Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Faktor Lainnya Dengan Asupan Vitamin C Pada Mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia Angkatan 2013 Tahun 2014 Nurfida Fadhia, Endang Laksminingsih Achadi Program Studi Gizi, Faklutas Kesehatan Masyarakat [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas hubungan pengetahuan gizi dan faktor lainnya dengan asupan vitamin C. Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional dengan total sampel 290. Penelitian ini dilakukan di Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan sasaran mahasiswa RIK UI angkatan 2013 pada tahun 2014. Analisis hubungan menggunakan chi square, uji t independen, dan regresi logistik ganda. Hasil yang didapat adalah sebanyak 62,4 % mahasiswa tidak mencukupi kebutuhan vitamin C perhari dan faktor yang berhubungan secara bermakna adalah konsumsi buah dan sayur, uang saku, dan konsumsi suplemen vitamin C. Tetapi tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, jenis kelamin, perilaku diet, ketersediaan buah dan sayur, dan durasi menonton televisi. Faktor dominan pada penelitian ini adalah konsumsi suplemen vitamin C. Abstract This paper discusses about the relationship of nutrition knowledge and other factors with vitamin C intake. This study used a cross-sectional design with 290 of total sample and was conducted in Science Health of Universitas Indonesia and the target is college student batch 2013, Science Health of UI in 2014. Analyse used chi square, independent t-test, and multiple logistic regression. The result were 62,4 % of college student do not meet their recommended daily intake of vitamin C and the factors that significantly associated are fruit and vegetable consumption, pocket money, and consumption of vitamin C supplement. No significant relationship with nutrition knowledge, breakfast habits, gender, dieting, fruit and vegetable availability, and duration of television viewing. The dominant factor in this study was consumption of vitamin C supplement. Keyword : vitamin C, intake, supplement, fruit, vegetable, pocket money Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Pendahuluan Vitamin C merupakan vitamin larut air yang tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia, sehingga asupan dari luar sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan vitamin C. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan pendarahan pada gusi, pinpoint hemoragik, atau penghambatan pada penyembuhan luka (Whitney & Rolfes, 2008). Defisiensi vitamin C atau kekurangan vitamin C terjadi baik di dunia ataupun di Indonesia. Seperti penelitian tahun 2011 yang dilakukan pada kelompok dewasa Brazil berdasarkan Brazilian National Dietary Survey (NDS), sebanyak 45 % laki-laki dan sekitar 37 % perempuan mengasup vitamin C kurang dari kebutuhan (Araujo, et al. 2013). Di India Utara pada kelompok perempuan berusia lebih dari 18 tahun, prevalensi asupan vitamin C tidak adekuat sebesar 20,7% (Malhotra & Passi, 2007). Di Indonesia sendiri, seperti pada penelitian yang dilakukan pada mahasiswa TPB-IPB tahun 2007 menunjukkan sebanyak 45,8 % responden mengonsumsi vitamin C kurang dari kecukupan ( Siahaan, 2007). Berbagai faktor dapat berhubungan dengan asupan vitamin C seperti konsumsi buah dan sayur, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, konsumsi suplemen vitamin C, uang saku, jenis kelamin, perilaku merokok, perilaku diet, ketersediaan buah dan sayur, dan durasi menonton televisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan hubungan faktor-faktor tersebut dengan asupan vitamin C pada mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia (RIK UI) angkatan 2013. Tinjauan Teoritis Vitamin C merupakan vitamin yang penting bagi tubuh karena berperan dalam berbagai proses dalam tubuh karena vitamin C memiliki fungsi antara lain sebagai antioksidan, membentuk dan mempertahankan kolagen, dan membantu penyerapan zat besi (Wardlaw & Hampl, 2007; Whitney & Rolfes, 2008). Vitamin C dikenal dengan istilah antiscorbutic ( anti = melawan, scorbutic = penyebab scurvy) pada pertengahan abad ke 17 karena vitamin C dalam lime dapat menyembuhkan penyakit scurvy atau skorbut yang dialami para pelayar pada abad tersebut dan baru berubah menjadi asam askorbat sekitar 200 tahun kemudian (Whitney & Rolfes, 2008). Penyerapan, Transportasi, Penyimpanan, Dan Pengeluaran