BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Madrasah Tsanawiyah sebagai institusi (lembaga) pendidikan yang berciri khas Islam, sebagai tempat proses pendidikan dilakukan yang mana didalamnya memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam kegiatannya, madrasah tersebut bukan hanya sekedar tempat berkumpul guru dan murid, melainkan berada dalam satu tatanan sistem yang rumit dan saling berkaitan, oleh karena itu sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan yang baik. Lebih dari itu, kegiatan inti organisasi sekolah adalah mengelola sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serta pada gilirannya lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa sesuai dengan secara khusus menitikberatkan kepada tujuan pendidikan Islam. Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu unit lembaga pendidikan yang memiliki tugas dan tanggungjawab. Di samping sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinan pendidikan, sebagai manager, juga sebagai decision maker, kepala sekolah sebagai pihak pertama yang menentukan dinamika edukatif sekolah baik sisi kemajuan maupun kemundurannya. Dalam pada itu, kepala sekolah adalah tenaga kependidikan yang memiliki peran dan fungsi yang signifikan terhadap kualitas pendidikan termasuk 2 dalam hal ini adalah kualitas output pendidikan, manajerial pendidikan, kepuasan atas pelayanan para stakeholder pendidikan. Seorang pemimpin mempunyai peran yang sangat besar dalam rangka mewujudkan eksistensi organisasi, keberhasilan suatu organisasi tergantung pada bagaimana pimpinan organisasi tersebut bersikap dan bertingkah laku. Dalam melaksanakan tugas, setiap pemimpin mengunakan gaya kepemimpinan yang erat kaitannya dengan kemampuan mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian gaya kepemimpinan ini dianggap sangat penting karena merupakan “performance” seorang pemimpin dalam hubungannya dengan penyelesaian tugas organisasi oleh bawahan sebagai anggota organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang diperlihatkan seseorang pada waktu berupaya mempengaruhi aktifitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang tersebut. Menurut Miftah Thoha (2001) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah cara-cara yang dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan dalam organisasi yang meliputi fungsi menyampaikan informasi (telling), membimbing (selling), berperan serta (participation) dan pendelegasian (delegating) akan menentukan tujuan-tujuan organisasi yang ingin dicapai, dalam hal ini prestasi kerja dari bawahannya. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang guru dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Semakin baik gaya kepemimpinan dalam suatu organisasi maka prestasi kerja guru dalam organisasi tersebut diperkirakan semakin meningkat. 3 Dalam teori pendekatan situasional, kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mengetahui keadaan baik kemampuan maupun sifat dari bawahannya yang dipimpinnya untuk kemudian pemimpin dapat menentukan perintah atau sikap terhadap terhadap bawahan sesuai dengan kemampuannya. Gaya kepemimpinan situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Pendekatan teori kepemimpinan situasional juga dapat menjelaskan kepemimpinan yang efektif berkaitan dengan efek dari satu variabel moderator situasional yang menengahi perilaku pemimpin. Teori situasional adalah satu usaha untuk menyediakan beberapa pemahaman bagi pemimpin tentang hubungan antara gaya kepemimipinan yang efektif dengan tingkat kematangan pengikut. Dengan pendekatan ini diyakini mampu untuk membangkitkan motivasi kerja bawahannya. Selain itu kualitas pendidikan pada tingkat satuan pendidikan juga memerlukan suatu proses komunikasi dari seluruh komponen yang merupakan salah satu faktor yang esensial akan terciptanya efektivitas kerja yang ada di lembaga pendidikan terutama madrasah. Komunikasi adalah proses penyaluran informasi, ide, penjelasan, perasaan, pertanyaan dari orang ke orang atau dari kelompok ke kelompok. Ia adalah proses interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang ditunjukan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang-orang dan kelomkpok-kelompok di dalam suatu organisasi. Dan proses komunikasi memerlukan tersedianya sejumlah unsur. Pertama, harus adanya suatu sumber; kedua, harus ada maksud yang hendak dicapai; ketiga, suatu berita dalam 4 suatu bentuk diperlukan untuk menyatakan fakta; Keempat, harus ada suatu saluran yang menghubungkan sumber berita dengan penerima berita; Kelima harus ada penerima berita (Sutisna, 2002 : 267). Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah sebagaimana yang diuaraikan diatas dalam implementasinya di madrasah belum mampu sepenuhnya memberikan semangat kerja guru. Sehingga berimplikasi terhadap adanya dugaan bahwa hal itu terjadi karena kepemimpinan masingmasing kepala sekolah dalam menerapkan komunikasi berbeda-beda, hal ini mengakibatkan kualitas pendidikan masing-masing sekolah juga berbeda. Fenomena itu sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam melalui sebuah penelitian; PENGARUH KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU PADA MTs DI KABUPATEN KERINCI B. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diajukan diatas maka dapat diajukan rumusan masalahnya yaitu : 1. Bagaimanakah gambaran; Kepemimpinan situasional kepala sekolah, komunikasi interpersonal kepala sekolah dan kinerja guru pada MTs di Lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kerinci? 2. Seberapa besar pengaruh; a. Kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap kinerja guru pada MTs di Kabupaten Kerinci? 5 b. Komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap kinerja guru pada MTs di Kabupaten Kerinci? c. Kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap komunikasi interpersonal kepala sekolah pada MTs di Kabupaten Kerinci? d. Kepemimpinan situasional kepala sekolah dan komunikasi interpersonal kepala sekolah secara bersama-sama terhadap kinerja guru pada MTs di Kabupaten Kerinci? 3. Seberapa besar pengaruh; a. Kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci? b. Komunikasi Interpersonal kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Agama Kabupaten Kerinci? c. Kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci? d. Kepemimpinan situasional, komunikasi interpersonal kepala sekolah dan kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci? 4. Seberapa pengaruh jenis kelamin dan umur terhadap prestasi belajar siswa? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1. Tujuan Penelitian. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 6 1. Gambaran Kepemimpinan situasional, komunikasi interpersonal kepala sekolah dan kinerja guru pada Madrasah Tsanawiyah di Lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kerinci? 2. Pengaruh antara; a. Kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap kinerja guru pada MTs di Kabupaten Kerinci. b. Komunikasi interpersonal kepala sekolah terhadap kinerja guru pada MTs di Kabupaten Kerinci. c. Kepemimpinan situasional terhadap Komunikasi interpersonal kepala sekolah pada MTs di Kabupaten Kerinci? d. Kepemimpinan situasional dan komunikasi interpersonal kepala sekolah secara bersama-sama terhadap kinerja guru pada Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Kerinci? 3. Pengaruh antara; a. Kepemimpinan situasional kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci? b. Komunkasi interpersonal kepala sekolah terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci? c. Kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci? d. Kepemimpinan situasional, Komunikasi interpersonal kepela sekolah dan kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Krinci? 7 4. Pengaruh jenis kelamin dan umur terhadap Prestasi Belajar Siswa? 2. Manfaat Hasil Penelitian. Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi dalam aspek: a) Dari segi akademik. Ingin mengungkap dan mengkaji secara empiris tentang sebagian faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, dimana hasil penelitiannya nanti diharapkan dapat berguna, baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berdasarkan bukti-bukti empiris tentang bagaimana kinerja guru di sekolah dipengaruhi oleh faktor individu yang melatarbelakanginya, dan juga dipengaruhi oleh faktor organisasi yang dalam penelitian ini terdiri dari Kepemimpinan Situasional dan Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah. Dengan kenyataan ini diharapkan akan makin mendorong upaya-upaya pengkajian tentang Kinerja Guru khususnya dalam konteks perubahan yang semakin diperlunya. b) Dari segi praktis. Penelitian ini nanti diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang berwenang sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dalam mengembangkan kinerja guru agar lebih baik. Dengan melalui ketepatan dalam rekrutmen guru, serta pembinaannya dalam upaya mengembangkan kinerja guru agar terwujud kinerja guru yang diharapkan, serta kebijakan manajemen sekolah untuk mendorong terciptanya komunikasi yang positif, kepemimpinan dan 8 sistem/kebijakan yang kondusif bagi upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui pengembangan Kinerja Guru. Sehingga inovasi pendidikan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan yang menjadi tuntutan dewasa ini, dapat terlaksana dalam tataran