CASE REPORT SESSION OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS Disusun Oleh: Harum Binar Metrikasanti Megawati Risya Ratu Rivai Preseptor : dr. H. Iwan Tatang., SpTHT-KL BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL-IHSAN BANDUNG 2014 Identitas Pasien Nama : An. Wawan Usia : 12 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Baleendah Pendidikan : SD Pekerjaan : Pelajar Tanggal Periksa : 21 Oktober 2014 Anamnesis Keluhan utama : Keluar cairan dari telinga kiri Anamnesa khusus : Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri yang berwarna kuning, kental, dan berbau amis. Keluhan sudah berlangsung selama 3 hari. Cairan tersebut sering keluar ketika beraktivitas maupun tidur. Keluhan disertai dengan demam dan pilek. Keluhan disertai dengan telinga berdenging dan penurunan pendengaran. Telinga terasa penuh atau sakit pada telinga disangkal pasien. Pasien tidak mengeluhkan bersin-bersin tiap pagi. Pasien menyangkal adanya sakit menelan sebelumnya. Sejak 2 tahun yang lalu pasien sering mengalami keluhan yang sama dengan cairan yang keluar berwana jernih yang lama kelamaan menjadi kuning. Keluhan tersebut muncul setiap pasien mengalami demam dan pilek. Riwayat sering mengalami pilek lama dan jarang berobat diakui pasien. Riwayat sering mengkorek-korek telinga dan sering berenang diakui pasien. Pasien dan keluarganya tidak memiliki alergi terhadap makanan, cuaca, obat, atau asma. Pasien juga tidak pernah mengalami trauma sebelumnya. Pasien sempat berobat ke puskesmas untuk keluhan tersebut dan diberikan obat tetes telinga namun keluhan tidak membaik. Pemeriksaan fisik - Keadaan Umum : Sakit ringan - Kesadaran : Compos Mentis dan kooperatif - Tanda-tanda Vital: dalam batas normal - Pemeriksaan Fisik : cor, pulmo, abdomen, dan extremitas tidak dilakukan. Status Generalis Kepala : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba Thorax : Bentuk dan Gerak simetris Paru : Sonor, VBS ki=ka, ronchi -/-, wheezing -/- Jantung : BJ murni reguler Abdomen : Datar, lembut, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-, deformitas (-) Neurologis : tidak diperiksa STATUS LOKALIS Telinga Hidung Nasal Pemeriksaan Keadaan Luar Dextra Sinistre Bentuk & Dalam batas Dalam ukuran normal normal Rhinoskopi Mukosa Tenang Tenang anterior Sekret - - Krusta - - Concha inferior Eutrofi Eutrofi Septum deviasi - - Polip/tumor - - Pasase udara + + Rhinoskopi Mukosa Tenang Tenang posterior Koana Terbuka Terbuka Sekret - - Torus tubarius Tenang Tenang Fossa Tenang Tenang Rosenmuller batas NPOP Bagian Kelainan Keterangan Mulut Mukosa mulut Tenang Lidah Bersih, basah, gerakan normal ke segala Palatum molle arah Gigi geligi Tenang, simetris Ovula Caries (+) Halitosis Simetris (-) Tonsil Faring Laring Mukosa Tenang Besar T1-T1 Kripta -/- Detritus -/- Perlengketan (-/-) Mukosa Tidak hiperemis Granula Tidak ada Post nasal drip (-) Epiglotis Tenang, massa (-) Kartilago Tenang, massa (-) aritenoid Plika ariepiglotis Tenang, massa (-) Plika vestibularis Tenang, massa (-) Plika vokalis Tenang, massa (-) Cincin trachea Tenang, massa (-) Rima glottis Terbuka cukup lebar Maxillofacial Bentuk : simetris Parese nervus cranialis : (-) Leher KGB : tidak teraba membesar Pembesaran thyroid (-) Massa atau abses (-) Kaku kuduk: (-) DIAGNOSIS BANDING Otitis media supuratif kronis benigna auris sinistra dengan eksaserbasi akut Otitis media supuratif kronis benigna auris sinistra dengan infeksi rekuren DIAGNOSIS KERJA Otitis media supuratif kronis benigna auris sinistra dengan eksaserbasi akut USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan darah lengkap Tes garpu tala Tes audiometri Foto rontgen mastoid (Sculler) Kultur dan uji resistensi kuman PENATALAKSANAAN Non Farmakologi: Tidak boleh berenang dan telinga tidak boleh kemasukan air Tidak boleh mengkorek-korek telinga Meningkatkan daya tahan tubuh Bila demam atau pilek segera berobat Kontrol teratur Farmakologi: Larutan H2O2 3% + obat tetes antibiotik dan kortikosteroid (jika masih ada peradangan) Antibotik oral : Amoksisilin 3x250mg Jika sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah 2 bulan miringoplasti. PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam Quo ad sanationam : dubia ad bonam TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Telinga Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrana timpani. Daun telinga terdiri tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S. Telinga tengah berbentuk kubus terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput), vestibularis yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan meatus akustikus eksterna. Aurikula merupakan organ elinga luar yang menghimpun bunyi. Aurikula terdiri dari tul.rawan kenyal yang tertutupi oleh kulit. Sedangkan maetus akustikus eksterna (MAE) merupakan saluran yang mengantar gelombang bunyi ke membrana tympanica. MAE meluas dari concha auricularis ke mambrana tympanica. Bagian 1/3 lateral pipa ini (berbentuk S), terdiri dari tulang rawan dan dilapisi oleh kulit yang sinambung dengan lapis luar membrana tympanica. Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga tengah terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis. Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Letak membrana timpani pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm. Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars placida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa. Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna. Kavun timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya. Batas cavum timpani: Atas : tegmen timpani Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani Medial : dinding labirin Lateral : membrana timpani Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan forsmen ovale, sehingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam. Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal. Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan kavum timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke anteroinferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani. C. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri atas dua labirin. Yaitu labirin tulang terdiri atas sejumlah rongga di dalam pars petrosus tulang temporal, yang menampung labirin membranosa. Duktus semisirkularis berasal dari urtikulus sedangkan duktus koklearis yang majemuk dibentuk dari sakulus. Pada masing-masing daerahh ini epitel pelapisnya membentuk bagian struktur sensori khusus berupa makula dari utrikulus dan sakulus, krista dari duktus semisirkularis dan organ corti dari duktus koklearis. Labirin tulang terdiri atas rongga–rongga dalam tulang temporal. Terdapat rongga pusat yang tidak teratur yaitu vestibulum yang menampung sakulus dan utrikulus. Dibelakangnnya tiga kanalis semisirkularis membungkus duktus semisirkularis, sedangkan koklea yang mengarah ke anterolateral mengandung duktus koklearis. Labirin tulang berisikan perilimf, yang serupa dengan cairan ekstraseluler lain dalam komposisi ionnya tetapi kadar proteinnya sangat rendah. Labirin membranosa mengandung endolimf, yang ditandai kadar natriumnya yang rendah dan kadar kaliumnya yang tinggi. Kadar protein endolimf rendah. Otitis Media Supuratif Kronik Definisi OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibe. Epidemiologi Insidensi OMSK tampaknya tergantung pada ras dan faktor sosioekonomi. OMSK lebih sering ditemukan pada orang Eskimo, Indian Amerika (Fairbanks, 1981), Alaska (Tschopp, 1977), anak-anak Aborigin Australia (McCafferty, 1977), dan kulit hitam Afrika Selatan (Meyrick, 1951). Frekuensi Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari satu juta pemasangan saluran ventilasi pada membran timpani sebagai penatalaksanaan terhadap otitis media dan otitis media serosa, dan dilaporkan bahwa pada 1 – 3 % yang mendapatkan pemasangan saluran ventilasi tersebut, akan mengalami OMSK. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi OMSK mencapai 39 kasus per 100.000 anak-anak dan remaja berusia 15 tahun ke bawah. Di Inggris, 0,9 % anakanak dan 0,5 % orang dewasa menderita OMSK. Sementara di Israel, hanya 0,039 % anak-anak yang terkena penyakit ini. Beberapa penelitian yang berupaya menunjukkan hubungan antara frekuensi penyakit dengan pendidikan orang tua, perokok pasif, pola menyusui, status sosioekonomi, dan jumlah infeksi saluran pernafasan atas dalam setahun, tidak memberikan hasil yang memuaskan. Ras Beberapa populasi ras tertentu memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita OMSK. Orang Indian Amerika dan Eskimo menunjukkan kecenderungan peningkatan risiko untuk terkena infeksi ini. Sekitar 8 % orang Indian Amerika dan hingga 12 % orang Eskimo menderita OMSK. Anatomi dan fisiologi tuba Eustachius memiliki peran penting pada peningkatan risiko ini. Tuba Eustachius pada kedua populasi tersebut lebih lebar dan lebih terbuka dibandingkan dengan populasi lainnya, sehingga mereka lebih berisiko untuk mengalami refluks bakteri melalui nasal yang biasa terjadi pada OMA yang dapat berkembang lebih lanjut menjadi OMSK. Selain kedua populasi tersebut, populasi lainnya yang memiliki peningkatan risiko terkena OMSK adalah anak-anak dari Guam, Hong Kong, Afrika Selatan, dan Kepulauan Solomon. Jenis Kelamin Prevalensi OMSK tampaknya terbagi rata antara pria dan wanita, sehingga diduga penyakit ini tidak memiliki kecenderungan untuk diderita oleh jenis kelamin tertentu. Usia Prevalensi yang tepat dari OMSK terhadap berbagai kelompok usia belum diketahui secara pasti. Namun beberapa penelitian menunjukan insidensi tahunan OMSK mencapai 39 kasus per 100.000 anak-anak dan remaja berusia 15 tahun ke bawah. Etiologi Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis. Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan 2. Genetik 3. Otitis media sebelumnya. 4. Infeksi 5. Infeksi saluran nafas atas 6. Autoimun 7. Alergi 8. Gangguan fungsi tuba eustachius. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK: Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain : 1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang. a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. 