BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Definisi Bayi BBLR Bayi Berat Lahir

advertisement
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Definisi Bayi BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat
badan saat lahir kurang dari 2500 gram (Depkes RI, 2003a). Bayi berat lahir
rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang
masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam
setelah lahir (Kosim dkk, 2008).
2.2. Klasifikasi Bayi Baru Lahir dan BBLR
Bayi baru lahir dapat diklasifikasikan berdasarkan berat badan, umur kehamilan
dan berdasarkan keduanya. Klasifikasi bayi baru lahir tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
2.2.1. Berdasarkan berat badan
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas (Prawirohardjo,
2006):
2.2.1.1 Bayi berat badan normal, yaitu > 2500 gram.
2.2.1.2 Bayi berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu antara 1500-2500 gram.
2.2.1.3 Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bayi dengan berat
lahir < 1500 gram.
2.2.1.4 Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER), yaitu bayi dengan berat
lahir < 1000 gram.
12
2.2.2 Berdasarkan umur kehamilan
Menurut WHO dalam Wiknjosastro (2006), umur kehamilan atau masa gestasi
bayi baru lahir dikelompokkan menjadi 3 kelompok antara lain :
2.2.2.1 Preterm infant atau bayi prematur adalah bayi yang lahir pada umur
kehamilan kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari).
2.2.2.2 Term infant atau bayi cukup bulan (mature atau aterm) adalah bayi yang
lahir pada umur kehamilan 37-42 minggu (259- 293 hari).
2.2.2.3. Postterm infant atau bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir pada umur
kehamilan 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).
2.2.3 Berdasarkan umur kehamilan dan berat badan
Klasifikasi bayi baru lahir ditinjau dari hubungan antara berat badan dan umur
kehamilan
menurut Battaglia dan Lubchenco dalam Wiknjosastro (2006)
dikelompokkan menjadi :
2.2.3.1 Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau disebut Small for
Gestational Age (SGA), yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan
intrauteri dengan berat badan terletak di bawah persentil ke-10 dalam grafik
pertumbuhan intrauterin.
2.2.3.2 Bayi sesuai untuk masa kehamilan (SMK) atau disebut Approptiate for
Gestational Age (AGA), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan untuk masa
kehamilan yang berat badannya terletak antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam
grafik pertumbuhan intrauterin.
13
2.2.3.3 Bayi besar untuk masa kehamilan atau disebut Large for Gestational Age
(LGA), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan
dengan berat badan terletak di atas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan
intrauterin.
2.2.4 Klasifikasi BBLR
Klasifikasi BBLR dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu prematuritas
murni dan dismaturitas.
2.2.4.1 Bayi prematuritas murni (prematur)
Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat badan bayi sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan
(berat badan terletak antara persentil ke-10 sampai persentil ke-90) pada grafik
pertumbuhan intrauterine (ACC/SCN, 2000).
Berdasarkan atas timbul
bermacam-macam problematik pada derajat
prematuritas, maka Usher dalam Wiknjosastro (2006) mengelompokkan bayi
prematur dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Bayi yang sangat prematur (extremely premature) yaitu bayi dilahirkan pada
usia kehamilan 24-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih
sangat sukar hidup terutama di negara yang belum atau sedang berkembang.
Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan
perawatan yang sangat intensif.
2) Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately premature) yaitu bayi
dilahirkan pada usia kehamilan
31- 36 minggu. Pada golongan ini
14
kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari pada golongan pertama dan
dampak yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, bila pengelolaan
terhadap bayi ini benar-benar intensif.
3) Borderline premature yaitu bayi dengan masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini
mempunyai sifat-sifat prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi
matur dan dikelola seperti bayi matur, akan tetapi sering timbul problematika
seperti yang dialami bayi prematur, misalnya sindrom gangguan pernapasan,
hiperbilirunemia, daya hisap yang lemah dan sebagainya, sehingga bayi harus
diawasi dengan seksama.
2.2.4.2 Bayi dismatur
Bayi dismaturitas atau sering disebut dengan istilah IUGR (intrauterine
growthretardation) seperti pseudopremature, small for dates, dysmature, fetal
malnutrition., yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
yang seharusnya untuk masa kehamilannya, yaitu berat badan di bawah persentil
ke-10 pada kurva pertumbuhan intrauterine (ACC/SCN, 2000).
Ada dua bentuk IUGR menurut Renfield dalam Wiknjosastro (2006) yaitu:
1) Proportionate IUGR yaitu janin yang menderita distres yang lama di mana
gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
sebelum bayi lahir sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam
proporsi yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih di bawah masa
gestasi yang sebenarnya.
15
2) Disproportionate IUGR yaitu terjadi akibat distres sub akut. Gangguan terjadi
beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini
panjang dan lingkaran kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan
masa gestasi, dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit,
kulit kering keriput dan mudah diangkat, bayi keliatan kurus dan lebih panjang.
Pada bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan
lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan juga mengalami
perubahan misalnya, berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thymus berkurang
dibandingkan bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak,
ginjal dan paru sesuai dengan masa gestasinya.
2.3. Etiologi BBLR
Proses persalinan prematur atau pertumbuhan intrauterine yang lambat dan
atau kedua-duanya merupakan penyebab BBLR (Depkes, 2005). Pada umumnya
bayi kurang bulan disebabkan ketidakmampuan uterus menahan janin, gangguan
selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya atau rangsangan
yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir
kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal
untuk bertahan hidup di luar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ
tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin kurang baik.
Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang
matangnya organ karena masa gestasi yang kurang (Shah dan Ohlsson, 2008).
16
Bayi IUGR disebabkan karena ada hambatan pertumbuhan saat dalam
kandungan
(janin
tumbuh
lambat).
Retardasi
pertumbuhan
intrauterina
berhubungan dengan keadaan yang mengganggu sirkulasi dan efisiensi plasenta
dengan pertumbuhan dan perkembangan janin atau dengan keadaan umum dan
gizi ibu. Keadaan
ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan
nutrisi secara
kronik dalam waktu yang lama untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan walaupun berat
lahirnya kecil (Shah dan Ohlsson, 2008).
