perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 12 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Belajar
a. Teori belajar Kontruktivisme
Salah satu pendukung teori kontruktivisme adalah Vigotsky.
Vygotsky
(dalam Trianto, 2007), menyatakan bahwa pengetahuan seseorang terbentuk secara
sosial. Pengertian bahwa seseorang yang terlibat dalam suatu interaksi sosial akan
memberikan kontribusi dan membangun bersama makna suatu pengetahuan.
Pembelajaran Biologi yang didesain dengan model pembelajaran berbasis masalah
memungkinkan siswa untuk membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi secara
sosial. Ketika siswa dibentuk dalam beberapa kelompok kecil dan setiap kelompok
diberikan permasalahan yang harus dipecahkan, maka mereka akan bekerjasama
untuk dapat memecahkan dan menemukan pengetahuan baru secara bersama-sama.
Menurut Trianto (2007), selama proses pembelajaran, pengetahuan dapat
dibentuk oleh siswa itu sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk melalui kegiatan seperti
aktif berpikir, menemukan konsep dan memberi makna pada hal yang sedang
dipelajari. Adapun peran guru selama pembelajaran menurut teori ini adalah lebih
ditekankan untuk membantu siswa dalam membentuk pengetahuan mereka (Siregar
dan Nara, 2010). Implementasi teori konstruktivisme dalam penelitian ini adalah
selama pembelajaran siswa dianggap mampu mengembangkan pengetahuan yang ia
miliki melalui serangkaian kegiatan diskusi. Hubungan teori konstruktivisme dalam
penelitian ini adalah selama pembelajaran menggunakan modul Protista berbasis
guided discovery disertai concept map maka akan terbentuk interaksi siswa melalui
kegiatan mengidentifikasi masalah, menampilkan masalah, menguji hipotesis dan
mempresentasikan hasil kerja. Berdasarkan teori itu dikembangkanlah pembelajaran
interaktif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang
sulit bila mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Teori ini lebih jauh meyakini bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa
bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas itu
masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada
dalam Zone of proximal development
(ZPD).
Perkembangan sedikit di atas tingkat
commit
to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
perkembangan seseorang saat ini yakni antara lain adalah tingkat pengetahuan awal
atau pengetahuan prasarat itu telah dikuasai. Teori belajar vygotsky lebih ditekankan
pada interaksi individu dengan lingkungan sosialnya atau pada aspek sosial selama
pembelajaran. Melalui interaksi dengan lingkungannya maka akan diperoleh suatu
rekonstruksi pengetahuan siswa (Trianto, 2007). Teori belajar ini juga menekankan
bahwa peran aktif seseorang sangat penting selama interaksi tersebut berlangsung.
Interaksi lain yang dapat terjadi selama pembelajaran adalah siswa dengan
lingkungan sekitar, karena penelitian ini menggunakan materi protista yang berkaitan
erat dengan kehidupan siswa. Peran aktif seseorang yang ditekankan dalam teori ini
diambil alih oleh guru. Guru lebih banyak memfasilitasi dan membimbing siswa
selama pembelajaran, sedangkan untuk proses secara keseluruhan dilakukan oleh
siswa agar terbentuk konsep dan pengalaman belajar secara langsung.
Relevansi teori vygotsky dalam penelitian ini adalah pada sintaks
mendiskusikan masalah. Dalam sintaks tersebut, siswa dituntut untuk saling
berinteraksi sosial seperti: bekerjasama, menyampaikan pendapat dan jujur dalam
menyampaikan data. Aktifitas sosial akan memudahkan siswa dalam kelompoknya
memecahkan permasalahan
dan menemukan pengetahuan baru secara bersama-
sama. Peran aktif siswa dalam kelompoknya ketika mendiskusikan masalah menjadi
bagian penting menurut teori ini, karena akan mampu menumbuhkan interaksi sosial
yang baik, pada akhirnya siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
b. Teori belajar Bruner
Bruner mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi oleh dinamika
perkembangan realitas yang ada di sekitar kehidupan siswa. Artinya proses
pembelajaran akan efektif dan efisien jika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan ataupun pemahaman melalui
contoh yang dijumpai di dalam kehidupannya. Konsekuensinya guru dituntut tidak
hanya menguasai materi formal tetapi juga harus menguasai materi pengayaan
(Trianto, 2007).
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: Tahap enaktif, seseorang
melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan
sekitarnya. Proses ini menempatkan
pengetahuan
commit
to user motorik untuk mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
pengetahuan. Kedua, tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek melalui
gambar-gambar secara visualisasi verbal. Mereka akan banyak menggunakan
perumpamaan dan perbandingan untuk memahami alam sekitarnya. Tahap terakhir
adalah tahap simbolik, seseorang sudah mampu memiliki ide-ide gagasan yang
bersifat abstrak. Hal ini tentunya didapatkan melalui aktivitas berpikir logis.
Komunikasinya melibatkan banyak sistem simbol. Semakin tinggi perkembangan
seseorang, maka sistem simbolnya juga semakin tinggi (Dahar, 2006: 74).
Teori
pembelajaran
Burner
mengharuskan
guru
sebagai
fasilitator
pembelajaran harus menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa berpikir
ilmiah. Guru dapat menggunakan pola mengajar dengan dimulai dari hal yang paling
sederhana ke arah yang lebih rumit. Maka pola berpikir siswa akan terstruktur dari
tahap enaktif, ikonik dan akhirnya sampai pada tahap simbolik. Selanjutnya siswa
dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui tahap-tahap pembelajaran
yang telah dilaluinya (Effiong, 2010).
Implementasi teori belajar bruner dalam penelitian ini yaitu dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan model penemuan, siswa dilibatkan secara
langsung menemukan konsep materi melalui kegiatan praktikum mulai dari
merancang sampai menyimpulkan semua pekerjaan siswa guru hanya sebagai
fasilitator. Penerapan model bruner yang menciptakan iklim belajar kondusif melatih
siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir kritis dalam menghadapi
permasalahan. Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif siswa yaitu
enaktif, ikonik dan simbolik. Tahap enaktif dalam penelitian siswa melakukan
aktivitas mulai dari merancang sampai melakukan kegiatan praktikum, ikonik yaitu
siswa memahami gambar atau konsep materi berdasarkan hasil praktikum, simbolik
yaitu siswa dapat menghassilkan ide- ide baru dalam penelitian ini tahap terakhir
membuat concept map.
c. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1989), belajar dapat diklasifikasikan menjadi
dua dimensi yaitu: cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa
dan melalui penermaan atau penemuan. Dimensi yang kedua menyangkut bagaimana
siswa mengkaitkan informasi pada struktur koginif yang telah ada. Struktur kognitif
ialah fakta-fakta, konsep-konsep dancommit
generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
dan diingat oleh siswa. Pada tingkat pertama belajar, informasi dapat
mengkomusikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan
infomasi dalam bentuk final, maupun dalam bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang
diajarkan.
Pada tingkat kedua siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu
pada pengetahuan (konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimiliki, dalam hal ini
terjadi belajar bermakna. Belajar bermakna lebih penting daripada berlajar kreatif,
karena terkadang tidak sejalan dengan tingkat intelegensi seseorang (Allan, et al.,
2004). Belajar bermakna tidak dapat dimulai dengan siswa hanya mencoba-coba
menghapalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah
ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hapalan. Inti belajar dari
teori Ausubel adalah belajar bermakna, merupakan suatu proses mengaitkan
infromasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Belajar bermakna infomasi baru diasimilasikan pada sumber-sumber
relevan yang telah ada dalam struktur kognitif.
Terdapat kelebihan dari belajar bermakna, yaitu: infomasi yang dipelajari
secara bermakna lebih lama dapat diingat, informasi yang terasumsi mengakibatkan
peningkatan diferensiasi dari sumber-sumber, jadi memudahkan proses belajar
memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, informasi
yang dilupakan setelah asumsi obliteratif, meningkatkan efek residual pada sumber,
sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip (Dahar, 2006). Dengan demikian
belajar bermakna yang baru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi sumbersumber yang telah ada, tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maka sumber
itu dapat relatif besar dan berkembang atau kurang berkembang.
Kesimpulan teori pembelajaran ini adalah belajar bermakna sangat di
perlukan pada pembelajaran Biologi, sebab banyak konsep-konsep Biologi yang
sangat luas, rumit sehingga terkadang siswa sulit memahami. Pelibatan emosi,
kebutuhan dan kesenangan aktualisasi diri siswa melalui kegiatan yang melibatkan
seluruh panca indra dan otak untuk berfikir sangat membantu kebermaknaan belajar.
Proses belajar refleksi menanamkan pengajaran dan proses belajar, mendorong
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
semua peserta untuk kembali melihat kedua isi pengetahuan dan pengetahuan tentang
belajar. Refleksi tersebut harus didukung guru (Effiong, 2010).
