BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI DAN FISIOLOGIS Struktur

advertisement
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.
ANATOMI DAN FISIOLOGIS
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,
dan otot menyusun kurang lebih 50%.Kesehatan baikya fungsi system
musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulangtulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak,jantung dan
paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur
tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik.
Tulang meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh
manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal femur tulang
kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia),tulang pipih (sternum) dan tulang
tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular
atau spongius).Tulang tersusun atas sel,matrik protein,deposit mineral.sel selnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,osteosit dan osteocklas.osteoblas berfungi
dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik
merupakan kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di timbun.
Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang
dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam
panghancuran,resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh membran
fibrus padat di namakan periosteum mengandung saraf,bembulu darah dan
limfatik.endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus.
Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang
panjang
dan
dalam
pipih.Sumsum
tulang
merah
yang
terletak
di
sternum,ilium,fertebra dan rusuk pada orang dewasa,bertanggung jawab pada
produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang .Tulang mulai tarbentuk
lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)
B.
KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.
2.
Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
Melalui kepala femur (capital fraktur)
 Hanya di bawah kepala femur
 Melalui leher dari femur
Fraktur Ekstrakapsuler;
3. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
4. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
C.
ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1.
Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
2.
kuat.
Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
3.
yang rendah.
Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
D.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya MBD
Tipe dari MBD
Metastasis ke tulang memiliki dua macam karakteristik yakni osteolytic dan
osteoblastic. Klasifikasi tersebut menggambarkan suatu keadaan dimana
terjadinya disregulasi dari proses remodeling tulang yang normal. Pasien dapat
mengalami baik metastasis osteolytic dan osteoblastic atau lesi campuran yang
mengandung kedua elemen tersebut. Kebanyakan pasien dengan kanker payudara
akan mengalami metastasis tipe osteolytic, walaupun sedikitnya sekitar 15-20%
diantaranya akan mengalami metastasis tipe osteoblastic. Sebagai tambahan,
pembentukan tulang sekunder terjadi sebagai respon dari adanya proses destruksi
tulang. Proses reaktif tersebut sangat mudah untuk dideteksi dengan menggunakan
scanning tulang, yang mengidentifikasi tempat terjadinya pembentukan tulang
secara aktif. Hanya pada multiple myeloma terjadi proses tulang lytic secara
murni. Lesi yang terjadi pada metastasis kanker prostat secara dominan
merupakan lesi osteoblastik, tetapi juga terjadi peningkatan resorpsi tulang pada
lesi osteoblastic kanker prostat tersebut.
Beberapa faktor mempengaruhi frekuensi terjadinya metastasis ke tulang.
Aliran darah yang sangat tinggi pada daerah sumsum tulang, menjadi predileksi
terjadinya metastasis pada tempat tersebut. lebih jauh lagi, sel tumor
memproduksi molekul adhesive yang mengikat secara erat ke sel stromal dari
sumsum tulang dan matriks tulang. Interaksi tersebut menyebabkan sel tumor
meningkatkan produksi factor angiogenesis dan bone-resorpsing yang lebih lanjut
lagi akan meningkatkan pertumbuhannya di tulang. Tulang juga merupakan
tempat bagi beberapa factor pertumbuhan, termasuk didalamnya transforming
growth factor, insulin-like growth factor I dan II, fibroblast growth factor, plateletderived growth factor, bone morphogenetic proteins, dan kalsium. Factor-faktor
pertumbuhan tersebut, yang dilepaskan dan teraktivasi selama proses resorpsi
tulang, menyediakan tempat yang subur bagi pertumbuhan sel tumor. Hipotesis
“seed and soil” tersebut pertama kali diungkapkan oleh Stephen Paget pada tahun
1889.
Remodelling Tulang Normal
Tulang manusia secara berkelanjutan mangalami pergantian dan remodeling
melalui aktivitas yang melibatkan osteoklas dan osteoblas pada permukaan
trabekular dan system haversian. Pada tulang yang normal, terdapat keseimbangan
dari rangkaian proses remodelling tersebut yakni : resorpsi tulang oleh osteoklas,
dan kemudian pembentukan tulang oleh osteoblas.
