dalam
CAPM, beta suatu sekuritas mengukur kepekaan suatu saham terhadap
perubahan portofolio pasar. Apabila portofolio pasar merupakan faktor yang
mempengaruhi return, maka beta portofolio pasar tersebut akan sama
dengan satu. Dengan portofolio pasar sebagai faktornya, maka return yang
diharapkan dari suatu sekuritas adalah :
E(Ri) = Rf + (E(Rm) – Rf)βp
Ket :
E(Ri) = tingkat return yang diharapkan dari suatu portofolio
Rf
= rata-rata bunga investasi bebas resiko
20
2.1.3
Rm
= rata-rata tingkat pengembalian pasar
βp
= resiko sistematis
Penilaian Kinerja Portofolio
“an integral part of any decision-making process should be the
evaluation of the decision, this is equally true wheter investors
make their own invesment decisions or employ a manager to make
them” (Elton, et. al., 2007 : 632).
Artinya adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari proses
pengambilan keputusan adalah evaluasi keputusan tersebut sama halnya
dengan investor, apakah mereka akan membuat keputusan investasi sendiri
atau menggunakan jasa manajer (dalam hal ini manajer investasi).
Dalam melakukan perbandingan kinerja porofolio menurut Elton,
et, al., (dalam Wibowo, 2005 : 14) terdapat dua cara, yaitu dengan
perbandingan langsung (direct comparison) dan dengan menggunakan
parameter tertentu (one parameter performance measure). Jika melakukan
perbandingan langsung maka suatu portofolio dibandingkan dengan
portofolio lainnya baik itu dilihat dari tingkat pengembalian atau resiko.
Jika menggunakan parameter tertentu maka terdapat tiga indeks
yang biasanya digunakan yaitu Indeks Jensen, Indeks Treynor dan Indeks
Sharpe.
1.
Indeks Sharpe
Halim (2005 : 68) mengatakan bahwa pengukuran dengan metode
sharpe berdasarkan atas risiko antara excess return terhadap standar
deviasi. Rasio yang dihitung adalahmerupakan kemiringan garis yang
menghubungkan portofolio yang berisiko dengan kesempatan
investasi bebas risiko (Rf ). Kemiringan garis inilah yang digunakan
sebagai Sharpe Measure, dirumuskan sebagai berikut :
=
Ket :
Spi
= Indeks Sharpe
,
−
21
2.
Rp,t
= rata-rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf
= tingkat investasi bebas resiko
σp
= resiko total atau standar deviasi
Indeks Treynor
Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 174) mengatakan bahwa Indeks
Treynor mengukur kinerja portofolio dengan cara menghubungkan
tingkat return portofolio dengan besarnya resiko pada portofolio
tersebut.
Asumsi
yang
digunakan
adalah
portofolio
sudah
terdiversifikasi dengan baik sehingga, resiko yang dianggap relevan
adalah resiko sistematis.
=
Ket :
3.
,
−
Tpi
= Indeks Treynor
Rp,t
= rata-rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf
= tingkat investasi bebas resiko
βp
= tingkat resiko sistematis
Indeks Jensen
Husnan (2001) mengatakan bahwa Indeks Jensen merupakan
pengembangan dari metode CAPM. Indeks ini mengukur perbedaan
antara tingkat return aktual dengan tingkat return yang diharapkan
dari suatu portofolio dengan patokan garis security market line. Dalam
keadaan ekulibrium, semua portofolio akan berada pada garis Security
Market Line sehingga, jika suatu portofolio memiliki tingkat return
yang berbeda maka, akan terdapat differential return. Nilai inilah yang
kemudian diukur menggunakan persamaan :
Jpi = (Rp,t – Rf) – (Rm,t – Rf) βp
Ket :
Jpi
= Indeks Jensen
22
Rp,t
= rata-rata tingkat pengembalian portofolio i
Rm,t = rata-rata tingkat pengembalian pasar
2.2
Rf
= rata-rata bunga investasi bebas resiko
βp
= resiko sistematis
Pasar Modal
2.2.1
Pengertian Pasar Modal
Menurut UU No. 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat (13), pasar modal
adalah suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
“Pasar sekuritas adalah mekanisme yang diciptakan untuk memberi
fasilitas perdagangan aset finansial” (Sharpe, Gordon J. Alexander dan
Jefrry J. Bailey, 2002 : 8).
”Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan
kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan
obligasi” (Jogiyanto, 2003 : 11).
Berdasarkan pengertian di atas maka pasar modal dapat dikatakan
sebagai
sarana
yang
mempertemukan
antara
pihak-pihak
yang
membutuhkan modal dengan pemodal yang akan berinvestasi melalui
instrumen-instrumen tertentu yang bersifat jangka panjang.
2.2.2
Fungsi Pasar Modal
“Jika Pasar modal sifatnya efisien, harga dari surat berharga juga
mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek laba
perusahaan di masa mendatang serta kualitas dari manajemennya.
Jika calon investor meragukan kualitas dari manajemen, keraguan
ini dapat tercermin di harga surat berharga yang turun. Dengan
demikian pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak
langsung pengukur kualitas manajemen” (Jogiyanto, 2003 : 12).
Lebih jauh lagi, Jogiyanto juga mengatakan bahwa pasar modal
memiliki fungsi sarana alokasi dana yang produktif. Alokasi dana terjadi
ketika individu yang memiliki kelebihan dana memberikan dananya ke
individu lain yang memerlukan dana. Asumsinya adalah individu yang
23
memerlukan dana lebih produktif sehingga dana yang diberikan misalnya
dalam bentuk pinjaman tersebut akan lebih menguntungkan kedua pihak
baik itu peminjam atau yang dipinjamkan.
Fungsi lain pasar modal menurut Sundjaja dan Barlian (2004 : 54)
adalah selain berperan menciptakan pasar likuiditas yang berkelanjutan
dimana perusahaan dapat memperoleh pembiayaan, pasar modal juga
menciptakan pasar efisiensi.
2.2.3
Manfaat Pasar Modal
Tandelin (1995 : 32) mengatakan bahwa manfaat pasar modal
dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu bagi dunia usaha, bagi
pemodal, bagi lembaga penunjang pasar modal serta bagi pemerintah.
1.
Bagi Pemodal
Bagi masyarakat dalam melakukan investasi di pasar modal dapat dilakukan
melalui pembelian instrumen seperti saham, obligasi ataupun sekuritas
kredit. Manfaat yang dapat diperoleh pemodal adalah :

Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Hal
ini tercermin dari meningkatnya harga saham yang menjadi sumber
capital gain.

Sebagai pemegang saham investor memperoleh dividen sedangkan
bagi pemegang obligasi investor memperoleh bunga tetap ataupun
bungan mengambang.

Bagi pemegang saham mempunyai hak suara dalam RUPS.

Bagi pemegang obligasi mempunyai hak suara dalam RUPO.

Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi, misalnya dari
saham A ke saham B sehingga dapat meningkatkan keuntungan atau
mengurangi resiko.

Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen
untuk mengurangi resiko.
2.
Bagi Lembaga Penunjang Pasar Modal
Yang termasuk ke dalam lembaga penunjang pasar modal adalah penjamin
emisi, akuntan publik, kosultan hukum, notaris, perusahaan penilai, biro
24
administrasi efek, guarantor, wali amanat, perantara perdagangan efek dan
pedagang efek. Berkembangnya pasar modal memberikan manfaat bagi
lembaga penunjang tersebut ke arah profesionalisme dalam memberikan
layanan.
3.
Bagi penjamin emisi, manfaat yang dapat dilakukan adalah sebagai
pembentuk harga. Bagi akuntan publik, notaris serta konsultan hukum,
memanfaatkan pasar modal melalui peranannya dalam membantu caloncalon emiten yang akan go public. Bagi perantara dan pedagang efek juga
dapat memanfaatkan pasar modal khususnya dalam menarik para calon
investor untuk menanamkan dananya pada berbagai alternatif investasi yang
tersedia di pasar modal.
4.
Bagi Pemerintah
Pemerintah menyadari keterbatasan sumber dana dalam pembangunan. Oleh
karenanya peran sektor keuangan di pasar modal sangat diperlukan dalam
membiayai dana pembangunan itu. Pasar modal merupakan sarana yang
paling tepat di dalam memobilisasi dana masyarakat yang ada guna
membiayai pembangunan tersebut.
