peningkatan kemampuan mengendalikan halusinasi pada pasien

advertisement
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENDALIKAN HALUSINASI
PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
MENGGUNAKAN PENDEKATAN HEALTH BELIEF MODEL
DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB
Desty Emilyani
Abstract: Hallucination is one of nursing problems frequently encountered in patients with
schizophrenia. Group Activity Therapy (GAT) Stimulating Hallucination Perception with Health
Belief Model approach is one of therapeutic modalities that can be undertaken to a group of
caregivers of patients with hallucination. The purpose of this study was to prove the influence of
GAT Hallucinations Perception Stimulation using Health Belief Model approach to schizophrenic
patients with hallucinations in NTB Provincial Mental Hospital. This was a quasy experimental
study using pretest posttest group design. One group consisting of 9 subjects were given GAT
Stimulation Perception Hallucinations with Health Belief Model approach, which consisted of four
sessions held 2 times per week and one group consisting of 9 members as a control, who only ran
the daily activities of the hospital. The samples were selected by consecutive sampling. Data were
collected by measuring the ability to control hallucination using observation sheets before and after
GAT. The statistical tests used was t test. The results showed change in the ability to control
hallucinations before and after GAT Stimulation Perception Hallucinations with Health Belief
Model approach with p 0.0001 <0.05, and there were differences in the ability to control
hallucinations in treatment and control groups with p value 0.043 <0.05. This study suggests that
GAT Hallucinations Perception Stimulation using Health Belief Model approach can help the
healing process of patients with schizophrenia and reduce the recurrence rate.
Keywords: hallucinations, Perception Stimulation Group Activities Therapy
Pedoman
LATAR BELAKANG
Penggolongan
dan
Diagnosa
Gangguan jiwa merupakan penyakit
Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III), Skizofrenia
dengan multi kausal (suatu penyakit dengan
merupakan suatu sindrom yang disebabkan
berbagai penyebab). Pasien gangguan jiwa
oleh bermacam penyebab yang ditandai
banyak mengalami distorsi kognitif yang
dengan penyimpangan pikiran dan persepsi
akhirnya mengarah ke gangguan perilaku, hal
serta afek yang tidak wajar. Gangguan
tersebut disebabkan oleh kesalahan logika,
persepsi sensori halusinasi merupakan salah
kekeliruan
atau
satu masalah keperawatan yang paling sering
pandangan individu yang tak sesuai dengan
ditemui pada pasien dengan skizofrenia
kenyataan (Stuart, 2009). Kesalahan logika
sehingga perlu mendapat perhatian dan
ini menyebabkan pasien gangguan jiwa
penanganan yang tepat dari seorang perawat.
penggunaan
alasan
mempunyai pemikiran yang sempit tentang
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
sesuatu hal, termasuk tentang dirinya. Mereka
merupakan salah satu terapi modalitas yang
tidak
yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien
menyimpang, tidak bisa membina hubungan
yang mempunyai masalah keperawatan yang
relasi dengan orang lain (Yosep, 2010).
sama. Pasien dilatih untuk mempersepsikan
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang
stimulus yang disediakan atau stimulus yang
banyak terdapat dalam masyarakat. Menurut
pernah dialami untuk didiskusikan dalam
merasa
memiliki
perilaku
kelompok.
Kemampuan
persepsi
pasien
(Yosef, 2010). Berdasarkan
hasil studi
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti,
terapi. Hasil diskusi kelompok dapat berupa
dari 87 pasien yang dirawat dengan diagnosa
kesepakatan
skizofrenia selama bulan Desember 2011
persepsi
atau
alternatif
penyelesaian masalah (Keliat & Akemat,
berdasarkan
2010). Dalam proses ini diharapkan respon
dialami adalah 28 pasien (32,2%) dengan
pasien terhadap berbagai stimulus dalam
masalah keperawatan halusinasi. Dampak
kehidupan menjadi adaptif.
perilaku
uraian
diatas
Berdasarkan
pengaruh Terapi Aktivitas
diagnosa
dari
mengakibatkan
keperawatan
halusinasi
adanya
yang
adalah
kekacauan
yang
Kelompok Stimulasi Persepsi pada pasien
berupa pembicaraan dan perilaku, aktivitas
skizofrenia
motorik berlebihan dan tidak terkendali,
dengan
halusinasi
belum
diketahui dengan jelas sehingga perlu diteliti.
terdapat
juga
kemarahan,
perilaku
Berdasarkan data WHO (2001) saat
mencederai diri sendiri dan orang lain,
ini diperkirakan 450 juta orang menderita
menjaga jarak dan mengisolasi diri sendiri
gangguan
dan
mental,
neurologis
maupun
kecemasan
(Setiadi
2006
dalam
masalah psikososial termasuk kecanduan
Sudjarwo 2010). Bila halusinasi tidak segera
alkohol dan penyalahgunaan obat, tak kurang
mendapat
121 juta orang mengalami depresi dan 50 juta
tepat akan menimbulkan masalah yang lebih
orang mengalami epilepsi, 24 juta orang
berat
mengalami skizofrenia. Menurut Ibrahim
kerusakan komunikasi verbal dan non verbal,
(2011), dengan jumlah penduduk Indonesia
dan paling buruk adalah resiko tindakan
sebanyak 200 juta jiwa, jumlah penderita
bunuh diri yang disebabkan karena pasien
skizofrenia diperkirakan sebesar 1 % dari
salah
jumlah
rangsangan (Iskandar, 2007).
penduduk
yaitu
2
juta
jiwa.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi
gangguan
berat
(skizofrenia)
yaitu
gangguan
dalam
interaksi
mempersepsikan
Terapi
kelompok
secara
sosial,
suatu
umum
di
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
Indonesia adalah 0,46% dengan prevalensi
pasien mengenai diri mereka sendiri melalui
tertinggi DKI Jakarta 2,03%, Nanggro Aceh
interaksi dengan anggota kelompok lain yang
Darussalam 1,85%, Sumatera Barat 1,67%,
memberikan umpan balik mengenai perilaku
Nusa Tenggara Barat 0,99%. Dari catatan
mereka; memberikan pasien peningkatan
rekam medis
keterampilan
NTB,
jiwa
perhatian dan penanganan yang
Rumah Sakit Jiwa Propinsi
interpersonal
dan
sosial;
pasien yang dirawat inap dengan
membantu anggota untuk beradaptasi dengan
skizofrenia terjadi peningkatan sebesar 0,5%
lingkungan dan meningkatkan komunikasi
dari
antara pasien dan petugas (Kaplan & Sadock,
tahun
2009
sebanyak
978
orang
sedangkan tahun 2010 sebanyak 983 orang.
2010).
