RESPONS KETAHANAN SEPULUH KULTIVAR MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP INFEKSI Cucumber mosaic virus WINARSIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Winarsih NIM A34110053 ____________________ *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait. ABSTRAK WINARSIH. Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI. Cucumber mosaic virus (CMV) adalah salah satu virus penting pada Cucurbitaceae termasuk mentimun. Informasi respons ketahanan mentimun terhadap CMV belum tersedia. Penelitian ini bertujuan menguji ketahanan sepuluh kultivar mentimun komersial terhadap CMV. Penularan CMV dilakukan secara mekanis. Peubah pengamatan terdiri dari waktu inkubasi, tipe gejala, insidensi penyakit, keparahan penyakit, indeks keparahan penyakit, dan titer virus yang dideteksi secara serologi serta parameter agronomi. Gejala tercepat muncul pada kultivar Daria dan terlama pada kultivar Si Putih dengan waktu inkubasi berkisar 4.1-6.4 HST. Tanaman terinfeksi bergejala mosaik ringan hingga berat dengan skor keparahan penyakit berkisar antara 1.59-3.30 dan insidensi penyakit mencapai 100%. Indeks keparahan penyakit berkisar antara 2.5-9.5 dan titer virus berkisar antara 0.778-0.956. Tanaman uji yang terinfeksi CMV mengalami hambatan pertumbuhan, jumlah daun, jumlah bunga mekar, bobot kering, dan masa berbunga lebih lama yang berbeda nyata dengan kontrol. Indeks keparahan penyakit tidak berkorelasi positif dengan titer virus. Berdasarkan keseluruhan parameter, kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, dan Si Putih F1 digolongkan toleran sedangkan kultivar Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1, dan Yupiter digolongkan rentan terhadap infeksi CMV. Kata kunci : Cucurbitaceae, inokulasi mekanis, ketahanan, gejala mosaik ABSTRACT WINARSIH. Resistance Response of Ten Cultivars of Cucumber (Cucumis sativus L.) against Cucumber mosaic virus. Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI. Cucumber mosaic virus (CMV) is one of important virus infects cucurbit. The data related resistance response to CMV on this plant is not available yet. Thus, research was aimed to test the resistance response of commercial cucumber cultivars against CMV infection. Ten commercial cultivars were tested by inoculating CMV mechanically. Observation on incubation time, type of symptom, disease incidence, severity, index and virus titre serologically were measured as well as agronomic parameters. The earliest symptom was present on Daria cultivar and the latest one on Si Putih F1 cultivar with incubation time ranged from 4.1-6.4 days post inoculation. The infected plants showed mild to severe mosaic symptom depend on cultivars with severity score ranged from 1.593.30 and disease incidence up to 100%. The disease index score ranged from 2.59.5 and titre of virus ranged from 0.778-0.956. The infected plants showed reduction of plant growth, number of leaves, number of flowers, dry weight, and longer flowering period in compared with healthy plants. The disease index score was not corresponding with virus titre. Taken together on the parameters, Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, and Si Putih cultivars are classified as tolerant, Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1, and Jupiter cultivars are classified as susceptible against CMV infection. Keyword: Cucurbitaceae, mechanical inoculated, mosaic symptom, resistance © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. RESPONS KETAHANAN SEPULUH KULTIVAR MENTIMUN (Cucumis sativus L.) TERHADAP INFEKSI Cucumber mosaic virus WINARSIH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus : Winarsih : A34110053 Disetujui oleh Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si Ketua Departemen Proteksi Tanaman Tanggal lulus : PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap Infeksi Cucumber mosaic virus” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis sampaikan terima kasih kepada Ayahanda Djoko Susanto, Ibunda Nani Narliah, kakak Eka Indah Wati S. Pt dan adik Rustandi Susanto yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah banyak memberi ilmu, masukan, saran dan bantuan selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Terima kasih kepada Dr. Ir. Swastiko Priyambodo selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing selama periode akademik berlangsung, serta Dr. Ir. Nina Maryana, M. Si selaku dosen penguji tamu atas saran dan masukannya. Selain itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rama Baroto Ilmar S. Pt, Dian Saraswati, Annisa Puspadini S, Nur Unsyah Laili, Aliftya Ramadhani, Trini Nur Cahyani, Friska Mega Utami, Novita Cantika, Anis Khairunnisa, Sari Nurulita, SP M. Si, Ibu Yunita, Bapak Edi, Bapak Ganda, dan seluruh anggota laboratorium Virologi Tumbuhan serta teman-teman PTN angkatan 48 yang telah memberikan doa, bantuan serta motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, Oktober 2015 Winarsih DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xvii DAFTAR GAMBAR xvii DAFTAR LAMPIRAN xvii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 BAHAN DAN METODE 3 Tempat dan Waktu Penelitian 3 Metode Penelitian 3 Perbanyakan Inokulum CMV 3 Inokulasi Mekanis 3 Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Uji 3 Peubah Pengamatan 3 Deteksi Serologi CMV 4 Dot Blot Immunobinding Assay (DIBA) 4 Double Antibody Sandwich ELISA (DAS-ELISA) 5 Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Hasil 7 Pengaruh Inokulasi CMV terhadap Waktu Inkubasi, Insidensi Penyakit dan Tipe Gejala 7 Pengaruh Infeksi CMV terhadap Keparahan Penyakit, Indeks Keparahan Penyakit dan Akumulasi Virus 8 Pengaruh Infeksi CMV terhadap Pertumbuhan Tanaman 9 Pengaruh Infeksi CMV terhadap Masa Berbunga dan Jumlah Bunga Mekar 11 Pengaruh Infeksi CMV terhadap Bobot Kering Tanaman 12 Respons Sepuluh Kultivar Mentimun terhadap CMV 13 Pembahasan Umum 15 SIMPULAN DAN SARAN 18 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 27 DAFTAR TABEL 1 Pengaruh infeksi CMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakit dan tipe gejala 7 2 Pengaruh infeksi CMV terhadap keparahan penyakit, indeks penyakit, dan akumulasi virus 9 3 Respons ketahanan sepuluh kultivar mentimun terhadap infeksi CMV 14 DAFTAR GAMBAR 1 Skor keparahan penyakit: a. skor 0, b. skor 1, c. skor 2, d. skor 3, e. skor 4 2 Gejala dominan infeksi CMV pada tiap kultivar 3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI (a) dan 4 MSI (b) 4 Pertumbuhan tinggi tanaman kontrol (-) dan tanaman perlakuan (+) pada 3 MSI 5 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun 6 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga 7 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar 8 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun 4 8 10 10 11 11 12 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil deteksi DIBA setiap tanaman uji dengan antiserum spesifik CMV 23 2 Nilai absorbansi komposit tiap kultivar hasil deteksi DAS-ELISA 23 3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman mentimun dari 1-4 MSI 24 4 