2.2.4
Instrumen Pasar Modal
“Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemajuan pasar
modal satu negara adalah terletak pada tingkat variasi instrumen investasi
yang tersedia” (Ary Suta, 2000 : 255). Hal ini mengisyaratkan pentingnya
instrumen yang ada di pasar modal dalam suatu negara.
“Invesment with maturities of more than one year are generally
called capital market instrument. The latter can be divided according to
whether are debt or equity instrument, and debt instrument can be further
divided according whether they are issued by a government entity or private
entity” (Elton, et. al, 2007 : 12).
Artinya adalah instrumen pasar modal merupakan investasi dengan
jangka waktu lebih dari satu tahun. Instrumen tersebut terbagi berdasarkan
jenisnya yakni utang dan modal. Instrumen utang terbagi berdasarkan pihak
yang mengeluarkannya yakni utang yang dikeluarkan pemerintah atau utang
yang dikeluarkan swasta.
25
Saham terbagi kedalam dua jenis yakni saham biasa dan saham
preferen. Jogiyanto (2003 : 67) mengatakan bahwa saham preferen memiliki
hak-hak prioritas yaitu hak atas dividen yang tetap dan hak terhadap aktiva
jika terjadi likuidasi.
2.3
Reksa Dana
2.3.1
Pengertian Reksa Dana
Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal
1, ayat (27) : reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun
dana
dari
masyarakat
Pemodal
untuk
selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
“A mutual funds holds a portfolio of securities, usually in line with
a stated policy and objective” (Elton, et. al., 2007 : 18). Artinya adalah
reksa dana terdiri dari portofolio sekuritas , sejalan dengan aturan yang
berlaku serta objektif.
“Pada dasarnya, secara sederhana reksa dana diartikan sebagai
wadah berinvestasi untuk dapat mengembangkan uang di pasar modal” (Ary
Suta, 2000 : 256).
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka reksa dana dapat
diartikan sebagai suatu kumpulan investasi dari beberapa investor yang
kemudian dikelola secara profesional oleh manajer investasi.
2.3.2
Bentuk Hukum Reksa Dana
Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995
pasal 18, ayat (1), bentuk hukum Reksa dana di Indonesia terdiri dari dua
macam yaitu, reksa dana berbentuk perseroan dan reksa dana berbentuk
kontrak investasi kolektif (KIK).
Pada reksa dana jenis kontrak invetasi kolektif, investor
memperoleh unit penyertaan. Unit penyertaan adalah sebuah satuan sebesar
nilai aktiva bersih suatu reksa dana yang dibeli investor dari manajer
investasi sebagai bukti kepemilikan terhadap suatu reksa dana namun,
investor tersebut tidak mendapatkan saham atas reksa dana yang
26
dimilikinya. Pada reksa dana jenis perseroan, investor memperoleh saham
atas reksa dana yang dimiliki dan dapat diperjualbelikan di pasar sekunder.
2.3.3
Jenis Reksa Dana
“Mutual funds come in two flavor : open-end funds and closed-end
funds. open-end funds are purchased (and sold) directly from (and
to) the mutual funds. Closed-end funds differ from open-end funds
in they initially sell a predetermined number of shares in the funds”
(Elton, et. al., 2007 : 18).
Artinya adalah reksa dana terbagi kedalam dua jenis yaitu reksa
dana terbuka dan reksa dana tertutup. Pada reksa dana jenis terbuka, pemilik
reksa dana dapat melakukan proses jual beli secara langsung atau melalui
perusahaan reksa dana yang mengeluarkannya. Pada reksa dana tertutup,
jumlah unit penyertaan yang dijual jumlahnya terbatas.
Menurut Wibowo (2005 : 25) bahwa reksa dana tertutup adalah
reksa dana dimana pengelola dalam hal ini perusahaan reksa dana
melakukan emisi saham dan hasil emisi tersebut kemudian digunakan untuk
membeli saham, obligasi, ataupun sekuritas lainnya. Investor yang membeli
saham perusahaan reksa dana ini dapat memperjualbelikan saham tersebut
di pasar sekunder dengan harga sesuai dengan permintaan dan penawaran
saat transaksi, sehingga harga saham reksa dana tertutup bisa tidak sama
dengan nilai aktiva bersih atau net asset value.
