BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perencanaan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perencanaan pembangunan senantiasa menempatkan pembangunan manusia
di barisan terdepan.
Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya.
Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari
pembangunan, bukan alat dari pembangunan. Tujuan utama pembangunan adalah
menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur
panjang dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan manusia juga
didefenisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of
enlarging people’s choices). Hal ini berlaku untuk semua sehingga perlu prioritas
untuk alokasi belanja dari pendapatan yang diterima.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat diukur dengan beberapa parameter
dan yang paling populer saat ini adalah Indeks Pembangunan Manusia untuk
selanjutnya disebut IPM atau Human Development Index (HDI). Alat ukur ini
dikembangkan oleh pemenang Nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq
seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav dari Yale University dan Lord
Meghnad Desai dari London School of Economics pada tahun 1990 dan telah
disepakati dunia melalui United Nations Development Program (UNDP). IPM
dapat menggambarkan perkembangan manusia secara terukur dan representatif.
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
IPM juga
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju,
1
Universitas Sumatera Utara
2
negara berkembang atau negara terbelakang (United Nations Development
Program/UNDP, 1996). IPM diukur dengan 3 dimensi yaitu berumur panjang
dan sehat ditunjukkan oleh harapan hidup ketika lahir, yang dirumuskan menjadi
Indeks Angka Harapan Hidup, berdimensi ilmu pengetahuan yang diukur dengan
tingkat baca tulis dan rata-rata lama sekolah membentuk Indeks Pendidikan, dan
dimensi standar hidup layak ditunjukkan oleh pengeluaran riil perkapita yang
dibakukan dalam Indeks Pendapatan. (UNDP, 2004).
Laporan Pembangunan Manusia 2013 yang dikeluarkan badan PBB untuk
program pembangunan, UNDP baru-baru ini memperlihatkan bahwa Indonesia
telah menunjukkan kemajuan yang berarti dalam Indikator Pembangunan Manusia
(IPM) dalam 40 tahun terakhir. Nilai IPM Indonesia pada tahun 2012 meningkat
menjadi 0,629, menjadikannya naik tiga posisi ke peringkat 121 dari peringkat
124 pada tahun 2011 (0,624) dari 187 negara. Menduduki peringkat yang sama
dengan Indonesia adalah Afrika Selatan dan Kiribati. Antara 1980 dan 2012, nilai
IPM Indonesia meningkat dari 0,422 menjadi 0,629 atau meningkat 49%,
dikarenakan kenaikan angka harapan hidup pada periode yang sama, dari 57,6
tahun menjadi 69,7 tahun saat ini.
Tingkat ekspetasi lamanya bersekolah
meningkat dari 8,3 tahun pada 1980 menjadi 12,9 tahun pada tahun 2012, artinya
anak usia sekolah di Indonesia memiliki harapan mengenyam bangku pendidikan
selama 12,9 tahun atau mencapai tingkat pertama jenjang perguruan tinggi.
Walau naik tiga peringkat IPM Indonesia namun masih di bawah rata-rata
dunia 0,694 atau regional 0,683. Indonesia masih dikategorikan sebagai Negara
Pembangunan Menengah.dengan 45 negara lainnya di dunia, begitu juga
peringkat Indonesia masih jauh di bawah beberapa negara anggota ASEAN, di
Universitas Sumatera Utara
3
mana Singapore memiliki IPM tertinggi di antara negara-negara ASEAN yaitu
peringkat 18 di seluruh dunia dengan 0.895, Brunei Darussalam berada
diperingkat 30 dunia dengan 0,855, Malaysia berada di peringkat 64 dunia dengan
0,769, Thailand dan Filipina masing-masing berada di peringkat 103 dan 114
dunia dengan IPM 0,690 dan 0,654. IPM Indonesia masih berada diatas negara
ASEAN lainnya seperti Vietnam, Laos dan Kamboja. Negara yang menempati
peringkat pertama dunia adalah Norwegia, selanjutnya Australia dan Amerika
Serikat. IPM terendah dipegang oleh Republik Demokratik Kongo dan Nigeria
(http://voaindonesia.com, diakses pada tanggal 20 Agustus 2015).