Vitamin C Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Penyerapan vitamin C terjadi di usus kecil dengan bantuan transport aktif sodium-dependen pada membran brush border dan sodium-independen pada membran basolateral sedangkan penyerapan dehidroaskorbat oleh difusi terfasilitasi pada mukosa intestinal dan direduksi menjadi askorbat sebelum ditransportasi melewati membran basolateral (Wardlaw & Hampl, 2007; Bender, 2009). Vitamin C ditransportasi ke dalam sel oleh transporter glukosa karena vitamin C memiliki struktur yang mirip dengan glukosa. Vitamin C dan dehidroaskorbat beredar dalam larutan bebas. Selain itu, ada juga yang terikat pada albumin (McGuire & Beerman, 2011; Bender, 2009). Di dalam tubuh manusia, tidak ada tempat penyimpanan vitamin C spesifik. Konsentrasi vitamin C yang cukup tinggi adalah pada kelenjar adrenal dan pituitary (Bender, 2009). Batas atas asupan vitamin C perhari adalah 2000 mg (McGuire & Beerman, 2011). Kelebihan vitamin C akan dikeluarkan oleh tubuh melalui ekskresi urin, baik dalam bentuk asam askorbat, dehidroaskorbat, maupun diketogulonat. Fungsi Vitamin C Vitamin C merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh karena vitamin C berperan dalam berbagai proses di dalam tubuh. Fungsi vitamin C antara lain : 1. Membentuk dan mempertahankan kolagen Pembuktian pertama kali bahwa vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen adalah pada tahun 1993 ketika Harvard University Wolbach menemukan bahwa material kolagen yang biasanya ditemukan pada sel yang sehat, tidak ditemukan pada sel skorbutik marmot (Wilson, Fisher, & Fuqua, 1975). Vitamin C membantu mempertahankan struktur triple helix dari kolagen dan membantu merubah struktur dua asam amino kolagen, yaitu lisin dan prolin (Wardlaw & Hampl, 2007). 2. Penyerapan zat besi Penambahan vitamin C pada pola makan membantu penyerapan zat besi non-heme di usus karena vitamin C merubah struktur besi menjadi bentuk yang mudah diserap, yaitu ferro (Fe2+) (Wardlaw & Hampl, 2007). Zat besi non-heme yang dikonsumsi akan membentuk ion Fe3+ yang sulit larut. Dengan kemampuan reduksi dari vitamin C, zat besi akan dipertahankan dalam bentuk Fe2+ dengan memberikan 1 elektron dan vitamin C sendiri akan berubah struktur menjadi dehidroaskorbat (stabil dan tidak reaktif) (Education, 2013). 3. Antioksidan Antioksidan adalah senyawa yang siap untuk memberikan elektron (dan ion hidrogen) kepada senyawa lainnya. Seperti pada proses penyerapan zat besi, vitamin berperan sebagai pendonor elektron untuk menyeimbangkan ion besi (McGuire & Beerman, 2011). Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Selain pada proses penyerapan zat besi, fungsi antionksidan vitamin C juga berperan dalam perlindungan tubuh terhadap kerusakan jaringan akibat proses oksidasi. Pada sel dan cairan tubuh, vitamin C melindungi jaringan dari stress oksidatif yang dapat memicu timbulnya penyakit (Whitney & Rolfes, 2008). 4. Sistem Imun Vitamin C banyak ditemukan di dalam leukosit dan siap untuk dimobilisasi ketika terjadi infeksi. Kurangnya vitamin C dikaitkan dengan menurunnya proses fagositosit dan aktivitas antimikroba makrofag. Sebaliknya, tingginya tingkat vitamin C berhubungan dengan peningkatan produksi induksi mito-gen antibody oleh limfosit perifer darah, meningkatkan respon DTH, mengurangi kematian sel T, dan meningkatkan fungsi neutrofil (Ramakrishnan, et al., 2004) Dampak Kelebihan dan Kekurangan Vitamin C Mudahnya untuk medapatkan suplemen vitamin C dan informasi mengenai berbagai fungsi vitamin C seperti pada pencegahan flu dan kanker menyebabkan orang-orang mengonsumsi vitamin C dalam dosis tinggi. Konsumsi vitamin C berlebihan (lebih dari 2 g/hari) secara terus menerus dapat menyebabkan peradangan perut, mual dan diare. Tanda-tanda kekurangan vitamin C yang paling mudah untuk disadari adalah terjadinya perdarahan pada gusi sekitar gigi dan kapiler bawah kulit yang menyebabkan pinpoint hemoragik. Saat kekurangan vitamin C terjadi dalam waktu yang cukup lama (sekitar lebih dari satu bulan), akan mulai muncul gejala penyakit scurvy (Wardlaw & Hampl, 2007; Whitney & Rolfes, 2008). Kebutuhan Vitamin C Secara umum, kebutuhan vitamin C dibedakan berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin. Mahasiswa pada tingkat awal memiliki rata-rata usia 18-20 tahun. menurut Permenkes RI nomor 75 tahun 2013, kebutuhan