Komponen-Komponen Pendidikan

advertisement
MATA KULIAH
DOSEN PENGAMPU
: FILSAFAT PENDIDIKAN
: PROF. DR. HAEDAR AKIB, M.Si
KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN
YATI HARDIYANTI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan
berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti
bagian-bagian dari sistem proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya atau ada
atau tidaknya proses pendidikan. Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses
pendidikan adalah; tujuan pendidikan, peserta didik, pendidikan, orang tua, guru/ pendidik,
pemimpin masyarakat dan keagamaan, interaksi edukatif peserta didik dan pendidik, isi
pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan
diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut. Manusia selama hidupnya selalu akan
mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering
disebut sebagai tripusat pendidikan, yang akan mempengaruhi manusia secara bervariasi.
Lingkungan pendidikan merupakan salah satu komponen dalam pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas lebih jauh, antara
lain:
1. Apa tujuan pendidikan?
2. Apa-apa saja persyaratan sebagai pendidik ?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak ?
4. Apa-apa saja jenis sumber utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan?
C. Tujuan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tujuan pendidikan
2. Untuk mengetahui persyaratan-persyaratan sebagai pendidik
3. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak
4. Untuk mengetahui jenis sumber utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan
D. Manfaat
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum kepada masyarakat
luas tentang komponen-komponen pendidikan sehingga pendidikan dapat terlaksana dengan baik
dan tepat sasaran. Selain itu juga diharapkan dapat menambah kepustakaan tentang pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Pendidikan
Tingkah laku manusia secara sadar atau tidak akan mengarah pada tujuan. Tujuan pendidikan
didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan
normatif, ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan ukuran tingkah laku
manusia. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dalam hal ini adalah pendidik
adalah menanamkan sistem norma tingkah laku yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dalam
masyarakat.
Tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
tujuan nasional (UUD 1945), tujuan pembangunan nasional dalam sistem pendidikan nasional,
tujuan institusional (dalam lembaga pendidikan), tujuan kurikuler (tiap bidang studi pelajaran/
kuliah), tujuan instrukisonal (standar kompetensi dan kompetensi dasar). Dengan demikian
terlihat bahwa tujuan pendidikan itu semuanya bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nila-nilai yang baik, luhur, pantas, benar indah
untuk kehidupan. Tujuan pendidikan di Indonesia dirumuskan berlandaskan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 selanjutnya di jelaskan dalam Undang-Undang
Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950.
B. Syarat-Syarat Sebagai Pendidik
Menurut Noeng Muhajjir pendidik adalah seseorang yang personifikasi pendidikan yaitu
mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isinya tapi juga nilainya. Pada intinya
pendidik adalah seseorang yang professional dengan tiga syarat memiliki pengetahuan lebih,
mengimplisitkan nilai dalam pengetahuannya dan bersedia mentransfer pengetauan beserta
nilainya kepada peserta didik. Pendidik, selain bertugas melakukan transfer of knowledge, juga
seorang motivator dan fasilitator bagi proses belajar peserta didiknya. Menurut Hasan
Langgulung, dengan paradigma ini, seorang pendidik harus dapat memotivasi dan memfasilitasi
peserta didiknya agar dapat mengaktualisasikan sifat-sifat Tuhan yang baik, sebagai potensi yang
perlu dikembangkan. Dalam melakukan tugas profesinya, pendidik bertanggung jawab sebagai
pengelola belajar ( Manager of Learning), pengarah belajar (Direktor of Learnning), dan
perencana masa depan masyarakat.
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggungjawab member pertolongan kepada anak
yang masih dalam perkembnagan jasmani dan rohnainya agar dapat mencapai kedewasaannya.
Sehingga untuk menjadi pendidik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pengetahuan
b. Guru harus sabar dan rela berkorban
c. Guru harus mempunyai Perbawa (Gezag) terhadap anak-anak
d. Guru hendaklah orang yang penggembira
e. Kesusilaan dan Dedikasi
Persyaratan Pendidik (Guru) untuk dapat melakukan peranana dan melaksanakan tugas serta
tangung jwabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan
membedakan antara guru dari manusia-manusia lain. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu:
1. Persyaratan administrative, meliputi ; soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia),
Umur (sekurang-kurangnya 18 tahun, berkelakuan baik, mengajukan permohonan).
