1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Telinga Tengah Telinga

advertisement
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah adalah rongga yang terdapat antara membran timpani dengan
kapsul tulang labirin yang terdapat ditulang petrosus yang berisi antara lain
rangkaian tulang pendengaran dengan otot-otot yang berhubungan, tuba eustakius
dan sistem vaskular (Gambar 2.1) ( Probs et al., 2006; Gacek, 2009).
Gambar 2.1 Anatomi telinga (Probs et al., 2006)
Kavum timpani merupakan rongga, bagian lateral dibatasi oleh membran
timpani, medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan
inferior oleh bulbus jugularis dan nervus fasialis. Dinding posterior dekat ke atap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Eminentia piramidalis terletak di
bagian superior-medial dinding posterior dari medial ke lateral. Sinus posterior
2
membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani. Kavum
timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba
Eustakius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum
timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian
kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani,
mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah
membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak
lebih rendah dari batas bawah membran timpani (Gambar2.2). Di dalam kavum
timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (maleus, inkus dan stapes), korda
timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius (Helmi,
2005; Probs et al., 2006; Gacek, 2009).
Gambar 2.2. Telinga tengah (Probs et al., 2006)
B. Otitis Media Supurativa Kronik (OMSK)
1. Definisi
3
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) mernupakan radang kronik mukosa
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga tengah (otorrhea) lebih dari 2 bulan, baik hilang timbul atau terus menerus.
Sekret tersebut dapat berupa encer, kental atau berupa nanah (WHO, 2004; Djaafar
et al., 2010).
2. Etiologi
Bakteri penyebab OMSK dapat mencapai telinga tengah baik dari nasofaring
melalui tuba eustakius atau dari kanalis akustikus eksterna melalui membran
timpani yang perforasi. Bakteri yang paling banyak menyebabkan infeksi telinga
tengah adalah pseudomonas aeruginosa (Nason et al., 2009). Sedangkan bakteri
gram-negatif lain meliputi proteus mirabilis, klebsiella species, dan eschericia coli.
Jenis bakteri gram positif
penyebab
OMSK adalah staphylococcus aureus,
streptococcus
sedangkan
bakteri
pyogenes,
anaerob
yaitu
bacteroides
peptostreptococcus dan proprionibacterium (Nason et al., 2009, Nia et al., 2011,
Sulabh et al., 2013).
3. Klasifikasi
Otitis media supuratif kronik dibagi menjadi 2 tipe, yaitu benigna dan maligna.
Nama lain dari tipe benigna adalah tipe tubotimpanik karena biasanya didahului
oleh gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Selain
itu, OMSK benigna disebut juga tipe mukosa karena proses peradangannya hanya
mengenai mukosa telinga tengah. Nama lain dari tipe maligna adalah tipe atikoantral karena proses inflamasi dimulai di daerah atik disebut juga tipe tulang karena
4
menyebabkan erosi tulang. OMSK tipe maligna adalah OMSK yang mengandung
kolesteatoma (Helmi, 2005; Djaafar et al., 2010).
4. Patogenesis OMSK
OMSK ditandai oleh inflamasi irreversibel di telinga tengah dan mastoid.
Disfungsi tuba eustakius memegang peranan pada otitis media akut dan otitis media
kronik (Helmi, 2005; Chole dan Nason, 2009; Djaafar et al., 2010).
Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek membran
timpani, replikasi bakteri terjadi di dalam efusi serosa. Hal ini disertai dengan
pelepasan mediator inflamasi dari sel imun ke dalam ruang telinga tengah.