2.4 Masalah pada BBLR
Masalah atau gangguan yang dapat dialami oleh bayi prematur atau bayi berat
badan lahir rendah antara lain Wiknjosastro (2006) :
2.4.1
Ketidakstabilan suhu
Bayi dengan BBLR sulit untuk mempertahankan suhu tubuh akibat peningkatan
hilangnya panas, kurangnya lemak subkutan, rasio luas permukaan terhadap berat
badan yang besar dan produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak
memadai dan ketidakmampuan untuk mengigil.
2.4.2
Kesulitan pernafasan
Kesulitan pernafasan diakibatkan karena defisiensi surfaktan paru yang mengarah
kepada penyakit membran hialin, resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya
refleks batuk, refleks mengisap dan refleks menelan, thoraks yang dapat menekuk
dan otot pembantu respirasi yang lemah dan pernafasan periodik dan apnea.
17
2.4.3
Kelainan gastrointestinal dan penyerapan nutrisi
Pada bayi dengan BBLR refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34
minggu, motilitas usus yang menurun, pengosongan lambung tertunda,
pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut lemak berkurang, defisiensi enzim
laktase, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh
dan meningkatnya resiko enterokolitis nekrotikans.
2.4.4
Imaturitas hati
Adanya imaturitas hati menyebabkan konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu
serta defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K.
2.4.5
Imaturitas ginjal
Imaturutas ginjal menyebabkan ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load
besar, akumulasi asam organik dengan asidosis metabolik dan ketidakseimbangan
elektrolit seperti hiponatremia atau hipernatremia, hiperkalemia dan glikosuria
ginjal.
2.4.6
Maturitas imunologis
Hal ini meningkatkan resiko yang tinggi dalam terjadinya infeksi akibat tidak
banyaknya transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga,
fagositosis yang terganggu dan penurunan faktor komplemen.
2.4.7
Kelainan neurologis
Kelainan ini berupa refleks isap dan telan yang imatur, apnea dan bradikardi yang
berulang, perdarahan intraventrikel dan leukomalasia periventrikel, pengaturan
fungsi
serebral
yang
buruk,
prematuritas, kejang dan hipotonia.
hipoksia
iskemik
ensefalopati,
retinopati
18
2.5 Faktor – Faktor Risiko Bayi Berat Lahir Rendah
Hasil critical assesment dan meta analysis terhadap berbagai literature dan
penelitian yang dilakukan oleh Shah dan Ohlsson (2008), diidentifikasi sejumlah
determinan potensial berat badan lahir yaitu:
a. Faktor Sosiodemografik dan psikososial, meliputi umur ibu, paritas, interval
kelahiran
anak,
status
sosial
ekonomi
(pendidikan,
pekerjaan,
dan
pendapatan), status perkawinan, faktor kejiwaan ibu hamil.
b. Faktor janin dan genetik, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi dan berat
badan bapak, kehamilan kembar’’ dan faktor genetik lainnya.
c. Faktor medis maternal meliputi riwayat obstetric sebelumnya yaitu pengalaman
abortus spontan sebelumnya, pengalaman induced abortion, pengalaman lahir
mati atau kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya.
Komplikasi kehamilan dan riwayat penyakit malaria, infeksi saluran kemih,
infeksi saluran kelamin, ginjal, asma, diabetes, jantung dan hipertensi.
d. Faktor Gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan energi,
pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik, asupan/ status protein, zat besi dan
anemia, asam folat dan vitamin B12, mineral seng dan tembaga, kalsium,
fosfor, dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral lainnya.
e. Antropometri ibu yaitu BB sebelum hamil, TB, IMT
f. Faktor Gaya hidup yaitu merokok, minum alkohol, konsumsi kafein dan kopi,
penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan zat racun
lainnya.
19
g. faktor lingkungan meliputi keterpaparan zat berbahaya, polusi udara, air,
disinfektan, pestisida,kebisingan dan trauma atau kekerasan maternal
h. Perawatan antenatal, meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan
antenatal, dan deteksi dini faktor risiko pada janin.
Mayoritas penyebab berat lahir rendah di negara berkembang adalah
karena hambatan pertumbuhan dalam kandungan, sementara kejadian berat lahir
rendah di Negara industri adalah karena kelahiran prematur. Faktor penyebab
hambatan pertumbuhan dalam kandungan sangatlah kompleks dan beragam, tetapi
dapat dibedakan karena faktor janin, plasenta,ibu, dan kombinasi dari ketiganya.
Lingkungan ibu adalah penentu terpenting dari berat lahir, dan faktor yang
mencegah sirkulasi normal di seluruh nutrisi yang mengurangi pasokan oksigen
dari plasenta ke janin. Faktor-faktor penentu utama untuk berat lahir rendah di
negara berkembang adalah status gizi buruk ibu pada saat pembuahan, berat badan
rendah kehamilan karena asupan makanan tidak memadai, dan postur ibu pendek
karena ibu sendiri anak gizi buruk dan atau infeksi. Hal tersebut dapat berkaitan
erat dengan perawatan anak,akses dan kualitas pelayanan kesehatan antenatal,
sanitasi dan kebersihan, pendidikan, diskriminasi jenis kelamin dan kemiskinan.
Baker dan Tower (2005) memodifikasi beberapa faktor risiko dan
determinan kejadian BBLR, dari hasil modifikasi tersebut dihasilkan klasifikasi
yang dibedakan menurut faktor bayi yaitu: jenis kelamin, genetik, ras, dan
keadaan plasenta, dan faktor ibu yaitu: umur ibu, paritas, jarak kelahiran, tinggi
badan, berat badan sebelum hamil, dan penambahan berat badan selama hamil,
20
serta faktor lingkungan yaitu: status sosial, ekonomi, nutrisi/IMT, infeksi/penyakit
ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan, merokok/alkohol, dan pengetahuan ibu.