Reksa
dana
tersebut
terdiri
dari
beberapa
jenis
beserta
karakteristiknya dilihat dari tingkat keuntungan, resiko serta jangka waktu
investasi. Di bawah ini akan disajikan jenis-jenis dan karakteristik reksa
dana menurut Bank Indonesia.
27
Tabel 2.1 Jenis dan Karakteristik Reksa Dana
Jenis
Karakteristik
Reksa Dana Pasar Uang
 Relatif lebih aman dibandingkan
Reksa Dana yang menempatkan
jenis reksa dana lainnya.
100% dananya, dalam instrumen  Bersifat likuid atau mudah
pasar uang, seperti deposito, SBI
dicairkan.
atau obligasi yang memiliki  Investasi jangka pendek.
jatuh tempo kurang dari 1 tahun.
Reksa Dana Pendapatan
 Mempunyai potensi keuntungan
Tetap
lebih tinggi dari reksa dana pasar
Reksa Dana yang menempatkan
uang.
minimum 80% dari dananya  Investasi jangka menengah.
dalam instrumen obligasi.
Reksa Dana Campuran
 Mempunyai potensi keuntungan
Reksa Dana yang menempatkan
yang cukup tinggi. Investasi
dananya, dalam instrumen pasar
jangka menengah sampai panjang.
uang atau pasar modal dengan
komposisi yang fleksibel.
Reksa Dana Saham
 Mempunyai potensi keuntungan
Reksa Dana yang menempatkan
paling tinggi namun mempunyai
minimum 80% dari dananya
risiko yang lebih tinggi dibanding
dalam instrumen saham.
reksa dana lainnya.
 Investasi jangka panjang.
Reksa Dana Terproteksi
 Perlindungan 100% pada nilai
Reksa Dana yang menempatkan
pokok investasi, jika dicairkan
sebagian besar dananya dalam
sesuai dengan jangka waktu yang
instrumen obligasi agar dapat
ditentukan.
memberikan perlindungan atas  Mempunyai potensi keuntungan
nilai awal investasi pada saat
sebesar tingkat bunga portfolio
jatuh temponya.
obligasi.
Exchange traded fund (ETF)
 Kombinasi dari reksa dana
reksa dana yang sifatnya mirip
tertutup dan reksa dana terbuka.
dengan suatu perusahaan terbuka  Mengacu kepada indeks saham
dimana unit penyertaannya dapat  Diperdagangkan langsung di
diperdagangkan di bursa
bursa setiap hari (menyerupai
reksa dana tertutup, dimana tidak
ada dapat dijual kembali kepada
manajer investasi)
Reksa Dana Syariah
 Pengelolaan dan kebijakan
Reksa dana yang prinsipnya
investasinya mengacu pada
mengacu pada prinsip-prinsip
syari'at Islam.
pengelolaan keuangan secara
islami.
Sumber : Bank Indonesia 2010, diolah
28
2.3.4
Resiko Reksa Dana
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai pengertian serta
jenis reksa dana. Dari uraian tersebut reksa dana juga tentunya memiliki
resiko yang timbul. Wibowo (2005 : 24) mengatakan bahwa resiko yang ada
pada reksa dana diantaranya adalah :
1.
Resiko Likuiditas
Merupakan penjualan kembali (redemption) sebagian besar unit penyertaan
oleh pemilik kepada manajer investasi secara bersamaan, yang dapat
menyulitkan manajer investasi dalam menyediakan uang tunai kepada
investor.
2.
Resiko Politik dan Ekonomi
Kebijakan politik dan ekonomi bila mengalami perubahan, akan
mempengaruhi kinerja perusahaan baik yang sudah atau yang belum go
public di bursa efek.
3.
Resiko Wanprestasi
Wanprestasi berbagai pihak yang berhubungan dengan reksa dana, bank
kustodian, agen pembayaran, bencana alam dan sebagainya, dapat
menurunkan kinerja perusahaan (NAB/Unit) yang merupakan tempat
berinvestasi tersebut.
4.
Resiko Berkaitan Dengan Peraturan
Dalam berinvestasi reksa dana mempunyai batasan-batasan tertentu, kadang
investor merasa berdampak positif maupun negatif. Hal ini terjadi karena di
satu sisi untuk melindungi investor itu sendiri dengan ketentuan batasan
tersebut.
5.
