GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK JIWA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA YOGYAKARTA TAHUN 2015 Sukma Ilahi1, Sri Hendarsih2, Sutejo3 1 ) Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tata Bumi No. 3, 2,3) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta E-mail: [email protected] ABSTRAK Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2013 menunjukkan, penderita gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) di Indonesia mencapai 1,7 ‰ dan angka prevalensi psikosis tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7 ‰). Bukti-bukti menunjukkan adanya penurunan tingkat kualitas hidup pada pasien skizofrenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien skizofrenia di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta tahun 2015. Jenis penelitian ini deskriptif dengan metode survei. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dengan jumlah sampel 72 pasien skizofrenia. Pada penelitian ini, kuesioner dibuat sendiri mengacu kepada Schizophrenia Quality of Life Scale (SQLS). Kuesioner terdiri dari 30 pernyataan dan distribusi masing- masing domain yaitu 10 pernyataan. Hasil penelitian yaitu psikososial tinggi sebesar 65,28 %, motivasi dan energi tinggi sebesar 81,94 %, gejala dan efek samping pengobatan rendah sebesar 87,50 %. Kualitas hidup pasien skizofrenia menunjukkan hasil tinggi sehingga pasien skizofrenia perlu mempertahankan untuk keberlangsungan hidup. Kata Kunci : Kualitas hidup, skizofrenia. ABSTRACT Riskesdas health ministry in 2013 showed that schizophrenia attained 1,7 ‰ in Indonesia and prevalency of the highest in DIY and Aceh (each of 2,7 ‰). The Fact showed quality of life on the patients schizophrenia decrease. Purpose this researches to know the description quality of life on the patients schizophrenia at care clinic of yogyakarta psychiatric hospital in 2015. This type research is descriptive with survey method. The sampling technique consecutive sampling for 72 patients schizophrenia. In this research, the questioner is used by researcher from SQLS. The questioner consisted 30 statements and each of 10 statement domain. Research result showed that is psychosocial in high category 65,28 %, motivation and energy in high category 81,94 %, and symptom and effect of pscychofarmaca in low category 87,50 %. Quality of life on the patients schizophrenia showed high category so that they were maintained of life span. Keywords : Quality of life, schizophrenia. 1 Pendahuluan Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan munculnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku. Kejadian skizofrenia di masyarakat sangat tinggi (Videbeck, 2008). Berdasarkan data dari WHO 2013, skizofrenia adalah bentuk yang parah dari penyakit mental yang mempengaruhi sekitar 7 ‰, dari populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun. Menurut Rubbyana (2012), skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Selain karena angka insidennya di dunia cukup tinggi yakni 1 ‰, hampir 80 % orang penderita skizofrenia juga mengalami kekambuhan secara berulang. Selain itu, hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2013 menunjukkan, penderita gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) di Indonesia mencapai 1,7 ‰ dan angka prevalensi psikosis tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7 ‰). Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan gejala tersebut dapat menyebabkan penderita skizofrenia mengalami penurunan kualitas hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan pada pasien (Marchira, Sumarni, & Lusia, 2008). Bukti-bukti menunjukkan adanya penurunan tingkat kualitas hidup pasien skizofrenia dibandingkan dengan populasi umum (Rosita, 2011). Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi subjektif dari individu terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari–hari yang dialaminya. Kualitas hidup penderita skizofrenia dipengaruhi oleh tiga domain yaitu psikososial, motivasi dan energi dalam beraktivitas, symptom serta efek pengobatan. Tiga domain tersebut menjadi dasar dalam pembuatan alat ukur kualitas hidup pasien skizofrenia (Rubbyana, 2012). Studi pendahuluan dengan wawancara kepada 10 orang keluarga pasien skizofrenia, hasil yang didapatkan bahwa keluarga mengungkapkan pasien lebih aman dirawat di rumah sakit daripada di rumah berdampingan dengan anggota keluarga. Alasan yang mendasari yaitu kecenderungan keluarga merasa malu memilki keluarga skizofrenia karena dimasyarakat orang dengan skizofrenia masih dianggap sebagai orang yang tidak memiliki masa depan, hilang motivasi hidup dan seringnya kejadian kekambuhan akibat putus obat bahkan sampai pemenuhan aktivitas sehari–hari serta perawatan diri harus diarahkan oleh keluarga yang menyebabkan keluarga jenuh dengan perilaku pasien. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 13 Desember 2014 yaitu Jumlah kunjungan rawat jalan pasien skizofrenia di Poliklinik jiwa pada bulan September–November tahun 2014 berjumlah 257 orang. Sedangkan jumlah kunjungan Pasien skizofrenia pada tahun 2013 yaitu 8.092 orang (Data Catatan Medik Rumah Sakit Jiwa Grhasia, 2013). Selain itu, pada tanggal 17 Desember 2014 dilakukan studi pendahuluan dengan wawancara pada 10 orang pasien skizofrenia yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Hasil yang didapatkan dari wawancara tersebut yaitu 6 orang pasien mengungkapkan bahwa selama kontrol pasien ditemani keluarga, lebih suka menyendiri karena takut keramaian, merasa minder ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan orang–orang. Pasien juga mengungkapkan tidak bekerja, gangguan fokus untuk menatap masa depan, pikiran binggung, sering mengantuk, badan lemas, lebih banyak tidur, tidak memliki aktivitas diluar rumah, tidak mempunyai teman dekat serta mulut terasa kering setiap hari setelah minum obat. Sedangkan 4 orang mengungkapkan bahwa selama menjalani pengobatan pasien ditemani keluarganya, merasa pecaya diri untuk menjalin hubungan dengan orang–orang dan bekerja. Namun ternyata pasien tidak fokus untuk menatap masa depan, tidak memliki aktivitas diluar rumah, tidak mempunyai 2 teman dekat dan mulut terasa kering setiap hari setelah minum obat. Berdasarkan fakta tersebut maka peneliti ingin mendalami tentang gambaran kualitas hidup pasien skizofrenia di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta tahun 2015. jawaban kuesioner responden menggunakan epidata dan SPSS. dioleh Hasil dan pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik responden Metode penelitian Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif. Penelitian menggambarkan kualitas hidup pasien skizofrenia di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan adalah metode survei. Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah sampel 72 orang. Pada penelitian ini cara pemilihan sampel dengan cara mengecek diagnosa medis yang berada di ruang periksa dokter. Setelah terpilih pasien dengan diagnosa medis skizofrenia, selanjutnya peneliti memastikan calon responden tersebut memenuhi kriteria inklusi penelitian. Kriteria inklusinya yaitu pasien skizofrenia yang menjalani kontrol rutin minimal satu kali dalam sebulan di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta, pasien kooperatif, pasien skizofrenia yang mampu membaca dan menulis. Kriteria eksklusinya yaitu pasien yang tidak bisa di ajak berkomunikasi, pasien dalam keadaan relaps (kambuh). Pada penelitian ini, kuesioner terdiri dari pernyataan dari tiga domain yang menentukan kualitas hidup yaitu psikososial, motivasi dan energi dalam beraktivitas serta gejala dan efek samping pengobatan. Tiga domain tersebut disusun menjadi 30 pernyataan (Wilkinson, 2000). Pada penelitian ini, kuesioner dibuat sendiri dengan mengacu kepada SQLS. Kuesioner terdiri dari 30 pernyataan dengan distribusi masing – masing domain 