Berdasarkan banyak pendapat dan dari berbagai hasil-hasil penelitian
terdahulu tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR maka
berikut ini akan diuraikan secara teoritis masing-masing faktor sebagai berikut:
2.5.1 Faktor sosiodemografi
Faktor sosiodemografi
dapat
meningkatkan resiko kejadian BBLR
secara tidak langsung meliputi umur ibu, pendidikan, paritas, jarak kelahiran,
status sosial ekonomi (pekerjaan dan pendapatan), status pernikahan dan
kehamilan ibu.
2.5.1.1 Umur ibu
Depkes RI (2003b) menyatakan bahwa usia reproduksi optimal bagi
seorang ibu adalah 20-35 tahun, kehamilan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun
akan mengakibatkan risiko dalam kehamilan dan persalinannya. Insiden kelahiran
bayi berat lahir rendah (BBLR) cenderung meningkat pada dua komponen yaitu
ibu berusia remaja dan ibu berusia lanjut. Umur ibu memiliki hubungan dengan
BBLR, khususnya yang lahir kurang bulan. Kekuatan hubungan ini lebih besar
pada kelompok usia <20 tahun dan >35 tahun, yang masing-masing OR-nya
adalah 1,32 dan 1,28. Angka ini lebih besar dibanding ibu dengan usia 25-29.
Pada BBLR cukup bulan, OR lebih tinggi pada mereka yang berusia <20 tahun
dan 20-24 tahun, dengan kekuatan hubungan cenderung menurun dengan
meningkatnya usia ibu. OR tidak signifikan secara statistik pada usia ≥30 tahun.
21
Ibu remaja rata-rata melahirkan bayi yang lebih ringan dibandingkan ibu dengan
umur 20-35 tahun. Perbedaan rata-rata berat bayi lahir sebesar 149 gram diantara
ibu kulit putih dan 99 gram diantara ibu kulit hitam. Ibu dengan umur >35 tahun,
melahirkan bayi yang rata-rata 50 gram lebih berat dibanding ibu dengan umur
20-35 tahun. Akan tetapi, persentase BBLR lebih besar pada ibu remaja (<20
tahun) maupun ibu yang lebih tua (>35 tahun), dibanding ibu dengan usia 20-35
tahun (Voigt dkk, 2004). Hasil penelitian lain yang dilakukan di rumah sakit
wilyah Karnataka India diperoleh hasil bahwa usia < 20 tahun lebih beresiko
melahirkan bayi BBLR (OR: 2,96) (Ganesh, 2010).
Pada kehamilan usia remaja, pasokan darah untuk leher rahim berkurang,
rahim dan panggul belum berkembang secara sempurna karena wanita pada usia
ini masih dalam masa pertumbuhan sehingga menyebabkan berkurangnya
pasokan nutrisi ke janin serta dapat beresiko terjadi peningkatan insiden dari
infeksi (Roth dkk, 1998).
Selain itu kehamilan pada masa remaja cenderung terjadi penundaan
pemeriksaan kehamilan karena siklus menstruasi yang belum diasumsikan teratur,
penyembunyian kehamilan sampai tahap akhir karena kehamilan usia remaja
masih dianggap tabu dalam kehidupan sosial atau merasa tertekan dan ketakutan
terhadap penerimaan kehamilannya. Kondisi usia ibu yang masih muda sangat
membutuhkan zat-zat gizi untuk pertumbuhan biologiknya. Kebutuhan untuk
pertumbuhan biologik ibu dan kebutuhan untuk janin dalam kandungannya
merupakan dua hal yang pemenuhannya berlangsung melalui mekanisme yang
kompetitif, di mana keadaan janin berada di pihak yang lemah. Faktor persaingan
22
kebutuhan gizi antara remaja yang organnya belum matang dan janin yang
dikandungnya ditambah resistensi terhadap asupan makanan dan kalori yang
dianjurkan menyebabkan bayi lahir dengan kondisi berat badan yang rendah (Roth
dkk, 1998).
Kehamilan ibu usia di atas 35 tahun cenderung mengakibatkan timbulnya
masalah-masalah kesehatan seperti
hipertensi,
DM, anemia dan
dapat
menimbulkam persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan serta risiko
terjadinya cacat bawaan pada janin (Hartanto, 2004).
2.5.1.2 Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari pengambilan
keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan menerima dan mengembangkan
pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin mampu
mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah
gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya. Pendidikan juga sangat erat
kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi
selama masa kehamilan (Atriyanto, 2006).
Tingkat
pendidikan
ibu
dapat
menjadi
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang
ibu dinilai lebih banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu
dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi
atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta
23
menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan
kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal.
Atriyanto (2006) membuktikan dalam penelitiannya bahwa ibu yang
berpendidikan rendah mempunyai risiko 1,84 kali lebih besar untuk melahirkan
bayi BBLR dibandingkan ibu dengan pendidikan tinggi.
2.5.1.3 Paritas
Paritas atau jumlah kelahiran merupakan faktor penting dalam menentukan
nasib ibu serta bayi yang dikandungnya selama kehamilan dan persalinan.
Menurut Depkes RI (2004), ibu hamil yang telah memiliki anak lebih dari empat
orang perlu diwaspadai, karena semakin banyak anak, rahim ibu pun semakin
lemah. Ibu hamil dengan paritas lebih dari empat kali, umumnya akan mengalami
gangguan dan komplikasi dalam masa kehamilannya. Komplikasi yang sering
terjadi adalah gangguan pada plasenta, yaitu abruptio plasenta (plasenta tidak
seluruhnya melekat pada dinding uterus), plasenta letak rendah dan solution
plasenta. Komplikasi ini mempunyai dampak terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin, yang selanjutnya akan menyebabkan kejadian BBLR
(Rochman, 2001).
