PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENDALIKAN HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK MENGGUNAKAN PENDEKATAN HEALTH BELIEF MODEL DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB Desty Emilyani Abstract: Hallucination is one of nursing problems frequently encountered in patients with schizophrenia. Group Activity Therapy (GAT) Stimulating Hallucination Perception with Health Belief Model approach is one of therapeutic modalities that can be undertaken to a group of caregivers of patients with hallucination. The purpose of this study was to prove the influence of GAT Hallucinations Perception Stimulation using Health Belief Model approach to schizophrenic patients with hallucinations in NTB Provincial Mental Hospital. This was a quasy experimental study using pretest posttest group design. One group consisting of 9 subjects were given GAT Stimulation Perception Hallucinations with Health Belief Model approach, which consisted of four sessions held 2 times per week and one group consisting of 9 members as a control, who only ran the daily activities of the hospital. The samples were selected by consecutive sampling. Data were collected by measuring the ability to control hallucination using observation sheets before and after GAT. The statistical tests used was t test. The results showed change in the ability to control hallucinations before and after GAT Stimulation Perception Hallucinations with Health Belief Model approach with p 0.0001 <0.05, and there were differences in the ability to control hallucinations in treatment and control groups with p value 0.043 <0.05. This study suggests that GAT Hallucinations Perception Stimulation using Health Belief Model approach can help the healing process of patients with schizophrenia and reduce the recurrence rate. Keywords: hallucinations, Perception Stimulation Group Activities Therapy Pedoman LATAR BELAKANG Penggolongan dan Diagnosa Gangguan jiwa merupakan penyakit Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III), Skizofrenia dengan multi kausal (suatu penyakit dengan merupakan suatu sindrom yang disebabkan berbagai penyebab). Pasien gangguan jiwa oleh bermacam penyebab yang ditandai banyak mengalami distorsi kognitif yang dengan penyimpangan pikiran dan persepsi akhirnya mengarah ke gangguan perilaku, hal serta afek yang tidak wajar. Gangguan tersebut disebabkan oleh kesalahan logika, persepsi sensori halusinasi merupakan salah kekeliruan atau satu masalah keperawatan yang paling sering pandangan individu yang tak sesuai dengan ditemui pada pasien dengan skizofrenia kenyataan (Stuart, 2009). Kesalahan logika sehingga perlu mendapat perhatian dan ini menyebabkan pasien gangguan jiwa penanganan yang tepat dari seorang perawat. penggunaan alasan mempunyai pemikiran yang sempit tentang Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) sesuatu hal, termasuk tentang dirinya. Mereka merupakan salah satu terapi modalitas yang tidak yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien menyimpang, tidak bisa membina hubungan yang mempunyai masalah keperawatan yang relasi dengan orang lain (Yosep, 2010). sama. Pasien dilatih untuk mempersepsikan Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang stimulus yang disediakan atau stimulus yang banyak terdapat dalam masyarakat. Menurut pernah dialami untuk didiskusikan dalam merasa memiliki perilaku kelompok. Kemampuan persepsi pasien (Yosef, 2010). Berdasarkan hasil studi dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, terapi. Hasil diskusi kelompok dapat berupa dari 87 pasien yang dirawat dengan diagnosa kesepakatan skizofrenia selama bulan Desember 2011 persepsi atau alternatif penyelesaian masalah (Keliat & Akemat, berdasarkan 2010). Dalam proses ini diharapkan respon dialami adalah 28 pasien (32,2%) dengan pasien terhadap berbagai stimulus dalam masalah keperawatan halusinasi. Dampak kehidupan menjadi adaptif. perilaku uraian diatas Berdasarkan pengaruh Terapi Aktivitas diagnosa dari mengakibatkan keperawatan halusinasi adanya yang adalah kekacauan yang Kelompok Stimulasi Persepsi pada pasien berupa pembicaraan dan perilaku, aktivitas skizofrenia motorik berlebihan dan tidak terkendali, dengan halusinasi belum diketahui dengan jelas sehingga perlu diteliti. terdapat juga kemarahan, perilaku Berdasarkan data WHO (2001) saat mencederai diri sendiri dan orang lain, ini diperkirakan 450 juta orang menderita menjaga jarak dan mengisolasi diri sendiri gangguan dan mental, neurologis maupun kecemasan (Setiadi 2006 dalam masalah psikososial termasuk kecanduan Sudjarwo 2010). Bila halusinasi tidak segera alkohol dan penyalahgunaan obat, tak kurang mendapat 121 juta orang mengalami depresi dan 50 juta tepat akan menimbulkan masalah yang lebih orang mengalami epilepsi, 24 juta orang berat mengalami skizofrenia. Menurut Ibrahim kerusakan komunikasi verbal dan non verbal, (2011), dengan jumlah penduduk Indonesia dan paling buruk adalah resiko tindakan sebanyak 200 juta jiwa, jumlah penderita bunuh diri yang disebabkan karena pasien skizofrenia diperkirakan sebesar 1 % dari salah jumlah rangsangan (Iskandar, 2007). penduduk yaitu 2 juta jiwa. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi gangguan berat (skizofrenia) yaitu gangguan dalam interaksi mempersepsikan Terapi kelompok secara sosial, suatu umum di bertujuan untuk meningkatkan kesadaran Indonesia adalah 0,46% dengan prevalensi pasien mengenai diri mereka sendiri melalui tertinggi DKI Jakarta 2,03%, Nanggro Aceh interaksi dengan anggota kelompok lain yang Darussalam 1,85%, Sumatera Barat 1,67%, memberikan umpan balik mengenai perilaku Nusa Tenggara Barat 0,99%. Dari catatan mereka; memberikan pasien peningkatan rekam medis keterampilan NTB, jiwa perhatian dan penanganan yang Rumah Sakit Jiwa Propinsi interpersonal dan sosial; pasien yang dirawat inap dengan membantu anggota untuk beradaptasi dengan skizofrenia terjadi peningkatan sebesar 0,5% lingkungan dan meningkatkan komunikasi dari antara pasien dan petugas (Kaplan & Sadock, tahun 2009 sebanyak 978 orang sedangkan tahun 2010 sebanyak 983 orang. 2010). Sedangkan terjadi bertujuan mengubah perilaku klien dengan peningkatan sebesar 26,25% menjadi 1241 memanfaatkan dinamika kelompok. Wilson orang. Diperkirakan lebih dari 90% pasien dan Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK dengan skizofrenia mengalami halusinasi adalah manual, rekreasi dan teknik kreatif pada tahun 2011 TAK merupakan terapi yang untuk memfasilitasi pengalaman seseorang belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa serta meningkatkan respons sosial dan harga Propinsi diri. Di dalam kelompok terjadi dinamika penelitian. Selain itu dengan rata-rata jumlah interaksi yang saling bergantung, saling hari rawat pasien di Rumah Sakit Jiwa membutuhkan dan menjadi laboratorium Propinsi NTB adalah 18-21 hari sehingga tempat klien berlatih perilaku baru yang diperlukan suatu intervensi keperawatan yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama singkat dan bersifat supportif. yang maladaptif. Hasil NTB, maka Penelitian penelitian pengaruh dan Elliana (2007) mendapatkan hasil bahwa Persepsi Halusinasi TAK pendekatan Health Belief Model pengaruh Persepsi yang kemampuan mempunyai signifikan dilakukan bertujuan membuktikan Stimulasi Sihotang (2010) ini perlu TAK untuk Stimulasi menggunakan terhadap terhadap kemampuan mengendalikan halusinasi pada mengontrol dan memutus pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa halusinasi. Lebih lanjut hasil penelitian yang Propinsi NTB. dilakukan oleh Suryaningsih (2007) menarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi terhadap frekuensi METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Quasy eksperiment dengan halusinasi. Asuhan keperawatan mengacu rancangan pretest posttest group design. pada pendekatan holistik dalam membantu Populasi penelitian ini adalah semua pasien pasien mencapai keadaan yang optimal. Jadi dengan diagnosa medis skizofrenia yang tidak hanya ditekankan pada aspek fisik saja mengalami masalah keperawatan halusinasi tapi juga psikologis, sosial dan spiritual. yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Untuk itu dalam menjalankan perannya NTB. Sampel pada penelitian ini adalah sebagai pendekatan sebagian dari populasi yang memenuhi secara individual maupun kelompok. Oleh kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Pasien karena khususnya skizofrenia dengan halusinasi, 2) Usia 18-50 perawat jiwa haruslah mampu melakukan tahun, 3) Pasien yang dinyatakan lulus seleksi terapi aktivitas kelompok secara tepat dan untuk rehabilitasi oleh dokter penanggung benar. jawab, 4) Pasien skizofrenia yang sudah perawat itu diperlukan seorang perawat Berdasarkan uraian di atas, bahwa kooperatif dan sudah bisa berkomunikasi prevalensi semakin verbal dengan cukup baik. Kriteria eksklusi meningkat, keterbatasan jumlah tenaga di yaitu pasien skizofrenia yang mengalami ruangan sehingga penerapan TAK Stimulasi cacat fisik yang dapat mengganggu jalannya Persepsi tidak bisa dilaksanakan secara kegiatan (misalnya buta, tuli). Besar sampel optimal dan berdasarkan hasil wawancara masing-masing dengan perawat TAK sebanyak 9 orang untuk kelompok kontrol dengan dan 9 orang untuk kelompok perlakuan. pendekatan Health Belief Model (HBM) Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan jumlah Stimulasi kasus ruangan Persepsi yang bahwa halusinasi kelompok ditentukan menggunakan consecutive sampling. Lokasi posttest. Lama tiap sesi dilaksanakan 40-60 penelitian ini dilakukan di Ruang Rehabilitasi menit. Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB. Waktu penelitian Analisa data dilakukan meliputi: 1) dilakukan selama bulan April Analisis 2012. diskriptif, digunakan untuk memberikan deskripsi data yang terkumpul Pemberian TAK Stimulasi Persepsi dan disajikan dalam bentuk tabel, 2) Analisis Halusinasi menggunakan pendekatan Health statistik dengan menggunakan soft ware Belief Model terdiri dari empat sesi yaitu sesi SPSS 17 dengan tahapan sebagai berikut: (1) 1: mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol Uji Paired t test untuk melihat perbedaan halusinasi 3: kemampuan pasien mengendalikan halusinasi mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap, sebelum (pre) dan sesudah (post) diberikan dan sesi 4: diskusi tentang manfaat dan perlakuan baik pada kelompok perlakuan hambatan pengendalian maupun pada kelompok kontrol. Hipotesis halusinasi, dilakukan oleh peneliti sendiri diterima bila nilai p < 0,05, (2) Uji dibantu TAK Independent t test untuk melihat perbedaan dilaksanakan 2 kali perminggu. Setelah kemampuan pasien mengendalikan halusinasi keempat Persepsi antara kedua kelompok (kelompok perlakuan Halusinasi menggunakan pendekatan Health dan kelompok kontrol). Hipotesis diterima Belief Model selesai dilaksanakan dilakukan bila p < 0,05. dengan dari oleh sesi menghardik, tindakan perawat TAK sesi ruangan. Stimulasi HASIL PENELITIAN Tabel 1. Karakteristik responden di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB April 2012 Karakteristik a. Umur: 18-25 tahun 26-33 tahun 34-43 tahun b. Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan c. Pendidikan: Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA d. Pekerjaan: Bekerja Tidak Bekerja e. Status Perkawinan: Menikah Belum Menikah f. Jumlah kali dirawat: Pertama kali Lebih dari 1 kali Perlakuan (n=9) Kontrol (n=9) Harga p 1 6 2 11,1 66,7 22,2 3 3 3 33,3 33,4 33,3 0,708 6 3 66,7 33,3 6 3 66,7 33,3 1,000 3 4 2 33,3 44,5 22,2 2 5 2 22,5 55,6 22,2 0,737 3 6 33,3 66,7 5 4 55,6 44,4 0,637 6 3 66,7 33,3 6 3 66,7 33,3 1,000 4 5 44,4 55,6 5 4 55,6 44,4 0,532 Berdasarkan Tabel 1 dapat kelompok kontrol sebanyak 5 orang (55,6%) diketahui bahwa kelompok umur responden adalah bekerja. Dari hasil uji Chi-Square X² terbanyak di dapatkan hasil antara karateristik pekerjaan baik pada kelompok perlakuan sebanyak 6 orang (66,7%) dan kelompok responden kontrol kelompok kontrol didapatkan nilai p (0,637) sebanyak 3 orang (33,4%) adalah perlakuan kelompok umur 26-33 tahun. Dari hasil uji t > didapatkan hasil karakteristik pekerjaan responden. rerata usia responden 0,05 kelompok kelompok perlakuan 31,56 ± 5,77 dan dan berarti tidak ada perbedaan Berdasarkan status kelompok kontrol 30,22 ± 8,74 dengan nilai p responden (0,708) > 0,05 berarti tidak ada perbedaan perlakuan sebanyak 6 orang (66,7 %) dan karakteristik usia responden. pada kelompok kontrol sebanyak Berdasarkan jenis kelamin terbanyak perkawinan pada kelompok 6 orang (66,7 %) adalah menikah. Dari hasil uji Chi- responden terbanyak baik pada kelompok Square perlakuan sebanyak 6 orang (66,7%), dan karakteristik status perkawinan kelompok kontrol sebanyak 6 orang (66,7%) kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah jenis kelamin laki-laki. Dari hasil uji didapatkan nilai p (1,000) > 0,05 berarti Chi-Square X² di dapatkan hasil antara tidak ada perbedaan karakteristik status karakteristik perkawinan responden. jenis kelamin responden kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapatkan nilai p (1,000) > 0,05 tidak ada perbedaan karakteristik X² di dapatkan hasil antara responden Berdasarkan jumlah kali dirawat di berarti rumah sakit jiwa pada kelompok perlakuan jenis sebanyak 5 orang (55,6%) adalah lebih dari 1 kelamin responden. kali dirawat di RSJ dan kelompok kontrol Berdasarkan pendidikan responden sebanyak 5 orang (55,6%) adalah pertama terbanyak baik pada kelompok perlakuan kali dirawat. Dari hasil uji t didapatkan hasil sebanyak 4 orang (44,5%) dan rerata pada jumlah kali perawatan responden kelompok kontrol sebanyak 5 orang ( 55,6%) kelompok perlakuan 1,67 adalah tamat SMP. Dari hasil uji Mann- kelompok kontrol 2,11 ± 1,96 dengan nilai p Whitney di dapatkan hasil antara karakteristik (0,532) > 0,05 berarti tidak ada perbedaan pendidikan responden kelompok perlakuan karakteristik dan kelompok kontrol didapatkan nilai p responden. jumlah ± kali 0,71 dan perawatan (0,737) > 0,05 berarti tidak ada perbedaan Kemampuan karakteristik pendidikan responden. Berdasarkan pekerjaan sebelum dirawat terbanyak responden baik pada kelompok perlakuan sebanyak 6 orang (66,7%) adalah tidak bekerja dan pada mengendalikan halusinasi sebelum dan sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi menggunakan pendekatan Health Belief Model Tabel 2. Kemampuan mengendalikan halusinasi sebelum dan sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi menggunakan pendekatan Health Belief Model di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB April 2012 No. Respoden Pretest 1 18 2 22 3 20 4 19 5 24 6 20 7 19 8 22 9 20 Keterangan: Hasil uji t; p (0,0001) Posttest Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui 24 34 30 28 32 30 22 24 26 Tidak mampu Mampu Mampu Mampu Mampu Mampu Tidak mampu Tidak mampu Tidak mampu perlakuan adalah 20,44 ± 1,88 dan nilai rerata bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi kemampuan pada pasien skizofrenia sebelum diberikan setelah mendapat perlakuan adalah 27,78 ± TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi berbasis 4,05, Health Belief Model seluruh responden mengendalikan halusinasi rerata sebesar 7,33 (100%) tidak mampu ± 3,35 dan diperoleh nilai p (0,0001) < 0,05 sebanyak 9 orang mengendalikan halusinasi. Sedangkan mengendalikan terjadi perbedaan halusinasi kemampuan sehingga dapat disimpulkan bahwa ada kemampuan mengendalikan halusinasi pada perbedaan signifikan pasien skizofrenia setelah diberikan TAK mengendalikan Stimulasi Persepsi Halusinasi pendekatan sesudah pemberian TAK Stimulasi Persepsi Health Belief Model sebanyak 5 orang Halusinasi pendekatan Health Belief Model. halusinasi kemampuan sebelum dan (55,6%) mampu mengendalikan halusinasi. Dari hasil uji t didapatkan pada kelompok perlakuan nilai rerata kemampuan mengendalikan halusinasi sebelum diberikan Perbedaan kemampuan mengendalikan halusinasi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Tabel 3. Perbedaan kemampuan mengendalikan halusinasi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB April 2012 Variabel Uji Perlakuan Kontrol Independen ẋ ± SD ẋ ± SD Mengenal Halusinasi Pretest t = 2,294 7,33 ± 1,66 6,11 ± 1,54 Posttest p = 0,036 9,11 ± 0,93 8,00 ± 1,12 Paired t test 0,007 0,006 Δ pre-post 1,78 ± 1,48 1,89 ± 1,54 Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik Pretest Posttest Paired t test Δ pre-post ẋ ± SD 4,33 ± 0,71 6,78 ± 1,39 0,000 2,45 ± 1,24 ẋ ± SD 4,22 ± 0,44 5,33 ± 4,22 0,013 1,11 ± 1,05 t = 2,425 p = 0,028 Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-cakap Pretest Posttest Paired t test Δ pre-post ẋ ± SD 4,00 ± 0,00 5,44 ± 1,33 0,012 1,44 ± 1,33 ẋ ± SD 4,11 ± 0,33 4,89 ± 1,27 0,043 0,78 ± 0,97 t = 0,905 p = 0,379 Diskusi tentang Manfaat dan Hambatan Tindakan Pengendalian Halusinasi Pretest Posttest Paired t test Δ pre-post ẋ ± SD 5,00 ± 0,00 6,44 ± 1,33 0,012 1,44 ± 1,33 ẋ ± SD 5,00 ± 