gambaran kualitas hidup pasien skizofrenia di poliklinik jiwa rumah

advertisement
GAMBARAN KUALITAS HIDUP PASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK
JIWA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA YOGYAKARTA TAHUN 2015
Sukma Ilahi1, Sri Hendarsih2, Sutejo3
1
) Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tata Bumi No. 3, 2,3) Dosen Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2013 menunjukkan, penderita gangguan
jiwa berat (psikosis/skizofrenia) di Indonesia mencapai 1,7 ‰ dan angka prevalensi psikosis tertinggi di Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7 ‰). Bukti-bukti menunjukkan adanya penurunan tingkat kualitas
hidup pada pasien skizofrenia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien skizofrenia di
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta tahun 2015. Jenis penelitian ini deskriptif dengan metode survei.
Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling dengan jumlah sampel 72 pasien skizofrenia. Pada penelitian
ini, kuesioner dibuat sendiri mengacu kepada Schizophrenia Quality of Life Scale (SQLS). Kuesioner terdiri dari 30
pernyataan dan distribusi masing- masing domain yaitu 10 pernyataan. Hasil penelitian yaitu psikososial tinggi sebesar
65,28 %, motivasi dan energi tinggi sebesar 81,94 %, gejala dan efek samping pengobatan rendah sebesar 87,50 %.
Kualitas hidup pasien skizofrenia menunjukkan hasil tinggi sehingga pasien skizofrenia perlu mempertahankan untuk
keberlangsungan hidup.
Kata Kunci : Kualitas hidup, skizofrenia.
ABSTRACT
Riskesdas health ministry in 2013 showed that schizophrenia attained 1,7 ‰ in Indonesia and prevalency of the highest
in DIY and Aceh (each of 2,7 ‰). The Fact showed quality of life on the patients schizophrenia decrease. Purpose this
researches to know the description quality of life on the patients schizophrenia at care clinic of yogyakarta psychiatric
hospital in 2015. This type research is descriptive with survey method. The sampling technique consecutive sampling
for 72 patients schizophrenia. In this research, the questioner is used by researcher from SQLS. The questioner
consisted 30 statements and each of 10 statement domain. Research result showed that is psychosocial in high category
65,28 %, motivation and energy in high category 81,94 %, and symptom and effect of pscychofarmaca in low category
87,50 %. Quality of life on the patients schizophrenia showed high category so that they were maintained of life span.
Keywords : Quality of life, schizophrenia.
1
Pendahuluan
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa
yang mempengaruhi fungsi otak dan
menyebabkan munculnya gangguan pikiran,
persepsi, emosi, gerakan dan perilaku.
Kejadian skizofrenia di masyarakat sangat
tinggi (Videbeck, 2008). Berdasarkan data
dari WHO 2013, skizofrenia adalah bentuk
yang parah dari penyakit mental yang
mempengaruhi sekitar 7 ‰, dari populasi
orang dewasa, terutama pada kelompok usia
15-35 tahun. Menurut Rubbyana (2012),
skizofrenia termasuk jenis psikosis yang
menempati urutan atas dari seluruh gangguan
jiwa. Selain karena angka insidennya di dunia
cukup tinggi yakni 1 ‰, hampir 80 % orang
penderita skizofrenia juga mengalami
kekambuhan secara berulang. Selain itu, hasil
dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kementerian
Kesehatan
tahun
2013
menunjukkan, penderita gangguan jiwa berat
(psikosis/skizofrenia) di Indonesia mencapai
1,7 ‰ dan angka prevalensi psikosis tertinggi
di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh
(masing-masing 2,7 ‰).
Skizofrenia
merupakan
gangguan
mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan
gejala tersebut dapat menyebabkan penderita
skizofrenia mengalami penurunan kualitas
hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan pada
pasien (Marchira, Sumarni, & Lusia, 2008).
Bukti-bukti menunjukkan adanya penurunan
tingkat kualitas hidup pasien skizofrenia
dibandingkan dengan populasi umum (Rosita,
2011). Kualitas hidup didefinisikan sebagai
persepsi subjektif dari individu terhadap
kondisi fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan dalam kehidupan sehari–hari yang
dialaminya.
Kualitas
hidup
penderita
skizofrenia dipengaruhi oleh tiga domain
yaitu psikososial, motivasi dan energi dalam
beraktivitas, symptom serta efek pengobatan.