2. Persyaratan Teknis, dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus
berijazah guru, menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program
pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan dan pengajaran.
3.Persyaratan Psikis. Sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu
mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen,
berani bertanggung jawab, berani berkorban dan meiliki jiwa pengabdian, dan lain-lain.
4. Persyaratan Fisik. Ini antara lain meliputi berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang
mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular.
Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar
dapat dklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus:
1. Memiliki kemampuan professional
2. Memiliki kapasitas intelektual
3. Memiliki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru, sehingga mampu
memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin masyarakat. Untuk
itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri yang meliputi aspek-aspek yaitu:
1. Aspek kematangan Jasmani, dapat dilihat dari perkembangan biologis dan usia. Pada
umumnya sikatakan sudah dewasa jasmai, kalau seseorang itu sudah akil baligh atau
sudah berkeluarga. Namun pada kenyataannya dalam kehidupan masyarakat masih jarang
dipakai sebagai criteria kedewasaan.
2. Aspek Kematangan Rohani. Kematangan atau kedewasaan dalam arti rohani mungkin
sangat bervariasi atau berbeda-beda antara masyarakat atau bangsa yang satu dengan yang
lain. Kematangan atau kedewasaan rohani disini termask antara lain : sudah matang dalam
bertindak dan berpikir, sehingga sikap dan penampilannya menjadi semakin mantap.
Menghargai dan mematuhi norma serta nilai-nilai moral yang berlaku.
3. Kematangan atau Kedewasaan Kehidupan Sosial.aspek kedewasaan sosial berhubungan
dengan kehidupan sosial, atau kehidupan bersama antar manusia. Untuk dapat bergaul
dengan sesame manusia dituntut adanya kemampuan berinterkasi dan memenuhi beberapa
persyaratan. Sebagai contoh harus dapat saling menghargai, salilng tenggang rasa, saling
tolong menolong. Seseorang itu boleh dikatakan masih seperti anak-anak, karena masih
ambisius, mementingkan diri sendiri (Individualistis). dan kedewasaan seseorang juga
ditandai dengan perkembangan rasa tanggung jawab.
Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan guru tidak cukup mengetahui• sesuatu materi yang akan diajarkan,
tetapi pertamakali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki keperibadian guru
dengan segala ciri tingkat kedewasaanya. Dengan kata lain untuk menjadi guru atau pendidik,
seseorang harus memiliki kepribadian. Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan
fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing. Pengertian
pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi membimbing. Bimbingan adalah termasuk sarana
dan serangkaian usaha pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi
pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sabagai pendidik dan pengajar sering kali
melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu
keterampilan dan sebagainya. Jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan mendidik,
mengajar dan bimbingan sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Membimbing dalam hal ini dapat
dikatakan sebagai kegiatan - kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan
jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai denga tujuan pendidikan.
Perkembangan pendidik (Guru) dilhat dari segi perkembangannya, pada zaman kunoguru
seringkali diberi predikat pendidik yang lebih kuat para siswa atau anak didik diarahkan menjadi
manusia-manusia yang taat pada maha pencipta, sopan, tunduk kepada ketentuan serta adat
istiadat yang berlaku, walaupun kadang-kadang hal itu kurang rasional. Kemudian pada zaman
kolonial, fungsi guru sebagai pengajar lebih menonjol. Hal ini disesuaikan dengan maksud kaum
kolonial untuk menghasilkan orang-orang yang dapat bekerja untuk kaum kolonial. Soal pribadi
dan etika dan siap mental kurang dapat perhatian bagaimana pada masa berikutnya secara tidak
disadari dalam berbagai praktek dan pelaksanaan dalam kegiatan belajar khususnya dan proses
pendidikan pada umumnya. Fungsi guru sebagai pengajar (penyampaian ilmu pengetahuan)
masih cenderung untk menonjol. Hal ini dapat dillihat dalam kenyataan sehari-hari bahwa guru
pada umumnya akan memberikan kriteria keberhasilan anak didiknya. Melalui nilai-nilai
pelajaran yang diajarkan setiap harinya, seta kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak
sehari-harinya. Dalam kaitannya ini berarti guru disifati sebagai seorang yang hanya lebih dan
tinggi soal ilmu pengetahuan saja. Akibatnya eksistensi guru hanya akan dihormati siswanya
waktu mengajar disekolah sedang diluar sebagai manusia yang sama dengan manusia pada
umumnya.