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun dan tingkat hambatan relatif 25 5 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga dan tingkat hambatan relatif 25 6 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar dan tingkat hambatan relatif 26 26 7 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun 8 Data temperatur dan kelembapan bulanan rumah kaca cikabayan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat 26 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus L.; Cucurbitaceae) merupakan tanaman hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Selain sebagai sayuran, konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lain seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan olahan makanan berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0.8 gram protein, 0.1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg fosfor, 0.5 mg besi, 0.01 mg riboflavin, 14 mg asam, 0.45 mg vitamin A, 0.3 mg vitamin B1, dan 0.2 mg vitamin B2 (Sumpena 2005). Mentimun termasuk dalam 19 komoditas ekspor penting dunia (Susilo dan Diennazola 2012). Berdasarkan data BPS dan Direktorat Jendral Hortikultura (2013) menunjukkan bahwa produksi mentimun (ton/ha) berturut-turut pada tahun 2009 sampai 2013 adalah 583 139, 547 141, 521 535, 511 525 dan 256 006. Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia menurun setiap tahun. Kemampuan produksi mentimun di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata produksi mentimun negara lain. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman mentimun. Salah satu penyakit yang menyebabkan rendahnya hasil produktivitas tanaman adalah infeksi virus tanaman. Virus-virus pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyebabkan kegagalan panen dan kerugian ekonomi yang tinggi. Jossey dan Babadoost (2008) melaporkan bahwa 6 virus utama yang menginfeksi Cucurbitaceae ialah Cucumber mosaic virus (CMV), Squash mosaic virus (SqMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Papaya ringspot virus (PRSV), dan Tobacco ringspot virus (TRSV). Laporan dari berbagai negara, termasuk Indonesia bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil panen mentimun adalah serangan CMV. CMV menyebabkan kerusakan pada tanaman mentimun sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1927 di Amerika Serikat dengan tingkat kerugian yang mencapai 60%. CMV menyebabkan kerugian ekonomis pada cabai, tomat, seledri, selada, kacangkacangan (Zitter dan Murphy 2009), melon, mentimun, dan labu dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi (Febre et al. 2010). CMV dilaporkan menginfeksi pertanaman mentimun di daerah Sumatera Utara (Siregar 2005), Bogor, Subang, Cianjur, Tegal, Sukoharjo dan Yogyakarta (Septariani et al. 2014). Virus ini dapat menginfeksi tanaman secara tunggal atau berasosiasi dengan virus lain. Gejala infeksi CMV pada tanaman mentimun memperlihatkan mosaik hijau-kuning, penebalan tulang daun (vein banding), daun mengalami penyempitan ukuran (malformasi), distorsi buah serta tanaman menjadi kerdil. Kerusakan tanaman akibat infeksi CMV pada fase benih mencapai 5% dan fase infeksi saat akhir pertumbuhan mencapai 89-95%. Kehilangan hasil produksi mencapai 36-53% dan biji yang terinfeksi dari induknya mencapai 12-13% (Jones et al. 2010). CMV (Bromoviridae; Cucumovirus) memiliki bentuk partikel isometrik berdiameter 29 nm (Zitter dan Murphy 2009). Virus ini mempunyai titik panas inaktivasi (thermal inactivation point) pada suhu 60-70 ºC, titik batas pengenceran 2 (dilution end point) 1:10 000 dan ketahanan in vitro (longevity in vitro) 72-96 jam pada suhu ruang (Smith 1974). CMV menginfeksi lebih dari 1200 spesies dari 100 famili tanaman sayuran dan hortikultura dan menyebabkan kerugian ekonomi signifikan. Penularan CMV melaui transmisi kutudaun merupakan salah satu penularan yang efektif. Lebih dari 80 spesies kutudaun (Hemiptera: Aphididae) dapat menjadi vektor CMV diantaranya yaitu Myzus persicae dan Aphis gossypii. Kedua serangga vektor tersebut dapat menularkan virus secara nonpersisten dengan tingkat penularan yang tinggi, sehingga tingkat infeksi di lapangan mengalami peningkatan (Zitter dan Murphy 2009). Tanaman yang terinfeksi CMV dapat menunjukkan reaksi yang berbedabeda. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tanaman dalam mempertahankan fungsinya melalui mekanisme pertahanan struktural dan biokimia yang dapat menekan serangan patogen (Agrios 2005). Sifat ketahanan tanaman terhadap patogen dipengaruhi oleh faktor genetik, morfologi, dan ekologi (Hardi dan Darwiati 2007). Menurut Diyansyah (2012), lima varetas semangka yang terinfeksi CMV menunjukkan hambatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan setiap tanaman yang terinfeksi memiliki respons ketahanan yang berbeda yang dikelompokkan menjadi tanaman tahan, toleran, dan rentan. Diagnosis virus dapat dilakukan melalui uji biologi atau bioassay, pengamatan partikel virus dengan mikroskop elektron, deteksi protein dengan uji serologi, dan deteksi asam nukleat dengan PCR (polymerase chain reaction). Deteksi virus yang banyak digunakan adalah uji serologi, salah satunya ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). Uji serologi merupakan pengujian yang mengkombinasi virus sebagai antigen dengan antiserum (Djikstra dan De Jegger 1998). Pengembangan kultivar mentimun sudah banyak dilakukan oleh berbagai produsen benih, namun kultivar tersebut belum diketahui sifat ketahanannya terhadap infeksi CMV. Penggunaan kultivar tahan merupakan cara pengendalian yang mempunyai kelebihan dibandingkan pengendalian secara kimiawi (Suryaningsih 2008). Kultivar yang tahan dapat dijadikan sebagai tetua dalam pemuliaan tanaman sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kultivar unggul. Kultivar mentimun baru yang dikembangkan diharapkan memiliki produktivitas yang tinggi, kualitas yang baik, tahan virus, dan sifat-sifat unggul lainnya. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan mengetahui tingkat ketahanan sepuluh kultivar mentimun komersial (Cucumis sativus L.) terhadap infeksi Cucumber mosaic virus. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kultivar mentimun yang tahan dan rentan terhadap infeksi CMV. Kultivar mentimun tahan dan toleran dapat dijadikan sebagai tetua (F1) dalam upaya pemuliaan tanaman serta menjadi informasi bagi petani untuk memilih kultivar yang tahan/toleran dalam upaya budidaya mentimun. 3 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departeman Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai Juli 2015. Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum CMV Isolat CMV yang digunakan merupakan koleksi laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Isolat tersebut diperbanyak pada tanaman mentimun kultivar Passeo dan Bella (F1) yang diinokulasi secara mekanis. Cairan perasan tanaman sakit ditularkan pada tanaman mentimun yang berumur 10 hari setelah tanam (HST). Tanaman yang telah diinokulasi dipelihara sampai gejala muncul dan siap untuk dijadikan inokulum. Inokulasi Mekanis Sebanyak 0.5 gram daun mentimun sakit digerus menggunakan mortar dan pistil steril bersama bufer fosfat pH 7.0 dengan perbandingan 1:10 (b/v) yang mengandung 1% β-mercaptoetanol. Inokulasi dilakukan pada kedua kotiledon yang telah membuka yang sebelumnya telah ditaburi karborundum 600 mesh, kemudian sap tanaman sakit dioleskan pada permukaan kotiledon. Setelah diinokulasi bagian tanaman dibilas dengan akuabides. Inokulasi mekanis dilakukan pada 10 HST. Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Uji Pengujian ketahanan tanaman dilakukan terhadap 10 kultivar mentimun. Masing-masing kultivar ditanam sebanyak 10 tanaman sebagai ulangan perlakuan dan 10 tanaman ulangan kontrol. Kultivar yang diuji yaitu Bella F1, Bandana F1 dan Wulan F1 (PT. East West Seed), Bungas F1 (Garuda Seed), Yupiter dan Purbaya F1 (PT. Prabu Agro Mandiri), Rio F1 (Pangan Agri Lestari), Daria (CV. Surya Gemilang), Timun jepang F1 dan Mentimun si Putih F1 (PT. BISI Indonesia). Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah, pupuk kandang dan sekam dengan perbandingan 1:1:1 (b/b). Polybag yang digunakan berukuran 30 cm x 35 cm yang diisi media tanam sebanyak ¾ bagian. Benih ditanam dengan kedalaman 2 cm dan ditanam sebanyak 3 benih per lubang tanam. Tanaman mentimun yang telah berumur 1 minggu setelah tanam (MST) dipilih satu tanaman yang pertumbuhannya paling baik. Pupuk NPK mutiara 15:15:15 diberikan pada umur tanaman 2, 4, 6, 8 MST. Tanaman dipelihara di rumah kaca. Peubah Pengamatan Peubah yang diamati adalah waktu inkubasi, tipe gejala, insidensi penyakit, keparahan penyakit, indeks keparahan penyakit, dan titer CMV. Peubah agronomi yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, masa berbunga, jumlah bunga 4 mekar, dan bobot kering tanaman. Titer virus dideteksi secara serologi menggunakan antiserum spesifik CMV (DSMZ) dengan metode DAS-ELISA. Pengamatan waktu inkubasi dimulai dari satu hari setelah inokulasi (HSI) sampai tanaman menimbulkan gejala. Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dihitung sampai 4 minggu setalah inokulasi (MSI). Sedangkan masa berbunga dan jumlah berbunga dihitung sampai 4 minggu setelah berbunga (8 MSI). Insidensi penyakit (IP) dihitung pada minggu ke 4 setelah inokulasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Yaitu, n adalah jumlah tanaman bergejala; dan N adalah jumlah tanaman yang diamati. Insidensi penyakit untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala dikonfirmasi secara serologi dengan metode DIBA (dot blot immunobinding assay) yang dilakukan dengan protokol yang digunakan oleh Asniwita (2013). Keparahan penyakit dihitung setiap minggu sampai 4 MSI dengan ketentuan skala keparahan yang dikembangkan oleh Ntui et al. (2014) sebagai berikut (Gambar 1). Skor 0 = Tanaman tidak bergejala Skor 1 = Gejala mosaik ringan (<25% dari luas daun) Skor 2 = Gejala mosaik kuning, malformasi (26%-50% dari luas daun) Skor 3 = Gejala mosaik berat (50%-75% dari luas daun) Skor 4 = Gejala mosaik sangat berat (Infeksi ˃76%) Indeks keparahan penyakit (IKP) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: ( ) Tanaman dengan IKP 0.0 dikategorikan memiliki imunitas yang baik, IKP < 2.5 dikategorikan sebagai tahan, IKP 2.6-5.0 dikategorikan sebagai toleran, IKP 5.1-7.5 dikategorikan sebagai rentan dan tanaman dengan IKP > 7.6 dikategorikan sebagai sangat rentan (Ntui et al. 2014). c a d e b Gambar 1 Skor keparahan penyakit: a. skor 0, b. skor 1, c. skor 2, d skor 3, e skor 4 Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 kultivar sebagai perlakuan dan masing-masing 10 tanaman tiap kultivar sebagai ulangan. Deteksi Serologi CMV Dot Blot Immunobinding Assay (DIBA). DIBA dilakukan untuk konfirmasi insidensi penyakit tanaman yang tidak bergejala dengan metode seperti yang dilakukan oleh Asniwita (2013). Masing-masing sampel digerus dalam tris buffer saline (TBS: Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15 M) pH 7.5 dengan perbandingan 1:10 (b/v). Cairan perasan tanaman sampel selanjutnya diblotkan 5 pada membran nitrocelulosa sebanyak 2 μl. Tetesan sampel yang telah kering pada membran direndam di dalam 30 ml larutan non fat milk yang dilarutkan dalam TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%. Membran kemudian diinkubasi pada suhu ruang dan dishaker dengan kecepatan 50 rpm selama 1 jam menggunakan EYELA multi shaker. Membran dicuci 3 kali dengan dH2O, tiap pencucian berlangsung 5 menit sambil dishaker dengan kecepatan 100 rpm. Kemudian membran direndam dalam TBS yang mengandung konjugat antiserum kedua dengan perbandingan 1:1000 ditambah non fat milk dengan konsentrasi akhir 2%. Kemudian membran diinkubasi selama 2 jam sambil dishaker dengan kecepatan 50 rpm. Membran selanjutnya dicuci 5 kali dengan TBST dan dicuci 1 kali menggunakan bufer AP tiap pencucian berlangsung 5 menit sambil dishaker. Reaksi pewarnaan dilakukan dengan melarutkan 22.5 µl nitro blue tetrazolium (NBT) dan 17.5 µl bromo chloro indolyphosphate (BCIP) dalam 5 ml bufer alkaline phosphate (Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M, MgCl2 5 mM) pH 9.6. Bila reaksi positif akan terjadi perubahan warna putih menjadi ungu pada membran nitrocelulosa yang telah ditetesi cairan tanaman dan reaksi dapat dihentikan dengan merendam membran dalam dH2O. Double Antibody Sandwich ELISA (DAS-ELISA). Sampel daun diambil pada umur 4 MSI dan dideteksi secara serologi untuk mengetahui perbedaan titer virus masing-masing kultivar mentimun menggunakan antiserum CMV dengan metode DAS-ELISA sesuai dengan protokol yang dibuat oleh produsen antiserum (DSMZ) dengan modifikasi minor berupa reaksi blocking setelah coating antiserum pertama. Antiserum pertama disiapkan dan dicampurkan dengan buffer coating pH 9.6 (1.59 g Na2CO3, 2.93 g NaHCO3, 0.20 g NaN3 dalam 1000 ml air destilata) dengan perbandingan 1:1000. Kemudian 100 µl antiserum pertama dimasukkan ke dalam plat mikrotiter. Plat diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selanjutnya antiserum pada plat dibuang dan dicuci dengan PBST (phosphate buffer saline tween) (NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g, KCl 0.2 g, 0.2 g NaN3, air destilata 1000 ml + Tween 20 0.5 ml) sebanyak 8 kali. Kemudian plat mikrotiter diberi larutan blocking masing-masing 100 µl (2% skim milk yang dilarutkan dalam PBST) dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Antigen disiapkan dengan menggerus tanaman mentimun yang sakit dengan sample extraction buffer [PBST + 2% PVP (Serva PVP-40 polyvinyl pyrrolidone)] pH 7.4, dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sumuran ELISA diisi dengan 100 µl antigen, lalu diinkubasikan selama semalam pada suhu 4 oC. Antigen kemudian dibuang dan dicuci dengan PBST sebanyak 8 kali. Antiserum kedua dicampurkan ke dalam conjugate buffer [PBST + 2 % PVP + 0.2 % egg albumin (Sigma A-5253)] dengan perbandingan 1:1000, kemudian sebanyak 100 µl dimasukkan kedalam plat mikrotiter. Plat diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selanjutnya antiserum kedua pada plat dibuang dan plat dicuci dengan PBST sebanyak 8 kali. Reaksi pewarnaan dilakukan dengan melarutkan PNP 5 mg (1 tablet PNP) dalam 5 ml substrate buffer (97 ml diethanolamine, 900 ml H2O, 0.2 g NaN3) [1 mg/ ml]. Sebanyak 100 µl substrat ke dalam plat mikrotiter dan diinkubasi selama 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna kuning pada plat akan terlihat jika antigen positif dideteksi oleh antiserum. Kuantifikasi hasil ELISA dibaca dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm setiap interval 15 6 menit sampai 90 menit. Pengujian dikatakan positif jika nilai absorbnsi ELISA (NAE) sampel uji besarnya 2 kali NAE kontrol negatif ELISA (tanaman sehat). Tingkat ketahanan tanaman mentimun terhadap CMV dapat ditentukan menggunakan NAE ELISA hasil DAS ELISA. NAE merupakan gambaran kuantitatif virus yang menginfeksi tanaman. Kategori ketahanan tanaman terhadap infeksi mosaik dapat digolongkan memiliki tahan jika NAE < 2 kali kontrol negatif (-), toleran jika NAE 2 ≤ x ≤ 5 kali NAE kontrol negatif (+), rentan jika NAE 5 < x ≤ 8 kali NAE kontrol negatif (++) dan sangat rentan jika NAE > 8 kali NAE kontrol negatif (+++). Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Data diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 16.0. Perlakuan yang menunjukkan adanya pengaruh nyata kemudian diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5 %. 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Inokulasi CMV terhadap Waktu Inkubasi, Insidensi Penyakit dan Tipe Gejala Waktu Inkubasi. Berdasarkan hasil pengamatan waktu inkubasi dan gejala yang muncul berbeda-beda tergantung kultivar. Waktu inkubasi merupakan interval waktu dari mulai inokulasi hingga munculnya gejala pertama (Agrios 2005). Gejala yang muncul pertama kali terlihat pada kultivar Daria dengan ratarata waktu inkubasi 4.1 hari setelah inokulasi (HSI), sedangkan waktu inkubasi yang paling lama yaitu pada kultivar Si Putih F1 dengan rata-rata waktu inkubasi 6.4 HSI. Kultivar mentimun lain yang diinokulasi CMV menunjukkan waktu inkubasi rata-rata yang berbeda dengan selang waktui antara ± 4 sampai 6 HSI (Tabel 1). Insidensi Penyakit. CMV dapat menginfeksi hampir seluruh tanaman mentimun yang diinokulasi secara mekanis. Insidensi penyakit pada semua kultivar uji sebesar 100% kecuali pada kultivar Si Putih sebesar 90% (Tabel 1; Lampiran 1). Tabel 1 Pengaruh infeksi CMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakit dan tipe gejala Rata-rata periode Insidensi Kultivar Tipe gejala2 1 inkubasi (Hari) penyakit (%) Bandana F1 4.6 10/10 (100) Vc Bella F1 4.3 10/10 (100) Bk, Mk Bungas F1 6.2 10/10 (100) Bk Daria 4.1 10/10 (100) Mk, Vb, Vc Jepang F1 4.5 10/10 (100) Mn, Vc Purbaya F1 5.0 10/10 (100) Vb,Mf Rio F1 5.1 10/10 (100) Mf Si Putih 6.4 9/10 (90) Mn Wulan F1 4.8 10/10 (100) Vb Yupiter 4.9 10/10 (100) Mk, Vb, Vc 1 n/N: jumlah tanaman terinfeksi/jumlah tanaman uji, 2Bk: Bercak klorosis, Mf: Malformasi daun, Mr: Mosaik ringan, Mk: Mosaik hijau-kuning, Vb: Vein banding, Vc: Vein clearing Tipe Gejala. Gejala dominan yang muncul akibat infeksi CMV yaitu malformasi daun, mosaik ringan, mosaik hijau kuning, vein banding (penebalan tulang daun), vein clearing (pemucatan tulang daun) (Gambar 2c-l). Gejala pertama kali muncul pada daun mentimun yang paling muda berupa bercak klorosis dan penebalan tulang daun. Gejala tersebut kemudian berkembang menjadi bercak hijau muda dan kuning atau hijau muda dan hijau tua (mosaik). Bentuk daun tanaman yang terinfeksi CMV menjadi tidak normal bila dibandingkan dengan daun yang sehat. Sebagian besar kultivar mentimun uji mengalami malformasi daun, tulang daun mengkerut sehingga permukaan daun menjadi tidak rata (Gambar 2). 8 a. b. c. d. e. f. g. h. i.i. j. k. l. Gambar 2 Gejala infeksi CMV yang dominan pada tiap kultivar. a. Kontrol sehat, b. inokulum, c. Bandana F1, d. Bella F1, e. Bungas F1, f. Daria g. Jepang F1, h. Purbaya F1, i. Rio F1, j. Si Putih, k. Wulan F1, l. Yupiter F1. Bercak klorosis (e), Mosaik hijau kuning (f, i, l), Mosaik ringan (c, d, e, g, j), Mosaik dan Malformasi (b-d, I, k-l), Vein banding (f), Vein clearing (c, g). Pengaruh Infeksi CMV terhadap Keparahan Penyakit, Indeks Keparahan Penyakit dan Akumulasi Virus Keparahan Penyakit. Skor keparahan penyakit pada kultivar uji berkisar antara 1.59 sampai 3.30. Tingkat keparahan penyakit tertinggi setiap kultivar berada pada 3 minggu setelah inokulasi (MSI). Keparahan kultivar Daria berbeda nyata terhadap keparahan penyakit kultivar Si putih, Bungas F1, Bandana F1, dan Jepang F1 (Tabel 2). Indeks Keparahan Penyakit. Berdasarkan skala indeks keparahan penyakit menunjukkan bahwa kultivar Si Putih dan Bungas F1 termasuk kultivar yang tahan (IKP < 2.5), kultivar Bandana F1, Bella F1, dan Jepang F1 termasuk kultivar toleran (2.6 < IKP < 5.0), kultivar Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1 dan Yupiter termasuk kultivar yang rentan (5.1 < IKP < 7.5) dan kultivar Daria merupakan kultivar yang sangat rentan (IKP > 7.6) (Tabel 2). Akumulasi Virus. Akumulasi virus pada umur 4 MSI menunjukkan bahwa sampel positif CMV pada seluruh perlakuan (Tabel 2; Lampiran 2). Hal tersebut 9 terlihat dari NAE sampel yang berkisar antara 0.736 sampai 0.956 dengan ratio NAE yang mencapai 4.8 pada kultivar Bungas F1 dan Jepang F1 sampai 6.3 kali kontrol negatif pada kultivar Daria. Tabel 2 Pengaruh infeksi CMV terhadap keparahan penyakit, indeks penyakit, dan akumulasi virus Ratio Keparahan penyakit1 Indeks NAE1 NAE Kultivar (Rata-rata ± S/NAE (Rata-rata ± Stdev) penyakit Stdev) K(-) K (-)2 0.153 K (+)3 0.560 Bandana F1 2.20 ± 0.53 ab 3.8 0.790 ± 0.102 ab 5.1 Bella F1 2.60 ± 0.74 bc 3.9 0.802 ± 0.136 ab 5.2 Bungas F1 1.63 ± 0.52 a 2.4 0.742 ± 0.044 a 4.8 Daria 3.30 ± 0.67 c 9.5 0.956 ± 0.040 d 6.3 Jepang F1 2.10 ± 0.53 ab 3.8 0.736 ± 0.159 a 4.8 Purbaya F1 2.70 ± 0.76 bc 5.3 0.824 ± 0.178 bc 5.4 Rio F1 2.80 ± 0.63 abc 5.6 0.821 ± 0.140 bc 5.4 Si Putih 1.59 ± 0.52 a 2.3 0.778 ± 0.130 a 5.0 Wulan F1 2.90 ± 0.67 abc 5.9 0.853 ± 0.139 bc 5.6 Yupiter 2.90 ± 0.63 c 7.4 0.898 ± 0.120 cd 5.9 1 Angka pada lajur yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. 2Kontrol negatif ELISA, uji positif jika NAE ≥ 0.306. 3 Kontrol positif ELISA Pengaruh Infeksi CMV terhadap Pertumbuhan Tanaman Secara umum infeksi CMV dapat menghambat pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun, masa berbunga, jumlah bunga mekar dan bobot kering. Tinggi Tanaman. Tanaman mentimun yang terinfeksi CMV mengalami gangguan proses pertumbuhan. Tanaman menjadi nyata lebih pendek dibandingkan dengan kontrol pada 2 sampai 4 MSI. Penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman perlakuan mulai terlihat pada saat 2 MSI. Tanaman yang terinfeksi CMV nyata lebih pendek pada semua kultivar. Peningkatan penghambatan tinggi terjadi pada 2-3 MSI dan mengalami penurunan penghambatan pada 3-4 MSI kecuali kultivar Yupiter dan Daria. Persentase rata-rata hambatan berkisar antara 33.44% sampai 55.59%, dengan persentase penghambatan tertinggi terjadi pada kultivar Daria dan rata-rata hambatan terendah terjadi pada mentimun kultivar Si Putih Penghambatan tinggi kultivar Daria berbeda nyata dengan kultivar lainnya (Gambar 3, 4 dan Lampiran 3). a. Tinggi Tanaman (cm) 10 250 Inokulasi 2 MSI Kontrol 200 150 100 50 gh bcd abc gh efg h ab de ef a abc fg gh abc h cde gh abc fg ab 0 Ban Bl Bg Dr Jp Pr Ri Sp Wul Yup de de 4 MSI Tinggi Tanaman (cm) b. 250 g g 200 f ef 150 bc 100 cd ab a f ef de de bc ab c ab ab a Wul Yup 50 0 Ban Bl Bg Dr Jp Pr Ri Sp Kultivar Gambar 3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI (a) dan 4 MSI (b). Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdsarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar BanBandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, PrPurbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter. Gambar 4 Pertumbuhan tinggi tanaman kontrol (-) dan tanaman perlakuan (+) pada 3 MSI. a. Bandana F1, b. Bella F1, c. Bungas F1, d. Daria, e. Jepang F1, f. Purbaya F1, g. Rio F1, h. Si Putih, i. Wulan F1, j. Yupiter F1. Panah menunjukkan tinggi tanaman saat diamati. 11 Jumlah Daun. Jumlah daun tanaman sehat (kontrol) berbeda nyata lebih banyak dibandingkan dengan tanaman sakit. Rata-rata jumlah daun tanaman kontrol berkisar antara 20.1 sampai 24.5 sedangkan rata-rata jumlah daun tanaman terinfeksi CMV berkisar antara 13.7 sampai 17.1. Kultivar Purbaya F1 memiliki rata-rata jumlah daun paling banyak pada tanaman kontrol, sedangkan rata-rata jumlah daun paling sedikit pada tanaman yang diinokulasi adalah kultivar Daria sebesar 13.7 (Gambar 5; Lampiran 4). Jumlah Daun 30 25 20 e de b b cde ab cd b de cde c ab a 15 Inokulasi e ab ab Kontrol cde cde ab ab Wul Yup 10 5 0 Ban Bl Bg Dr Jp Pr Ri Sp Kultivar Gambar 5 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter. Pengaruh Infeksi CMV terhadap Masa Berbunga dan Jumlah Bunga Mekar. Masa Berbunga. Infeksi CMV pada semua kultivar uji menjadikan masa berbunga lebih lama dibandingkan kontrol. Kultivar Daria memiliki tingkat hambatan relatif masa berbunga terbesar sebesar 33.52% sedangkan kultivar Bungas F1 memiliki tingkat hambatan relatif masa berbunga terkecil sebesar 14.01% (Gambar 6; Lampiran 5). Inokulasi Masa Berbunga (HST) 50 40 30 c d bc a b a a c a c bc a a c c b a Kontrol a a a Wul Yup 20 10 0 Ban Bl Bg Dr Jp Pr Ri Sp Kultivar Gambar 6 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter. Jumlah Bunga Mekar. Jumlah bunga mekar tanaman yang terinfeksi CMV berbeda nyata lebih sedikit dengan tanaman kontrol pada seluruh kultivar uji. Jumlah bunga mekar yang terinfeksi CMV berkisar antara 21.50 pada kultivar Daria sampai 33.50 pada kultivar Si Putih F1 (Gambar 7; Lampiran 6). 12 Inokulasi Jumlah Bunga Mekar 70 60 j ij 50 40 ij hi hi Kontrol gh gh ef d cd bcd 30 cd abc a gh fg de cd abc ab 20 10 0 Ban Bl Bg Dr Jp Pr Ri Sp Wul Yup Kultivar Gambar 7 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter. Pengaruh Infeksi CMV terhadap Bobot Kering Tanaman Infeksi CMV pada kultivar mentimun uji dapat mengurangi bobot kering tanaman. Bobot kering terinfeksi CMV nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman sehat. Bobot kering tanaman terinfeksi CMV berkisar antara 2.47-6.31 gram sedangkan bobot kering tanaman sehat berkisar antara 7.08-11.82 gram. Kultivar Daria terinfeksi CMV memiliki bobot kering paling rendah dengan tingkat hambatan relatif paling besar (Gambar 8; Lampiran 7). Bobot kering merupakan biomassa total yang dianggap sebagai manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh tanaman. Menurut Gardner et al. (1991), mengetahui bobot pada tanaman merupakan hal yang penting. Bobot kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk bobot kering. Inokulasi Bobot Kering (g) 16 fg 8 h h 12 g fg bcde defg bc ab 4 Kontrol efg defg abc bcd fg efg cdef abc ab a ab 0 Ban Bl Bg Dr Jp Pr Ri Sp Wul Yup Kultivar Gambar 8 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun. Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%. Kultivar Ban-Bandana F1, Bl-Bella F1, Bg-Bungas F1, Dr-Daria, Jp-Jepang F1, Pr-Purbaya F1, Ri-Rio F1, Sp-Si Putih, Wul-Wulan F1, Yup-Yupiter. 13 Respons Sepuluh Kultivar Mentimun terhadap CMV Respons ketahanan dari sepuluh kultivar mentimun yang diuji berbeda-beda. Respons tanaman mentimun uji terhadap infeksi CMV dikelompokkan menjadi tahan, toleran, rentan dan sangat rentan. Pengelompokan ketahanan tanaman berdasarkan IKP, kultivar Si Putih dan Bungas F1 tergolong tahan, kultivar Bandana F1, Bella F1, dan Jepang F1 tergolong toleran, kultivar Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1 dan Yupiter tergolong rentan, sedangkan kultivar Daria sangat rentan terhadap infeksi CMV. Namun berdasarkan parameter pengamatan dan rasio NAE sampel uji dan NAE kontrol sehat kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1 dan Si Putih toleran sedangkan kultivar Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1, dan Yupiter rentan terhadap infeksi CMV (Tabel 2 dan 3). Hal ini menunjukkan bahwa IKP tidak berkorelasi positif dengan NAE. Ekspresi gejala yang lebih ringan (skor keparahan rendah) tidak menggambarkan penghambatan proses replikasi virus. 14 Tabel 3 Respons ketahanan sepuluh kultivar mentimun terhadap infeksi CMV Persentase Jumlah Bobot Periode Jumlah Insidensi Kultivar penghambatan bunga kering inkubasi Daun penyakit pertumbuhan mekar tanaman Bandana ++ ++ ++ +++ ++ +++ Bella F1 +++ ++ +++ +++ ++ +++ Bungas F1 + ++ ++ +++ ++ +++ Daria +++ +++ +++ +++ +++ +++ Jepang F1 +++ ++ ++ +++ ++ +++ Purbaya F1 ++ ++ +++ +++ +++ +++ Rio F1 ++ ++ ++ +++ +++ +++ Si Putih + ++ ++ +++ ++ +++ Wulan F1 ++ ++ ++ +++ +++ +++ Yupiter ++ ++ +++ +++ +++ +++ Keterangan: Periode inkubasi + Persentase penghambatan pertumbuhan dan penurunan bobot Jumlah daun Jumlah bunga mekar Insidensi penyakit : rata-rata gejala muncul pada > hari ke-5.6 ++ : rata-rata gejala muncul pada hari ke- 4.6-5.5 +++ : rata-rata gejala muncul pada < hari ke-4.5 : tidak terjadi penghambatan dan penurunan bobot + : penghambatan dan penurunan bobot berkisar 0-20% ++ : penghambatan dan penurunan bobot berkisar 20-50% +++ : penghambatan dan penurunan bobot > 50% + : tidak berbeda nyata penurunan jumlah daun dengan kontrol ++ : berbeda nyata penurunan jumlah daun dengan kontrol +++ : sangat berbeda nyata penurunan jumlah daun dengan kontrol + : tidak berbeda nyata penurunan jumlah bunga mekar dengan kontrol ++ : berbeda nyata penurunan jumlah bunga mekar dengan kontrol +++ : sangat berbeda nyata penurunan jumlah bunga mekar dengan kontrol + : persentase insidensi penyakit 0-20% ++ : persentase insidensi penyakit 20-50% +++ : presentase insidensi Penyakit > 50% Keparahan penyakit ++ ++ + +++ ++ ++ ++ + ++ ++ Indeks keparahan penyakit Keparahan penyakit Ratio NAE S/NAE K(-) Indeks Ratio NAE Keparahan penyakit S/ K(-) ++ ++ + ++++ ++ +++ +++ + +++ +++ ++ ++ + +++ + ++ ++ + ++ ++ + ++ +++ ++++ + ++ +++ + ++ +++ Respons berdasarkan NAE S/K(-) Toleran Toleran Toleran Rentan Toleran Rentan Rentan Toleran Rentan Rentan : indeks penyakit < 2.5 : indeks penyakit 2.6-5 : indeks penyakit 5.1-7.5 : indeks penyakit > 7.6 : rata-rata keparahan 1.0-2.0 : rata-rata keparahan 2.0-3.0 : rata-rata keparahan > 3.0 : NAE 2 ≤ x ≤ 5 kali K(-) : NAE 5 < x ≤ 8 kali K(-) : NAE > 8 kali K(-) 15 Pembahasan