Tiga domain tersebut menjadi dasar dalam
pembuatan alat ukur kualitas hidup pasien
skizofrenia (Rubbyana, 2012).
Studi pendahuluan dengan wawancara
kepada 10 orang keluarga pasien skizofrenia,
hasil yang didapatkan bahwa keluarga
mengungkapkan pasien lebih aman dirawat di
rumah sakit daripada di rumah berdampingan
dengan anggota keluarga. Alasan yang
mendasari yaitu kecenderungan keluarga
merasa malu memilki keluarga skizofrenia
karena
dimasyarakat
orang
dengan
skizofrenia masih dianggap sebagai orang
yang tidak memiliki masa depan, hilang
motivasi hidup dan seringnya kejadian
kekambuhan akibat putus obat bahkan sampai
pemenuhan aktivitas sehari–hari serta
perawatan diri harus diarahkan oleh keluarga
yang menyebabkan keluarga jenuh dengan
perilaku pasien.
Hasil studi pendahuluan pada tanggal
13 Desember 2014 yaitu Jumlah kunjungan
rawat jalan pasien skizofrenia di Poliklinik
jiwa pada bulan September–November tahun
2014 berjumlah 257 orang. Sedangkan jumlah
kunjungan Pasien skizofrenia pada tahun
2013 yaitu 8.092 orang (Data Catatan Medik
Rumah Sakit Jiwa Grhasia, 2013). Selain itu,
pada tanggal 17 Desember 2014 dilakukan
studi pendahuluan dengan wawancara pada 10
orang pasien skizofrenia yang menjalani
rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Grhasia.
Hasil yang didapatkan dari wawancara
tersebut yaitu 6 orang pasien mengungkapkan
bahwa selama kontrol pasien ditemani
keluarga, lebih suka menyendiri karena takut
keramaian,
merasa
minder
ketika
berkomunikasi dan berhubungan dengan
orang–orang. Pasien juga mengungkapkan
tidak bekerja, gangguan fokus untuk menatap
masa depan, pikiran binggung, sering
mengantuk, badan lemas, lebih banyak tidur,
tidak memliki aktivitas diluar rumah, tidak
mempunyai teman dekat serta mulut terasa
kering setiap hari setelah minum obat.
Sedangkan 4 orang mengungkapkan bahwa
selama menjalani pengobatan pasien ditemani
keluarganya, merasa pecaya diri untuk
menjalin hubungan dengan orang–orang dan
bekerja. Namun ternyata pasien tidak fokus
untuk menatap masa depan, tidak memliki
aktivitas diluar rumah, tidak mempunyai
2
teman dekat dan mulut terasa kering setiap
hari setelah minum obat.
Berdasarkan fakta tersebut maka
peneliti ingin mendalami tentang gambaran
kualitas hidup pasien skizofrenia di Poliklinik
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta
tahun 2015.
jawaban
kuesioner
responden
menggunakan epidata dan SPSS.
dioleh
Hasil dan pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
Metode penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian
deskriptif.
Penelitian
menggambarkan
kualitas hidup pasien skizofrenia di Poliklinik
Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta
tahun 2015. Desain penelitian yang digunakan
adalah metode survei. Tekhnik pengambilan
sampel yang digunakan adalah consecutive
sampling dengan jumlah sampel 72 orang.
Pada penelitian ini cara pemilihan sampel
dengan cara mengecek diagnosa medis yang
berada di ruang periksa dokter. Setelah
terpilih pasien dengan diagnosa medis
skizofrenia, selanjutnya peneliti memastikan
calon responden tersebut memenuhi kriteria
inklusi penelitian. Kriteria inklusinya yaitu
pasien skizofrenia yang menjalani kontrol
rutin minimal satu kali dalam sebulan di
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia
Yogyakarta, pasien kooperatif, pasien
skizofrenia yang mampu membaca dan
menulis. Kriteria eksklusinya yaitu pasien
yang tidak bisa di ajak berkomunikasi, pasien
dalam keadaan relaps (kambuh).
Pada penelitian ini, kuesioner terdiri
dari pernyataan dari tiga domain yang
menentukan kualitas hidup yaitu psikososial,
motivasi dan energi dalam beraktivitas serta
gejala dan efek samping pengobatan. Tiga
domain tersebut disusun menjadi 30
pernyataan
(Wilkinson,
2000).