teknis pendidikan, yakni pembelajaran. D. Kerangka Pemikiran. Pola hubungan antara variabel yang akan diteliti disebut sebagai paradigma penelitian (Sugiyono, 2008:65). Secara sederhana paradigma dalam penelitin ini dapat adalah menggambarkan bagaimana hubungan antara variablevariabel yang diteliti, diantaranya variable dependent Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah (X1), Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah (X2) dan variable independent Kinerja Guru (Y1) serta Nilai Hasil UN 3 tahun terakhir (Z sebagai variable kontrol). Lebih jelas seperti ditunjukkan pada gambar berikut: Gambar 1.1 Model Hubungan Variabel Penelitian Variabel Kontrol; 1. Jenis Kelamin 2. Usia X1 Y X2 Z X1 : Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah X2 : Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah Y : Kinerja Guru Z : Prestasi Belajar Siswa (Nilai UN) Paradigma atau pola hubungan antar variabel penelitian pada dasarnya merupakan rencana studi/penelitian yang menggambarkan prosedur dalam 9 menjawab pertanyaan masalah penelitian. Menurut Stelltiz dalam Umar (2003:90) terdapat tiga jenis desain penelitian yaitu: desain eksploratoris, desain deskriptif, dan desain kausal. Desain eksploratoris merupakan desain penelitian untuk menjajagi dan mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru atas persoalanpersoalan yang relatif baru. Desain deskriptif merupakan desain penelitian yang bertujuan menguraikan sifat atau karakteristik suatu gejala atau masalah tertentu, dan desain kausal merupakan desain penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan atau pengaruh antar variabel. Dengan mengacu pada masalah penelitian serta jenis desain penelitian, maka desain penelitian ini adalah desain kausal, dimana kajiannya dimaksudkan untuk menganalisis hubungan/pengaruh antar variabel yaitu Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah (X1) dan Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah (X2), Kinerja Guru (Y1), dan Nilai UN (Z). 1. Kepemimpinan Situasional. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi menjadi amat penting kedudukannya (Thoha, 2001; 303). Pada awalnya studi kepemimpinan menggunakan sifat-sifat pribadi yang menunjuk pada sifat bawahan sejak lahir seperti daya fisik, keakraban, kecerdasan yang dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan seorang pemimpin, sebagaimana terungkap dalam teori-teori genetika, sosial dan ekologi. Selanjutnya 10 bergeser ke pendekatan situasional dengan fokus perhatian dan perilaku pemimpin yang diamati. Wahab, Abdul Azis (2008;120) menyatakan inti kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain atau bawahan, tanpa bawahan pimpinan tidak akan ada. Tetapi proses pengaruh antara pemimpin dan bawahan tidak searah. Pemimpin mempengaruhi bawahan, tetapi bawahan juga mempunyai beberapa pengaruh terhadap pimpinan. Ada beberapa sumber pengaruh dari para pimpinan dan sumber pengaruh dari bawahan. Dalam pendekatan situasional telah memunculkan berbagai tipe kepemimpinan, menurut Siagian Sondang P (2003;27) menyebut gaya kepemimpinan otokratik, paternalistik, laissez taire dan demokratik. Seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan otokratik menganggap bahwa organisasi bagian darinya. Dalam gaya ini pemimpin bertindak diktator, bawahan hanya menjalankan perintah, tidak ada kesempatan untuk saran atau pendapat. Kebalikan gaya otokratik adalah demokratik, bawahan diberi kesempatan mengambil keputusan, memanusiakan manusia, kerjasama tinggi, bertindak dengan arahan-arahan, tidak instruktif dan pemimpin bersedia menerima saran serta kritik dari bawahan. Sedangkan gaya kepemimpinan paternalistic, adalah kebapakan dimana bawahan jarang diberi kesempatan dalam mengambil keputusan, pemimpin bersikap terlalu melindungi dan menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak/belum dewasa. Munculnya teori kepemimpinan situasional sebagai ketidakpuasan atas kegagalan studi-studi kepemimpinan perilaku dalam mengidentifikasi hubungan 11 yang konsisten antara pola perilaku pemimpin dan kenirja kelompok. Ada suatu hal yang nampaknya hilang yaitu pertimbangan dari faktor-faktor situasional (kontingensi) yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin. Teori kontingensi mengidentifikasi tiga faktor situasional yang menentukan sesuai tidaknya penerapan gaya kepemimpinan. Faktor-faktor itu adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan, struktur tugas dan kekuatan posisi. Penelitian yang dilakukan oleh Feidler mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dirumuskan dalam ketiga faktor tersebut di atas. Di dalam penelitian ini penulis mengkaji kepemimpinan situasional. Dalam teori pendekatan situasional, kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mengetahui keadaan baik kemampuan ataupun sifat dari anak buah yang di pimpinnya untuk kemudian pemimpin dapat menentukan perintah atau sikap terhadap anak buah sesuai dengan keadaan atau pun kemampuan anak buahnya. Selanjutnya gaya kepemimpinan situasional dibagi menjadi: 1. Gaya menyampaikan informasi (telling), dimana seorang pemimpin memberitahukan pada bawahan mengenai apa, bagaimana, bilamana dan dimana kegiatan pekerjaan ini dilaksanakan. 