0,00 5,33 ± 0,50 0,081 0,33 ± 0,50 t = 2,341 p = 0,033 Total Kemampuan Pretest Posttest Paired t test Δ pre-post ẋ ± SD 20,44 ± 1,88 27,78 ± 4,05 0,0001 7,33 ± 3,35 ẋ ± SD 19,44 ± 2,19 23,56 ± 3,43 0,003 4,11 ± 2,85 t = 2,197 p = 0,043 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol. pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi PEMBAHASAN berbasis 1. Kemampuan mengendalikan halusinasi Health Belief Model terjadi perubahan sebesar 7,33 ± 3,35 sedangkan sebelum kemampuan kelompok mengendalikan halusinasi sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan harian rumah sakit dan mendapat terapi dilakukan perlakuan intervensi dan pada kelompok kontrol Hasil penelitian menunjukkan standard selama 2 minggu perawatan terjadi bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi perubahan sebesar 4,11 ± 2,85. sebelum diberikan intervensi pada kelompok Dari hasil uji t didapatkan nilai p perlakuan dan kelompok kontrol seluruh (0,043) < 0,05 sehingga dapat disimpulkan responden (100%) tidak mampu bahwa ada perbedaan signifikan antara mengendalikan halusinasi. Dari hasil uji t kemampuan mengendalikan halusinasi pada didapatkan nilai p (0,313) > 0,05 sehingga dapat disimpulkan perbedaan bahwa kemampuan tidak ada mengendalikan gejala negatif seperti menurunnya jarak dan intensitas ekspresi emosi, miskinnya halusinasi sebelum diberikan intervensi pada kemampuan kelompok perlakuan dan pada kelompok mengemukakan kontrol. penurunan/kesulitan memulai dan melakukan Halusinasi adalah ketidakmampuan kegiatan berbicara, lambatnya gagasan/ide, secara langsung, individu dalam membedakan antara rangsang pengaturan yang timbul dari sumber internal seperti berkonsentrasi dan mengingat, pikiran tidak pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan terarah dan lamban dalam berfikir. impuls dan stimulus eksternal. Halusinasi pasien skizofrenia pada umumnya terdapat muncul sebagai suatu proses panjang yang gangguan hubungan sosial yang merupakan berkaitan erat dengan kepribadian seseorang, suatu gangguan hubungan interpersonal yang karena itu halusinasi selalu dipengaruhi terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak antara lain oleh pengalaman-pengalaman fleksibel yang menimbulkan perilaku yang psikologis maladaptif dan mengganggu fungsi sosial seseorang. mempengaruhi Hal-hal ketidakmampuan yang pasien pribadi, gangguan seseorang. kesulitan dalam Pada Hubungan interpersonal yang mengendalikan halusinasi adalah: 1) pasien tidak adekuat atau tidak memuaskan akan merupakan kali menimbulkan kecemasan yang merupakan mengalami gangguan jiwa dan menjalani dasar untuk semua masalah emosional. perawatan di RSJ, 2) mekanisme koping Pemutusan proses hubungan terkait erat pasien tidak efektif dan cenderung menarik dengan diri sehingga menyebabkan terjadi halusinasi, proses hubungan yang disebabkan oleh 3) tidak ada protap TAK untuk penanganan kurangnya peran serta, respon lingkungan pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa yang Propinsi NTB. TAK dilakukan secara umum mengembangkan rasa tidak percaya diri dan dan bersamaan kepada seluruh pasien yang keinginan untuk menghindar dari orang lain ada di Ruang Rehabilitasi. TAK yang paling (Sulivan 1953 dalam Sudjarwo 2010). pasien baru pertama ketidakpuasan negatif. sering dilakukan hanya TAK Sosialisasi dan individu Kondisi Penyebab gangguan terhadap ini jiwa dapat yang dilakukan oleh mahasiswa praktik. Hal ini sangat kompleks (bio, psiko, sosial, spiritual) juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman sehingga perawat tentang TAK dan kurangnya tenaga pasien perawat untuk dapat mengaplikasikan TAK psikofarmaka secara teratur, 4) terapi hanya terfokus pada dilibatkan psikofarmaka bahwa menyelesaikan masalah sosialnya sehingga pelaksanaan TAK membutuhkan waktu yang pasien lebih cepat berorientasi pada realita panjang dan lama sementara hasilnya belum dan terlihat secara langsung. lingkungannya dan Irmansyah anggapan (2006) menyatakan bahwa pada pasien skizofrenia sering terdapat seharusnya tidak dapat hanya saja pada suatu penanganan terfokus pada pasien perlu tetapi membina aktifitas hubungan dengan Ketidakmampuan halusinasi dalam juga pasien untuk dengan baik. mengendalikan dipengaruhi oleh ketidaktahuan pasien tentang halusinasi dan (55,6%) cara-cara untuk mengendalikan halusinasi mengatakan bahwa skizofrenia lebih sering yang dialami. terdapat pada kelompok sosial ekonomi didengar Pasien merasa apa yang adalah sesuatu yang nyata. tidak bekerja. David (2004) rendah dan orang-orang pengangguran yang Kemampuan mengendalikan halusinasi dapat tidak diajarkan kepada pasien melalui intervensi melaksanakan keperawatan berupa TAK Stimulasi Persepsi pada tahap ini juga akan menyebabkan pasien Halusinasi yang bertujuan untuk melatih menghindari hubungan intim, menjauhi orang pasien untuk mempersepsikan stimulus tidak lain, dan merasa putus asa. Hal ini sesuai nyata dan respon yang dialami dalam dengan kehidupan. berdasarkan Berdasarkan Kegagalan tugas-tugas data perkembangan karakteristik status dalam responden perkawinan 33,3% karakteristik responden belum menikah. Stress psikologi pasien berdasarkan usia, sebagian besar ditambah dengan kurangnya stimulus dari responden (50,0%) berusia 26-33 tahun, lingkungan dapat menyebabkan munculnya dimana usia tersebut adalah usia produktif halusinasi dengan berbagai tugas perkembangan yang mengendalikannya. harus dalam 2. Kemampuan mengendalikan halusinasi melaksanakan tugas-tugas perkembangan di sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi masa lalu akan menyebabkan terjadinya Halusinasi gangguan di masa sekarang. Freud (1939) Model. diselesaikan. menyatakan bahwa data fungsional. Kegagalan ketika seseorang dan pasien tidak pendekatan Hasil tahu Health penelitian cara Belief menunjukkan mendapat masalah di masa lalunya dan belum bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi terselesaikan, akan sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi menyebabkan distorsi di masa sekarang. Halusinasi pendekatan Health Belief Model, Dengan demikian pengalaman masa lalu sebanyak menjadi penghambat bagi perkembangan mengendalikan halusinasi dengan nilai p masa sekarang. Itulah yang dimaksud dengan (0,0001) < 0,05 berarti ada perbedaan kondisi terfiksasi (arrested development), signifikan yaitu kondisi keterpakuan di masa lalu. halusinasi sebelum dan sesudah pemberian Tugas-tugas TAK seringkali hal perkembangan itu pada tahap perkembangan dewasa muda pasien yang karier, dan orang (55,6%) kemampuan Stimulasi mampu mengendalikan Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief Model. belum terpenuhi adalah mendapat pekerjaan, memilih 5 Pemberian TAK Stimulasi Persepsi melangsungkan Halusinasi pendekatan Health Belief Model perkawinan. Kegagalan pada tahap ini akan bertujuan agar pasien dapat meningkatkan menyebabkan produktifitas dan kreatifitas orientasi berkurang, pasien hanya perhatian pada diri kesadaran diri sehingga kecemasan pasien sendiri dan kurang perhatian terhadap orang menjadi berkurang sehingga respon terhadap lain. Hal ini sangat sesuai dengan data lingkungan menjadi lebih baik. Townsend demografi bahwa sebagian besar responden (1998) menyatakan bahwa orientasi pada terhadap realita, meningkatkan realita akan mengurangi persepsi yang salah orang dan meningkatkan rasa makna diri dan mengungkapkan perasaannya saat terjadi keluhuran pribadi pasien. halusinasi. TAK terapi Stimulasi yang Persepsi menggunakan adalah (33,3%) pasien mampu Dengan kemampuan pasien mengenal halusinasinya maka akan aktivitas meningkatkan kesadaran diri pasien tentang mempersepsikan berbagai stimulus yang keadaan yang sedang dialami, meningkatkan terkait orientasi terhadap realita, dan akhirnya dapat dengan pengalaman dan didiskusikan atau kehidupan untuk dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien. Sesuai dengan teori Health Belief berupa kesepakatan persepsi atau alternatif Model bahwa penyelesaian masalah (Keliat & Akemat, perilaku kesehatan apabila seseorang merasa 2010). terancam terhadap masalah kesehatan yang Terapi Aktivitas Kelompok seseorang akan merubah merupakan salah satu terapi modalitas yang dialaminya. dilakukan perawat pada sekelompok pasien persepsinya yang memiliki masalah keperawatan yang keseriusan dari sama, aktifitas digunakan sebagai terapi, dan dialami, yaitu halusinasi. Seseorang akan kelompok sebagai target asuhan. Di dalam mengetahui kelompok terjadi dinamika interaksi yang halusinasi, saling tergantung, saling membutuhkan, dan perubahan perilaku akibat halusinasi yang menjadi tempat pasien untuk berlatih perilaku dialami baru adalah masalah yang perlu di atasi maka yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. Pada TAK Hal ini dipengaruhi oleh terhadap kerentanan dan masalah kesehatan yang bahwa dirinya mengenal mengalami halusinasinya, dan merasakan bahwa halusinasi pasien akan berusaha merubah perilaku yang Stimulasi Persepsi maladapif menjadi lebih adaptif. Halusinasi pendekatan Health Belief Model Pada sesi 2: kemampuan pasien pasien dilatih untuk mampu mengendalikan mengontrol halusinasi dengan menghardik. halusinasi yang dialami meliputi: sesi 1: Sebagian besar yaitu 8 orang (88,9%) pasien mengenal halusinasi yaitu pasien dapat mampu menyebutkan isi halusinasi, menyebutkan halusinasi waktu memperagakan terjadi halusinasi, menyebutkan menyebutkan cara dengan cara mengontrol menghardik menghardik dan setelah frekuensi terjadi halusinasi dalam sehari, dilatih oleh terapis, walaupun sebelumnya menyebutkan halusinasi, hanya 2 orang (22,2%) pasien yang mampu mengungkapkan perasaannya saat terjadi menyebutkan cara yang selama ini digunakan halusinasi. Setelah dilakukan TAK Stimulasi mengontrol halusinasi yang dialami. Hal ini Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief dapat terjadi karena beberapa pasien masih Model seluruh pasien dapat menyebutkan isi mengatakan halusinasi dan waktu terjadinya halusinasi dialami adalah suatu hal yang indah untuk dan 8 orang (88,8%) dapat menyebutkan dinikmati misalnya mendengar suara anaknya frekuensi situasi yang sudah meninggal dunia memanggil- munculnya halusinasi. Sementara hanya 3 manggil namanya atau suara-suara tersebut situasi terjadi terjadi halusinasi dan bahwa isi halusinasi yang dianggap sebagai temannya. dengan orang lain dan lingkungannya. Dalam Ketidakmampuan pasien dalam membuat percakapan kesimpulan tentang halusinasinya disebabkan permasalahan, ide, gagasan antara sesama karena isi halusinasi yang positif sehingga pasien maupun kepada perawat. Keterbukaan membuat pasien merasa aman, nyaman dan antara perawat-pasien dapat menurunkan terhibur (Fairbairn,1954 dalam Sudjarwo tingkat kecemasan (2010). Sundeen, 1998). Sedangkan mempertahankan halusinasi bagi pasien kemampuan dengan yang mengontrol menghardik pasien bisa mengutarakan pasien (Stuart dan Pada sesi 4: diskusi tentang manfaat biasanya dan hambatan dari tindakan pengendalian karena isi halusinasi yang dialami bersifat halusinasi. Setelah diberikan TAK Stimulasi negatif sehingga pasien merasa tidak nyaman, Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief cemas dan terganggu misalnya menyuruhnya Model sebagian besar responden yaitu 7 untuk memukul orang. orang (77,7%) pasien dapat