10 pernyataan. Terdiri dari favorable dan unfavorable dengan menggunakan skala guttman, berupa dua alternatif jawaban ya dan tidak. Data hasil Tabel 1 Karakteristik Reponden Pasien Skizofrenia Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan, Status Perkawinan Dan Lama Menderita Sakit di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta BulanMaret Tahun 2015 (n=72) Karakteristik responden Umur 13-20 tahun 21-40 tahun 41-60 tahun >60 tahun Jenis kelamin Laki–laki Perempuan Pendidikan terakhir Tidak Sekolah Dasar ( SDSMP ) Menengah ( SMA) PT ( D3/S1 ) Pekerjaan Tidak bekerja Buruh Petani PNS Status perkawinan Kawin Belum Kawin Janda / Duda Lama pengobatan <1 tahun 1-10 tahun >10 tahun f % 5 49 15 3 6,94 68,06 20,83 4,17 43 29 59,70 40,30 3 28 32 9 4,20 38,90 44,40 12,50 19 44 5 4 26,40 61,10 6,90 5,60 27 38 7 52,80 37.50 9,70 6 51 1 8,33 70,83 20,84 Sumber : Data primer 2015 3 Berdasarkan tabel 2 bahwa karakteristik responden berdasarkan umur yaitu mayoritas berumur 21-40 tahun yaitu 68,06 % dengan lama pengobatan 1-10 tahun yaitu 70,83 %. Responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 59,70 %, mayoritas berlatar pendidikan terakhir SMA 44,40 %, mayoritas bekerja sebagai buruh 61,10 % dan mayoritas responden kawin yaitu 52,80 %. 2. Kualitas hidup Hasil penelitian tiga domain yang menentukan kualitas hidup dan kualitas hidup pasien skizofrenia disajikan dalam tabel dibawah ini : a. Psikososial Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia Berdasarkan Domain Psikososial di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta Bulan Maret Tahun 2015 (n=72) Psikososial Tinggi Rendah Jumlah f 47 25 72 % 65,28 34,72 100,00 Sumber : Data primer 2015 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa kualitas hidup responden menurut domain psikososial yaitu tinggi sebesar 65,28 % dan rendah sebesar 34,72 %. b. Motivasi dan energi Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia Berdasarkan Domain Motivasi Dan Energi di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta Bulan Maret Tahun 2015 (n=72) Motivasi dan energi Tinggi Rendah Jumlah f 59 13 72 % 81,94 18,06 100,00 Sumber : Data primer 2015 Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa kualitas hidup responden menurut domain motivasi dan energi yaitu tinggi sebesar 81,94 % dan rendah sebesar 18,06 %. c. Efek samping obat Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia Berdasarkan Domain Efek Samping Obat di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta Bulan Maret Tahun 2015 (n=72) Efek samping obat Tinggi Rendah Jumlah f 9 63 72 % 12,50 87,50 100,00 Sumber : Data primer 2015 Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa kualitas hidup responden menurut domain efek samping yaitu rendah sebesar 87,50 % dan tinggi sebesar 12,50 %. d. Kualitas hidup pasien skizofrenia Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta Bulan Maret Tahun 2015 (n=72) Kualitas hidup Tinggi Rendah Jumlah f 48 24 72 % 66,67 33,33 100,00 Sumber : Data primer 2015 Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa kualitas hidup responden di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta mayoritas tinggi sebesar 66,67 % dan rendah sebesar 33,33 %. B. Pembahasan 1. Karakteristik responden Responden adalah pasien skizofrenia yang sedang kontrol rutin di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta pada bulan Maret tahun 2015. Karakteristik responden berdasarkan umur yaitu mayoritas usia 21-40 tahun. Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa, skizofrenia adalah bentuk yang parah dari penyakit mental yang 4 mempengaruhi sekitar 7‰, dari populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun (WHO, 2013). Menurut teori perkembangan Erikson bahwa usia tersebut termasuk dalam kelompok dewasa awal. Masa dewasa awal ditandai dengan adanya kecendrungan intimacy-isolation. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab tau renggang dengan lainnya(Sumanto, 2014). Kondisi tesebut bisa meimbulkan stres sosial sampai skizofrenia. Karekteristik responden mayoritas menikah. Seseorang yang berstatus menikah memiliki tingkat stres lebih tinggi dibanding yang belum menikah (Rahmawati, 2008). Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Perkawinan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya merekapun juga mempunyai tujuan tertentu (Butar, 2012). Karekteristik responden mayoritas bekerja. Faktor yang menyebabkan pasien skizofrenia memiliki pekerjaan karena mayoritas pasien sudah menikah dan mereka memiliki motivasi untuk menjalani kehidupan. Pekerjaan merupakan sebuah aktivitas antar manusia untuk saling memenuhi kebutuhan dengan tujuan tertentu, dalam hal ini pendapatan atau penghasilan. Penghasilan tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan, baik ekonomi, psikis maupun biologis (Setiawan, 2015). Dengan demikian pekerjaan dan perkawinan akan menutut seseorang mempunyai masa depan sehingga dapat meningkatkan stres jika tidak tercapai . Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu mayoritas laki–laki dengan lama menjalani pengobatan 1–10 tahun. Hal ini berbeda dengan teori yang mengatakan berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk lakilaki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25 sampai 35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita. Prevalensi penyakit ini meningkat pada pasien dengan riwayat keluarga skizofrenia (Videbeck, 2008). Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir yaitu mayoritas SMA. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi daya tahannya dalam menghadapi stres (Chandrawinata, 2015). Kondisi tersebut terjadi karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka banyak hal yang dipikirkan sehingga memicu kejadian gangguan jiwa yang mengarah pada skizofrenia. Pendidikan akan menuntut seseorang menghadapi stressor yang ada dalam menjalani proses yang lebih baik. Seseorang akan dituntut untuk mendapat pekerjaan setelah lulus, berkreasi dan membangun relasi dalam lingkungan sosial. Orang yang berpendidikan tinggi, akan berpengaruh dalam pembentukan mekanisme koping terhadap stressor yang datang dan berpikir lebih rasional dalam mengatasi masalahnya. 2. Kualitas hidup a. Psikososial Dipandang dari domain psikososial didapatkan hasil mayoritas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam membina hubungan dengan 5 keluarga dan masyarakat tidak terjadi hambatan. Kondisi tersebut terjadi karena mayoritas pasien terlibat dalam kegiatan masyarakat (gotong royong, pengajian dan arisan) dan patuh dengan terapi obat yang diberikan sehingga pasien berfungsi dalam lingkungan sosialnya. Hal ini berdampak pada keadaan pasien lebih baik seperti tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan, kesibukan dan banyak bergaul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan psikososial yang meliputi masalah emosi pasien seperti kesepian, depresi atau putus asa, kesulitan dalam berinteraksi dengan sosial dan perasaan takut dalam menghadapi masa depan. Pasien mampu berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat sekitar yang dibuktikan dengan mayoritas responden bekerja dalam usia yang masih produktif dan ikut terlibat dalam kegiatan–kegiatan yang ada di masyarakat seperti gotong– royong, pengajian, dan arisan. Mayoritas pasien juga menikah dan berpendidikan, yang menunjukkan bahwa pasien berfungsi secara sosial seperti membangun relasi, komunikasi dengan orang lain dalam menjalani kehidupan dan masa depan. Suharto dkk (2009), mengatakan bahwa keberfungsian sosial diartikan sebagai kemampuan orang (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dan sistem sosial (lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi atau merespon kebutuhan dasar, menjalankan peranan sosial, serta menghadapi goncangan dan tekanan. Pasien merupakan bagian dari masyarakat yang berkewajiban menjalankan fungsi sosialnya untuk saling berinteraksi dengan lingkungan sekitar supaya tidak mengakibatkan perubahan kemampuan sosial. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mubarak (2005) mengatakan bahwa peningkatan fungsi sosial pasien skizofrenia dimungkinkan dapat meningkatkan kualitas hidup. Berdasarkan jawaban kuesioner, setelah di analisis , gambaran kondisi lingkungan dan budaya tempat tinggal menentukan pasien berfungsi secara sosial. Kondisi lingkungan dan budaya yang baik akan mempengaruhi cara pasien beradaptasi, membangun relasi, bepergian sendiri atau bersama orang lain dan kerjasama dengan masyarakat. Masyarakat yang baik, saling menghormati, sopan, santun dan ramah akan memberikan dukungan yang positif bagi pasien. Lingkungan yang nyaman, bersih, teratur, budaya yang mengajarkan sopan santun, ramah, saling hormat menghormati antar sesama. Kondisi demikan berdampak pada kualitas hidup pasien tinggi sehingga pasien berfungsi sosial secara efektif. b. Motivasi dan energi dalam beraktivitas Dipandang dari domain motivasi dan energi dalam beraktivitas didapatkan hasil tinggi. Motivasi diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang menarik serta kegiatan yang menarik (Uno, 2007). 6 Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia memiliki motivasi dan energi dalam kemampuan memenuhi kebutuhan sehari – hari secara mandiri. Fokus dalam penelitian ini adalah responden dalam memenuhi kebutuhan seperti kemampuan makan dan minum, mandi, bersosialisasi dan kebutuhan fisiologi responden. Motivasi dan energi pasien dalam pemenuhan kemampuan dasar sehari – hari dan pemenuhan kebutuhan dasar tidak terjadi hambatan karena sudah terbiasa dan terpapar dengan pemenuhan kemampuan dasar sehari – hari ketika menjalani rawat inap di rumah sakit. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sari (2014), tingkat kemampuan dasar pasien skizofrenia adalah tingkat sedang. Motivasi dan energi dalam beraktivitas juga digambarkan dengan mayoritas pasien skizofrenia mengenyam pendidikan. Pendidikan yang tinggi akan membentuk dan menjadikan seseorang memiliki wawasan dan motivasi untuk hidup. Kondisi intelektual menentukan seseorang untuk berfikir secara kritis dalam mengambil keputusan sebelum bertindak atau memilih sesuatu untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk terbentuknya tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari pengetahaun (Notoatmodjo, 2005). Sejalan dengan data hasil penelitian diperoleh bahwa 87,5 % pasien memliki kebebasan dalam mengambil keputusan dan berjuang untuk kebahagiaan hidup. Kondisi demikian akan berdampak kepada peningkatkan kualitas hidup. Berdasarkan uraian diatas, maka pasien skizofrenia harus selalu di motivasi oleh keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Pengawasan dan kontrol juga sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kemandirian pasien sebagai upaya peningkatan kualitas hidup pasien. Kemampuan pasien skizofrenia yang masih membutuhkan dan memerlukan perawatan keluarga serta memiliki masalah dalam pemenuhan kebutuhan dasar sehari–hari perlu pengawasan dan dilatih agar lebih mandiri dan memiliki motivasi dalam kehidupan serta merencanakan masa depan yang berdampak pada kulaitas hidup tinggi. c. Efek samping pengobatan Domain efek samping obat didapatkan hasil bahwa mayoritas responden rendah. Berdasarkan data kuesioner penelitian, mayoritas pasien merasakan efek samping yang ringan seperti pikiran binggung, mudah mengantuk, mulut kering, pandangan mata kabur, badan sering lemas dan sulit konsentrasi dalam beraktivitas. Hal ini sesuai dengan teori (Videbeck, 2008), efek samping antipsikotik signifikan dan dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan, sampai gangguan gerakan yang permanen. Efek samping neurologis yang serius meliputi efek samping ekstrapiramidal (reaksi distonia akut, akatisia, dan parkinsonisme), diskenia tardif, kejang, dan sindrom