Rembulan Ayu NP| Indeks RDW DAN Mentzer sebagai uji skrining diagnosis Thalassemia Indeks RDW dan Mentzer sebagai Uji Skrining Diagnosis Thalassemia Rembulan Ayu NP Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Thalassemia merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh adanya mutasi gen globin alpha (α) atau beta (β), yang kemudian menimbulkan kelainan sintesis hemoglobin (Hb). Secara klinis Thalassemia sulit dibedakan dengan anemia kronik akibat defisiensi besi. Banyak metode pemeriksaan skrinning awal yang tinggi dalam membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi. Indeks Mentzer dan RDW adalah uji yang banyak digunakan oleh para klinisi dalam skrinning awal membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi. Ketepatan diagnosis yang tinggi dalam membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi adalah indeks RDW (88.14%), dan diikuti oleh indeks Mentzer (86,85%). Kata kunci: anemia, indeks RDW, indeks mentzer, thalesemia. RDW and Mentzer Indexs as A Test Screening Diagnosis Thalassemia Abstract Thalassemia is a hereditary disease caused by mutations in the alpha globin gene (α) or beta (β), which then lead to abnormal synthesis of hemoglobin (Hb). Clinically, Thalassemia is difficult to distinguish from chronic anemia due to iron deficiency. Many methods of high initial examination screening to differentiatiating Thalassemia with iron deficiency anemia. Mentzer index and RDW is a test that is widely used by clinicians to differentiating early screening of Thalassemia with iron deficiency anemia. High diagnostic accuracy in distinguishing Thalassemia with iron deficiency anemia was RDW index (88.14%), and followed by Mentzer index (86.85%). Keywords: anemia, mentzer index, RDW index, thalesemia. Korespondensi: Rembulan Ayu NP, alamat : Perumahan Jaya Pura Indah Blok F3 , Kedaton, Bandarlampung, Hp : 082178277469, email [email protected] Pendahuluan Thalassemia merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh adanya mutasi gen globin alpha (α) atau beta (β), yang kemudian menimbulkan kelainan sintesis hemoglobin (Hb). Akibat dari kelainan sintesis, Hb lebih mudah menjadi lisis dan menyebabkan penderita mengalami anemia. Thalassemia terdiri dari beberapa tipe dimana terdapat manifestasi klinis yang bervariasi dari yang tidak bergejala langsung sampai yang bisa menyebabkan kematian.1,2 Thalassemia dahulu merupakan penyakit yang terjadi di daerah tropis dan subtropis, namun saat ini akibat adanya migrasi maka Thalassemia telah tersebar luas di seluruh dunia. Thalassemia dan hemoglobinopati merupakan penyakit kelainan gen tunggal (single gene disorders) terbanyak jenis dan frekuensinya di dunia. Penyebaran penyakit ini mulai dari Mediterania, Timur Tengah, Anak Benua (sub-continent) India dan Burma, serta di daerah sepanjang garis antara Cina bagian selatan, Thailand, semenanjung Malaysia, kepulauan Pasifik dan Indonesia.3,4 Berdasarkan buletin yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, gangguan Hb (sickle cell anemia dan Thalassemia) menjadi endemik pada 60% dari 229 negara dan berpotensi memberi efek pada 75% kelahiran. WHO mengestimasi terdapat sekitar 5,2% populasi dunia (6,6% di Asia Tenggara) membawa varian yang signifikan (Thalassemia HbS, HbC, HbE, HbD, αo dan β) dimana 40% nya adalah pembawa HbS. Sekurang-kurangnya terdapat 20% (44,6% di Asia Tenggara) dari populasi membawa Thalassemia α+ sedangkan 24% nya (45,5% di Asia Tenggara) adalah karier untuk varian yang lain.2 Di Indonesia, Thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan. Angka pembawa sifat Thalassemia sebanyak 3 – 5%, bahkan di beberapa daerah mencapai 10%, sedangkan angka pembawa sifat HbE berkisar antara 1,5 – 36%. Berdasarkan hasil penelitian di atas dan dengan