Hiperemia dan leukosit polimorfonuklear mendominasi fase inflamasi akut dan
memberi jalan ke fase kronik, yang ditandai oleh mediator seluler mononuklear
(makrofag, sel plasma, limfosit), edema persisten dan jaringan. Selanjutnya
metaplasia di epitel telinga tengah terjadi perubahan epitel kuboid menjadi epitel
kolumnar pseudostratified yang mampu meningkatkan sekret mukoid. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrotik, kadang membentuk adesi di telinga tengah dan
bahkan dapat terjadi destruksi tulang. Obstruksi kronik menyebabkan perubahan
irreversibel di dalam mukosa telinga tengah dan destruksi tulang (Telian et al.,
2009; Chole dan Nason, 2009).
5. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
5
Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair dan keluar sekret di
liang telinga. Untuk tipe tubotimpanal, sekret lebih banyak dan mukos, tidak berbau
busuk. Sedangkan tipe atikoantral, sekret lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala
disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Kadang-kadang pasien datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah (Helmi, 2005; Djaafar et al., 2010).
Keluhan nyeri dapat terjadi karena drainase pus tidak lancar. Nyeri dapat
berarti adanya komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis. Vertigo merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini
memberi kesan adanya fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada
kanalis semisirkularis horisontalis (Helmi, 2005; Djaafar et al., 2010).
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi, sehingga
melalui otoskopi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Beberapa tanda klinik
dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe maligna, yaitu perforasi pada
marginal atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe
maligna, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel
retro aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar
yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatoma pada telinga tengah,
(sering pada epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau aroma kolesteatoma
(Helmi, 2005; Probs et al., 2006; Aboet, 2007).
6
c. Pemeriksaan Audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap hantaran udara dan hantaran tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus dengan tujuan unuk
memperbaiki pendengaran (Aboet, 2007; Djaafar et al., 2010).
Pada pemeriksaan audiometri pasien OMSK biasanya didapati tuli konduktif.
Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membran timpani dan
putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses osteomielitis
sehingga suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju tingkap oval.
Kekurangan pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi bila proses
infeksi melibatkan koklea atau saraf pendengaran (Aboet, 2007; Djaafar et al.,
2010).
d. Pemeriksaan Radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schuller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. Proses ini terbentuknya
selalu dihubungkan dengan mastoiditis kronik, dan biasanya ditemukan pada
mastoid yang sklerotik. Gambaran yang terlihat pada foto rontgen mastoid adalah
area yang densitasnya rendah dengan dikelilingi oleh area yang densitasnya tinggi.
Area dengan densitas tinggi merupakan hasil dari reaksi osteotik karena proses
inflamasi. Kolesteatoma biasanya timbul di regio antrum mastoid dan pada atik
(Aboet, 2007; Djaafar et al., 2010).
7
6. Komplikasi
Komplikasi OMSK diklasifikasikan sebagai komplikasi intratemporal dan
intrakranial. Komplikasi intratemporal meliputi mastoiditis, petrositis, labirintitis,
dan paralisis nervus fasialis. Komplikasi intrakranial meliputi abses ekstradural,
abses otak, abses subdural, tromboflebitis sinus sigmoid, hidrosepalus otikus, dan
meningitis (Djaafar et al., 2010; Arts et al., 2014).
7. Penatalaksanaan
a. OMSK tipe benigna
OMSK tipe benigna dibagi menjadi fase tenang dan aktif. Pada OMSK fase
tenang dapat dilakukan epiteliasasi tepi perforasi melalui tindakan di poliklinik
dengan melukai pinggir perforasi secara tajam atau dengan menggunakan zat
kaustik seperti nitras argenti 25%, asam triklor asetat 12%, alkohol absolut dan lainlain. Hasil pengobatan yang memuaskan tercapai apabila membran timpani
menutup dan tidak didapati tuli konduktif. Apabila ada tuli konduktif dan atau jika
perforasi menetap, idealnya timpanoplasti dilakukan dengan atau tanpa
mastoidektomi. Pada OMSK fase aktif dilakukan cuci telinga, diberikan antibiotik
topikal dapat ditambahkan antibiotik sistemik sesuai kultur. Jika otore menetap
lebih dari 3 bulan dilakukan operasi mastoidektomi dan timpanoplasti (Helmi,
2005).
b. OMSK tipe maligna
Prinsip terapi OMSK jenis maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi
Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan
melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif
8
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi
(Helmi, 2005; Djaafar et al., 2007).