Untuk memperbaiki kualitas hidup manusia Indonesia diperlukan upaya keras
agar bisa mengejar ketinggalan dari negara-negara tetangga lainnya yang
peringkatnya di atas Indonesia. Upaya meningkatkan IPM Indonesia tentunya
tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan IPM kabupaten/kota di Indonesia.
Salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 33 kabupaten/kota.
Untuk Kabupaten/kota di Sumatera Utara, tingkat Indeks Pembangunan
Manusia jika diukur dengan IPM mulai dari tahun 2011-2014 dapat dilihat pada
Tabel 1.1
Tabel 1.1
Perkembangan IPM Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2011-2014
Kabupaten/Kota
Kabupaten
01. N i a s
02. Mandailing Natal
03. Tapanuli Selatan
04. Tapanuli Tengah
05. Tapanuli Utara
06. Toba Samosir
07. Labuhanbatu
08. A s a h a n
2011
55.55
61.60
65.14
65.16
69.24
71.39
67.88
65.87
Tahun
2012
2013
56.50
62.26
65.95
65.43
69.83
71.89
68.64
66.23
57.43
62.91
66.75
65.64
70.50
72.36
69.45
66.58
2014
57.98
63.42
67.22
66.16
70.70
72.79
70.06
67.51
Universitas Sumatera Utara
4
Kabupaten/Kota
2011
69.03
66.62
71.12
70.25
65.77
55.50
64.06
63.11
65.81
65.28
63.95
65.22
63.28
65.77
67.37
57.53
55.43
Tahun
2012
2013
69.79
70.28
66.95
67.15
71.40
71.62
70.88
71.39
66.18
67.17
55.97
56.78
64.54
64.92
63.88
64.73
66.31
66.80
66.14
67.11
64.45
65.06
65.65
66.13
64.05
64.62
67.06
67.78
67.84
68.28
57.87
58.29
56.20
56.58
09. Simalungun
10. D a i r i
11. K a r o
12. Deli Serdang
13. L a n g k a t
14. Nias Selatan
15. Humbang Hasundutan
16. Pakpak Bharat
17. Samosir
18. Serdang Bedagai
19. Batu Bara
20. Padang Lawas Utara
21. Padang Lawas
22. Labuhanbatu Selatan
23. Labuhanbatu Utara
24. Nias Utara
25. Nias Barat
Kota
26. S i b o l g a
69.17
69.71
70.45
27. Tanjungbalai
64.13
64.89
65.40
28. Pematangsiantar
73.61
74.51
75.05
29. Tebing Tinggi
70.84
71.34
71.85
30. M e d a n
77.54
77.78
78.00
31. B i n j a i
70.85
71.54
72.02
32. Padangsidimpuan
71.08
71.38
71.68
33. Gunungsitoli
63.71
64.34
65.25
Sumatera Utara
67.34
67.74
68.36
Sumber: BPS-Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011-2014
2014
70.89
67.91
71.84
71.98
68.00
57.78
65.59
65.06
67.80
67.78
65.50
66.50
65.50
68.59
69.15
59.18
57.54
71.01
66.05
75.83
72.13
78.26
72.55
71.88
65.91
68.87
Dari data diatas diketahui bahwa IPM kabupaten/kota di Sumatera Utara
yang nilainya diatas rata-rata IPM Sumatera Utara untuk tahun 2011, 2012 dan
2014 hanya ada 13 (39%) kabupaten/kota, sementara untuk tahun 2013 hanya 12
(36%) kabupaten/kota yang nilai IPM nya diatas rata-rata IPM Sumatera Utara.
Fenomena yang terjadi di kabupaten/kota Sumatera Utara adalah selama
tahun 2011-2014 belanja daerah mengalami peningkatan namun tidak diikuti
dengan peningkatan IPM. Sebagai contoh Kabupaten Langkat dengan jumlah
Universitas Sumatera Utara
5
belanja daerah terbesar ketiga dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara
tahun 2011-2014 namun nilai IPM berada dibawah rata-rata Provinsi Sumatera
Utara yaitu hanya berada di peringkat 18 dari 33 kabupaten/kota Sumatera Utara
pada tahun 2011 dan 2012, berada di peringkat 15 pada tahun 2013 dan 2014.