menyebutkan Pada sesi 3: kemampuan pasien manfaat mengendalikan halusinasi dan 2 dalam mencegah halusinasi dengan bercakap- orang (22,2%) dapat menyebutkan hambatan cakap, meliputi pasien dapat menyebutkan pelaksanaan tindakan. orang diperoleh kesepakatan yang memperagakan bisa diajak percakapan, berbicara, menyebutkan tindakan Pada diskusi ini kelompok pengendalian halusinasi bahwa yang waktu/jadwal percakapan, menyebutkan cara diajarkan pada sesi kedua dan sesi ketiga mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap. memang bermanfaat untuk mengontrol dan Setelah diberikan TAK Stimulasi Persepsi mencegah munculnya halusinasi. Halusinasi pendekatan Health Belief Model menyatakan sebanyak 7 orang (77,7%) pasien halusinasinya muncul dan akan menggunakan menyebutkan cara mencegah mampu halusinasi cara-cara tidak yang takut diajarkan lagi dalam Pasien bila TAK. dengan bercakap-cakap, tapi hanya 3 orang Sebelumnya pasien sama sekali tidak tahu (33,3%) mampu memperagakan percakapan, manfaat 2 orang (22,2%) mampu menyebutkan orang halusinasi terhadap kehidupan sehari-hari yang bisa diajak bicara dan 1 orang (11,1%) maupun terhadap kesembuhan pasien kerena mampu waktu/jadwal sebelumnya pasien tidak pernah mendapat bercakap-cakap dengan orang lain. Hal ini informasi tentang manfaat dan hambatan dari karena memang pasien lebih suka menyendiri tindakan pengendalian halusinasi. Setelah tidak mau bergaul dengan orang lain. Pada selesai sesi ini pasien menjadi tahu dan TAK ini pasien dilatih untuk meningkatkan menyadari manfaat kemampuan dalam halusinasi dan dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. hambatan dari tindakan Bercakap-cakap merupakan aspek penting halusinasi yang diajarkan. untuk dengan menyebutkan interpersonalnya mencegah timbulnya bercakap-cakap menyendiri sehingga halusinasi, pasien selalu tidak berinteraksi dari tindakan mengendalikan tindakan mengontrol mengidentifikasi mengendalikan Sesuai dengan pertimbangan yang kedua dalam teori Health Belief Model yaitu pertimbangan manfaat suatu tindakan dan hambatan dari pelaksanaan tindakan tersebut, dan maka kelompok. Selain itu karena pasien sudah apabila dalam diri percaya/yakin manfaat mengendalikan mengatasi pasien tindakan halusinasi hambatan dan dari didiskusikan dipertahankan atau pada masa terapi aktivitas perawatan minggu kedua/ketiga sehingga kondisi psikis/mental pelaksanaan pasien sudah tenang dan kooperatif sehingga maka yang telah dilatih dan dalam berada mengikuti dapat tindakan pengendalian halusinasi perilaku adaptif telah pernah kelompok dijadikan memudahkan perawat dalam memberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi akan pendekatan Health Belief Model dan tujuan sebagai TAK ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan mekanisme koping yang dapat digunakan masalah yang dihadapi pasien. oleh pasien apabila halusinasinya muncul Di samping itu, sesuai dengan teori bahkan pada saat pasien pulang ke rumah Stimulus Organisme (SOR) menurut Hosland atau tidak lagi menjalani perawatan di Rumah (1953) dalam Notoatmodjo (2007) yang Sakit Jiwa. mengatakan perubahan perilaku pada Setelah diberikan TAK Stimulasi dasarnya merupakan proses belajar, dan Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief proses belajar akan menjadi efektif apabila Model respon pasien terhadap lingkungan stimulus menjadi baik, sosialisasi pasien meningkat kebutuhan individu, dilakukan secara intensif dan pada akhirnya pasien mampu mengambil dan keputusan dan mempertahankan perilaku diberikan adaptif yang telah dipelajari yaitu pasien kemungkinan akan kembali ke keadaan mampu mengendalikan yang semula. Jadi Terapi Aktivitas Kelompok dialami meliputi: halusinasi, Stimulasi Persepsi Halusinasi pendekatan mengontrol halusinasi dengan menghardik, Health Belief Model sangat sesuai dengan mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap kebutuhan responden saat ini dan diberikan dan mengetahui manfaat dan hambatan dari secara intensif dan berkala dalam empat sesi tindakan pengendalian halusinasi yang sudah selama dipelajari. sebelum halusinasi mengenal yang diberikan berkala. Apabila secara dua dengan informasi intensif minggu pasien sesuai dan sebagai pulang tidak berkala, persiapan ke rumah. Dari hasil penelitian ini didapatkan Kemampuan yang dicapai dalam TAK juga bahwa berdasarkan jumlah kali dirawat di dapat dijadikan sebagai mekanisme koping rumah sakit jiwa pada kelompok perlakuan yang sebanyak 5 orang (55,6%) adalah lebih dari 1 halusinasi baik selama di rumah sakit kali dirawat di RSJ dan lama sakit pasien maupun setelah pasien di rumah. baru apabila pasien mengalami dirawat saat ini sebanyak 5 orang (55,6%) Hal ini juga sesuai dengan penelitian adalah 2-3 bulan, sehingga pasien memiliki yang dilakukan Sihotang (2010) dan Elliana pengalaman akan (2007) mendapatkan hasil bahwa TAK kemampuan Stimulasi Persepsi mempunyai pengaruh mempengaruhi pribadi perubahan yang mengendalikan halusinasi karena sebelumnya yang signifikan terhadap kemampuan pernah di rawat dengan masalah yang sama mengontrol dan memutus halusinasi. Lebih lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh menarik diri. Kondisi pasien yang tidak sama Suryaningsih (2007) menarik kesimpulan mengakibatkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna terapis tidak dapat memberikan kemampuan antara pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi yang sama bagi seluruh responden dalam hal Halusinasi terhadap frekuensi halusinasi. kemampuan mengendalikan halusinasi. Setelah stimulus yang diberikan diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief 3. Perubahan