Penelitian Suriani (2010) menemukan bahwa ibu yang memiliki paritas 1
atau >3 anak kemungkinan berisiko 1,24 kali lebih besar melahirkan
dibandingkan ibu dengan paritas 2-3 anak.
24
2.5.1.4 Jarak Kelahiran
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan pengaruh antar jarak
kelahiran anak dan waktu untuk hamil anak berikutnya dengan outcame
kehamilan.
Jarak kelahiran yang pendek
dapat mengakibatkan pemenuhan
asupan gizi ibu yang tidak memadai dan mengakibatkan pertumbuhan janin
berkurang. Konsentrasi folat serum dan eritrosit ibu menurun dari 5 bulan
kehamilan dan tetap rendah untuk waktu yang lama setelah kehamilan. Defisiensi
folat pada saat pembuahan dikaitkan dengan tabung saraf cacat, kelahiran
prematur, dan IUGR (Smits dan Essed, 2001). Selain itu jarak antara kelahiran
yang pendek dapat menyebabkan stres meningkat sehingga melahirkan bayi
prematur/BBLR (Zhu dkk, 2001).
Hipotesis fisiologis regresi menunjukkan bahwa beberapa tahun setelah
kehamilan pertama, seorang wanita memperoleh status fisiologis yang sama
dengan primigravida dan kehilangan manfaat yang diperoleh selama kehamilan
sebelumnya untuk mempertahankan janin. Kerugian ini dapat menyebabkan
kelahiran prematur/BBLR pada ibu dengan jarak kelahiran yang terlalu panjang
( Zhu dkk, 2001).
Dampak dari interval antar kehamilan kurang dari 18 bulan dan interval
atau lebih dari 60 bulan ada hubungan risiko kelahiran premature, SGA, IUGR
dan BBLR (Shah dan Ohlsson, 2008). Selain itu wanita yang melahirkan bayi
dengan interval kehamilan kurang dari 6 bulan berisiko meningkatkan BBLR,
kelahiran prematur, dibanding dengan interval 18-23 bulan. Demikian pula
dengan wanita yang melahirkan bayi dengan interval antar kelahiran lebih 120
25
bulan juga meningkatkan BBLR, kelahiran prematur, dan JTL dibanding dgn
interval kelahiran 18 – 23 bulan (Zhu dkk, 2001).
Menurut meta-analisis, setiap bulan risiko kelahiran prematur pada jarak
kehamilan <18 bulan,
meningkat sebesar 1,90%, risiko kelahiran BBLR
meningkat sebesar 3,25%, dan risiko kelahiran SGA meningkat sebesar 1,52%.
Demikian pula, untuk jarak kelahiran > 59 bulan, risiko kelahiran prematur setiap
bulannya meningkat sebesar 0,55%, risiko kelahiran BBLR meningkat sebesar
0,91%, dan risiko kelahiran SGA meningkat sebesar 0,76% (Yang dkk, 2006).
2.5.1.5 Status sosial ekonomi
Secara tidak langsung status sosial ekonomi ibu hamil akan mempengaruhi
kejadian BBLR, karena umumnya ibu-ibu dengan sosial ekonomi rendah akan
mempunyai intake
makanan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun
secara kuantitas, yang akan berakibat terhadap rendahnya status gizi ibu hamil
tersebut (ACC/SNN, 2000).
Kramer dkk. (2001), menyatakan bahwa wanita dengan status ekonomi
rendah akan berdampak pada outcome kehamilan, ini disebabkan karena beberapa
masalah antara lain; postur tubuh ibu pendek, indeks massa tubuh sebelum
kehamilan rendah, menurunnya pertambahan berat badan selama kehamilan,
pemasukan nutrisi kurang. Selain itu terjadi peningkatan penggunaan rokok,
alkohol, kopi dan penyalahgunaan obat-obatan, stress dalam lingkungan kerja,
kesemuanya ini akan meningkatnya risiko kehamilan yang tidak direncanakan dan
menurunnya prenatal care.
26
Penghasilan keluarga tidak memainkan peran dalam mempengaruhi berat
bayi lahir di Jerman Barat. Akan tetapi, dibandingkan wanita di Jerman Timur
dari rumah tangga berpenghasilan kelas menengah, ibu berpenghasilan rendah
melahirkan bayi sekitar 90 gram lebih ringan Penghasilan bulanan keluarga secara
positif berhubungan dengan rata-rata berat bayi lahir dan terdapat perbedaan 220
gram antara bayi yang lahir dari keluarga berpenghasilan rendah dibanding yang
berpenghasilan tinggi (Voigt dkk., 2004).
2.5.1.6 Status pernikahan dan kehamilan
Dibandingkan dengan ibu yang sudah menikah, ibu yang tidak menikah,
usia lebih muda, primipara, pengangguran dan perokok merupakan faktor yang
berhubungan dan dapat merugikan outcame kehamilan. Kesehatan umum ibu
dewasa dengan status menikah dilaporkan menjadi lebih baik dari ibu usia remaja
dengan status belum menikah (Raatikainen dkk, 2005).
Raatikainen dkk (2005) menyatakan bahwa ibu yang tidak memiliki status
pernikahan yang sah sebagai suami istri lebih memiliki tingkat stres yang lebih
tinggi daripada ibu dengan status pernikahan yang sah disebabkan karena kurang
stabil hubungan yang dimiliki dengan pasangan dan orang lain.
2.5.2
Faktor medis maternal
Faktor maternal dalam hal ini meliputi riwayat abortus dan kehamilan preterm
sebelumnya, penyakit ibu yang berhubungan dengan BBLR dan komplikasi
selama kehamilan.
27
2.5.2.1 Riwayat Abortus dan kehamilan preterm sebelumnya
Ibu dengan riwayat abortus atau yang pernah melahirkan bayi dengan
kehamilan prematur dapat meningkatkan risiko kejadian BBLR pada kelahiran
berikutnya. Dari beberapa studi yang mengevaluasi risiko kelahiran prematur
dalam keluarga hasilnya menunjukkan riwayat kehamilan prematur, BBLR pada
kehamilan sebelumnya cenderung berulang pada kehamilan berikutnya (Pamela
dkk., 2004).