Umum Penularan CMV dapat dilakukan dengan cara inokulasi mekanis (Agrios 2005). Penularan virus secara mekanis pada tanaman memberikan hasil yang optimal dan menunjukkan gejala sesuai karakteristik virus tersebut. Keberhasilan inokulasi dipengaruhi oleh faktor genetik (perbedaan jenis dan jumlah gen), konsentrasi virus (kandungan virus dalam sap dan sumber inokulum yang digunakan) dan lingkungan (cahaya, hara, kelembapan dan suhu). Keberhasilan inokulasi dapat dilihat melalui waktu inkubasi. Waktu inkubasi berkaitan erat dengan kemampuan virus menyebar didalam tanaman sampai menunjukkan gejala. Semakin cepat proses perkembangan dan penyebaran virus dalam sel tanaman, maka gejala sistemik muncul semakin cepat dan tingkat keparahannya semakin tinggi (Hull 2002). Secara umum, mekanisme virus menginfeksi tanaman melalui sel epidermis tanaman menuju plasmodesmata. Virus menyebar ke sel-sel inang dan dibawa oleh jaringan pengangkut secara pasif menuju daun muda (Agrios 2005). Menurut Hadiastono (2010), pergerakan dan penyebaran virus di dalam tanaman akan terjadi apabila ada kompatibilitas antara virus dan inang yang dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan yang mendukung. Menurut Zitter dan Murphy (2009), tipe gejala infeksi CMV adalah mosaik hijau kuning, penebalan tulang daun (vein banding), daun mengalami penyempitan ukuran (malformasi), distorsi buah serta tanaman menjadi kerdil. Pada penelitian ini, gejala yang muncul pada tanaman perlakuan berupa mosaik ringan hingga berat dengan tipe gejala mosaik hijau muda hijau tua, mosaik kuning, bercak klorosis, pemucatan tulang daun (vein clearing) dan vein banding. Variasi gejala terjadi sebagai respon tanaman yang dipengaruhi oleh tingkat kerentanan atau genotip setiap tanaman (Matthews 1991). Area daun yang terinfeksi virus biasanya berwarna hijau pucat atau kekuningan karena berkurangnya produksi klorofil sehingga tanaman mengalami penurunan aktifitas fotosintesis (Walkey 1991). Penurunan produksi hormon tumbuh disertai dengan penurunan jumlah klorofil merupakan pengaruh umum infeksi virus (Agrios 2005). Menurut Hemida (2005) dan Hull (2002), tanaman yang terinfeksi virus akan mengalami penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid dan kehilangan kemampuan untuk menghasilkan senyawa antara (fosforilase) termasuk asam organik, gula, asam amino, dan protein yang berperan untuk menghasilkan senyawa yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penurunan persentase senyawa tersebut pada tanaman yang terinfeksi virus dapat menyebabkan gejala yang lebih parah sehingga akan meningkatkan skor keparahan penyakit. Infeksi CMV secara umum menghambat semua parameter agronomi secara nyata dibandingkan dengan kontrol pada pengujian di rumah kaca. Menurut Agrios (2005), infeksi virus dapat menurunkan kadar hormon dan merangsang sintesis zat biokimia yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan pembentukan bunga. Masa berbunga tanaman terinfeksi CMV nyata lebih lama dibandingkan dengan kontrol (Gambar 6; Lampiran 5). Infeksi virus di lapangan menyebabkan masa berbunga terlambat dan jumlah bunga menurun (Mayasari 2006; Diyansyah 2012; Susetio 2014). Terhambatnya pertumbuhan tanaman, jumlah daun, jumlah bunga mekar, dan bobot kering yang nyata lebih rendah 16 pada tanaman perlakuan dibandingkan tanaman kontrol menunjukkan adanya gangguan fisiologis akibat infeksi CMV (Lampiran 3-7). Infeksi virus dapat mengurangi pertumbuhan tanaman dan berpengaruh terhadap produksi biomassa tanaman (Zhang et al. 2001). Guswanto et al. (2004) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara keparahan penyakit dengan nilai absorbansi yang mencerminkan konsentrasi virus. Namun pada penelitian ini, skor keparahan tidak berkorelasi positif dengan titer virus. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan (suhu dan kelembapan) yang tidak mendukung ekpresi gejala; IKP rendah namun titer virus cukup tinggi terutama pada kultivar Si Putih dan Bungas F1 (Tabel 2). Suhu rata-rata rumah kaca pada bulan Mei-Juli 2015 berkisar antara 30.6 sampai 33.8 oC dan kelembapan rata-rata berkisar antara 50.3 sampai 60.5 % (Lampiran 8). Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman mentimun berkisar 21.1 sampai 26.7 oC dan kelembapan optimal 80 sampai 85 % (Sumpena 2005). Hal ini mengakibatkan tanaman perlakuan menunjukkan gejala berkedok (masking). Suhu dan kelembapan di rumah kaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dan kelembapan alami dapat mempengaruhi ekspresi gejala (Saitoh et al. 1998). Cekaman suhu dapat menghambat translokasi virus namun proses replikasi virus di dalam sel tanaman tidak terhambat (Saitoh et al. 1998; Wahyuni 2005). Menurut Chellappan et al. (2005) bahwa keparahan gejala virus pada ubi kayu berkurang ketika terjadi peningkatan suhu dari 25 ke 30 oC. Gejala CMV pada tanaman akan berkembang optimal pada suhu rata-rata yang lebih rendah (Taufik et al. 2013). Sifat ketahanan tanaman terhadap patogen dipengaruhi oleh faktor genetik, morfologi dan ekologi (Hardi dan Darwiati 2007). Seluruh tanaman mentimun yang diamati memiliki kesamaan morfologi dan ekologi, sehingga perbedaan ekspresi gejala diduga karena adanya faktor genetik yang berbeda. Namun, faktor lingkungan yang tidak optimal menyebabkan semua tanaman lebih stres sehingga pada kultivar tertentu mampu menekan keparahan penyakit namun kurang mampu menghambat replikasi virus. Kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, dan Si Putih memiliki skor keparahan penyakit dan IKP yang rendah dibandingkan dengan kultivar lain, namun rasio NAE tetap tinggi. Hal tersebut menggambarkan respons ketahanan terhadap cekaman patogen, suhu dan kelembapan yang tidak optimal. Menurut Saitoh et al. (1998), cekaman suhu dapat mengurangi ketahanan horizontal (ketahanan yang dikendalikan oleh gen resesif) dan menghilangkan ketahanan vertikal tanaman (ketahanan yang dikendalikan oleh gen dominan). Sistem pertahanan tumbuhan sangat bergantung pada interaksi inang, patogen dan lingkungan (Agrios 2005). Variasi kerentanan kultivar tanaman terhadap patogen dipengaruhi oleh perbedaan jenis dan jumlah gen ketahanan yang terdapat dalam masing-masing kultivar (Agrios 2005). Menurut Horison et al. (2007), genotip rentan memiliki aktivitas enzim peroksidase yang lebih tinggi dibandingkan genotip tahan terhadap CMV. Genotip rentan memiliki akumulasi asam salisilat dan enzim peroksidase yang tinggi dibandingkan genotip tahan dan berpengaruh terhadap tingginya konsentrasi virus pada tanaman rentan. Genotip yang rentan terhadap infeksi CMV secara fisiologis menyebabkan tanaman lebih tercekam karena gangguan metabolisme akibat cepatnya replikasi virus dalam 17 tanaman, sedangkan pada genotip tahan infeksi CMV menyebabkan cekaman lebih ringan. Galston dan Davies (1970) melaporkan bahwa selain peroksidase ada beberapa enzim yang terlibat dalam ketahanan berbagai spesies tanaman, seperti: fenil, alanin amonialiase, tirosin amonialiase, monofenolase, difenolase, difenol oksidase, dan polifenol oksidase. Perhitungan bobot tanaman pada