otitis media supuratif kronis

advertisement
CASE REPORT SESSION
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Disusun Oleh:
Harum Binar Metrikasanti
Megawati
Risya Ratu Rivai
Preseptor :
dr. H. Iwan Tatang., SpTHT-KL
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
KEPALA LEHER
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL-IHSAN
BANDUNG
2014
Identitas Pasien
 Nama
: An. Wawan
 Usia
: 12 tahun
 Jenis Kelamin
: Laki-laki
 Alamat
: Baleendah
 Pendidikan
: SD
 Pekerjaan
: Pelajar
 Tanggal Periksa
: 21 Oktober 2014
Anamnesis
Keluhan utama :
Keluar cairan dari telinga kiri
Anamnesa khusus :
Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan keluar cairan dari telinga
kiri yang berwarna kuning, kental, dan berbau amis. Keluhan sudah berlangsung
selama 3 hari. Cairan tersebut sering keluar ketika beraktivitas maupun tidur.
Keluhan disertai dengan demam dan pilek.
Keluhan disertai dengan telinga berdenging dan penurunan pendengaran.
Telinga terasa penuh atau sakit pada telinga disangkal pasien. Pasien tidak
mengeluhkan bersin-bersin tiap pagi. Pasien menyangkal adanya sakit menelan
sebelumnya.
Sejak 2 tahun yang lalu pasien sering mengalami keluhan yang sama
dengan cairan yang keluar berwana jernih yang lama kelamaan menjadi kuning.
Keluhan tersebut muncul setiap pasien mengalami demam dan pilek. Riwayat
sering mengalami pilek lama dan jarang berobat diakui pasien. Riwayat sering
mengkorek-korek telinga dan sering berenang diakui pasien.
Pasien dan keluarganya tidak memiliki alergi terhadap makanan, cuaca,
obat, atau asma. Pasien juga tidak pernah mengalami trauma sebelumnya.
Pasien sempat berobat ke puskesmas untuk keluhan tersebut dan diberikan
obat tetes telinga namun keluhan tidak membaik.
Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
: Sakit ringan
- Kesadaran
: Compos Mentis dan kooperatif
- Tanda-tanda Vital: dalam batas normal
- Pemeriksaan Fisik : cor, pulmo, abdomen, dan extremitas tidak dilakukan.
Status Generalis
Kepala
: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher
: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba
Thorax
: Bentuk dan Gerak simetris
Paru
: Sonor, VBS ki=ka, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
: BJ murni reguler
Abdomen
: Datar, lembut, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas
: Akral hangat, edema -/-, deformitas (-)
Neurologis
: tidak diperiksa
STATUS LOKALIS
Telinga
Hidung
Nasal
Pemeriksaan
Keadaan Luar
Dextra
Sinistre
Bentuk
& Dalam
batas Dalam
ukuran
normal
normal
Rhinoskopi
Mukosa
Tenang
Tenang
anterior
Sekret
-
-
Krusta
-
-
Concha inferior
Eutrofi
Eutrofi
Septum deviasi
-
-
Polip/tumor
-
-
Pasase udara
+
+
Rhinoskopi
Mukosa
Tenang
Tenang
posterior
Koana
Terbuka
Terbuka
Sekret
-
-
Torus tubarius
Tenang
Tenang
Fossa
Tenang
Tenang
Rosenmuller
batas
NPOP
Bagian Kelainan
Keterangan
Mulut
Mukosa mulut
Tenang
Lidah
Bersih, basah, gerakan normal ke segala
Palatum molle
arah
Gigi geligi
Tenang, simetris
Ovula
Caries (+)
Halitosis
Simetris
(-)
Tonsil
Faring
Laring
Mukosa
Tenang
Besar
T1-T1
Kripta
-/-
Detritus
-/-
Perlengketan
(-/-)
Mukosa
Tidak hiperemis
Granula
Tidak ada
Post nasal drip
(-)
Epiglotis
Tenang, massa (-)
Kartilago
Tenang, massa (-)
aritenoid
Plika ariepiglotis
Tenang, massa (-)
Plika vestibularis
Tenang, massa (-)
Plika vokalis
Tenang, massa (-)
Cincin trachea
Tenang, massa (-)
Rima glottis
Terbuka cukup lebar
Maxillofacial
 Bentuk
: simetris
 Parese nervus cranialis
: (-)
Leher
 KGB : tidak teraba membesar
 Pembesaran thyroid (-)
 Massa atau abses (-)
 Kaku kuduk: (-)
DIAGNOSIS BANDING
 Otitis media supuratif kronis benigna auris sinistra dengan eksaserbasi
akut
 Otitis media supuratif kronis benigna auris sinistra dengan infeksi rekuren
DIAGNOSIS KERJA
Otitis media supuratif kronis benigna auris sinistra dengan eksaserbasi akut
USULAN PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan darah lengkap
 Tes garpu tala
 Tes audiometri
 Foto rontgen mastoid (Sculler)
 Kultur dan uji resistensi kuman
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi:
 Tidak boleh berenang dan telinga tidak boleh kemasukan air
 Tidak boleh mengkorek-korek telinga
 Meningkatkan daya tahan tubuh
 Bila demam atau pilek segera berobat
 Kontrol teratur
Farmakologi:
 Larutan H2O2 3% + obat tetes antibiotik dan kortikosteroid (jika masih ada
peradangan)