5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid. 6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh. Jenis bakteri penyebab OMSK berbeda dengan jenis bakteri penyebab OMA. Organisme yang biasa ditemukan pada OMSK meliputi Pseudomonas aeruginosa, spesies Proteus, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, difteroid, dan infeki anaerobik campuran. Bakteri anaerob dan jamur dapat pula berkembang bersama dengan bakteri aerob secara simbiotik. Pseudomonas aeruginosa merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada OMSK. Berbagai ahli selama beberapa dekade terakhir menemukan bakteri ini pada 48 – 98 % pasien dengan OMSK. Stafilokokus aureus merupakan organisme tersering kedua; data menunjukkan bahwa bakteri ini ditemukan pada 15 – 30 % pasien dengan OMSK. OMSK juga disebabkan oleh berbagai jenis bakteri gram negatif. Bakteri spesies Klebsiella (10 – 21 %) dan Proteus (10 – 15 %) sering ditemukan sedikit lebih pada OMSK dibandingkan dengan bakteri gram negatif lainnya. Patofisiologi OMSK timbul sebagai kelanjutan dari infeksi akut yang berulang. Patofisiologi OMSK diawali dengan iritasi dan inflamasi subsekuen pada mukosa telinga tengah. Respon inflamasi menyebabkan edema mukosa. Proses peradangan yang berlangsung pada akhirnya menyebabkan ulserasi mukosa dan kerusakan epitel. Upaya tubuh untuk menanggulangi infeksi atau peradangan menghasilkan jaringan granulasi yang dapat berkembang menjadi polip dalam rongga telinga tengah. Siklus inflamasi, ulserasi, infeksi, dan pembentukan jaringan granulasi dapat terus berlanjut, sehingga menyebabkan kerusakan tulang di sekitarnya dan akhirnya menyebabkan berbagai komplikasi dari OMSK. Walaupun belum terbukti, kepentingan hubungan antara bakteri anaerob dengan bakteri aerob pada OMSK diduga meningkatkan virulensi infeksi ketika kedua jenis bakteri tersebut berkembang di telinga tengah. Dengan memahami mikrobiologi penyakit ini, ahli kesehatan dapat mengembangkan suatu rencana penatalaksanaan dengan efikasi terbaik dan morbiditas terendah. Klasifikasi OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman) dan OMSK tipe ”maligna” (tipe tulang = tipe bahaya). Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar, dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering. Proses peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral (lihat Gambar 2.1). Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatoma. Otitis media supuratif kronik tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik, terkadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya timbul pada OMSK tipe maligna. 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan posterosuperior, kadang-kadang sub total. Perforasi membran timpani pars tensa / sentralis 2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. Kolesteatoma pars flasida Perforasi membran timpani dengan secret nanah Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya kuman, yang paling sering adalah Pseudomonas aeruginosa. Pembesaran kolesteatoma menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi, kolesteatoma ini akan mendesak dan menekan organ disekitarnya serta menimbulkan nekrosis pada tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak. Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis : 1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membrana timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle. Sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf. 2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas dua: a. Kolesteatoma akuisital primer. Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flasida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi). b. Kolesteatoma akuisital sekunder. Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatoma terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori imigrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi). Gejala Klinis 1. Telinga Berair (Otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis. 2. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat. 3. Otalgia (Nyeri Telinga) Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis. 4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Tanda Klinis Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna: 1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular 2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani. 3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom) 4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom. Diagnosis Diagnosis OMSK ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Apabila diperlukan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Anamnesis Untuk menegakkan diagnosis OMSK melalui anamenis, maka pemeriksa perlu menanyakan / mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1. Sekret keluar dari telinga tengah, baik terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. 2. Gangguan pendengaran pada telinga yang terkena. 