Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 PERAN BSNP DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GURU MELALUI PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP REVITALISASI LPTK1 Bambang Suryadi Fakultas Psikoklogi UIN Jakarta / Badan Standar Nasional Pendidikan e-mail : [email protected] ABSTRACT Board for National Standard in Education (BSNP) as an independent agency has a strategic role in improving teacher quality through the development of national standard of education. The purpose of this study is to answer the research questions: (1) What is the role and functions of BSNP in the development of national standards for improving the quality of teachers; (2) How is the implementation of national standards of education in improving the quality of teachers; and (3) What are the implications of the development of national standards for the revitalization of the Institute of Educational Personnel (LPTK) in order to improve the quality of teachers. This study uses a mixed method, which combined quantitative and qualitative approaches. A quantitative approach is done to obtain data on the condition of teachers in Indonesia, while the qualitative approach was used to analyze public policies related to teachers. The results showed that BSNP has a strategic role in improving the quality of teachers through the development of national standard of education, but in its implementation on the ground is still a significant gap between ideals and reality. The results of the study recommended the need to revitalize LPTK in order to improve the quality of teachers. ABSTRAK Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai lembaga mandiri dan independen memiliki peranan strategis dalam peningkatan kualitas guru melalui pengembangan standar nasional pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian: (1) Apa peran dan fungsi BSNP dalam pengembangan standar nasional pendidikan untuk meningkatkan kualitas guru; (2) Bagaimana implementasi standar nasional pendidikan dalam peningkatan kualitas guru; dan (3) Apa implikasi pengembangan standar nasional pendidikan terhadap revitalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam rangka peningkatan kualitas guru. Penelitian ini menggunakan mixed method, yaitu gabungan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk mendapatkan data tentang kondisi guru di Indonesia, sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisis kebijakan publik terkait dengan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BSNP memiliki peran yang sangat strategis dalam peningkatan kualitas guru melalui pengembangan standar nasional pendidikan, namun dalam implementasinya di lapangan masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara kondisi ideal dan kenyataan. Hasil penelitian merekomendasikan perlunya dilakukan revitalisasi LPTK dalam rangka peningkatan kualitas guru. Kata Kunci : Standar Nasional Pendidikan, kompetensi, kualitas, guru, revitalisasi, LPTK kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2003, dengan adanya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Indonesia menerapkan pendidikan berbasis standar atau standard based education. Dalam hal ini, sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005, ada delapan standar nasional pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah, yaitu Standar Kompetensi Lulusan 1 Paper ini telah dipresentasikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016, 12-15 Oktober 2016. 1 Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan. Dari delapan standar nasional pendidikan (SNP) ini, ada empat standar yang menjadi acuan pengembangan Kurikulum dan penyusunan buku teks pelajaran, yaitu SKL, SI, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Sedangkan untuk pendidikan tinggi, selain delapan standar tersebut ada standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat. Standar tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi adaketerkaitan antar satu standar dengan standar yang lain. SKL menjadi acuan untuk mengembangkan SI, standar proses, standar penilaian dan empat standar yang lain. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) merupakan lembaga independen, mandiri, dan profesional yang memiliki kewenangan mengembangkan, memantau, dan mengevaluasi SNP. Selain itu BSNP juga memiliki kewenangan menyelenggarakan Ujian Nasional, menilai buku teks pelajaran dari segi isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Standar nasional pendidikan yang dikembangkan BSNP ditetapkan menjadi Peraturan Menteri dan mengingat seluruh satuan pendidikan. Makna independensi di sini adalah kemandirian dalam proses pengembangan standar tanpa ada intervensi atau kepentingan dari pihak manapun, meskipun dalam hal penganggaran BSNP tidak independen karena masih menginduk ke anggaran Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan demikian, peran dan fungsi BSNP dalam pengembangan standar menjadi sangat penting. Setelah delapan SNP tersebut dikembangkan, kunci utama dalam implementasi serta pencapaiannya adalah guru. Sebaik apapun SNP yang dikembangkan, jika kompetensi guru dalam menerapkan SNP tersebut rendah, mustahil tujuan pendidikan nasional akan tercapai. Permasalahannya adalah apakah SNP yang dikembangkan BSNP benarbenar telah diterapkan di tingkat satuan pendidikan yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pendidikan nasional? Jika guru sebagai pelaku utama dalam implementasi dan pencapaian SNP, apakah peran LPTK sebagai lembaga yang menghasilkan guru cukup puas dengan kondisi sekarang atau perlu direvitalisasi? Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan masukan kepada pemangku kepentingan tentang pentingnya SNP dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui revitalisasi LPTK dalam rangka meningkatkan kualitas guru sebagai pelaku utama dalam implementasi SNP. 2. TUJUAN DAN MANFAAT Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) Apa peran dan fungsi BSNP dalam pengembangan standar nasional pendidikan untuk meningkatkan kualitas guru; (2) Bagaimana implementasi standar nasional pendidikan dalam peningkatan kualitas guru; dan (3) Apa implikasi pengembangan standar nasional pendidikan terhadap revitalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam rangka peningkatan kualitas guru. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat baik bagi BSNP maupun mitra kerja dan pemangku kepentingan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional. Bagi BSNP hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang peran dan fungsi lembaga independen dalam pengembangan dan implementasi SNP dan sejauh mana SNP memberikan kontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Bagi LPTK, hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan refleksi untuk melakukan revitalisasi dan perbaikan proses pembelajaran dan penilaian sebagai upaya menyiapkan guru di Indonesia. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method, yaitu gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Jenis data kuantitatif meliputi data tentang pemantauan implementasi SNP yang telah dilakukan BSNP. Sedangkan data kualitatif meliputi informasi tentang peran BSNP dalam pengembangan dan implementasi SNP, serta ifnormasi tentang revitalisasi LPTK sebagai konsekuensi logis dari sdanya SNP tersebut. Data kuantitatif dikumpulkan melalui kuesioner dengan tujuan untuk mengukur ketercapaian SNP, baik yang dilakukan BSNP maupun lembaga lain, seperti BAN S/M. Data kualitatif dikumpulkan melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara. Semua data tersebut bersifat sekunder, artinya penelitia tidak mengumpulkan data secara langsung namun cukup menggunakan data yang sudah ada di SBNP, BAN S/M dan instansi terkait. 4. HASIL PENELITIAN 2 Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 Hasil penenitian dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dijelaskan di atas. Masing-masing bagian dijelaskan secara singkat sebagai berikut. 4.1. Peran BSNP dalam Pengembangan SNP Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 35 ayat (3) menyatakan bahwa pengembangan Standar Nasional Pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. Otoritas penyusunan dan perubahan Standar Nasional Pendidikan, oleh undang-undang, telah diamanatkan kepada Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). Pasal 73 dan 76 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2015 revisi PP Nomor 19 Tahun 2005 menyatakan bahwa BSNP bertugas (1) memantau pencapaian standar nasional pendidikan serta (2) melaporkan hasilnya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. BSNP memiliki wewenang untuk menetapkan tim ahli yang bersifat ad hoc untuk mengembangkan dan melakukan evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 75 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyebutkan bahwa “BSNP menunjuk tim ahli yang bersifat ad-hoc sesuai kebutuhan”. Dalam Penjelasan pasal 75 Ayat (3) disebutkan bahwa penunjukan tim ahli didasarkan atas keahlian yang relevan dengan bidang yang dikembangkan yang berasal dari asosiasi profesi, tenaga ahli yang direkomendasikan oleh instansi pemerintah terkait dan lainnya. Untuk menetapkan tim ahli, BSNP telah menyusun Pedoman Pemilihan Tim Ahli. Diantara hal penting yang diatur dalam pedoman tersebut adalah kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan tim ahli, diantaranya adalah a)latar belakang pendidikan, b) keahlian yang relevan, c) pengalaman, d) track record/rekam jejak kinerja (jika pernah terlibat dalam kegiatan BSNP), e) referensi, dan f) izin