Osteoklas
Osteoklas berasal dari sel-sel precursor monosit dan makrofag yang
berdiferensiasi menjadi osteoklas inaktif. Osteoklas yang teraktivasimeresorbsi
tulang dan mengalami apoptosis. Kedua sel tersebut memproduksi sitokin dan
hormone sistemik yang meregulasi pembentukan dan aktivasi osteoklas.
Lingkungan mikro dari tulang memainkan peranan penting dalam pembentukan
osteoklas melalui produksi macrofag colony stimulating factor dan reseptor
activator of nuclear faktork B (RANK) ligand (RANKL) oleh sel-sel atau
osteoblas. RANKL, bagian dari tumor necrosis factor, diekspresikan dipermukaan
osteoblas dan sel-sel stromal dan dilepaskan oleh sel-sel T teraktivasi. Faktorfaktor
yang
bersifat
osteopenic,
seperti
hormone
paratiroid,
1,25-
dihydroxyvitamin D dan prostaglandin menginduksi pembentukan dari osteoklas
dengan meningkatkan ekspresi dari RANKL pada sel-sel stromal sumsum tulang
dan osteoblas daripada secara langsung bekerja pada precursor osteoklas. RANKL
mengikat
reseptor
RANK
pada
precursor
osteoklas
dan
menginduksi
pembentukan osteoklas melalui sinyal pada nuclear factor kB dan jalur Jun Nterminal kinase. Bentuk terlarut dari RANKL diproduksi oleh sel T teraktivasi
dapat dideteksi pada cairan sendi hewan dengan arthritis. Pentingnya peran
RANKL pada pembentukan osteoklas digambarkan secara jelasmelalui tehnik
rekombinasi homolog dimana RANKL atau gen RANK pada tikus yang telah
dihapus. Pada hewan coba tersebut mengalami penurunan osteoklas dan sebagai
hasilnya terjadinya osteopetrosis. Sebagai tambahan, perkembangan dari sel B dan
sel T mengalami penurunan pada hewan coba tersebut. Reseptor untuk RANK,
osteoprotegerin, secara normal berada pada sumsum tulang. Osteoprotegerin,
bagian dari keluarga reseptor tumor nerosis factor, menghambat terjadinya
diferensiasi dan resorpsi osteoklas secara in vitro dan in vivo. Rasio RANKL
terhadap osteoprotegerin mengatur pembentukan dan aktivitas dari osteoklas.
Produksi
yang
berlebihan
dari
osteoprotegerin
terbukti
mmenyebabkan
osteoporosis pada hewan coba, dimana kurangnya kadar osteoprotegerin
menyebabkan osteopenia. Peran dari RANKL yang penting pada destruksi tulang
menyebabkan pengembangan rekombinan osteoprotegerin dan antibody terhadap
RANKL sebagai pengobatan potensial untuk metastasis tulang. Osteoklas
meresorbsi tulang dengan mensekresi protease yang menguraikan matriks tulang
dan memproduksi asam yang melepaskan mineral tulang ke ruang ekstraselular
dibawah dari perbatasan plasma membrane osteoklas, yang menghadap ke tulang
dan merupakan organela yang meresorbsi dari sel. Perlekatan osteoklas ke
permukaan tulang penting untuk proses resorbsi tulang, karena adanya zat yang
mempengaruhi perlekatan osteoklas yang memblok resorpsi dari tulang. Agen
yang mempengaruhi perlekatan osteoklas ke tulang atau menghambat protease
yang diproduksi oleh osteoklas, seperti cathepsin K, dalam penelitian dan
mungkin berguna untuk terapi metastasis tulang.
Osteoblas
Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang. Osteoblas berasal dari sel-sel
mesenkimal, yang membentuk osteoblas, adiposit, dan sel-sel otot. Faktor
transkripsi yang penting untuk diferensiaasi osteoblas adalah Runx-2, atau corebinding factor a1 (CBFA1). CBFA1 mengatur ekspresi semua gen yang
berhubungan dengan diferensiasi osteoblas. Pada hewan coba tikus, yang
mengalami kekurangan gen CBFA1 tulang tidak terbentuk. Diferensiasi osteoblas
kurang begitu dipahami daripada diferensiasi osteoklas. Terdapat precursor awal
osteoblas yang memproduksi alkaline phosphatase dan precursor yang lebih
terdiferensiasi yang memproduksi sejumlah osteokalsin dan matriks yang
terkalsifikasi. Osteoblas kemudian menjadi osteosit . Bone Morphometric proteins
merupakan factor yang penting yang menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi
dari osteoblas. Seperti ditunjukan pada gambar 2B, banyak factor dapat mengubah
pertumbuhan dan diferensiasi osteoblas, termasuk platelet-derived growth factor,
fibroblast, factor pertumbuhan, dan transforming growth factor b.