Riwayat kehamilan ibu yang lalu (abortus, prematur) mempunyai
kecenderungan meningkatkan risiko BBLR berulang karena dipengaruhi oleh
anatomi alat reproduksi terutama uterus, retrofleksi adalah bentuk normal dari
uterus ibu, bila anatomi uterus dalam
posisi lain seperti antefleksi akan
mempengaruhi perkembangan janin secara normal, janin tidak bisa tumbuh
mengikuti usia kehamilan (Baker dan Tower, 2005).
2.5.2.2 Riwayat Penyakit pada ibu
a. Penyakit kronis yang berhubungan dengan BBLR
Beberapa penyakit kronis yang dapat mengganggu pertumbuhan
janin yaitu: asma,gangguan vaskuler, kolagen, penyakit hati dan ginjal
(Shah & Ohlsson, 2008). perubahan kondisi ibu karena infeksi, juga
hipertensi kronis mengganggu pertumbuhan janin. Sedangkan ibu dengan
diabetes dapat menyebabkan perubahan micro vaskuler pada plasenta yang
mempengaruhi pertumbuhan janin terhambat. Ibu hamil yang terganggu
28
nutrisi dan oksigen sangat berpengaruh pada pertumbuhan janinnya.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan janin adalah malaria,
anemia dan infeksi (ACC/SCN, 2000).
Alberman (1984) menyatakan bahwa infeksi selama hamil dapat
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan kejadian
BBLR, seperti infeksi pada penyakit malaria, toksoplasma, plasmodium
dan infeksi virus. Infeksi virus menghambat pertumbuhan janin bahkan
dapat menyebabkan kematian janin seperti pada infeksi virus rubella dan
cytomegalovirus. Diduga virus-virus tersebut mengeluarkan toksin yang
dapat mengurangi suplai darah ke janin. Infeksi pada saluran kemih juga
sering berhubungan dengan kejadian BBLR di mana infeksi ini dapat
menyebabkan infeksi pada air ketuban dan plasenta sehingga mengganggu
suplai makanan ke janin.
b. Anemia dalam kehamilan
Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil
adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11,0 g%
(Depkes, 2005). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar hemoglobin dibawah 11,0 g% pada trimester I dan III atau kadar Hb
< 10,5 g% pada trimester II (Depkes RI, 2003b).
Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang
berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan
29
konsentrasi protein pengikat gizi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan
penurunan gizi mikro (Andonotopo dan Arifin, 2005).
Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan
meningkatkan kebutuhan zat besi. Jumlah elemental Fe pada bayi baru
lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah
anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg, terutama
dibutuhkan pada setengah akhir kehamilan. Pada diet yang adekuat
kandungan Fe sekitar 10-15 mg sehingga Fe pada diet hanya memenuhi
sedikit kebutuhan Fe pada ibu hamil (10-20% dari kebutuhan). Oleh
karena itu diperlukan suplemen Fe (Yongky 2004).
Peningkatan
volume
plasma
darah
terjadi
lebih
dahulu
dibandingkan produksi sel darah merah. Kondisi ini menyebabkan
penurunan kadar Hb dan hematokrit pada trimester I dan II sedangkan
pembentukan sel darah merah terjadi pada pertengahan akhir kehamilan
sehingga konsentrasi mulai meningkat pada trimester III kehamilan
(Darlina 2003).
Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor
langsung, tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia
disebabkan oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat
besi, kurangnya mengkonsumsi promotor absorbsi zat besi non heme serta
adanya infeksi parasit. Adapun kurang diperhatikannya keadaan ibu pada
waktu hamil merupakan faktor tidak langsung. Namun secara mendasar
30
anemia pada ibu hamil disebabkan oleh randahnya pendidikan dan
pengetahuan serta faktor ekonomi yang masih rendah (Darlina 2003).
2.5.2.3 Komplikasi selama kehamilan
Komplikasi selama hamil dapat berhubungan dengan kejadian BBLR.
Komplikasi atau gangguan pada ibu terutama selama kehamilan yang
menyebabkan perubahan pada lingkungan intrauterin dapat mempengaruhi
kapasitas oksigen yang dibawa oleh aliran darah melalui uteroplasenta, dan
ukuran rahim dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dan serta masa kehamilan.
(Kliegman dan Das, 2002)
Hasil penelitian Atriyanto (2006) ditemukan bahwa
ibu yang mengalami komplikasi selama hamil memiliki peluang 3,42 kali lebih
besar melahirkan bayi BBLR dibanding ibu yang tidak mengalami komplikasi
selama kehamilan.
Komplikasi yang terutama berisiko meningkatkan kelahiran dengan
BBLR adalah perdarahan, pre eklampsia dan eklampsia serta ketuban pecah
dini. Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Eklampsia adalah kelainan akut pada
wanita hamil, dalam persalinan / nifas yang ditandai dengan kejang dan koma.
Kondisi tersebut dapat mempengaruhi plasenta dan uterus karena aliran darah ke
plasenta menurun sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta (Cunningham, 2005).
Preeklampsia dan eklamsia merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya BBLR. Preeklampsia menyebabkan terjadinya retardasi pertumbuhan
janin bahkan kematian janin. Hal ini dikarenakan preeklampsia dapat
31
menyebabkan insufisiensi plasenta dan hipoksia yang berpengaruh sangat besar
terhadap perkembangan janin (Behrman, 2000).
2.5.3
Faktor Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan fisik seseorang atau kelompok orang
tertentu yang ditemtukan dengan salah satu kombinasi dari ukuran gizi tertentu.
Penilaian status gizi secara langsung, dapat dilakukan melalui antropometrik ibu
(Arisman, 2009).
