I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penting di dunia. Beras yang dihasilkan oleh tanaman padi merupakan bahan pangan pokok bagi tujuh juta orang di dunia. Asia merupakan konsumen beras terbesar di dunia, 90% dari beras dunia dikonsumsi oleh penduduk di wilayah ini (Mohanty, 2013). Di Indonesia sendiri padi merupakan komoditas tanaman pangan yang utama bagi penduduk. Pada tahun 2012 konsumsi beras di Indonesia adalah 87,235 kg per kapita (Departemen Pertanian, 2012) dengan luas panenan mencapai 13 juta hektar. Luas panenan tanaman padi di Indonesia merupakan yang terbesar dibandingkan komoditas tanaman pangan yang lain seperti jagung, kedelai, dan kacang tanah (Badan Pusat Statistik, 2012). Perbaikan sifat tanaman padi melalui pemuliaan tanaman terus dilakukan hingga saat ini. Berbagai macam metode pemuliaan tanaman untuk memperbaiki sifat tanaman telah berkembang dengan luas. Perkembangan ilmu dan teknologi di bidang genetika memiliki peran penting bagi bidang pemuliaan tanaman dalam usaha memahami pewarisan sifat yang diminati (Hoisington, 1998). Berbagai macam penelitian telah dilakukan untuk mendukung perbaikan genetik pada tanaman padi. Pada tahun 1998 Rice Genome Research Project di Jepang mengembangkan peta tautan molekuler (moleculer linkage map) pada tanaman padi menggunakan 186 tanaman F2 yang dihasilkan dari persilangan tunggal antara ‘Nipponbare’ dan ‘Kasalath’ (Harushima et al. 1998). Pada tahun 2005 International Rice Genome Sequencing Project telah berhasil memetakan seluruh genom pada tanaman padi berdasarkan urutan basa. Peta yang dihasilkan mencakup 95% dari 389 Mb genom termasuk eukromatin dan dua sentromer lengkap. Peta Berbasis Sekuens (Sequence Based Map) telah terbukti membantu identifikasi gen untuk penciri agronomi yang penting (International Rice Research Genome, 2005). Berbagai macam penciri agronomi penting pada padi diatur oleh kelompok gen yang dikenal sebagai Quantitative Trait Loci (QTL). Beberapa macam sifat penting pada tanaman padi seperti waktu berbunga (heading date), produktivitas, dan ketahanan terhadap cekaman diatur oleh QTL. Identifikasi QTL yang mengatur sifat agronomis penting pada tanaman padi merupakan suatu hal yang sukar karena pewarisannya yang rumit (Ashihikari & Matsuoka, 2006). Selama 15 tahun berbagai studi genetik menggunakan analisis QTL telah dilakukan untuk mendeteksi gen yang mengatur sifat-sifat rumit pada padi dan beberapa spesies tanaman lainnya. Pengembangan Nearly Isogenic Lines (NILs) untuk mengidentifikasi QTL seringkali dihindari oleh para peneliti karena pengembangannya membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu. Untuk mengatasi hal ini para peneliti mengembangkan Introgression Lines (ILs) pada tomat dan Brassica napus sebagai Chromosome Segment Subtitution Lines (CSSLs) (Paran & Zamir 2003). Chromosomes Segment Subtitution Lines (CSSLs) membawa bagian kromosom tertentu dari tetua donor yang akan menggantikan bagian kromosom pada latar genetik tetua penerima. Dengan galurgalur ini analisis QTL yang terinci dan terpercaya dapat dilakukan (Ebitani et al., 2005). Populasi CSSLs adalah sekumpulan galur yang dihasilkan dari keturunan suatu kultivar elit yang akan memiliki bagian kromosom yang digantikan oleh bagian kromosom tetua lain yang berperan sebagai donor. Efek fenotipe dari bagian kromosom yang berpindah ke tetua penerima dapat diketahui dengan melakukan pengujian fenotipe terhadap individu pada populasi CSSLs dan tetua elit. Selain dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen yang mengatur penciri agronomis penting, populasi CSSLs dapat digunakan untuk mengembangkan kultivar baru berbasis galur elit yang sudah ada sebelumnya (Breseghello & Coelho, 2013). Ebitani et al. (2005), mengembangkan populasi CSSLs dengan menggunakan ‘Koshihikari’ sebagai tetua penerima yang merupakan kultivar padi unggul dan ‘Kasalath’ sebagai tetua donor. Takai et al. (2007), mengembangkan populasi CSSLs yang serupa menggunakan tetua penerima ‘Koshihikari’ dan menggunakan kultivar ‘Nona Bokra’ sebagai tetua donor yang diketahui memiliki keunggulan toleran pada kondisi lahan yang salin. Populasi CSSLs dibentuk dengan silang balik berulangan yang dibantu dengan seleksi menggunakan penanda molekuler (Ali et al., 2005). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan genotipe populasi BC1F1 untuk pembentukan populasi CSSLs dengan ‘Ciherang’ sebagai tetua penerima dan B11143D sebagai tetua donor. Dalam pembentukan populasi CSSLs pada generasi BC1F1 dilakukan seleksi foreground untuk kromosom target di keseluruhan genom (whole genome survey) (Takai et al., 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui introgresi segmen kromosom tetua donor B11143D pada latar belakang genetik ‘Ciherang’. ‘Ciherang’ merupakan salah satu kultivar padi unggul yang ditanam secara luas di Indonesia terutama di Jawa Barat dan Jawa Timur (Anonim, 2006). B11143D merupakan salah satu galur padi tipe baru dengan beberapa karakter agronomi seperti umur berbunga, luas daun bendera, banyak bulir per malai, dan bobot 1000 butir yang lebih baik dibandingkan ‘Ciherang’ (Susilowati et al., 2013). Penentuan genotipe populasi BC1F1 dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler mikrosatelit polimorfik yang tersebar pada keseluruhan genom (whole genome survey). Pengembangan populasi CSSLs yang dilakukan di penelitian ini diharapkan akan memudahkan identifikasi dan pemetaan QTL atau gen pengendali sifat penting pada tanaman padi serta membantu pengembangan kultivar padi unggul berbasis ‘Ciherang’. 2. Tujuan Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Menentukan genotipe individu BC1F1 pada lokus mikrosatelit di keseluruhan genom dan melakukan seleksi tanaman yang mewakili kromosom target. 2. Melakukan pengujian asosiasi penanda molekuler dengan karakter morfologi di populasi ini. 3. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah diperolehnya individu-individu BC1F1 yang telah diseleksi menggunakan penanda mikrosatelit sebagai materi untuk pembentukan panel CSSLs guna memetakan gen atau QTL pengendali komponen hasil dan melakukan pengembangan kultivar unggul berbasis ‘Ciherang’.