vitamin C laki-laki berusia 16-29 tahun adalah 90 mg/hari dan untuk perempuan adalah 75 mg/hari. Sumber Vitamin C Sumber utama vitamin C bagi manusia adalah dari asam askorbat yang berasal dari tanaman yang paling banyak ditemukan pada buah dan sayur (Fitzpatrick, et al., 2012). Di Indonesia sendiri, sumber vitamin C sangat mudah ditemukan karena iklim di Indonesia yang cocok dengan berbagai jenis tanaman buah dan sayur. Sumber vitamin C yang banyak di temukan di Indonesia adalah jambu biji, mangga, sirsak, jeruk, tomat, cabai, dan kentang (Wirakusumah, Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 2007). Dalam tumpeng gizi seimbang, konsumsi buah yang disarankan adalah minimal 2 porsi perhari sedangkan untuk sayur minimal 3 porsi sehari. Faktor Yang Berhubungan Dengan Asupan Vitamin C 1. Konsumsi buah dan sayur Sumber utama vitamin C bagi manusia adalah dari asam askorbat yang berasal dari tanaman dan paling banyak ditemukan pada buah dan sayur (Fitzpatrick, et al., 2012). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermsdorff, et al. (2012) pada kelompok dewasa muda di Brazil dan Spain, peningkatan konsumsi buah dan sayur berbanding lurus dengan peningkatan asupan vitamin C. Pada kelompok yang mengonsumsi buah dan sayur kurang dari 210 gram/hari, mengasup vitamin C sekitar 88,9 mg. Pada kelompok yang mengonsumsi vitamin C antara 210-705 gram per hari, memiliki asupan vitamin C rata-rata 155,9, dan pada kelompok yang mengonsumsi buah dan sayur lebih dari 705 gram per hari, memiliki asupan vitamin C rata-rata sebanyak 324 mg per hari. 2. Pengetahuan gizi Pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) di dua pesantren di Bogor, diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kecukupan vitamin C. Prevalensi asupan vitamin C yang tidak adekuat menurun seiring dengan meningkatnya pengetahuan. 3. Kebiasaan sarapan Pada penelitian yang dilakukan pada kelompok Canadian dewasa yang tidak sarapan memiliki pevalensi asupan vitamin C tidak adekuat lebih tinggi (32,9%) dibandingkan dengan kelompok yang mengonsumsi sarapan (20,7%) dan kelompok yang mengonsumsi sarapan sereal cepat saji (15,9%) (Barr, et al., 2013). 4. Konsumsi suplemen vitamin C Prevalensi asupan vitamin C tidak adekuat lebih tinggi pada kelompok orang Canadian dewasa yang tidak mengonsumsi suplemen vitamin C. Prevalensi asupan vitamin C tidak adekuat pada kelompok yang tidak mengonsumsi suplemen vitamin C adalah sebanyak 22,5%, sedangkan kelompok yang mengonsumsi suplemen vitamin C sebayak 17,7% (Garriguet, 2010). 5. Uang saku Penelitian yang dilakukan oleh Junior, et al. (2011) pada remaja Brazil mendukung adanya hubungan antara tingkat pendapatan dan asupan vitamin C. remaja yang berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki prevalensi asupan vitamin C tidak adekuat yang lebih rendah (56% banding 73%). Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 6. Jenis kelamin Penelitian Junior, et al., (2011) menunjukkan resiko laki-laki untuk mengasup vitamin C tidak adekuat lebih tinggi dibandingkan perempuan ( nilai p < 0,05). Pada penelitian Beitz, et al., (2002), prevalensi aasupan vitamin C tidak adekuat lebih rendah pada perempuan dibandingkan laki-laki dan juga rata-rata asupan vitamin C lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. 7. Perilaku merokok Penelitian yang dilakukan pada kelompok dewasa di Kanada pun menunjukkan hasil yang sama. Mereka yang merokok lebih banyak mengonsumsi lemak dan lemak jenuh dan lebih sedikit mengonsumsi folat, vitamin C, dan serat. Pada kelompok perokok, sebanyak 63,8% laki-laki dan 60,8% perempuan mengasup vitamin C kurang dari kebutuhan. sedangkan pada kelompok bukan perokok, sebanyak 27,3% laki-laki dan 22,8% perempuan yang tidak mengasup vitamin C sesuai dengan kebutuhan. Perubahan ketajaman rasa yang disebabkan oleh merokok dapat menjadi alasan rendahnya konsumsi buah dan sayur (Palaniappan, 2001). 8. Perilaku diet Kelompok pelaku diet lebih banyak mengonsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan kelompok yang tidak melakukan diet dan hal ini pun berdampak pada asupan vitamin C. Rata-rata asupan vitamin C pada kelompok pelaku diet lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak melakukan diet (Neumark-Sztainer, French, & Jeffery, 1996). 