Sedangkan
terjadi
bertujuan mengubah perilaku klien dengan
peningkatan sebesar 26,25% menjadi 1241
memanfaatkan dinamika kelompok. Wilson
orang. Diperkirakan lebih dari 90% pasien
dan Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK
dengan skizofrenia mengalami halusinasi
adalah manual, rekreasi dan teknik kreatif
pada
tahun
2011
TAK
merupakan
terapi
yang
untuk memfasilitasi pengalaman seseorang
belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Jiwa
serta meningkatkan respons sosial dan harga
Propinsi
diri.
Di dalam kelompok terjadi dinamika
penelitian. Selain itu dengan rata-rata jumlah
interaksi yang saling bergantung, saling
hari rawat pasien di Rumah Sakit Jiwa
membutuhkan dan menjadi laboratorium
Propinsi NTB adalah 18-21 hari sehingga
tempat klien berlatih perilaku baru yang
diperlukan suatu intervensi keperawatan yang
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama
singkat dan bersifat supportif.
yang maladaptif.
Hasil
NTB,
maka
Penelitian
penelitian
pengaruh
dan Elliana (2007) mendapatkan hasil bahwa
Persepsi
Halusinasi
TAK
pendekatan Health Belief Model
pengaruh
Persepsi
yang
kemampuan
mempunyai
signifikan
dilakukan
bertujuan
membuktikan
Stimulasi
Sihotang (2010)
ini
perlu
TAK
untuk
Stimulasi
menggunakan
terhadap
terhadap
kemampuan mengendalikan halusinasi pada
mengontrol dan memutus
pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
halusinasi. Lebih lanjut hasil penelitian yang
Propinsi NTB.
dilakukan oleh Suryaningsih (2007) menarik
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang
bermakna antara pelaksanaan TAK Stimulasi
Persepsi
Halusinasi
terhadap
frekuensi
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian
Quasy
eksperiment
dengan
halusinasi. Asuhan keperawatan mengacu
rancangan pretest posttest group design.
pada pendekatan holistik dalam membantu
Populasi penelitian ini adalah semua pasien
pasien mencapai keadaan yang optimal. Jadi
dengan diagnosa medis skizofrenia yang
tidak hanya ditekankan pada aspek fisik saja
mengalami masalah keperawatan halusinasi
tapi juga psikologis,
sosial dan spiritual.
yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Propinsi
Untuk itu dalam menjalankan perannya
NTB. Sampel pada penelitian ini adalah
sebagai
pendekatan
sebagian dari populasi yang memenuhi
secara individual maupun kelompok. Oleh
kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Pasien
karena
khususnya
skizofrenia dengan halusinasi, 2) Usia 18-50
perawat jiwa haruslah mampu melakukan
tahun, 3) Pasien yang dinyatakan lulus seleksi
terapi aktivitas kelompok secara tepat dan
untuk rehabilitasi oleh dokter penanggung
benar.
jawab, 4) Pasien skizofrenia yang sudah
perawat
itu
diperlukan
seorang
perawat
Berdasarkan uraian di atas, bahwa
kooperatif dan sudah bisa berkomunikasi
prevalensi
semakin
verbal dengan cukup baik. Kriteria eksklusi
meningkat, keterbatasan jumlah tenaga di
yaitu pasien skizofrenia yang mengalami
ruangan sehingga penerapan TAK Stimulasi
cacat fisik yang dapat mengganggu jalannya
Persepsi tidak bisa dilaksanakan secara
kegiatan (misalnya buta, tuli). Besar sampel
optimal
dan berdasarkan hasil wawancara
masing-masing
dengan
perawat
TAK
sebanyak 9 orang untuk kelompok kontrol
dengan
dan 9 orang untuk kelompok perlakuan.
pendekatan Health Belief Model (HBM)
Pemilihan sampel pada penelitian ini dengan
jumlah
Stimulasi
kasus
ruangan
Persepsi
yang
bahwa
halusinasi
kelompok
ditentukan
menggunakan consecutive sampling. Lokasi
posttest. Lama tiap sesi dilaksanakan 40-60
penelitian ini dilakukan di Ruang Rehabilitasi
menit.
Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB. Waktu
penelitian
Analisa data dilakukan meliputi: 1)
dilakukan selama bulan April
Analisis
2012.
diskriptif,
digunakan
untuk
memberikan deskripsi data yang terkumpul
Pemberian TAK Stimulasi Persepsi
dan disajikan dalam bentuk tabel, 2) Analisis
Halusinasi menggunakan pendekatan Health
statistik dengan menggunakan soft ware
Belief Model terdiri dari empat sesi yaitu sesi
SPSS 17 dengan tahapan sebagai berikut: (1)
1: mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol
Uji Paired t test untuk melihat perbedaan
halusinasi
3:
kemampuan pasien mengendalikan halusinasi
mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap,
sebelum (pre) dan sesudah (post) diberikan
dan sesi 4: diskusi tentang manfaat dan
perlakuan baik pada kelompok perlakuan
hambatan
pengendalian
maupun pada kelompok kontrol. Hipotesis
halusinasi, dilakukan oleh peneliti sendiri
diterima bila nilai p < 0,05, (2) Uji
dibantu
TAK
Independent t test untuk melihat perbedaan
dilaksanakan 2 kali perminggu. Setelah
kemampuan pasien mengendalikan halusinasi
keempat
Persepsi
antara kedua kelompok (kelompok perlakuan
Halusinasi menggunakan pendekatan Health
dan kelompok kontrol). Hipotesis diterima
Belief Model selesai dilaksanakan dilakukan
bila p < 0,05.
dengan
dari
oleh
sesi
menghardik,
tindakan
perawat
TAK
sesi
ruangan.
Stimulasi
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Karakteristik responden di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB
April 2012
Karakteristik
a. Umur:
18-25 tahun
26-33 tahun
34-43 tahun
b. Jenis Kelamin:
Laki-laki
Perempuan
c. Pendidikan:
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
d. Pekerjaan:
Bekerja
Tidak Bekerja
e. Status Perkawinan:
Menikah
Belum Menikah
f. Jumlah kali dirawat:
Pertama kali
Lebih dari 1 kali
Perlakuan (n=9)
Kontrol (n=9)
Harga p
1
6
2
11,1
66,7
22,2
3
3
3
33,3
33,4
33,3
0,708
6
3
66,7
33,3
6
3
66,7
33,3
1,000
3
4
2
33,3
44,5
22,2
2
5
2
22,5
55,6
22,2
0,737
3
6
33,3
66,7
5
4
55,6
44,4
0,637
6
3
66,7
33,3
6
3
66,7
33,3
1,000
4
5
44,4
55,6
5
4
55,6
44,4
0,532
Berdasarkan
Tabel
1
dapat
kelompok kontrol sebanyak 5 orang (55,6%)
diketahui bahwa kelompok umur responden
adalah bekerja. Dari hasil uji Chi-Square X²
terbanyak
di dapatkan hasil antara karateristik pekerjaan
baik pada kelompok perlakuan
sebanyak 6 orang (66,7%) dan kelompok
responden
kontrol
kelompok kontrol didapatkan nilai p (0,637)
sebanyak 3 orang (33,4%) adalah
perlakuan
kelompok umur 26-33 tahun. Dari hasil uji t
>
didapatkan hasil
karakteristik pekerjaan responden.