Pada
penelitian ini, kuesioner dibuat sendiri dengan
mengacu kepada SQLS. Kuesioner terdiri dari
30 pernyataan dengan distribusi masing –
masing domain 10 pernyataan. Terdiri dari
favorable
dan
unfavorable
dengan
menggunakan skala guttman, berupa dua
alternatif jawaban ya dan tidak. Data hasil
Tabel 1
Karakteristik Reponden Pasien Skizofrenia
Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan
Terakhir, Pekerjaan, Status Perkawinan Dan
Lama Menderita Sakit di Poliklinik Jiwa RSJ
Grhasia Yogyakarta BulanMaret Tahun 2015
(n=72)
Karakteristik
responden
Umur
13-20 tahun
21-40 tahun
41-60 tahun
>60 tahun
Jenis kelamin
Laki–laki
Perempuan
Pendidikan
terakhir
Tidak Sekolah
Dasar ( SDSMP )
Menengah
(
SMA)
PT ( D3/S1 )
Pekerjaan
Tidak bekerja
Buruh
Petani
PNS
Status
perkawinan
Kawin
Belum Kawin
Janda / Duda
Lama
pengobatan
<1 tahun
1-10 tahun
>10 tahun
f
%
5
49
15
3
6,94
68,06
20,83
4,17
43
29
59,70
40,30
3
28
32
9
4,20
38,90
44,40
12,50
19
44
5
4
26,40
61,10
6,90
5,60
27
38
7
52,80
37.50
9,70
6
51
1
8,33
70,83
20,84
Sumber : Data primer 2015
3
Berdasarkan tabel 2 bahwa karakteristik
responden berdasarkan umur yaitu mayoritas
berumur 21-40 tahun yaitu 68,06 % dengan
lama pengobatan 1-10 tahun yaitu 70,83 %.
Responden dengan jenis kelamin laki-laki
lebih banyak daripada perempuan yaitu 59,70
%, mayoritas berlatar pendidikan terakhir
SMA 44,40 %, mayoritas bekerja sebagai
buruh 61,10 % dan mayoritas responden
kawin yaitu 52,80 %.
2. Kualitas hidup
Hasil penelitian tiga domain yang
menentukan kualitas hidup dan kualitas
hidup pasien skizofrenia
disajikan
dalam tabel dibawah ini :
a. Psikososial
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien
Skizofrenia Berdasarkan Domain Psikososial di
Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta Bulan
Maret Tahun 2015 (n=72)
Psikososial
Tinggi
Rendah
Jumlah
f
47
25
72
%
65,28
34,72
100,00
Sumber : Data primer 2015
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
bahwa kualitas hidup responden menurut
domain psikososial yaitu tinggi sebesar 65,28
% dan rendah sebesar 34,72 %.
b. Motivasi dan energi
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien
Skizofrenia Berdasarkan Domain Motivasi Dan
Energi di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta
Bulan Maret Tahun 2015 (n=72)
Motivasi
dan energi
Tinggi
Rendah
Jumlah
f
59
13
72
%
81,94
18,06
100,00
Sumber : Data primer 2015
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan
bahwa kualitas hidup responden menurut
domain motivasi dan energi yaitu tinggi
sebesar 81,94 % dan rendah sebesar 18,06 %.
c. Efek samping obat
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien
Skizofrenia Berdasarkan Domain Efek Samping
Obat di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta
Bulan Maret Tahun 2015 (n=72)
Efek
samping
obat
Tinggi
Rendah
Jumlah
f
9
63
72
%
12,50
87,50
100,00
Sumber : Data primer 2015
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan
bahwa kualitas hidup responden menurut
domain efek samping yaitu rendah sebesar
87,50 % dan tinggi sebesar 12,50 %.
d. Kualitas hidup pasien skizofrenia
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup Pasien
Skizofrenia di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia
Yogyakarta Bulan Maret Tahun 2015 (n=72)
Kualitas
hidup
Tinggi
Rendah
Jumlah
f
48
24
72
%
66,67
33,33
100,00
Sumber : Data primer 2015
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan
bahwa kualitas hidup responden di Poliklinik
Jiwa RSJ Grhasia Yogyakarta mayoritas
tinggi sebesar 66,67 % dan rendah sebesar
33,33 %.
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden
Responden
adalah
pasien
skizofrenia yang sedang kontrol rutin
di Poliklinik Jiwa RSJ Grhasia
Yogyakarta pada bulan Maret tahun
2015.
Karakteristik
responden
berdasarkan umur yaitu mayoritas usia
21-40 tahun. Hal ini sejalan dengan
teori yang mengatakan bahwa,
skizofrenia adalah bentuk yang parah
dari
penyakit
mental
yang
4
mempengaruhi sekitar 7‰, dari
populasi orang dewasa, terutama pada
kelompok usia 15-35 tahun (WHO,
2013). Menurut teori perkembangan
Erikson bahwa usia tersebut termasuk
dalam kelompok dewasa awal. Masa
dewasa awal ditandai dengan adanya
kecendrungan intimacy-isolation. Jadi
pada tahap ini timbul dorongan untuk
membentuk hubungan yang intim
dengan orang-orang tertentu, dan
kurang akrab tau renggang dengan
lainnya(Sumanto, 2014). Kondisi
tesebut bisa meimbulkan stres sosial
sampai skizofrenia.
Karekteristik responden mayoritas
menikah. Seseorang yang berstatus
menikah memiliki tingkat stres lebih
tinggi dibanding yang belum menikah
(Rahmawati,
2008).
Perkawinan
merupakan salah satu aktivitas
individu. Aktivitas individu umumnya
akan terkait pada suatu tujuan yang
ingin dicapai oleh individu yang
bersangkutan, demikian pula dalam
hal
perkawinan.
Perkawinan
merupakan suatu aktivitas dari satu
pasangan, maka sudah selayaknya
merekapun juga mempunyai tujuan
tertentu (Butar, 2012).
Karekteristik responden mayoritas
bekerja. Faktor yang menyebabkan
pasien skizofrenia memiliki pekerjaan
karena mayoritas pasien sudah
menikah dan mereka memiliki
motivasi untuk menjalani kehidupan.
Pekerjaan merupakan sebuah aktivitas
antar manusia untuk saling memenuhi
kebutuhan dengan tujuan tertentu,
dalam hal ini pendapatan atau
penghasilan. Penghasilan tersebut
yang nantinya akan digunakan sebagai
pemenuhan kebutuhan, baik ekonomi,
psikis maupun biologis (Setiawan,
2015). Dengan demikian pekerjaan
dan perkawinan akan menutut
seseorang mempunyai masa depan
sehingga dapat meningkatkan stres
jika tidak tercapai .
Karakteristik
responden
berdasarkan jenis kelamin yaitu
mayoritas laki–laki dengan lama
menjalani pengobatan 1–10 tahun.
Hal ini berbeda dengan teori yang
mengatakan berdasarkan jenis kelamin
prevalensi skizofrenia adalah sama,
perbedaannya terlihat dalam onset dan
perjalanan penyakit. Onset untuk lakilaki 15 sampai 25 tahun sedangkan
wanita 25 sampai 35 tahun.
Prognosisnya adalah lebih buruk pada
laki laki dibandingkan wanita.
Prevalensi penyakit ini meningkat
pada pasien dengan riwayat keluarga
skizofrenia (Videbeck, 2008).
Karakteristik
responden
berdasarkan pendidikan terakhir yaitu
mayoritas SMA. Tingkat pendidikan
seseorang
mempengaruhi
daya
tahannya dalam menghadapi stres
(Chandrawinata,
2015).
Kondisi
tersebut terjadi karena semakin tinggi
pendidikan seseorang maka banyak
hal yang dipikirkan sehingga memicu
kejadian
gangguan
jiwa
yang
mengarah
pada
skizofrenia.
Pendidikan akan menuntut seseorang
menghadapi stressor yang ada dalam
menjalani proses yang lebih baik.
Seseorang akan dituntut untuk
mendapat pekerjaan setelah lulus,
berkreasi dan membangun relasi
dalam lingkungan sosial. Orang yang
berpendidikan
tinggi,
akan
berpengaruh dalam
pembentukan
mekanisme koping terhadap stressor
yang datang dan berpikir lebih
rasional dalam mengatasi masalahnya.