Implementasi teori ini dalam penelitian adalah pada sintaks model
pembelajaran guided discovery terutama pada mendiskusikan masalah dan menguji
hipotesis untuk mendapatkan konsep baru. Aktifitas siswa pada kegiatan
mendiskusikan masalah, diantaranya: merancang percobaan dan melakukan
percobaan. Tingkatan pertama, setelah siswa melakukan percobaan, mereka mampu
menemukan informasi-informasi yang relevan. Selanjutnya, pada tingkat kedua pada
sintaks menerapkan konsep pada situasi baru siswa akan mengaitkan informasi yang
diperoleh dengan pengetahuan kognitif yang dimiliki siswa untuk memecahkan
permasalahan yang disajikan.
d. Teori Belajar Piaget
Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Teori ini menjelaskan
bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam perkembangan intelektual. Manusia
tumbuh, beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan
kepribadian, perkembangan sosio-emosional, perkembangan kognitif (berpikir), dan
perkembangan bahasa. Menurut Piaget, struktur intektual terbentuk pada waktu ia
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain perkembagan kognitif sebagian
besar bergantung pada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Selain itu menurut pandangan Piaget perkembangan
intelektual didasarkan pada dua fungsi yakni organisasi dan adaptasi (Dahar, 2006:
151).
Dikatakan
juga
bahwa
adaptasi
perkembangan
intelektual
terhadap
lingkungan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses
asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk
menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungan. Sedangkan pada proses
akomodasi diperlukan modifikasi struktuir mental yang ada dalam mengadakan
respon terhadap tantangan lingkungan. Perkembangan kognitif sebagian tergantung
pada akomodasi. Siswa harus memasuki area yang tidak dikenal untuk belajar. Siswa
tidak dapat hanya mempelajari apa yang telah diketahuinya, dan tidak dapat hanya
mengandalkan asimilasi. Sehingga untuk memperlancar perkembangan kognitif perlu
adanya keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi
commit
to user (Dahar, 2006: 173).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Menurut Jean Piaget dalam buku Syaiful Sagala (2005: 24) terdapat dua
proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu 1)
proses assimilation dimana dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokkan
informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila
perlu; 2) proses akomodasi yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau
mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu
dapat disesuaikan dengan lebih baik.
Relevansi penelitian ini dengan teori piaget yaitu siswa berkembang sesuai
tahap perkembangannya. Sintaks model guided discovery mengakomodasi kegiatan
siswa mulai dari mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, memproses data
sampai menyimpulkan, hal ini melatihkan kemampuan berfikir siswa pada taraf
SMA.
2. Pembelajaran Biologi
Belajar adalah suatu proses aktivitas mental siswa dalam berinteraksi dengan
lingkungannya untuk menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik
pada aspek pengetahuan, sikap maupun psikomotor (Rustaman, 2005). Belajar sains
khususnya Biologi merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman langsung yang terdapat di lingkungan sekitarnya. Biologi sebagai bagian
dari sains, berkaitan erat dengan kegiatan yang melatih keterampilan proses sains.
Sains merupakan suatu kebutuhan yang selalu dicari oleh manusia karena
memberikan suatu cara berpikir sebagai suatu struktur pengetahuan yang utuh.
Secara khusus, sains menggunakan suatu pendekatan empiris untuk mencari
penjelasan alami tentang fenomena yang diamati di alam semesta. Meskipun
pembelajaran tentang sains dipecah menjadi beberapa disiplin, yaitu matematika dan
IPA (biologi, kimia dan fisika) namun inti dari masing-masingnya terletak pada
metode dan mempertanyakan hasilnya secara berkesinambungan. Mendidik melalui
sains dan mendidik dalam sains merupakan suatu wahana dalam mempersiapkan
anggota masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan dan
menentukan arah penerapannya.
Mata pelajaran Biologi merupakan rumpun Ilmu Pengetahuan Alam, oleh
karena itu Biologi berhubungan dengan
mencari tahu tentang alam secara
commitcara
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
sistematis. Hakikat Biologi mencakup beberapa aspek, yaitu produk, proses, sikap
dan teknologi (Carin & Evans dalam Suciati, 2011). Biologi sebagai produk, berarti
dalam Biologi terdapat produk yang berupa konsep, dalil, hukum, teori, dan prinsip
yang sudah diterima kebenarannya. Biologi sebagai proses, berarti dalam
menemukan produk-produk tersebut perlu sebuah metode ilmiah (scientific method).
Biologi sebagai proses menginginkan para siswa mendapatkan kemampuan
keterampilan proses sains. Biologi sebagai sikap, berarti dalam biologi terkandung
pengembangan sikap ilmiah diantaranya: terbuka, obyektif, berorientasi pada
kenyataan, bertanggungjawab dan bekerja sama. Biologi sebagai teknologi, berarti
biologi berkaitan erat dan digunkan dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat Biologi
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan yang
dicapai melalui kegiatan belajar.
Biologi
sebagai
sikap
ilmiah,
berarti
dalam
Biologi
terkandung
pengembangan sikap ilmiah diantaranya: terbuka, obyektif, berorientasi pada
kenyataan, bertanggungjawab dan bekerja sama. Biologi sebagai teknologi, berarti
Biologi berkaitan erat dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Semua proses
pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta kemampuan mengkontruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi pelajaran (Sagala, 2003).
Biologi menjadi wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan nilai serta tanggung jawab sebagai seorang warga negara yang
bertanggungjawab kepada lingkungan, masyarakat, bangsa, negara yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mata pelajaran biologi berkaitan dengan
cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pembelajaran biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
Proses pembelajaran Biologi menekankan pada pemberian pengalaman
langsung, kontekstual dan berpusatcommit
pada topeserta
user didik, sedangkan guru hanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
bertindak sebagai fasilitator. Menurut Toharudin (2011: 52) pembelajaran sains
bertujuan untuk menguasai konsep- konsep sains yang aplikatif dan bermakna bagi
peserta didik. Pada proses pembelajaran peserta didik dikatakan melakukan
pembelajaran sains apabila melakukan kegiatan sebagai berikut: a) Observing dengan
menggunakan semua indera, b) Sorting and grouping yaitu membandingkan,
mengelompokkan, melihat pola persamaan atau perbedaan, c) Raising question yaitu
peserta didik mengajukan pertanyaa, d) Predicting yaitu peserta didik membuat
hipotesis atau melakukan perkiraan, e) Testing yaitu pesera didik melakukan
eksplorasi, investigasi, f) Recording yaitu peserta didik mengumpulkan data dan
mengumpulkan informasi, g) Interpreting findings yaitu peserta didik membuat
grafik pengamatan atau menganalisis hasil, h) Comunicating yaitu melaporkan hasil
temuan.
3. Model Pembelajaran Guided Discovery Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Discovery
learning
adalah
salah
satu
model
pembelajaran
yang
dikembangkan dan diterapkan dalam pelaksaan pembelajaran kurikulum 2013.
Metode discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai model belajar,
discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan
problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada
discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang
sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada
discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru (Kemendikbud, 2014).
Mengaplikasikan metode discovery learning
guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara
aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah
kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented (Silvia,
2013)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Penerapan model discovery learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis,
historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi
siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan,
mengkategorikan,
menganalisis,
mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan (Rohim, 2013)
b. Macam- macam Model Pembelajaran Discovery Learning
Macam model pembelajaran guided discovery menurut kemendikbud (2014)
terdiri atas dua model yaitu:
1) Free Discovery atau Open ended Discovery
Pada pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran terpusat pada
siswa dan tidak terpusat pada guru. Siswa yang menentukan tujuan dan pengalaman
belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada
siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada masalah dan menarik
kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa temukan. Kegiatan penemuan murni
hampir tidak mendapatkan bimbingan guru. Penemuan murni biasanya dilakukan
pada kelas yang pandai.
2) Penemuan Terbimbing (Guided Discovery)
Pada pembelajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang
materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
arahan,
pertanyaan
atau
dialog,
sehingga
siswa
dapat
menyimpulkan
(menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru. Generalisasi atau kesimpulan
ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran
dengan metode penemuan, siswa harus benar- benar aktif belajar menemukan sendiri
bahan yang dipelajarinya.
Pembelajaran menggunakan guided discovery memiliki pengaruh yang besar
pada perubahan diri siswa, dengan menggunakan model guided discovery siswa
dapat menemukan sebuah konsep, melakukan umpan balik pada pembelajaran, siswa
juga tidak bergantung pada guru dalam menemukan konsep (Alfieri, 2011). Hal
senada juga dikemukakan oleh Olufunmilayo (2010) model guided discovery disertai
peta konsep efektif dalam pembelajaran kimia. Pengunaan model ini akan membawa
perubahan dalam proses pembelajaran
yaitutosiswa
commit
user menghubungkan informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
baru didapatkan dengan informasi sebelumnya sehingga siswa mendapatkan
pengalaman belajar yang berkesan.
c. Sintaks Model Pembelajaran Guided Discovery
Model pembelajaran guided discovery menurut kemendikbud (2014) terdiri
dari 5 sintaks yaitu:
1) Pemberian rangsangan (Stimulation)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru
dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yangmengarah pada persiapan pemecahan
masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan.
2) Identifikasi masalah (Problem statement)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
3) Pengumpulan Data (Data collection)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Alfieri, 2011). Pada tahap ini berfungsi
untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Pengolahan Data (Data Processing)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
5) Pembuktian (Verification)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner,
bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6) Menarik kesimpulan/generalisasi (Generalization)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Guided Discovery
Tahap Pembelajaran
Tahap I
Stimulasi
Tahap II
Identifikasi Masalah
Tahap III
Pengumpulan Data
Tahap IV
Pengolahan Data
Tahap V
Pembuktian
Tahap VI
Menarik Kesimpulan
Kegiatan Guru
- Mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan
pemecahan masalah
Mengidentifikasi masalah
Kegiatan Siswa
- Mengeksplorasi materi pelajaran
- Mengidentifikasi masalah yang
relevan dengan pelajaran
- Mengumpulkan informasi yang
relevan dengan pelajaran
- Mengumpulkan informasi yang
relevan dengan pelajaran
- Mengolah informasi yang
diperoleh
- Mengolah informasi yang
diperoleh
- Melakukan eksperimen untuk
membuktikan benar tidaknya
hipotesis
- Menarik kesimpulan sebagai
hasil pemecahan masalah
Sumber: Kemendikbud (2014).
commit to user
- Melakukan eksperimen untuk
membuktikan benar tidaknya
hipotesis
- Menarik kesimpulan sebagai hasil
pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
d. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery
Model Guided Discovery memiliki keunggulan sebagai berikut:
1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan prosesproses kognitif.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil.
4) Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan
akalnya dan motivasi sendiri.
6) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau pasti (Kemendikbud, 2014).
Gholamian (2013) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan
model guided discovery dapat meningkatkan kemampuan kreatif siswa karena proses
pembelajarannya mengarah pada kegiatan siswa. Selain itu juga dapat meningkatkan
fluency, fleksibility siswa serta belajar berdasarkan pengalaman. Hal senada juga
diungkapkan oleh (Arjunan, 2012), dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa
model guided discovery cocok digunakan untuk pembelajaran IPA dan dapat
meningkatkan keterampilan siswa dengan cara mengubah kebiasaan teacher centered
menjadi student centered.
Selain memiliki keunggulan model guided discovery juga memiliki
kelemahan sebagai berikut : a) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran
untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau
berfikir, mengungkapkan hubungan antara konsep,yang tertulis atau lisan, sehingga
pada gilirannya akan menimbulkan frustasi; b) Model ini tidak efisien untuk
mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk
membantu merekamenemukan teori atau pemecahan masalah lainnya; c) Harapanharapan yang terkandung dalam model guided discovery dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara belajar yang lama
(Olufunmilayo, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
4. Pemetaan Konsep
Peta konsep adalah istilah yang digunakan oleh Novak (1984) tentang strategi
yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa mengorganisasikan konsep
pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya.
Hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain menggambarkan jalinan antar
konsep dikenal sebagai proposisi. Konsep dinyatakan dalam bentuk istilah atau label
konsep. Konsep-konsep dijalin secara bermakna dengan kata-kata penguhung
sehingga dapat membentuk proposisi. Satu proposisi mengandung dua konsep dan
kata penghubung. Konsep yang satu mempunyai cakupan yang lebih luas dari pada
konsep yang lain. Dengan kata lain konsep yang satu lebih inklusif dari pada konsep
yang lain.
Teknik pemetaan merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu
siswa menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas. Teknik pemetaan
menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi
sebelum informasi tersebut dipelajari, mewakili adanya keterikatan secara bermakna
antar konsep, sehingga membantuk proporsi. Proporsi ialah dua atau lebih konsep
yang dihubungkan dengan garis yang diberi label (kata penghubung), sehingga
memiliki suatu arti (Susilo, 2001).
Kegunaan teknik pemetaan antara lain: 1) Menunjukkan hubungan antara ideide dan membantu memahami lebih baik apa yang dipelajari;
2)
Menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsiproporsi; dan 3) Dimaksudkan agar siswa lebih terampil untuk menggali pengetahun
awal yang sudah dimiliki dan memperoleh pengetahuan baru sesuai pengalaman
belajar (Nur dalam Trianto, 2010).
Jenis-jenis teknik pemetaan menurut Nur (dalam trianto, 2010), meliputi:
pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus
(cycle concept map) dan peta konsep laba-laba (spider concept map). Diantara peta
konsep tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Peta konsep dapat
digunakan untuk curah pendapat. Melakukan curah pendapat ide-ide berangkat dari
suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur
aduk. Concept map adalah prosedur grafis visual yang menggabungkan langkahlangkah yang dapat memperkuat commit
pemahaman
to usersiswa, membantu siswa dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
mengorganisir pikiran dan fokus pada tugas serta mendorong pemahaman yang lebih
dalam terhadap materi pelajaran. Pemetaan terdapat konsep utama yang merupakan
konsep global dari konsep-konsep lain yang ditemukan. Konsep utama akan
membentuk konsep-konsep lainnya sesuai dengan kreatifitas siswa. Konsep-konsep
lain yang merupakan bagian dari konsep utama tidak dapat dipisahkan antara satu
konsep dengan konsep lainnya (Ananta, 2012). Pengetahuan siswa akan lebih terarah
dengan bantuan concept map karena akan mampu memetakan konsep utama dan
konsep-konsep lainnya yang relevan. Adanya concept map akan memfasilitasi siswa
untuk berpikir lebih mendalam dan luas (Julie, 2013).
5. Modul Sains
a. Pengertian
Modul sains merupakan bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional
materials), secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
harus dipelajari oleh peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan dan sikap atau nilai
(Toharudin, et al., 2011).
Modul dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan
dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari
secara mandiri dalam satuan waktu tertentu. Tujuan disusunnya modul ialah agar
siswa menguasai kompetensi yang diajarkan dalam kegiatan pembelajaran dengan
sebaik-baiknya (Purwanto, et al., 2007: 1). Fungsi modul ialah sebagai bahan belajar
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran siswa, sehingga diharapkan modul
dapat mendorong siswa belajar lebih terarah dan sistematis.
Modul sains merupakan bahan ajar yang dapat menjembatani bahkan
memadukan antara pengalaman dan pengetahuan siswa. Secara garis besar tujuan
siswa mempelajari modul sains agar mereka menguasai sains dan kemampuan
berpikir berikut: 1) Siswa menguasai produk sains, seperti konsep-konsep; 2) Siswa
dapat menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah sains; dan
3) Siswa memiliki nilai yang berkaitan dengan masalah sikap setelah terbiasa
mempelajari dann menguasai produkcommit
dan proses
sains (Toharudin, et al., 2011).
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
b. Karakteristik Modul
Daryanto (2013: 9-11) karakteristik modul diharapkan memberikan
pembelajaran yang bermakna, yaitu:
1) Petunjuk Mandiri (Self Instruction)
Karakteristik penting dari modul memungkinkan siswa belajar secara mandiri
dan tidak tergantung pada temannya. Karakter dari modul Self Instruction yaitu: a)
tujuan pembelajarannya jelas yaitu sesuai SK dan KD; b) materi pembelajaran
dikemas secara spesifik sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas; c) tersedia
contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan materi; d) terdapat soal- soal latihan
untuk mengukur penguasaan materi siswa; e) konstektual, materi yang disajikan
terkait dengan suasana, tugas dan lingkungan peserta didik; f) menggunakan bahasa
yang sederhana, komunikatif dan terdapat rangkuman materi pembelajaran; g)
terdapat rangkuman materi pembelajaran; h) terdapat instrument penelitian, peserta
didik melakukan penilaian mandiri; i) terdapat umpan balik atas penilaian peserta
didik, sehingga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi; j) terdapat
informasi tentang rujukan yang mendukung materi yang dimaksud.
2) Kesatuan isi (Self Contained)
Seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul. Modul
memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran secara
tuntas, karena materi belajar dikemas dalam satu kesatuan yang utuh.
3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Modul yang digunakan tidak tergantung pada bahan ajar/ media lain,
sehingga modul yang digunakan siswa tidak perlu lagi bahan ajar lain ketika
mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut.
4) Adaptif (Adaptive)
Modul memiliki adaptasi terhadap perkembangan jaman yaitu modul dibuat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5) Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Modul bersahabat dengan pemakainya.Instruksi dan informasi yang
dipaparkan pada modul memudahkan siswa ketika belajar termasuk akses yang dapat
memperkaya dan mendukung pengetahuan siswa. Penggunaan bahasa yang
sederhana mudah dimengerti oleh siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Berdasarkan penjelasan tentang karakteristik modul, dapat disimpulkan
bahwa modul pada umumnya adalah harus memberikan informasi dan petunjuk
instruksional bagi siswa. Modul dirangkai dengan bahasa yang komunikatif dan
jelas, terdapat lembar kerja, serta dapat digunakan sebagai sarana belajar mandiri
maupun kelompok sehingga dapat efektif dan efisien. Siswa juga mencari sumber
belajar atau materi di luar modul sebagai tambahan referensi dan pengetahuan
c. Penyusunan Modul Sains
Ditinjau dari segi kurikulum yang akan dikembangkan, cara penyusunan
modul sains menurut Toharudin, et al. (2011), mengacu pada hal-hal berikut: 1) Isi
bahan ajar sains mencakup semua tujuan pembelajaran sains yang dikehendaki oleh
kurikulum; 2) Isi bahan ajar sains telah mencakup semua tujuan pembelajaran sains;
3) Keluasan isi bahan ajar sains sesuai dengan tujuan pembelajaran sains; 4)
Kedalaman isi bahan ajar sains mendukung pencapaian masing-masing tujuan
pembelajaran sains; 5) Pokok bahasan dan subpokok bahasan disusun secara terpadu
untuk mencapai tujuan pembelajaran sains yang ditetapkan kurikulum; 6) Isi pokok
bahasan untuk masing-masing tujuan pembelajaran sains disajikan secara seimbang;
dan 7) Isi bahan ajar dapat dipelajari sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia.