C. Kolesteatoma
1. Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitel yang dilapisi oleh epitel skuamosa
berlapis yang berisi deskuamasi keratin yang terperangkap dalam rongga
timpanomastoid dan dapat juga terperangkap dimanapun diantara bagian pneumatik
dari tulang temporal (Louw, 2010; Frickmann et al., 2012; Meyer et al., 2014).
2. Histologi
Secara histologis kolesteatoma dapat dibagi dua yaitu matriks (epithelium) dan
peri-matriks (underlying connective tissue). Matriks kolesteatoma mempunyai
empat lapis yang berbeda yaitu basal, spinosus, granulous dan stratum korneum,
seperti pada kulit yang tipis. Peri-matriks adalah lapisan subepitelial yang
berdekatan dengan jaringan ikat ditandai oleh adanya jaringan ikat longgar yang
terbuat dari kolagen dan elastic fibers, fibroblas dan sel inflamasi. Analisis
histologis dari matriks kolesteatoma memperlihatkan pola yang berbeda yaitu
atrofi, akantosis, hiperplasia lapisan basal dan epithelial cones (Louw, 2010;
Frickmann et al., 2012).
3. Patogenesis Kolesteatoma
Kolesteatoma didapat secara histologi dibagi menjadi primer dan sekunder.
Terdapat teori – teori sebagai etiopatogenesis kolesteatoma didapat. Beberapa teori
9
telah dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya kolesteatomaa primer, termasuk
diantaranya teori invaginasi, teori hiperplasia sel basal, teori otitis media efusi, dan
teori invasi epitelial. Teori kolesteatoma didapat sekunder ada 3 yaitu teori
implantasi, teori metaplasia, dan teori invasi epitelial (Louw, 2010; Frickmann et
al., 2012; Meyer et al., 2014).
a. Teori Implantasi
Teori implantasi menjelaskan formasi kolesteatoma sebagai implantasi
iatrogenik kulit ke dalam telinga tengah atau gendang telinga akibat dari
pembedahan, benda asing atau trauma tekanan. Kolesteatoma dapat timbul
sekunder dari miringitomi untuk pemasangan tabung ventilasi atau dari prosedur
timpanoplasti. Pada teori ini kolesteatoma timbul akibat migrasi epitel atau
penempatan yang salah dari miringotomi atau perubahan letak flap membran
timpani ke dalam telinga tengah pada saat timpanoplasti. Kolesteatoma akuisita
sekunder juga diperkirakan timbul dari perkembangan perforasi akibat otitis media
akut nekrotik ketika masa kanak-kanak (Louw, 2010; Frickmann et al., 2012;
Meyer et al., 2014).
b. Teori Metaplasi
Infeksi dan inflamasi jaringan yang kronik dapat mengalami transformasi
metaplasia. Transformasi epitel kolumnar menjadi epitel skuammous berlapis
berkeratinisasi dapat terjadi sekunder akibat adanya otitis media rekuren atau
kronik. Epitel skumousa berkeratinisasi telah ditemukan pada biopsi telinga tengah
pada pasien otitis media pada anak. Namun progresifitas dari kolesteatoma masih
belum berhasil dipaparkan (Chole dan Nason, 2009; Meyer et al., 2014).