E.
Metastasis Osteolitik
Pada metastasis osteolitik, destruksi dari tulang lebih dimediasi oleh osteoklas
dari pada oleh sel tumor itu sendiri. Akan tetapi, factor-faktor yang bertanggung
jawab terhadap aktivasi osteoklas sangat bervariasi tergantung dari jenis
tumornya. Pada Multiple Myeloma, osteoklas terakumulasi hanya pada
permukaan tulang yang teresorbsi berdekatan dengan sel-sel dari myeloma
tersebut, tidak didapatkan osteoklas di area lain dari tulang yang terbebas dari
tumor tersebut. sebagai tambahan dari meningkatnya resorbsi tulang, proses
pembentukan tulang mengalami supresi sehingga lesi tulang pada pasien dengan
myeloma hanya bersifat litik. Beberapa factor osteoklastogenik berhubungan
dengan meningkatnya aktivitas osteoklas pada myeloma. Factor-faktor tersebut
diantaranya adalah interleukin-1, interleukin-6,macrophage inflammatory protein,
dan RANKL. Interleukin-1 merupakan stimulant poten pada pembentukan
osteoklas, tetapi kadar interleukin-1 yang diproduksi oleh sel myeloma sangatlah
rendah. Beberapa penelitian tidak mendeteksi tingkat dari interleukin-1 pada
beberapa tumor myeloma, menunjukan bahwa interleukin-1 mungkin bukan
merupakan mediator utama dari myeoloma bone disease. Interleukin-6 merupakan
factor pertumbuhan atau paling tidak merupakan factor yang menghambat
terjadinya apoptosis pada sel myeloma. Factor tersebut terdapat pada sampel
plasma sumsum tulang dari pasien dengan myeloma. Interleukin-6 merupakan
stimulator potensial pada pembentukan osteoklas dan dapat mengubah pengaruh
dari peptide terkait hormone paratiroid pada pembantukan osteoklas secara in
vivo. Tingkat interleukin-6 pada sumsum tulang tidak secara konsisten
berhubungan dengan adanya lesi tulang. Akan tetapi, ketika sel myeloma
menempel pada sel stromal dari sumsum tulang, produksi dari interleukin-6 oleh
sel stromal sumsum tulang meningkat. Interleukin-6 nampaknya memiliki peran
yang penting dalam mengubah pertumbuhan atau memperpanjang survival sel
myeloma, tetapi perannya dalam myeloma bone disease maih belum jelas.
RANKL adalah mediator utama pada myeloma bone disease. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa sel myeloma memproduksi RANKL, tetapi tidak jelas jumlah
dari RANKL yang diproduksi oleh sel myeloma cukup untuk menginduksi
pembentukan osteoklas. Sebaliknya, RANKL mencegah terjadinya apoptosis dari
osteoklas. RANKL diproduksi oleh sel-sel stroma sumsum tulang pada myeloma.
Pada kondisi mikro dari tulang pada myeloma, produksi RANKL meningkat dan
produksi osteoprotegerin secara nyata menurun. Penghambatan terhadap
pengikatan
RANKL ke reseptor RANK dengan bentuk soluble dari reseptor
RANK atau osteoprotegerin menghambat destruksi tulang pada tikus dengan
myeloma. Semua data tersebut menunjukkan bahwa RANKL adalah mediator
utama pada myeloma bone disease. Macrophage inflammatory protein 1a juga
nampaknya merupakan regulator kunci dari destruksi tulang pada myeloma.
Macrophage inflammatory protein 1a merupakan inductor poten pembentukan
osteoklas secara in vitro, secara independen dari RANKL, dan mengubah
pembentukan osteoklas yang terstimulasi oleh RANKL dan interleukin-6. Pada
sekitar 70% pasien, sel myeloma memproduksi Macrophage inflammatory protein
1a dan kadar dari protein tersebut meningkat pada plasma dari sumsum tulang.