Secara sederhana, bahan ajar modul sains yang ditulis dan dikembangkan
sebaiknya disusun dengan memperhatikan kaidah penulisan. Menurut Toharudin, et
al. (2011), kaidah penulisan sebagai berikut: 1) Identitas bahan ajar. Tujuannya
untuk memberi kejelasan kepada pembacanya. Bahan ajar tersebut diperuntukkan
untuk siapa, pada jenjang apa dan kapan akan disampaikannya. Identitas ini biasanya
terdapat pada halaman muka, yang memuat informasi mengenai judul bahan ajar,
jenjang kelas dan waktu pelaksanaan (semester); 2) Isi bahan ajar dilengkapi dengan
kompetensi, indikator atau tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Uraian
kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang materi pelajaran; 3) Pada bagian
akhir, bahan ajar hendaknya dilengkapi dengan rangkuman untuk memberi
penguatan terhadap konsep-konsep penting yang harus dikuasai oleh siswa; 4) Untuk
menunjang kemampuan literasi sains siswa, isi bahan ajar hendaknya dilengkapi
dengan glossarium yang memperjelas istilah-istilah sains yang diperkenalkan kepada
siswa; 5) Bahan ajar sains yang baik sebaiknya memberi peluang kepada siswa untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
melakukan evaluasi diri; dan 6) Daftar pustaka sebaiknya dicantumkan dalam
penulisan bahan ajar.
Komponen utama yang perlu tersedia di dalam modul menurut Purwanto
(2017: 27) yaitu : 1) tinjauan mata pelajaran, yang berisi paparan umum mengenai
keseluruhan pokok- pokok isi mata pelajaran, kompetensi dasar, bahan pendukung
lainnya (kaset, kit dll) dan petunjuk belajar; 2) pendahuluan, yang memuat cakupan
modul dalam bentuk deskripsi singkat, indikator yang ingin dicapai melalui sajian
materi dan kegiatan modul, deskripsi perilaku awal yang memuat pengetahuan dan
keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh, relevansi, urutan butir sajian modul
dan petunjuk belajar yang berisi panduan teknis yang mempelajari modul tersebut; 3)
kegiatan belajar, di dalam modul terdapat uraian atau penjelasan secara rinci tentang
isi pelajaran yang diikuti dengan contoh konkrit dan non konkrit; 4) latihan, yang
berisi kegiatan belajar, rambu- rambu latihan merupakan hal yang perlu diperhatikan
oleh siswa dalam mengerjakan soal latihan; 5) rangkuman, yang berisi inti dari
uraian materi yang disajikan dalam kegiatan belajar; 6) tes formatif, merupakan tes
untuk mengukur penguasaan siswa setelah satu pokok bahasan selesai dipaparkan.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang komponen modul dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran biologi dengan menggunakan bahan ajar modul akan sangat
bermanfaat bagi guru dalam menyampaikan materi kepada siswa, siswa lebih kreatif
dalam mengembangkan dirinya, banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar
secara mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap guru dan siswa juga akan
mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus
dikuasainya. Sebuah modul akan bermakna kalau siswa dapat dengan mudah
menggunakannya. Hal tersebut relevan dengan pernyataan Wenno (2010: 178-179)
bahwa pembelajaran dengan modul memungkinkan siswa dapat menyelesikan
kompetensi dasar sesuai dengan kecepatan masing- masing. Modul harus
menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa, disajikan dengan
bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi.
Modul adalah salah satu unit program belajar mengajar terkecil yang secara
terperinci menggariskan : 1) tujuan instruksional umum yang akan dicapai, 2) tujuan
instruksional khusus yang akan dicapai siswa, 3) pokok materi yang akan dipelajari
dan diajarkan, 4) kedudukan dan fungsi
modul
dalam kesatuan program yang lebih
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
luas, 5) peranan guru dala proses belajar mengajar, 6) alat- alat dan sumber yang
akan dcapai, 7) contoh- contoh, 8) lembaran kerja siswa yang harus diisi, 9) program
evaluasi yang akan dilaksanakan selama proses belajar mengajar.
d. Kelebihan Modul Sains
Bahan ajar berupa modul sains memiliki keunggulan dalam beberapa hal.
Menurut Toharudin, et al. (2011), modul memberi peluang kepada siswa untuk dapat
mengembangkan beberapa keterampilan, diantaranya: 1) Kemampuan berpikir sesuai
seperti mengingat, memahami,aplikasi, menganalisis, evaluasi dan menulis; 2)
Kemampuan literasi sains siswa yang meliputi empat aspek, yaitu: memahami istilah
sains, membaca dalam sains, menulis tentang sains dan berbicara dalam sains.
Pertama, aspek pemahaman terhadap istilah dalam sains. Istilah-istilah
ilmiah di dalam sains dapat menyebabkan siswa mengalami kesulitan untuk
memahami dan menguasai konsep sains. Ada kata-kata yang mudah dibaca dan
mudah diingat, tetapi sulit untuk dimengerti siswa, proses atau peristiwa sains yang
mudah dimengerti tetapi siswa mengalami kesulitan dalam menyebutkan istilahnya.
Oleh karena itu, dalam modul sains terdapat serangkaian kegiatan yang hendaknya
dilakukan siswa sehingga mereka dapat menemukan kata kunci atau istilah penting.
Kedua, aspek membaca dalam sains. Kegiatan membaca secara umum
terbagi menjadi empat kategori, yaitu: membaca tidak henti, membaca perlahan dan
mempelajarinya, membaca sepintas secara cepat dan mencari bagian informasi yang
dibutuhkan. Kegiatan membaca dalam sains menuntut beberapa aktifitas yang
sebaiknya dilakukan untuk memahami isi bacaan.
Ketiga, aspek menulis dalam pembelajaran sains. Aspek menulis membantu
siswa untuk dapat berpikir secara ilmiah melalui kegiatan menulis dalam sains.
Terdapat enam kegiatan dalam menulis, yaitu: siswa diajak berlatih memberi
penjelasan tentang “sebuah cara”, siswa diajak berlatih tentang memberi penjelasan
tentang “bagaimana”, siswa diberi waktu untuk menuliskan argumen, siswa diberi
kesempatan memberi gambaran dan membuat kesimpulan, siswa diminta menuliskan
hasil analisisnya tentang suatu keadaan dan siswa diminta membuat sebuah
perencanaan.
Keempat, aspek berkomunikasi lisan dalam pembelajaran sains. Siswa
membutuhkan
kesempatan
untukcommit
dapatto mengungkapkan,
user
menjelaskan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
menunjukkan pemahamannya tentang sains. Siswa juga membutuhkan untuk
menggunakan istilah-istilah sains yang diketahuinya secara benar, oleh karena itu
siswa sebaiknya diberikan kesempatan untuk mengembangkan pemikirannya dengan
berbicara, berdiskusi dan berbagi untuk mengungkapkan apa yang diketahuinya dan
mengetahui apa yang diketahui siswa lainnya.
Berdasarkan Dirjen Pendidikan Menengah dan Kejuruan (2003) modul
sebagai sarana kegiatan belajarn mengajar memiliki beberapa tujuan dalam
penyusunannya. Secara lengkap tujuan penyusunan modul adalah sebagai berikut: 1)
sebagai medium referensi materi, 2) sebagai medium referensi belajar, 3) sebagai
medium referensi lanjutan belajar, 4) sebagai medium motivator, 5) sebagai medium
evaluator, 6) sebagai media pembelajaran fleksibel.
Kelebihan modul diantaranya: 1) sebagai sumber belajar yang dimiliki siswa
sepenuhnya sehingga siswa dapat mempelajari modul kapanpun dan dimanapun yang
ia kehendaki, 2) mengaktifkan indera penglihatan, pendengaran dan gerakan siswa,
3) mengurangi pembelajara yang berpusat pada guru, 4) modul memberikan feedback
yang banyak dan segera karena pada modul terdapat kunci jawaban sehingga siswa
dengan cepat dapat mengetahui taraf hasil belajarnya.
Modul yang akan dikembangkan adalah modul biologi berbasis guided
discovery disertai concept map untuk memberdayakan kemampuan berfikir kritis
pada materi protista.
6. Integrasi Modul Dengan Belajar Biologi
Terdapat empat hal karakteristik modul yang diintegrasikan dengan belajar
Biologi. Pertama, Biologi mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan
fenomena alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Mata pelajaran Biologi
mengkaji berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penerapannya untuk
membangun teknologi guna mengatasi permasalahan dalam kehidupan masyarakat.
Fenomena alam dalam mata pelajaran Biologi dapat ditinjau dari objek, persoalan,
tema, dan kejadiannya.
Kedua, dilihat dari struktur keilmuan Biologi. Struktur keilmuan yang
digunakan di Indonesia mengacu pada Biological Science Curriculum Studi (BSCS).
Struktur keilmuan Biologi salah satunya
adalah
yang didefinisikan oleh Biological
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Science Curriculum Study (BSCS). Secara umum mata pelajaran Biologi ditinjau dari
3 sudut pandang yaitu: Obyek Biologi, Tema Persoalan Biologi, dan Tingkatan
organisasi Kehidupan.
Ketiga,
pada
proses
pembelajaran
Biologi.
Pembelajaran
Biologi
memerlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen, sebagai bagian dari kerja ilmiah
yang melibatkan kemampuan berfikir yang dilandasi sikap ilmiah. Adanya kegiatan
ini akan menumbuhkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasar pengalaman
langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah.