Demikian juga untuk Kabupaten Asahan yang memiliki jumlah belanja daerah
terbesar kelima dari 33 kabupaten/kota Sumatera Utara namun nilai IPM hanya
berada diperingkat 15 pada tahun 2011, 17 pada tahun 2012, 20 pada tahun 2013
dan peringkat 19 pada tahun 2014. Kabupaten Serdang Bedagai dengan nilai
belanja daerah terbesar keenam dari 33 kabupaten/kota Sumatera Utara juga
memiliki nilai IPM dengan peringkat 19 pada tahun 2011 dan 2012, peringkat 17
pada tahun 2013 serta menurun ke peringkat 18 pada tahun 2014.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa belanja daerah yang dimiliki
oleh Kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara belum optimal digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di beberapa kabupaten/kota Sumatera
Utara jika diukur dengan besarnya belanja daerah dengan nilai IPM dari beberapa
kabupaten/kota. Peningkatan IPM, salah satunya ditentukan oleh kemampuan
pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan memaksimalkan
pengalokasian
keuangan daerah untuk pembangunan yang berpihak kepada
masyarakat.
Secara khusus IPM digunakan untuk
mengukur capaian pembangunan
manusia berbasis komponen dasar kualitas hidup yang diukur atas 3 (tiga)
komponen utama (BPS dan UNDP, 1995) yaitu:
a. Indeks harapan hidup, sebagai perwujudan dimensi umur panjang dan
sehat (longevity) yang diukur dengan Angka Harapan Hidup (AHH)
Universitas Sumatera Utara
6
b. Indeks pendidikan, sebagai perwujudan dimensi pengetahuan (knowledge)
yang diukur dengan Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata lama
sekolah (MYS)
c. Indeks standar hidup layak, sebagai perwujudan dimensi hidup layak
(decent living) yang diukur dengan menggunakan rata-rata pengeluaran
per kapita riil yang disesuaikan
Peningkatan IPM salah satunya ditentukan oleh alokasi pengeluaran
pemerintah daerah yang dikelola dengan baik agar dimanfaatkan benar-benar
untuk masyarakat seperti untuk sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatah dan Muji
(2012) yang membuktikan bahwa alokasi pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan, kesehatan dan infrastruktur memiliki efek positif dan signifikan untuk
meningkatkan indeks pembangunan manusia. Terjadinya peningkatan pelayanan
publik dan kesejahteraan masyarakat merupakan indikasi keberhasilan penerapan
desentralisasi fiskal suatu daerah. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh
Mehmood dan Sadiq (2010) bahwa desentralisasi fiskal dianggap sebagai salah
satu alat yang penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pelayanan
publik yang efisien dan infrastruktur lebih baik dalam kasus negara-negara
berkembang.
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayahwati (2011) juga
mengemukakan bahwa kemandirian fiskal berpengaruh positif dan signifikan
terhadap IPM.
Untuk bidang pendidikan, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang disahkan DPR pada tahun 2003
dimana pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
Universitas Sumatera Utara
7
wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Hal ini dituangkan
dalam
Program
Pendidikan
9
Tahun
yang
mana
Pemerintah
wajib
menyelenggarakan pendidikan tingkat SD sampai dengan SMP secara cuma-cuma
atau minimal murah. Realisasi dari Undang-Undang tersebut adalah Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai pada tahun 2005. Program
BOS ini diharapkan mampu membantu siswa yang tidak mampu untuk mengecap
pendidikan yang baik agar meningkatkan kualitas sumber daya manusia di suatu
daerah sehingga dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di daerah
tersebut.
Pencapaian IPM di Provinsi Sumatera Utara bukannya tanpa kendala. Setiap
daerah memiliki kondisi permasalahan yang berbeda, karena menyangkut potensi
kemandirian sumber keuangan daerah, pengalokasian pengeluaran pemerintah
daerah dan kondisi masyarakatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Amalia dan
Purbadharmaja (2014) mengemukakan bahwa secara simultan kemandirian
keuangan daerah dan alokasi belanja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
IPM.