rerata
usia responden
0,05
kelompok
kelompok perlakuan 31,56 ± 5,77 dan
dan
berarti tidak ada perbedaan
Berdasarkan
status
kelompok kontrol 30,22 ± 8,74 dengan nilai p
responden
(0,708) > 0,05 berarti tidak ada perbedaan
perlakuan sebanyak 6 orang (66,7 %) dan
karakteristik usia responden.
pada kelompok kontrol sebanyak
Berdasarkan
jenis
kelamin
terbanyak
perkawinan
pada
kelompok
6 orang
(66,7 %) adalah menikah. Dari hasil uji Chi-
responden terbanyak baik pada kelompok
Square
perlakuan sebanyak 6 orang (66,7%), dan
karakteristik status perkawinan
kelompok kontrol sebanyak 6 orang (66,7%)
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
adalah jenis kelamin laki-laki. Dari hasil uji
didapatkan nilai p (1,000) > 0,05 berarti
Chi-Square X² di dapatkan hasil antara
tidak ada perbedaan karakteristik status
karakteristik
perkawinan responden.
jenis
kelamin
responden
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
didapatkan nilai p (1,000) > 0,05
tidak
ada
perbedaan
karakteristik
X²
di
dapatkan
hasil
antara
responden
Berdasarkan jumlah kali dirawat di
berarti
rumah sakit jiwa pada kelompok perlakuan
jenis
sebanyak 5 orang (55,6%) adalah lebih dari 1
kelamin responden.
kali dirawat di RSJ dan kelompok kontrol
Berdasarkan pendidikan responden
sebanyak 5 orang (55,6%) adalah pertama
terbanyak baik pada kelompok perlakuan
kali dirawat. Dari hasil uji t didapatkan hasil
sebanyak 4 orang (44,5%) dan
rerata
pada
jumlah kali perawatan responden
kelompok kontrol sebanyak 5 orang ( 55,6%)
kelompok perlakuan 1,67
adalah tamat SMP. Dari hasil uji Mann-
kelompok kontrol 2,11 ± 1,96 dengan nilai p
Whitney di dapatkan hasil antara karakteristik
(0,532) > 0,05 berarti tidak ada perbedaan
pendidikan responden kelompok perlakuan
karakteristik
dan kelompok kontrol didapatkan nilai p
responden.
jumlah
±
kali
0,71
dan
perawatan
(0,737) > 0,05 berarti tidak ada perbedaan
Kemampuan
karakteristik pendidikan responden.
Berdasarkan pekerjaan
sebelum
dirawat
terbanyak
responden
baik
pada
kelompok perlakuan sebanyak 6
orang
(66,7%) adalah tidak bekerja dan
pada
mengendalikan
halusinasi
sebelum dan sesudah diberikan TAK
Stimulasi
Persepsi
Halusinasi
menggunakan pendekatan Health Belief
Model
Tabel 2. Kemampuan mengendalikan halusinasi sebelum dan sesudah diberikan TAK
Stimulasi Persepsi Halusinasi menggunakan pendekatan Health Belief Model di
Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB April 2012
No. Respoden
Pretest
1
18
2
22
3
20
4
19
5
24
6
20
7
19
8
22
9
20
Keterangan: Hasil uji t; p (0,0001)
Posttest
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
24
34
30
28
32
30
22
24
26
Tidak mampu
Mampu
Mampu
Mampu
Mampu
Mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
Tidak mampu
perlakuan adalah 20,44 ± 1,88 dan nilai rerata
bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi
kemampuan
pada pasien skizofrenia sebelum diberikan
setelah mendapat perlakuan adalah 27,78 ±
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi berbasis
4,05,
Health Belief Model seluruh
responden
mengendalikan halusinasi rerata sebesar 7,33
(100%) tidak mampu
± 3,35 dan diperoleh nilai p (0,0001) < 0,05
sebanyak 9 orang
mengendalikan
halusinasi.
Sedangkan
mengendalikan
terjadi
perbedaan
halusinasi
kemampuan
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
kemampuan mengendalikan halusinasi pada
perbedaan
signifikan
pasien skizofrenia setelah diberikan TAK
mengendalikan
Stimulasi Persepsi Halusinasi pendekatan
sesudah pemberian TAK Stimulasi Persepsi
Health Belief Model sebanyak 5 orang
Halusinasi pendekatan Health Belief Model.
halusinasi
kemampuan
sebelum
dan
(55,6%) mampu mengendalikan halusinasi.
Dari hasil uji t didapatkan
pada
kelompok perlakuan nilai rerata kemampuan
mengendalikan halusinasi sebelum diberikan
Perbedaan kemampuan mengendalikan
halusinasi pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol
Tabel 3. Perbedaan kemampuan mengendalikan halusinasi pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol di Ruang Rehabilitasi Rumah Sakit Jiwa Propinsi NTB April
2012
Variabel
Uji
Perlakuan
Kontrol
Independen
ẋ ± SD
ẋ ± SD
Mengenal Halusinasi
Pretest
t = 2,294
7,33 ± 1,66
6,11 ± 1,54
Posttest
p = 0,036
9,11 ± 0,93
8,00 ± 1,12
Paired t test
0,007
0,006
Δ pre-post
1,78 ± 1,48
1,89 ± 1,54
Mengontrol Halusinasi
dengan Menghardik
Pretest
Posttest
Paired t test
Δ pre-post
ẋ ± SD
4,33 ± 0,71
6,78 ± 1,39
0,000
2,45 ± 1,24
ẋ ± SD
4,22 ± 0,44
5,33 ± 4,22
0,013
1,11 ± 1,05
t = 2,425
p = 0,028
Mencegah Halusinasi
dengan Bercakap-cakap
Pretest
Posttest
Paired t test
Δ pre-post
ẋ ± SD
4,00 ± 0,00
5,44 ± 1,33
0,012
1,44 ± 1,33
ẋ ± SD
4,11 ± 0,33
4,89 ± 1,27
0,043
0,78 ± 0,97
t = 0,905
p = 0,379
Diskusi tentang Manfaat
dan Hambatan Tindakan
Pengendalian Halusinasi
Pretest
Posttest
Paired t test
Δ pre-post
ẋ ± SD
5,00 ± 0,00
6,44 ± 1,33
0,012
1,44 ± 1,33
ẋ ± SD
5,00 ± 0,00
5,33 ± 0,50
0,081
0,33 ± 0,50
t = 2,341
p = 0,033
Total Kemampuan
Pretest
Posttest
Paired t test
Δ pre-post
ẋ ± SD
20,44 ± 1,88
27,78 ± 4,05
0,0001
7,33 ± 3,35
ẋ ± SD
19,44 ± 2,19
23,56 ± 3,43
0,003
4,11 ± 2,85
t = 2,197
p = 0,043
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi
kelompok perlakuan dan pada kelompok
kontrol.
pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah
diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi
PEMBAHASAN
berbasis
1. Kemampuan mengendalikan halusinasi
Health Belief Model
terjadi
perubahan sebesar 7,33 ± 3,35 sedangkan
sebelum
kemampuan
kelompok
mengendalikan
halusinasi
sebelum dan sesudah menjalankan kegiatan
harian rumah sakit dan mendapat terapi
dilakukan
perlakuan
intervensi
dan
pada
kelompok
kontrol
Hasil
penelitian
menunjukkan
standard selama 2 minggu perawatan terjadi
bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi
perubahan sebesar 4,11 ± 2,85.
sebelum diberikan intervensi pada kelompok
Dari hasil uji t didapatkan nilai p
perlakuan dan kelompok kontrol seluruh
(0,043) < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
responden
(100%)
tidak
mampu
bahwa ada perbedaan signifikan antara
mengendalikan halusinasi. Dari hasil uji t
kemampuan mengendalikan halusinasi pada
didapatkan nilai p (0,313) > 0,05 sehingga
dapat
disimpulkan
perbedaan
bahwa
kemampuan
tidak
ada
mengendalikan
gejala negatif seperti menurunnya jarak dan
intensitas
ekspresi
emosi,
miskinnya
halusinasi sebelum diberikan intervensi pada
kemampuan
kelompok perlakuan dan pada kelompok
mengemukakan
kontrol.
penurunan/kesulitan memulai dan melakukan
Halusinasi adalah ketidakmampuan
kegiatan
berbicara,
lambatnya
gagasan/ide,
secara
langsung,
individu dalam membedakan antara rangsang
pengaturan
yang timbul dari sumber internal seperti
berkonsentrasi dan mengingat, pikiran tidak
pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan
terarah dan lamban dalam berfikir.
impuls dan stimulus eksternal. Halusinasi
pasien skizofrenia pada umumnya terdapat
muncul sebagai suatu proses panjang yang
gangguan hubungan sosial yang merupakan
berkaitan erat dengan kepribadian seseorang,
suatu gangguan hubungan interpersonal yang
karena itu halusinasi selalu dipengaruhi
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
antara lain oleh pengalaman-pengalaman
fleksibel yang menimbulkan perilaku yang
psikologis
maladaptif dan mengganggu fungsi sosial
seseorang.
mempengaruhi
Hal-hal
ketidakmampuan
yang
pasien
pribadi,
gangguan
seseorang.
kesulitan
dalam
Pada
Hubungan interpersonal yang
mengendalikan halusinasi adalah: 1) pasien
tidak adekuat atau tidak memuaskan akan
merupakan
kali
menimbulkan kecemasan yang merupakan
mengalami gangguan jiwa dan menjalani
dasar untuk semua masalah emosional.
perawatan di RSJ, 2) mekanisme koping
Pemutusan proses hubungan terkait erat
pasien tidak efektif dan cenderung menarik
dengan
diri sehingga menyebabkan terjadi halusinasi,
proses hubungan yang disebabkan oleh
3) tidak ada protap TAK untuk penanganan
kurangnya peran serta, respon lingkungan
pasien halusinasi di Rumah Sakit Jiwa
yang
Propinsi NTB. TAK dilakukan secara umum
mengembangkan rasa tidak percaya diri dan
dan bersamaan kepada seluruh pasien yang
keinginan untuk menghindar dari orang lain
ada di Ruang Rehabilitasi. TAK yang paling
(Sulivan 1953 dalam Sudjarwo 2010).
pasien
baru
pertama
ketidakpuasan
negatif.
sering dilakukan hanya TAK Sosialisasi dan
individu
Kondisi
Penyebab
gangguan
terhadap
ini
jiwa
dapat
yang
dilakukan oleh mahasiswa praktik. Hal ini
sangat kompleks (bio, psiko, sosial, spiritual)
juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman
sehingga
perawat tentang TAK dan kurangnya tenaga
pasien
perawat untuk dapat mengaplikasikan TAK
psikofarmaka
secara teratur, 4) terapi hanya terfokus pada
dilibatkan
psikofarmaka
bahwa
menyelesaikan masalah sosialnya sehingga
pelaksanaan TAK membutuhkan waktu yang
pasien lebih cepat berorientasi pada realita
panjang dan lama sementara hasilnya belum
dan
terlihat secara langsung.
lingkungannya
dan
Irmansyah
anggapan
(2006)
menyatakan
bahwa pada pasien skizofrenia sering terdapat
seharusnya
tidak
dapat
hanya
saja
pada
suatu
penanganan
terfokus
pada
pasien
perlu
tetapi
membina
aktifitas
hubungan
dengan
Ketidakmampuan
halusinasi
dalam
juga
pasien
untuk
dengan
baik.
mengendalikan
dipengaruhi
oleh
ketidaktahuan pasien tentang halusinasi dan
(55,6%)
cara-cara untuk mengendalikan halusinasi
mengatakan bahwa skizofrenia lebih sering
yang dialami.
terdapat pada kelompok sosial ekonomi
didengar
Pasien merasa apa yang
adalah
sesuatu
yang
nyata.
tidak
bekerja.
David
(2004)
rendah dan orang-orang pengangguran yang
Kemampuan mengendalikan halusinasi dapat
tidak
diajarkan kepada pasien melalui intervensi
melaksanakan
keperawatan berupa TAK Stimulasi Persepsi
pada tahap ini juga akan menyebabkan pasien
Halusinasi yang bertujuan untuk melatih
menghindari hubungan intim, menjauhi orang
pasien untuk mempersepsikan stimulus tidak
lain, dan merasa putus asa. Hal ini sesuai
nyata dan respon yang dialami dalam
dengan
kehidupan.
berdasarkan
Berdasarkan
Kegagalan
tugas-tugas
data
perkembangan
karakteristik
status
dalam
responden
perkawinan
33,3%
karakteristik
responden belum menikah. Stress psikologi
pasien berdasarkan usia, sebagian besar
ditambah dengan kurangnya stimulus dari
responden (50,0%) berusia 26-33 tahun,
lingkungan dapat menyebabkan munculnya
dimana usia tersebut adalah usia produktif
halusinasi
dengan berbagai tugas perkembangan yang
mengendalikannya.
harus
dalam
2. Kemampuan mengendalikan halusinasi
melaksanakan tugas-tugas perkembangan di
sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi
masa lalu akan menyebabkan terjadinya
Halusinasi
gangguan di masa sekarang. Freud (1939)
Model.
diselesaikan.
menyatakan
bahwa
data
fungsional.