9. Ketersediaan buah dan sayur Ketersediaan buah dan sayur di rumah mempengaruhi tingkat konsumsi buah dan sayur individu. Konsumsi buah dan sayur individu meningkat jika buah dan sayur tersebut tersedia di tempat tinggalnya (Ahlstrom, 2009). Peningkatan konsumsi buah dan sayur juga akan meningkatkan asupan vitamin C karena konsumsi buah dan sayur berbanding lurus dengan asupan vitamin C (Hermsdorff, et al. 2012). 10. Durasi menonton televisi Remaja yang menonton televisi lebih dari 120 menit perhari lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana seperti kue, coklat, hamburger, dan minuman ringan dan lebih sedikit mengonsumsi buah dan sayur. Analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa remaja yang menonton televisi lebih dari 120 menit per hari memiliki asupan vitamin C yang rendah ( 5,9 mg/100Kcal) jika dibandingkan dengan remaja yang menonton televisi kurang dari 60 menit (7,3 mg/100Kcal) (Ramos, et al., 2013). Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, yaitu pengambilan data pada semua variabel dilakukan pada satu waktu dan dilakukan di kampus UI Depok, tepatnya pada 5 faklutas yang termasuk Rumpun Ilmu Kesehatan, yaitu Fakultas Kedokteran (FK), Fakultas Kedokteran Gigi (FKG), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Faklutas Ilmu Keperawatan (FIK), dan Fakultas Farmasi (FF) selama bulan April 2014. Populasi target dan populasi studi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa RIK Universitas Indonesia angkatan 2013. Perhitungan sampel menggunakan uji beda dua proporsi karena variabel yang digunakan merupakan data kategorik dan didapat jumlah sampel total adalah 256. Tetapi jumlah sampel yang digunakan melebihi hasil perhitungan karena penelitian ini merupakan gabungan dari penelitian lain yang membutuhkan sampel lebih banyak, yaitu 290 sampel. Pengambilan sampel menggunakan proportionate cluster random sampling yaitu menghitung jumlah sampel yang dibutuhkan pada setiap faklutas berdasarkan jumlah mahasiswa tiap fakultas. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden, data variabel dependen, asupan vitamin C, variabel independen, jenis kelamin, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, konsumsi suplemen vitamin C, kebiasaan konsumsi buah dan sayur, durasi menonton tv, perilaku diet, ketersediaan buah dan sayur, perilaku merokok, dan uang saku, dan data sekunder meliputi gambaran umum wilayah dan jumlah mahasiswa angkatan 2013 pada setiap fakultas yang termasuk dalam RIK UI. Asupan vitamin C dikategorikan menjadi 2, yaitu < 100 % AKG dan ≥ 100 % AKG yang mana angka kecukupan gizi (AKG) laki-laki adalah 90 mg/hari dan perempuan adalah 75 mg/hari. Pertanyaan pengetahuan gizi terdiri dari 8 nomor yang masing-masing bernilai 1 apabila benar. Skor akhir adalah jumlah jawaban benar dibagi dengan jumlah soal dan dikali 10. Kategori yang digunakan adalah pengetahuan gizi rendah apabila skor < 70 % dan cukup apabila ≥ 70 %. Kebiasaan sarapan dikategorikan menjadi 2, yaitu sering apabila ≥ 3 kali/minggu dan jarang apabila < 3 kali/minggu. Konsumsi suplemen dikategorikan 2, yaitu ya apabila mengonsumsi suplemen dalam sebulan terakhir dan tidak apabila tidak mengonsumsi. Kebiasaan konsumsi buah dan sayur dihitung berdasarkan frekuensi mahasiswa mengkonsumsi buah dan sayur dalam setahun terakhir yang kemudian frekuensi setiap item dikonversikan dalam satuan hari dan dijumlahkan. Konsumsi sering apabila mengonsumsi minimal 1 kali per hari dan jarang apabila tidak setiap hari. Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Durasi menonton dikategorikan menjadi 3, yaitu < 1 jam, 1-2 jam, dan > 2 jam per hari. Perilaku diet dikategorikan menjadi 2, yaitu pelaku diet apabila sedang atau pernah berdiet dalam 1 tahun terakhir dan tidak. Pertanyaan ketersediaan buah dan sayur memiliki 5 opsi jawaban, yaitu setiap hari, hampir setiap hari, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah dengan skor mulai dari 2 sampai -2. Skor tiap pertanyaan dijumlahkan kemudian dirataratakan. Dikategorikan menjadi kurang apabila skor < 0,5 dan baik apabila ≥ 0,5. Perilaku merokok dikategorikan menjadi 2, yaitu ya apabila saat ini merupakan seorang perokok aktif dan tidak apabila bukan seorang perokok aktif. Sedangkan uang saku menggunakan skala rasio dengan melihat nilai rata-rata. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari kuesioner umum (data diri, uang saku, kebiasaan sarapan, konsumsi suplemen vitamin C, perilaku merokok, perilaku diet, ketersediaan buah dan sayur, dan durasi menonton televisi) dan pengetahuan gizi, form 24h Recall, form Food Frequency Questionnaire (FFQ), dan food model sebagai alat bantu dalam wawancara asupan makanan. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariate dengan menggunakan chi square dan uji T tidak berpasangan, dan multivariat dengan analisis regresi logistik ganda. Hasil Penelitian Tabel 1. Karakteristik Responden Faklutas Usia Tempat Tinggal Kedokteran Kedokteran Gigi Kesehatan masyarakat Ilmu Keperawatan Farmasi 17 18 19 20 Asrama Kosan Rumah Jumlah ( n=290) 66 44 82 45 53 13 166 107 4 50 129 111 Persentase (%) 22,7 15,2 28,3 15,5 18,3 4,5 57,2 36,9 1,4 17,2 44,5 38,3 Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Responden paling banyak berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) karena FKM memiliki jumlah mahasiswa angkatan 2013 terbanyak. Usia responden sebagian besar 18 tahun karena responden adalah mahasiswa yang baru berada di tingkat 1 perkuliahan dan sebagian besar tidak tinggal di rumah melainkan tinggal di asrama atau kosan. Dari hasil analisis univariat, lebih dari setengah mahasiswa (62,8 %) memiliki asupan vitamin C kurang dari kebutuhan. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan berdasarkan Permenkes No 75 Tahun 2013 yaitu 90 mg/hari untuk laki-laki dan 75 mg/hari untuk perempuan. Konsumsi buah dan sayur mahasiswa masih cukup rendah, hanya 47,2 % yang termasuk sering mengkonsumsi buah dan sayur. Hampir semua responden memiliki tingkat pengetahuan gizi terkait vitamin C yang rendah (92,8 %). Hal ini dimungkinkan karena mereka merupakan mahasiswa tingkat awal dan berasal dari faklutas berbeda sehingga mereka belum atau tidak mendapatkan pelajaran mengenai dasar ilmu gizi. Mahasiswa memiliki kebiasaan sarapan yang baik (74,1 %) tetapi bahan makanan yang mereka konsumsi masih lebih kepada pemenuhan karbohidrat dan protein. Tidak banyak yang mengkonsumsi buah dan sayur saat sarapan (data tidak ditampilkan). Tabel 2. Hasil Univariat Variabel Asupan Vitamin C Konsumsi sayur dan buah Pengetahuan Gizi Kebiasaan Sarapan Konsumsi Suplemen Uang saku Jenis Kelamin Perilaku merokok Perilaku Diet Ketersediaan buah dan sayur Menonton Televisi Durasi Menonton Televisi Kurang (< 100 % AKG) Cukup (≥ 100 % AKG) Jarang (≤ 3-6 kali/minggu) Sering ( ≥ 1 kali/hari) Rendah ( < 70 %) Cukup ( ≥ 70 %) Jarang ( < 3 kali/minggu) Sering (≥ 3 kali/minggu) Ya Tidak < Rp 600.000 ≥ Rp 600.000 Rata-rata ± SD Laki-laki Perempuan Ya Tidak Ya Tidak Kurang (< 0,5) Baik (≥ 0,5) Ya Tidak > 2 jam 1-2 jam < 1 jam Jumlah ( n = 290) Persentase (%) 182 62,8 108 37,2 153 52,8 137 47,2 269 92,8 21 7,2 75 25,9 215 74,1 117 40,3 173 59,7 127 43,8 163 56,2 Rp 714.000 ± 421.400 76 26,2 214 73,8 0 0 290 100 133 45,9 157 54,1 124 42,8 166 57,2 128 44,1 162 55,9 51 39,8 64 50 13 10,2 Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Sebanyak 40,3 % mahasiswa mengkonsumsi suplemen vitamin C dalam sebulan terakhir dan sekitar 34,2 % mengkonsumsi suplemen harian, 36,7 % mengkonsumsi dalam minggu, dan 29,1 % mengkonsumsi dalam bulan. Sebagian besar mahasiswa memiliki uang saku ≥ median (≥ Rp 600.000) yaitu 56,2 % dengan rata-rata uang saku adalah Rp 714.000. Mahasiswa pada RIK UI rata-rata berjenis kelamin perempuan, hal ni terlihat dari banyaknya perempuan yang menjadi sampel penelitian (73,8 %). Perilaku merokok tidak bisa dianalisis lebih lanjut karena 100 % responden menyatakan bukan perokok aktif. Sebanyak 54,1 % mahasiswa tidak sedang atau pernah berdiet dalam satu tahun terakhir. Tingkat ketersediaan buah dan sayur mahasiswa di tempat tinggal cukup baik, yaitu 57,2 %. Tidak banyak mahasiwa yang terbiasa menonton televisi (44,1 %) dan sebagian besar mahasiwa yang tidak menonton televisi adalah mahasiswa yang tinggal di kosan dan asrama. Durasi menonton televisi yag paling sering adalah 1-2 jam (50%). Tabel 3. Hasil analisis Bivariat Variabel Asupan vitamin C (%) OR n = 290 < 100 % ≥ 100 % AKG AKG Konsumsi sayur Jarang (≤ 3-6 kali/minggu) 69,3 30,7 1,810 Sering ( ≥ 1 kali/hari) 55,5 44,5 dan buah Pengetahuan Rendah ( < 70 %) 63,2 36,8 1,288 Cukup ( ≥ 70 %) 57,1 42,9 Gizi Kebiasaan Jarang ( < 3 kali/minggu) 65,3 37,4 1,162 Sering (≥ 3 kali/minggu) 61,9 38,1 Sarapan Konsumsi Ya 76,9 23,1 4,614 Tidak 41,9 58,1 Suplemen vit C Jenis