2. Gaya membimbing (selling), dimana seorang pemimpin berperilaku menjual artinya pekerjaan telah dirumuskan dengan tegas dan hubungan pemimpin dengan bawahan bersifat intensif. Pemimpin memberi petunjuk-petunjuk 12 pelaksanaan sehingga mendukung semangat kerja para bawahan. Dengan demikian penyelesaian pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. 3. Gaya peran serta (participating), dimana seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya hanya dengan mengajak bawahan berperan sebagai fasilitator untuk memperlancar tugas para bawahan antara lain dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi yang ada secara efektif. 4. Gaya pendelegasian (delegating), dimana seorang pemimpin membatasi diri dalam hal ini memberikan pengarahan dan menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada para bawahan tanpa banyak campur tangan. (Thoha, 2001; 318). 2. Komunikasi Interpersonal. Konflik interpersonal erat hubungannya dengan kenyataan bahwa belum bisa menerima diri kita, orang lain, maupun perbedaan yang ada. Untuk dapat memiliki kemampuan komunikasi dan interpersonal yang baik, penerimaan diri adalah langkah pertama dan paling esensial. Berdoa, meditasi, yoga, membaca, atau beristirahat, merupakan beberapa contoh langkah untuk menerima diri dengan jalan menjaga keseimbangan antar aksi dan reaksi diri terhadap dunia. Satu cara yang sering saya lakukan untuk tetap berada dalam kendali adalah berbicara kepada diri sendiri. Dapat dibedakan dalam dua pola tipe komunikasi yakni tipe komunikasi verbal dan tipe komunikasi non verbal. Tipe komunikasi verbal yakni tipe komunikasi dengan menggunakan bahasa, sedang tipe komunikasi non verbal yaitu tipe komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh. 13 Komunikasi adalah dialog verbal maupun non verbal yang dilakukan oleh manusia. Komunikasi terjadi setiap saat baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Komunikasi antar individu dikenal dengan komunikasi interpersonal. Rakhmat, Jalaluddin (1994: 13) menyatakan "Komunikasi yang efektif menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan." komunikasi yang dilakukan untuk mempengaruhi sikap orang lain sering disebut komunikasi persuasive. Dalam komunikasi ini diperlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikan. Persuasif adalah proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan pendekatan psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti yang kita kehendaki. Pentingnya komunikasi dalam hubungannya dengan pekerjaan ditunjukkan oleh banyaknya waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam pekerjaan, komunikasi ibarat darah organisasi yang menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu unit kerja. Rakhmat Jalaluddin (1994:3) Definisi komunikasi adalah "the process by which ab individual/the communicatory transmit stimuli (usually verbal) ". Artinya bahwa komunikasi adalah usaha menimbulkan respon melalui lembagalembaga. Fungsi komunikasi bisa berupa informatif, edukatif, persuasif, dan rekreatif. Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif apabila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan, bila hal ini 14 terjadi maka komunikasi lebih efektif dan saling menyukai. Banyak hal yang menyebabkan komunikasi menjadi efektif akan tetapi yang lebih penting adalah hubungan personal yang terbagi menjadi beberapa bentuk. Gitosudarmo, Indriyo (2001;205) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal (sambung rasa antar manusia) adalah komunikasi yang berbentuk tatap muka (face-to-face). Komunikasi ini sangat penting bagi pemimpin dalam rangka mempengaruhi atau menanamkan pengaruhnya kepada anggota kelompok atau bawahannya. Komunikasi interpersonal ini meliputi karakteristik yang berupa unsure-unsur tukar pikiran/temu wicara dan pemantauan terhadap perkembangan penerimaan informasi yang disampaikan oleh atasan kepada bawahannya. Kondisi seperti diatas menandakan bahwa komunikasi antar individu atau sering dikenal dengan komunikasi interpersonal merupakan suatu urgen dalam kehidupan manusia. Antara komunikasi dengan kepemimpinan terdapat hubungan yang sangat erat. Dengan