Kegagalan
ketika
seseorang
dan
pasien
tidak
pendekatan
Hasil
tahu
Health
penelitian
cara
Belief
menunjukkan
mendapat masalah di masa lalunya dan belum
bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi
terselesaikan,
akan
sesudah diberikan TAK Stimulasi Persepsi
menyebabkan distorsi di masa sekarang.
Halusinasi pendekatan Health Belief Model,
Dengan demikian pengalaman masa lalu
sebanyak
menjadi penghambat bagi perkembangan
mengendalikan halusinasi dengan nilai p
masa sekarang. Itulah yang dimaksud dengan
(0,0001) < 0,05 berarti ada perbedaan
kondisi terfiksasi (arrested development),
signifikan
yaitu kondisi keterpakuan di masa lalu.
halusinasi sebelum dan sesudah pemberian
Tugas-tugas
TAK
seringkali
hal
perkembangan
itu
pada
tahap
perkembangan dewasa muda pasien yang
karier,
dan
orang
(55,6%)
kemampuan
Stimulasi
mampu
mengendalikan
Persepsi
Halusinasi
pendekatan Health Belief Model.
belum terpenuhi adalah mendapat pekerjaan,
memilih
5
Pemberian TAK Stimulasi Persepsi
melangsungkan
Halusinasi pendekatan Health Belief Model
perkawinan. Kegagalan pada tahap ini akan
bertujuan agar pasien dapat meningkatkan
menyebabkan produktifitas dan kreatifitas
orientasi
berkurang, pasien hanya perhatian pada diri
kesadaran diri sehingga kecemasan pasien
sendiri dan kurang perhatian terhadap orang
menjadi berkurang sehingga respon terhadap
lain. Hal ini sangat sesuai dengan data
lingkungan menjadi lebih baik. Townsend
demografi bahwa sebagian besar responden
(1998) menyatakan bahwa orientasi pada
terhadap
realita,
meningkatkan
realita akan mengurangi persepsi yang salah
orang
dan meningkatkan rasa makna diri dan
mengungkapkan perasaannya saat terjadi
keluhuran pribadi pasien.
halusinasi.
TAK
terapi
Stimulasi
yang
Persepsi
menggunakan
adalah
(33,3%)
pasien
mampu
Dengan kemampuan pasien
mengenal
halusinasinya
maka
akan
aktivitas
meningkatkan kesadaran diri pasien tentang
mempersepsikan berbagai stimulus yang
keadaan yang sedang dialami, meningkatkan
terkait
orientasi terhadap realita, dan akhirnya dapat
dengan
pengalaman
dan
didiskusikan
atau
kehidupan
untuk
dalam
kelompok.
Hasil diskusi kelompok dapat
menurunkan tingkat kecemasan pasien.
Sesuai dengan teori Health Belief
berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
Model bahwa
penyelesaian masalah (Keliat & Akemat,
perilaku kesehatan apabila seseorang merasa
2010).
terancam terhadap masalah kesehatan yang
Terapi
Aktivitas
Kelompok
seseorang akan merubah
merupakan salah satu terapi modalitas yang
dialaminya.
dilakukan perawat pada sekelompok pasien
persepsinya
yang memiliki masalah keperawatan yang
keseriusan dari
sama, aktifitas digunakan sebagai terapi, dan
dialami, yaitu halusinasi. Seseorang akan
kelompok sebagai target asuhan. Di dalam
mengetahui
kelompok terjadi dinamika interaksi yang
halusinasi,
saling tergantung, saling membutuhkan, dan
perubahan perilaku akibat halusinasi yang
menjadi tempat pasien untuk berlatih perilaku
dialami
baru
adalah masalah yang perlu di atasi maka
yang
adaptif
untuk
memperbaiki
perilaku lama yang maladaptif.
Pada
TAK
Hal
ini
dipengaruhi
oleh
terhadap
kerentanan
dan
masalah kesehatan yang
bahwa
dirinya
mengenal
mengalami
halusinasinya,
dan merasakan bahwa halusinasi
pasien akan berusaha merubah perilaku yang
Stimulasi
Persepsi
maladapif menjadi lebih adaptif.
Halusinasi pendekatan Health Belief Model
Pada sesi 2: kemampuan pasien
pasien dilatih untuk mampu mengendalikan
mengontrol halusinasi dengan menghardik.
halusinasi yang dialami meliputi: sesi 1:
Sebagian besar yaitu 8 orang (88,9%) pasien
mengenal halusinasi yaitu pasien dapat
mampu
menyebutkan isi halusinasi, menyebutkan
halusinasi
waktu
memperagakan
terjadi
halusinasi,
menyebutkan
menyebutkan
cara
dengan
cara
mengontrol
menghardik
menghardik
dan
setelah
frekuensi terjadi halusinasi dalam sehari,
dilatih oleh terapis, walaupun sebelumnya
menyebutkan
halusinasi,
hanya 2 orang (22,2%) pasien yang mampu
mengungkapkan perasaannya saat terjadi
menyebutkan cara yang selama ini digunakan
halusinasi. Setelah dilakukan TAK Stimulasi
mengontrol halusinasi yang dialami. Hal ini
Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief
dapat terjadi karena beberapa pasien masih
Model seluruh pasien dapat menyebutkan isi
mengatakan
halusinasi dan waktu terjadinya halusinasi
dialami adalah suatu hal yang indah untuk
dan 8 orang (88,8%) dapat menyebutkan
dinikmati misalnya mendengar suara anaknya
frekuensi
situasi
yang sudah meninggal dunia memanggil-
munculnya halusinasi. Sementara hanya 3
manggil namanya atau suara-suara tersebut
situasi
terjadi
terjadi
halusinasi
dan
bahwa
isi
halusinasi
yang
dianggap
sebagai
temannya.
dengan orang lain dan lingkungannya. Dalam
Ketidakmampuan pasien dalam membuat
percakapan
kesimpulan tentang halusinasinya disebabkan
permasalahan, ide, gagasan antara sesama
karena isi halusinasi yang positif sehingga
pasien maupun kepada perawat. Keterbukaan
membuat pasien merasa aman, nyaman dan
antara perawat-pasien dapat menurunkan
terhibur (Fairbairn,1954 dalam Sudjarwo
tingkat kecemasan
(2010).
Sundeen, 1998).