Peneliti lain melakukan penelitian tentang Program Dana BOS dan
hubungannya
dengan
IPM
menunjukkan
bahwa
Program
dana
BOS
mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (Yuliani, 2013)..
Fenomena lainnya yang terjadi di kabupaten/kota Sumatera Utara adalah halhal yang bersifat mendasar seperti berbagai persoalan di bidang kesehatan,
pendidikan dan kondisi infrastruktur. Berdasarkan Laporan dari Dinas Kesehatan
Sumatera Utara dari 33 kabupaten/kota, pada tahun 2014 kabupaten Asahan
menjadi penyumbang terbanyak angka kematian ibu, yaitu sebanyak 14 orang.
Universitas Sumatera Utara
8
Selain kabupaten Asahan, Kabupaten Langkat dan Mandailing Natal juga
memiliki jumlah kematian Ibu tahun tersebut (http://www.sumutprov.go.id). Hal
ini disebabkan:
a. Rendahnya alokasi pembiayaan kesehatan bersumber dana pemerintah dan
lemahnya kemampuan tenaga perencanaan dalam mengidentifikasi
kegiatan-kegiatan yang memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi dalam
mencapai
target
program
menyebabkan
adanya
kecenderungan
perlambatan pencapaian target program serta kurang sinergisme antara
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi program/kegiatan
kesehatan
b. Rendahnya kualitas pelayanan akibat kurangnya sarana dan prasarana
pendukung serta masih terkonsentrasinya tenaga kesehatan di daerah
perkotaan dan kurangnya kepekaan dan profesionalisme tenaga kesehatan
berdampak pada lambatnya pencapaian sasaran utama pembangunan.
Selain permasalahan Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka
Kematian Bayi (AKB) yang masih relatif tinggi, persentase Penduduk Miskin di
daerah perkotaan dan pedesaan Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan
yaitu 11,31% pada Maret 2010 menjadi 11,33% pada Maret 2011 dan 10,06%
pada Maret 2013 menjadi 10,39% pada September 2013 (BPS-Survei Sosial
Ekonomi Nasional, 2014).
Kondisi infrastruktur seperti jalan di Provinsi
Sumatera Utara juga masih mengkhawatirkan, jika dilihat dari kondisi
permukaannya maka hanya sekitar 18.396 Km atau sekitar 49% dari total 37.522
Km saja yang permukaan telah di aspal, sementara sisanya sepanjang 5.561 Km
Universitas Sumatera Utara
9
(15%) permukaannya masih kerikil, kondisi tanah sepanjang 10.299 Km (27%)
dan kondisi lainnya sepanjang 3.266 Km (9%) (BPS, 2012).
Di bidang pendidikan, sesuai dengan amanat dari Undang-undang
Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. Pada akhirnya membawa konsekuensi
alokasi belanja negara di bidang pendidikan sebesar 20% dari APBN yang dalam
perkembangannya adalah, muncul kebijakan pemerintah dalam alokasi dana
Bantuan Operasional Sekolah. Sesuai dengan amanat Undang-undang tersebut
maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan
bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP), SMU
serta satuan pendidikan lain yang sederajat (Trisulo, 2015).
Dari sisi pendanaan, pemerintah juga telah mengalokasikan dana yang cukup
besar serta mengalami peningkatan setiap tahunnya sebagaimana tabel berikut:
Grafik 1.1
Universitas Sumatera Utara
10
Namun berdasarkan Laporan Akuntabilitas dari Kemendikbud tahun 2014
menyebutkan bahwa selama lima tahun terakhir angka putus sekolah peserta didik
SD/SDLB masih mengalami naik turun. Berikut grafik tren persentase peserta
didik SD/SDLB putus sekolah selama lima tahun dari tahun 2010 sampai dengan
tahun 2014.
Grafik 1.2
Tren Persentase Peserta didik SD/SDLB yang Putus Sekolah
Pada tahun 2014 jumlah siswa SD/SDLB/Paket A tahun 2014 adalah 26.689.732
siswa, sedangkan peserta didik yang putus sekolah adalah 294.045 siswa (1,1%).