Resiko berkurangnya nilai Unit Penyertaan (UP)
Hal ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan
surat berharga lainnya) yang merupakan bagian portofolio reksa dana di
bursa yang mengakibatkan menurunnya nilai unit penyertaan investasinya.
2.3.5
Manfaat Reksa Dana
Selain resiko, reksa dana juga memiliki beberapa manfaat
dibanding instumen investasi lainnya. Reksa dana merupakan kumpulan
29
investasi kolektif yang dikelola manajer investasi sehingga manfaat reksa
dana akan berbeda dengan instrumen pasar modal lainnya. Menurut Ary
Suta, (2000 : 257) manfaat tersebut diantaranya adalah :
1.
Dikelola oleh Manajemen Profesional
Pengelolaan portofolio suatu reksa dana dilaksanakan oleh manajer investasi
yang memang memiliki keahliannya dalam hal pengelolaan dana. Peran
manajer investasi sangat penting mengingat pemodal individu pada
umumnya mempunyai keterbatasan waktu, sehingga tidak dapat melakukan
riset secara langsung dalam menganalisa harga efek serta melakukan akses
informasi ke pasar modal.
2.
Diversifikasi Investasi
Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio
akan mengurangi risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana
atau kekayaan reksa dana diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga
risikonya pun juga tersebar. dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko
bila seorang membeli satu atau dua jenis saham atau efek secara individu.
3.
Transparansi Informasi
Reksa dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portofolionya
dan biayanya secara berkelanjutan sehingga pemegang unit penyertaan
dapat memantau keuntungan, biaya, dan risiko reksa dana setiap saat.
pengelola reksa dana wajib mengumumkan nilai aktiva bersih (NAB) setiap
hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan
tahunan serta prospektus reksa dana secara teratur sehingga investor dapat
memantau perkembangan investasinya secara rutin.
4.
Likuiditas yang Tinggi
Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus
mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi. Oleh karena itu, Pemodal
dapat mencairkan kembali unit penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan
yang dibuat masing-masing reksa dana sehingga, memudahkan investor
mengelola kasnya. Reksa dana terbuka wajib membeli kembali unit
penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid.
30
5.
Biaya Rendah
Reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian
dikelola secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan
untuk melakukan investasi tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya
transaksi. Karena, biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan
apabila investor individu melakukan transaksi sendiri di lantai bursa.
6.
Kekayaan/Aset Reksa Dana Disimpan Secara Aman
Kekayaan yang dimaksud adalah dana nasabah perusahaan manajer
investasi yang disimpan secara aman di bank kustodian. Dana nasabah
tersebut berbeda dan dipisahkan dengan aset lain.
7.
Pilihan Beragam
Dalam berinvestasi di reksa dana, terdapat berbagai macam jenis investasi
yang dapat dipilih misalnya growth fund, balanced funds, fixed income
funds, money market funds, dan lain-lain.
2.3.6
Pengelolaan Reksa Dana
Perusahaan manajer investasi sebagai pengelola reksa dana
tentunya mengelola dana yang diperoleh melalui beberapa tahap. Setiap
tahapan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda namun bersifat saling
mempengaruhi satu sama lain. Sharpe, et. al., (2002 : 444) mengatakan
bahwa terdapat lima langkah yang dilakukan perusahaan investasi dalam
membuat suatu keputusan investasi. Langkah ini dapat dipandang sebagai
fungsi manajemen investasi. Langkah-langkah tersebut adalah :
1.
Menentukan Kebijakan Investasi
Mengidentifikasi tujuan investasi klien, terutama sikapnya terhadap tradeoff antara ekspekstasi return dan resiko.
2.
Menganalisis Sekuritas
Melakukan analisis sekuritas individual atau kelompok sekuritas untuk
mengidentifikasi sekuritas yang misspriced.
3.
Membentuk Portofolio
Mengidentifikasi sekuritas tertentu beserta proporsi modal yang akan
diinvestasikan untuk setiap sekuritas.
31
4.
Merevisi Portofolio
Menentukan sekuritas protofolio mana yang akan dijual dan sekuritas
protofolio mana yang akan dibeli.
5.
Mengevaluasi Kinerja Portofolio
Menentukan kinerja portofolio yang sesungguhnya baik resiko dan
return serta membandingkan dengan kinerja portofolio acuan.
