Pokok Bahasan: HEMATOLOGI ANAK HEMATOLOGI ANAK Dr. Sutaryo, Dr. Sumadiono, Dr. Pudjo Hagung, Dr. Sri Mulatsih ANEMIA Sebelum masuk dalam topik anemia perlu dimengerti bahwa komponen darah terdiri dan komponen cairan berupa plasma serta komponen padat berupa sel-sel. Selsel yang beredar dalam darah terdiri dan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan sel trombosit (sesungguhnya berupa fragmen-fragmen sel). Se! darah putih (leukosit) terdiri dari seri granulosit (eosinofil, basofil, neutrofil), seri limfosit (limfosit-T, limfositB, sel Natural Killer, sel-sel stem/batang), serta monosit. Ada beberapa perbedaan mengenai darah antara anak-anak dan orang dewasa, antara lain dalam hal: jumlah normal, penyebab anemia, insidensi dan tipe keganasan, masalah-masalah karena kelahiran/prematuritas, kelainan-kelainan kongenital (thalassemia, sindroma anemia Fanconi, dan lain-lain). Pada anak-anak, kadar Hemoglobin (Hb) normal saat lahir sekitar 12-20g/dl, sedangkan eritrositnya berupa makrositik, dan Hbnya juga masih mengandung HbF. Pada usia 2-3 bulan, Hb terendah adalah 9 g/dl dan sampai usia 14 tahun akan meningkat secara pelan-pelan, dimana pada laki-laki akan menjadi 13-17 g/dl dan perempuan sekitar 12-18 g/dl. WHO telah menyederhanakan kriteria untuk anemia, dimana usia 6 bulan- 6 tahun adalah lebih dan 11 g/dl (> 11 g/dl), sedangkan untuk usia lebih dan 6 tahun adalah lebih dan 12 g/dl. Sel darah merah (eritrosit) mengandung Hb sebagai pembawa oksigen. Pada anemia akan terjadi keadaan dimana Hb dalam darah rendah. Pada keadaan seperti ini maka ukuran sel darah merah bisa menjadi lebih kecil dan normal (mikrositik), atau bila dilihat harga MCV (Mean Cell Volume) terlihat rendah. Keadaan lain bisa terjadi yaitu ukuran sel darah merah tetap normal (normositik) / nilai MCV normal atau ukuran sel menjadi lebih besar dan normal (makrositik) atau nilai MCV tinggi. Penyebab anemia bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. kurangnya produksi, seperti pada keadaan gangguan nutrisi, penyakit kronis /infeksi, hipo- atau aplasia sumsum tulang, 2. kenaikan destruksi /perusakan, yang bisa terjadi karena faktor ekstrakorpuskular maupun intrakorpuskular, 3. kehilangan darah. Penyebab lain anemia adalah Malaria, dimana terjadi fagositosis sel parasit, juga terjadi destruksi sel parasit. Pada keadaan ini bisa terjadi hiperspienisme. Ada beberapa spesies parasit yaitu: Plasmodium vivax & ovale, pada keadaan ini banyak ditemukan retikulosit; pada plasmodium malariae banyak dijumpai eritrosit matur, dan spesies yang lain adalah plasmodium falsifarum, pada keadaan ini dijumpai keadaan keduanya. Pendekatan klinis anemia Gejala dan tanda anemia tergantung dan tingkat keparahan, waktu/kecepatan kejadian, dan usia pasien. Anemia yang ringan akan menimbulkan gejala yang sedikit/ringan berupa penurunan stamina dan kenaikan denyut jantung serta tampak sesak napas saat melakukan aktifitas. Dengan lebih parahnya anemia maka kapasitas aktifitas dapat semakin berkurang. Gejala dapat memberat seperti palpitasi, sesak napas, sakit kepala dan sebagainya. Pada individu yang lebih muda gejala dan tanda ini tidak tampak sampai Hb kurang dan 7-7 g/dL (hematokrit < 20-25 %). Kecepatan kejadian anemia juga sangat penting. Pasien-pasien dengan anemia karena perdarahan mempunyai risiko teijadinya hipoksia jaringan atau