Sedangkan
mempertahankan
halusinasi
bagi
pasien
kemampuan
dengan
yang
mengontrol
menghardik
pasien
bisa
mengutarakan
pasien (Stuart dan
Pada sesi 4: diskusi tentang manfaat
biasanya
dan hambatan dari tindakan pengendalian
karena isi halusinasi yang dialami bersifat
halusinasi. Setelah diberikan TAK Stimulasi
negatif sehingga pasien merasa tidak nyaman,
Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief
cemas dan terganggu misalnya menyuruhnya
Model sebagian besar responden yaitu 7
untuk memukul orang.
orang (77,7%) pasien dapat menyebutkan
Pada sesi 3: kemampuan pasien
manfaat mengendalikan halusinasi dan 2
dalam mencegah halusinasi dengan bercakap-
orang (22,2%) dapat menyebutkan hambatan
cakap, meliputi pasien dapat menyebutkan
pelaksanaan tindakan.
orang
diperoleh kesepakatan
yang
memperagakan
bisa
diajak
percakapan,
berbicara,
menyebutkan
tindakan
Pada diskusi ini
kelompok
pengendalian
halusinasi
bahwa
yang
waktu/jadwal percakapan, menyebutkan cara
diajarkan pada sesi kedua dan sesi ketiga
mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.
memang bermanfaat untuk mengontrol dan
Setelah diberikan TAK Stimulasi Persepsi
mencegah munculnya halusinasi.
Halusinasi pendekatan Health Belief Model
menyatakan
sebanyak 7 orang (77,7%) pasien
halusinasinya muncul dan akan menggunakan
menyebutkan
cara
mencegah
mampu
halusinasi
cara-cara
tidak
yang
takut
diajarkan
lagi
dalam
Pasien
bila
TAK.
dengan bercakap-cakap, tapi hanya 3 orang
Sebelumnya pasien sama sekali tidak tahu
(33,3%) mampu memperagakan percakapan,
manfaat
2 orang (22,2%) mampu menyebutkan orang
halusinasi terhadap kehidupan sehari-hari
yang bisa diajak bicara dan 1 orang (11,1%)
maupun terhadap kesembuhan pasien kerena
mampu
waktu/jadwal
sebelumnya pasien tidak pernah mendapat
bercakap-cakap dengan orang lain. Hal ini
informasi tentang manfaat dan hambatan dari
karena memang pasien lebih suka menyendiri
tindakan pengendalian halusinasi. Setelah
tidak mau bergaul dengan orang lain. Pada
selesai sesi ini pasien menjadi tahu dan
TAK ini pasien dilatih untuk meningkatkan
menyadari manfaat
kemampuan
dalam
halusinasi
dan
dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
hambatan
dari
tindakan
Bercakap-cakap merupakan aspek penting
halusinasi yang diajarkan.
untuk
dengan
menyebutkan
interpersonalnya
mencegah
timbulnya
bercakap-cakap
menyendiri
sehingga
halusinasi,
pasien
selalu
tidak
berinteraksi
dari
tindakan
mengendalikan
tindakan mengontrol
mengidentifikasi
mengendalikan
Sesuai dengan pertimbangan yang
kedua dalam teori Health Belief Model yaitu
pertimbangan manfaat
suatu tindakan dan
hambatan dari pelaksanaan tindakan tersebut,
dan
maka
kelompok. Selain itu karena pasien sudah
apabila
dalam diri
percaya/yakin
manfaat
mengendalikan
mengatasi
pasien
tindakan
halusinasi
hambatan
dan
dari
didiskusikan
dipertahankan
atau
pada
masa
terapi
aktivitas
perawatan
minggu
kedua/ketiga sehingga kondisi psikis/mental
pelaksanaan
pasien sudah tenang dan kooperatif sehingga
maka
yang telah dilatih dan
dalam
berada
mengikuti
dapat
tindakan pengendalian halusinasi
perilaku adaptif
telah
pernah
kelompok
dijadikan
memudahkan perawat dalam memberikan
TAK
Stimulasi
Persepsi
Halusinasi
akan
pendekatan Health Belief Model dan tujuan
sebagai
TAK ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan
mekanisme koping yang dapat digunakan
masalah yang dihadapi pasien.
oleh pasien apabila halusinasinya muncul
Di samping itu, sesuai dengan teori
bahkan pada saat pasien pulang ke rumah
Stimulus Organisme (SOR) menurut Hosland
atau tidak lagi menjalani perawatan di Rumah
(1953) dalam Notoatmodjo (2007) yang
Sakit Jiwa.
mengatakan
perubahan
perilaku
pada
Setelah diberikan TAK Stimulasi
dasarnya merupakan proses belajar, dan
Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief
proses belajar akan menjadi efektif apabila
Model respon pasien terhadap lingkungan
stimulus
menjadi baik, sosialisasi pasien meningkat
kebutuhan individu, dilakukan secara intensif
dan pada akhirnya pasien mampu mengambil
dan
keputusan dan mempertahankan perilaku
diberikan
adaptif yang telah dipelajari yaitu pasien
kemungkinan akan kembali ke keadaan
mampu
mengendalikan
yang
semula. Jadi Terapi Aktivitas Kelompok
dialami
meliputi:
halusinasi,
Stimulasi Persepsi Halusinasi pendekatan
mengontrol halusinasi dengan menghardik,
Health Belief Model sangat sesuai dengan
mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
kebutuhan responden saat ini dan diberikan
dan mengetahui manfaat dan hambatan dari
secara intensif dan berkala dalam empat sesi
tindakan pengendalian halusinasi yang sudah
selama
dipelajari.
sebelum
halusinasi
mengenal
yang diberikan
berkala.
Apabila
secara
dua
dengan
informasi
intensif
minggu
pasien
sesuai
dan
sebagai
pulang
tidak
berkala,
persiapan
ke
rumah.
Dari hasil penelitian ini didapatkan
Kemampuan yang dicapai dalam TAK juga
bahwa berdasarkan jumlah kali dirawat di
dapat dijadikan sebagai mekanisme koping
rumah sakit jiwa pada kelompok perlakuan
yang
sebanyak 5 orang (55,6%) adalah lebih dari 1
halusinasi baik selama di rumah sakit
kali dirawat di RSJ dan lama sakit pasien
maupun setelah pasien di rumah.
baru
apabila
pasien
mengalami
dirawat saat ini sebanyak 5 orang (55,6%)
Hal ini juga sesuai dengan penelitian
adalah 2-3 bulan, sehingga pasien memiliki
yang dilakukan Sihotang (2010) dan Elliana
pengalaman
akan
(2007) mendapatkan hasil bahwa TAK
kemampuan
Stimulasi Persepsi mempunyai pengaruh
mempengaruhi
pribadi
perubahan
yang
mengendalikan halusinasi karena sebelumnya
yang
signifikan
terhadap
kemampuan
pernah di rawat dengan masalah yang sama
mengontrol dan memutus halusinasi. Lebih
lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh
menarik diri. Kondisi pasien yang tidak sama
Suryaningsih (2007) menarik kesimpulan
mengakibatkan
bahwa terdapat pengaruh yang bermakna
terapis tidak dapat memberikan kemampuan
antara pelaksanaan TAK Stimulasi Persepsi
yang sama bagi seluruh responden dalam hal
Halusinasi terhadap frekuensi halusinasi.
kemampuan mengendalikan halusinasi.