10
c. Teori Invasi Epitelial
Invasi pada telinga tengah oleh kulit dari dinding meatus akustikus eksterna dari
permukaan membran timpani melalui perforasi marginal dan atau perforasi atik. Ini
didukung oleh bukti percobaan yang menunjukkan bahwa sel epitel bermigrasi
sepanjang permukaan sampai ia menemukan epitel permukaan lain, dimana pada
tempat tersebut mereka berhenti bermigrasi, ini dinamakan inhibisi kontak. Bila
mukosa telinga tengah hancur karena infeksi, maka ini akan menyebabkan migrasi
epitel dari perforasi marginal. Ini merupakan teori yang diterima secara umum
untuk tejadinya kolesteatoma akuisita sekunder pada bagian posterior superior
membrane timpani (Louw, 2010; Frickmann et al., 2012; Meyer et al., 2014).
4. Stadium dan derajat destruksi akibat Kolesteatoma
Belum ada kesepakatan antara ahli tentang tingkat destruksi tulang akibat
kolesteatoma. Saleh dan Mills (1999) membuat klasifikasi stadium kolesteatoma
berdasarkan lokasi kolesteatoma, perluasan lesi dan komplikasi pre operasi. The
Japan Otological Society (JOS) Cholesteatoma Staging System (2008) membagi
stadium destruksi tulang berdasarkan perluasan lesi dan komplikasi yang menyertai
(Mishiro et al., 2014).
Pembagian menurut Haruyama et al. (2010), tingkat destruksi tulang
berdasarkan ada atau tidaknya paparan terhadap nervus fasialis, paparan terhadap
duramater, fistula kanalis semisirkularis. Derajat destruksi tulang berdasarkan
Kuczkowski et al. (2011) membagi derajat invasi kolesteatoma dan jaringan
granulasi berdasarkan erosi, destruksi osikel dan area yang terlibat. Pembagian ini
dikatagorikan menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
11
D. Receptor Activator of Nuclear Factor-ĸB Ligand (RANKL)
RANKL diketahui juga sebagai tumor necrosis factor-related activationinduce
cytokine
(TRANCE),
osteoclast
differentiation
factor
(ODF),
osteprotegerin ligand (OPGL), tumor necrosis factor super family (TNSF11)
adalah salah satu sitokin yang berperan penting dalam metabolisme tulang karena
mengatur perkembangan, pemeliharaan dan aktivasi osteoklas. Gen RANKL
mengkode 316 asam amino, protein yang secara struktural monomer tapi secara
fungsi homotrimerik Ekspresi RANKL ditemukan di berbagai jaringan tubuh yaitu
osteoblas, stroma sel sumsung tulang, limfosit T aktivasi dan timosit CD4 CD8.
Ekspresi RANKL dapat berbentuk molekul membran yang melekat pada
permukaan sel dan molekul yang terlarut dalam sirkulasi oleh karena aktivitas
enzim TNF-alpha convertase (TACE). Ekspresi RANKL dipicu dan dipengaruhi
oleh mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor α (TNFα), prostaglandin E2
(PGE2), interleukin (IL-6), IL-1β (Kreja et al., 2009; Haruyama et al., 2010; Kohli,
2011; Lee et al., 2012; Walsh dan Choi, 2014).
Di dalam tulang, RANKL berfungsi untuk metabolisme tulang. RANKL
memainkan peran penting dalam osteoklastogenesis. Selain RANKL osteoblas juga
menghasilkan M-CFS yang berperan juga pada osteoklastogenesis. M-CSF
mengikat reseptor precursor c-fms yang mengatur awal proliferasi, diferensiasi
dan daya tahan prekursor osteoklas. Interaksi antara receptor activator of nuclear
factor ĸB (RANK) dan RANKL adalah tanda awal osteklastogenesis dan aktivasi
osteoklas (Gambar 2.3). Sinyal RANKL yang berlebihan menyebabkan
12
peningkatan pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang (Kreja et al., 2009; Kohli,
2011; Arai et al., 2012; Walsh dan Choi, 2014).