memperhitungkan angka kelahiran dan jumlah penduduk Indonesia, diperkirakan jumlah pasien Thalassemia baru yang lahir setiap tahun di Indonesia cukup tinggi, yakni Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015| 7 Rembulan Ayu NP|Indeks RDW dan Mentzer Sebagai Uji Skrining Diagnosis Thalassemia sekitar 2.500 anak.4 Di Indonesia banyak dijumpai Thalassemia karena adanya migrasi penduduk dan percampuran penduduk dari Cina Selatan dengan fenotip Mongoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nias, Flores, Sumba, dan Sumatera.5 Secara klinis Thalassemia sulit dibedakan dengan anemia kronik akibat defisiensi besi. Banyak metode pemeriksaan skrining awal yang tinggi dalam membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah indeks RDW dan indeks Mentzer.5 Isi Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter dengan berbagai derajat keparahan. Defek (cacat) genetik yang mendasari meliputi delesi (hilangnya materi genetik dari kromosom) total atau parsial gen rantai globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globulin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional.6 Menyebabkan penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotipe Thalassemia, banyak diantara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya rantai globin yang disintesis dalam eritrosit Thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk Thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin homotetrameter abnormal (β4 atau γ4), tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip Thalassemia.7 Penyakit ini diturunkan mengikuti kaidah Mendel dan merupakan kelainan mutasi gen tunggal (single gen mutation) terbanyak di dunia. Menurut defek yang terjadi, ditemukan beberapa jenis Thalassemia, namun tipe yang paling sering dengan tanda klinis yang umumnya berat adalah Thalassemia β (kelainan pada rantai β) dan Thalassemia α (kelainan pada rantai α).4 Thalassemia β adalah hasil lebih dari 150 mutasi dari rantai globin β, baik berupa hilangnya rantai β (Thalassemia β0) atau berkurangnya rantai β (Thalassemia β+). Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015| 8 Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan berlebihnya rantai α sehingga terjadi presipitasi prekursor eritrosit yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan perifer. Keseluruhan proses tersebut mengakibatkan terjadinya anemia yang parah, yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, deformitas tulang, pembesaran limpa dan hati, serta hambatan pertumbuhan.4 Thalassemia β mayor adalah Thalassemia dengan gejala klinis yang paling berat. Bentuk yang lebih ringan, dimana gejala klinis baru muncul pada usia yang lebih tua dan pasien tidak memerlukan transfusi atau jarang memerlukan transfusi disebut Thalassemia intermedia. Sementara individu yang merupakan karier disebut Thalassemia minor, dimana pasien tidak menunjukkan gejala klinis dan kelainan baru diketahui melalui pemeriksaan hematologi berupa anemia hipokrom mikrositer dan peningkatan kadar Hb A2. 4 Thalassemia α adalah terjadi kelainan pada rantai α yang juga terdapatnya Hb F (fetal haemoglobin) dan Hb A (adult haemoglobin), maka penyakit ini dapat terjadi pada masa janin dan usia dewasa. Lebih lanjut, kelebihan rantai γ dan β tidak langsung mengalami presipitasi di sumsum tulang seperti rantai α, namun memproduksi tetramer yang tidak stabil γ4 (Hb Bart’s) dan β4 (Hb H). Komponen genetik Thalassemia α lebih kompleks dari Thalassemia, dimana komposisinya bisa berupa αα/αα, -/αα (hilangnya kedua α gen pada kromosom, disebut Thalassemia α0), - α/αα (hilangnya salah satu gen α, disebut Thalassemia α+). Biasanya hilangnya gen α ini terjadi karena delesi, walaupun dapat juga akibat mutasi seperti pada Thalassemia β.8 Bentuk