Pendahuluan Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan 1 Etiologi Etiologi penyakit ini belum diketahui, tetapi sitokin berperan penting. Interleukin-6 adalah faktor pertumbuhan potensial untuk mieloma, kemungkinan melalui mekanisme autokrin.2 suatu kelainan genetik nonspesifik belum teridentifikasi. Kromosom yang sering terlibat diantaranya kromosom 1,13 (13q-) dan 14 (14q+) menimbulkan dugaan bahwa gen-gen yang terlokalisasi pada kromosom ini telah terganggu regulasinya. 3 Multiple myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan pada kembar identik.7 Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q 4. Epidemiologi Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 1-5 kasus dari 100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya. 4 Patogenesis Gambar 1 (dikutip dari kepustakaan nomor 1) Patogenesis Multiple Myeloma Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa: 1. Langkah awal terjadi pada abnormalitas kromosom (translokasi rantai berat imunoglobulin atau trisomi) yang masuk kedalam sel plasma multiple myeloma dan dalam monoclonal gammopathy of undetermined clinical significance (MGUS). 2. Translokasi sekunder melibatkan MYC (8q24), MAFB (20q12), dan IRF4 (6p25) yang umum pada multiple myeloma namun jarang pada MGUS. 3. Mutasi RAS atau FGFR3, disregulasi MYC, penghapusan p18, atau kehilangan atau mutasi pada TP53 hanya ditemukan pada multiple myeloma dan memainkan peran kunci dalam perkembangan tumor dan resistensi obat. 4. Perubahan dan ekspresi gen, khususnya up-regulation pada faktor transkripsi. Perubahan molekul sel plasma, interaksi antar sel-sel dan sumsum tulang yang abnormal yang memicu perkembangan penyakit lebih lanjut. 1 Adanya abnormalitas genetik mengubah ekspresi adhesi molekul dan respon terhadap rangsangan mikro pada sel myeloma. Interaksi antara sel myeloma dan sumsum tulang atau matriks protein ekstrseluler yang dimediasi reseptor permukaan sel (misal: integrins, cadherins, selectins, dan cell-adhesion molecules) menyebabkan peningkatan pertumbuhan tumor, migrasi dan resistensi obat. Adhesi sel myeloma pada hematopoetik dan sel stroma menginduksi sekresi sitokin dan faktor pertumbuhan, termasuk interleukin-6, vascular endothelial growth factor (VEGF), insulin seperti faktor pertumbuhan 1, sejumlah anggota faktor nekrosis tumor, transformasi faktor β1, dan interleukin-10. Sitokin dan faktor pertumbuhan dihasilkan dan disekresikan oleh lingkungan mikro sumsum tulang, termasuk sel myeloma, dan diatur oleh autokrin dan loop parakrin. 1 Gambar 2 (dikutip dari kepustakaan nomor 1) Interaksi antara sel-sel plasma dan sumsum tulang pada multiple myeloma Adhesi sel myeloma pada matriks protein ekstraseluler (misal: kolagen, fibronektin, laminin dan vitronektin) memicu peningkatan protein yang mengatur siklus sel dan protein antiapoptik. Lesi tulang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara osteoblas dan osteoklas. Penghambatan jalur Wnt menekan osteoblas, sedangkan amplifikasi dari jalur RANK dan aksi dari protein inflamasi makrofag 1α (MIP 1α) mengaktifkan osteoklas. 