3. Riwayat OMA rekuren, perforasi karena trauma, atau pemasangan saluran ventilasi. 4. Adanya demam, vertigo, atau nyeri dapat menunjukkan adanya komplikasi intratemporal atau intrakranial. 5. Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya kolesteatoma. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, akan ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Kanalis akustikus eksterna dapat terlihat edema dan biasanya tampak keras. 2. Sekret dapat berupa encer atau kental, bening atau berupa nanah. 3. Perforasi membran timpani. 4. Adanya jaringan granulasi yang terlihat pada kanalis media atau rongga telinga tengah. 5. Mukosa telinga tengah yang terlihat melalui perforasi membran timpani, dapat terlihat edema atau polipoid, pucat atau edema. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium - Penatalaksanaan OMSK dapat dilakukan tanpa pemeriksaan laboratorium. - Sebelum terapi sistemik dilakukan, pemeriksaan kultur harus dilakukan untuk mengetahui sensitifitas. Pencitraan - CT Scan 1. Jika OMSK tidak responsif terhadap terapi medikamentosa, maka CT scan terhadap tulang temporal dapat memberikan penjelasan. Alasan yang mungkin terjadi pada kegagalan terapi termasuk kolesteatoma atau adanya benda asing. 2. CT scan perlu dilakukan apabila pemeriksa curiga adanya proses neoplastik pada telinga tengah atau untuk mengantisipasi komplikasi intratemporal atau intrakranial. 3. CT scan dapat menunjukkan adanya erosi tulang akibat kolesteatoma, erosi osikular, keterlibatan apeks petrosus, mastoiditis koalesen, erosi saluran Fallopi, dan abses subperiosteal. - MRI 1. Lakukan pemeriksaan MRI pada tulang temporal dan otak jika diduga adanya komplikasi intratemporal atau intrakranial. 2. MRI pun dapat menunjukkan adanya peradangan dura, trombosis sinus sigmoid, labirintitis, serta abses bakteri, ekstradural, dan intrakranial. Lain-lain - Audiogram sebaiknya juga dilakukan. Pada pasien dengan OMSK, pasien diduga akan menderita tuli konduktif. Namun jika pasien menderita tuli campuran, maka hal ini menunjukkan penyakit tersebut berada dalam keadaan lebih ekstensif, sehingga pemeriksa harus sadar terhadap komplikasi yang mungkin terjadi. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas : 1. Konservatif 2. Operasi Medikamentosa Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. 1. Pemberian antibiotik topikal Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Bubuk telinga yang digunakan seperti : a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine b. Terramycin. c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah : 1. Polimiksin B atau polimiksin E Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. 2. Neomisin Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga. 3. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid 2. Pemberian antibiotik sistemik Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah. Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida E. coli : Ampisilin atau sefalosforin S. Aureus Anti-stafilikokus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida B. fragilis : Klindamisin Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik (sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu. Pembedahan Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah dibservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Indikasi pembedahan pada OMSK adalah sebagai berikut: Perforasi yang bertahan lebih dari 6 minggu. Otore yang berlangsung lebih dari 6 minggu setelah menggunakan antibiotik. Pembentukan kolesteatoma. Bukti radiografi adanya mastoiditis kronis. Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatoma, sarana yang tersedia, serta pengalaman operator. Beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy). Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini, dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologis. Tujuannya ialah agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini, fungsi pendengaran tidak diperbaiki. b. Mastoidektomi radikal. Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas, Pada operasi ini, rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologis. Dinding batas antara lubang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi ini ialah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus datang dengan teratur untuk kontrol agar tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali sehingga dapat menghambat pendidikan atau karir pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatal plasty yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus luar lubang telinga menjadi lebar. c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi. (Operasi Bondy). Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior lubang telinga direndahkan. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologis dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Terapi operatif lain yang menyertai mastoidektomi yaitu timpanoplasti. Adapun pembahasannya adalah sebagai berikut. 1. Miringoplasti. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membrana timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Opearasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. 2. Timpanoplasti. Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini, dilakukan rekonstruksi membran timpani dan rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan, maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan, dilakukan terlebih dahulu eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6 – 12 bulan. 3. Pendekatan kombinasi timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty). Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuannya ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior lubang telinga). Pembersihan kolesteatoma dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui dua jalan (combined approach), yaitu melalui lubang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli, karena sering terjadi kolesteatoma kambuh kembali. Komplikasi Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis, mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe benigna pun dapat meyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang, Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala clan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kabur. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini. Penyebaran penyakit Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak. Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi akan terbentuk. Pada otitis media supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus, yang kronis, penyebaran melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik. Dari gejala dan tanda yang ditemukan, dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu infeksi telinga tengah ke intrakranial. Diagnosis komplikasi yang mengancam Pengenalan yang baik terhadap perkembangan suatu penyakit telinga merupakan prasyarat untuk mengetahui timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otorea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi, Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk (drowsiness), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah yang proyektil serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi intrakranial. Pada OMSK, tanda-tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah sekret berhenti keluar hal ini menandakan adanya sekret purulen yang terbendung. Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan rusaknya dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT Scan. Terdapatnya erosi tulang merupakan tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT scan berfaedah untuk menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut: A. Komplikasi ditelinga tengah : 1. Perforasi persisten membrane timpani 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis nervus fasial B. Komplikasi telinga dalam 1. Fistel labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf ( sensorineural) C. Komplikasi ekstradural 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis D. Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Meningitis 2. Abses otak 3. Hindrosefalus otitis Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi: A. Komplikasi intratemporal 1. Komplikasi di telinga tengah paresis nervus fasialis kerusakan tulang pendengaran perforasi membrane timpani 2. Komplikasi ke rongga mastoid petrositis mastoiditis koalesen 3. Komplikasi ke telinga dalam - Labirintis - Tuli saraf/ sensorineural B. Komplikasi ekstratemporal 1. Komplikasi intracranial - Abses ekstradura - Abses subdural - Abses otak - Meningitis - Tromboflebitis sinus lateralis - Hidrosefalus otikus 2. Komplikasi ekstrakranial - Abses retroaurikular - Abses Bezold’s - Abses zigomatikus Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut: A. Komplikasi intratemporal - Perforasi membrane timpani - Mastoiditis akut - Paresis nervus fasialis - Labirintis - Petrositis B. Komplikasi ektratemporal - Abses subperiosteal C. Komplikasi intracranial - Abses otak - Tromboflebitis - Hidrosefalus otikus - Empiema subdural - Abses subdural/ekstradura Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan: 1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak 2. Menembus selaput otak. 3. Masuk kejaringan otak. DAFTAR PUSTAKA 1. Moore, Keith L. Clinically Oriented Anatomy 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 1999 2. Djaafar, Z.A. 2004. Kelainan Telinga Tengah. Dalam E.A. Soepardi dan N. Iskandar, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi V Cetakan IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 3. Jackler, R.K.; Kaplan, M.J. 2002. Ear, Nose, & Throat. Dalam L.M. Tierney, Jr., S.J. McPhee, dan M.A. Papadakis; Current Medical Diagnosis & Treatment 2002. San Fransisco: Lange Medical Books / McGraw-Hill. 4. Parry, D.; Roland, P.S. 2005. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment. www.emedicine.com 5. Jain, A.; Knight, J.R. 2003. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Surgical Treatment. www.emedicine.com 6. Jones, M.; Wilson, L. 2004. Otitis Media. www.emedicine.com