7. Modul Berbasis Guided Discovery Disertai Concept Map
a. Pengertian
Modul Berbasis guided discovery adalah modul pembelajaran Biologi yang
disusun secara sistematis, menarik dan berisi rangkaian kegiatan yang menciptakan
pengalaman belajar siswa, rangkaian kegiatan disusun secara sengaja meliputi 6
sintaks, yaitu: 1) Pemberian stimulus, 2) Identifikasi masalah, 3) Mengumpulkan
data, 4) Memproses data, 5) Menguji hasil, 6) Menyimpulkan.
b. Karakteristik Modul Berbasis Guided Discovery
Modul protista berbasis guided discovery terdiri dari 3 bagian utama yaitu:
bagian awal, inti dan penutup. Bagian awal terdiri atas: judul modul, halaman
cover, kata pengantar, daftar isi, gambaran umum modul, petunjuk penggunaan
modul (untuk guru dan siswa), kompetensi inti (KI). Bagian inti terdiri atas
identitas mata pelajaran, kompetensi dasar (KD), indikator, alur kegiatan
pembelajaran, wacana, identifikasi masalah, mengumpulkan data (pemilihan alat
dan bahan, langkah kerja dan melakukan percobaan), memproses data, menguji
hasil, lembar concept map, presentasi hasil kelompok, info sains, rangkuman dan
wawasan sains. Bagian penutup meliputi evaluasi, petunjuk penilaian, refleksi diri,
dilengkapi dengan petunjuk penggunaan modul (untuk siswa dan guru) di awal
modul. Kunci jawaban, glosarium dan daftar pustaka di bagian akhir.
8. Integrasi Guided Discovery dengan Concept Map
Pengintegrasian antara guided discovery dengan concept map dimaksudkan
untuk saling melengkapi. Menurut Rifqiawati
(2011), kelemahan guided discovery,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
diantaranya: pembelajaran guided discovery membutuhkan waktu yang lama karena
masing-masing kelompok presentasi, siswa mengalami kesulitan dalam memahami
hubungan antar konsep. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan bantuan teknik
pemetaan concept map, karena pada kenyataannya teknik ini akan memfasilitasi
siswa untuk mendapatkan konsep-konsep yang relevan terkait materi pelajaran.
Konsep-konsep yang didapat siswa selanjutnya mengalami pemprosesan kognitif
untuk mengetahui proporsi dan hubungan/link antar konsep yang saling berhubungan
ataupun tidak berhubungan. Setelah mendapatkan konsep, siswa akan lebih terbantu
untuk melakukan presentasi kelompok karena pada dasarnya siswa sudah
menemukan konsep yang merupakan intisari dari topik yang dibahas, sehingga
pembelajan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama.
Adapun kelemahan teknik pemetaan concept map, diantaranya: ide-ide berasal
dari ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain, kesulitan
dalam memisahkan dan mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu
(Kanselaar, et al., 1997). Kelemahan teknik pemetaan tersebut dapat diatasi dengan
kelebihan yang terdapat di guided discovery pada sintaks menguji hasil. Menurut
Silvia (2013), guided discovery mampu memaksimalkan aktivitas siswa dengan
menemukan konsep materi. Kegiatan yang dilakukan untuk menyimpulkan berkaitan
dengan memisahkan atau mengelompokkan istilah tertentu dapat dilakukan dengan
diskusi dengan anggota kelompok atau antar anggota kelompok yang pada akhirnya
akan saling melengkapi pengetahuan antar siswa satu dengan lainnya.
9. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis merupakan dasar untuk mempelajari setiap disiplin ilmu. Suatu
disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak terpisah-pisah sehingga
untuk mempelajarinya membutuhkan suatu keterampilan berpikir tertentu. Masingmasig disiplin ilmu punya kespesifikasikan dan membentuj pola berpikir tertentu,
misalnya untuk mempelajari Biologi diperlukan biological thiking, sedangkan untuk
mempelajari sejarah dibutuhkan historitical thinking.
Proses berpikir merupakan kegiaan intelektual seseorang yang terjadi dalam
otak. Proses berpikir kompleks atau sering dikenal sebagai berpikir tingkat tinggi
dikategorikan menjadi empat kelompok
commitmeliputi
to user pemecahan masalah (problem
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinkng),
dan berpikir kreatif ( creative thinking). Berpikir kritis merupakan bagian dari
berpikir tingkat tinggi yang diartikan sebagai cara berpikir secara terarah, terencana
dan logis sesuai dengan fakta yang telah diketahui. Kegiatan berpikir kritis
memungkinkan seseorang untuk menggunakan strategi kognitif yang tepat dalam
menguji ide, memecahkan masalah, dan mengatasi masalah (Amri dan Ahmadi,
2010).
Berpikir kritis menurut Chaffe (2012), diartikan sebagai proses berpikir untuk
memperjelas pemahaman terhadap sesuatu sehingga menghasilkan keputusan yang
cerdas. Berpikir kritis menurut Harsanto (2005) dipandang sebagai cara berpikir
terbuka, jelas dan berdasarkan fakta sehingga memungkinkan seseorang memiliki
dasar dalam mengambil keputusan. Berpikir kritis menurut Moon (2008) merupakan
kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber yang berbeda, kemudian memprosesnya dengan kreatif dan logis
serta menganalisisnya sehingga didapatkan kesimpulan yang benar. Pengertian
berpikir kritis berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan menjadi proses
berpikir logis da berdasarkan fakta sehingga mampu membuat keputusan yang
masuk akal melalui kegiatan pengambilan, pemrosesan dan analisis informasi.
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam.
Pemahaman yang mendalam terhadap fakta memungkinkan seseorang untuk
melakukan analisis logis untuk menghasilkan sebuah kesimpulan.
Berpikir kritis berkaitan dengan kemampuan menemukan analogi dan
hubungan dari potongan informasi yang didapat, menentukan kerevanan dan
kevalidab informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, menemukan
penyelesaian masalah dan mengevaluasi cara penyelesaan masalah (Amri dan
Ahmad,
2010). Berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari pengetahuan
prosedural yang mendukung dalam fakta, konsep, prinsip dan hukum dalam materi
pembelajaran (Wenno, 2008). Berpikir kritis termasuk salah satu bagian dari
keterampilan pembelajaran dan inovasi abad 21 yang berperan penting dalam
menyiapkan siswa untuk menangani masalah sosial, ilmiah dan praktis di masa
mendatang (Lai, 2011; Snyder dan Snyder, 2008). Berpikir kritis merupakan bakal
kesuksesan di masa depan karena menyiapkan
siswa menjadi pribadi yang pandai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
menjelaskan alasan, mampu membuat penilaian informasi dengan baik dan mampu
memecahkan masalah yang belum diketahui (Cheong dan Cheung, 2008, Thomas,
2011).
Kemampuan berpikir kritis memiliki komponen yang berbeda-beda menurut
para ahli. Berpikir kritis memurut Ennis memiliki enam aspek yaitu 1) fokus (focus),
2) alasan (reason), 3) kesimpulan (inference), 4) situasi (situation), 5) kejelasan
(clarity), 6) tinjauan ulang (over view) (Happy dan Listyani, 2011). Fokus (focus)
menitik beratkan pada saat mengidentifikasi masalah sehingga permasalahan benarbenar dikenali dengan baik. Alasan (reason) dibutuhkan untuk mendukun
permasalahan secara logis. Kesimpulan (inference) dibuat berdasarkan analisis dan
alasan yang tepat. Situasi (situation) perlu dicocokkan dengan situasi yang
sebenarnya. Kejelasan (clarity) diperlukan untuk mendefinisi istilah yang dipakai
dalam berargumen sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menarik kesimpula.
Tinjauan ulang (over view) berfungsi untuk mengkaji ulang sesuatu yang telah
ditemukan, diputuskan, diperhatikan dan dipelajari serta disimpulkan (Amri dan
Ahmadi, 2010). Kemampuan berpikir kritis menurut Watson dan Glaser memiliki
lima komponen yaitu: 1) menyususn kesimpulan (make inference), 2) deduksi
(deduktion), 3) interpretasi (interpretation), 4) mengenal asumsi (recognize
asumption), 5) mengevaluasi argumen (evaluate arguments) (Wagner, TA., 2002).
Menyusun kesimpulan (make inference) adalah membuat generalisasi berdasarkan
data yang ada untuk dicari derajat kebenaran dan kesalahannya. Deduksi ( deduktion)
adalah penarikan kesimpulan dari umum ke khusus menggunakan argumen-argumen
atau premis. Interpretasi (interpretation) merupakan bagian kegiatan menimbang dan
memaknai bukti berdasarkan data yang ada. Mengenal asumsi (reognize assumption)
adalah mengenal dan mengakui pernyataan yang dianggap benar, sehingga
membantu dalam menemukan kesenjangan informasi dan memperkaya pandangan
tentang masalah melalui penilaian terhadap kesesuaian informasi dan situasi yang
sebenarnya. Mengevaluasi argumen (evaluate argument) adalah kemampuan untuk
menganalisis pernyataann secara objektif dan akurat (Ejiogu et al, 2006). Komponen
interpretasi deduksi dan menyusun kesimpulan dijadikan satu sebagai komponen
yang berhubungan dengan pembentukan kesimpulan, sedangkan mengenal asumsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
dan mengevaluasi bukti menjadi komponen yang berdiri sendiri (Watson dan Glaser,
2010).