Setelah
stimulus
yang
diberikan
diberikan TAK Stimulasi
Persepsi Halusinasi pendekatan Health Belief
3. Perubahan kemampuan mengendalikan
Model masih ada 4 orang (44,4%) responden
halusinasi pada kelompok perlakuan dan
yang tidak mampu mengendalikan halusinasi.
kelompok kontrol
Responden
tetap
tidak
mampu
Hasil
penelitian
menunjukkan
mengendalikan halusinasinya karena adanya
bahwa kemampuan mengendalikan halusinasi
sifat premorbid/faktor internal dari responden
pada pasien skizofrenia sebelum dan sesudah
yang sangat mempengaruhi keberhasilan
diberikan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi
intervensi ini. Indikator premorbid yang
pendekatan Health Belief Model
dapat
kelompok
menghambat
kemampuan
mengendalikan
halusinasi
ketidakmampuan
pasien
pasien
adalah
1)
mengekspresikan
perlakuan
terjadi
pada
perubahan
sebesar 7,33 ± 3,35 sedangkan kemampuan
mengendalikan
halusinasi
sebelum
dan
emosi: wajah dingin, jarang tersenyum dan
sesudah menjalankan kegiatan harian rumah
acuh tak acuh, 2) penyimpangan komunikasi:
sakit
pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,
perubahan sebesar 4,11 ± 2,85. Dari hasil uji
kadang
atau
t didapatkan nilai p (0,043) < 0,05 sehingga
gangguan
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
atensi: pasien tidak mampu memfokuskan,
signifikan antara kemampuan mengendalikan
mempertahankan,
halusinasi pada kelompok perlakuan dan pada
menyimpang
berputar-putar
(tangensial)
(sirkumstansial),
atau
memindahkan
perhatian, 3) gangguan perilaku: pemalu,
pada
kelompok
kontrol
terjadi
kelompok kontrol.
tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa
TAK
merupakan
terapi
yang
menikmati rasa senang, mengganggu dan
bertujuan mengubah perilaku pasien dengan
tidak disiplin.
David (2004) menyebutkan
memanfaatkan dinamika kelompok. Wilson
bahwa kondisi premorbid sebelum sakit
dan Kneisl (1992) menyatakan bahwa TAK
sangat mempengaruhi prognosis penyakit
adalah manual, rekreasi dan teknik kreatif
skizofrenia.
Berdasarkan hasil pengamatan
untuk memfasilitasi pengalaman seseorang
dan catatan perawatan di ruangan ternyata
serta meningkatkan respons sosial dan harga
responden
diri.
yang
tidak
mengalami
Di dalam kelompok terjadi dinamika
perkembangan yang berarti ini adalah pasien
interaksi yang saling bergantung, saling
yang sudah lama menderita sakit tapi baru
membutuhkan dan menjadi laboratorium
pertama kali di rawat di rumah sakit jiwa dan
tempat klien berlatih perilaku baru yang
bahkan terdapat responden yang pernah
adaptif untuk memperbaiki perilaku lama
mengalami
yang
pemasungan
dan
responden
memiliki kepribadian introvert dan selalu
maladaptif. Penggunaan kelompok
dalam praktik keperawatan jiwa berdampak
positif dalam upaya pencegahan, pengobatan
1) persepsi terhadap kerentanan, 2) persepsi
atau
kesehatan
tentang keparahan/keseriusan penyakit, 3)
penggunaan
persepsi tentang manfaat suatu tindakan, 4)
kelompok terapeutik akan memberikan hasil
persepsi tentang penghalang/hambatan dalam
yang positif terhadap perubahan perilaku
melakukan
tindakan
pasien dan meningkatkan perilaku adaptif
responden
dalam
dan
pembelajaran kognitif tetap dilakukan karena
terapi
serta
seseorang.
pemulihan
Meningkatkan
mengurangi
perilaku
maladaptif
tersebut.
kondisi
Walaupun
skizofrenia
(Purwaningsih & Karlina, 2010). Terapi
pada umumnya rata-rata
kelompok secara umum bertujuan untuk
skizofrenia dalam keadaan normal
meningkatkan kesadaran pasien mengenai
tetapi kemampuan untuk berfikir abstraknya
diri mereka sendiri melalui interaksi dengan
berkurang (Irmansyah, 2006). Jadi pasien
anggota kelompok lain yang memberikan
skizofrenia
umpan balik mengenai perilaku mereka;
rehabilitasi dimana fungsi global (GAF Scale
memberikan pasien peningkatan keterampilan
Score) sudah meningkat yang memungkinkan
interpersonal dan sosial; membantu anggota
tilikan diri (insight) menjadi lebih baik,
untuk beradaptasi dengan lingkungan dan
maka informasi dan pendidikan kesehatan
meningkatkan komunikasi antara pasien dan
dapat diberikan.
petugas (Kaplan & Sadock, 2010).
yang
Dalam
IQ pada pasien
sudah
pada
pelaksanaan
akan
tahap
penelitian,
Perubahan ini terjadi karena pasien
selama proses penelitian sangat dipengaruhi
diberi pengetahuan yang berulang-ulang,
oleh tingkat kestabilan kondisi jiwa dari
dioptimalkan
pasien skizofrenia, sehingga pada kondisi
dalam
setiap
sesi
terapi
sehingga terjadi proses pembelajaran yang
jiwa
menumbuhkan motivasi pada pasien yang
responden tidak dapat menyelesaikan terapi.
pada akhirnya terbentuk sikap bersedia dan
Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan
kemauan sendiri untuk melakukan suatu
atau perubahan kemampuan mengendalikan
tindakan
adaptif.
halusinasi pada kelompok perlakuan adalah:
Charles (1997) mengatakan bahwa dalam
1) jenis halusinasi yang homogen yaitu
mengubah perilaku seseorang perlu disertai
halusinasi pendengaran yang
dengan informasi prosedural dan diberikan
terapis dalam pelaksanaan TAK sesi pertama
secara berulang-ulang.
mengenal
atau
berprilaku
yang
Health Belief Model (HBM) adalah
yang
mengalami
halusinasi
penurunan/labil
memudahkan
karena
seluruh
responden merasa memiliki masalah yang
suatu teori perubahan perilaku individu yang
sama
dapat
mengoptimalkan
fungsi
diarahkan pada proses berfikir yang dialami
kelompok sehingga diskusi
seseorang sebelum melakukan tindakan yang
masalah dan pencapaian tujuan lebih mudah,
berkaitan dengan kesehatan (Edberg, 2007).