Osteoclast
Precursor
Activated
Osteoclast
RANK
OPG
RANKL
osteoblast /
stromal cell
bone formation
bone resorption
Gambar 2.3 Biomolekular komplek interaksi RANKL-RANK/OPG, modifikasi
gambar Kohli (2011)
RANKL bersama dengan M-CSF mengaktifkan TNF reseptor associated
factor (TRAF6) yang selanjutnya menginduksi dan aktivasi NFATc1 (nuclear
factor of activated T cells) dan c-Fos, merupakan faktor transkripsi untuk
osteoklastogenesis. NFATc1 bertindak sebagai modulator positif diferensiasi
osteoklas. (Gambar 2.4) (Yucel et al., 2013; Youn et al., 2013).
13
Gambar
2.4 Jalur aktivasi RANKL/RANK dalam osteoklastogenesis,
RANKL diekspresikan oleh permukaan membran osteoblas
berinteraksi dengan RANK, yang diekspresikan oleh
prekursor osteoklas (preOCL). Interaksi ini merekrut TRAF6
yang mengaktivasi NFĸВ dan c-Fos (Teti et al., 2010). OBL
(Osteoblas), TRAF (TNF receptor ascociated factors), AP-1
(Activator Protein), MITF (microphthalmia associated
factor).
E. Osteoprotegerin (OPG)
Osteoprotegerin dikategorikan sebagai tumor necrosis factor receptor super
family 11 B
(TNFRSF11B), pertama kali diidentifikasi melalui
penemuan
homolog tumor necrosis factor receptor super family (TNFRSF) pada tikus dan
homolog manusia. OPG tikus identik dengan OPG manusia yang menunjukkan
>85% homologi.
Nama lain dan ditemukan identik dengan OPG adalah
14
osteoklastogenesis inhibitory factor (OCIF), TNF receptor-like molecule 1(TR1),
and follicular dendritic cells-derived receptor-1 (FDCR-1) (Kohli, 2011; Suda et
al., 2013; Walsh and Choi., 2014).
OPG disekresikan dalam bentuk glikosilasi, secara fungsional berbentuk
homodimerik dan merupakan modifikasi protein pasca traslasional. OPG
merupakan reseptor larut dengan TNF-R. Reservoar selnya adalah osteoblas,
stroma sel sumsung tulang, tetapi dapat diinduksi oleh limfosit B, dendritic cells
(DCs) dan
folikel DCs. Ekspresi OPG diregulasi positif oleh estrogen dan
diregulasi negatif oleh prostaglandin E2 (PGE2) dan glukokortikoid dengan
beragam faktor, yang sebagian besar terkait dengan homeostasis tulang (Kohli,
2011; Raju et al., 2011; Walsh dan Choi., 2014).
OPG merupakan reseptor solubel, yang dalam persaingan dengan reseptor
RANK mengikat RANKL. OPG dan RANK, keduanya merupakan reseptor yang
mempunyai daya tarik menarik yang sama terhadap RANKL. OPG merupakan
antagonis reseptor endogen dan setelah berikatan dengan RANKL menghambat
osteoklastogenesis, sehingga menghambat proses resorpsi tulang (Kohli, 2011; Lee
et al., 2012; Walsh and Choi, 2014).
Kompleks OPG-RANKL mengimbangi efek kompleks RANK-RANKL,
sehingga berperan penting dalam homeostasis tulang. Hal
ini dapat lebih
dibuktikan oleh fakta bahwa pada tikus transgenik di mana pada gen OPG tersingkir
dapat terjadi osteoporosis parah dengan cepat. Fraktur spontan diamati juga pada
hewan model ini karena pembentukan komplek RANKL-RANK yang berlebihan.
Percobaan ini membuktikan bahwa pembentukan RANKL-OPG kompleks dan
15
RANKL-RANK kompleks adalah penting sebagai faktor dalam diferensiasi dan
aktivasi osteoklas, sehingga mempengaruhi regenenerasi tulang secara kumulatif
(Kohli, 2011; Walsh dan Choi., 2014).