komunikasi dua arah akan dapat mengurangi ketidakpastian. Demikian juga komunikasi dalam organisasi memungkinkan adanya mekanisme balikan dan pimpinan akan memperoleh informasi yang akurat tentang pelaksanaan suatu kegiatan dan akibat yang mungkin terjadi. Seorang pemimpin yang baik senantiasa ingin mengetahui bagaimana orang berpikir tentang dirinya, hal ini dapat diketahui pada saat ia berkomunikasi Berbagai pandangan tentang indikasi komunikasi interpersonal yang efektif, pada umumnya efektivitas komunikasi interpersonal ditandai dengan adanya keakraban atau kedekatan, kepekaan, saling mendengar, saling merespon, 15 saling mendukung, dan rnengerti perasaan, antara komunikator dengan komunikan. Menurut Gitosudarmo (2001: 217) bahwa, "komunikasi yang efektif tergantung pada kualitas prosesnya dan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan umpan balik, empati, pergaulan, bahasa dan waktu yang efektif, mendengar secara efektif, dan mengatur arus informasi" Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang komunikasi interpersonal adalah hubungan kerja anatara kepala sekolah dengan bawahannya dalam bentuk verbal dan non verbal. Komunikasi intrapribadi atau Kornunikasi interpersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemprosesan simbolik dari pesan-pesan, maka seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek. Aktifitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi. 16 3. Kinerja Guru. Pada umumnya jika seseorang melakukan sesuatu, jelas ada tujuan sesuatu yang hendak dicapainya. Tujuan yang hendak dicapai salah satunya adalah hasil kerja atau disebut kinerja. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian Kinerja (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdiannya. Sorotan tersebut lebih bermuara kepada ketidakmampuan guru didalam pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga bermuara kepada menurunnya mutu pendidikan. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada sisi-sisi kelemahan pada guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan mungkin ada system yang berlaku, baik sengaja ataupun tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan tadi. Seorang guru yang memiliki kinerja yang tinggi dan baik dapat menunjang tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh lembaga pendidikan. Untuk dapat dimiliki kinerja yang tinggi dan baik, seorang guru dapat 17 melaksanakan pekerjaannya harus memiliki keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya. Untuk mengetahui kinerja guru maka perlu diadakan penilaian terhadap kinerja itu sendiri, dari penilaian itu dapat diketahui apakah kinerja yang dihasilkan oleh guru telah memenuhi standart atau tidak. Dengan melakukan penilaian kinerja guru, lembaga pendidikan dapat memperoleh informasi tentang kinerja guru yang dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja dari gurunya, untuk lebih memotivasi guru agar mau mengembangkan diri, serta sebagai dasar perencanaan dalam pengambilan keputusan. Kinerja merupakan suatu tingkat peranan anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Peranan yang dimaksud adalah setiap kegiatan yang menghasilkan suatu akibat, pelaksanaan suatu tindakan, tingkat penyelesaian suatu pekerjaan dan bagaimana guru bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan. Sifat yang dimiliki guru umumnya berlangsung lama dan tetap sepanjang waktu seperti sopan santun, ramah, berpenampilan yang rapi. Tetapi adanya perubahan dan campur tangan dari pihak lain maka akan dapat mempengaruhi kinerja daripada seseorang. Menurut Sa`ud, Udin Syaefuddin (2009:16) menyebutkan bahwa, khusus untuk jabatan guru mempunyai kreteria sebagai berikut; 1. 2. 3. 4. Jabatan yang melibatkan intelektual. Jabatan yang meggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama. Jabatan yang memerlukan `latihan dalam jabatan` berkesinambungan. yang 18 5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. 6. Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri. 7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi. 8. Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat. Kinerja seseorang dalam melaksanakan pekerjaan juga ditimbulkan dan dipengaruhi oleh tingkat kemampuan yang dimiliki oleh setiap guru. Kemampuan tersebut diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam pekerjaan dan tanggungjawab guru tersebut. Robbins, Stephen P (2008;86), “Ability is an individual capacity to perform the various task in job”.Kemampuan menurut Robbins adalah kapasitas individual untuk melakukan tindakan-tindakan dalam melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan. Dengan kemampuan yang dimiliki guru diharapkan akan mendukung kegiatan guru yang juga akan mendukung kegiatan lembaga pendidikan, sehingga akan terasa wajar apabila lembaga pendidikan memberi harapan pada guru agar tujuan guru dalam bekerja dapat tercapai. Kemampuan guru ditentukan oleh beberapa komponen, pertama adalah pengetahuan. Setiap guru memiliki pengetahuan yang berbeda, tugas-tugas tertentu yang akan dikerjakan membutuhkan pengetahuan yang berbeda pula, dan setiap guru akan berusaha untuk menghubungkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan pekerjaan yang akan dilaksanakan. Guru berusaha untuk mempertemukan pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan pekerjaan, jadi pengetahuan merupakan kelengkapan guru dalam memiliki segala keterangan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan dalam menjalankan tugas sehari-hari. 19 Kedua adalah inisiatif, setiap pekerjaan membutuhkan inisiatif yang berbeda, tergantung dari ragam pekerjaan yang dilaksanakan oleh guru. Robbins, Stephen P (2008: 650) ada 3 kriteria untuk mengetahui kinerja seseorang, yaitu : 1. 2. 3. Individual task outcomes if ends count, rather than mean, then management should evaluate an employee’s task outcomes. Using task outcomes, a plant manager could be judged on criteria such as quality produced, scrap generated and cost perunit of production. Behaviour, it is difficult to identify specific outcomes that can be directly attributable to an employee’s action. This is particularly true of personnel in staff position and individuals whose work assignments are intrinsically part of a group effort. Traits, the weakest set of criteria yet one still widely used by organizations, is individual traits Thea are weaker than either task outcomes or behaviors because they are farthest removed from the actual performance of the job itself. Jadi motivasi bersama dengan kemampuan seseorang akan mempengaruhi kinerjanya. Dengan adanya harapan guru tentang imbalan, pengalaman, hubungan kerja yang baik, pelatihan dan promosi yang diberikan atas kinerja yang meningkat, serta pekerjaan yang menarik, maka akan menimbulkan semangat untuk melakukan pemilihan perilaku dalam melaksanakan pekerjaan dan untuk menggunakan kemampuan sebaik mungkin dalam mencapai kinerja yang diharapkan sekolah. Setiap guru dalam lembaga pendidikan melaksanakan tugas sesuai dengan yang diharapkan yang terungkap baik secara formal maupun informal sebagai suatu penghargaan, yang dikomunikasikan secara terus menerus. Dalam komunikasi tercakup janji-janji berupa penghargaan dan saksi sebagai konsekuensi dapat terpenuhi atau setidaknya penghargaan guru. Penghargaan 20 tersebut tidak terlepas dari semangat dan kemampuan guru dalam mencapai kinerja. Secara konseptual kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Administrasi Pendidikan Sumber Daya Manusia Wilayah Penelitian Kepemimpinan Situasional - Telling - Selling - Partisipasi - Delegating Perilaku Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah Masalah yang Tampak - Adanya - Penyampaia Kepemimpina n informasi n yang yang tidak otoriter jelas - Kepemimpina - Pemberian n yang tidak sanksi yang tahu tidak sesuai kemampuan dengan bawahan kesalahan - Terdapat - Kedekatan ”gap” dengan kepemimpina bawahan n dengan guru yang pilih kasih - Kurangnya semangat kerja guru - Adanya guru yang bersifat apatis - Pelaksanaan Pembelajaran yang kurang optimal Kinerja Guru Mutu Pendidikan Bagan 1.1 Kerangka Pikir - - Komunikasi Interpersonal Menyiapkan ide/gagasan Menegur dan member sangsi bawahan Menyampaika n pesan Kedekatan dengan bawahan Pelaksanaan Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah 21 E. Asumsi Dalam penelitian ini asumsi yang mendasari dari kerangka penelitian dapat dikemukakan sebagai beriktu: 1. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan formal mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk mengelola sebagai sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pendidikan. Upaya untuk memberdayakan segala sumber daya yang dimiliki oleh sekolah mencapai tujuan sekolah inilah yang dinamakan dengan manajemen pendidikan (sebut sekolah), yang merupakan bagian dari administrasi pendidikan secara keseluruhan. 2. Kepemimpinan Situasional merupakan kepemimpinan yang menerapkan pemahaman bawahan dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Penerapan prisnsip Situasional dalam mempengaruhi anggota organisasi sekolah akan memberi dampak pada kinerja guru yang sejalan dengan prinsip dan nilai serta kemampuan bawahannya. 3. Komunikasi yang baik sangat perlu bagi kegiatan organisasi yang efektif dan sangat penitng bagi adminsitrator/manajer yang memungkinkan sebagian besar waktu bekerjanya dengan suatu jenis komunikasi, begitu juga dengan kepala sekolah sebagai manajer hasil berpikirnya yang cemerlang tidak ada artinya jika tidak dikomunikasikan. 