BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Penyakit ini ditakuti sebagai gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat dikontrol, dan mereka yang terdiagnosis penyakit ini digambarkan sebagai individu yang tidak mengalami masalah emosional atau psikologis yang terkendali dan memperlihatkan perilaku yang aneh dan marah (Videbeck, 2008). Skizofrenia biasanya timbul setelah ada faktor pencetus seperti kejadian hidup yang traumatik, stres, expresssed emotion yang tinggi dan bahkan terkadang tidak memiliki pemicu yang jelas. Hal-hal ini ternyata dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengaruh biologis (bersifat genetik, infeksi virus ketika kehamilan, struktur dan kimiawi otak), pengaruh sosial (lingkungan dan budaya), dan pengaruh emosional dan kognitif (Durand & Barlow, 2007). Prevalensi skizofrenia diperkirakan 1% dari seluruh penduduk dunia. Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hampir tiga juta penduduk yang sedang, telah atau akan terkena penyakit tersebut. Buchanan dan Carpenter (dalam Videbeck, 2008) mengatakan bahwa insiden dan prevalensi skizofrenia hampir sama di seluruh dunia. Maka dapat diasumsikan bahwa jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2012 sekitar 2.377.600 orang (Januarti, 2008 dalam Lukitasari 2013). Gejala yang muncul pada skizofrenia digolongkan menjadi gejala-gejala positif, negatif dan terdisorganisasi. Gejala positif meliputi halusinasi, waham, gaduh gelisah, perilaku aneh dan sikap bermusuhan. Gejala negatif meliputi afek tumpul 1 2 atau datar, menarik diri, berkurangnya motivasi, miskin kontak emosional (pendiam dan sulit diajak bicara), pasif dan apatis. Gejala terdisorganisasi meliputi disorganisasi pembicaraan, disorganisasi perilaku serta gangguan dalam pemusatan perhatian dan pengolahan informasi. Gejala-gejala tersebut cenderung menyebabkan perlunya perawatan di rumah sakit jiwa (Durand & Barlow, 2007). Data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara didapatkan bahwa jumlah kunjungan pasien skizofrenia yang melakukan rawat inap pada bulan Januari hingga Desember 2013 sebesar 1.836 orang dengan rata-rata 153 orang perbulannya sedangkan untuk rawat jalan sebesar 13.423 orang. Dari jumlah pasien yang menjalani rawat inap sekitar 76,27 % adalah pasien skizofrenia yang kambuh atau menunjukkan gejala kembali (relaps). Relaps yang terjadi pada klien dengan skizofrenia dipengaruhi oleh klien sendiri, dokter, penanggung jawab klien (perawat) dan keluarga (Keliat, 1996 dalam Sarmauli 2012). Klien dengan skizofrenia memerlukan perawatan yang berkelanjutan dalam hal ini pasien yang sudah sembuh pun dan sudah diijinkan pulang ke rumah akan memiliki gejala sisa dari skizofrenia. Maka dari itu, disinilah fungsi dan peran keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia di rumah (Sarmauli, 2012). Pentingnya kesiapan keluarga pada pemulangan pasien skizofrenia akan meningkatkan fungsi dan peran keluarga dalam merawat pasien di rumah. Peran keluarga dalam merawat pasien skizofrenia dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Kedua, jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem. Ketiga, berbagai pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat pasien seumur hidup tetapi hanya fasilitas yang membantu pasien dan keluarga mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, menanggulangi 3 berbagai masalah dan mempertahankan keadaan adaptif. Keempat, salah satu penyebab kekambuhan pasien skizofrenia adalah keluarga tidak tahu cara menangani perilaku pasien di rumah (Keliat, 1996 dalam Sarmauli 2012). Kemampuan keluarga dalam merawat pasien dengan skizofrenia dipengaruhi oleh pengetahuan. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang skizofrenia membuat penafsiran dan pemahaman yang salah dalam merawat pasien, misalnya pencarian pertolongan pertama pada saat terjadi serangan akut skizofrenia. Kurangnya pengetahuan keluarga akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan, misalnya dipasung, dikerangkeng, direndam dalam air kolam dan dimandikan dengan harapan agar roh jahat yang bersemayam dalam tubuhnya bisa keluar (Sarmauli, 2012). Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai pegawai di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu, pada saat mewawancarai keluarga biasanya keluarga akan sangat tertutup dan enggan untuk diwawancarai. Keluarga merasa malu untuk menceritakan asal muasal penyakit skizofrenia yang dialami oleh anggota keluarganya karena mereka beranggap bahwa menderita skizofrenia adalah aib bagi keluarga. Selain itu keluarga mengatakan bahwa mereka kurang begitu mengetahui bagaimana cara perawatan pasien skizofrenia di rumah. Keluarga juga mengatakan bahwa ketidaksiapan mereka untuk membawa pulang pasien dan merawatnya di rumah adalah karena takutnya keluarga akan kekambuhan yang terjadi di rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Wulansih dan Widodo (2008) dengan judul “Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Sikap Keluarga dalam Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia di RSJD Surakarta”, diperoleh kesimpulan bahwa masalah yang dihadapi adalah karena sebagian besar keluarga klien skizofrenia kurang memahami dan pengetahuan tentang perawatan klien skizofrenia masih rendah ditandai dengan keterangan dari petugas RSJD Surakarta dimana didapatkan gambaran umum tentang pengetahuan dan sikap keluarga klien skizofrenia rata-rata 4 masih kurang. Hal ini ditandai dengan klien yang sudah sembuh dan dipulangkan ke lingkungan keluarga umumnya beberapa hari, minggu atau bulan di rumah kembali dirawat dengan alasan perilaku klien tidak diterima oleh keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Lawolo (2013) dengan judul “Hubungan Sikap Keluarga tentang Skizofrenia dengan Kesiapan Merawat Pasien Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara”, didapatkan hasil bahwa sebanyak 86% keluarga pasien tidak siap merawat pasien skizofrenia. Hasil ini menunjukkan bahwa keluarga masih kurang memahami bagaimana perawatan pasien skizofrenia dalam proses penyembuhan pasien dimana keluarga masih kurang memiliki informasi dan pengetahuan tentang merawat pasien skizofrenia (Lawolo, 2013). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan keadaan yang sedang dialami di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu dimana masih banyaknya pasien yang memiliki hari rawat lebih dari 14 hari sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pihak rumah sakit. Bahkan ada pasien yang sudah berbulan-bulan hingga hitungan tahun yang belum juga kembali ke rumah walaupun keadaan pasien sudah dalam keadaan tenang. Lamanya hari rawat ini dilihat peneliti disebabkan oleh adanya penundaan yang dilakukan oleh keluarga untuk membawa pasien kembali pasien ke rumah dan melakukan perawatan lanjutan di rumah. Keluarga menyatakan ketidaksiapan nya dalam melakukan perawatan lanjutan di rumah. Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan oleh peneliti maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Tentang Skizofrenia Dengan Kesiapan Keluarga Memberikan Perawatan Lanjutan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan Tahun 2014. 5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada Hubungan antara Pengetahuan Tentang Skizofrenia Dengan Kesiapan Keluarga Memberikan Perawatan Lanjutan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan Tahun 2014?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang skizofrenia dengan kesiapan keluarga memberikan perawatan lanjutan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan tahun 2014. b. Untuk mengetahui kesiapan keluarga memberikan perawatan lanjutan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan tahun 2014. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, yaitu : 1. Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi perawat tentang gambaran pengetahuan keluarga sehingga memudahkan perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan dan menyelenggarakan pertemuan keluarga di rumah sakit jiwa. 6 2. Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi bagi mahasiswa keperawatan sehingga menjadi perawat yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga. 3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan pengetahuan keluarga dan kesiapan keluarga dalam perawatan lanjutan di rumah pada pasien skizofrenia.