2.4
Penelitian Terdahulu
Sharpe (1964) mengukur kinerja portofolio dengan total resiko sebagai
indikator pembanding yang kemudian dikenal dengan istilah Indeks Sharpe.
Wiksuaksana dan Purnawati (2008 : 174) mengatakan bahwa Indeks Sharpe
mengukur seberapa besar penambahan hasil investasi yang diperoleh melalui
pengurangan return portofolio dengan investasi bebas resiko untuk tiap unit resiko
yang ada pada portofolio tersebut.
Pengukuran kinerja portofolio selanjutnya dilakukan oleh Treynor (1965).
Treynor memiliki konsep yang hampir mirip dengan Sharpe dimana kinerja
portofolio diukur dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio yang
telah dikurangi dengan return investasi bebas resiko dengan resiko yang ada pada
portofolio tersebut. Perbedaan konsep Treynor dengan Indeks Sharpe terletak
pada faktor resiko yang digunakan. Pada metode yang digunakan Treynor, faktor
resiko yang digunakan adalah resiko sistematis yang diukur dengan beta. Hasil
penelitian Treynor menunjukan bahwa bahwa manajer investasi reksa dana ratarata belum bisa memanfaatkan informasi masa lalu untuk memperbesar return
terus-menerus terhadap return pasar. Metode yang digunakan Treynor kemudian
dikenal dengan istilah Indeks Treynor.
Pengukuran kinerja lainnya dilakukan oleh Jensen (1968). Jensen
melakukan penelitian terhadap 115 reksa dana periode tahun 1945 sampai dengan
tahun 1964, dimana metode yang digunakan merupakan
pengembangan dari
Capital Asset Pricing Model (CAPM). Metode ini kemudian dikenal dengan
istilah Indeks Jensen. Penelitian Jensen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
reksa dana dapat memberikan return di atas return pasar. Hasil dari penelitian
32
tersebut menunjukan bahwa hanya 33.9 % yang mampu menghasilkan return
positif relatif terhadap return pasar. Persamaan antara Indeks Jensen dan Treynor
adalah bahwa kedua indeks ini menggunakan resiko sistematis (beta) dalam
proses pengukuran kinerja portofolio. Perbedaannya adalah Indeks Jensen
mengukur kinerja portofolio dengan cara membandingkan antara actual return
dengan expected return pada masing-masing portofolio.
Wibowo (2010 : 64) dalam penelitiannya mengukur kinerja reksa dana
menggunakan indeks jensen mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara
return reksa dana dengan return pasar saham pada tahun 2002 dan hanya
sembilan reksa dana yang memiliki abnormal return (selisih actual return dan
expected return) positif dari dua puluh satu reksa dana yang diteliti. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Siagian (2006) mengatakan bahwa dari tahun 2000
sampai tahun 2005 berdasarkan Indeks Jensen, hanya terdapat 3 reksa dana dari 7
reksa dana yang diteliti yang memiliki kinerja yang lebih baik dari kinerja pasar.
Gallagher (dalam Wibowo, 2005 : 36) berdasarkan penelitiannya terhadap
kinerja 44 reksa dana Wall Street periode Januari 1982 sampai April 1987 dengan
risk-adjusted memberikan hasil yang sama baiknya dengan menggunakan Indeks
Treynor maupun Indeks Sharpe. Penelitian lain oleh Wiksuaksana dan Purnawati
(2008 : 180) mengatakan bahwa Indeks Sharpe dan Treynor memiliki hubungan
yang signifikan dan positif sebagai pengukur kinerja winner stock portfolio secara
individual selama periode tiga bulan untuk semua selompok portofolio saham.
Artinya adalah ketiga indeks ini konsisten sebagai pengukur kinerja portofolio.
Hal sama juga diungkapkan Simforianus dan Hutagaol (2008) yang mengatakan
bahwa terdapat konsistensi dari ketiga alat ukur ini sebagai pengukur kinerja reksa
dana. Jika terdapat konsistensi maka hal ini berarti bahwa Indeks Sharpe , Treynor
dan Indeks Jensen dapat dikatakan sebagai alat yang terbukti dapat mengukur
kinerja reksa dana namun, hal yang penting adalah metode mana yang dikatakan
paling optimal.
Download