dari instansi (BSNP, 2015). Berdasarkan kriteria di atas, anggota BSNP mengusulkan nama-nama calon tim ahli untuk dibahas dan ditetapkan dalam Rapat Pleno BSNP. Selanjutnya, BSNP meminta izin kepada pimpinan lembaga asal calon tim ahli dan atas izin yang diberikan, BSNP menerbitkan Surat Keputusan tentang Penetapan Tim Ahli. Kegiatan pengembangan dan evaluasi pencapaian SNP dilaksanakan sekurang-kurangnya dalam 8 (delapan) langkah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. penyusunan desain awal, penyusunan naskah akademik, penyusunan standar, reviu draf standar, perbaikan draf standar, pengumpulan data dan focus group discussion (FGD) ke daerah, analisis hasil FGD, dan penyusunan laporan dan rekomendasi. Setiap langkah memiliki target dan sasaran hasil tersendiri. Peran BSNP dalam setiap langkah adalah menerapkan arah dan tujuan kegiatan. Selain itu, perkembangan capaian dari masing-masing tahap kegiatan dibahas dalam rapat pleno BSNP untuk mendapatkan masukan dari anggota yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan. Selanjutnya, penting untuk diketahui bahwa mengingat standar merupakan sebuah konsensus bersama dari para pemangku kepentingan, maka keterlibatan publik dalam pengembangan SNP sangat penting. Keterlibatan ini dilakukan lewat tahap telaah draf standar dan uji publik. Dengan demikian, pada saat draf SNP ditetapkan menjadi Peraturan Menteri diharapkan akan mendapat penerimaan dan dukungan yang optimal dari masyarakat. Pada tahun 2014 BSNP telah mengembangkan Standar Nasional Pendidikan Guru (SNPG). Dalam standar ini ada dua aspek penting yang distandarkan, yaitu proses pembelajaran dan kelembagaan. BSNP telah merekomendasikan draf SNPG kepada Menristekdikti, namun sampai saat ini standar tersebut belum ditetapkan menjadi peraturan menteri. Kondisi ini menjadi sangat dilematis. Di satu sisi, pihak LPTK belum bisa bergerak melakukan revitalisasi karena belum ada standar yang dijadikan acuan. Di sisi lain, tuntutan untuk menghasilkan guru yang berkualitas berbasis standar sudah sangat mendesak. Pertanyaannya, sampai kapan status quo ini akan berakhir? Apa alasan Kemenristekdikti belum menetapkan draf SNPG yang sudah direkomendasikan BSNP menjadi peraturan menteri. 4.2. Implementasi SNP untuk Peningkatan Kualitas Guru Sejak BSNP dibentuk pada tahun 2005, pengembangan SNP untuk pendidikan dasar dan menengah, khususnya pendidikan formal, telah selesai pada tahun 2009. Mulai tahun 2010 BSNP 3 Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 melakukan pemantauan implementasi SNP dan mengembangan standar nasional untuk pendidikan tinggi. Diantara Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNDIKTI). Pemantauan ini ada yang dilakukan langsung oleh BSNP dan ada pula yang dilakukan bekerja sama dengan Ausaid. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa keberadaan SNP sangat diperlukan oleh satuan pendidikan, namun dalam implementasinya masih belum optimal. Hal ini dikarenakan belum semua sekolah memiliki dokumen SNP, meskipun dokumen tersebut telah diunggah di website BSNP. Lebih lanjut hasil pemantauan juga menunjukkan, dari segi keberadaan SNP, satuan pendidikan telah memilikinya, namun kelengkapan dan pemanfaatannya masih belum optimal. Sebagai contoh, satuan pendidikan memiliki ruang perpustakaan, tetapi koleksi bukunya sangat minim dan pemanfaatannya juga kurang optimal (BSNP, 2010). Pengukuran keterlaksanaan dan ketercapaian SNP juga dilakukan oleh badan independen, yaitu Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Hasilnya menunjukkan bahwa dari delapan jenis SNP, secara umum, hasil akreditasi tahun 2015 menunjukkan bahwa pada jenjang SD/MI, pencapaian yang paling rendah adalah SKL. Sementara pada jenjang SMP/MTs dan SMK pencapaian yang paling rendah adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Pada jenjang SMA/MA dan SLB, pencapaian yang paling rendah adalah standar sarana dan prasarana (BANS/M, 2015). Terkait dengan pemanfaatan hasil akreditasi, BAN S/M memberikan apresiasi kepada BSNP yang telah menetapkan sekolah pelaksana Ujian Nasional (UN) harus terakreditasi, meskipun jumlah peserta UN kurang dari dua puluh siswa. Kebijakan ini secara eksplisit dinyatakan di dalam Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional yang ditetapkan BSNP. Hasil akreditasi pada SMP/MTs dan SMK yang menunjukkan bahwa pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan masih rendah, sinkron dengan data dari Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Data tersebut menunjukkan bahwa saat ini tambah data guru….. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, standar kualifikasi akademik guru minimal S1 atau DIV. Artinya, kriteria kualifikasi akademik yang menjadi tuntutan Undang-undang dan standar nasional pendidikan, belum sepenuhnya terpenuhi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah satu dekade lebih reformasi pendidikan nasional diterapkan melalui pendidikan berbasis standar (standard based education), masih terdapat gap atau kesenjangan yang tinggi antara tataran ideal (SNP) dan kondisi faktual di lapangan. Untuk mengurangi kesenjangan ini, perlu melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah, LPTK, satuan pendidikan, dan masyarakat. Tanpa ada keterlibatan semua pihak, mustahil SNP tersebut dapat dilaksanakan. Artinya, perlua danya ekosistem pendidikan nasional yang menggambarkan keterlibatan dan peran masingmasing pemangku kepentingan. 4.3. Implikasi Pengembangan Revitalisasi LPTK SNP terhadap Keberadaan LPTK sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menyiapkan guru berkualitas memiliki peran yang sangat strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dalam konteks ekosistem pendidikan nasional dengan mengacu kepada delapan SNP untuk pendidikan dasar dan menengah serta SNDIKTI, revitalisasi peran LPTK mutlak dilakukan pada sistem penerimaan mahasiswa baru, kurikulum, dan finalisasi Standar Nasional Pendidikan Guru (SNPG). Sistem rekrutmen pada pendidikan tinggi dilakukan melalui berbagai jalur, yaitu Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN), dan Ujia Mandiri. SNMPTN juga disebut dengan jalur undangan dengan kuota sekitar 50 persen dari daya tampung pada masing-masing perguruan tinggi negeri. Seleksinya didasarkan prestasi siswa yang dibuktikan dengan nilai rapor dan rekam jejak satuan pendidikan. Tidak ada tes masuk dalam SNMTN. Sedangkan pada jalur SBMPTN dan Ujian Mandiri masih ada tes masuk. Sistem rekrutmen mahasiswa yang ingin menjadi guru, mestinya dilakukan dengan standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan program studi non-keguruan. Misasnya hanya sepuluh mahasiswa terbaik dari SMA sedereajat yang berhak mendaftarkan ke program studi keguruan. Selain itu, system rekrutmen guru di masingmasing daerah juga perlu dilakukan revitalisasi. Dengan adanya otonomi daerah, rekrutmen guru masih jauh dari harapan yang ideal. Lulusan LPTK unggulan justru tidak terserap menjadi pendidik.. Sebaliknya justru lulusan LPTK yang kurang bermutu yang banyak terserap.Hal ini terjadi karena system rekrutmen tidak dilaksanakan dengan system silang. Artinya, pelamar dari daerah tertentu hanya bisa melamar di daerahnya masing-masing. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara supply and demand. 4 Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016 5. a. Referensi dari majalah / jurnal sains / prosiding [nomor]. Pengarang, Judul Artikel, Nama jurnal / prosiding, volume, nomor, halaman, (tahun). Contoh : [1]. E.M. Sparrow and F.E.M. Saboya, Transfer Characteristics of Two-row Plate Fin and Tube Heat Exchanger Configurations, Int. J. Heat Mass Transfer, Vol.19, pp.41-49, (1976). b. Referensi dan buku teks/diktat, thesis/disertasi [nomor]. Pengarang, Judul buku, Edisi, halaman, penerbit, (tahun). Contoh : [2]. Frank P. Incropera, David P. De Witt, Fundamentals of Heat and Mass Transfer, pp. 200-233, 4th Edition, John Wiley & Sons, (1996). REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut. 5.1. Peran BSNP Eksistensi BSNP sebagai lembaga independen dan mandiri perlu diperkuat baik secara sumber daya manusia maupun dukungan finansial. Setelah adanya dua Kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kemenristekdikti, BSNP memiliki tugas yang lebih berat. Hal ini karena BSNP harus mengembangkan standar mulai dari PAUD sampai pendidikan tinggi, sementara pendanaan hanya dari satu sumber, yaitu Kemdikbud. 5.2. Implementasi SNP Dalam tataran implementasi NSP, masih ada perbedaan persepsi di kalangan masyarakat tentang makna dan arti SNP sebagai kriteria minimal. Pemahaman mereka tentang pendidikan berbasis standar juga masih belum utuh atau menyeluruh. Kondisi sepereti ini tentu menjadi kendala dalam mengimplementasikan SNP. Untuk itu, sosialisasi tentang SNP perlu dilakukan melalui berbagai media dan forum, seperti diskusi, dialog, talk show dan sebagainya baik melalui media cetak maupun ekeltronik. 5.3Revitalisasi LPTK LPTK sebagai lembaga pendidikan tinggi yang menghasilkan guru, perlu melakukan revitalisasi dalam sistem rekrutmen mahasiswa, kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian. Standar kompetensi guru yang dikembangkan BSNP sebagai exit criteria bagi LPTK dan entry criteria bagi penggua, perlu dijadikan acuan dalam menetapkan kurikulum, proses pembelajaran, dan penilaian. REFERENSI REFERENSI Urutan referensi berdasarkan kronologis kemunculannya sebagai sumber yang diacu secara langsung. Sedangkan yang tidak dikutip secara langsung, bisa disusun sesuai abjad penulisnya. Tulis secara lengkap mengikuti contoh berikut ini : 5