 Antibotik oral : Amoksisilin 3x250mg
 Jika sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah 2 bulan 
miringoplasti.
PROGNOSIS
 Quo ad vitam
: ad bonam
 Quo ad functionam
: dubia ad bonam
 Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Telinga
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membrana timpani. Daun telinga terdiri tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S. Telinga tengah berbentuk kubus terdiri dari 3 bagian
yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga dalam terdiri
dari koklea (rumah siput), vestibularis yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis.
Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan meatus akustikus eksterna. Aurikula
merupakan organ elinga luar yang menghimpun bunyi. Aurikula terdiri dari
tul.rawan kenyal yang tertutupi oleh kulit. Sedangkan maetus akustikus eksterna
(MAE) merupakan saluran yang mengantar gelombang bunyi ke membrana
tympanica. MAE meluas dari concha auricularis ke mambrana tympanica. Bagian
1/3 lateral pipa ini (berbentuk S), terdiri dari tulang rawan dan dilapisi oleh kulit
yang sinambung dengan lapis luar membrana tympanica.
Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus terdiri dari 3 bagian yaitu membran
timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga tengah terletak di dalam pars
petrosa ossis temporalis.
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus
eksternus. Letak membrana timpani pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih
horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10
mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian
terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars
placida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat
langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri
dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga
tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier
dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan
fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani
mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan
beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada
permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer
dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari
cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar
dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang
kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan
cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul
arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.
Kavun timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler
diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium
yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang
terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas cavum timpani:
Atas
: tegmen timpani
Dasar
: dinding vena jugularis dan promenensia styloid
Posterior
: mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal
Anterior
: dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani
Medial
: dinding labirin
Lateral
: membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan
dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan
membran timpani dengan forsmen ovale, sehingga suara dapat ditransmisikan ke
telinga dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.
Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,
manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang
menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas
korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus
sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus
lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior
dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup
foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan kavum
timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke anteroinferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan
bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak
anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan
kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi
ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk
plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus
faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan
kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.
Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang
berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini
lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,
sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani.
C. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri atas dua labirin. Yaitu labirin tulang terdiri atas
sejumlah rongga di dalam pars petrosus tulang temporal, yang menampung labirin
membranosa. Duktus semisirkularis berasal dari urtikulus sedangkan duktus
koklearis yang majemuk dibentuk dari sakulus. Pada masing-masing daerahh ini
epitel pelapisnya membentuk bagian struktur sensori khusus berupa makula dari
utrikulus dan sakulus, krista dari duktus semisirkularis dan organ corti dari duktus
koklearis.
Labirin tulang terdiri atas rongga–rongga dalam tulang temporal. Terdapat
rongga pusat yang tidak teratur yaitu vestibulum yang menampung sakulus dan
utrikulus. Dibelakangnnya tiga kanalis semisirkularis membungkus duktus
semisirkularis, sedangkan koklea yang mengarah ke anterolateral mengandung
duktus koklearis.
Labirin tulang berisikan perilimf, yang serupa dengan cairan ekstraseluler
lain dalam komposisi ionnya tetapi kadar proteinnya sangat rendah. Labirin
membranosa mengandung endolimf, yang ditandai kadar natriumnya yang rendah
dan kadar kaliumnya yang tinggi. Kadar protein endolimf rendah.
Otitis Media Supuratif Kronik
Definisi
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi
peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak
intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung
lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa
membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan
seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam
bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear
cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang
ireversibe.
Epidemiologi
Insidensi OMSK tampaknya tergantung pada ras dan faktor sosioekonomi.
OMSK lebih sering ditemukan pada orang Eskimo, Indian Amerika (Fairbanks,
1981), Alaska (Tschopp, 1977), anak-anak Aborigin Australia (McCafferty,
1977), dan kulit hitam Afrika Selatan (Meyrick, 1951).
Frekuensi
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari satu juta pemasangan saluran
ventilasi pada membran timpani sebagai penatalaksanaan terhadap otitis media
dan otitis media serosa, dan dilaporkan bahwa pada 1 – 3 % yang mendapatkan
pemasangan saluran ventilasi tersebut, akan mengalami OMSK. Selain itu,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi OMSK mencapai 39 kasus per
100.000 anak-anak dan remaja berusia 15 tahun ke bawah. Di Inggris, 0,9 % anakanak dan 0,5 % orang dewasa menderita OMSK. Sementara di Israel, hanya 0,039
% anak-anak yang terkena penyakit ini.
Beberapa penelitian yang berupaya menunjukkan hubungan antara
frekuensi penyakit dengan pendidikan orang tua, perokok pasif, pola menyusui,
status sosioekonomi, dan jumlah infeksi saluran pernafasan atas dalam setahun,
tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Ras
Beberapa populasi ras tertentu memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita
OMSK.
Orang
Indian
Amerika
dan
Eskimo
menunjukkan
kecenderungan peningkatan risiko untuk terkena infeksi ini. Sekitar 8 % orang
Indian Amerika dan hingga 12 % orang Eskimo menderita OMSK. Anatomi dan
fisiologi tuba Eustachius memiliki peran penting pada peningkatan risiko ini.
Tuba Eustachius pada kedua populasi tersebut lebih lebar dan lebih terbuka
dibandingkan dengan populasi lainnya, sehingga mereka lebih berisiko untuk
mengalami refluks bakteri melalui nasal yang biasa terjadi pada OMA yang dapat
berkembang lebih lanjut menjadi OMSK. Selain kedua populasi tersebut, populasi
lainnya yang memiliki peningkatan risiko terkena OMSK adalah anak-anak dari
Guam, Hong Kong, Afrika Selatan, dan Kepulauan Solomon.
Jenis Kelamin
Prevalensi OMSK tampaknya terbagi rata antara pria dan wanita, sehingga
diduga penyakit ini tidak memiliki kecenderungan untuk diderita oleh jenis
kelamin tertentu.
Usia
Prevalensi yang tepat dari OMSK terhadap berbagai kelompok usia belum
diketahui secara pasti. Namun beberapa penelitian menunjukan insidensi tahunan
OMSK mencapai 39 kasus per 100.000 anak-anak dan remaja berusia 15 tahun ke
bawah.
Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti
hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani
menetap pada OMSK:

Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.

Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.

Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.

Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan
yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga
mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif
menjadi kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau
perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
Jenis bakteri penyebab OMSK berbeda dengan jenis bakteri penyebab
OMA. Organisme yang biasa ditemukan pada OMSK meliputi Pseudomonas
aeruginosa, spesies Proteus, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,
difteroid, dan infeki anaerobik campuran. Bakteri anaerob dan jamur dapat pula
berkembang bersama dengan bakteri aerob secara simbiotik.
Pseudomonas aeruginosa merupakan penyebab tersering yang ditemukan
pada OMSK. Berbagai ahli selama beberapa dekade terakhir menemukan bakteri
ini pada 48 – 98 % pasien dengan OMSK. Stafilokokus aureus merupakan
organisme tersering kedua; data menunjukkan bahwa bakteri ini ditemukan pada
15 – 30 % pasien dengan OMSK. OMSK juga disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri gram negatif. Bakteri spesies Klebsiella (10 – 21 %) dan Proteus (10 – 15
%) sering ditemukan sedikit lebih pada OMSK dibandingkan dengan bakteri gram
negatif lainnya.
Patofisiologi
OMSK timbul sebagai kelanjutan dari infeksi akut yang berulang.
Patofisiologi OMSK diawali dengan iritasi dan inflamasi subsekuen pada mukosa
telinga tengah. Respon inflamasi menyebabkan edema mukosa. Proses
peradangan yang berlangsung pada akhirnya menyebabkan ulserasi mukosa dan
kerusakan epitel. Upaya tubuh untuk menanggulangi infeksi atau peradangan
menghasilkan jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi polip dalam
rongga telinga tengah. Siklus inflamasi, ulserasi, infeksi, dan pembentukan
jaringan granulasi dapat terus berlanjut, sehingga menyebabkan kerusakan tulang
di sekitarnya dan akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi dari OMSK.
Walaupun belum terbukti, kepentingan hubungan antara bakteri anaerob
dengan bakteri aerob pada OMSK diduga meningkatkan virulensi infeksi ketika
kedua jenis bakteri tersebut berkembang di telinga tengah. Dengan memahami
mikrobiologi penyakit ini, ahli kesehatan dapat mengembangkan suatu rencana
penatalaksanaan dengan efikasi terbaik dan morbiditas terendah.
Klasifikasi
OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna (tipe
mukosa = tipe aman) dan OMSK tipe ”maligna” (tipe tulang = tipe bahaya).
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar, dikenal juga OMSK aktif dan OMSK
tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya
terlihat basah atau kering.
Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja,
dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral (lihat Gambar
2.1). Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma.
Otitis media supuratif kronik tipe maligna ialah OMSK yang disertai
dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau
OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di
atik, terkadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya timbul pada OMSK tipe maligna.
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-kadang sub total.
Perforasi membran timpani pars tensa / sentralis
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.
Kolesteatoma pars flasida
Perforasi membran timpani dengan secret nanah
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar. Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat
tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa.
Pembesaran kolesteatoma menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi,
kolesteatoma ini akan mendesak dan menekan organ disekitarnya serta
menimbulkan nekrosis pada tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang
diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan
bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti
labirinitis, meningitis dan abses otak.
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis :
1.
Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan
ditemukan pada telinga dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus
mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin
angle. Sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
2.
Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi
atas dua:
a.
Kolesteatoma akuisital primer.
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari
membran timpani pars flasida karena adanya tekanan negatif di telinga
tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).
b. Kolesteatoma akuisital sekunder.
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori imigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi).
Gejala Klinis
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang
sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran
timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK
stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas
unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri
mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK
tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Apabila diperlukan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan.
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis OMSK melalui anamenis, maka pemeriksa
perlu menanyakan / mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Sekret keluar dari telinga tengah, baik terus-menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
2. Gangguan pendengaran pada telinga yang terkena.
3. Riwayat OMA rekuren, perforasi karena trauma, atau pemasangan saluran
ventilasi.
4. Adanya demam, vertigo, atau nyeri dapat menunjukkan adanya komplikasi
intratemporal atau intrakranial.
5. Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya kolesteatoma.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Kanalis akustikus eksterna dapat terlihat edema dan biasanya tampak
keras.
2. Sekret dapat berupa encer atau kental, bening atau berupa nanah.
3. Perforasi membran timpani.
4. Adanya jaringan granulasi yang terlihat pada kanalis media atau rongga
telinga tengah.
5. Mukosa telinga tengah yang terlihat melalui perforasi membran timpani,
dapat terlihat edema atau polipoid, pucat atau edema.
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
-
Penatalaksanaan OMSK dapat dilakukan tanpa pemeriksaan
laboratorium.
-
Sebelum terapi sistemik dilakukan, pemeriksaan kultur harus
dilakukan untuk mengetahui sensitifitas.