Tugas Pendidik (Guru)
Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan maupun ahli pendidikan barat, telah sepakat bahwa
tugas guru adalah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian
dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain. Tugas itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
P P = Lingkaran Pendidikan
P1 = Mendidik Dengan cara mengajar
P2 = Mendidik Dengan Cara Memberi Dorongan
P3 = Mendididk Dengan Cara Memberi Contoh
P4 = Mendidik dengan cara Memuji
P5 = Mendidik Dengan Cara Membiasakan
Pn = Mendidik Dengan Cara Lain-lain
Dalam literatur barat diuraikan tugas-tugas guru selain mengajar, tugas yang selain mengajar
ialah berbagai macam tugas yang sesungguhnya bersangkutan dengan mengajar, yaitu tugas
membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang selalu
bersangkutan dengan pencapaian pengajaran. Ag. Soejono (1982:62) memerinci tugas-tugas
pendidik (guru) sebagi berikut: 1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik
dengan berbagai cara seperti obserfasi, wawancara,melalui pergaulan, angket,dan sebagainya. 2.
Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan
perkembangan
perkembangan
pembawaan
yang
buruk
agar
tidak
berkembang.
3.
Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai
macam keahlian, keterampilan, agar anak didik memilih dengan tepat. 4. Memberikan bimbingan
dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
C. Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap Pendidikan Anak
Beriyamin S. Bloom (1976) menyatakan bahwa lingkungan keluarga dan faktor-faktor luar
sekolah yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada
suatu sekolah relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan siswa untuk bertempat
tinggal di rumah. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari
orang dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian
terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini dapat
diketahui lebih lanjut bahwa kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar
bagi studi anak di sekolah. Suasana keluarga yang bahagia akan mempengaruhi masa depan anak
baik di sekolah maupun di masyarakat, dalam lingkungan pekerjaan maupun dalam lingkung
keluarga kelak (Sikun Pribadi, 1981, p. 67). Dari kutipan ini dapat diketahui bahwa suasana
dalam keluarga dapat mempengaruhi kehidupan di sekolah. Menurut Erikson yang dikutip oleh
Sikun Pribadi (1981) bahwa pendidikan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan
anak di masa datang ditentukan oleh (1) rasa aman, (2) rasa otonomi, (3) rasa inisiatif. Rasa
aman ini merupakan periode perkembangan pertama dalam perkembangan anak. Perasaan aman
ini perlu diciptakan, sehingga anak merasakan hidupnya aman dalam kehidupan keluarga. Rasa
aman yang tertanam ini akan menimbulkan dari dalam diri anak suatu kepercayaan pada diri
sendini. Anak yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan menimbulkan suatu
kegelisahan hidup, ia merasa tidak disayangi, dan tidak mampu menyayangi. Fase perkembangan
yang kedua adalah rasa otonomi (sense of autonomy) yang terjadi pada waktu anak berumur 2
sampai 3 tahun. Orang tua harus membimbing anak dengan bijaksana agar anak dapat
mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi yang berharga, yang dapat berdiri sendiri
dan dengan caranya sendiri ia dapat memecahkan persoalan yang ia hadapi. Kegagalan
pembentukan rasa otonomi, suatu sikap percaya pada diri sendiri dan dapat berdiri sendiri akan
menyebabkan anak selalu tergantung hidupnya pada orang lain. Setelah ia memasuki bangku
sekolah ia selalu harus dikawal oleh orang tuanya. Ia selalu tidak percaya diri sendiri untuk
menghadapi persoalan yang dihadapi di sekolah. Pada fase perkembangan ketiga disebut
perkembangan rasa inisiatif (sense of initiative) yaitu pada umur 4 sampai 6 tahun. Anak harus
dibiasakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam lingkungan keluarga. Sebab dengan
dibiasakan menangani masalah hidupnya maka anak akan mengembangkan inisiatifnya dan daya
kreatifnya dalam rangka menghadapi tantangan hidupnya. Jika orang tua selalu membantu dan
bahkan melarang anaknya untuk mengerjakan sesuatu hal maka inisiatif dan daya kreasi anak
akan lemah dan akan mempengaruhi hidup anak dalam belajar di sekolah.