Antropometrik ibu adalah nilai untuk mengestimasi peningkatan risiko
terhadap BBLR. Studi Voigt dkk. (2004) di Jerman menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara indikator antropometrik ibu dan rata-rata berat bayi
lahir. Penilaian status gizi ibu secara antropometrik bersandar pada ukuran tinggi
badan, berat badan sebelum hamil, penambahan berat selama kehamilan,
tambahan berat pada trimester berbeda, indeks massa tubuh (IMT), ketebalan lipat
kulit dan lingkar lengan (LILA). Beberapa ukuran mencerminkan status gizi ibu
atau cadangan energi seiring ibu memasuki kehamilan (tinggi, berat badan
sebelum hamil dan IMT). Sementara ukuran lainnya mencerminkan perubahan
atas status dirinya berkenaan dengan rangkaian kehamilan (ketebalan lipat kulit,
lingkar lengan dan pertambahan berat selama hamil). Berat ibu, tinggi badan dan
tambahan berat kehamilan, telah menjadi prediktor signifikan berat bayi lahir
(Voigt dkk, 2004).
Kebutuhan gizi pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15 %
dibandingkan dengan kebutuhan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan
32
untuk pertumbuhan rahim (uterus), payudara (mammae), volume darah, plasenta,
air ketuban dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil
akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40 % dan sisanya 60 %
digunakan untuk pertumbuhan ibunya (Soetjiningsih, 2005).
Kenaikan berat badan wanita hamil selama kehamilan adalah sekitar 1012,5 kg, termasuk penimbunan lemak pada ibu lebih kurang 3,5 kg serta dengan
30.000 kkal. Dimana pada trimester pertama kenaikan berat badan ibu sekitar 1
kg, trimester kedua 3 kg dan trimester ketiga 6 kg. Pada trimester ketiga sekitar
90 % dari kenaikan ini digunakan untuk pertumbuhan janin, plasenta dan cairan
amnion. Pola umum kenaikan berat badan ibu hamil adalah pada Trimester I
sebesar 1 kg (kenaikan minimal, hampir seluruhnya adalah bagian dari ibu),
Trimester II sebesar 3 kg (kenaikan sekitar 0,3kg/minggu sekitar 60 % adalah
bagian dari ibu), dan Trimester III sebesar 6 kg (kenaikan sekitar 0,3-0,5
kg/minggu sekitar 60 % adalah bagian dari janin) (Soetjiningsih, 2005).
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan
Energy Kronis (KEK) pada ibu hamil. KEK adalah keadaan ibu hamil dan WUS
(wanita usia subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan asupan energy
dan protein yang berlangsung terus menerus yang dapat mengakibatkan timbulnya
gangguan penyakit tertentu. Penderita KEK mempunyai risiko untuk melahirkan
BBLR dan 50,9 % ibu hamil KEK menderita anemia gizi sebagai salah satu
penyebab kematian ibu (Depkes, 2004).
33
2.5.4
Faktor Bayi
Faktor bayi meliputi faktor genetic, jenis kelamin, pertumbuhan janin dan
plasenta.
2.5.4.1 Genetik
Kelahiran prematur telah diduga merupakan hasil dari interaksi antara
gen dan lingkungan. Beberapa faktor yang menunjukkan kemungkinan faktor
genetik memiliki kecenderungan pada kelahiran premature adalah risiko yang
lebih tinggi kelahiran prematur pada ibu dengan riwayat kelahiran prematur,
kehamilan ganda, kecenderungan rasial, dan implikasi tertentu terhadap kelainan
gen atau kromoson janin. Berdasarkan hasil penelitian ibu dengan BBLR
memiliki peningkatan risiko yang signifikan memiliki bayi BBLR juga (OR 3,03)
(Dizon, 2001).
2.5.4.2 Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi berat badan bayi saat lahir.
Rata-rata bayi laki-laki memiliki berat 150 gram lebih tinggi dibanding bayi
perempuan. Rosemary (1997) berpendapat
bahwa bayi laki-laki dapat
memperkecil risiko terjadinya BBLR dibanding dengan bayi perempuan.
2.5.4.3 Masalah pertumbuhan janin dan plasenta
Hidraamnion merupakan keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi
2000 cc, pada keadaan normal banyaknya air ketuban dapat mencapai 1000 cc
untuk kemudian menurun lagi setelah minggu ke 38 sehingga hanya tinggal
34
beberapa ratus cc saja. Hidraamnion dianggap sebagai kehamilan resiko tinggi
karena dapat membahayakan ibu dan anak, pada hidramnion menyebabkan uterus
regang sehingga dapat menyebabkan partus prematur. Kondisi ini biasanya terjadi
pada kehamilan ganda (Cunningham, 2005).
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Berat
badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan daripada janin pada kehamilan
tunggal pada umur kehamilan yang sama. Berat badan bayi yang umumnya baru
lahir pada kehamilan kembar kurang dari 2500 gram. Frekuensi hidramnion kira –
kira sepuluh kali lebih besar pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.
Pada
kehamilan
kembar
cenderung
untuk
terjadinya
partus
prematur
(Cunningham, 2005).
Cacat bawaan dapat meliputi cacat bawaan akibat kelainan kromosom
(sindroma down, turner) serta cacat bawaan karena infeksi intrauterin
(menyebabkan gangguan pada bayi dalam bentuk fetal dismaturity) sehingga janin
lahir dengan berat badan yang lebih kecil atau mati dalam kandungan, BBLR
dapat terjadi akibat ketuban pecah dini yaitu keluarnya cairan jernih dari vagina
pada kehamilan lebih dari 20 minggu sebelum proses persalinan berlangsung. Hal
ini dapat mempengaruhi kondisi janin. Bila usia kehamilan belum cukup bulan,
namun ketuban sudah pecah sebelum waktunya maka hal tersebut dapat
mengakibatkan kelahiran prematur sehingga bayi yang dilahirkan beresiko untuk
BBLR (Shah dan Ohsson, 2008).
35
2.5.5
Faktor Lingkungan
2.5.5.1 Polusi udara dan pencemaran air
Lingkungan mempengaruhi untuk menjadi resiko melahirkan BBLR.