kemampuan mengendalikan Model masih ada 4 orang (44,4%) responden halusinasi pada kelompok perlakuan dan yang tidak mampu mengendalikan halusinasi. kelompok kontrol Responden tetap tidak mampu Hasil penelitian menunjukkan mengendalikan halusinasinya karena adanya bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi sifat premorbid/faktor internal dari responden pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah yang sangat mempengaruhi keberhasilan diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi intervensi ini. Indikator premorbid yang pendekatan Health Belief Model dapat kelompok menghambat kemampuan mengendalikan halusinasi ketidakmampuan pasien pasien adalah 1) mengekspresikan perlakuan terjadi pada perubahan sebesar 7,33 ± 3,35 sedangkan kemampuan mengendalikan halusinasi sebelum dan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum dan sesudah menjalankan kegiatan harian rumah acuh tak acuh, 2) penyimpangan komunikasi: sakit pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, perubahan sebesar 4,11 ± 2,85. Dari hasil uji kadang atau t didapatkan nilai p (0,043) < 0,05 sehingga gangguan dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan atensi: pasien tidak mampu memfokuskan, signifikan antara kemampuan mengendalikan mempertahankan, halusinasi pada kelompok perlakuan dan pada menyimpang berputar-putar (tangensial) (sirkumstansial), atau memindahkan perhatian, 3) gangguan perilaku: pemalu, pada kelompok kontrol terjadi kelompok kontrol. tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa TAK merupakan terapi yang menikmati rasa senang, mengganggu dan bertujuan mengubah perilaku pasien dengan tidak disiplin. David (2004) menyebutkan memanfaatkan dinamika kelompok. Wilson bahwa kondisi premorbid sebelum sakit dan Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK sangat mempengaruhi prognosis penyakit adalah manual, rekreasi dan teknik kreatif skizofrenia. Berdasarkan hasil pengamatan untuk memfasilitasi pengalaman seseorang dan catatan perawatan di ruangan ternyata serta meningkatkan respons sosial dan harga responden diri. yang tidak mengalami Di dalam kelompok terjadi dinamika perkembangan yang berarti ini adalah pasien interaksi yang saling bergantung, saling yang sudah lama menderita sakit tapi baru membutuhkan dan menjadi laboratorium pertama kali di rawat di rumah sakit jiwa dan tempat klien berlatih perilaku baru yang bahkan terdapat responden yang pernah adaptif untuk memperbaiki perilaku lama mengalami yang pemasungan dan responden memiliki kepribadian introvert dan selalu maladaptif. Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa berdampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan 1) persepsi terhadap kerentanan, 2) persepsi atau kesehatan tentang keparahan/keseriusan penyakit, 3) penggunaan persepsi tentang manfaat suatu tindakan, 4) kelompok terapeutik akan memberikan hasil persepsi tentang penghalang/hambatan dalam yang positif terhadap perubahan perilaku melakukan tindakan pasien dan meningkatkan perilaku adaptif responden dalam dan pembelajaran kognitif tetap dilakukan karena terapi serta seseorang. pemulihan Meningkatkan mengurangi perilaku maladaptif tersebut. kondisi Walaupun skizofrenia (Purwaningsih & Karlina, 2010). Terapi pada umumnya rata-rata kelompok secara umum bertujuan untuk skizofrenia dalam keadaan normal meningkatkan kesadaran pasien mengenai tetapi kemampuan untuk berfikir abstraknya diri mereka sendiri melalui interaksi dengan berkurang (Irmansyah, 2006). Jadi pasien anggota kelompok lain yang memberikan skizofrenia umpan balik mengenai perilaku mereka; rehabilitasi dimana fungsi global (GAF Scale memberikan pasien peningkatan keterampilan Score) sudah meningkat yang memungkinkan interpersonal dan sosial; membantu anggota tilikan diri (insight) menjadi lebih baik, untuk beradaptasi dengan lingkungan dan maka informasi dan pendidikan kesehatan meningkatkan komunikasi antara pasien dan dapat diberikan. petugas (Kaplan & Sadock, 2010). yang Dalam IQ pada pasien sudah pada pelaksanaan akan tahap penelitian, Perubahan ini terjadi karena pasien selama proses penelitian sangat dipengaruhi diberi pengetahuan yang berulang-ulang, oleh tingkat kestabilan kondisi jiwa dari dioptimalkan pasien skizofrenia, sehingga pada kondisi dalam setiap sesi terapi sehingga terjadi proses pembelajaran yang jiwa menumbuhkan motivasi pada pasien yang responden tidak dapat menyelesaikan terapi. pada akhirnya terbentuk sikap bersedia dan Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan kemauan sendiri untuk melakukan suatu atau perubahan kemampuan mengendalikan tindakan adaptif. halusinasi pada kelompok perlakuan adalah: Charles (1997) mengatakan bahwa dalam 1) jenis halusinasi yang homogen yaitu mengubah perilaku seseorang perlu disertai halusinasi pendengaran yang dengan informasi prosedural dan diberikan terapis dalam pelaksanaan TAK sesi pertama secara berulang-ulang. mengenal atau berprilaku yang Health Belief Model (HBM) adalah yang mengalami halusinasi penurunan/labil memudahkan karena seluruh responden merasa memiliki masalah yang suatu teori perubahan perilaku individu yang sama dapat mengoptimalkan fungsi diarahkan pada proses berfikir yang dialami kelompok sehingga diskusi seseorang sebelum melakukan tindakan yang masalah dan pencapaian tujuan lebih mudah, berkaitan dengan kesehatan (Edberg, 2007). 