Pencitraan
-
CT Scan
1.
Jika OMSK tidak responsif terhadap terapi medikamentosa,
maka CT scan terhadap tulang temporal dapat memberikan
penjelasan. Alasan yang mungkin terjadi pada kegagalan
terapi termasuk kolesteatoma atau adanya benda asing.
2.
CT scan perlu dilakukan apabila pemeriksa curiga adanya
proses
neoplastik
pada
telinga
tengah
atau
untuk
mengantisipasi komplikasi intratemporal atau intrakranial.
3.
CT scan dapat menunjukkan adanya erosi tulang akibat
kolesteatoma, erosi osikular, keterlibatan apeks petrosus,
mastoiditis koalesen, erosi saluran Fallopi, dan abses
subperiosteal.
-
MRI
1.
Lakukan pemeriksaan MRI pada tulang temporal dan otak jika
diduga adanya komplikasi intratemporal atau intrakranial.
2.
MRI pun dapat menunjukkan adanya peradangan dura,
trombosis sinus sigmoid, labirintitis, serta abses bakteri,
ekstradural, dan intrakranial.

Lain-lain
-
Audiogram sebaiknya juga dilakukan. Pada pasien dengan OMSK,
pasien diduga akan menderita tuli konduktif. Namun jika pasien
menderita tuli campuran, maka hal ini menunjukkan penyakit
tersebut berada dalam keadaan lebih ekstensif, sehingga pemeriksa
harus sadar terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi,
dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
Medikamentosa
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan
medikamentosa.
1. Pemberian antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif
lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik
dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif
yang dikombinasi dengan pembersihan telinga.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat
ini
bersifat
bakterisid
terhadap
kuman
gram
negatif,
Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram
positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya :
Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan
Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
2. Pemberian antibiotik sistemik
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung
kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya
golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba
yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak
menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah.
Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat
derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat
diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16
tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan
seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum
pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat
diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK
aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4
minggu.
Pembedahan
Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah dibservasi
selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau
terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,
mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.
Prinsip
terapi
OMSK
tipe
maligna
adalah
pembedahan,
yaitu
mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Indikasi pembedahan pada OMSK adalah sebagai berikut:

Perforasi yang bertahan lebih dari 6 minggu.

Otore yang berlangsung lebih dari 6 minggu setelah menggunakan antibiotik.

Pembentukan kolesteatoma.