4. Setiap orang punya kapabilitas kreatif yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui pelatihan/pendidikan dan lingkungan yang kondusif. “Everybody is born with creative abilities, creativity can be enhanced with a positive attitude and suitable exercise”. (Philip C. Wankat, 1993). 22 F. Hipotesis Penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang ada, dapat dirancang hipotesis sebagai berikut: 1. Hipotesis Mayor I; Kepemimpinan Situasional dan Komunikasi Interpersonal kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru. Sub Hipotesis I; a. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru pada MTs di Kabupaten Kerinci. b. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Komunikasi Interpersonal terhadap Kinerja Guru pada MTs di Kabupaten Kerinci. c. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah terhadap Komunikasi Interpersonal kepala sekolah pada MTs di Kabupaten Kerinci. d. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kepemimpinan Situasional dan Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah secara bersama-sama terhadap Kinerja Guru pada MTs di Kabupaten Kerinci. 2. Hipotesis Mayor II; Kepemimpinan Situasional dan Komunikasi Interpersonal kepala sekolah dan kinerja guru terhadap prestasi belajar siswa. Sub Hipotesis II; 23 a. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kepemimpinan Situasional Kepala Sekolah terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci. b. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci. c. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kinerja Guru terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci. d. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Kepemimpinan Situasional, Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah dan Kinerja Guru secara bersamasama terhadap prestasi belajar siswa pada MTs di Kabupaten Kerinci. e. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan Prestasi Belajar Siswa dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan jenis kelamin dan umur guru yang mengajar mata pelajaran UN, skor Kepemimpinan Situasional, skor Komunikasi Interpersonal Kepala Sekolah dan Kinerja guru pada MTs di Kabupaten Kerinci. G. Metode dan Lokasi Penelitian. a. Metode Penelitian ini difokuskan kepada kinerja guru yang mengajar mata pelajaran yang diikutsertakan pada pelaksanaan Ujian Nasional (UN) pada akhir tahun pelajaran, yaitu guru-guru yang mengajar mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris di kelas XII pada tiap Madrasah Tsanawiyah 24 baik negeri maupun swasta yang ada dilingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kerinci. Ada dua jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data primer yang diperoleh dari angket yang diedarkan pada guru yang mengajar mata pelajaran yang diikutsertakan pada pelaksnaan UN yaitu tentang kepemimpinan situasional kepala sekolah, komunikasi interpersonal kepala sekolah dan kinerja guru. Sedangkan data sekunder merupakan kumpulan nilai yang diperoleh siswa dalam mengikuti pelaksanaan UN tiga tahun terakhir, yaitu tahun pembelajaran 2006/2007, 2007/2008 dan 2008/2009. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif. Data primer dianalisis untuk mendapatkan skor jawaban responden per pernyataan maupun secara keseluruhan. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Analisis data dengan menggunakan Path Analysis dilakukan untuk mengetahui pengaruh setiap variabel independen. Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui bagaimana variabel dependent dapat dipredikisi melalui variabel independen atau prediktornya (Sugiyono,2007:243). Sedangkan analisis regresi linier model multiple classification analysis (MCA) digunakan untuk melihat pengaruh datanya bersumber dari nilai siswa dengan variabel kontrolnya adalah jenis kelamin dan umur guru yang mengajar pada empat mata pelajaran disetiap Madrasah Tsanawiyah yang ada dilingkungan kantor kementerian agama kabupaten kerinci. 25 b. Lokasi Penelitian Lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat pada penelitian ini adalah MTs di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kerinci baik Negeri maupun Swasta yang tersebar pada 18 kecamatan yang berjumlah 12 Madrasah Tsanawiyah. Sedangkan sumber data penelitian ini adalah Guru Kelas III bidang studi UN (Ujian Nasional) yang terdiri dari guru bidang studi: Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jumlah guru yang mrngajar mata pelajaran UN di 12 Madrasah Tsanawiyah negeri maupun swasta seluruhnya terdapat 48 orang.