Masih tingginya angka putus sekolah ini disebabkan oleh faktor sosial dan budaya
masyarakat, seperti adanya siswa SD yang tidak mau menyelesaikan sekolahnya
dengan alasan bekerja membantu perekonomian orang tua.
Selain itu, peningkatan dana BOS tidak diikuti dengan meningkatnya Angka
Partisipasi Murni (APM) tingkat pendidikan Sekolah Dasar justru tingkat APM
untuk tingkat pendidikan tersebut mengalami penurunan yaitu pada tahun 2010
tingkat APM adalah 94,72 dan pada tahun 2011 tingkat APM sebesar 90,95
(BPS.go.id).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trisulo (2015) juga masih
terdapat beberapa penyimpangan pada Program dana BOS yaitu pada
Universitas Sumatera Utara
11
a. Tahap perencanaan, yaitu dengan cara memperbanyak jumlah siswa yang
aktif. Siswa yang sudah pindah atau lulus tetap dimasukkan dalam daftar
penerima dana BOS dengan harapan dana yang diperoleh sekolah
bertambah.
b. Tahap pencairan, yaitu dengan cara memperlambat pencairan hingga
pemberian gratifikasi atau uang terima kasih.
c. Pada tahap pembelanjaan, yaitu dengan cara menurunkan kualitas
spesifikasi barang.
d. Tahap pelaporan, yaitu bukan hanya dengan cara memperlambat
pelaporan
tetapi juga dari cara penyajian laporan yang meliputi
transparansi dan akuntabilitas laporan. Kasus-kasus demikian banyak
ditemukan di berbagai daerah ketika pemeriksa/pengawas membandingkan
dokumen rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) dengan laporan
pertanggungjawaban (LPj). Spesifikasi barang di RKAS dengan LPj
banyak yang berbeda. Dampaknya tak hanya kualitas yang tak sesuai
standar, tapi ada alokasi dana yang sengaja dihilangkan.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada Program Dana BOS
maka pada bulan Desember 2012, Kementrian Pendidikan mengirimkan panduan
teknis ke sekolah-sekolah tentang pemanfaatan dan akuntabilitas dana BOS tahun
anggaran 2013.
Panduan ini mewajibkan sekolah untuk mempublikasikan
Rancangan Anggaran dan Laporan Pembelanjaan ke papan-papan pengumuman
sekolah di papan-papan pengumuman di sekolah. Untuk Rencana Anggaran,
publikasi tersebut harus mencakup jumlah total sumber dana yang tersedia dan
jumlah dana yang teralokasi untuk setiap pos anggaran. Untuk melihat
Universitas Sumatera Utara
12
pemanfaatan dana, sekolah harus melapor jenis pembelanjaan, tanggal, jumlah
dan para pemasok.
Pemerintah Nasional memonitor jalannya pelaksanaan
komitmen ini dengan mengadakan evaluasi langsung ke sekolah-sekolah dengan
mengambil dua kabupaten di setiap provinsi dan dua sekolah di setiap kabupaten
sebagai sampel.
Laporan-laporan dari kabupaten/ kota dan kantor dinas
pendidikan provinsi yang masuk ke Kementrian Pendidikan juga termasuk dalam
evaluasi pemerintah.
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di bidang yang lain,
Provinsi Sumatera Utara berusaha untuk membuat struktur Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD) yang lebih berpihak untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat. Pemerintah Pusat telah memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah
untuk mengoptimalkan sumber daya yang diperoleh untuk pencapaian targettarget pembangunan.
Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah Daerah yang semula
sistem sentralisasi menjadi otonomi termasuk di bidang keuangan. Dalam UU
Nomor 33/2004 disebutkan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke Pemerintah Daerah untuk
mencukupi kebutuhannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Julitawati
dkk, 2012). Desentraliasi fiskal mensyaratkan bahwa setiap kewenangan yang
diberikan kepada daerah harus disertai dengan sumber pembiayaan yang besarnya
sesuai dengan beban kewenangan tersebut (Widarwanto, 2015).