kolapsnya pembuluh darah secara tiba-tiba. Evaluasi klinis Penyebab anemia dapat diperkirakan dan hasil anamnesis maupun pemeriksaan fisik. Pada anamnesis perlu ditanyakan secara intensif mengenai waktu mulai timbul gejala, riwayat tranfusi, hasil pemeriksaan darah sebelumnya, status nutrisi/gizi, pemakaian alkohol, dan sebagainya. Gejala yang dihubungkan dengan penyakit akut atau kronik seperti kehilangan berat badan, panas. Pemeriksaan Fisik Gejal fisik dan anemia tergantung dan perjalanannya. Pasien dengan kehilangan darah yang akut akan memperlihatkan gejala hipovolumia dan hipoksia. Kehilangan lebih dan 30% volume darah dalam waktu kurang dan 12 jam tidak akan bisa dikompensasi oleh mekanisme normal dan vasokonstriksi dan aliran darah, sehingga pasien akan memperlihatkan gejala hipovolumia termasuk hipotensi postural dan takikardi. Apabila kehilangan danah lebih dan 40% dan total volume darah maka pasien akan memperlihatkan semua gejala dan tanda dan syok hipovolumia termasuk gelisah, tampak kuatir, haus udara, takikardi saat istirahat, hopotensi pada posisi supine. Gambaran tanda dan gejala dan hipovolumia dihasilkan karena tidak adekuatnya perfuisi organ vital karena anemianya. Apabila anemia berkembang, maka volume plasma akan meningkat, kompensai yang dihasilkan karena kombinasi dan pergeseran kurva disosiasi Hb-02, kenaikan “cardiac output”, dan aliran darah. Dengan pemeriksaan fisik mungkin dapat mendeteksi perubahan “cardiac output” dan aliran darah tersebut. gejala tersebut adalah denyut nadi yang cepat, takikardi, sering terdengar murmur karena turbulensi aliran darah di daerah apeks. Gejala anemia juga bisa diperkirakan dan penampakan pasien secara umum, misalnya kuku dan mukosa tampak pucat, warna kulit kadang-kadang sulit untuk membedakan anemia atau tidak, terutama pada pasien-pasien dengan warna kulit yang gelap atau pasien dengan edema. Untuk konfirmasi akan lebih baik kalau diperiksa konjungtivanya, membran mukosa, kuku, dan telapak tangan. Evaluasi laboratorium Disamping dan anamnesis maupun pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan /evaluasi laboratorium sangat penting untuk diagnosis pasti maupun menentukan terapi dan anemia. Pemeriksaan hematologi rutin yang sering dilakukan adalah pemeriksaan sel darah lengkap, jumlah retikulosit, studi besi. Pemeriksaan yang lebih spesifik lagi diperlukan pada kondisi tertentu. Pemeriksaan darah lengkap yang dimaksud adalah pemeriksaan Hb, hematokrit, sel darah merah, volume sel danah merah dan “Hb content”, jumlah trombosit, sel darah putih, dan morfologi darah tepi. Peralatan automatik tidak hanya cepat juga sangat akurat. Kesalahan penghitungan kurang dan 2%. Kelainan Sumsum Tulang Pada kelainan ini bisa terjadi hanya pada turunan sel eritrosit, sel darah putih, atau trombosit saja. Apabila kelainan terjadi pada semua kelainan disebut anemia aplastik. Hal kedua yang bisa terjadi yaitu berupa penggantian / pendesakan sumsum tulang. Keadaan yang bisa menyebabkan hal ini adalah leukemia, keganasan lain, serta “marble bone”, kala azar dan lain-lain. Kelainan atau kerusakan pada salah satu turunan sel adalah jarang. Sebagai contoh kelainan pada keturunan sel darah merah adalah penyakit kongenital yaitu: pure red cell aplasia atau Blackfan-Diamond syndrome. Sedangkan penyakit yang didapat karena kelainan turunan eritrosit