Kadar Macrophage inflammatory protein 1a berkorelasi secara kuat dengan
adanya lesi osteolitik, lebih lanjut lagi microanalisis DNA dari sel-sel myeloma
menunjukan bahwa ekspresi dari gen Macrophage inflammatory protein 1a secara
nyata meningkat dan berhubungan dengan bone disease. Lebih jauh lagi,
penghambatan ekspresi dari gen Macrophage inflammatory protein 1a atau
aktivitas dari Macrophage inflammatory protein 1a pada hewan coba dengan
myeloma akan menurunkan terjadinya destruksi tulang maupun beban dari tumor
myeloma. Macrophage inflammatory protein 1a juga mungubah interaksi
adhesive antaransel-sel myeloma dengan sel-sel stromal secara up-regulating
ekspresi dari b1 integrin pada sel-sel myeloma. Interaksi adhesive antara sel-sel
stromal susmsum tulang dan sel-sel myeloma meningkatkan produksi dari
interleukin-6, RANKL, dan Macrophage inflammatory protein 1a yang lebih jauh
lagi akan meningkatkan destruksi tulang.
Disfungsi Osteoblas pada Myeloma
Lesi tulang pada myeloma bersifat litik, tidak terdapat respon osteoblastik.
Fenomena ini menjelaskan bahwa pada sekitar separuh dari kasus myeloma, scan
pada tulang dapat terlihat normal meskipun terdapat destruksi tulang secara
osteolitik yang parah. Dasar dari penurunan respon osteoblas pada myeloma tidak
diketahui. Sel-sel myeloma dapat memproduksi tumor necrosis factor a, yang
akan menghambat pertumbuhan dan diferensiasi dari osteoblas. Akan tetapi,
tumor necrosis factor a tidak dapat dikaitkan secar langsung terhadap terjadinya
supresi pembentukan tulang pada myeloma. Walaupun kokultur dari dua jenis
interleukin-6 tergantung sel myeloma dengan sel-sel osteoblas osteosarkoma akan
menurunkan jumlah osteokalsin yang diproduksi oleh sel tersebut, factor-faktor
yang terlibat masih belum bisa diketahui. Pada penelitian akhir-akhir ini yang
dilakukan oleh Tian dan rekan, dengan menggunakan analisis genemicroarray dan
analisis
immunohistochemical,
menemukan
bahwa
sel-sel
myeloma
mengekspresikan dickkopf 1 (DKK1), antagonis dari Wnt-signaling dan adanya
kadar yang tinggi dari DKK1 berhubungan dengan lesi fokal di tulang pada pasien
dengan myeloma. Lebih jauh lagi mereka menunjukan bahwa serum dari sumsum
tulang pada pasien-pasien tersebut yang mengandung lebih dari 12 ng DKK1 per
millimeter akan menghambat diferensiasi osteoblastik pada sel myoblas tikus.
Data tersebut menunjukan bahwa DKK1 mungkin terlibat pada penghambatan
diferensiasi osteoblas pada myeloma. Kemungkinan lebih dari satu factor terlibat
pada supresi dari aktivitas osteoblas pada myeloma; situasi tersebut analog
trhadap factor-faktor multiple yang meningkatkan aktivitas dari osteoklas.
Gambaran Klinis MBD
Pasien biasanya berusia 50-70 tahun, sehingga jika terdapat lesi destruksi
pada tulang pada kelompok usia ini diferensial diagnosis metastasis harus
disertakan. Nyeri tulang belakang merupakan keluhan yang paling sering, bahkan
tidak jarang menjadi satu-satunya keluhan. Nyeri tulang belakang dan nyeri paha
pada orang tua (terutama seseorang yang diketahui telah pernah mendapat
pengobatan untuk karsinoma) harus selalu dicurigai.