homozigot dari Thalassemia α° menyebabkan kematian intrauterin dimana janin mengalami anemia yang hebat dan hidropik, sering disebut dengan sindroma hidrop fetal hemoglobin Bart. Ibu hamil dengan bayi sindroma hidrop fetal biasanya mengalami toksemia gravidarum dan perdarahan postpartum. Sementara bentuk heterozigot Thalassemia α (α0 Thalassemia dan α+) menunjukkan gejala yang lebih ringan berupa anemia dan splenomegali. Bentuk terakhir (--/- Rembulan Ayu NP| Indeks RDW DAN Mentzer sebagai uji skrining diagnosis Thalassemia α) disebut juga dengan penyakit Hb H. Karier Thalassemia α° (–/αα ) dan homozigot Thalassemia α (-α /- α) memiliki gambaran klinis anemia hipokrom ringan. Sementara karier Thalassemia α+ tidak menunjukkan kelainan haematologis.9 Diagnosis Thalassemia biasanya dapat di ketahui melalui anamnesis (pucat yang lama, terlihat kuning, mudah infeksi, perut membesar akibat hepatosplenomegali, pertumbuhan terhambat/pubertas terlambat, riwayat tranfusi berulang (jika pernah tranfusi sebelumnya), riwayat keluarga yang menderita Thalassemia).10 Pemeriksaan fisik (anemia/pucat, ikterus, hepar dan limpa membesar, tulang-tulang wajah menonjol dan pipih (facies cooley), gizi kurang/buruk, perawakan pendek, hiperpigmentasi kulit, pubertas terlambat).10 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis Thalassemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (CBC), khususnya Hb, nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH, MCHC, dan RDW. Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF. Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding capacity (TIBC).11 Berikut kriteria anemia berdasarkan WHO, tahun 1968: 1. Laki-laki dewasa Hb < 13 g/dl. 2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 g/dl. 3. Perempuan dewasa hamil Hb < 11 g/dl. 4. Anak 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 g/dl. 5. Anak 6 tahun – 14 tahun Hb < 11 g/dl. Pemeriksaan indeks eritrosit adalah pemeriksaan untuk melihat kualitas eritrosit (ukuran dan kandungan Hb didalam eritrosit), bila dikaitkan dengan morfologi darah tepi dapat di gunakan untuk membedakan jenis anemia. Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan femoliter. MCV dapat menunjukan apakah eritrosit normositik (80-95fl), mikrositik (<80 fl) atau makrositik (>95). Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) adalah Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pilogram, MCH dapat menunjukan apakah eritrositnya normokrom (27-34 pg), hipokrom (<27 pg) atau hiperkromik (>34 pg). Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) adalah Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapat per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) meskipun nilai KHER biasanya disebut dengan %, satuan yang lebih tepat adalah “gram hemoglobin per dl eritrosit”.12 Nilai eritrosit rata-rata diperhitungkan dari hasil penetapan jumlah, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit. dengan menggunakan rumus-rumus, dalam rumusrumus tersebut: Ht = nilai hematokrit disebut dengan %. Hb = nilai hemoglobin di sebut dengan gram/dl. E = jumlah eritrosit disebut dengan juta/mikroliter. VER = 10 x Ht : E femtoliter (fl). HER = 10 x Hb : E pikogram (pg). KHER = 100 x Hb : Ht persent (%). Sedangkan pada nilai RDW (rasio lebar kurva distribusi) terjadi peningkatan 20-40 % pada penderita Thalassemia heterozigot. Pada pemeriksaan apus darah tepi dapat memberi bantuan dan bahkan kadang-kadang informasi diagnosis pasti dalam mengkaji anemia (mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit muda/normoblas, fragmentosit,sel target), dalam menentukan ukuran RBC.12 Pada analisa hemoglobin pemeriksaan elektrforesis hemoglobin yang berguna untuk mengidentifikasi lebih dari 150 jenis hemoglobin normal dan abnormal. Pada