adalah transient erythroblastopenia of childhood atau TEC (parpovirus B19 induce). Kelainan pada turunan sel darah putih saja, rnisalnya pada keadaan agranulositosis kongenital (sindroma Kostman). Pada turunan trombosit saja, yang bisa dijumpai adalah thrombopenia with absent radii (sindroma TAR.). Kelainan sumsum tulang pada sernua turunan sel (eritrosit, leukosit, dan trombosit), yang kongenital adalah sindroma anemia Fanconi. Pada keadaan ini dijurnpai trombositopenia pada usia belakangan, diikuti anemia. Sering akhirnya menjadi leukemia. Kadang-kadang dijumpai keadaan tidak adanya os radii, kelainan hati, gangguan pertumbuhan, dan banyak lagi kelainan yang lain. Sedangkan yang didapat, biasanya terjadi karena toksin atau infeksi (khususnya Hepatitis B). Kelainan karena adanya pendesakan /penggantian sel yaitu: leukemia, dibagi menjadi leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menduduki 85% dan sernua kasus leukemia, leukemia mieloblastik akut (LMA) sebesar 13%, dan leukemia mielositik kronik (LMK) terjadi hanya 2% pada anak-anak.. Atau kadang-kadang terjadi pada keganasan lain, penyakit “marble bone”, atau infeksi (kala azar). Penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti, tetapi biasanya dihubungkan dengan faktor: infeksi virus herpes, varisela, influenza, tetapi hal ini tidak ada bukti yang meyakinkan. Fakta lain adalah iradiasi (ledakan born nuklir, radiasi medik, bahan kimia/benzen, pestisida, obat-obatan anti kankcer, faktor heriditer. Penangangan leukemia saat ini merupakan tugas dokter ahli, bahkan ahli khusus, tetapi dokter umum tidak akan lepas dan keterlibatan dengan leukemia karena berbagai alasan, yaitu dokter umum sebagi ujung tombak pelayanan kesehatan, pasien di lapangan biasanya datang ke dokter urnum, sehingga dokter umum hams rnarnpu mengenali diagnosisnya kernudian baru merujuk. Diagnsosis didasarkan dan gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium sederhana yang tersedia. Leukemia anak bisa dipikirkan apabila ada gejala pucat diikuti gejala nyeri tulang, ptekie, hematom, perdarahan gusi, pembesaran lirnfonodi general, pembesaran hati dan limpa. Anemia karena faktor nutrisi bisa karena: 1. kekurangan zat besi, dirnana ukuran eritrosit rnenjadi mikrositik. Zat besi sangat dibutuhkan untuk memproduki Hb, sehingga kekurangan zat besi akan rnenyebabkan rendahnya Hb, sehingga ukuran sel-sel darah merahnya akan menjadi kecil. 2. kekurangan Vit B12 atau asarn folat. Pada keadaan ini sel-sel darah merahnya akan rnenjadi besar-besar (megaloblastik). Vit B12 dan asam folat sangat dibutuhkan untuk pembelahan sel, sehingga apabila terjadi kekurangan atau tidak adanya Vit B 12 rnaupun asam folat akan menyebabkan rendahnya jumlah eritrosit, dan sel-sel menjadi besar. Pada keadaan anemia, prevalensi sangat penting. Prevalensinya semakin menurun secara berturut-turut adalah sebagai berikut: kekurangan zat besi, penyakit infeksi, penyakit kronik, anemia karena prematuritas, penyakit genetik (thalassernia, sferositosis). Gejala anemia, dan anamnesis biasanya akan terjadi keluhan cepat lelah, pucat, gejala infeksi, pertumbuhan yang lambat, gejala pika, bisa juga ditanyakan mengenai faktor makan ataupun riwayat keluarga. Dan pemeriksaan fisik, pada keadaan anemia akan dijurnpai keadaan urnum yang tarnpak sakit atau sangat sakit. Keadaan pucat pada daerah