Rasio RANKL/OPG: tinggi
Rasio RANKL/OPG: rendah
Makrofag
Makrofag
Pre osteoklas
Pre osteoklas
Osteoklas multinuklear
Pre osteoklas
Osteoklas apoptosis
Osteoklas aktif
RANK
Resorpsi tulang
RANKL
OPG
Gambar 2.5 Rasio RANKL/OPG dalam aktivasi osteoklas modifikasi gambar
Kajiya et al. (2010)
F. Receptor Activator of Nuclear Factor ĸB (RANK)
Receptor activator of nuclear factor ĸB (RANK), nama lainnya adalah TNFrelated activation-induced cytokine receptor (TRANCE-R) atau osteoclast
differentiation and activation receptor (ODAR), merupakan reseptor untuk
RANKL. RANK telah ditetapkan sebagai TNFRSF11A dan mengkode 616 asam
amino heterotrimerik
serta merupakan protein transmembran tipe 1 yang
16
mengandung empat ekstraseluler sistein. Gen manusia mengkode RANK pada
kromosom 18q22.1. RANK terdeteksi di timus, hati, usus, kelenjar susu, postat,
pankreas, sumsum tulang, jantung, paru-paru, otak, otot rangka, ginjal dan kulit.
RANK diekspresikan secara primer pada monosit/makrofag termasuk prekursor
osteoklas, sel T aktivasi, osteoklas matur, sel dendritik, kondrosit dan tropoblas.
RANK diinduksi kuat oleh M-CSF khususnya pada sel prekursor osteoklas (Lee,
2010; Kohli, 2011; Walsh dan Choi., 2014).
Interaksi
antara
RANK
dan
RANKL
merupakan
dimulainya
osteoklastogenesis dan aktivasi osteoklas. Oleh karena, teori mekanisme molekuler
terdiri dari ikatan ligan RANKL dengan reseptor umpan larut OPG, dalam
kompetisinya dengan RANK, diikuti oleh penghambatan pembentukan osteoklas
melalui RANKL (Kohli, 2011; Walsh and Choi, 2014).
D. Peran Jaringan Granulasi, Kolesteatoma, RANKL, OPG pada Destruksi
Tulang
Kolesteatoma pada telinga tengah mempunyai ciri proliferasi abnormal yang
mengakibatkan akumulasi debris keratin, invasi telinga tengah oleh epitel
keratinisasi dan osteolisis dari tulang pendengaran, tulang temporal, invasi ke
telinga dalam atau menuju intrakranial. Meskipun telah banyak penelitian mengenai
mekanisme pembentukan kolesteatoma, patogenesis yang tepat dari penyakit ini
belum berhasil diungkapkan. Pada awalnya disebutkan penyebab destruksi adalah
tekanan yang diakibatkan akumulasi debris keratin. Teori biokemikal akhirnya
diterima sebagai suatu dalil bahwa enzim dan sitokin inflamasi yang dilepaskan
17
oleh kolesteatoma akan menyebabkan lisis tulang dan destruksi (Chole dan Nason,
2009; Haruyama, 2010; Kanemaru et al., 2010).
Penemuan klinis paling banyak pada otitis media kronik supurativa dengan
kolesteatoma dan jaringan granulasi adalah kerusakan tulang pendengaran karena
resorpsi tulang yang dimediasi oleh osteoklas. Osteoklas merupakan sel
multinuklear yang khusus bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Osteoklas
berasal dari sel-sel hemopoetik dari turunan monosit atau makrofag. Interaksi
prekursor osteoklas dengan osteoblas atau sel stroma sangat penting untuk
diferensiasi osteoklas (Kreja et al., 2007; Kuczkowsky et al., 2010).