2. Kualitas hidup
a. Psikososial
Dipandang
dari
domain
psikososial
didapatkan
hasil
mayoritas
tinggi.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
dalam
membina
hubungan
dengan
5
keluarga dan masyarakat tidak
terjadi hambatan. Kondisi tersebut
terjadi karena mayoritas pasien
terlibat dalam kegiatan masyarakat
(gotong royong, pengajian dan
arisan) dan patuh dengan terapi
obat yang diberikan sehingga
pasien berfungsi dalam lingkungan
sosialnya. Hal ini berdampak pada
keadaan pasien lebih baik seperti
tidak menyendiri, tidak melamun,
banyak kegiatan, kesibukan dan
banyak bergaul.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terjadi gangguan
psikososial yang meliputi masalah
emosi pasien seperti kesepian,
depresi atau putus asa, kesulitan
dalam berinteraksi dengan sosial
dan
perasaan
takut
dalam
menghadapi masa depan. Pasien
mampu
berinteraksi
dengan
keluarga dan masyarakat sekitar
yang dibuktikan dengan mayoritas
responden bekerja dalam usia yang
masih produktif dan ikut terlibat
dalam kegiatan–kegiatan yang ada
di masyarakat seperti gotong–
royong, pengajian, dan arisan.
Mayoritas pasien juga menikah dan
berpendidikan, yang menunjukkan
bahwa pasien berfungsi secara
sosial seperti membangun relasi,
komunikasi dengan orang lain
dalam menjalani kehidupan dan
masa depan.
Suharto
dkk
(2009),
mengatakan bahwa keberfungsian
sosial
diartikan
sebagai
kemampuan
orang
(individu,
keluarga,
kelompok
atau
masyarakat) dan sistem sosial
(lembaga dan jaringan sosial)
dalam memenuhi atau merespon
kebutuhan dasar, menjalankan
peranan sosial, serta menghadapi
goncangan dan tekanan. Pasien
merupakan bagian dari masyarakat
yang berkewajiban menjalankan
fungsi sosialnya untuk saling
berinteraksi dengan lingkungan
sekitar supaya tidak mengakibatkan
perubahan kemampuan sosial. Hasil
penelitian ini sesuai dengan
penelitian
Mubarak
(2005)
mengatakan bahwa peningkatan
fungsi sosial pasien skizofrenia
dimungkinkan dapat meningkatkan
kualitas hidup.
Berdasarkan
jawaban
kuesioner, setelah di analisis ,
gambaran kondisi lingkungan dan
budaya tempat tinggal menentukan
pasien berfungsi secara sosial.
Kondisi lingkungan dan budaya
yang baik akan mempengaruhi cara
pasien beradaptasi, membangun
relasi, bepergian sendiri atau
bersama orang lain dan kerjasama
dengan masyarakat. Masyarakat
yang baik, saling menghormati,
sopan, santun dan ramah akan
memberikan dukungan yang positif
bagi pasien. Lingkungan yang
nyaman, bersih, teratur, budaya
yang mengajarkan sopan santun,
ramah, saling hormat menghormati
antar sesama. Kondisi demikan
berdampak pada kualitas hidup
pasien tinggi sehingga pasien
berfungsi sosial secara efektif.
b. Motivasi dan energi dalam beraktivitas
Dipandang dari domain motivasi
dan
energi
dalam
beraktivitas
didapatkan hasil tinggi. Motivasi
diartikan sebagai dorongan internal
dan eksternal dalam diri seseorang
yang diindikasikan dengan adanya
hasrat dan minat untuk melakukan
kegiatan, dorongan dan kebutuhan
untuk melakukan kegiatan, harapan
dan cita-cita, penghargaan dan
penghormatan atas diri, lingkungan
yang menarik serta kegiatan yang
menarik (Uno, 2007).
6
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas pasien skizofrenia
memiliki motivasi dan energi dalam
kemampuan memenuhi kebutuhan
sehari – hari secara mandiri. Fokus
dalam penelitian ini adalah responden
dalam memenuhi kebutuhan seperti
kemampuan makan dan minum,
mandi, bersosialisasi dan kebutuhan
fisiologi responden. Motivasi dan
energi pasien dalam pemenuhan
kemampuan dasar sehari – hari dan
pemenuhan kebutuhan dasar tidak
terjadi hambatan karena sudah terbiasa
dan terpapar dengan pemenuhan
kemampuan dasar sehari – hari ketika
menjalani rawat inap di rumah sakit.
Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Sari (2014), tingkat
kemampuan dasar pasien skizofrenia
adalah tingkat sedang.
Motivasi dan energi dalam
beraktivitas juga digambarkan dengan
mayoritas
pasien
skizofrenia
mengenyam pendidikan. Pendidikan
yang tinggi akan membentuk dan
menjadikan
seseorang
memiliki
wawasan dan motivasi untuk hidup.
Kondisi
intelektual
menentukan
seseorang untuk berfikir secara kritis
dalam mengambil keputusan sebelum
bertindak atau memilih sesuatu untuk
melakukannya. Hal ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa
pengetahuan atau kognitif merupakan
domain
yang
penting
untuk
terbentuknya tindakan, perilaku yang
didasari pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada yang tidak didasari
pengetahaun (Notoatmodjo, 2005).
Sejalan dengan data hasil penelitian
diperoleh bahwa 87,5 % pasien
memliki kebebasan dalam mengambil
keputusan dan berjuang untuk
kebahagiaan hidup. Kondisi demikian
akan berdampak kepada peningkatkan
kualitas hidup.
Berdasarkan uraian diatas, maka
pasien skizofrenia harus selalu di
motivasi oleh keluarga
dalam
pemenuhan kebutuhan sehari – hari.
Pengawasan dan kontrol juga sangat
dibutuhkan untuk mempertahankan
kemandirian pasien sebagai upaya
peningkatan kualitas hidup pasien.
Kemampuan pasien skizofrenia yang
masih membutuhkan dan memerlukan
perawatan keluarga serta memiliki
masalah dalam pemenuhan kebutuhan
dasar sehari–hari perlu pengawasan
dan dilatih agar lebih mandiri dan
memiliki motivasi dalam kehidupan
serta merencanakan masa depan yang
berdampak pada kulaitas hidup tinggi.
c. Efek samping pengobatan
Domain efek samping obat
didapatkan hasil bahwa mayoritas
responden rendah. Berdasarkan data
kuesioner penelitian, mayoritas pasien
merasakan efek samping yang ringan
seperti pikiran binggung, mudah
mengantuk, mulut kering, pandangan
mata kabur, badan sering lemas dan
sulit konsentrasi dalam beraktivitas.
Hal ini sesuai dengan teori (Videbeck,
2008), efek samping antipsikotik
signifikan dan dapat berkisar dari
ketidaknyamanan ringan, sampai
gangguan gerakan yang permanen.
Efek samping neurologis yang serius
meliputi efek samping ekstrapiramidal
(reaksi distonia akut, akatisia, dan
parkinsonisme),
diskenia
tardif,
kejang,
dan
sindrom
maligna
neuroleptik.
Efek
samping
nonneurologis
mencakup
sedasi,
fotosensitivitas,
dan
gejala
antikolinergik seperti mulut kering,
pandangan kabur, konstipasi, retensi
urin, dan hipotensi ortostatik.
Hasil peneliian serupa dilakukan
oleh puschner et al., (2009) dalam
satiti (2010) yang mengatakan bahwa
kepatuhan pengobatan mempunyai
efek terhadap beberapa outcome klinis
7
meliputi pengobatan, illness insight,
perilaku yang berhubungan dengan
pengobatan, efek samping, kualitas
hidup, gejala dan tingkat fungsi.
Kualitas hidup mempunyai korelasi
sangat lemah (r>0,1) dengan gejala
dan efek samping, efek samping
mempunyai korelasi sangat lemah
(r>0,2) dengan gejala dan gejala
mempunyai korelasi sangat lemah
(r>0,1) dengan kepatuhan.
Kondisi pasien dengan paparan
efek samping obat rendah akan
berdampak pada peningkatan kualitas
hidup pasien skizofrenia. Obat yang
dikonsusmsi akan menekan gejalagejala yang muncul sehingga pasien
dapat menjalani aktivitas sehari-hari.