Bukti radiografi adanya mastoiditis kronis.
Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau
kolesteatoma, sarana yang tersedia, serta pengalaman operator. Beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy).
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan pembersihan
ruang mastoid dari jaringan patologis. Tujuannya ialah agar infeksi tenang dan
telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini, fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal.
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau
kolesteatoma yang sudah meluas, Pada operasi ini, rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patologis. Dinding batas antara lubang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah
untuk membuang semua jaringan patologis dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur
hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol agar tidak terjadi
infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat
pendidikan atau karir pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering
permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar lubang telinga menjadi
lebar.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi. (Operasi Bondy).
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan
dinding posterior lubang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk
membuang semua jaringan patologis dari rongga mastoid, dan mempertahankan
pendengaran yang masih ada.
Terapi operatif lain yang menyertai mastoidektomi yaitu timpanoplasti.
Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut.
1. Miringoplasti.
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrana
timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah
pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Opearasi ini dilakukan
pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh perforasi membran timpani.
2. Timpanoplasti.
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit
serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini, dilakukan rekonstruksi membran timpani dan rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang
dilakukan, maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum
rekonstruksi dikerjakan, dilakukan terlebih dahulu eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak
jarang operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 – 12 bulan.
3. Pendekatan kombinasi timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty).
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada
kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi
yang luas. Tujuannya ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan
dinding posterior lubang telinga).
Pembersihan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani,
dikerjakan melalui dua jalan (combined approach), yaitu melalui lubang telinga
dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini
pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi
kolesteatoma kambuh kembali.
Komplikasi
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi
untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan
dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe benigna pun dapat meyebabkan suatu
komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika
mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang, Pemberian obat-obat itu sering
menyebabkan gejala clan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kabur. Hal tersebut
menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan
komplikasi ini.
Penyebaran penyakit
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga
tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di
sekitarnya. Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti
mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada
sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini
runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan
menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak
berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka akan
menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan
menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses
otak.
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan
granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut
penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada
kasus, yang kronis, penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah
melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus
internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.
Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran
suatu infeksi telinga tengah ke intrakranial.
Diagnosis komplikasi yang mengancam
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga
merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan
pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak
berhentinya otorea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai
kemungkinan terjadinya komplikasi, Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri
kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk
(drowsiness), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.
Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual,
muntah yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi
diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret
berhenti keluar hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung.
Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan
rusaknya dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan
CT Scan. Terdapatnya erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan
memerlukan tindakan operasi segera. CT scan berfaedah untuk menentukan letak
anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif.
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten
dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media
akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi
akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten membrane timpani
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi:
A. Komplikasi intratemporal
1. Komplikasi di telinga tengah
paresis nervus fasialis
kerusakan tulang pendengaran
perforasi membrane timpani
2. Komplikasi ke rongga mastoid
petrositis
mastoiditis koalesen
3. Komplikasi ke telinga dalam
-
Labirintis
-
Tuli saraf/ sensorineural
B. Komplikasi ekstratemporal
1. Komplikasi intracranial
-
Abses ekstradura
-
Abses subdural
-
Abses otak
-
Meningitis
-
Tromboflebitis sinus lateralis
-
Hidrosefalus otikus
2. Komplikasi ekstrakranial
-
Abses retroaurikular
-
Abses Bezold’s
-
Abses zigomatikus
Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:
A. Komplikasi intratemporal
-
Perforasi membrane timpani
-
Mastoiditis akut
-
Paresis nervus fasialis
-
Labirintis
-
Petrositis
B. Komplikasi ektratemporal
-
Abses subperiosteal
C. Komplikasi intracranial
-
Abses otak
-
Tromboflebitis
-
Hidrosefalus otikus
-
Empiema subdural
-
Abses subdural/ekstradura
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus
melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4th Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 1999
2.
Djaafar, Z.A. 2004. Kelainan Telinga Tengah. Dalam E.A. Soepardi dan N.
Iskandar, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala
Leher. Edisi V Cetakan IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3.
Jackler, R.K.; Kaplan, M.J. 2002. Ear, Nose, & Throat. Dalam L.M. Tierney,
Jr., S.J. McPhee, dan M.A. Papadakis; Current Medical Diagnosis & Treatment
2002. San Fransisco: Lange Medical Books / McGraw-Hill.
4.
Parry, D.; Roland, P.S. 2005. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical
Treatment. www.emedicine.com
5.
Jain, A.; Knight, J.R. 2003. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Surgical
Treatment. www.emedicine.com
6.
Jones, M.; Wilson, L. 2004. Otitis Media. www.emedicine.com
Download