Patogenesis beberapa perubahan ini melibatkan tulang pada daerah yang
berdekatan dengan kolesteatoma. Resorpsi tulang adalah proses yang diatur
tergantung pada diferensiasi monosit osteoklas, yang diaktifkan oleh beberapa
faktor pertumbuhan (growth factor) dan sitokin. Beberapa dari mereka dilepaskan
ke lingkungan mikro tulang oleh sel kolesteatoma dan yang lain diekskresikan oleh
sel-sel inflamasi termasuk interleukin (IL-1α-β,IL-6), tumornecrosisfactor (TNFα), neurotransmitters, nitric oxide, prostaglandin E (PGE), interferon-β,
parathyroid hormone–related protein, macrophage-colony stimulating factor (MCSF), RANKL, and OPG (Kuckzkowski, 2010; Yucel et al., 2013).
Menurut Kanemaru et al. (2010), (Gambar 2.6) tekanan akibat akumulasi
keratin dan produk lainnya menyebabkan stres mekanik telinga luar, tengah dan
dalam. Stres mekanik menginduksi produksi MIF (macrophag migration inhibitory
factor). MIF menginduksi produksi MMPs (matrix-metalloproteinases). MMPs
bekerja untuk angiogenesis dan proliferasi sel, disamping itu aktivasi MMPs
18
menyebabkan degradasi matrik ekstraseluler yang penting untuk perkembangan
kolesteatoma (Kanemaru et al., 2010),
Gambar 2.6 Mekanisme destruksi tulang oleh kolesteatoma (Kanemaru et al., 2010)
Pada saat yang sama, MIF juga menginduksi makrofag untuk memproduksi
sitokin pro-inflamasi dan kemokin, terutama IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
dalam destruksi tulang. Oleh karena itu MIF adalah faktor kunci mekanisme
destruktif tulang dari cholesteatoma (Kanemaru et al., 2010).
E. Imunohistokomia
Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan protein
spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara
antibodi (Ab) dan antigen (Ag) (Ramos dan Miller, 2014). Teknik imunohistokimia
bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu protein tertentu,
19
serta menunjang diagnosis, terapi, dan prognosis penyakit kanker. Langkahlangkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu preparasi
sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk preparat
jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari pengambilan
jaringan yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid,
embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan
jaringan dengan menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk
membebaskan epitop jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel
labeling adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel
labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi primer dan sekunder,
pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya.
Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan menggunakan senyawa label/marker
(Ramos dan Miller, 2014).
Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan
imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung
(indirect method). Metode langsung (direct method) merupakan metode pengecatan
satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang
terlabel, contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau
rodhamin. Di sisi lain, metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua
macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder
(berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada
jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi
primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan
20
antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen.
Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk
senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Disamping kedua metode
di atas, analisis imunohistokimia juga dapat dilakukan melalui metode Peroxidaseanti-Peroxidase dan metode Avidin-Biotin-Complexis (ABC) (Ramos dan Miller,
2014).
Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) adalah analisis imunohistokimia
menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti
roti sandwich. Teknik ini memanfaatkan afinitas antibodi terhadap antigen (enzim)
untuk membentuk kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap proses kimia
terkonjugasi Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim-antibodi dan
kompleks imun PAP. Enzim Horseradish Peroxidase, protein imunogenik,
digunakan untuk menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang
dihasilkan terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan
pada enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut. Sedangkan metode
ABC adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap
molekul avidin-biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa
biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon
sinyal yang disampaikan oleh antigen target (Ramos dan Miller, 2014).
IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan
yang luar biasa untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana
protein tertentu yang diperiksa. IHC juga merupakan cara yang efektif untuk
memeriksa jaringan. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap
21
protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat
molekul protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu (Ramos dan Miller,
2014).
22
F. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini tercantum dalam
tabel 1.1.
Tabel 1.1 Orisinalitas Penelitian
Peneliti,
Judul
Variabel
Hasil
Tahun
Jeong et al.
Ekpression of
OMSK dengan
Peningkatan ekspresi
RANKL and OPG
kolesteatoma, jaringan
RANKL pada kolesteatoma
in Middle EAR
kulit postaurikular
dibandingkan kulit
Cholesteatoma
normal ekspresi
postaurikular normal
Tisue
RANKL, ekpresi OPG
Minx et al.