Pasien
mampu
bekerja
untuk
memenuhi
kebutuhan
keluarga,
membangun relasi dan terlibat dalam
masyarakat, bebas memilih jalan
hidup, konsentrasi dalam mengurus
rumah tangga dan masa depan serta
memiliki sifat percaya diri dalam
kehidupan.
d. Kualitas hidup
Kualitas hidup pasien skizofrenia
didapatkan hasil bahwa gambaran
tingkat
kualitas
hidup
pasien
skizofrenia tinggi di RSJ Grhasia
Yogyakarta. Hasil tersebut merupakan
akumulasi dari tiga domain yang
mempengaruhi kulaitas hidup pasien
skizofrenia
meliputi
psikososial,
motivasi
dan
energi
dalam
beraktivitas, dan efek samping
pengobatan.
Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Satiti (2010), dalam
penelitian tersebut dinyatakan bahwa
kualitas hidup pasien skizofrenia
dalam kategori tinggi yaitu 66,6 % (56
orang).
Berdasarkan
hasil
penelitian
bahwa
tiga
domain
tersebut
menggambarkan kualitas hidup pasien
skizofrenia. Kualiitas hidup pasien
skizofrenia tinggi dan rendah karena
tidak lepas dari peran care giver
(keluarga)
dalam
memberikan
perawatan dan mengasuh pasien
skizofrenia di rumah. Kualitas hidup
pasien skizofrenia tinggi karena
keluarga
berperan
dalam
hal
memandirikan pasien saat di Rumah.
Pendampingan ketika pasien kontrol di
Poliklinik RSJ Grhasia Yogyakarta,
pemantauan
obat
di
rumah,
memberikan perhatian, kasih sayang,
memenuhi
kebutuhan
pasien,
memantau sampai pasien mandiri
dalam hal mengurus diri seperti
makan, minum, toileting, berpakaian,
berinteraksi
dengan
lingkungan
bahkan sampai bekerja dan mengurus
keluarga.
Kualitas hidup pasien tinggi
karena tidak lepas dari peran tenaga
kesehatan (psikiater dan perawat) di
rumah sakit sesuai dengan program
yang telah disusun. Rumah sakit
dengan program-program yang telah
ada berusaha memberikan keluarga
dan
pasien
untuk
memahami
kesehatan
jiwa.
Rumah
sakit
khususnya poliklinik jiwa memberikan
pelayanan untuk pasien dan keluarga.
Pelayanan
tersebut
meliputi
pendidikan kesehatan sebagai upaya
menambah
pengetahuan
dan
ketrampilan keluarga dalam merawat
pasien
serta
menekan
gejala
kekambuhan yang berdampak pada
kualitas hidup pasien tinggi.
Kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang kualitas hidup
pasien skizofrenia di Poliklinik Jiwa RSJ
Grhasia Yogyakarta bulan Maret tahun
2015 dapat disimpulkan sebagai berikut :
8
1. Mayoritas karakteristik responden
berdasarkan umur yaitu mayoritas
21-40 tahun yaitu 68,06 % dengan
lama pengobatan 1-10 tahun yaitu
70,83 %. Responden dengan jenis
kelamin laki-laki lebih banyak
daripada perempuan yaitu 59,70 %,
mayoritas
berlatar
pendidikan
terakhir SMA 44,40 %, mayoritas
bekerja sebagai buruh 61,10 % dan
mayoritas responden kawin yaitu
52,80 %.
2. Domain psikososial dalam aspek
kualitas hidup pasien skizofrenia
yaitu tinggi 65,28 %.
3. Domain motivasi dan energi dalam
beraktivitas dalam aspek kualitas
hidup pasien skizofrenia mayoritas
tinggi 81,94 %.
4. Domain gejala dan efek samping
pengobatan dalam aspek kualitas
hidup pasien skizofrenia mayoritas
rendah 87,50 %.
5. Kualitas hidup pasien skizofrenia
pada bulan Maret tahun 2015 di
Poliklinik
Jiwa
RSJ
Grhasia
Yogyakarta mayoritas tinggi 66,67
%.
B. Saran
1. Bagi Perawat di Poliklinik Jiwa
Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta
a. Sebaiknya
perawat
perlu
mempertahankan
penerapan
proses keperawatan mulai dari
tahap pengkajian sampai evaluasi
yang sudah diterapakan.
b. Sebaiknya di Klinik Jiwa Rumah
Sakit Grhasia terdapat ruangan
khusus bagi perawat untuk
memberikan terapi psikoedukasi
keluarga dan terapi psikosial
dalam evaluasi perawatan di
rumah sehingga privasi pasien
dan keluarga terjaga.