Kejadian metastasis tulang dapat diketahui melalui pencatatan riwayat
penyakit yang akurat, melakukan pemeriksaan fisik secara rinci, dan pemeriksaan
radilogis yang sesuai. Riwayat nyeri harus menyertakan keterangan tentang nyeri
yang harus dinilai oleh dokter, seperti: onsetnya, radiasi, faktor pemicu dan yang
meringankan nyeri, laporan pasien akan intensitas nyerinya,. Terdapat beberapa
metode untuk menggambarkan intensitas nyeri, diantaranya: Numerical Rating
Scale (yang paling umum digunakan), Visual Analog Scale , Iowa Pain
Termometer Scale dan Face Pain Scale. Beberapa faktor dapat menjadi petunjuk
yaitu:
1. Nyeri pada MBD onsetnya bertahap, secara progresif menjadi semakin
hebat, dan biasanya nyeri bersifat lokal dan sering muncul di malam hari
dan/atau saat weight-bearing.
2. MBD mayoritas berasal dari kanker payudara, paru-paru, prostat, tiroid
dan ginjal.
3. Lokasi penyebaran pada skeletal yang paling umum diantaranya vertebra,
pelvis, kosta, tengkorak, humerus dan femur.
4. Meskipun sekitar 80% dari metastasis mengenai multilevel vertebral,
tetapi cenderung lebih sering ditemui pada regio torakal, diikuti oleh
lumbosacral dan cervikal.
5. Nyeri yang berlokasi di daerah occipital atau nuchae menjalar ke posterior
tengkorak dan mengalami eksaserbasi saat leher dalam keadaan fleksi,
dapat berhubungan dengan destruksi atlas (C1).
6. Nyeri yang mengarah pada regio interscapular dapat berhubungan dengan
sindrom C7-T1 akibat invasi tumor dari vertebra.
7. Nyeri di crista iliaka atau sacroiliac joint bisa berasal dari level T12 atau
L1, sedangkan rasa nyeri di daerah bokong atau paha belakang yang
bertambah ketika berbaring dan pulih ketika berdiri mungkin merupakan
nyeri alih segmen sakral.
8. Rasa nyeri yang meningkat dengan cepat dan menjalar pada band-like
fashion di sekitar dada atau perut bisa menunjukkan kompresi epidural
yang merupakan suatu keadaan emergensi oncologic / neorologis.
Kompresi spinal cord biasanya disertai oleh kehilangan sensorik, reflek
abnormal reflek, kelemahan, dan disfungsi otonom.
9. Nyeri pada pangkal paha atau lutut bisa berasal dari sendi paha .
Karakteristik
nyeri
pada
MBD
dapat
somatik
(muskuloskeletal),
neuropatik (dengan protopathicand atau fitur epicritic, disebabkan oleh iritasi atau
kerusakan saraf akibat serangan tumor) atau nyeri campuran yang lebih sering
terjadi (Buga S dan Sarria JE, 2012).
Beberapa deposit secara klinis tidak memberikan gejala dan ditemukan
secara kebetulan pada saat pemeriksaan x-ray atau bone scanning, atau setelah
fraktur patologis. Jika tidak ada riwayat dan petunjuk klinis yang mengarah pada
karsinoma primer, biopsi pada daerah fraktur sangat penting. Gejala
hypercalcaemia dapat terjadi (dan sering luput) pada pasien dengan skeletal
metastasis. Diantaranya anoreksia, mual, haus, polyuria, nyeri perut, lemah dan
depresi. Pada anak-anak umur dibawah 6 tahun,, lesi metastasis yang paling
sering dari adrenal neuroblastoma (Solomon L, dkk 2010). Metastatis ke tulang
merupakan penyebab morbiditas yang paling sering pada pasien dengan kanker
stadium lanjut. Frekuensi komplikasi ke tulang (juga dikenal dengan kejadian
terkait tulang) pada beberapa tipe tumor yang mendapat terapi sistemik standar
tanpa bifosfonat ditunjukan pada gambar….. Rata-rata pasien dengan metastasi
akan mengalami kejadian terkait tulang setiap 3-6 bulan. Akan tetapi kejadian dari
peristiwa morbiditas tersebut tidak sering, dengan kejadian terpisah pada sekitar
periode dari progresi dan menjadi lebih sering ketika progresivitas dari
penyakitnya menjadi lebih ekstensive dan pilihan pengobatannya menjadi
terbatas.