1 Aktivitas antimyeloma dari inhibitor proteasome dan obat imunomodulator muncul muncul akibat gangguan pada berbagai jalur sinyal yang mendukung pertumbuhan, proliferasi, dan kelangsungan hidup sel myeloma. Proteasome menghambat berbagai jalur apoptosis termasuk induksi pada respon stres retikulum endoplasma dan melalui penghambatan faktor nuklir kB (NF-kB), sinyal yang mengatur angiogenesis, sinyal sitokin dan dan adhesi sel dalam lingkungan mikro. Obat imunomodulator merangsang apoptosis dan menghambat angiogenesis, adhesi, dan sirkuit sitokin, selain itu juga merangsang kekebalan tubuh dengan meningkatkan respon imun terhadap sel myeloma melalui sel T dan pembunuh alami pada host.1 Diagnosis Diagnosis myeloma didasarkan pada kehadiran sekurang-kurangnya 10% sel plasma sumsum tulang klonal dan protein monoklonal dalam serum atau urin. Pada pasien myeloma nonsekretorik sejati, diagnosis didasarkan pada adanya 30% sel plasma sumsum tulang monoklonal atau biopsyproven plasmacytoma. Myeloma diklasifikasikan sebagai simptomatik atau asimptomatik, tergantung pada ada atau tidaknya myeloma terkait organ atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia, insufisiensi ginjal, anemia dan penyakit tulang. Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien pada saat awal diagnosis myeloma. Lesi tulang berkembang pada sekitar 80% pasien dan 58% pasien diantaranya mengeluhkan nyeri tulang. Penurunan fungsi ginjal terjadi pada sekitar 20-40% pasien yang baru terdiagnosis, kerusakan ini terjadi akibat kerusakan langsung pada tubular, kelebihan beban protein, dehidrasi, hiperkalsemia dan penggunaan obatobatan. Resiko infeksi meningkat pada kondisi penyakit aktif, namun umumnya menurun sebagai respon atas terapi yang diberikan.5 Pengujian yang direkomendasikan untuk diagnosis myeloma adalah: • Pemeriksaan fisik dan sejarah medis • Pengujian laboratorium rutin (hitung darah lengkap, analisis kimia, elektroforesis protein serum dan urin dengan kuantifikasi imunofiksasi, dan protein monoklonal) • Pemeriksaan sumsum tulang (biopsi trephin dan aspirasinya untuk analisis sitogenetika atau flouresensi in situ hibridisasi (FISH). • Radiografi konvensional tulang belakang, tengkorak, dada, panggul, humeri dan femoranya untuk mengidentifikasi myeloma yang terkait dengan lesi tulang. • Magnetic Resonance Imaging (MRI) dianjurkan untuk mengevaluasi myeloma pada pasien yang menunjukan hasil radiografi konvensional adanya plasmasitoma soliter tulang • Computed Tomography dan MRI merupakan prosedur pilihan untuk menilai dugaan adanya kompresi sumsum tulang yang harus dilakukan secara mendadak. 5 Tatalaksana Tatalaksana definitive 1. Kemoterapi. Kemajuan besar pertama dalam pengobatan myeloma adalah diperkenalkannya obat pengalkil oral melfalan. Pada pasien usia lanjut, melfalan dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan prednisolon. Obat ini efektif untuk mengendalikan penyakit pada sebagian besar pasien. Biasanya, kadar paraprotein perlahan-lahan menurun, lesi tulang memperlihatkan adanya perbaikan dan hitung darah mungkin membaik. Siklosfamid juga efektif dan mudah digunakan sebagai obat tunggal. Walaupun demikian, setelah beberapa perjalanan klinis, tercapai fase plateau dan kadar paraprotein berhenti turun. Pada saat ini pengobatan diberhentikan dan pasien diperiksa secara teratur di klinik rawat jalan. Setelah suatu periode waktu yang bervariasi (seringsekali sekitar 1 tahun), penyakit ini lolos dari plateau dengan paraprotein yang meningkat dan gejala yang memburuk. Pada saat ini, pengobatan sulit dilakukan. Siklosfamid oral atau intravena mingguan merupakan salah satu pilihan pengobatan. Pada pasien berusia kurang dari 60 tahun digunakan kemoterapi yang lebih intensif pada awalnya, seperti protocol C-VAMP (siklosfamid, vinkristin, adriamycin, dan metilprednisolon). Setelah beberapa siklus pengobatan, sebagian besar pasien berlanjut dengan transplantasi sel induk (SCT) autolog. Kombinasi lain yang digunakan, misalnya ABCM (adriamycin, BCNU, siklosfamid, dan melfalan). 