kuku-kuku, gusi, telapak tangan, konjungtiva. Kuning / ikterik bisa dijumpai pada skiera. Apakah juga dijumpai kenaikan nadi, murmur jantung, pembesaran limpa, hati maupun limfonodi?. Semuanya itu harus betul-betul diperhatikan. Klasifikasi anemia Diagnosis anemia dapat dilihat dan algoritma cabang tiga yang didasarkan dan hasil pemeriksaan laboratorium rutin. Tahap pertama adalah rnengkategorikan abnorrnalitas eritropoetik yang bisa disebabkan oleh salah satu dan 3 gangguan fungsi, yaitu: (1) apakah ada gangguan produksi sel darah merah ?; (2) apakah adan abnormalitas maturasi sel ?; (3) apakah ada kenaikan destruksi sel?. tahap pertama ini bisa dilihat dan hasil pemeriksaan darah lengkap dan indeks retikulosit. Gangguan produksi (anemia hipoproliferatif) ditandai oleh rendahnya indeks retikulosit, dengan disertai tidak ada atau sedikitnya perubahan morfologi sel darah merah. Gangguan maturasi diperlihatkan dengan indek produksi retikulosit yang rendah disertai dengan morfologi sel darah merah yang makro - atau mikrositik. Pasien dengan kenaikan destruksi yang disebabkan karena hemolisis terlihat dengan adanya kompensasi berupa kenaikan indeks retikulosit lebih dan 3 kali normal dan morfologi sel darah merah mungkin atau tidak mungkin khas untuk kasus ini. ANEMIA DEFISIENSI BESI Defisiensi Besi merupakan penyebab anemia mikrositik paling penting pada anak-anak dan dewasa. Apabila suplai besi ke dalam sumsum tulang kurang, maka produksi sel darah merah juga akan terganggu, dimana sel-sel baru yang dilepaskan ke peredaran darah akan mengalami kekurangan hemoglobin. Tingkat keparahan maupun derajad mikrositik dan hipokromiknya tergantung dan keparahan dan kronisitas kekurangan besi. Prevalensi kekurangan besi dalam populasi tergantung dan beberapa faktor termasuk satus diet/intake besi, penyakit yang disertai malabsorbsi, serta kehilangan darah yang lama. Di negara berkembang nutnisi yang tidak adekuat mempakan faktor utama, dan defisiensi besi merupakan penyebab pokok dari anemia nutrisional. Contoh kasus: Seorang anak bernama Dewi, usia 3 tahun, datang dengan keluhan panas, pilek sejak 3 hari sebelumnya. Sulit makan sejak satu tahun sebelumnya, suka makan kertas, batu-batu kecil. Anak sangat tidak aktif, tidur sepanjang siang hari. Pada keluarga tidak dijumpai kasus anemia. Pertanyaan: Apa yang anda lakukan sekarang? 1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa? 2. Pemeriksaan fisik khusus apa yang ditekankan? 3. Perlu pemeriksaan laboratorium ? seandainya ya, tes yang mana? 4. Kearah mana kemungkinan diagnosisnya? Ad. 1. Diperbanyak anamnesis? mengenai apa? • Apakah makanan cukup mengandung daging, ikan, telur, sayuran, tempe ?. Bahan-bahan ini mengandung besi. • Apakah anak minum juice / makan buah?. Absonpsi besi bersama dengan Vit C. • Apakah anak sening minum teh ?. Teh akan mengurangi absorpsi besi setengahnya. • Apakah anak minum susu sapi?. Susu sapi dapat menimbulkan alergi dan sedikit diresorpsi. ANEMIA DEFISIENSI BESI Defisiensi Besi merupakan penyebab anemia mikrositik paling penting pada anakanak dan dewasa. Apabila suplai besi ke dalam sumsum tulang kurang, maka produksi sel darah merah juga akan terganggu, dimana sel-sel baru yang dilepaskan ke peredaran darah akan mengalami kekurangan hemoglobin. Tingkat keparahan maupun derajad mikrositik dan hipokromiknya tergantung dan