Pengaruh kualitas pengasuhan anak dan kondisi lingkungan dengan perkembangan
kemampuan anak. Levine dan Hagighurst (1984, p. 169.179) melaporkan hasil penelitian. Anak
yang tingkat kondisi IQ rendah dari suatu rumah yatim piatu dengan kondisi yang menyedihkan
sebagian kemudian diasuh dalam rumah yatim piatu yang kondisi baik dengan penyelenggaraan
program-program perawatan yang baik. Setelah satu tahun anak dari dua lingkungan yatim piatu
tersebut dites intelegensi. Dari hasil tes intelegensi diperoleh hasil bahwa IQ anak dipelihara
dalam rumah yatim piatu dalam kondisi yang menyedihkan IQ-nya teap bahkan ada yang
menurun, scdang anak yang diasuh dalam kondisi rumah yatim piatu yang baik IQ naik. Setelah
belajar di sekolah anak-anak diasuh dalam kondisi yang baik berhasil memperoleh ijazah
pendidikan tinggi.
Pengaruh fasilitas hidup dalam keluarga dan rumah tangga terhadap perkembangan kognitif.
Keluarga lapisan bawah, lapisan menengah dan lapisan atas memiliki fasilitas yang berbedabeda. Keluarga lapisan bawah fasilitas yang kurang lengkap bila dibanding keluarga lapisan
menengah dan lapisan atas. Kelengkapan fasilitas mempunyai dampak yang positif terbadap
pengembangan kognitif anak yang belajar di sekolah. Pengaruh besamya keluarga terhadap
kemampuan intelektual. Dari hasil-hasil penelitian dilaporkan bahwa besarnya keluarga
berkorelasi negatif terhadap kemampuan intelektual. Dari hasil penelitian diketahui bahwa makin
besar jumlah keluarga makin rendah kemampuan intelektual anak. Sebaliknya makin kecil
jumlah keluarga kemampuan intelektual makin tinggi. Jika ditambah variabel lapisan keluarga,
maka jumlah keluarga yang besar pada lapisan bawah kemampuan intelektual akan lebih rendah
lagi di banding pada keluarga besar pada lapisan menengah Oleh karena makin banyak jumlah
anak maka kemampuan intelektual makin rendah apalagi jika ditambah dengan lapisan keluarga
rendah (miskin).
Pengaruh urutan kelahiran terhadap kemampuan intelektual. Pengaruh urutan kelahiran telah
dilaporkan oleh Laosa dan Sigel (1982). Dari hasil penelitian ini diketahui makin menurun
urutan kelahiran maka prestasi belajar makin rendah. Umumnya prestasi belajar anak sulung
lebih baik daripada prestasi bclajar anak kedua, anak kedua prestasi belajar lebih baik dari anak
ketiga dan seterusnya.
Pengaruh pekerjaan ibu. Pengaruh antara ibu yang bekerja di luar rumah terhadap prestasi
belajar anak belum ada kata sepakat. Dari berbagai penelitian ada kecenderungan bahwa prestasi
belajar anak dan ibu yang bekerja lebih tinggi dari anak dan ibu yang tidak bekerja. Tetapi pada
beberapa penelitian juga menghasilkan bahwa prestasi belajar ibu yang tidak bekenja lebih tinggi
dari pada prestasi belajar dari anak ibu yang bekerja. Oleh karena itu perlu dilacak faktor yang
lain yang menyebabkan keragu-raguan tersebut di atas umpama jenis kerja dari ibu, kualitas
keluarga dan sebagainya.