Kelamin Laki-laki 71,1 28,9 1,649 Perempuan 59,8 40,2 Perilaku Diet Ya 64,4 35,6 1,167 Tidak 60,8 39,2 Ketersediaan Kurang (< 0,5) 65,3 34,7 1,212 buah dan sayur Baik (≥ 0,5) 60,8 39,2 n = 128 Durasi Menonton > 2 jam 72,5 27,5 1-2 jam 64,1 35,9 0,324 Televisi < 1 jam 46,2 53,8 0,481 Asupan vitamin C Mean SD SE Uang saku Kurang 670.000 382692.887 28367.084 Cukup 788.000 472261.162 472261.162 Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 95 % CI 1,1192,929 0,5243,165 0,6712,013 2,7727,682 0,9362,905 0,7231,885 0,7471,966 0,324 0,481 N 182 108 Nilai p 0,021 0,750 0,691 0,000 0,109 0,610 0,511 0,188 Nilai p 0,021 Sebanyak 62,8 % mahasiswa memiliki asupan vitamin C kurang dari kebutuhan. Prevalensi asupan vitamin C kurang, lebih besar pada mahasiswa yang jarang mengkonsumsi buah dan sayur, memiliki pengetahuan rendah, jarang sarapan, tidak mengkonsumsi suplemen vitamin C, berjenis kelamin laki-laki, tidak berdiet, memiliki ketersediaan buah yang kurang, dan memiliki kebiasaan menonton televisi dengan durasi lebih dari 2 jam. Dari hasil analisis bivariat dengan melihan nilai p, maka variabel yang berhubungan signifikan dengan asupan vitamin C adalah konsumsi buah dan sayur, konsumsi suplemen vitamin C, dan uang saku. Pada analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik ganda, variabel konsumsi buah dan sayur, konsumsi suplemen vitamin C, uang saku, jenis kelamin, dan durasi menonton televisi merupakan variabel yang dapat masuk ke dalam pemodelan multivariat. Setelah analisis lebih lanjut dengan variabel saling mengontrol, konsumsi suplemen vitamin C merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan asupan vitamin C dengan nilai Odd Ratio (OR) terbesar, yaitu 3,4. Artinya, mahasiswa yang tidak mengonsumsi suplemen vitamin C beresiko 3,4 kali lebih besar untuk tidak mencukupi kebutuhan vitamin C hariannya. Pembahasan Prevalensi asupan vitamin C kurang pada mahasiswa RIK UI angkatan 2013 masih cukup tinggi. Lebih dari setengah mahasiswa masih belum mencukupi kebutuhan vitamin C hariannya. Mahasiswa RIK UI adalah calon tenaga kesehatan yang akan memberikan pemahaman dan mengajak masyarakat untuk hidup lebih sehat, salah satunya dengan memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, baik makro maupun mikro sehingga diharapkan dapat memberikan contoh terlebih dahulu sebelum mengajak orang lain. Konsumsi buah dan sayur berhubungan secara signifikan dengan asupan vitamin C. mahasiswa yang tidak mengkonsumsi buah dan sayur, beresiko 1,8 kali lebih tinggi untuk tidak mencukupi asupan vitamin C. hal ini sejalan dengan penelitian Hermsdorff, et al. (2012) pada kelompok dewasa muda di Brazil dan Spain yang menunjukkan peningkatan konsumsi buah dan sayur berbanding lurus dengan peningkatan asupan vitamin C. buah dan sayur merupakan sumber utama vitamin C yang berasal dari tanaman (Fitzpatrick, et al., 2012). Pengetahuan gizi tidak berhubungan secara signifikan dengan asupan vitamin C. tetapi jika dilihat dari resikonya, mahasiswa yang memiliki pengetahuan rendah memiliki peluang 1,2 Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 kali untuk tidak mencukupi kebutuhan vitamin C perhari. Kecenderungan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) di dua pesantren di Bogor yang menunjukkan revalensi asupan vitamin C yang tidak adekuat menurun seiring dengan meningkatnya pengetahuan. Kebiasaan sarapan tidak berhubungan dengan asupan vitamin C. tidak ada perbedaan proporsi asupan vitamin C kurang yang besar antara mahaiswa yang jarang dan sering sarapan (3,4 %). Walaupun mahasiwa yang sering sarapan cukup banyak, tetapi mereka lebih banyak mengkonsumsi makanan pokok, dan sumber protein dibandingkan buah dan sayur. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Barr, et al. (2013) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan asupan vitamin C pada kelompok Canadian dewasa. Konsumsi suplemen vitamin C berhubungan secara signifikan dengan asupan vitamin C. mahasiswa yang tidak mengonsumsi suplemen vitamin C beresiko 4,6 kali lebih tinggi untuk tidak mencukupi kebutuhan vitamin C. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Garriguet (2010). Dari hasil analisis bivariat, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan asupan vitamin C. tetapi jika dilihat dari resikonya, laki-laki lebih beresiko 1,6 kali untuk kekurangan asupan vitamin C. kecenderungan ini sejalan dengan penelitian Junior, et al., (2011) menunjukkan resiko laki-laki untuk mengasup vitamin C tidak adekuat lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini dimungkinkan karena perempuan membutuhkan vitamin C lebih sedikit, mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak, dan lebih memikirkan masalah kesehatan, keamanan pangan dan berat badan sehingga pemilih dalam mengonsumsi bahan makanan dibandingkan laki-laki (Stables, 2001; Cox & Anderseon, 2004). Tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan asupan vitamin C. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Neumark-Sztainer, at al. (1996) yang menunjukkan mereka yang sedang berdiet memiliki perbedaan rata-rata asupan vitamin C yang signifikan dibandingkan dengan mereka yang tidak berdiet yang mana pelaku diet memiliki rata-rata lebih tinggi. Ketersediaan buah dan sayur tidak berhubungan signifikan dengan asupan vitamin C. dari hasil penelitian lain, ketersediaan buah dan sayur akan meningkatkan konsumsi buah dan sayur (Ahlstrom, 2009). Peningkatan konsumsi buah dan sayur juga akan meningkatkan asupan vitamin C karena konsumsi buah dan sayur berbanding lurus dengan asupan vitamin C (Hermsdorff, et al. 2012). Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Durasi menonton televisi tidak berhubungan signifikan dengan asupan vitamin C. Tetapi prevalensi asupan vitamin C kurang meningkat seiring bertambahnya durasi menonton televisi. Kecenderungan ini sama dengan penelitian Ramos, et al., (2013) yang menunjukkan bahwa remaja yang menonton televisi lebih dari 120 menit per hari memiliki asupan vitamin C yang rendah ( 5,9 mg/100Kcal) jika dibandingkan dengan remaja yang menonton televisi kurang dari 60 menit (7,3 mg/100Kcal). Uang saku mahasiswa berhubungan dengan asupan vitamin C secara signifikan. Mahasiswa yang memiliki uang saku tinggi, memenuhi kebutuhan vitamin C hariannya. Hal ini sejalan penelitian yang dilakukan oleh Junior, et al. (2011) pada remaja Brazil. Remaja yang berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki prevalensi asupan vitamin C tidak adekuat yang lebih rendah (56% banding 73%). Kesimpulan Dari hasil penelitian, diketahui bahwa prevalensi asupan vitamin C kurang pada mahasiswa RIK UI angkatan 2013 adalah sebesar 62,8 %. Sebanyak 52,8 % jarang mengonsumsi buah dan sayur (≤ 3-6 kali/minggu), 92,8 % memiliki pengetahuan yang rendah ( skor < 70 %), 25,9 % jarang sarapan (< 3 kali/minggu), 59,7 % tidak mengonsumsi suplemen vitamin C, rata-rata uang saku adalah Rp 714.000, 26,2 % berjenis kelamin laki-laki, 100 % menyatakan bukan perokok aktif, 54,1 % tidak melakukan diet, 42,8 % memiliki ketersediaan buah dan sayur yang kurang, dan 44,1 % terbiasa menonton televisi dengan durasi menonton palin sering adalah 1-2 jam (50 %). Dari hasil analisis bivariat, faktor yang berhubungan secara signifikan adalah konsumsi buah dan sayur, konsumsi suplemen vitamin C, dan uang saku. Sedangkan jenis kelamin, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, durasi menonton tv, perilaku diet, dan ketersediaan buah dan sayur tidak berhubungan secara signifikan. Selain itu, dari hasil analisis multivariat, konsumsi suplemen vitamin C merupakan faktor dominan dengan nilai resiko 3,4. Saran Departemen atau kampus diharapkan untuk mengadakan program seperti seminar untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur dan sumber vitamin dan mineral lainnya agar kebutuhan vitamin harian dapat terpenuhi. Selain itu juga untuk mensosialisasikan pesan Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Pedoman Gizi Seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) agar mahasiswa tahu seberapa banyak zat gizi terutama mikro yang ia butuhkan dan sebanyak apa bahan makanan yang harus ia konsumsi untuk memenuhinya. Selain itu juga, dibuatnya kebijakan yang mendukung konsumsi buah dan sayur setiap ada kesempatan. Seperti selalu menyediakan buah dan sayur pada snack setiap acara yang diadakan di lingkungan kampus dan dibuatnya tempelan pada dinding yang mengingatkan mahasiswa untuk sarapan dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan untuk membiasakan sarapan dengan beragam jenis untuk memenuhi kebutuhan zat gizi, tidak hanya makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti vitamin C. selain itu juga mengingkatkan konsumsi buah dan sayur