2. Transplantasi sel induk menggunakan melfalan dosis tinggi dan sel induk autolog berperan pada pasien yang berusia lebih muda dan memperpenjang hidup. Sayangnya, hal ini tampaknya tidak menyembuhkan penyakit. Transplantasi alogenik dapat mencapai kesembuhan, tetapi mortalitas terkait prosedur yang lebih besar. 3. Interferon alfa. Obat ini dapat memperpanjang fase plateau setelah kemoterapi atau transplantasi, tetapi mempunyai efek yang sedikit (jika ada) pada harapan hidup keseluruhan. 4. Radioterapi. Radioterapi sangat efektif untuk mengobati gejala myeloma. Radioterapi dapat digunakan untuk daerah nyeri tulang dan penekanan medulla spinalis 5. Thalidomide. Obat ini cukup menjanjikan untuk pengobatan penyakit relaps dan saat ini sedang dievaluasi dalam penelitian baik pada penyakit dini maupun lanjut. Mekanisme kerja yang pasti belum diketahui. 1 Suportif 1. Gagal ginjal. Rehidrasi dan obati penyebab yang mendasari (misalnya hiperkalsemia, hiperurisemia). Dialysis biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Semua penderita myeloma harus minum setidaknya 3 liter cairan setiap hari selama perjalanan penyakitnya. 2. Penyakit tulang dan hiperkalsemia. Bifosfonat seperti pamidronat dan klodronat efektif untuk menurunkan perkembangan penyakit tulang. Obat tersebut juga dapat memperbaiki harapan hidup keseluruhan. Pada hiperkalsemia akut, diberikan bifosfonat setelah hidrasi dengan larutan gara isotonis. 3. Kompresi paraplegia. Lakukan laminektomi dekompresi atau radiasi; terapi korikosteroid dapat membantu. 4. Anemia dapat ditangani dengan memberikan transfuse atau eritropoeitin 5. Perdarahan yang disebabkan oleh gangguan koagulasi oleh paraprotein dan sindrom hiperviskositas dapat diobati dengan plasmaferesis berulang. 6. Infeksi. Pengobatan cepat terhadap semua infeksi sangat penting. Pada infeksi berulang mungkin perlu diberikan infuse konsntrat immunoglobulin profilaktik bersamaan dengan antibiotic berspektrum luas dan obat anti jamur oral. 1 Prognosis Harapan hidup rata-rata dengan pemberian kemoterapi adalah 3-4 tahun dengan harapan hidup sebesar 20%. Walaupun demikian, keadaan ini dapat diperbaiki dengan transplantasi autolog. Peningkatan kadar β2-mikroglobulin adalah suatu gambaran prognostik yang buruk. Daftar Pustaka 1. Palumbo A, Anderson K. Multiple Myeloma. Turin. New England Journal Medicine 2011 ; 364 : 1046-60. 2. Hoffbrand AV, Petit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. Bab 16, Mieloma multipel dan gangguan terkait; hal 200-04. 3. Syahrir M. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi S, Simandibrata M, Setiati S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. Jakarta : Interna Publishing. 2009. 4. Kumar S, Rajkumar S, Dispenzieri A . Improved survival in multiple myeloma and the impact of novel therapies. Rochester. The American Society of Hematology. 2008 111: 2516-2520 5. Quach H, Prince M. Clinical Practice Guideline : Multiple Myeloma. Sidney . Medical Scientific Advisory Group. 2009. 11-25 Blok 11 : Hematopoeitik dan Limforetikuler Tugas Tinjauan Pustaka ” Multiple Myeloma” DIMAS PAMBUDI PRAKOSO H1A011018 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat 2013