Untuk
pendelegasian tugas dan wewenang tersebut maka Pemerintah Pusat membuat
konsep Dana Perimbangan sebagai sumber pembiayaan daerah.
Dana
Universitas Sumatera Utara
13
Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Tujuan dari Dana Perimbangan adalah untuk
mengatasi ketimpangan kemampuan keuangan daerah.
Selain dari Dana
Perimbangan, sumber pendapatan di daerah adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang merupakan pendapatan yang berasal dari daerah itu sendiri.
Permendagri 13/2006 mengklasifikasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri
dari: pajak daerah, restribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Sumber pembiayaan yang lain adalah Bantuan Keuangan Daerah atau nama
lainnya adalah Bantuan Keuangan Provinsi (BKP). Bantuan Keuangan Provinsi
(BKP) adalah Bantuan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota
dan/atau Pemerintah Desa/Kelurahan dalam bentuk uang yang dialokasikan pada
belanja tidak langsung dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan
kemampuan keuangan. Bantuan Keuangan Provinsi ini sebagian besar digunakan
untuk sumber pembiayaan belanja modal di pemerintah kabupaten/kota. Berbagai
sumber penerimaan daerah tersebut diharapkan mampu mendorong pendapatan
perkapita daerah melalui peningkatan berbagai jenis pengeluaran atau belanja
pemerintah daerah.
Hal ini dapat menggerakkan aktifitas sosial ekonomi
masyarakat daerah sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
daerah yang otomatis juga akan meningkatkan pembangunan manusia di daerah
tersebut.
Selain sumber pembiayaan di atas, untuk bidang pendidikan sumber
pembiayaan yang lain adalah dari Dana BOS yang dialokasikan dalam APBN
untuk meringankan beban masyarakat untuk pembiayaan pendidikan dasar yang
Universitas Sumatera Utara
14
lebih bermutu. Dana BOS disalurkan dari rekening kas Negara ke rekening kas
umum daerah provinsi untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah dengan
mekanisme hibah.
Komponen-komponen sumber pembiayaan daerah tersebut yaitu Dana
Perimbangan (DAU, DAK, DBH), Pendapatan Asli Daerah dan Bantuan
Keuangan Provinsi (BKP) akan digunakan sebagai alat analisis untuk menguji
pengaruhnya terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Belanja
Daerah sebagai variabel intervening di Provinsi Sumatera Utara. Demikian juga
untuk Dana BOS
akan dilakukan pengujian pengaruhnya terhadap Indeks
Pembangunan Manusia.
Variabel intervening merupakan variabel yang mempengaruhi variabel
independen terhadap variabel dependen yang dalam penelitian ini adalah Belanja
Daerah mempengaruhi tingkat hubungan Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH),
Pendapatan Asli Daerah dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Belanja Daerah dipilih sebagai variabel intervening
karena dengan memiliki Belanja Daerah, diharapkan pemerintah kabupaten/kota
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah dengan mengeluarkan
belanja yang lebih berpihak kepada kebutuhan masyarakat diwilayahnya, sehingga
dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di wilayah tersebut.
Beberapa penelitian yang mengkaji tentang hal di atas telah banyak dilakukan
dengan hasil penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan
dan Hakim (2013) menemukan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) secara signifikan mempengaruhi IPM, PDB
berpengaruh positif terhadap IPM karena peningkatan PDB akan memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
15
kesejahteraan penduduk sedangkan PPN berpengaruh negatif terhadap IPM
karena peningkatan pajak pemerintah mengurangi disposable income (DD),
sehingga menurunkan kesejahteraan masyarakat yang berarti desentralisasi fiskal
di pemerintah daerah tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peneliti lain
yaitu Setyowati dan Suparwati (2012) meneliti bahwa DAU, DAK dan PAD
berpengaruh positif terhadap IPM dengan Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal. Hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Widarwanto (2015)
bahwa variabel DAU, DAK, PAD, DBH dan BKP secara simultan berpengaruh
terhadap IPM, namun secara parsial DAK dan BKP tidak berpengaruh terhadap
IPM. Pada penelitian ini peneliti memasukkan variabel Belanja Pelayanan Dasar
(BPD) sebagai variabel moderating yang turut memperkuat dan memperlemah
hubungan antara variabel DAU, DAK, PAD, DBH, DBDB terhadap IPM.