penelitian ini hanya dilakukan pada bobot kering tanpa menghitung bobot basah tanaman. Hal ini karenakan adanya infestasi hama kutudaun Aphis craccivora pada seluruh tanaman kultivar uji di umur tanaman 7 MSI-8 MSI. Pertumbuhan suatu tanaman dapat diukur melalui berat kering dan laju pertumbuhan relatifnya. Berat kering tumbuhan berupa biomassa total dipandang sebagai manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tanaman. Berat kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk berat kering (Gardner et al. 1991). Hal ini menunjukkan pentingnya untuk mengetahui bobot tanaman. Kultivar tanaman dikatakan tahan apabila tanaman terinfeksi namun infeksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan kultivar dikatakan sangat rentan apabila tanaman terinfeksi virus dan menunjukkan respon penurunan yang sangat nyata dibandingkan dengan tanaman sehat (Matthew 1991). Respons inang yang rentan dicirikan oleh terjadinya waktu inkubasi yang singkat dan gejala yang jelas karena replikasi virus yang tinggi (Goldbach et al. 2003) dan terjadi pada kultivar Daria. Penggunaan kultivar tahan dan toleran merupakan salah satu cara pengendalian terhadap virus CMV. 18 SIMPULAN DAN SARAN Tanaman mentimun yang terinfeksi CMV menunjukkan gejala sistemik mosaik ringan hingga berat dengan tipe gejala mosaik hijau gelap terang, mosaik hijau kuning, bercak klorosis, dan malformasi daun. Infeksi CMV pada tiap kultivar tanaman mentimun uji mampu menghambat pertumbuhan tanaman. Kultivar tanaman mentimun yang terinfeksi CMV mengalami penurunan pertumbuhan pada tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga mekar dan bobot kering yang berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Indeks keparahan penyakit rendah tidak berkorelasi langsung dengan akumulasi virus yang tinggi. Berdasarkan parameter pengamatan, kultivar Bandana F1, Bella F1, Bungas F1, Jepang F1, dan Si Putih F1 toleran terhadap infeksi CMV, kultivar Daria, Purbaya F1, Rio F1, Wulan F1 dan Yupiter rentan terhadap infeksi CMV. Perlu dilakukan evaluasi ketahanan kultivar-kultivar mentimun di lapangan dan pada lokasi yang berbeda untuk mengetahui konsistensi hasil penelitian ini dan ketahanan tanaman dalam kondisi alami. 19 DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th edition. New York (US): Elsevier Academic Press. Asniwita, Hidayat SH, Suastika G, Sujiprihati S, Slamet S, Hayati I. 2013. Eksplorasi isolat lemah Chili veinal mottle virus pada tanaman cabai di Jambi, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Jurnal Hortikultura 22(2):181-186. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi mentimun tahun 2013 [Internet]. [diunduh 2014 Sept 10]. Tersedia pada: http:/www.bps.go.id Chelappan P, Vanitharani R, Ogbe F, Fauquet CM. 2005. Effect of temperature on geminivirus induced RNA silencing in plants. Journal Plant Physiology 138(4):1828-1841. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Statistik Hortikultura Tahun 2013 (Angka tetap). Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. 125p. Djikstra J, De Jegger CP. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston (US): Springer. Diyansyah B. 2012. Ketahanan lima varietas semangka (Citrullus vulgaris Schard) terhadap infeksi virus CMV (Cucumber mosaic virus) [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Febre F, Chad J, Costa C, Lecoq H, Desbiez C. 2010. Asymmetrical overinfection as a process of plant virus emergence. Journal of Theoretical Biology 265:377–388. Galston AW, Devies DJ. 1970. Control Mechanism in Plant Development. New Jersey (US): Prentice-Hall Inc. Gardner FP, Perace RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Goldbach R, Bucher E, Prins M. 2003. Resistance mechanisms to plant viruses: An overview. Plant Disease 92:207-212. Guswanto R, Taryono, Sumardiyono YB. 2004. Estimasi Aksi dan Jumlah Gen dalam Ketahanan Tanaman Tomat terhadap CMV. Jurnal Agrosains 17(3):339-346. Hadiastono T. 2010. Virologi Tumbuhan Dasar. Fakultas Pertanian. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Hardi TW, Darwiati W. 2007. Resistensi tanaman terhadap serangga hama. Jurnal Mitra Hutan Tanaman 2(1):15-21. Hemida SK. 2005. Effect of Bean yellow mosaic virus on physiological parameters of Vicia faba and Phaseolus vulgaris. International Journal of Agriculture and Biology 7(2):154-157. Horison C, Rustikawati, Sudarsono. 2007. Aktivitas peroksidse, skor elisa dan respon ketahanan 29 genotip cabai merah terhadap infeksi Cucumber mosaic virus (CMV). Akta Agrosia. 10(1):1-3. Hull R. 2002. Matthews’ Plant Virology. 4th edition. San Diego (US): Elsevier Academic Press. Jones R, Brenda C, Monica K. 2010. Cucumber mosaic virus in Lupins. Department of Agriculture and Food. Government of Western Australia. ISSN 0726-934X. 20 Jossey S, Babadoost M. 2008. Occurrence and distribution of pumpkin and squash viruses in Illinois. Plant Disease 92:61-68. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/ PDIS-92-1-0061. Mayasari WP. 2006. Ketahanan tujuh varietas melon terhadap Zucchini yellow mosaic potyvirus [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matthews REF. 1991. Plant Virology. San Fransisco (US): Academic Press. Ntui VO, Kong K, Azadi P, Khan RS, Chin DP, Igawa T, Mii M, Nakamura I. 2014. RNAi-mediated resistance to Cucumber mosaic virus (CMV) in genetically engineered tomato. American Journal of Plant Sciences 5:554572. Saitoh H, Saiga T, Ohki, Osaki. 1998. Systemic resistance in Cucumis figarei to some strains of Cucumber mosaic virus is breakable at high temperature. Journal Phytopathology. 64:194-197. Septariani DN, Hidayat SH, Nurhayati E. 2014. Identifikasi penyebab daun keriting kuning pada tanaman mentimun. Jurnal HPT Tropika 14(1):80-86. Siregar EBM. 2005. Uji virulensi isolat mosaik ketimun asal Sumatera Utara pada tanaman cabai. [Skripsi]. Medan (ID). Universitas Sumatera Utara. Smith KM. 1974. Plant Virus. 5th edition. New York (US): Champman and Hall Ltd. Sumpena U. 2005. Budidaya Mentimun Intensif. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Suryaningsih E. 2008. Pengendalian penyakit sayuran yang ditanam dengan sistem budidaya pada pertanian periurban. Jurnal Hortikultura 18(2):200211. Susetio H, Hidayat SH. 2014. Respons lima varietas kacang panjang terhadap Bean common mosaic virus. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10(4):112-118. DOI: 10.14692/jfi.10.4.112 Susilo KR, Diennazola R. 2012. Tanaman Sayur. Jakarta (ID): PT Agromedia Pustaka. Taufik M, Sarawa, Hasan A, Amelia K. 2013. Analisis pengaruh suhu dan kelembaban terhadap perkembangan penyakit Tobacco mosaic virus pada tanaman cabai. Jurnal Agroteknos 3(2):94-100. Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Walkey DGA. 1991. Applied Plant Virology. 2th edition. London (UK): Chapman and Hall. Zhang XS, Hoh J, Colvin J. 2001. Sinergism between plant viruses. A mathehatical analysis of the epidemological implipication. Plant Pathology 50:735-746. Zitter TA, Murphy JF. 2009. Cucumber mosaic virus. The Plant Health Instructor doi: 10.1094/PHI-I-2009-0518-01. 