maligna neuroleptik. Efek samping nonneurologis mencakup sedasi, fotosensitivitas, dan gejala antikolinergik seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan hipotensi ortostatik. Hasil peneliian serupa dilakukan oleh puschner et al., (2009) dalam satiti (2010) yang mengatakan bahwa kepatuhan pengobatan mempunyai efek terhadap beberapa outcome klinis 7 meliputi pengobatan, illness insight, perilaku yang berhubungan dengan pengobatan, efek samping, kualitas hidup, gejala dan tingkat fungsi. Kualitas hidup mempunyai korelasi sangat lemah (r>0,1) dengan gejala dan efek samping, efek samping mempunyai korelasi sangat lemah (r>0,2) dengan gejala dan gejala mempunyai korelasi sangat lemah (r>0,1) dengan kepatuhan. Kondisi pasien dengan paparan efek samping obat rendah akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien skizofrenia. Obat yang dikonsusmsi akan menekan gejalagejala yang muncul sehingga pasien dapat menjalani aktivitas sehari-hari. Pasien mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, membangun relasi dan terlibat dalam masyarakat, bebas memilih jalan hidup, konsentrasi dalam mengurus rumah tangga dan masa depan serta memiliki sifat percaya diri dalam kehidupan. d. Kualitas hidup Kualitas hidup pasien skizofrenia didapatkan hasil bahwa gambaran tingkat kualitas hidup pasien skizofrenia tinggi di RSJ Grhasia Yogyakarta. Hasil tersebut merupakan akumulasi dari tiga domain yang mempengaruhi kulaitas hidup pasien skizofrenia meliputi psikososial, motivasi dan energi dalam beraktivitas, dan efek samping pengobatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Satiti (2010), dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa kualitas hidup pasien skizofrenia dalam kategori tinggi yaitu 66,6 % (56 orang). Berdasarkan hasil penelitian bahwa tiga domain tersebut menggambarkan kualitas hidup pasien skizofrenia. Kualiitas hidup pasien skizofrenia tinggi dan rendah karena tidak lepas dari peran care giver (keluarga) dalam memberikan perawatan dan mengasuh pasien skizofrenia di rumah. Kualitas hidup pasien skizofrenia tinggi karena keluarga berperan dalam hal memandirikan pasien saat di Rumah. Pendampingan ketika pasien kontrol di Poliklinik RSJ Grhasia Yogyakarta, pemantauan obat di rumah, memberikan perhatian, kasih sayang, memenuhi kebutuhan pasien, memantau sampai pasien mandiri dalam hal mengurus diri seperti makan, minum, toileting, berpakaian, berinteraksi dengan lingkungan bahkan sampai bekerja dan mengurus keluarga. Kualitas hidup pasien tinggi karena tidak lepas dari peran tenaga kesehatan (psikiater dan perawat) di rumah sakit sesuai dengan program yang telah disusun. Rumah sakit dengan program-program yang telah ada berusaha memberikan keluarga dan pasien untuk memahami kesehatan jiwa. Rumah sakit khususnya poliklinik jiwa memberikan pelayanan untuk pasien dan keluarga. Pelayanan tersebut meliputi pendidikan kesehatan sebagai upaya menambah pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam merawat pasien serta menekan gejala kekambuhan yang berdampak pada kualitas hidup pasien tinggi. Kesimpulan dan saran A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kualitas hidup pasien skizofrenia di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta bulan Maret tahun 2015 dapat disimpulkan sebagai berikut : 8 1. Mayoritas karakteristik responden berdasarkan umur yaitu mayoritas 21-40 tahun yaitu 68,06 % dengan lama pengobatan 1-10 tahun yaitu 70,83 %. Responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 59,70 %, mayoritas berlatar pendidikan terakhir SMA 44,40 %, mayoritas bekerja sebagai buruh 61,10 % dan mayoritas responden kawin yaitu 52,80 %. 2. Domain psikososial dalam aspek kualitas hidup pasien skizofrenia yaitu tinggi 65,28 %. 3. Domain motivasi dan energi dalam beraktivitas dalam aspek kualitas hidup pasien skizofrenia mayoritas tinggi 81,94 %. 4. Domain gejala dan efek samping pengobatan dalam aspek kualitas hidup pasien skizofrenia mayoritas rendah 87,50 %. 