FILM READING Perceptor

advertisement
FILM READING
Perceptor :
dr. Karyanto, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Annisa Ratya, S.Ked
1118011011
KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2016
Kasus 1
Identitas
: 11-11-01 / 2599
Foto
: Colon in Loop – Kontras Barium
Proyeksi
: AP
Kualitas
: Layak baca
Uraian hasil dan kesan pemeriksaan :
-
Tampak bahan kontras mengisi rectum, colon sigmoid dan 1/3 proximal
colon descendens, tampak filling defect pada 1/3 medial colon descendens,
sepanjang 4 cm, batas tegas, tepi irregular yang membentuk gambaran
-
apple core. Tak tampak haustra pada colon descendens.
Tampak kontras mengisi colon transversum dan colon ascendens, tampak
haustra pada colon ascendens dan colon transversum, distribusi gas
-
intralumen tidak meningkat, diameter colon 4 cm.
Tampak susunan tulang belakang baik, DIV tidak menyempit, spurs (+)
pada vertebrae lumbal IV.
Kesan :
-
Massa colon descendens susp. Ca. Colon 1/3 medial colon descenden
Spondiloarthrosis VL – IV
A. Definisi
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon
atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena
itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip
colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara
histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri
atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda.
Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan,
seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon
mengalirkan darah ke sistem portal.
B. Etiologi
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal yaitu:
a. Umur
Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini
menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70
tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada
orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial.
b. Faktor Genetik
Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor
lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi
bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker colorectal.
Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah
sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum. Banyak kelainan genetik yang
dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya sindrom poliposis.
Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker
colorectal. Selain itu terdapat Hereditary NonPoliposis Colorectal Cancer
(HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal.
c. Faktor Lingkungan
Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik
dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan
penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal
Universitas Sumatera Utara meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari
wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko
kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum
perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis.
d. Faktor Makanan
Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker colorectal.
Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko
timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya
mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah
(misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi
atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%
dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu.
C. Diagnosis
1. Anamnesis yang teliti
Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi
(change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat
badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker dalam keluarga, riwayat
polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero
sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak).
2. Pemeriksaan Fisik
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air
besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal letak
tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses
semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa
disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat
bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman.
Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai
dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada
colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba
pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.
Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah
metastasis jauh ke hepar.
3. Pemeriksaan laboratorium
Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis
atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic
antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat
meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis,
hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak
peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah
bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi
yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut.
4. Double-contrast barium enema (DCBE)
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras
procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium).
Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail.
Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari
1 cm). DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai
prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di
rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada DCBE 1/25.000 sedangkan
pada Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000. Pada foto rontgen abdomen
akan nampak gambarantumor yang menonjol ke dalam lumen dan menyebabkanpenyempitan
lumen kolon yang sering disebut dengan gambaran “apple core” atau “napkin-ring”.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalahdengan melakukan foto rontgen
dengan memakai zat kontras seperti barium yang dimasukkan melalui rektum.Pada foto nanti
akan tampak lapisan tipis barium di mukosa kolon. Pemeriksaan ini disebut dengan foto kontras
ganda, yaitu kontras negatif udara dan kontras positif bubur barium,tetapi cara ini tidak dapat
melihat rektum pada duapertiga distalnya.
5. CEA (Carcinoembrionik Antigen)
Screening CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status karsinoma kolorektal dan mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan non spesifik untuk bisa digunakan
sebagai screening karsinoma kolorektal
6. Flexible Sigmoidoscopy
Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang dapat
dilakukan pada rectum dan bagian bawah dari colon sampai jarak 60 cm (sigmoid)
tanpa dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya
terbukti dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma colorectal hingga 60%80% Universitas Sumatera Utara dan memiliki sensistivitas yang hampir sama
dengan colonoscopy 60%-70% untuk mendeteksi karsinoma colorectal. Walaupun
jarang,
FS
juga
mengandung
resiko
terjadinya
perforasi
1/20.000
pemeriksaan.42,44 Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan
normal, prekarsinoma, atau jaringan karsinoma. American Cancer Society (ACS)
merekomendasikan untuk dilakukan colonoscopy apabila ditemukan jaringan
adenoma pada pemeriksaan FS. Sedangkan hasil yang negatif pada pemeriksaan
FS, dilakukan pemeriksaan ulang setelah 5 tahun.