Thalassemia β heterozigot terjadi penurunan produksi rantai globulin β, menyebabkan penurunan produksi hemoglobin A dan peningkatan kompensasi produksi rantai globin δ, sehingga terjadi peningkatan Hb A2 (3-6 %). Pada Hb F juga terjadi peningkatan kompensasi produksi rantai globulin γ, yang mengakibatkan peningkatan Hb F (2-8 %, pada 50% penderita).13 Berdasarkan pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada pemeriksaan penunjang Thalassemia, yaitu pemeriksaan laboratorium hematologi. Pada pemeriksaan darah tepi lengkap: 10 1. Hemoglobin menurun. Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015| 9 Rembulan Ayu NP|Indeks RDW dan Mentzer Sebagai Uji Skrining Diagnosis Thalassemia 2. Sediaan apus darah tepi (mikrositer, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel eritrosit muda/normoblas, fragmentosit,sel target). 3. Indeks erirosit: MCV, MCH, dan MCHC menurun, RDW meningkat. Bila menggunakan cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik I tabung (fragilitas). Konfirmasi dengan analisis hemoglobin menggunakan: 10 1. Elektroforesis hemoglobin: tidak ditemukannya HbA dan meningkatnya HbA2 dan Hb F. 2. Jenis Hb kualitatif → menggunakan elektrforesis cellulose acetate. 3. Hb A2 kuantitatif → menggunakan metode mikrokolom. 4. Hb F → menggunakan akali denaturasi modifikasi betke. 5. Hb H badan inklusi → menggunakan pewarnaan supravital (retikulosit). 6. Metode HPLC (Beta short variant biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif. Di beberapa daerah endemik, perlu dilakukan screening test (uji saring) untuk mendiagnosis anemia hipokrom mikrositik sebagai gangguan Thalassemia minor dengan anemia defisiensi besi. Dimana pada pemeriksaan darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, dan MCHC rendah. RDW yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah satu skrining defisiensi besi. 1. Nilai RDW tinggi lebih dari 14,5% pada defisiensi besi, bila RDW normal (kurang 13%) pada Thalassemia trait 2. Rasio Mentzer index (MCV/RBC) kurang 13 dan bila RDW index (MCV/RBCxRDW) kurang dari 220, merupakan tanda Thalassemia trait, sedangakn jika kurang dari 220 merupakan tanda anemia defisiensi besi.10 Indeks Mentzer adalah metode yang digunakan untuk membedakan penyakit Thalassemia minor dengan anemia defisiensi zat besi, yang ditemukan oleh Mentzer di tahun 1973. Indeks ini dihitung dari hasil hitung darah lengkap (complete blood count /CBC). Jika MCV (dalam FL) dibagi dengan RBC (dalam juta per mikroliter) kurang dari 13, maka dinyatakan sebagai talasemia minor. Tapi jika hasilnya lebih besar dari 13, maka dinyatakan sebagai anemia defisiensi besi.14 Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015| 10 Indeks RDW Indeks RDW atau RCDW merupakan indeks yang dapat menunjukan variabilitas bentuk eritrosit, yang juga manifestasi awal terjadinya defisiensi besi. RDW meningkat lebih dari 90% pada individu dengan defisiensi zat besi, tetapi hanya 50% pada pasien Thalassemia minor.14 Indeks RDW (MCV dibagi RBC dikali RDW) dengan hasil lebih dari 220 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi dan bila indeks kurang dari 220 merupakan indikasi untuk Thalassemia minor.14 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Niazi M. dkk. pada tahun 2010 pada pasien dengan anemia defisiensi besi di Pakistan, mengenai sensitifitas dan spesifitas tujuh metode skrining untuk membedakan Thalassemia trait dengan anemia defisiensi besi, yaitu RDWI, Mentzer, Green & Kings, Srivastava, Ricerca, England Fraser, dan Shine Lal. Dari tujuh metode yang diuji tersebut, yang memiliki ketepatan diagnosis yang tinggi dalam membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi adalah indeks RDW (88.14%), dan diikuti oleh indeks Mentzer (86,85%).15 Indeks Mentzer