Hubungan perlakuan orang tua dengan kemampuan kognitif. Dari hasil penelitian Rollins dan
Thomas yang dilaporkan oleh Lewin dan Havighurst (1982, p. 172-173) menyatakan bahwa (1)
makin besar dukungan orang tua makin tinggi tingkat perkembangan kognitif anak, (2) makin
kuat pemaksaan yang diberikan oleh orang tua maka makin rendah perkembangan kognitif anak,
(3) makin besar dukungan orang tua, makin tinggi kemampuan sosial dan kemampuan
instrumental anak, (4) makin kuat tingkat pemaksaan yang diberikan orang tua terhadap anakanaknya maka makin rendah kemampuan sosialnya, (5) bagi anak perempuan besarnya
dukungan dan frekuensi usaha pengawasan orang tua berkorelasi negatif terhadaap pencapaian
prestasi akademik, (6) bagi anak laki.laki besarnya dukungan orang tua dan kuatnya pengawasan
orang tua berkorelasi positif terhadap pencapaian prestasi belajar. Luis M. Laosa dan Irving Sigel
(1982) yang merangkumkan berbagai hasil penelitian juga melaporkan hasil penelitian hubungan
orang tua dengan keberhasilan belajar anak. Clarke dan Stewart meneliti tentang penlakuan ibu
dalam hubungan antara ibu dan anak terhadap prestasi belajar siswa menyimpulkan bahwa
prestasi belajar anak dipengaruhi oleh hubungan akrab antara ibu dan anak. Dalam hubungan
yang akrab itu ibu sering mengajak berbincang-bincang anaknya, ibu memberikan hiburan
terhadap anaknya, memberi pujian, pertolongan dan keterangan-keterangan ibu juga mengajar
berbagai hal seperti bekerja sama dengan anak lain serta mengembangkan kegiatan anak.
Apabila perlakuan tersebut di atas disertai suasana hubungan dan kasih sayang ternyata lebih
meningkatkan kemampuan intelektual dari pada penerapan disiplin yang kaku, pengawasan yang
ketat, membujuk, memberi perintah, dan larangan atau ancaman dan hukuman.
Pengaruh hubungan akrab antara ayah dan anak juga mempengaruhi kemampuan intelektual
anak. Pergaulan yang akrab antara orang tua ayah dan anak akan mengurangi rasa takut terhadap
pengaulan antara anak dengan orang-orang di luar keluarga. Pengaruh hubungan akrab anak lakilaki dan ayahnya terhadap prestasi belajar lebih tinggi dari pada pengaruh hubungan akrab antara
ayah dan anak putri terhadap prestasi belajar.
D. Jenis-Jenis Sumber Utama Input Dari Masyarakat Bagi Sistem Pendidikan
Sebagaimana dikemukakan Philiph H. Coombs, ada tiga jenis sumber utama input dari
masyarakat bagi sistem pendidikan, yaitu:
1. Ilmu pengetahuan, tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
2. Penduduk serta tenaga kerja yang tersedia.
3. Ekonomi atau penghasilan masyarakat.
Terhadap ketiga sumber utama input sistem pendidikan tersebut, dilakukan seleksi berdasarkan
tujuan, kebutuhan, efisiensi dan relevansinya bagi pendidikan. Selain itu, seleksi dilakukan pula
atas dasar nilai dan norma tertentu dengan alasan bahwa pendidikan bersifat normatif. Hasil
seleksi tersebut selanjutnya diambil atau diterima sebagai input sistem pendidikan.
Input sistem pendidikan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Input masukan (raw input): peserta didik.