2) pelaksanaan TAK yang berkelanjutan Health Belief Model (HBM) merupakan sehingga akan memudahkan responden untuk model kognitif, yang berarti proses kognitif saling mengenal dan bertukar pengalaman, dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. berkomunikasi dan menggali pengetahuan Perilaku dimotivasi oleh empat faktor, yaitu: tentang halusinasi baik dalam sesi terapi pemecahan maupun di luar sesi saat pasien berada di Gunarsa (1998) menyatakan bahwa adanya ruangan, 3) dalam pelaksanaan TAK juga motivasi, dorongan dan kebutuhan akan tidak hanya mendapat informasi dan menimbulkan tentang cara sesuai dengan tujuan. Lingkungan kelompok juga yang kondusif dan rasa saling percaya antar berfungsi sebagai terapi supportif yang akan kelompok yang mampu dikondisikan oleh memberi dorongan dan motivasi kepada terapis juga akan mendukung perubahan responden untuk merubah perilaku yang kemampuan responden dalam pengendalian maladaptif menjadi perilaku adaptif, 4) halusinasi. Dengan kemampuan yang dimiliki pengaruh usia responden yang berkisar antara pasien setelah TAK Stimulasi Persepsi 18 sampai dengan 42 tahun, dimana usia Halusinasi pendekatan Health Belief Model tersebut tergolong pada usia dewasa sehingga diharapkan dapat menjadi mekanisme koping perubahan yang dapat digunakan bila terjadi halusinasi pendidikan kesehatan mengendalikan pemberian halusinasi mekanisme TAK tetapi koping Stimulasi setelah Persepsi sehingga perilaku dapat yang membantu diharapkan mempercepat Halusinasi pendekatan Health Belief Model proses penyembuhan dan setelah pasien di akan lebih mudah dan juga pada usia tersebut rumah sehingga dapat menurunkan angka kepribadian seseorang lebih matang secara kekambuhan. emosional, 5) tingkat pendidikan responden yang sebagian besar tamat SMP yang merupakan modal awal bagi terapis yang dapat mempermudah terapis dalam KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemberian informasi dan mengajarkan cara mengendalikan halusinasi mengendalikan halusinasi karena responden skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik. TAK Hal ini dapat dimengerti bahwa makin tinggi menggunakan pendidikan seseorang makin mudah orang Model, tersebut menerima informasi (Notoadmodjo, halusinasi, 2007). halusinasi dengan menghardik, kemampuan Stimulasi Persepsi pendekatan meliputi: pada Halusinasi Health kemampuan kemampuan pasien Belief mengenal mengontrol TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap pendekatan Health Belief Model sesi 4 juga dan kemampuan mengetahui manfaat dan akan memberikan motivasi kepada seluruh hambatan anggota kelompok dan berdasarkan hasil halusinasi. diskusi bahwa pengendalian halusinasi yang dari Berdasarkan tindakan pengendalian kesimpulan tersebut diajarkan merupakan suatu kebutuhan bagi maka disarankan bagi pasien skizofrenia yang pasien. Kesadaran dari pasien inilah yang mengalami akan membuat pasien merubah perilaku yang mengikuti kegiatan TAK Stimulasi Persepsi maladaptif menjadi perilaku yang adaptif. Halusinasi dalam upaya mempercepat proses Perubahan penyembuhan dan dapat dijadikan sebagai perilaku yang didasari oleh kesadaran dari pasien akan bersifat langgeng. bentuk halusinasi perilaku hendaknya adaptif yang dapat dapat dipertahankan dan digunakan sebagai Jilid 2. Edisi 7. Jakarta: Bina Rupa Aksara. mekanisme koping setelah pasien di rumah. DAFTAR PUSTAKA David, A. (1998). Premorbid adjustment and personality in people with schizophrenia. The British Journal of Psychiatry 172: 308-313. Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: Trans Info Media. Edberg, M. (2010). Buku Ajar Kesehatan Masyarakat Teori Sosial dan Perilaku. Jakarta: EGC. Elliana, A.D. (2007). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sessi 1-3 terhadap Kemampuan Memutus Halusinasi pada Klien Skizofrenia. Universitas Airlangga Surabaya. Tidak dipublikasikan. Fallon, I.R., et.al. (2002). Persistent Auditory Hallucinations: Coping Mechanisms and Implications for Management. Diakses 20 Mei 2012. Dari:hhtp://journals.cambridge.org/a ction/displayAbstract?fromPage=on line&aid=521546. Irmansyah. (2006). Influence Performance IQ in Schizophrenia Cases and Healthy Controls. Diakses 20 Mei 2012. dari http://www.aseanjournalofpsychiat ry.org/index.php/aseanjournalofps ychiatry Iskandar. (2007). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Modifikasi terhadap Pengendalian Halusinasi Dengar pada Klien Skizofrenia di RSJ Menur Surabaya. Universitas Airlangga Surabaya. Tidak dipublikasikan. Kaplan & Sadock. (2006). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. Keliat, B.A., & Akemat (ed.). (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC. Nihayati, H.E. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif terhadap Kemadirian Pasien Skizofrenia yang Mengalami Defisit Perawatan Diri di RSJ Surabaya. Tesis. Universitas Airlangga Surabaya. Tidak dipublikasikan. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Purwaningsih, W, & Karlina, I. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa dilengkapi Terapi Modalitas dan Standard Operating Prosedure (SOP), Yogyakarta: Nuha Medika. Stuart, G.W., 2005, Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th Edition. St. Louise: Mosby. Stuart,G.W.,&Sundeen,S.J.(1998).Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan).Edisi 3.Jakarta: EGC. Sudjarwo, E. (2010). Pengaruh Terapi Aktivitas Individu: Latihan Mengenal dan Mengontrol Halusinasi Pendengaran pada Penderita Skizofrenia di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Kab. Malang. Tesis. Universitas Airlangga Surabaya. Tidak dipublikasikan. Wilson, H.S. & Kneisl, C.R. (1996). Psychiatric Nursing, Philadelphia: J.B. Lippincott Company. Wykes, et.al. (1999). Group Treatment of Auditory Hallucinations, Exploratory Study of Effectiveness. British Journal of Psychiatry. 175: 180-185. Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama.