Pasang Surut Hubungan RI-Amerika A Kardiyat Wiharyanto ada hari pertama Presiden Megawati Soekarnoputri berkantor di Istana Negara, Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert S Gelbard menjadi tamu pertama. Peristiwa itu tentunya bukan secara kebetulan, tetapi jelas menunjukkan perhatian dan dukungan penuh Pemerintah AS kepada pemerintah baru Indonesia di bawah Presiden Megawati Soekarnoputri. Dalam jangka pendek, dukungan AS itu penting bagi pemulihan kepercayaan dunia kepada kebijakan ekonomi Indonesia, sementara Amerika Serikat membutuhkan peranan Indonesia dan ASEAN dalam mengimbangi perkembangan ekonomi Cina beserta ancaman militernya. Namun bila kita perhatikan, hubungan RI-Amerika Serikat selama ini memang belum menemukan formula baru akibat perubahan yang cepat, baik regional maupun global. Bahkan, kalau kita jujur, hubungan RI-Amerika Serikat akhirakhir ini justru mengalami titik rendah. Di sisi lain Amerika Serikat terus berusaha membina hubungan baik dengan berbagai negara, termasuk negara-negara bekas musuhnya, seperti Vietnam dan Korea Utara. Namun di dalam membina demokrasi dan memberantas korupsi, Amerika Serikat tidak segan-segan mengisolasi negara-negara lain dalam waktu yang lama seperti terhadap Kuba dan Irak. Selaras dengan UUD 1945, hubungan dan politik luar negeri Indonesia adalah ikut berjuang menghapus penjajahan di dunia yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan guna ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sedangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, secara terpencar-pencar di berbagai tempat banyak terdapat ketentuan mengenai kebijakan luar negeri RI. Adapun yang terpenting dan yang diambil sebagai pangkal tolak adalah bahwa pelaksanaan hubungan dan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, harus diabadikan kepada kepentingan nasional, terutama untuk meningkatkan tatanan kehidupan masyarakat. Kepentingan Nasional Kepentingan-kepentingan nasional merupakan motif dan motor bagi perjuangan rakyat Indonesia untuk dapat mewujudkan cita-cita luhurnya, yaitu terbentuknya suatu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur serta dapat melaksanakan tujuan nasionalnya, yakni terlindungnya segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terdapatnya kesejahteraan rakyat yang maju dan tercapainya kehidupan bangsa yang cerdas. Agar cita-cita dan tujuan nasional itu dapat direalisasi, diperlukan syarat-syarat. Syarat-syarat itu antara lain adanya ketahanan nasional, terpeliharanya wawasan nusantara, suasana kehidupan yang demokratis dan transparansi, serta dihormatinya hak-hak asasi manusia. Sedangkan faktor luar negeri yang diperlukan yakni adanya lingkungan pergaulan dunia yang damai, merdeka, bersahabat dan tertib, serta adanya keserasian hubungan antara bangsabangsa. Atas dasar kebijakan tersebut Indonesia membina hubungan dengan negara-negara lain, termasuk hubungan Indonesia-Amerika Serikat. Hubungan antara Indonesia dengan Amerika Serikat sudah terselenggara sebelum Belanda berhasil menguasai seluruh Kepulauan Indonesia. Para pedagang Amerika Serikat dengan kapal layarnya setelah mengarungi Lautan Indonesia, bersaing dengan pedagang-pedagang Belanda dan bangsa lain dalam perdagangan rempah-rempah maupun komoditas lainnya. Sejak abad ke-19, Amerika Serikat telah mempunyai hubungan dengan Siam dan Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-19, armada Amerika Serikat di bawah Komodor Perry telah memaksa Jepang untuk membuka diri dan meninggalkan politik isolasinya yang sudah berabad-abad lamanya. Meskipun Jepang terpaksa membuka diri tetapi Amerika Serikat tidak menjajahnya seperti yang dilakukan bangsa Eropa terhadap negara-negara Asia yang lain. Dalam masa revolusi, peranan Amerika Serikat dalam proses perundinganperundingan damai antara Indonesia dengan Belanda amat besar. Jika tanpa campur tangan Amerika Serikat, ada kemungkinan pihak Belanda akan berupaya terus untuk menjajah kembali negeri kita. Dengan ancaman bahwa bantuan Amerika Serikat terhadap Belanda akan dicabut, akhirnya Belanda mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Di samping khawatir bantuan dari Amerika akan dicabut, sebenarnya pihak Belanda berada dalam kedudukan yang amat lemah. Karena itu, jika Belanda terus melanjutkan pendudukannya kepada Indonesia, ada kemungkinan pula akan mengalami nasib seperti yang dialami Prancis dan Amerika di Vietnam. Dengan demikian tekanan Amerika Serikat terhadap Belanda sekaligus juga menyelamatkan muka Belanda. Titik Rendah Hubungan Indonesia-Amerika Serikat mengalami titik rendah sewaktu berkobar pemberontakan PRRI. Amerika Serikat memberikan simpati dan bantuan militer sekadarnya kepada kaum pemberontak. Namun hubungan Indonesia-Amerika Serikat yang merosot tersebut berangsur-angsur membaik karena Amerika Serikat segera menghentikan bantuan militernya kepada PRRI. Pada masa Presiden Soekarno, hubungan Indonesia-Amerika Serikat dibilang kurang hangat. Sering sikap Amerika Serikat menyesalkan Presiden Soekarno di masa lampau, sampai dia meninggalkan basa-basi diplomasi, dan menyerukan kepada Dubes Jones dari Amerika Serikat ’’go to hell with your aid’’”. Ketika itu pula hubungan Indonesia-Amerika Serikat mengalami titik terendah dalam hubungan kedua negara sejak kemerdekaan Indonesia mendapat pengakuan internasional. Peran Amerika Serikat mencuat kembali ketika berkobar konfrontasi IndonesiaBelanda berkenaan upaya Indonesia membebaskan Irian Jaya (Irian Barat). Berkat peran Amerika Serikat itu Irian Jaya kembali ke pangkuan Indonesia meskipun secara bertahap. Sedangkan Belanda berhasil mengakhiri pertikaiannya dengan Indoneia tanpa kehilangan muka. Hubungan Indonesia-Amerika Serikat semakin akrab sewaktu meletus G30S. Terlepas dari siapa yang sebenarnya menjadi dalang peristiwa itu, Amerika Serikat mendukung angkatan perang Indonesia menghancurkan PKI. Hal itu sejalan dengan perjuangan Amerika Serikat untuk menghadapi komunis internasional. Tampilnya pemerintah Orde Baru yang nyata-nyata antikomunis itu, dan telah membubarkan PKI, menawan ratusan ribu anggota PKI, tentu menarik simpati Amerika Serikat. Karena itu Amerika Serikat dengan senang hati memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Indonesia. Dalam waktu yang singkat, stabilitas ekonomi dan keamanan segera dapat ditegakkan di Indonesia. Hubungan Indonesia-Amerika Serikat yang berdasar kesamaan sikap antikomunis ternyata tidak sehat. Hal itu terbukti setelah Perang Dingin selesai, dasar hubungan Indonesia-Amerika Serikat menjadi rapuh. Keadaan tersebut semakin parah setelah Orde Baru runtuh. Dengan munculnya era reformasi, hubungan Indonesia-Amerika Serikat menghadapi konfigurasi politik. Landasan hubungan dan bantuan luar negeri yang didasarkan pada perhitungan Perang Dingin di masa lampau harus diubah dan diganti. Kerja sama antarnegara harus dikaitkan dengan kadar hak-hak demokrasi dan hak-hak asasi manusia dalam masyarakat yang menjadi penerima bantuan tersebut. Pada saat ini hubungan dan politik luar negeri Indonesia mengalami penyesuaian-penyesuaian yang terkait dengan perubahan cara pencapaian citacita dan tujuan nasional. Dalam kaitan untuk menata kembali kepentingan nasional itu, hubungan Indonesia-Amerika Serikat saat ini juga memasuki fase baru yang lebih transparan. Dalam konfigurasi politik hubungan Indonesia-Amerika Serikat tersebut, terjadilah gesekan-gesekan yang menempatkan hubungan kedua negara dalam ujian. Bahkan pada masa pemerintahan Habibie, hubungan RI-Amerika mendekati titik beku ketika militer Indonesia tidak mampu mencegah aksi yang dilakukan milisi prointergrasi di Timtim. Formula hubungan kedua negara tidak banyak berubah walau pemerintahan di Indonesia sudah berganti dengan Presiden Gus Dur. Kini, Indonesia di bawah Presiden Megawati. Namun jika Amerika Serikat belum mampu menemukan format baru hubungannya dengan Indonesia maupun Asia Tenggara pada umumnya, hubungan kedua negara akan tetap mengalami pasang-surut. Jika kedua pihak bersikeras akan kebenaran dirinya, keduanya akan menyesal. Indonesia bisa menjadi seperti Kuba atau Irak, dan sebaliknya Amerika Serikat bisa terisolasi. Mudah-mudahan hubungan Indonesia-Amerika Serikat kembali membaik tanpa harus ada yang kehilangan muka. Hal itu bisa terselenggara jika hubungan itu berlandaskan kepentingan bersama atas dasar penghormatan pada hak-hak demokrasi dan hak-hak rakyat Indonesia, dan kepentingan bersama untuk membina masa depan bersama seluruh umat manusia dalam perdamaian, kesejahteraan dan kemajuan bersama. Harapan itu akan semakin besar apabila kecurigaan AS kepada Indonesia semakin berkurang dan kunjung- mengunjung antarkepala negara bisa terselenggara. Hanya dengan itu saling pengertian dapat ditanamkan dan salah pengertian dapat dihilangkan, sehingga jalan lapang hubungan RI-Amerika Serikat semakin terbuka. Penulis adalah staf pengajar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.