dan RDW inilah yang banyak digunakan oleh para klinisi dalam skrinning awal membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi. Indeks Mentzer didapat dari hasil hitung darah lengkap (Complete Blood Count/ CBC). Jika Indeks Mentzer (MCV/ RBC) <13 maka diindikasikan sebagai Thalassemia minor, tetapi jika hasilnya ≥13 maka diindikasikan sebagai anemia defisiensi besi. Begitu juga dengan Indeks RDW (MCV/ RBC x RDW), bila hasilnya ≥ 220 merupakan indikasi untuk anemia defisiensi besi dan bila hasilnya < 220 merupakan indikasi untuk Thalassemia minor/ trait.14 Hasil yang berbeda didapatkan oleh Vehapoglu. Ia meneliti 290 anak dengan Thalassemia dan anemia. Peneliti mendapatkan Indeks Mentzer adalah uji screening yang paling tinggi dengan nilai sensitivitasnya (98.7%) dan spesifisitasnya (82.3%) jika dibandingkan uji saring lainnya. Dalam sebuah penelitian 2010, Ferrara et al. menunjukkan bahwa indeks RDW memiliki sensitivitas tertinggi (78,9%), bahwa indeks Inggris dan Fraser memiliki spesifisitas tertinggi dan indeks Youden tertinggi (99,1 dan 64,2%, resp.), dan bahwa Green dan Raja indeks memiliki efisiensi tertinggi (80,2% ) di 458 Rembulan Ayu NP| Indeks RDW DAN Mentzer sebagai uji skrining diagnosis Thalassemia anak-anak dengan anemia mikrositik ringan berusia 1,8-7,5 tahun.16 AlFadhli et al. membandingkan sembilan fungsi diskriminan pada pasien dengan anemia mikrositik dan validitas diukur dengan menggunakan indeks Youden. Indeks Youden ini dianggap memiliki validitas terhadapa sensitivitas dan spesifisitas dan memberikan ukuran yang tepat untuk menjawab pertanyaan atau membandingkan teknik tertentu. Mereka menunjukkan bahwa indeks Inggris dan Fraser memiliki nilai indeks tertinggi Youden (98,2%) untuk membedakan β-TT dan IDA, sedangkan indeks Shine dan Lal tidak efektif untuk membedakan anemia mikrositik.17 Pada tahun 2009, Ehsani et al. menunjukkan bahwa indeks skrining terbaik menurut kriteria Youden adalah indeks Mentzer (90,1%), diikuti oleh Indeks RDW (85,5%). Dalam studi mereka, indeks Mentzer mampu benar mendiagnosa 94,7% dan 92,9% dari kasus.18 Rahim dan Keikhaei meneliti akurasi diagnostik dari 10 indeks di 153 pasien dengan β-TT dan 170 pasien dengan IDA. Menurut indeks Youden ini, Shine dan indeks Lal dan RBC count menunjukkan nilai diagnostik terbesar pada pasien <10 tahun (89% dan 82%, responden). Mereka menemukan bahwa indeks Mentzer memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 93%, dan 79%.19 Ringkasan Thalassemia merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh adanya mutasi gen globin alpha (α) atau beta (β), yang kemudian menimbulkan kelainan sintesis hemoglobin (Hb). Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis Thalassemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (CBC), khususnya Hb, nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH, MCHC, dan RDW. Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2 dan HbF. Selain itu diperlukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding capacity (TIBC). Indeks Mentzer dan RDW inilah yang banyak digunakan oleh para klinisi dalam skrinning awal membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi. Simpulan Indeks Mentzer dan RDW adalah uji skrining terbaik yang dapat digunakan menegakkan diagnosis Thalassemia. Ketepatan diagnosis yang tinggi dalam membedakan Thalassemia dengan anemia defisiensi besi adalah indeks RDW (88.14%), dan diikuti oleh indeks Mentzer (86,85%). Daftar pustaka 1. Model B, Darllison M. Global Epidemiology of Haemoglobin Disorders and Derived Service Indicators. Buletin World Health Organization; 2013. 2. Zuriana N. Karakteristik Pasien Thalassemia Di RSUP H Adam Malik Medan Dari Tahun 2009 Sampai 2010 [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011; 1. 