Kemampuan berpikir kritis menurut fascione terdiri dari beberpa aspek yaitu:
1) interpretasi (interpretation), 2) analisis (analysis), 3) evaluasi (evaluation), 4)
kesimpulan (inference), 5) penjelasan (explanation), 6) pengaturan diri (self
regulation). Keenam aspek kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan
kognitif yang mendukung siswa untuk menjadi pemikir kritis dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi (Fascione, 2013).
Interpretasi merupakan kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau
maksud dari pengalaman yang bervariasi, situasi, data, peristiwa, keputusan,
konversi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria (Fascione: 2013). Interpretasi
diartikan pula sebagai kemampuan untuk mengamati sifat dan enafsirkan data (Chick
dan Watson, 2001). Siswa yang memiliki kemampuan interpretasi lebih mampu
dalam memahami dan mengekspresikan makna tentang pengalaman, keyakinan, data,
aturan dan lain-lain selama proses belajarnya ( Ricketts dan Rudd, 2004).
Aspek interpretasi memiliki tiga sub keterampilan yaitu: 1) kategorisasi, 2)
signifikansi pengkodean, 3) mengklarifikasi makna. Kategorisasi digunakan untuk
menangkap
atau
merumuskan
kategori,
perbedaan,
kerangka
kerja
dan
meggambarkan informasi sehingga dapat memahami maknanya, misalnya menyortir
dan mengsubklasifikasikan informasi, membuat laporan tentang hal yang dialami dan
mengklasifikaikan data temuan atau pendapat. Signifikansi pengkodean digunakan
untuk mendeteksi, menghadirkan dan menjelaskan konten informasu yang disajikan
dlaam konvensi berbasis komunikasi bahasa, perilaku sosial, angka, gambar, grafik
atau simbol. Mengklarifikasi makna digunakan untuk membuat penjelasan melalui
penetapan, deskripsi, analogi tentang makna suatu kata-kata, ide, konsep, angka,
gambar, simbol, bagan, grafik atau peristiwa tertentu (Fascione, 1990).
Analisis (analysis) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan
kesimpulan yang benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep,
deskripsi atau bentuk pernyataan yang diharapkan untuk menyatakan kepercayaan,
keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat (Fascione; 2013).
Kemampuan analisis diperoleh melalui proses analisis dengan memecah atau
menguraikan kejadian menjadi unsur-unsur
(Tanner, 2006). Siswa yang
commitpenyusunnya
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
memiliki kemampuan analisis lebih mampu dalam mengidentifikasi hubungan antara
pernyataan, pertanyaan, konsep atau deskripsi untu mengekspresikan keyakinan,
penilaan atau alasan (Ricketts dan Rudd, 2004). Dari hasil penelitian diketahui
kemampuan analisis siswa pada kelas basedline lebih tinggi dibandingkan dengan
kelas modul. Hal ini berarti modul belum maksimal memberdayakan kemampuan
berpikir kritis pada aspek analisis.
Aspek analisis memiliki tiga sub keterampilan yaiyu: 1) mengkaji gagasan, 2)
mendetksi argumen, 3) analisis argumen. Mengkaji gagasan meliputi kegiatan
mendefinisi masalah dan menentukan hubungan bagian-bagian komponen masalah.
Mendeteksi argumen digunakan untuk menentukan suatu pernyataan, deskripsi,
pertanyaan dan representasi grafik sudah mengungkapkan sudut pandang/penjelasan
tertentu atau belum. Analisis argumen digunakan untuk memberikan alasan dalam
menanggapi atau mendukung klaim, opini atau sudut pandang tertentu (Fascione,
1990).
Aspek evaluasi (evaluation) pada kelas modul lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas basedline. Evaluasi merupakan kemampua untuk menilai kredibilitas
pernyataan atau penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi
seseorang, pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika
dari hubungan inferensial yang aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau
bentuk-bentuk representasi yang lain (Fascione: 2013). Evaluasi dilakukan dengan
memeriksa sumber informasi untuk menilai kualitasnya sebagai dasar pembuatan
keputusan berdasarkan kriteria yang diidentifikasi (Stobaugh, 2013). Siswa yang
memiliki kamampuan evaluasi lebih berkompeten dalam menilai kredibilitas
pernyataan dan representasi dari orang lain serta menilai kekuatan logis dari
pernyataan, deskripsi atau pertanyaan (Ricketts dan Rudd, 2004).
Aspek evaluas memiliki dua sub keterampilan yaitu menilai pernyataan dan
menilai argumen. Menilai pernyataan meliputi mengenali faktor-faktor yang relevan
dalam menilai kredibilitas sumber informasi dan pendapat, menilai relevansi
kontekstual dari pernyataan, informasi, prinsip, aturan atau prosedural dan menilai
kebenaran pengalaman, situasi, keyakinan atau pendapat. Menilai argumen meliputi
menentukan kebenaran argumen, melihat titik lemah dar argumen yang dievaluasi,
menilai dasar asumsi suatu argumen
(berdasarkan
commit
to user yang salah atau tidak), menilai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
kelogisan argumen dan menilai kekuatan argumen serta asumsi untuk menerima
argumen (Fascione, 1990).
Kesimpulan (inference) merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan
memilih unsur-unsur yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan
atau membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan dan
mengurangi konsekuensi yang ditimbulkan dari data, pernyataan, prinsip, bukti,
penilaian, keyakinan, opini, konsep, deskripsi, pernyataan atau bentuk representasi
lainnya (Fascione, 2013). Kesimpulan memiliki tiga prinsip diantaranya adalah
membuat generalisasi (predksi dan kesimpulan), menggunakan data sebagai
pendukung generalisasi dan menggunakan bahasa yang menggambarkan generalisasi
termasuk referensi yang pasti dalammengambil kesimpulan. Siswa yang memiliki
kemampuan menyimpulkan lebih berkompeten dalam menarik kesimpulan atau
hipotesis berdasarkan fakta, penilaian, keyakinan, prinsip-prinsip, konsep-konsep
atau representasi (Ricketts dan Rudd, 2004).
Aspek kesimpulan memiliki tiga sub keterampilan yaitu: 1) menanyakan bukti,
2) dugaan alternatif, 3) membuat kesimpulan. Menanyakan bukti digunakan untuk
menentukan strategi investigasi untuk mencari informasi yang relevan agar
didapatkan kesimpulan yang logis dan masuk akal. Dugaan alternatif digunakan
untuk menghasilkan prasangaka dan memproyeksikan berbagai kemungkinan
konsekuensi keputusan, posisi, kebijakan, teori atau keyakinan. Membuat
kesimpulan dilakukan dengan mempertimbangkan kelogisan dan kekuatan bukti
yang dimilki untuk mendukung kesimpulan yang dibuat (Fascione, 1990).
Penjelasan (explanation) merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil
proses pertimbangan seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu
alasan berdasar bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan
yang masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa
argumentasi yang meyakinkan (Fascione: 2013). Penjelasan tidak hanya deskripsi
atas fenomena yang terjadi, namun mencakup penjelasan terkait hubungan kausal
atau proses, argumen penguat yang menghubungkan deskripsi dan hubungan secara
logis dan menggunakan data empiris sebagai dasar penjelasan (Wu dan Hsieh, 2006).
Aspek penjelasan memiliki tiga sub keterampilan asek penjelasan yang terdiri
dari: 1) menyataka hasil, 2) membenarkan
prosedur, 3) menyajikan argumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Menyatakan hasil dapat berupa pernyataan akurat, deskripsi atau representasi dari
hasil kegiatan penalaran sehingga memungkinkan untuk menganalisis, mengevaluasi,
menyimpulkan dan memantau hasil kegiatan. Membenarkan prosedur dilakukan
dengan cara menyajikan bukti, konseptual, metodologi dan pertimbangan kontekstual
yang digunakan untuk membentuk kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi dan
kesimpulan seseorang sehingga menjadi rekaman akurat untuk evaluasi dan
membenarkan
proses
seseorang.
Menyajikan
argumen
dilakukan
dengan
memberikan alasan yang mendukung penerimaan suatu argumen dan memberikan
bukti, metode, kriteria, kesesuaian kontekstual, penilaian analitik dan evaluatif ketika
keberatan atas suatu argumen (Fascione, 1990).
Pengaturan diri (self regulation) merupakan kesadaran seseorang untuk
memonitor proses kognisi dirinya, elemen-elemen yang digunakan dalam proses
berpikir dan hasil yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan
keterampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam
mengambil keputusan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
(Fascione: 2013). Pengaturan diri merupakan kemampuan individu untuk memantau
kegiatan kognitif pribadi dan untuk memastikan dirinya sendiri sudah terlibat dalam
kegiatan berpikir kritis atau belum (Ricketts dan Rudd, 2004). Pengaturan diri
berperan dalam mengarahkan diri untuk membantu siswa dalam mengelola pikiran,
perilaku dan emosi supaya berhasil mengarahkan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan (Zumbrunn et. al, 2011).
Asek pengaturan diri memiliki sub keterampilan yang terdiri dari pemeriksaan
dan koreksi diri. pemeriksaan diri digunakan untuk merefleksikan penalaran diri
sendiri, melakukan penilaian diri secara objektif, menilai pemikiran seseorang dan
merefleksikan motivasi seseorang, nilai-nilai, sikap dan minat seseorang. Koreksi
diri dilakukan dengan memeriksa diri untuk mengungkapkan kesalahan atau
kekurangan, merancang cara perbaikan kesalahan dan penyebabnya (Fascione:
2013).
10. Hasil Belajar Biologi
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi setelah mengikuti
proses belajar mengajar sesuai dengan
tujuantopendidikan.