2. Bagi Program studi D3 jurusan
keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta
Mahasiswa
keperawatan
yang
melakukan praktik Keperawatan
Jiwa.
Hendaknya
mahasiswa
diperjelas dalam kewenangan dan
tugas saat praktik di Poliklinik Jiwa
agar tercapai target kompetensi.
Daftar Pustaka
Butar, A. (2012). Karakteristik pasien dan
kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik
yang
menjalani
terapi
hemodialisa. Jurnal. Diakses pada
tanggal
19
Maret
2015,
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/jkk/ar
ticle/view/1058/641.
Chandrawinata, J. (2015). Tingkat pendidikan
pengaruhi daya tahan stres. Artikel.
diunduh pada tanggal 28 Juni 2015
dari
www.pelita.or.id/baca.php?id=32220.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2013). Riset kesehatan dasar tahun
2013. diunduh pada tanggal 2 Januari
2015 dari http://www.depkes.go.id.
Marchira, C. R., Sumarni, P., & Lusia, P. W.
(2008). Hubungan antara ekspresi
emosi keluarga pasien dengan
kekambuhan penderita skizofrenia di
rumah sakit dr .sardjito yogyakarta,
24(4), 172–175. Jurnal. diunduh
tanggal 26 Desember 2014 dari
portalgaruda.org.
Notoatmodjo, S. (2005). Pendidikan dan
perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Rahmawati, S. (2008). Analisis stres kerja
karyawan pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (persero) Tbk. Cabang
Bogor.
Jurnal.
Departemen
9
manajeman, fakultas ekonomi dan
manajeman. Di unduh 20 April 2015
dari
http://jurnal.iph.ac.id/index.php/jmene
jemen/article/view/1605/668.
Rosita, H. (2011). Keefektifan konseling
eklektik untuk meningkatkan kapasitas
fungsi sosial dan kualitas hidup pada
pasien skizofrenia, 2(1), 58–65.
Jurnal. diunduh tanggal 30 Desember
2014 dari portalgaruda.org.
Rubbyana, U. (2012). Hubungan antara
strategi koping dengan kualitas hidup
pada penderita skizofrenia remisi
simptom, 1(02), 59–66. Jurnal.
diunduh tanggal 27 Desember 2014
dari portalgaruda.org.
Sari, LN. (2014). Hubungan stres keluarga
dengan kemampuan dasar sehari- hari
pasien skizofrenia di Poli Klinik Jiwa
RSJ Grhasia Propinsi DIY. Skripsi.
Ilmu Kesehatan Universitas respati
Yogyakarta, tidak diterbitkan.
Uno,H.B. (2007). Teori motivasi dan
pengukurannya: analisis di bidang
pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.
Videbeck, SL. (2008). Buku
ajar
keperawatan jiwa. Alih Bahasa
Komalasari,R. Jakarta : EGC.
WHO. (2013) . Pengaruh terapi musik
kelompok
terhadap
hubungan
interaksi sosial pada penderita
skizofrenia. Diunduh tanggal 31
Desember
2014
(http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=
opac&act=view&typ=html)
Wilkinson et al. (2000). Self-report quality of
life measure for people with
schizophrenia : the SQLS. The British
Journal of Psychiatry.
Diunduh
tanggal 28 Juni 2015 dari http
://bjp.rcpsych.org/content/177/1/42#BI
BL
Satiti, NR. (2010). Hubungan kepatuhan
pengobatan dengan kualitas hidup
pada pasien skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Grhasia. Skripsi. Ilmu
Kedokteran jurusan keperawatan
Universitas Gajah Mada, tidak
diterbitkan.
Setiawan, B. (2015). Pengertian pekerjaan
profesi dan profesional. Artikel.
Diunduh tanggal 28 juni 2015 dari
www.seputarpendidikan.com.
Suharto dkk. (2009). Pekerjaan sosial dan
paradigma
baru
kemiskinan.
http://www.policy.hu//suharto/modul_
a_makindo_24.htm. Diunduh pada
tanggal 19 Maret 2015.
Sumanto. (2014). Psikologi perkembangan
Jakarta : PT. Buku Seru.
10
Download