7. Endoscopy dan biopsi
Endoscopy dapat dikerjakan dengan rigid endoscope untuk kelainan-kelainan
sampai 25 cm – 30 cm, dengan fibrescope untuk semua kelainan dari rectum
sampai caecum. Biopsi diperlukan untuk menentukan secara patologis anatomis
jenis tumor.
8. Colonoscopy
Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang
panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar.
Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama
dalam mendeteksi polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka
biasanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi
untuk kemudian diperiksa jenis kankernya. 38 Tingkat sensitivitas colonoscopy
dalam mendiagnosis adenokarsinoma atau polip colorectal adalah 95%. Namun
tingkat kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung
pada persiapan colon, sedasi, dan kompetensi Universitas Sumatera Utara
operator. Colonoskopi memiliki resiko dan komplikasi yang lebih besar
dibandingkan FS. Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma colorectal
antara 3-61/10.000 pemeriksaan, dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000
pemeriksaan.
9. Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap penderita dengan tujuan untuk
menentukan keutuhan spinkter ani, ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rectum
1/3 tengah dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah
pertama, keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas
tumor untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran
yang diukur dari ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas
atau fiksasi lesi.
D. Klasifikasi Karsinoma Kolorektal
E. Penatalaksanaan
1.Pembedahan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama ialah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Tindak
bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila
sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri.
2.Radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma. Terdapat 2 cara pemberian terapi
radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal
(external beam radiation therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat
tinggi secara tepat diarahkan pada sel karsinoma. Terapi radiasi tidak menyakitkan
dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit.
3.Kemoterapi
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan yang dicapai pada
kemoterapi terhadap karsinoma kolorektal. Beberapa dekade ini hanya
menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) –disusul oleh kehadiran asam folinat
/leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi. Selanjutnya, pemilihan obat
diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun
1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai
pengganti oral kombinasi 5-FU/FA.
Kasus 2
Identitas
: Tn.HAP/58thn/12896/24-07-2015
Foto
: Brachii dan Antebrachii
Proyeksi
: AP Dextra dan Sinistra
Kualitas
: Layak baca
Uraian hasil dan kesan pemeriksaan :
Hasil : -
Usia tulang : 58 tahun
- Tampak pada os humeri dextra lesi multipel dengan spongiosa
radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, dekstruksi korteks (-), reaksi
periosteal (-), tidak tampak soft tisue swelling, punched hole (+)
- Tampak pada os ulnaris dextra lesi multipel dengan spongiosa
radioluscent tanpa sklerotik, batas, dan dekstruksi korteks pada 1/3
proximal diafsis , reaksi perosteal (-) , tidak tampak soft tisue swelling,
punched hole (+)
- Tampak pada os radius dextra lesi multipel dengan spongiosa,
radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, terdapat dekstruksi korteks
pada 1/3 distal diafsis , reaksi perosteal (-) , tidak tampak soft tisue
swelling, punched hole (+)
- Tampak pada os humeri sinistra lesi multipel dengan spongiosa
radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, terdapat dekstruksi korteks
pada 1/3 distal diafsis , reaksi perosteal (-), tidak tampak soft tisue
swelling, punched hole (+)
- Tampak pada os ulnaris sinistra lesi multipel dengan spongiosa
radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, dan dekstruksi korteks pada
1/3 proximal diafsis , reaksi perosteal (-) , tidak tampak soft tisue
swelling, punched hole (+)
- Tampak pada os radius sinistra lesi multipel dengan spongiosa
radioluscent tanpa sklerotik, batas tegas, dan dekstruksi korteks pada
2/3 proximal diafsis , reaksi perosteal (-) , tidak tampak soft tisue
swelling, punched hole (+)
Kesan: - Multipel Myeloma ; DD Bone Metastasis
-
Tidak tampak fraktur
A. Definisi
Mieloma Multiple atau Multiple Myeloma (MM)adalah penyakit yang
timbul karena transformasi ganas bentuk terminal limfosit B, yaitu sel
plasma.