21 LAMPIRAN 22 23 Lampiran 1 Hasil deteksi DIBA setiap tanaman uji dengan antiserum spesifik CMV Kultivar Bandana F1 Bella F1 Bungas F1 Daria Jepang Purbaya F1 Rio F1 Si Putih Wulan F1 Yupiter 1 + + + + + + + + + + Konfirmasi insidensi penyakit ulangan ke-1 2 3 4 5 6 7 8 9 + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 10 + + + + + + + + + + Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 9 10 10 1 + tanaman terifeksi CMV; - tanaman tidak terinfeksi CMV Lampiran 2 Nilai absorbansi komposit tiap kultivar hasil deteksi DAS-ELISA Kultivar Bandana F1 Bella F1 Bungas F1 Daria Jepang Purbaya F1 Rio F1 Si Putih Wulan F1 Yupiter NAE sampel komposit 1 2 3 0.790 0.893 0.689 0.741 0.958 0.707 0.701 0.737 0.788 0.984 0.860 0.978 0.561 0.776 0.872 0.976 0.870 0.628 0.953 0.835 0.675 0.650 0.910 0.774 0.902 0.697 0.962 0.792 1.029 0.875 Rata-rata 0.790 0.802 0.742 0.940 0.736 0.824 0.821 0.778 0.853 0.898 24 Lampiran 3 Pengaruh infeksi CMV terhadap tinggi tanaman mentimun dari 1-4 MSI Kultivar Bandana F1 Bella F1 Bungas F1 Daria Jepang F1 Purbaya F1 Rio F1 Si Putih Wulan F1 Yupiter 1 Perlakuan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan Kontrol Inokulasi Hambatan 1 26.00 17.23 31.42 25.42 20.82 17.38 30.06 23.38 20.96 41.47 14.03 33.58 18.07 11.16 33.67 21.10 16.16 20.79 24.80 15.97 33.48 30.75 19.82 33.09 26.49 17.43 30.68 24.84 17.46 27.97 Pertumbuhan (cm) dan hambatan (%) tinggi pada minggu ke- setelah inokulasi1 2 3 4 abc 55.91 gh 101.90 h 158.30 ef abc 31.20 abc 53.20 bc 101.22 bc ab 41.21 ab 46.59 a 35.00 a abc 54.77 gh 102.85 h 163.61 f abc 32.85 bcd 52.05 bc 85.00 ab a 37.78 ab 48.60 a 46.46 a bcd 64.38 h 120.43 i 194.86 g abc 46.12 efg 68.02 de 117.70 cd ab 22.44 a 44.16 a 39.89 a d 41.23 de 76.97 ef 135.13 de ab 23.40 ab 34.00 a 60.01 a ab 42.00 ab 54.80 a 55.59 b abc 44.90 ef 92.46 gh 144.60 ef a 21.10 a 41.20 ab 78.77 ab b 52.32 b 55.07 a 44.14 a abc 51.22 fg 97.21 gh 164.73 f abc 31.00 abc 51.10 bc 97.66 bc ab 39.04 ab 47.11 a 39.52 a abc 55.60 gh 97.41 gh 140.40 de abc 29.40 abc 49.97 bc 86.64 ab ab 46.30 b 47.69 a 38.15 a cd 63.03 h 117.98 i 195.67 g abc 36.67 cde 57.80 cd 130.20 c ab 38.97 ab 50.24 a 33.45 a abc 55.16 gh 96.95 gh 139.80 de abc 30.00 abc 49.20 bc 80.03 ab ab 45.02 b 48.94 a 42.24 a abc 52.76 fg 84.73 fg 136.99 de abc 26.08 ab 44.12 abc 69.18 a ab 48.38 b 47.48 a 49.31 a Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%. 25 Lampiran 4 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah daun dan tingkat hambatan relatif Jumlah daun1 THR2 jumlah Kultivar Kontrol Inokulasi daun (%)1 Bandana F1 23.4 ± 1.1 de 16.9 ± 1.7 b 27.4 ± 10.1 a Bella F1 24.6 ± 1.8 e 17.1 ± 2.8 b 30.3 ± 11.7 a Bungas F1 22.5 ± 1.0 cde 16.3 ± 3.2 ab 27.8 ± 11.8 a Daria 21.6 ± 5.0 cd 13.7 ± 1.1 a 34.4 ± 11.9 a Jepang 20.1 ± 1.9 c 14.4 ± 3.2 ab 28.8 ± 11.5 a Purbaya F1 24.5 ± 3.3 e 17.0 ± 3.4 b 29.9 ± 14.5 a Rio F1 22.3 ± 2.6 cde 14.5 ± 2.8 ab 35.3 ± 7.0 a Si Putih 23.5 ± 3.2 de 15.7 ± 2.1 ab 35.5 ± 10.3 a Wulan F1 22.6 ± 3.7 cde 15.6 ± 2.4 ab 30.3 ± 9.9 a Yupiter 22.7 ± 3.3 cde 14.8 ± 2.5 ab 33.9 ± 12.0 a 1 Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif. Lampiran 5 Kultivar Bandana F1 Bella F1 Bungas F1 Daria Jepang F1 Purbaya F1 Rio F1 Si Putih Wulan F1 Yupiter 1 Pengaruh infeksi CMV terhadap masa berbunga dan tingkat hambatan relatif Masa berbunga (HST)1 Kontrol Inokulasi 29.30 ± 1.33 a 35.80 ± 1.31 28.40 ± 1.57 a 35.00 ± 1.49 29.70 ± 1.94 a 33.80 ± 2.14 29.30 ± 0.94 a 38.80 ± 0.91 29.10 ± 0.99 a 36.50 ± 2.23 29.10 ± 1.28 a 35.40 ± 2.79 28.30 ± 0.94 a 36.60 ± 1.71 28.20 ± 0.78 a 34.00 ± 2.60 28.00 ± 0.81 a 35.90 ± 1.96 28.60 ± 1.83 a 36.30 ± 3.05 THR2 masa berbunga (%)1 c 22.44 ± 7.84 bc bc 23.46 ± 6.31 bc b 14.01 ± 7.38 d d 35.52 ± 4.48 a c 25.62 ± 9.54 abc bc 21.66 ± 8.43 bc c 29.33 ± 4.33 ab b 20.72 ± 9.62 cd c 28.21 ± 5.93 abc c 27.23 ± 11.23 abc Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif. 26 Lampiran 6 Pengaruh infeksi CMV terhadap jumlah bunga mekar dan tingkat hambatan relatif Kultivar Bandana F1 Bella F1 Bungas F1 Daria Jepang F1 Purbaya F1 Rio F1 Si Putih Wulan F1 Yupiter Jumlah bunga mekar1 Kontrol Inokulasi 54.10 ± 4.43 ij 31.90 ± 7.53 51.30 ± 7.97 hi 29.70 ± 7.97 58.90 ± 6.77 j 32.80 ± 5.13 39.10 ± 5.70 ef 21.50 ± 3.80 51.80 ± 5.84 hi 26.70 ± 3.83 48.50 ± 10.53 gh 31.80 ± 6.19 47.70 ± 4.78 gh 31.80 ± 7.75 56.30 ± 11.03 ij 33.50 ± 6.02 44.00 ± 8.76 fg 24.30 ± 5.29 48.90 ± 7.18 gh 26.30 ± 3.86 d bcd cd a abc cd cd de ab abc THR2 jumlah bunga (%)1 40.72 ± 14.78 a 41.28 ± 10.41 a 43.53 ± 11.94 a 43.44 ± 14.76 a 47.81 ± 9.82 a 32.48 ± 15.22 a 33.09 ± 15.61 a 37.87 ± 17.64 a 41.03 ± 23.21 a 44.85 ± 13.70 a 1 Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif. Lampiran 7 Pengaruh infeksi CMV terhadap bobot kering tanaman mentimun Bobot kering1 THR2 bobot Kultivar kering(%)1 Kontrol Inokulasi Bandana F1 8.28 ± 1.11 fg 5.70 ± 1.54 bcde 31.32 ± 15.10 a Bella F1 8.27 ± 1.62 fg 4.01 ± 1.16 ab 51.68 ± 11.12 bc Bungas F1 11.02 ± 2.68 h 4.77 ± 1.77 bc 56.20 ± 15.35 bc Daria 7.08 ± 1.23 defg 2.47 ± 1.46 a 63.24 ± 25.13 c Jepang 7.25 ± 1.69 defg 4.44 ± 1.07 abc 36.48 ± 19.19 ab Purbaya F1 8.71 ± 0.76 g 5.20 ± 1.57 bcd 40.84 ± 15.54 ab Rio F1 7.20 ± 1.12 efg 4.07 ± 1.84 abc 48.25 ± 22.32 abc Si Putih 11.82 ± 4.71 h 6.31 ± 2.79 cdef 45.81 ± 12.66 abc Wulan F1 7.60 ± 1.63 efg 3.60 ± 1.32 ab 52.91 ± 12.43 bc Yupiter 8.24 ± 1.41 fg 3.52 ± 0.75 ab 56.71 ± 9.13 bc 1 Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; 2tingkat hambatan relatif. Lampiran 8 Data temperatur dan kelembapan bulanan rumah kaca cikabayan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat Bulan Temperatur rata-rata (oC) Kelembapan rata-rata (%) Maret April Mei Juni Juli 28.7 29.3 30.6 33.6 33.8 63.9 60.7 60.5 52.7 50.3 27 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 5 Maret 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Djoko Susanto dan Ibu Nani Narliah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Cisurat kabupaten Sumedang pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMPN 2 Darmaraja kabupaten Sumedang tahun 2005-2008. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2011 di SMAN 1 Sumedang. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor IPB) pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri-Undangan IPB (SNMPTN Undangan). Selama kuliah, penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan diantaranya anggota PASKIBRA IPB (2011-2012), BPH Bendahara Kabinet HIMASITA Berwarna (2012-2013), staf Divisi Akpres Kabinet HIMASITA Lestari (2012-2013). Penulis juga aktif dalam kepanitian di Fakultas Pertanian dan Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA). Penulis juga memperoleh berbagai prestasi dibidang non akademik yaitu, Juara 3 Vocal Group IPB Art Contest (IAC) 2012, Juara 1 Vocal Group Seri-Action Fakultas Pertanian IPB 2013-2014. Penulis merupakan penerima Dana Hibah DIKTI dalam program PKM-P tahun 2013 dan 2014. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada matakuliah Pengantar Virologi Tumbuhan (S1) (2014), Perkebunan Kelapa Sawit (D3) (2015) dan Dasar-Dasar Proteksi Tanaman (S1) (2015).