3. Vanichsetakul P. Thallasemia: Detection, Management, Prevention, & Curative Treatment. Thailand: Bangkok Medical Journal; 2013. Hlm. 113-18 4. Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI. Pencegahan Thalassemia (Hasil Kajian HTA Tahun 2009) dipresentasikan pada konversi HTA 16 Juni. Jakarta: Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI. 2010 5. Ganie RA. Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2005. hlm. 2 – 3 6. Rathod D A, Kaur A, Patel V, Patel K, Kabrawala B, Patel M, dkk.“Usefulness of cell counter-based parameters and formulas in detection of β-thalassemia trait in areas of high prevalence,” American Journal of Clinical Pathology. 2007;128(4):585–9. 7. Urrechaga E, Borque L, Escanero J F. “The role of automated measurement of RBC subpopulations in differential diagnosis of microcytic anemia and β-thalassemia screening,” American Journal of Clinical Pathology. 2011;135(3):374–9. 8. Sirdah M, Tarazi I, Al Najjar E, Al Haddad R. “Evaluation of the diagnostic reliability of different RBC indices and formulas in the differentiation of the β-thalassaemia minor from iron deficiency in Palestinian population,” International Journal of Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015| 11 Rembulan Ayu NP|Indeks RDW dan Mentzer Sebagai Uji Skrining Diagnosis Thalassemia 9. 10. 11. 12. 13. 14. Laboratory Hematology. 2008;30(4):324– 30. Ehsani MA, Shahgholi E, Rahiminejad MS, Seighali F, Rashidi A. “A new index for discrimination between iron deficiency anemia and beta-thalassemia minor: results in 284 patients,” Pakistan Journal of Biological Sciences. 2009;12(5):473–5. Mosca A, Paleari R, Ivaldi G, Galanello R, Giordano PC.“The role of haemoglobin A(2) testing in the diagnosis of thalassaemias and related haemoglobinopathies,” Journal of Clinical Pathology. 2009;62(1):13–7. Ferrara M, Capozzi L, Russo R, Bertocco F, Ferrara D. “Reliability of red blood cell indices and formulas to discriminate between β thalassemia trait and iron deficiency in children,” Hematology. 2010;15(2):112–15. AlFadhli SM, Al-Awadhi AM, AlKhaldi D. “Validity assessment of nine discriminant functions used for the differentiation between Iron deficiency anemia and thalassemia minor,” Journal of Tropical Pediatrics. 2007;53(2):93–7. Fakher R , Bijan K. “Better differential diagnosis of iron deficiency anemia from beta-thalassemia trait,” Turkish Journal of Hematology. 2009;26(3):138–45. Ferdian BA., Rosdiana N., Lubis B. Impact of iron therapy on Mentzer index and red cell distribution width index in primary school children with iron deficiency anemia. Medan: Pediatric Indonesia, Juli 2009; 49(4):195 – 196 Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015| 12 15. Mussarrat N, Mohammad T, Fazal e R, Abdul H. Usefulness Of Red Cell Indices In Differentiating Microcytic Hypochromic Anemias. Pakistan: Gomal Journal of Medical Sciences, Juli – Desember 2010; 8(2):125-9. 16. Ferrara M, Capozzi L, Russo R, Bertocco F, Ferrara D. “Reliability of red blood cell indices and formulas to discriminate between β thalassemia trait and iron deficiency in children,” Hematology. 2010.15(2):112–5. 17. AlFadhli SM, Al-Awadhi AM, AlKhaldi D. Validity assessment of nine discriminant functions used for the differentiation between Iron deficiency anemia and thalassemia minor. Journal of Tropical Pediatrics. 2007;53(2):93–7. 18. Ehsani MA, Shahgholi E, Rahiminejad MS, Seighali F, Rashidi A. “A new index for discrimination between iron deficiency anemia and beta-thalassemia minor: results in 284 patients,” Pakistan Journal of Biological Sciences. 2009;12(5):473–5. 19. Fakher R , Bijan K. Better differential diagnosis of iron deficiency anemia from beta-thalassemia trait. Turkish Journal of Hematology. 2009;26(3):138–45.