keparahan dan kronisitas kekurangan besi. Prevalensi kekurangan besi dalam populasi tergantung dan beberapa faktor termasuk satus diet/intake besi, penyakit yang disertai malabsorbsi, serta kehilangan darah yang lama. Di negara berkembang nutrisi yang tidak adekuat mempakan faktor utama, dan defisiensi besi merupakan penyebab pokok dan anemia nutrisional. Contoh kasus: Seorang anak bernama Dewi, usia 3 tahun, datang dengan keluhan panas, pilek sejak 3 han sebelumnya. Sulit makan sejak satu tahun sebelumnya, suka makan kertas, batu-batu kecil. Anak sangat tidak aktif tidur sepanjang siang han. Pada keluarga tidak dijumpai kasus anemia. Pertanyaan: Apa yang anda lakukan sekarang? 1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa? 2. Pemeriksaan fisik khusus apa yang ditekankan? 3. Perlu pemeriksaan laboratorium ? seandainya ya, tes yang mana? 4. Kearah mana kemungkinan diagnosisnya? Ad. 1. Diperbanyak anamnesis ? mengenai apa? • Apakah makanan cukup mengandung daging, ikan, telur sayuran, tempe ?. Bahanbahan mi mengandung besi. • Apakah anak minum juice/ makan buah? . Absorpsi besi bersama dengan Vit C. • Apakah anak sening minum teh ?. Teh akan mengurangi absorpsi besi setengahnya. • Apakah anak minum susu sapi?. Susu sapi dapat menimbulkan alergi dan sedikit diresorpsi. Auto-immune Hemolytic Anemia (ABA atau AIHA) Pada anak sebagian besar sembuh sendiri. Kelainan ini sering karena disebabkan karena infeksi, kelainan pada sistem komplemen atau antibodi, Coombs test positif, sering tampak bentuk sferositosis, adanya lgG (hangat) atau 1gM (dingin). Terapi yang diberikan berupa prednison 2-10 mg/kgBB/hari. Anemia karena drug-induce immune-hemolytic Obat + membran sel yang mengandung antigen baru. Coombs test positif. Obat yang biasa menyebabkan kejadian ini adalah penisilin, alpha-methyl dopa dan lain-lain. Kasus ini jarang ditemukan pada anak-anak. Paling sering hemolitik karena druginduce adalah non-immune yaitu karena defisiensi G6PD. THALASSEMIA Thalassemia adalah anemia jenis mikrositik yang disebabkan tidak efektifnya eritropoisis dari subunit-subunit Rb. • HbA (dewasa) : rantai alpha 2 beta 2 • HbF (Fetal) : rantai alpha 2 gamma 2 • HbA2 (dewasa) : rantai alpha 2 delta 2 Beta thalassemia : kerusakan pada produksirantai beta. Alpha thalassemia : kerusakan pada rantai alpha. Beta thalassemia : Defek bisa pada salah satu atau kedua gene beta. Seandainya ada satu defek/lesi disebut b-thalasemia trait (minor). Seandainya ada dua defek/lesi, disebut homozigot, thalassemia major. Gangguan bisa pada sel target, HBF dan HBA2 meningkat. Diagnosisnya akan sulit apabila bersamaan dengan defisiensi besi. Pada keadaan terakhir ini biasanya anak terlihat anemia setelah usia 6 bulan. Apabila tanpa rantai beta, anak akan tergantung pada tranfusi, sedangkan bila ada penambahan rantai beta, anak terlihat anemia sedang sampai berat. Thalassemia jenis ini ada di Indonesia bagian Barat. Alpha thalassemia. Pada keadaan ini terdapat empat gene alpha, sehingga terdapat perbedaan yang lebih. Apabila ada 1 delesi, secara klinis tidak menimbulkan gejala, Hbnya normal. Anak dengan 2 delesi, tampak eritrosit mikrositik, dan anemia sedang, sedangkan apabila ada 3 delesi terdapat pada HbH (rantai beta 4), menghasilkan anemia hemolitik atau anemia berat. Pada keadaan delesi 4, yaitu hanya pada gamma 4 (Hbart) dan beta 4 (HbH), atau pada hydrops fetalis. Thalassemia jenis ini banyak terjadi di Indonesia bagian timur. Hemoglobinopati yang lain. Ada banyak lebih penyimpangan pada hemoglobin. Kadang-kadang dalam keadaan kombinasi dengan penyakit lain. Thalassemia HbC cukup prevalen di Indonesia. Diagnosisnya dengan Rb elektroforesis, yang mana hal ini merupakan pekerjaan laboratorium yang khusus. Sickle cell disease. Penyakit ini cukup prevalen di Afrika daerah orang kulit hitam. Ketidaknormalan pada rantai beta yang disebabkan polimerisasi seperti tangkai seandainya Nb “sickle cell”. Anak akan mengalami anemia, khususnya pada keadaan hipoksia. Pada pasien ini akan terjadi pula penutupan vascular, keadaan yang sangat menyakitkan pada tulang, abdomen, pada penyakit tulang ekstremitas atas maupun bawah, paru-paru, otak (infark). Sferositosis heriditer Anemianya biasanya mikrositik. Pada apusan darah tepi dijumpai sferosit (diagnosis yang sulit!!). Membran sel darah merah mudah rusak, sehingga terjadi penurunan/rendahnya tekanan osmotik, membran protein yang lain/spektrin lebih rendah. Terapinya adalah splenektomi saat usia 6-10 tahun, tetapi hanya dilakukan apabila ada gejala. Diturunkan secara dominan. Defisiensi G6PD (Favism) Keadaan ini merupakan gangguan metabolik, yaitu pada masalah energi berupa kenaikan hemolisis karena stress. Diturunkan secara X-linked resesif. Krisis hemolitik di induksi oleh: primakuin (anti malaria), preparat sulfa, buncis dan banyak lagi substansi lain. Pencegahannya dengan menghindari zat-zat penginduksi. DIATESIS HEMORRAGI Contoh kasus: 1. Nama pasien Kelly, 7 tahun, wanita, dengan perdarahan hidung, memar kurang lebih sebesar 1 cm, ptekie, tidak panas, tidak ada pembesaran limfonodi, lien, maupun hati. Apakah diagnosisnya? • Apakah terjadi penyiksaan pada anak? Apa yang di sarankan untuk sekolahnya? • Apakah Leukemia? Apa yang dikhawatirkan orang tua? • Apakah terjadi gangguan penjendalan? Apa mi? • Apakah terjadi trombositopenia? 2. Anak bernama Joey, laki-laki berusia 2 tahun. Suatu sore (jam 19.00 di unit gawat darurat) ditemukan keadaan anak tersebut menderita benjolan di bahi kanan, nyeri, benjolan di pergelangan kaki kiri, nyeri, memar di tangan dengan diameter 5 cm, tidak ada ptekie, tidak demam, tidak tampak sakit, tidak ada pembesaran limfonodi, hati atau lien. Apakah kemungkinan diagnosisnya?. Apakah diagnosis Joey? • Apakah ada penyiksaan pada anak tersebut? • Apak suatu tumor solid ? nyeri, sangat cepat kejadiannya (tidak mungkin). • Leukemia ? (tidak ada lokasi lain (limfonodi/lien/hati)). • Gangguan perdarahan ? bisa juga, tetapi bagaimana anda tahu? Mekanisme Hemostasis Gangguan pada pembuluh darah. Fase pertama akan terjadi agregasi trombosit. Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Pada fase kedua akan memasuki proses pada kaskade penjendalan. Faktor instrinsik, yaitu factor XII, XI, VIII, X, V, II. Faktor ekstrinsik, yaitu factor jaringan, VII, X, V, II. Keduanya akan menghasilkan bentuk fibrinogen yang akan dirubah menjadi fibrin dan akhirnya terjadi penjendalan. Karakteristik dan perdarahan. Apabila terjadi gangguan pada fase pertama maka akan tampak tanda-tanda perdarahan berupa ptekie, ekimosis yang kecil, perdarahan mukosa. Gangguan pada fase kedua akan menyebabkan perdarahan pada sendi dan jaringan yang lebih dalam, ekimosis yang lebih besar, perdarahan