Seseorang yang melakukan
commit
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
aktifitas belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh
pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar (Purwanto, 2009: 54).
Hakikat hasil belajar biologi adalah untuk menghantarkan siswa menguasai
konsep biologi dan keterkaitannya untuk dapat memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari- hari. Siswa tidak sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing)
tentang konsep, melainkan harus menjadikan siswa mengerti dan memahami (to
understand) konsep tersebut menghubungkan keterkaitan satu konsep dengan konsep
lain (Rustaman, 2005: 389).
Hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah produk, proses, sikap. Tujuan kognitif
berorientasi kepada kemampuan berfikir yang dibagi menjadi enam tingkatan
menurut sistem klasifikasi Bloom. Setiap tingkatan menentukan jenis kognitif dalam
proses berfikir yang dituntut dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks yaitu
mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), mencipta (C6) (Anderson & Krathwohl, 2010: 98).
Nara dan Eveline (2010: 180) mengemukakan bahwa tingkah laku sebagai
hasil dari proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang terdapat
dari dalam diri individu (faktor internal) maupun faktor dari luar individu (faktor
eksternal). Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi faktor jasmaniah
(fisiologis) dan faktor psikologis. Faktor fisiologis dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kondisi badan dan keadaan fungsi
fisiologis tertentu. Faktor psikologis dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu: 1)
aspek bakat; 2) aspek minat; 3) intelegens; 4) aspek motivasi. Faktor eksternal adalah
faktor social (lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat), faktor non sosial (sarana
dan prasarana sekolah, waktu belajar, sekolah, dan alam).
11. Protista
Materi Protista dalam kurikulum 2013 terdapat pada kompetensi dasar 3.9
yaitu membedakan ciri-ciri umum filum dalam kingdom protista dengan Kingdom
lainnya dan menjelaskan perannya bagi kehidupan berdasarkan pengamatan. Pada
proses pembelajaran penyajian materi protista sebaiknya banyak melaksanakan
praktikum karena materi ini cukup rumit mencangkup ciri- ciri, klasifikasi, contoh,
serta peranan protista dalam kehidupan
commitseharito userhari. Proses pembelajaran materi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
protista dengan melaksanakan praktikum menyebabkan siswa dapat menggambarkan
bentuk setiap kelompok protista sehingga dapat menguatkan informasi yang
diperoleh siswa.
Protista dikelompokkan menurut kemiripannya dengan kingdom yang lebih
tinggi, antara lain Protista mrip jamur yaitu jamur lendir dan jamur air; Protista mirip
hewan, disebut protozoa; Protista mirip tumbuhan, yang disebut alga (Riandari,
2010).
a. Protista mirip tumbuhan
Nurmiyati (2013) mengemukakan bahwa Alga biasanya berupa fitoplanton
yang hidup melayang di dalam air. Akan tetapi ada pula alga yang hidup didasar
perairan. Berdasarkan dominasi pigmennya alga dapat dibedakan menjadi:
1) Alga cokelat ( Phaeophyta)
Pigmen Klorofil a, dan c, fukosantin, karoten, santofil, Habitat: Pantai, air
laut, air tawar, Bentuk talus : Benang atau seperti tumbuhan tingkat tinggi,
Reproduksi aseksual : Zoospora berflagela dua dan fragmentasi, Reproduksi seksual :
Isogami/ oogami, Dinding sel : Selulosa, asam alginate, Peranan : Fitoplankton
dalam ekosistem air, asam alginat. Contoh : Turbinaria, Fucus, Sargasum
2) Alga merah (Rhodophyta)
Pigmen : Klorofil a, dan b, karotenoid, fikosianin, fikoeritrin, Habitat:Air
tawar dan air laut, Bentuk talus : Benang atau seperti tumbuhan tinkat tinggi,
Reproduksi aseksual : Spora haploid, Reproduksi seksual :Persatuan sel spermatium
dan karpogonium, Dinding sel : Manan dan xilan, Peranan : Bahan agar- agar dan
sup. Contoh : Gracilaria, Gelidium, Eucheuma
3) Alga keemasan ( Chrysophyta)
Pigmen : Klorofil a dan c β-karoten, santofil, Habitat: Air tawar dan air laut,
Bentuk talus : Batang atau seperti telapak tangan, Reproduksi aseksual : Zoospora
berflagela banyak, Reproduksi seksual : Persatuan sel sperma dan ovum, Dinding sel
: Kersik/ silika, Peranan : Plankton, produsen di perairan laut. Contoh : Navicula,
Pinnularia, Synura
4) Alga hijau (Chlorophyta)
Pigmen : Klorofil a, b, β-karoten santofil, Habitat: 90% di air tawar dan 10%
di laut, Bentuk talus : Benang commit
lembaran,
Reproduksi aseksual : Zoospora,
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Reproduksi seksual : Konjugasi, Dinding sel : Selulosa, Peranan : Fitoplankton
dalam ekosistem air, bahan makanan. Contoh : Chlorea, Ulva
5) Diatom (Bacillariophyta)
Pigmen :Klorofil a, dan c, karotenoid, fukosantin, diaktosantin, diadinosantin,
Habitat:Air tawar dan air laut, bentuk talus : Talus terdiri dari 2 bagian, epiteka dan
hipoteka, Reproduksi aseksual : Pembelahan hipoteka dan epiteka, Reproduksi
seksual :Persatuan sel sperma dan ovum, Dinding sel : Silika (kersik), Peranan :
Bahan isolasi, penyekat dinamit, penggosok. Contoh :Actinastrum, Desmidium,
Bacteriastrum
b. Protista Mirip Hewan
Irnaningtyas (2013) mengemukakan bahwa Protista mirip hewan atau yang
biasa disebut protozoa organisme bersel satu yang berukuran mikroskopis. Cara
perkembangbiakan protista mirip hewan( protozoa) dapat terjadi secara seksual
maupun aseksual. Secara aseksual yanitu dengan membelah diri atau membentuk
spora, sedangkan secara seksual yaitu dengan melakukan konjugasi. Konjugasi ini
merupakan proses menempelnya dua sel untuk mengadakan pertukaran inti sel.
Protista mirip hewan (protozoa) dapat dijumpai di berbagai tempat, yaitu di parit,
sawah, sungai, bendungan, atau air laut, bahkan ada yang hidup dalam tubuh
makhluk hidup lainnya sebagai parasit. Dalam Klasifikasi makhluk Hidup, protozoa
di kelompokkan berdasarkan alat geraknya, yaitu Rhizopoda(kaki semu),
Ciliata(bulu getar), Flagellata(bulu cambuk), sporozoa(tidak mempunyai alat gerak
khusus)
1) Filum Rhizopoda
Organisme yang paling terkenal dalam filum ini adalah Amoeba. Maka
akan lebih mudah jika kita menguraikan ciri filum ini dari ciri amoeba itu sendiri.
Amoeba merupakan rhizopoda yang bergerak dengan kaki semu (pseudopodium),
organisme ini tidak memiliki bentuk tetap karena selalu berubah-ubah. Amoeba ada
yang hidup di alam, namun ada juga yang hidup sebagai parasit.
Amoeba bergerak dan menangkap makananya dengan kaki semu. Kaki semu
itu dijulurkan menuju makanan, diikuti oleh oleh isi sel sehingga tubuhnya bergerak
ke makanan itu. Makanannya berupa bakteri atau bahan Organik lainnya. Makanan
yang diperoleh akan masuk ke vakuola
makanan
commit
to user untuk dicerna. Lalu Vakuola ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
beredar ke seluruh sel sambil membawa makanan yang diolahnya. Sesudah diolah,
sari-sari makanan masuk ke dalam sitoplasma dan sisa-sisa makanan berbentuk padat
kemudian menepi dan kemudian keluar dari sel melalui membran plasma.Organisme
ini berkembangbiak secara aseksual , yaitu dengan membelah diri.
2) Filum Ciliata
Contoh dari filum ini adalah paramecium yang disebut sebagai hewan sandal,
karena bentuknya yang menyerupai tapak sandal.organisme ini bergerak di air
dengan menggunakan silia (bulu getar). Di permukaan membran sel yang melekuk
terdapt mulut sel. Air masuk ke mulut selnya karena getaran silia. Biasanya
organisme ini memakan bakteri atau mikroorganisme lainnya yang hidup di dalam
air. Setelah makanan masuk melalui mulut dan melewati kerongkongan sel, makan
itu kemudian menuju vakuola makanan. Sama seperti Rhizopoda, vakuola makanan
beredar sambil mencerna makanan. Sari-sari makanan masuk ke dalam sitoplasma.
Sisa makanan yang berwujud cairan dikeluarkan melalu vakuola berdenyut yang
berjumlah dua buah, masing-masing terletak di ujung sel, sedangkan sisa makanan
yang berwujud padat dikeluarkan oleh vakuola makanan yang menepi menuju ke
permukaan membran sel. Selanjutnya vakuola makanan pecah, dan sisa-sisa
makanan tadi ikut keluar.
Paramecium
berkembangbiak
baik
secara
vegetatif
dan
generatif.
Perkembangbiakan vegetatif adalah dengan jalan membelah diri, sedangkan secara
seksual dilakukan dengan konjugasi.
3) Filum Flagelata
Flagellata adalah organisme protista yang bergerak dengan menggunakan
flagella (bulu cambuk). Contoh organisme dari filum ini adalah trypanosoma.