Fiksasi profilaksis
Deposit yang besar dan beresiko mengakibatkan fraktur harus dilakukan
fiksasi internal meskipun tulang masih intak. Jika 50 persen dari korteks tunggal
dari tulang panjang (dalam pemeriksaan radiologis) telah hancur, fraktur patologis
harus dianggap sebagai hal yang tak terhindari. Selain itu, avulsi trochanter minor
merupakan indikasi akan terjadinya fraktur tulang pinggul. Mirels menyusun
sistem penilaian untuk mengevaluasi risiko fraktur dan juga sebagai sebagai
arahan apakah fraktur harus difiksasi atau tidak. Skor ≥ 8 menunjukkan risiko
tinggi dan memerlukan internal fiksasi sebelum radioterapi .
Prinsip-prinsip dari fiksasi
sama dengan penanganan fraktur pada
umumnya. Radionuklida scanning pre operatif menunjukkan apakah terdapat lesi
lain pada tulang tersebut, sehingga memerlukan fiksasi yang lebih ekstensif dan
radioterapi pasca-operasi.
Tabel 2. Sistem Skoring Mirel’s pada MBD
Manajemen umum MBD
Manajemen MBD dan interfensi biasanya bersifat individual. Pada
algoritma berikut dijelaskan mengenai manajemen MBD pada vertebral dan non
vertebral. Kebanyakan pasien ditangani secara paliatif, dan tujuan dari
penanganan adalah untuk mengurangi nyeri, meningkatkan fungsi, dan mencegah
komplikasi seperti kompresi spinal cord dan fraktur patologis. Kombinasi
pemberian analgetik / manajemen nyeri, penanganan sistemik, radioterapi, dan
penanganan operatif dengan pendekatan multidisiplin dapat memberikan peluang
untuk tercapainya tujuan dari penanganan pada masing-masing pasien. Terapi
medis termasuk penggunaan bisphosponat dan RANKL inhibitor. Manajemen
nyeri dipertimbangkan penggunaannya sesuai kebutuhan akan analgetik (NSAIDs,
opioid, kortikosteroid).
Gambar 3. Algoritma Penanganan Metastasis pada Spine 3
Gambar 4. Algoritma penanganan non-vertebral bone metastasis10
External-beam radiation therapy (EBRT) merupakan terapi paliatif yang
paling sering digunakan dan merupakan pilihan yang tepat untuk pasien dengan
gejala lokal metastasis skeletal. Radioterapi dapat mengurangi nyeri dengan
menghancurkan sel tumor
dan membantu proses osifikasi pada lesi litik.
Sementara stereotactic body radiation therapy (SBRT) merupakan alat yang
digunakan untuk penanganan pasien dengan vertebral metastasis dan secara
khusus dapat membantu seting reirradiation. Teknologi ini dapat memberikan
dosis radiasi high ablation melalui penggunaan radiasi pada target yang tepat
dengan dosis minimal pada spinal cord melalui teknik penyesuaian yang tinggi
Kadang-kadang, pengobatan radikal (kombinasi kemoterapi, radioterapi
dan pembedahan) yang diberikan pada deposit sekunder soliter, juga memberi
manfaat bagi lesi primer dan dianggap sebagai terapi kuratif. Hal ini terutama
untuk renal cell carcinoma soliter, metastasis tumor payudara dan tiroid; Tapi pada
sebagian besar kasus, dan pada kasus sekunder multipel, sepenuhnya diberikan
pengobatan simtomatik. Untuk alasan itu, pencarian tumor primer secara teliti
dapat dihindari, meskipun mungkin ada manfaatnya untuk tumor yang
memerlukan manipulasi hormonal
Prognosis
Bauer (1995) telah membuat kriteria yang berguna untuk menilai
prognosis :
Tabel 1. Kriteria positif Bauer’s untuk survival1
Kemampuan survival pada 1 tahun adalah sebagai berikut :
1. Pasien dengan 4 atau 5 kriteria bauer’s, 50 persen masih hidup.
2. Pasien dengan 2 atau 3 kriteria bauer’s, 25 persen masih hidup.
3. Pasien dengan hanya 1 atau tidak ada kriteria, mayoritas bertahan selama
kurang dari 6 bulan dan tidak ada yang hidup setelah 1 tahun.
Download