pada luka. Tes pada perdarahan Secara in vivo yaitu tes torniquet, masa perdarahan. Sedangkan secara in vitro berupa penghitungan jumlah trombosit, tes fungsi trombosit, tes koagulasi /penjendalan. Cara melakukan tes torniquet adalah dengan mengukur tekanan darah, dicari tekanan pertengahan antara sistolik dan diastolic, dipertahankan selama 5 menit, kemudian diobservasi adanya ptekie pada daerah volar. Apabila didapatkan ada 20 ptekie/inchi dikatakan positif, sedangkan antara 10-20 ragu-ragu. Tes ini sering digunakan pada kasus demam berdarah. Tes ini untuk mengetahui jumlah dan fungsi trombosit. Waktu perdarahan. Dilakukan dengan metode Ivy, yaitu dengan cara memompa sampai tekanan 40/30/20 mmHg, dipertahankan dan dibuat luka kecil dengan jarum/lanzet, kemudia setiap 30 detik diisap dengan kertas filter, maksimum dilakukan selama 7 menit. Jumlah trombosit. Jumlah trombosit normal adalah> 150.000/mm3. Cara pemeriksaannya dengan cara membuat apusan darah (langsung, tanpa EDTA! !). Ukuran trombosit yang normal adalam berdiameter 2-3 micron. Trombosit yang sangat rendah (< 10.000/mm3) dengan adanya perdarahan mukosa, maka akan berisiko terjadinya perdarahan otak. Tes fungsi trombosit. Secara in vivo dengan waktu perdarahan dan tes torniquet. Sedangkan secara in vitro yaitu dengan agregasi trombosit. Tes Penjendalan pertama Termasuk di sini adalah tes waktu penjendalan. Tes terhadap semua faktor penjendalan cukup intensif. TT (tes Trombin), merupakan tes pada fase ke 3 dan faktor penjendalan. PT atau PTT (tes Protrombin), merupakan tes untuk fase ketiga dan faktor ekstrinsik. APTT (Activated Protrombin Tes), tes untuk factor intrinsic dan untuk fase ke 3 dan faktor penjendalan. Tes Penjendalan Kedua Apabila APTT memanjang, maka dilakukan tes subtitusi, dengan cara mengulang dengan plasma pasien dan penambahan normal plasma. Apabila dengan penambahan plasma normal hasilnya normal, maka kesimpulannya terdapat defisiensi beberapa factor. Tetapi apabila hasilnya tidak normal berarti terdapat penghambatan. Apabila ditambahkan plasma yang kurang mengandung factor VIII, IX dan lain-lain, maka akan memperlihatkan adanya defisiensi. Dengan pelarutan akan memberi persentase dan gangguan. Penentuan faktor Antibodi pendeteksi factor VIII (fVIII-Ag), kadang-kadang normal (100%), tetapi tidak berfungsi (FVIII-c coagulant mempunyai aktifitas 2-30%). Apabila terjadi defisiensi pada factor ini disebut Hemofilia A. Apabila terjadi defisiensi factor IX disebut Hemofilia B. Kedua kelainan .tersebut. hanva terjadi pada laki-laki (X-linked) sehingga riwayat keluarga sangat penting untuk diketahui pada kasus ini Gangguan perdarahan Termasuk di sini adalah keadaan trombositopenia, Hemofilia A, Hemofilia B, von Willebrand Disease, koagulasi intravaskular yang difus, defisiensi vitamin K. Trombositopenia Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada produknya, yaitu pada kasus leukemia, atau gangguan sumsum tulang yang lain. Penyebab lain adalah gangguan survival dan trombosit, misalnya kasus ITP (idiophatic thrombocytopenia), akut, terjadi 80% dan semua kasus, sedangkan yang kronik ada 20% dari semua kasus. ITP akut Paling sering adalah sembuh sendiri, tidak memerlukan terapi, hanya observasi saja. Seandainya terjadi perdarahan yang parah (mukosa), lakukan punksi sumsum tulang sebelum pemberian steroid, di