MM
khas
memproduksi
paraprotein
abnormal
sehingga
digolongkan sebagai penyakit paraproteinemias. Paraprotein yang dibentuk
adalah imunoglobulin yang bersifat monoklonal, oleh karena itu penyakit ini
dimasukkan dalam kelompok penyakit gamopati monoklonal atau
monoclonal gammopathy. Meskipun MM tergolong tumor ganas yang
jarang, hanya 1% dari seluruh keganasan, atau merupakan 10% dari seluruh
keganasan hematologik, MM merupakan keganasan hematologik kedua
setelah limfoma non-Hodgkin.
B. Faktor risiko
1. Usia
Kemungkinan mengidap multiple myeloma semakin meningkat dengan
bertambahnyausia. Kurang dari 1% kasus ditemukan pada usia kurang
dari 35 tahun. Kebanyakanpenderita terdiagnosa pada usia lebih dari 65
2.
3.
4.
5.
6.
tahun.
Jenis kelamin
Lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan
Ras
Lebih sering ditemukan pada ras kulit hitam
Radiasi
Paparan radiasi akan meningkatkan kejadian myeloma
Genetik
Jika terdapat saudara sekandung atau orangtua yang mengidap myeloma,
makakemungkinan untuk mengidap myeloma meningkat sebanyak 4 kali
lipat. Beberapastudi telah menunjukkan bahwa kelainan onkogen
tertentu, seperti c-myc, ternyataberhubungan dengan kemajuan perkembangan
tumor pada awal fase pertumbuhannyadan abnormalitas onkogen seperti NRas dan K-Ras yang berhubungan dengan perkembangan tumor setelah
pembentukan ulang sumsum tulang. Kelainan gensupresor tumor, seperti
TP53, telah terbukti berhubungan dengan penyebaran tumorke organ
lain.Penelitian
yang
sekarang
ini
sedang
dikembangkan
adalah
menyelidiki apakah human-leukosit-antigen (HLA)-Cw5 atau HLA-Cw2
memainkan peran dalampathogenesis multiple myeloma
7. Paparan kerja
Orang-orang yang bekerja di bidang agricultural terutama yang
menggunakanherbisida dan insektisida maupun yang bekerja di industry
petrokimia memiliki risikolebih besar mengidap multiple myeloma.
Paparan lama (>20 tahun) terkait eratdengan peningkatan risiko multiple
myeloma
8. Infeksi
Virus HPV 8 yang menyerang sel dendrite pada sumsum tulang
ditemukan padapasien dengan multiple myeloma
9. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko multiple myeloma
10. Penyakit plasma sel yang lain
Orang dengan monoclonal gammopathy of undetermined significance
(MGUS) atau plasmasitoma soliter akan meningkatkan risiko mengidap
multiple myeloma
C. Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari penampakan klinis yang ditimbulkan oleh multiple
myeloma adalah sebagai berikut :
a. Sistem skeletal
Perombakan tulang oleh osteoklas serta mekanisme humoral
akanmeningkatkan jumlah kalsium dalam darah (hiperkalsemia).
Isolated
plasmasitoma(yang
mengakibatkan
hiperkalsemia
menjangkit
melalui
2-10%
produksi
pasien)
akan
dari osteoclact
activating-factor. Destruksi tulang dan penggantiannya dengan masa
tumor akan mengakibatkannyeri, kompresi jaras spinal yang
disebabkan oleh massa epidural, massa ekstradural,atau kompresi
korpus vertebrta oleh multiple myeloma, dan fraktur patologis.
b. Sistem hematologic
Multiple myeloma akan menempati 20% populasi tulang sehingga
menekan produksisel-sel darah menyebabkan timbulnya neutropenia,
anemia, dan trombositopenia.Dalam hal perdarahan, monoclonal
antibody yang dihasilkan multiple myeloma dapatberinteraksi dengan
faktor pembekuan, sehingga terjadi agregasi yang tidak sempurna.
c. Sistem renal
Multiple myeloma menyebabkan cedera pada tubulus ginjal,
amiloidosis, atau invasidari plasmasitoma. Kondisi kerusakan ginjal
yang dapat diamati antara lain neuropatihiperkalsemik, hiperurisemia
oleh karena infiltrasi sel plasma pada ginjal, nefropatirantai utama,
amiloidosis, dan glomerulosklerosis.
d. Sistem neurologik
Kelainan pada sistema nervosa merupakan akibat dari radikulopati dan
atau kompresi jaras dan destruksi tulang (infiltrasi amyloid pada
syaraf)
e. Proses umum
Proses patofisiologi umum termasuk sindrom hiperviskositas. Sindrom
ini jarangterjadi pada kasus multiple myeloma dan melibatkan IgG1,
IgG3, atau IgA.Pengandapan di kapiler dapat menghasilkan purpura,
perdarahan retina, papiledema,iskemia koroner, iskemia SSP. Iskemia
SSP dapat menimbulkan gejala seperti kebingungan, vertigo, kejang.