Penelitian lain yang memiliki hasil penelitian yang berbeda adalah yang dilakukan
Harahap (2010) yaitu pengujian secara simultan DAU, DAK, dan DBH
berpengaruh terhadap IPM namun secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak
berpengaruh terhadap IPM.
Penelitian yang dilakukan oleh Fedri (2014)
menunjukkan bahwa transfer dana BOS signifikan terhadap pencapaian Indeks
Pembangunan Manusia.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi
IPM dengan Belanja Daerah sebagai variabel intervening pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
16
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas maka
masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan bantuan keuangan
provinsi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap belanja daerah
pada kabupaten/kota di Sumatera Utara?
2. Apakah dana perimbangan, pendapatan asli daerah, bantuan keuangan
provinsi, dana BOS dan belanja daerah berpengaruh terhadap indeks
pembangunan manusia secara parsial dan simultan pada kabupaten/kota di
Sumatera Utara?
3. Apakah dana perimbangan, pendapatan asli daerah dan bantuan keuangan
provinsi berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia melalui
belanja daerah pada kabupaten/kota di Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh dana perimbangan, pendapatan asli
daerah, dan bantuan keuangan provinsi terhadap belanja daerah secara
parsial dan simultan pada kabupaten/kota di Sumatera Utara.
2. Menganalisis dan mengetahui pengaruh dana perimbangan, pendapatan asli
daerah, bantuan keuangan provinsi, dana BOS dan Belanja Daerah terhadap
indeks
pembangunan
manusia
secara
parsial
dan
simultan
pada
kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
17
3. Menganalisis dan mengetahui pengaruh dana perimbangan, pendapatan asli
daerah, dan bantuan keuangan provinsi terhadap indeks pembangunan
manusia melalui belanja daerah pada kabupaten/kota di Sumatera Utara.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian adalah :
1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai keuangan pemerintah daerah dan IPM.
2. Bagi Pemerintah daerah, diharapkan dapat memberikan informasi untuk
menentukan strategi yang tepat guna untuk pengelolaan keuangan daerah
dengan sumber daya yang dimiliki untuk dapat mengalokasikan
pendapatan
untuk
belanja
yang
memprioritaskan
kesejahteraan
masyarakat.
3. Bagi Akademisi, diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan
dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini mengadopsi penelitian dari Setyowati dan Suparwati (2012)
yang meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD terhadap
Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal
sebagai variabel intervening (studi empiris pada pemerintah Kabupaten dan Kota
se-Jawa Tengah) yang telah dipublikasikan di Jurnal Prestasi Vol. 9 No. 1 – Juni
2012. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Setyowati dan Suparwati (2012)
adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
18
a. Objek Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Suparwati (2012) dilakukan di
22 kabupaten dan 3 kota dengan total populasi 35 kabupaten dan kota di
Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan Purposive Sampling. Tahun
pengamatan antara periode 2005 sampai 2009.
Sedangkan penulis
melakukan penelitian di 33 kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara
dengan periode pengamatan 2011 sampai 2014 dengan menggunakan Sampel
Jenuh atau Sensus.
b.
Variabel Penelitian
Penelitian terdahulu menggunakan Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sebagai variabel independen sedangkan yang menjadi variabel
dependen adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal sebagai variabel intervening.
Sedangkan penelitian ini menambahkan variabel Bantuan Keuangan Provinsi
(BKP) dan Dana BOS pada variabel independen karena Bantuan Keuangan
Provinsi (BKP)
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 serta perubahannya merupakan sumber pendapatan untuk
mengatasi kesenjangan di kabupaten/kota agar kesejahteraan masyarakat
dapat merata di berbagai wilayah kabupaten/kota dan variabel Dana BOS
merupakan Program pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan yang
merupakan indikator dari IPM. Sedangkan untuk variabel dependen adalah
Indeks Pembangunan Manusia dengan Belanja daerah sebagai variabel
intervening.
Universitas Sumatera Utara
Download