Komponen masukan (raw input), adalah kualitas siswa yang akan mengikuti proses
pendidikan. Kualitas tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar,
kepribadian siswa, dan sebagainya. Apabila kualitas masukan itu rendah atau tidak
mendukung terwujudnya prestasi belajar yang tinggi, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi
lulusan yang bermutu tinggi, meskipun aspek-aspek lainnya mendukung, seperti proses
pembelajaran yang baik serta alat pendidikan yang bagus. Kualitas potensi ini terutama yang
bersifat tetap seperti tingkat intelegensinya rendah, hasil belajarnya cenderung berbeda
dengan anak yang tingkat kecerdasannya tinggi, sebab hal itu akan mempengaruhi daya
tangkapnya, daya analisanya, kemampuan berhitungnya, dan lain sebagainya selama
mengikuti pelajaran.
Pendidikan hanyalah mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa yang
bersangkutan. Dengan kata lain tidak mungkin membuat anak yang kecerdasannya rendah
menjadi anak yang kecerdasannya tinggi, sehingga prestasi belajarnya juga tinggi seperti anak
yang memang pintar.
2. Input alat (instrumental input) : kurikulum, dan pendidik
Komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (instrumental input) adalah semua
faktor yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran,
misalnya kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar, fasilitas/sarana dan
prasarana, guru, dan sejenisnya. Aspek kualitas masukan (raw input) mutu lulusan juga
dipengaruhi oleh faktor instrumental input. Betapapun tingginya kualitas masukan (peserta
didik), tetapi tidak didukung oleh kurikulum yang tepat, alat evaluasi hasil belajar yang valid,
kualitas guru dan komitmennya yang baik, dan sebagainya tentulah akan sulit untuk
mewujudkan tercapainya mutu pendidikan yang tinggi.
3. Input lingkungan (environmental input) : keadaan cuaca, situasi keamanan masyarakat dll.
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses pendidikan.
Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) dapat berupa sosial budaya
masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua siswa, kondisi fisik sekolah, kafetaria sekolah, dan
sejenisnya. Secara langsung maupun tidak langsung aspek ini akan mempengaruhi proses
pembelajaran dan muaranya pada masalah mutu lulusan. Misalnya jam belajar efektif banyak
yang hilang karena anak mengikuti acara budaya setempat, menyambut pejabat yang datang,
atau guru mengisi rapor. Aspirasi pendidikan orang tua yang rendah juga tidak dapat
mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang baik. Misalnya untuk membayar uang
SPP atau foto copy buku susahnya bukan main, tetapi untuk membeli kebutuhan lainnya
begitu mudah (beli sepeda motor, perabot rumah tangga, dsb). Hal ini menandakan perhatian
orang tua terhadap kemajuan belajar anak rendah. Anak tidak dapat konsentrasi belajar
dengan baik karena menahan kencing, sebab kalau mau ke WC air tidak ada; anak perutnya
lapar tetapi kafetaria sekolah tidak ada atau tidak menarik untuk berbelanja. Contoh lain yaitu
pada jam belajar anak duduk-duduk, merokok di warung, sedangkan yang punya
warung/kedai tidak mau peduli tentang hal itu, tetapi yang diutamakan adalah yang penting
dagangannya laku. Kondisi lingkungan yang demikian jelas tidak kondusif untuk mewujudkan
proses pembelajaran yang baik.
Berbagai jenis input pendidikan terseleksi akan membentuk komponen-komponen pendidikan
atau berbagai sub sistem pendidikan. Dalam hal ini dilakukan diferensiasi sehingga setiap
komponen memiliki fungsi-fungsi khusus. Namun demikian, karena pendidikan adalah suatu
sistem, maka pelaksanaan fungsi setiap komponen pendidikan secara keseluruhan diarahkan
demi pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Philiph H. coombs mengidentifikasi 12 komponen sistem pendidikan, yaitu:
1. Tujuan dan prioritas. Fungsinya adalah memberikan arah kegiatan sistem.
2. Peserta didik (siswa). Fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan.
3. Pengelolaan. Fungsinya adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai
sistem.