sumsum tulang akan nampak banyak megakariosit, dan tidak ada tanda-tanda leukemia. Pemberian dosis prednison adalah 2 mg/kg/hari, selama 4 minggu. Pemeriksaan IgG anti trombosit juga perlu, tetapi pemeriksaan ini cukup mahal. ITP kronik Apabila trombositopenia terjadi selama 3 bulan maka disebut kronik. Apabila tidak ada perdarahan yang parah, hanya observasi saja. Seandainya terjadi perdarahan pada membran mukosa, bisa diberikan cyclokapron, dexsamethason. Splenektomi perlu dilakukan apabila usianya lebih dan 6 tahun, ada risiko terjadi sepsis. Terapi lain yang sering digunakan adalah dengan sitostatika (siklofosfamid, vinkristin). Hemofihia A Terjadi kira kira 1:10.000 anak laki-laki. Apabila factor VIII kurang dan 1 % disebut hemofilia berat. Pada keadaan ini akan terjadi perdarahan spontan pada sendi, kelumpuhan. Pada keadaan ini membutuhkan subtitusi 3-4 kali/minggu. 2-5% adalah kasus hemofilia sedang. Pada kasus ini akan terjadi perdarahan pada trauma, dan memerlukan factor VIII. 5-30% hemofilia ringan. Penggantian factor penjendalan dibutuhkan hanya pada kasus insidental. Hemofihia B Terjadi pada 1:35.000 anak laki-laki. Terdapat gangguan faktor IX. Terapi dengan penggantian faktor IX (atau PPSB adalah factor 11+ V + VII + IX). Von Willebrand Disease (vWF). Faktor vWF menstabilkan faktor VIII. Pada kasus ini kadar faktor VIII juga rendah, dimana baik aktifitas maupun imunologinya rendah. VWF dibutuhkan untuk adesi trombosit, sehingga gejalanya akan terjadi juga trombositopenia. Manifestasinya berupa perdarahan pada mukosa, menstruasi yang berkepanjangan. Penyakit ini diturunkan secara autosom dominan. Terapi Gangguan Koagulasi Pada hemofili A, terapi yang dianjurkan adalah cryoprecipitate, faktor VIII rekombinan. Pada hemofihi B, terapi yang diberikan adalah factor IX. Sedang pada kasus von Willebrand Disease dengan memberikan cyclokapron atau cryoprecipitate. Risiko dan terai ini adalah terkenanya infeksi virus seperti HIV atau hepatitis. Diffuse Intravascular Coagulation (DIC) Keadaan ini dapat terjadi pada beberapa penyakit yang berat. Keadaan yang terjadi adalah aktivasi sistem koagulasi yang menghasilkan konsumsi koagulopati sehingga terjadi trombositopenia, factor koagulasi yang rendah, juga rendah semuanya. Terapi yang dilakukan dengan mengobati penyebabnya. Terapi dengan heparin masih meragukan hasilnya. Hemolytic Uremic Syndrome Penyakit ini disingkat dengan istilah HUS. Pada keadaan ini terjadi koagulasi intravaskular pada ginjal. Disamping itu juga terjadi hemolisis maupun gangguan renal yang disebabkan karena masalah vascular. Sindroma ini terjadi pada anak-anak usia muda setelah mengalami kolienteritis. Defisiensi Vitamin K Pada kasus ini terjadi deplesi fakto penjendalan, yaitu factor II, VII, IX, dan X. Biasanya juga terjadi pada kasus /penyakit hati yang berat. Pada bayi-bayi baru lahir biasa dikenal sebagai HDN (hemorrhagic disease of newborn), sehingga bayi baru lahir harus segera diberikan vitamin K. Diagnosisnya, ditandai dengan Perpanjangan PTT. Acuan: 1. Veerman, A.J.P. Kuliah Hematologi. Vrije Universiteit, Amsterdam, The NetherlandFK UGM, Yogyakarta, 2000-2001. 2. Soenarto, Hematologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito/FK UGM, Yogyakarta. 3. Hiliman R.S., Ault K.A. Hematology in Clinical Practice. A Guiode to Diagnosis And Management, New York, 1995.