Cryoglobulinemia dapat menyebabkan fenomenaRaynoud, thrombosis,
dan gangrene pada kaki.
D. Diagnosis
1. Gejala klinis
Myeloma dibagi menjadi asimptomatik myeloma dan simptomatik atau
myeloma aktif, bergantung pada ada atau tidaknya organ yang
berhubungan dengan myeloma atau disfungsi jaringan, termasuk
hiperkalsemia, insufisiensi renal, anemia, dan penyakit tulang. Gejala
yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang
dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi. Anemia terjadi pada sekitar
73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang berkembang pada
kebanyakan 80% pasien. Pada suatu penelitian, dilaporkan 58% pasien
dengan nyeri tulang. Kerusakan ginjal terjadi pada 20 sampai 40%
pasien. Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma
seperti fraktur kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang
(contoh: femur proksimal). Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan
kompresi vertebra berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau
disestesia pada ekstremitas. Imunitas humoral yang abnormal dan
leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi
seperti gram-positive organisme (eg, Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus
aureus)
dan
Haemophilus
influenzae.
Kadang
ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang diakibatkan
oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,
nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :
 Pucat yang disebabkan oleh anemia
 Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni
 Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah,
atau carpal tunnel syndrome.
 Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma
seperti makroglossia dan carpal tunnel syndrome.
 Gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak, limpa
akibat infiltrasi sel plasma (jarang).
2.
Laboratorium
Pasien dengan multiple myeloma, secara khas pada pemeriksaan urin
rutin dapat ditemukan adanya proteinuria Bence Jones. Dan pada
apusan darah tepi, didapatkan adanya formasi Rouleaux. Selain itu
pada pemeriksaan darah rutin, anemia normositik normokrom
ditemukan pada hampir 80% kasus. Jumlah leukosit umumnya
normal, namun dapat juga ditemukan pancytopenia, koagulasi yang
abnormal dan peningkatan LED.
.
3. Gambaran radiologi
a. Foto polos x-ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik
multiple, berbatas tegas, punch out, dan bulat pada calvaria,
vertebra, dan pelvis. Lesi terdapat dalam ukuran yang hampir sama.
Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga medulla , mengikis
tulang, dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal.
Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa
pasien, ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan
radiologi.
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami
kelainan tulang. Film polos memperlihatkan :
 Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang,
terutama vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum
pada jaringan myeloma. Hilangnya densitas vertebra mungkin
merupakan tanda radiologis satu-satunya pada myeloma
multiple. Fraktur patologis sering dijumpai.
 Fraktur kompresi pada corpus vertebra , tidak dapat dibedakan
dengan osteoprosis senilis.
 Lesi-lesi litik “punch out lesion” yang menyebar dengan batas
yang jelas, lesi yang berada di dekat korteks menghasilkan
internal scalloping.
 Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks ,
menghasilkan massa jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut
ditemukan pada suatu penelitian yang melibatkan banyak kasus :
kolumna vertebra 66%, costa 44%, calvaria 41%, pelvis 28%,
femur 24%, clavicula 10% dan scapula 10%.
Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik “punch out lesion” yang
khas pada calvaria, yang merupakan karakteristik dari gambaran multiple myeloma.
e
Foto pelvic yang menunjukkan fokus litik kecil yang sangat banyak sepanjang
tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma.
Foto femur menunjukkan adanya endosteal scalloping (erosi pada cortex interna) pada
pasien dengan multiple myeloma.
b. CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma serta
menilai resiko fraktur pada tulang yang kerusakannya sudah berat.
Diffuse osteopenia dapat memberi kesan adanya keterlibatan
myelomatous sebelum lesi litik sendiri terlihat. Pada pemeriksaan
ini juga dapat ditemukan gambaran sumsum tulang yang
tergantikan oleh sel tumor, osseous lisis, destruksi trabekular dan
korteks. Namun, pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan
kecuali jika adanya lesi fokal
c. MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas
ini baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran
MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal
rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal
tinggi pada sekuensi T2.
E. Pengobatan
Download