Walaupun secara biologi mekanisme pengaruhnya belum jelas. Faktor lingkungan
meliputi kondisi wilayah tempat tinggal di dataran tinggi seperti pegunungan dan
udara yang tercemar bahan polutan. Hal tersebut dapat menyebabkan rendahnya
kadar oksigen sehigga suplai oksigen terhadap janin menjadi terganggu. Ibu yang
tempat tinggalnya di dataran tinggi beresiko untuk mengalami hipoksia janin yang
menyebabkan asfiksia neonatorum. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap
janin oleh karena gangguan oksigenisasi/kadar oksigen udara lebih rendah dan
dapat menyebabkan lahirnya bayi BBLR (Shah dan Ohsson, 2008).
2.5.5.2 Gaya hidup dan prilaku ibu
Gaya hidup yang berhubungan dengan peningkatan kejadian BBLR dan
prematuritas sudah banyak yang diteliti. Berbagai risiko gaya hidup seperti resiko
kebiasaan merokok, minum alkohol, kopi, zat berbagaya dan obat – obatan
seperti; kokain, marijuana dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur dan
BBLR (Moore dan Zaccaro, 2000).
Hasil publikasi beberapa laporan menunjukkan bahwa terjadi penurunan
berat lahir dikalangan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang merokok sigaret selama
kehamilan karena terjadi peningkatan tajam kadar karbonmonoksida janin, dan
pengeluarannya dari tubuh ibu selama periode tidak merokok diiringi oleh
keterlambatan pemindahan karbon monoksida janin. Dengan demikian kadar
36
karbonmonoksida
janin
dapat
melebihi
kadar
ibu.
Rasio
konsentrasi
karbonmonoksida janin dan ibu diperkirakan sebesar 1:4 dan ini merugikan janin.
Ibu hamil perokok pasif berisiko 1,8 kali untuk melahirkan BBLR. Sedangkan Ibu
hamil yang mengkonsumsi minuman beralkohol akan berbahaya bagi janin yang
dikandungnya. Konsumsi alkohol yang sedikit (3 – 6 kali minum/minggu) akan
menurunkan resiko kejadian BBLR, walaupun penuurunan tersebut bermakna
secara statistik namun resiko tersebut akan meningkat lagi sesuai dengan jumlah
alkohol yang diminum ( ≥ 7 kali minum/minggu) (Kharrazi dkk., 2004).
Data dari provinsi Alberta, Kanada, menunjukkan bahwa penggunaan
obat-obatan terlarang yang dilaporkan selama kehamilan adalah 1,5% pada tahun
1997, 1,6% pada tahun 1998, dan 1,5% pada tahun 1999. Penggunaan kokain
pada kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran BBLR (OR 3,6,
95% CI 2.4, 5.4), kelahiran prematur (OR 1,3, 95% CI 1.0. 1,6), dan kelahiran
IUGR (OR 1,4, 95% CI 1.0, 2.1) (Shah dan Ohsson, 2008).
Kokain mempengaruhi janin melalui berbagai mekanisme, sehingga
pertumbuhan terganggu dan merangsang kelahiran dini. Difisiensi zat-zat gizi
dalam aliran darah uteroplasenta adalah merupakan mekanisme utama pengaruh
kokain dalam risiko kelahiran bayi BBLR. Kokain berhubungan dengan kelahiran
prematur/BBLR/IUGR, plasenta abruption, dan pecah ketuban dini (Shah dan
Ohsson, 2008).
37
2.5.5.3 Budaya makan berpantang
Dalam kehidupan masyarakat, budaya yang berkaitan dengan perawatan
selama kehamilan salah satunya adalah adanya kepercayaan-kepercayaan dan
pantangan- pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka
sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya
akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Hal ini dapat beresiko
mengalami anemia dan kurang gizi pada wanita hamil yang cukup tinggi.
Di Beberapa daerah di Indonesia seperti di Jawa Tengah, ada kepercayaan
bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan
pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki
8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya
kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan
asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan
piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang
dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan
kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti
pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh
beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.
(Wibowo, 2002).
38
2.5.5.4 Trauma dan tindak kekerasan
Tindak kekerasan atau pelecehan selama kehamilan menimbulkan
ancaman terhadap ibu dan janin. insiden kekerasan pasangan dilaporkan terjadi
antara 6% dan 8%
(Muhajarine,1999).
Dalam kehamilan, dampak terhadap
tindak kekerasan dapat berakibat percepatan masa kehamilan atau persalinan
premature dan penghentian kehamilan. Sampai dengan 64% wanita yang
mengalami pelecehan selama kehamilan dilaporkan juga mendapatkan tindakan
kekerasan selama kehamilan. Sebagian besar (95%) melaporkan tindak kekerasan
berlanjut
setelah kelahiran bayi. Kejadian lebih tinggi pada remaja yaitu
mencapai 23% sampai 37% (Cherniak dkk, 2005).
Dampak dari kekerasan atau pelecehan pada hasil kehamilan dapat berupa
langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung termasuk trauma pada perut,
yang menyebabkan pelepasan asam arakidonat dan kontraksi inisiat dan
persalinan prematur, Pecah ketuban dini, placental abruption, dan rupture uteri
walaupun jarang ditemui. Pengaruh tidak langsung mencakup stres psikologis
resultan akibat dari kekerasan. Hal ini dapat menyebabkan depresi dan adopsi
perilaku berisiko atau berbahaya seperti penggunaan tembakau, alkohol, atau
obat-obatan terlarang atau tidak melakukan pemeriksaan antenatal. Semua
perilaku ini akan berhubungan dengan kelahiran prematur / BBLR (Murphy dkk,
2001).