4. Struktur dan jadwal. Fungsinya adalah mengatur waktu dan mengelompokan peserta didik
berdasarkan tujuan tertentu.
5. Isi atau kurikulum. Fungsinya adalah sebagai bahan yang harus dipelajari peserta didik.
6. Pendidik (guru). Fungsinya adalah menyediakan bahan, menciptakan kondisi belajar dan
menyelenggarakan pendidikan.
7. Alat bantu belajar. Fungsinya memungkinkan proses belajar-mengajar sehingga menarik,
lengkap, bervariasi, dan mudah.
8. Fasilitas. fungsinya sebagai tempat terselenggaranya pendidikan.
9. Pengawasan mutu. Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan (peraturan
penerimaan peserta didik, pemberian nilai ujian, kriteria baku.
10. Teknologi. Fungsinya mempermudah atau memperlancar pendidikan.
11. Penelitian. Fungsinya mengembangkan pengetahuan, penampilan sistem dan hasil kerja
sistem.
12. Biaya (ongkos pendidikan). Merupakan satuan biaya untuk memperlancar proses pendidikan.
Fungsinya sebagai petunjuk tingkat efisiensi sistem.
Dalam sistem pendidikan terjadi proses transformasi, hakikatnya adalah proses mengubah raw
input (peserta didik) agar menjadi out put (manusia terdidik sesuai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan). Dalam hal ini semua komponen pendidikan idealnya melaksanakan fungsinya
masing-masing dan berinteraksi satu sama lain yang mengarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan antara lain :
1. Tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari :
tujuan nasional (UUD 1945), tujuan pembangunan nasional dalam sistem pendidikan
nasional, tujuan institusional (dalam lembaga pendidikan), tujuan kurikuler (tiap bidang
studi pelajaran/ kuliah), tujuan instrukisonal (standar kompetensi dan kompetensi dasar).
Dengan demikian terlihat bahwa tujuan pendidikan itu semuanya bersumber pada Pancasila
dan UUD 1945.
2. Persyaratan Pendidik (Guru) yaitu;1) Persyaratan Administrative, meliputi ; soal
kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), Umur (sekurang-kurangnya 18 tahun,
berkelakuan baik, mengajukan permohonan). 2) Persyaratan Teknis, dalam persyaratan
teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah guru, menguasai cara dan teknik
mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita
memajukan pendidikan dan pengajaran. 3) Persyaratan Psikis. Sehat rohani, dewasa dalam
berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki
jiwa kepemimpinan, konsekuen, berani bertanggung jawab, berani berkorban dan meiliki
jiwa pengabdian, dan lain-lain. 4) Persyaratan Fisik. Ini antara lain meliputi berbadan sehat,
tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejalagejala penyakit yang menular.
3. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari orang dewasa dan
beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian terhadap tugas
yang merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini dapat diketahui lebih
lanjut bahwa kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak
di sekolah. Suasana keluarga yang bahagia akan mempengaruhi masa depan anak baik di
sekolah maupun di masyarakat, dalam lingkungan pekerjaan maupun dalam lingkung keluarga
kelak
4. Philiph H. Coombs, ada tiga jenis sumber utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan,
yaitu; 1. Ilmu pengetahuan, tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. 2.
Penduduk serta tenaga kerja yang tersedia. 3. Ekonomi atau penghasilan masyarakat.
B. Saran
Dengan mengetahui komponen-komponen pendidikan yang didalamnya dibahas tentang tujuan
pendidikan, syarat-syarat pendidik, pengaruh lingkungan keluarga terhadap pendidikan anak
serta jenis-jenis sumber utama input dari masyarakat bagi sistem pendidikan diharapkan seorang
calon guru dapat memberikan pengajaran yang sesuai dengan landasan dan arah, sehingga tujuan
untuk menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat dilakukan dengan
tepat dan benar dalam pelaksanaan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Komponen-Komponen Pendidikan: http.www.Wikipedia Pendidikan com.
,diakses pada tanggal 15 April 2011 hari Jumat pukul 11.00 Wita.
Tirtaraharja Umar,La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Download