Expression and
Kolesteatoma, kulit
Tingkat ekspresi RANKL
(2007)
significance of
kanalis auditori
dan RANK meningkat di
nuclear factor-
normal, ekspresi
perimatrik kolesteatoma,
kappa B ligand and
RANKL, ekspresi
destruksi, yang erat
correlation factor in
RANK, ekspresi OPG
kaitannya dengan erosi
(2006)
Kuczkowski et
al. (2010)
tissue of otitis media
tulang yang disebabkan oleh
with cholesteatoma
kolesteatoma
Expression of the
OMSK dengan
Rasio RANKL/OPG lebih
receptor activator
kolesteatoma, OMSK
tinggi secara signifikan
for nuclear factor-
tanpa kolesteatoma,
dibandingkan OMSK tanpa
κB ligand and
ekspresi RANKL,
kolesteatoma.
osteoprotegerin in
ekspresi OPG
Korelasi postitif rasio
chronic otitis media
RANKL/OPG dengan
destruksi tulang pada
OMSK dengan kolesteatom
tetapi tidak bermakna
23
G. Kerangka Teori
Infeksi bakteri telinga tengah
OMSK
OMSK Benigna
Kolesteatom
aa
OMSK Maligna
Stres mekanik
MIF
Makrofag
Osteoblas/stroma sel/limfosit T
IL 1β, IL-6,
TNFα
RANK
MMPs 1,2,3,8,9,13
PGE2
RANKL
OPG
Prekursor osteoklas
Aktivasi osteoklas
Destruksi tulang
24
: sitokin yang diteliti
: sitokin yang diteliti
: menghambat
: ligan
dan
: reseptor
Adanya infeksi bakteri telinga tengah pada OMSK benigna dan maligana
menyebabkan terbentuknya antigen. Antigen memasuki sel inang diambil oleh sel
penyaji (APC: antigen precenting cell), dalam hal ini adalah makrofag. Antigen
membentuk komplek dengan protein tersandi kemudian dipresentasikan pada
limfosit T. Sel – sel yang terikat pada sel T tersebut menghasilkan mediator
inflamasi sitokin IL1, IL6, dan TNFα. Mediator inflamasi tersebut memediasi
resorpsi tulang dengan mempengaruhi osteoblast untuk memproduksi RANKL.
Makrofag juga memproduksi PGE2 yang bekerja menghambat osteoblas untuk
memproduksi OPG. RANK berkompetisi dengan OPG untuk mengikat RANKL,
Ikatan RANK dengan RANKL akan mengaktifkan osteoklas sehingga terjadi
destruksi tulang. Sebaliknya jika RANKL lebih banyak diikat oleh OPG, maka
aktifasi osteoklas akan dihambat sehingga tidak terjadi destruksi tulang.
Pada jalur lain adanya kolesteatoma pada OMSK tipe maligna menyebabkan
stres mekanik karena tekanan cari akumulasi debris keratin dan produk lainnya.
Stres mekanik menyebabkan produksi MIF, selanjutnya MIF menginduksi
makrofag untuk memproduksi sitokin dan kemokin IL-1, IL-6 dan TNF-α yang
berperan menginduksi produksi RANKL oleh osteoblas. MIF juga menginduksi
25
makrofag untuk memproduksi PGE2 yang bekerja menghambat produksi OPG
oleh osteoblas. MIF juga menginduksi produksi MMPs 1,2,3,8,9,13 yang berperan
menyebabkan destruksi tulang.
H. Kerangka Konsep
Tingkat 0
OMSK
Rasio
RANKL/OPG
Tingkat
Tingkat 1
Destruksi
tulang
Tingkat 2
Tingkat 3
I. Hipotesis
Terdapat hubungan rasio ekspresi RANKL dan OPG dengan destruksi tulang
pada OMSK.
26
Download