2) pelaksanaan TAK yang berkelanjutan
Health Belief Model (HBM) merupakan
sehingga akan memudahkan responden untuk
model kognitif, yang berarti proses kognitif
saling mengenal dan bertukar pengalaman,
dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan.
berkomunikasi dan menggali pengetahuan
Perilaku dimotivasi oleh empat faktor, yaitu:
tentang halusinasi baik dalam sesi terapi
pemecahan
maupun di luar sesi saat pasien berada di
Gunarsa (1998) menyatakan bahwa adanya
ruangan, 3) dalam pelaksanaan TAK juga
motivasi, dorongan dan kebutuhan akan
tidak
hanya
mendapat
informasi
dan
menimbulkan
tentang
cara
sesuai dengan tujuan. Lingkungan kelompok
juga
yang kondusif dan rasa saling percaya antar
berfungsi sebagai terapi supportif yang akan
kelompok yang mampu dikondisikan oleh
memberi dorongan dan motivasi kepada
terapis juga akan mendukung perubahan
responden untuk merubah perilaku yang
kemampuan responden dalam pengendalian
maladaptif menjadi perilaku adaptif,
4)
halusinasi. Dengan kemampuan yang dimiliki
pengaruh usia responden yang berkisar antara
pasien setelah TAK Stimulasi Persepsi
18 sampai dengan 42 tahun, dimana usia
Halusinasi pendekatan Health Belief Model
tersebut tergolong pada usia dewasa sehingga
diharapkan dapat menjadi mekanisme koping
perubahan
yang dapat digunakan bila terjadi halusinasi
pendidikan
kesehatan
mengendalikan
pemberian
halusinasi
mekanisme
TAK
tetapi
koping
Stimulasi
setelah
Persepsi
sehingga
perilaku
dapat
yang
membantu
diharapkan
mempercepat
Halusinasi pendekatan Health Belief Model
proses penyembuhan dan setelah pasien di
akan lebih mudah dan juga pada usia tersebut
rumah sehingga dapat menurunkan angka
kepribadian seseorang lebih matang secara
kekambuhan.
emosional, 5) tingkat pendidikan responden
yang sebagian besar tamat SMP
yang
merupakan modal awal bagi terapis
yang
dapat
mempermudah
terapis
dalam
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa
ada
perbedaan
kemampuan
pemberian informasi dan mengajarkan cara
mengendalikan
halusinasi
mengendalikan halusinasi karena responden
skizofrenia sebelum dan sesudah diberikan
memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik.
TAK
Hal ini dapat dimengerti bahwa makin tinggi
menggunakan
pendidikan seseorang makin mudah orang
Model,
tersebut menerima informasi (Notoadmodjo,
halusinasi,
2007).
halusinasi dengan menghardik, kemampuan
Stimulasi
Persepsi
pendekatan
meliputi:
pada
Halusinasi
Health
kemampuan
kemampuan
pasien
Belief
mengenal
mengontrol
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi
mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
pendekatan Health Belief Model sesi 4 juga
dan kemampuan mengetahui manfaat dan
akan memberikan motivasi kepada seluruh
hambatan
anggota kelompok dan berdasarkan hasil
halusinasi.
diskusi bahwa pengendalian halusinasi yang
dari
Berdasarkan
tindakan
pengendalian
kesimpulan
tersebut
diajarkan merupakan suatu kebutuhan bagi
maka disarankan bagi pasien skizofrenia yang
pasien. Kesadaran dari pasien inilah yang
mengalami
akan membuat pasien merubah perilaku yang
mengikuti kegiatan TAK Stimulasi Persepsi
maladaptif menjadi perilaku yang adaptif.
Halusinasi dalam upaya mempercepat proses
Perubahan
penyembuhan dan dapat dijadikan sebagai
perilaku
yang
didasari
oleh
kesadaran dari pasien akan bersifat langgeng.
bentuk
halusinasi
perilaku
hendaknya
adaptif
yang
dapat
dapat
dipertahankan
dan
digunakan
sebagai
Jilid 2. Edisi 7. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
mekanisme koping setelah pasien di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
David, A. (1998). Premorbid adjustment and
personality in people with
schizophrenia. The British Journal
of Psychiatry 172: 308-313.
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian
Keperawatan
Panduan
Melaksanakan dan Menerapkan
Hasil Penelitian. Jakarta: Trans
Info Media.
Edberg, M. (2010). Buku Ajar Kesehatan
Masyarakat Teori Sosial dan
Perilaku. Jakarta: EGC.
Elliana, A.D. (2007). Pengaruh Terapi
Aktivitas
Kelompok
(TAK)
Stimulasi Persepsi Sessi 1-3
terhadap Kemampuan Memutus
Halusinasi pada Klien Skizofrenia.
Universitas Airlangga Surabaya.
Tidak dipublikasikan.
Fallon, I.R., et.al. (2002). Persistent Auditory
Hallucinations:
Coping
Mechanisms and Implications for
Management. Diakses 20 Mei 2012.
Dari:hhtp://journals.cambridge.org/a
ction/displayAbstract?fromPage=on
line&aid=521546.
Irmansyah. (2006). Influence Performance IQ
in Schizophrenia Cases and
Healthy Controls. Diakses 20 Mei
2012.
dari
http://www.aseanjournalofpsychiat
ry.org/index.php/aseanjournalofps
ychiatry
Iskandar. (2007). Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok
(TAK)
Stimulasi
Persepsi Modifikasi terhadap
Pengendalian Halusinasi Dengar
pada Klien Skizofrenia di RSJ
Menur Surabaya. Universitas
Airlangga
Surabaya.
Tidak
dipublikasikan.
Kaplan & Sadock. (2006). Sinopsis Psikiatri:
Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis.
Keliat, B.A., & Akemat (ed.). (2010). Model
Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Nihayati, H.E. (2010). Pengaruh Terapi
Kelompok Suportif
terhadap
Kemadirian Pasien Skizofrenia
yang
Mengalami
Defisit
Perawatan Diri di RSJ Surabaya.
Tesis.
Universitas
Airlangga
Surabaya. Tidak dipublikasikan.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Purwaningsih, W, & Karlina, I. (2010).
Asuhan
Keperawatan
Jiwa
dilengkapi Terapi Modalitas dan
Standard Operating Prosedure
(SOP), Yogyakarta: Nuha Medika.
Stuart, G.W., 2005, Principles and Practice
of Psychiatric Nursing, 9th Edition.
St. Louise: Mosby.
Stuart,G.W.,&Sundeen,S.J.(1998).Buku Saku
Keperawatan
Jiwa
(terjemahan).Edisi 3.Jakarta: EGC.
Sudjarwo, E. (2010). Pengaruh Terapi
Aktivitas
Individu:
Latihan
Mengenal
dan
Mengontrol
Halusinasi Pendengaran pada
Penderita Skizofrenia di RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang
Kab. Malang. Tesis. Universitas
Airlangga
Surabaya.
Tidak
dipublikasikan.
Wilson,
H.S. & Kneisl, C.R. (1996).
Psychiatric Nursing, Philadelphia:
J.B. Lippincott Company.
Wykes, et.al. (1999). Group Treatment of
Auditory
Hallucinations,
Exploratory Study of Effectiveness.
British Journal of Psychiatry. 175:
180-185.
Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Edisi
Revisi. Bandung: Refika Aditama.
Download