per hari agar kebutuhan mikronutrien terutama vitamin C dan serat dapat terpenuhi dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya memenuhi mikronutrien tidak hanya makronutrien. Untuk peneliti lain diharapkan menambahkan variabel lain yang tidak diteliti seperti usia dan pendidikan dan memilih sasaran yang berbeda, seperti pada anak sekolah atau penderita suatu penyakit. Daftar Referensi Ahlstrom, Denice C. (2009). Social Cognitive Predictors Of College Students’ Fruit And Vegetable Intake. Tesis. Utah State University. United States : Proquest LLC Anonim, (2013). Education: Viewpoint - Dietary iron and vitamin C. London : Haymarket Business Publications Ltd. (May 27, 2013): 34 (http://search.proquest.com/docview/1411806030?accountid=17242) Barr, S.I., DiFrancesco L., & Fulgoni III, V.L. (2013). Consumption of Breakfast and the Type of Breakfast Consumed Are Positively Associated with Nutrient Intakes and Adequacy of Canadian Adults. The Journal of Nutrition, 143, 86–92 Beitz, R ., Mensink, G.B.M ., Fischer, B., & Thamm, M. (2002). Vitamins—dietary intake and intake from dietary supplements in Germany. European Journal of Clinical Nutrition 56, 539–545. Bender, David A. (2009). The Vitamins. In Michael J. Gibney, Susan A Lanham-New, Aedin Cassidy, & Hester H Vorster (Ed.). Introduction To Human Nutrition (2nd ed.) (pp. 132-187). United Kingdom : John Wiley & Sons Ltd. Cox, D.N., Anderson A.S., Reynolds J., McKellar S., Lean M.E.J., & Mela, D.J. (1998). Take Five, A Nutrition Education Intervention To Increase Fruit And Vegetable Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Intakes: Impact On Consumer Choice And Nutrient Intakes. British Journal of Nutrition, 80, 123–131 Dewi, Aomi Hazelia. (2012). Hubungan Pengetahuan Gizi Serta Tingkat Konsumsi Terhadap Status Gizi Santri Putri Di Dua Pesantren Modern Di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor : Institut Pertanian Bogor Fitzpatrick, T.B., Basset, G.J.B., Borel, P., et al. Vitamin Deficiencies in Humans: Can Plant Science Help?. The Plant Cell, 24, 395–414 Garriguet, Didier (2010, March). The Effect Of Supplement Use On Vitamin C Intake. Health Reports, Vol. 21, no. 1 Hermsdorff, H.H.M., Barbosa, K.B.F., Volp, A.C.P., at al. (2012) Vitamin C And Fibre Consumption From Fruits And Vegetables Improves Oxidative Stress Markers In Healthy Young Adults. British Journal of Nutrition, 107, 1119–1127 Junior, E.V., Cesar, C.L.G., Fisberg, R.M., & Marchioni, D.M.L. (2011). Socio-Economic Variables Influence The Prevalence Of Inadequate Nutrient Intake In Brazilian Adolescents: Results From A Population-Based Survey. Public Health Nutrition, 14(9), 1533–1538 McGuire, Michelle & Beerman, Kathy A. (2011). Nutritional Sciences: From Fundamentals to Food (2nd ed.). United States of America : Wadsworth Cengage Learning Neumark-Sztainer, D., French, S.A. & Jeffery, R.W. (1996). Dieting for weight loss: Associations with nutrient intake among women. American Dietetic Association. Journal of the American Dietetic Association, 96, 11 Palaniappan, U., Starkey, L.J., O'Loughlin, J. & Gray-Donald, K. (2001). Fruit And Vegetable Consumption Is Lower And Saturated Fat Intake Is Higher Among Canadians Reporting Smoking. The Journal of Nutrition, 131, 7 Ramakrishnan, U., Webb, A.L., & Ologoudou, K. (2004). Infection, Immunity, and Vitamins. In M. Eric Gershwin, Penelope Nestel, & Carl L. Keen (Ed.). Handbook of Nutrition and Immunity (pp. 93-115). New Jersey : Humana Press Inc. Ramos, E., Costa, A., Araujo, J., Severo, M., & Lopes, C. (2013). Effect Of Television Viewing On Food And Nutrient Intake Among Adolescents. Nutrition, 29, 1362– 1367 Stables, Gloria J. (2001). Demographic, Psychosocial, And Educational Factors Related To Fruit And Vegetable Consumption In Adults. Disertasi. Falls Church, Va. United States : Proquest LLC Wardlaw, Gordon M. & Hampl, Jeffry S. (2007). Perspectives in Nutrition (7th ed.). New York : McGraw-Hill Companies Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014 Whitney, E. & Rolfes, S.R. (2008). Understanding Nutrition (11th ed.). USA : Thomson Wadsworth Wilson, Eva D, Fisher, K.H., & Fuqua, M.E. (1975). Principles of Nutrition (3rded.). Canada : John Wiley & Sons, Inc. Wirakusumah, Emma S. (2007). Jus Buah dan Sayuran. Jakarta : Penerbit Swadaya Hubungan Pengetahuan..., Nurfida Fadhia, FKM UI, 2014