Makhluk ini hidup secara parasit di dalam darah manusia dan vertebrata lainnya.
Trypanosoma berkembangbiak dengan membelah diri.
4) Filum Sporozoa
Organisme yang paling terkenal dalam filum ini adalah Plasmodium yang
hidup parasit pada tubuh manusia dan menyebabkan penyakit malaria. Makanannya
adalah sel darah merah (eritrosit). Inang perantaranya adalah nyamuk anopheles.
Plasmodium berkembang secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif
terjadi dengan membentuk spora.commit
Sedangkan
to userperkembangbiakkan nya secara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
seksual/generatif adalah dengan membentuk gameet. Sel gamet jantan disebut
mikrogametosis, sel betina disebut makrogametosis. Peleburan dilakukan dalam
tubuh nyamuk anopheles. Jika nyamuk ini menggigit manusia, maka plasmodium
yang terdapat dalam air liur dapat menginfeksi tubuh manusia.
c. Protista Mirip Jamur
Protista Mirip Jamur dahulu Protista mirip jamur sering dikelompokkan ke
dalam kingdom Fungi, namun sekarang pada umumnya para ahli telah
mengelompokkannya ke dalam kingdom Protista. Protista mirip jamur menghabiskan
sebagian besar waktu hidupnya dalam bentuk uniseluler. Akan tetapi, Protista mirip
jamur dapat bergabung dan berkelompok sehingga membentuk organisme
multiseluler. Dalam keadaan tersebut, Protista mirip jamur mengalami masa transisi
dari uniseluler menuju multiseluler.
Protista mirip jamur atau yang lebih dikenal dengan jamur lendir memiliki
susunan sel, cara reproduksi, dan siklus hidup yang berbeda dari jamur. Berdasarkan
perbandingan molekuler, jamur lendir mirip dengan beberapa alga walaupun jamur
lendir tidak memiliki kloroplas. Protista mirip jamur terdiri atas tiga filum, yaitu
Myxomycota, dan Oomycota (Riandari, 2010).
1) Myxomycota
Filum Myxomycota terdiri atas jamur lendir. Anggota Myxomycota biasanya
memiliki pigmen kuning atau oranye dan bersifat heterotrof. Myxomycota memiliki
fase amoeboid berinti banyak dan tidak dibatasi dinding kuat yang disebut
plasmodium yang dapat dijumpai dalam siklus hidupnya. Plasmodium dapat
bergerak seperti Amoeba di atas substrat dan mencerna makanan secara fagositosis,
menelan partikel atau sel secara langsung. Contoh spesies Myxomycota adalah
Physarium sp.
2) Oomycota
Oomycota dikenal sebagai jamur air (water molds), karat putih (white rust),
dan downy mildew. Organisme ini terdiri atas hifa (filamen atau benang halus yang
membentuk bagian vegetatif jamur) yang terlihat seperti jamur pada umumnya.
Oomycota memiliki dinding sel yang terbuat dari selulosa. Pada umumnya, jamur air
merupakan pengurai yang tumbuh pada alga atau hewan mati. Beberapa lagi
merupakan parasit pada ikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Anggota dari kelompok Oomycota sebagian besar bereproduksi menghasilkan
oogonia. Beberapa yang lainnya bereproduksi secara aseksual dengan zoospora. Pada
saat proses reproduksi, zoospora bergerak dengan berenang cepat. Peristiwa tersebut
terjadi di dalam air. Contoh spesies Oomycota adalah Saprolegnia.
B. Hasil Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang mendukung pengembangan modul berbasis guided
discovery diantaranya sebagai berikut:
1. Taufik Widhiyantoro (2012) dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan signifikan pada kemampuan berfikir siswa antara kelas kontrol
dengan metode pembelajaran ceramah bervariasi dan eksperimen dengan model
guided discovery, sehingga dapat disimpulkan bahwa panerapan model guided
discovery mampu untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa.
2. Silvia (2013) menyatakan bahwa ketuntasan hasil belajar peserta didik kelas
menggunakan LKS berbasis Guide Discovery meningkat sebesar 83%.
3. Wenno (2008) menyatakan dalam penerapan modul sains siswa lebih kreatif dalam
mengembangkan dirinya, siswa lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar
secara mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru sains, dan siswa
mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi sains yang
dikuasainya.
4. Fathur rohim (2012), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model
discovery terbimbing pada materi kalor terhadap peningkatan kemampuan berfikir
kreatif siswa. Analisis uji gain ternormalisasi memberikan hasil peningkatan rendah
untuk siswa yang diajar menggunakan model discovery terbimbing dan kecil untuk
siswa diajar menggunakan metode diskusi. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran discovery terbimbing dapat meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif siswa.
5. Susilo, 2001, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
biologi menggunakan concept map.
6. Evi soviawati (2011), penelitian ini bertujuan menggunakan pendekatan matematika
realistik untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. dari hasil penelitian
kemampuan berpikir siswa eningkat commit
setelah penerapan
to user pendekatan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
C. Kerangka Berpikir
Pendidikan berfungsi untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
bermutu tinggi. Hal ini berarti pendidikan dituntut untuk dapat menghasilkan lulusan
yang diharapkan mampu memecahkan masalah, berfikir kritis, kreatif dan kompetitif
sehingga dapat mengekspresikan diri mereka dalam menghadapi tatangan abad 21.
Pendidikan yang sesuai dengan perkembangan abad 21 lebih mengandalkan
pada
pengembangan
keterampilan
yang
meliputi,
keterampilan
berpikir,
keterampilan memecahkan masalah dan keterampilan berkomunikasi
yang
mendukung optimalisasi pada proses pencapaian pendidikan. Pendidikan sains
diharapkan dapat menjawab tantangan perkembangan abad 21 karena memiliki
karakteristik pembelajaran yang mengacu pada hakikat sains. hakikat pembelajaran
biologi sebagai salah satu dari ilmu sains meliputi proses, produk, sikap dan
teknologi (Carin & Evans dalam Suciati, 2011). Sains sebagai produk, berarti dalam
Biologi terdapat produk yang berupa konsep, dalil, hukum, teori, dan prinsip yang
sudah diterima kebenaranya (Carin & Evans dalam Suciati, 2011). Sains sebagai
sikap berarti dalam Biologi terkandung pengembangan sikap ilmiah diantaranya:
terbuka, obyektif, berorientasi pada kenyataan, bertanggungjawab dan bekerja sama.
Adapun, sains sebagai teknologi berarti biologi berkaitan erat dan digunakan dalam
kehidupan sehari-hari untuk memecahkan berbagai permasalahan yang muncul.
Karakteristik pendidikan sains tersebut diharapkan dapat mendorong siswa untuk
membangun pengetahuannya sendiri untuk memecahkan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari yang menuntut berpikir kritis terutama kemampuan
menganalisis.
Upaya
yang
dapat
digunakan
untuk
pembelajaran
biologi
adalah
mengembangkan pembelajaran yang dapat mengembangkan pola pikir siswa secara
menyeluruh melalui pengembangan bahan ajar yang sesuai untuk melatih siswa
belajar secara mandiri menemukan konsep belajar dan dapat memecahkan suatu
permasalahan yang akan mereka hadapi.
Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri tulakan menyatakan bahwa
bahan ajar yang terdapat disekolah sampai saat ini masih bersifat tekstual hanya
berupa ringkasan materi dan kumpulan soal- soal. Penyajian materi langsung
mengarah pada penyajian konsep, commit
tanpa membimbing
siswa untuk menemukan
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
sebuah konsep pada materi pelajaran selain itu bahan ajar yang digunakan belu
mengaitkan dengan kehidupan sehari- hari . Bahan ajar yang ada hanya berupa buku
ajar BSE dan LKS sehingga dengan minimnya bahan ajar tersebut mengakibatkan
siswa kurang dalam memperoleh informasi pembelajaran. Latihan soal- soal yang
terdapat dalam buku ajar hanya seputar pengetahuan mengingat dan memahami.
Proses pembelajaran yang dilakukan guru selama ini masih teacher centered,
guru hanya menyajikan materi tanpa penggunaan metode belajar yang bervariasi
sehingga siswa pola berpikir siswa kurang berkembang. Metode yang sering dipakai
oleh guru berupa ceramah dan diskusi selama ini guru menganggap bahwa siswa
belum mampu untuk menemukan konsep sendiri. Pembuatan penilaian untuk
mengevaluasi proses pembelajaran guru juga masih seputar mengingat dan
memahami saja belum melatihkan soal- soal kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kenyataan proses pembelajaran tersebut mengakibatkan siswa kurang dapat
memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran karena siswa
terbiasa hanya menerima transfer ilmu dari guru tanpa menemukan sendiri sebuah
konsep. Hal ini berakibat siswa nantinya kurang dapat bersaing di dunia kerja.
Adanya kesenjangan tersebut perlu adanya solusi yaitu berupa modul sains
Protista yang disajikan melalui model pembelajaran. Guided discovery merupakan
model pembelajaran yang menekankan pada penemuan konsep oleh siswa.
Penerapan model guided discovery dalam proses pembelajaran dapat mendorong
siswa lebih terorganisir dan terkoordinir dalam menemukan konsep yang relevan
sehingga pengetahuan yang didapatkan tersimpan lebih lama dalam memori siswa.
Penerapan model pembelajaran guided discovery lebih kuat dengan disertai
concept map. Penggabungan keduanya dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi
siswa yang pasif. Pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat melatihkan
kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat menjawab tantangan masa depan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
Download