5. Kualitas hidup pasien skizofrenia pada bulan Maret tahun 2015 di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta mayoritas tinggi 66,67 %. B. Saran 1. Bagi Perawat di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta a. Sebaiknya perawat perlu mempertahankan penerapan proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian sampai evaluasi yang sudah diterapakan. b. Sebaiknya di Klinik Jiwa Rumah Sakit Grhasia terdapat ruangan khusus bagi perawat untuk memberikan terapi psikoedukasi keluarga dan terapi psikosial dalam evaluasi perawatan di rumah sehingga privasi pasien dan keluarga terjaga. 2. Bagi Program studi D3 jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Mahasiswa keperawatan yang melakukan praktik Keperawatan Jiwa. Hendaknya mahasiswa diperjelas dalam kewenangan dan tugas saat praktik di Poliklinik Jiwa agar tercapai target kompetensi. Daftar Pustaka Butar, A. (2012). Karakteristik pasien dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Jurnal. Diakses pada tanggal 19 Maret 2015, http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jkk/ar ticle/view/1058/641. Chandrawinata, J. (2015). Tingkat pendidikan pengaruhi daya tahan stres. Artikel. diunduh pada tanggal 28 Juni 2015 dari www.pelita.or.id/baca.php?id=32220. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset kesehatan dasar tahun 2013. diunduh pada tanggal 2 Januari 2015 dari http://www.depkes.go.id. Marchira, C. R., Sumarni, P., & Lusia, P. W. (2008). Hubungan antara ekspresi emosi keluarga pasien dengan kekambuhan penderita skizofrenia di rumah sakit dr .sardjito yogyakarta, 24(4), 172–175. Jurnal. diunduh tanggal 26 Desember 2014 dari portalgaruda.org. Notoatmodjo, S. (2005). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Rahmawati, S. (2008). Analisis stres kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. Cabang Bogor. Jurnal. Departemen 9 manajeman, fakultas ekonomi dan manajeman. Di unduh 20 April 2015 dari http://jurnal.iph.ac.id/index.php/jmene jemen/article/view/1605/668. Rosita, H. (2011). Keefektifan konseling eklektik untuk meningkatkan kapasitas fungsi sosial dan kualitas hidup pada pasien skizofrenia, 2(1), 58–65. Jurnal. diunduh tanggal 30 Desember 2014 dari portalgaruda.org. Rubbyana, U. (2012). Hubungan antara strategi koping dengan kualitas hidup pada penderita skizofrenia remisi simptom, 1(02), 59–66. Jurnal. diunduh tanggal 27 Desember 2014 dari portalgaruda.org. Sari, LN. (2014). Hubungan stres keluarga dengan kemampuan dasar sehari- hari pasien skizofrenia di Poli Klinik Jiwa RSJ Grhasia Propinsi DIY. Skripsi. Ilmu Kesehatan Universitas respati Yogyakarta, tidak diterbitkan. Uno,H.B. (2007). Teori motivasi dan pengukurannya: analisis di bidang pendidikan. Jakarta: Bumi aksara. Videbeck, SL. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Alih Bahasa Komalasari,R. Jakarta : EGC. WHO. (2013) . Pengaruh terapi musik kelompok terhadap hubungan interaksi sosial pada penderita skizofrenia. Diunduh tanggal 31 Desember 2014 (http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod= opac&act=view&typ=html) Wilkinson et al. (2000). Self-report quality of life measure for people with schizophrenia : the SQLS. The British Journal of Psychiatry. Diunduh tanggal 28 Juni 2015 dari http ://bjp.rcpsych.org/content/177/1/42#BI BL Satiti, NR. (2010). Hubungan kepatuhan pengobatan dengan kualitas hidup pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Skripsi. Ilmu Kedokteran jurusan keperawatan Universitas Gajah Mada, tidak diterbitkan. Setiawan, B. (2015). Pengertian pekerjaan profesi dan profesional. Artikel. Diunduh tanggal 28 juni 2015 dari www.seputarpendidikan.com. Suharto dkk. (2009). Pekerjaan sosial dan paradigma baru kemiskinan. http://www.policy.hu//suharto/modul_ a_makindo_24.htm. Diunduh pada tanggal 19 Maret 2015. Sumanto. (2014). Psikologi perkembangan Jakarta : PT. Buku Seru. 10