Kehamilan yang tidak diinginkan yang dihasilkan dari hubungan
perkosaan atau tindakan kekerasan seksual dapat mengakibatkan kelahiran
prematur/BBLR. Beberapa penelitian tentang kekerasan pasangan intim terhadap
39
hasil kehamilan menyimpulkan bahwa Secara keseluruhan, terdapat peningkatan
risiko kelahiran prematur pada perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan
perempuan (Shah dan Ohsson, 2008).
Selain tindak kekerasan yang dialami wanita selama kehamilan, ibu hamil
dapat juga mengalami trauma pada kehamilan yang dapat disebabkan karena
tindak kekerasan tersebut ataupun faktor kecelakaan yang dapat mengakibatkan
cedera pada rahim plasenta atau janin, syok fraktur, panggul, cedera kepala berat,
dan hypoxia. Trauma Ibu selama kehamilan dapat menjadi salah satu penyebab
kematian ibu selama kehamilan dan kelahiran premature pada bayinya (Weiss,
2000).
2.5.5.5 Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan
laboratorium atas indikasi tertentu serta indikasi dasar dan khusus (Depkes, 2004).
Selain itu aspek yang lain yaitu penyuluhan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE), motivasi ibu hamil dan rujukan.
Tujuan asuhan antenatal adalah memantau kemajuan kehamilan untuk
memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi, mengenali
secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin selama
kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan,
40
mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas
berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan
keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara
normal serta optimalisasi kembalinya kesehatan reproduksi ibu secara wajar.
Pelayanan antenatal lengkap mencakup banyak hal yang meliputi
anamnesia, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium
atas indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai risiko yang ada termasuk
penyuluhan dan konseling), namun dalam penerapan operasionalnya dikenal
standar minimal “5T” untuk pelayanan antenatal yang terdiri atas;
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur tekanan darah
3. Ukur tinggi fundus uteri
4. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap
5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
Pengenalan kehamilan risiko tinggi sejak dini penting dilakukan, tidak saja
karena pengenalan tersebut merupakan langkah pertama untuk tindakan
pencegahan, tetapi juga untuk mengambil langkah pengobatan untuk mengurangi
risiko outcome kehamilan yang buruk (Behrman, 2000). Kunjungan pertama
murni tidak bersifat preventif terhadap kelahiran BBLR, tetapi kunjungan yang
keempat murni tampak nyata bersifat preventif. Hal ini dimungkinkan karena
dengan semakin awal dan semakin seringnya ibu hamil bertemu dengan petugas
kesehatan, pengetahuan dan kemampuan ibu dalam perawatan kehamilan semakin
41
baik. Pemeriksaan kehamilan hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu segera
setelah tidak mengalami haid selama dua bulan berturut-turut. Hal ini
dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga
deteksi dini terhadap risiko tinggi dapat segera diketahui (Depkes,2004).
Pemanfaatan pelayanan antenatal sering digambarkan secara kuantitas
melalui jumlah kunjungan ibu ke tempat pemeriksaan kesehatan selama masa
kehamilannya. Selama masa tersebut, diharapkan ibu hamil memeriksakan diri
secara berkala dan teratur. Penurunan angka kejadian BBLR relevan dengan
penyediaan dan penerimaan perawatan antenatal yang baik. Hal tersebut
tergantung pula pada perhatian yang teliti dalam melihat riwayat keluarga, riwayat
kehamilan dan persalinan ibu serta komunikasi yang terus menerus antara tenaga
pemeriksa kehamilan dengan ibu hamil (Behrman, 2000).
Menurut Depkes (2004) kunjungan ideal yang dilakukan oleh ibu hamil
diharapkan mengikuti anjuran sebagai berikut:
a. Awal kehamilan sampai dengan tujuh bulan memeriksakan diri setiap empat
minggu sekali.
b. Usia kehamilan tujuh bulan sampai dengan sembilan bulan tiap dua minggu
sekali.
c. Usia kehamilan sembilan bulan sampai dengan sepuluh bulan tiap satu minggu
sekali.
Kunjungan tersebut bisa lebih banyak frekuensinya bila ada anjuran dari
tenaga pemeriksa kehamilan karena melihat kondisi ibu atau bila ada masalah
42
serta gangguan pada kandungannya. Frekuensi minimal pemeriksaan kehamilan
adalah 4 kali selama kehamilan dengan rincian sebagai berikut:
a. Satu kali pada usia kehamilan satu sampai tiga bulan (triwulan I).
b. Satu kali pada usia kehamilan empat sampai enam bulan (triwulan II).
c. Dua kali pada usia kehamilan tujuh sampai sembilan bulan (triwulan III).
Informasi penting yang perlu didapatkan pada setiap kunjungan antenatal
antara lain :
a. Pada Trimester pertama ( sebelum minggu ke-14) meliputi informasi tentang
membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu hamil,
mendeteksi masalah dan menanganinya, melakukan tindakan pencegahan
seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek
tradisonal yang merugikan, memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan
untuk menghadapi komplikasi, mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan
dan kebersihan, istirahat dan sebaginya).
b. Trimester kedua (Sebelum minggu ke-28) informasi penting juga sama seperti
diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu
tentang gejala-gejala preeklampsia, pantau tekanan darah evaluasi edema,
periksa untuk mengetahui proteinuria)
c. Trimester ketiga (Antara minggu ke 28-36) informasi yang diberikan sama
seperti diatas, ditambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada
kehamilan ganda.
43
d. Trimester ketiga setelah 36 minggu informasi sama seperti diatas, ditambah
deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan
kelahiran di rumah sakit.
Berdasarkan hasil analisis hubungan kualitas pelayanan antenatal terhadap
kejadian BBLR pada data hasil SDKI 2007 yang merupakan kerjasama antara
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pusat Statistik
(BPS) dan Departemen Kesehatan (Depkes) diperoleh hasil bahwa ibu hamil yang
memanfaatkan pelayanan antenatal dengan kualitas rendah mempunyai peluang
2,22 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu
hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal dengan kualitas baik setelah
dikontrol oleh pendidikan ibu (Suriani, 2010).
Download