Editorial PSORIASIS DAN KETERLIBATAN ORGAN LAIN Psoriasis merupakan penyakit kulit inflamasi kronis, yang dapat dikaitkan dengan beberapa gangguan organ lain. Penyakit penyerta yang tersering adalah artritis dan masalah kecemasan maupun depresi, tetapi kini psoriasis banyak dihubungkan dengan sindrom metabolik. Sindrom ini merupakan kelompok faktor risiko termasuk obesitas, dislipidemia aterogenik, hipertensi, intoleransi glukosa, yang merupakan prediktor utama penyakit jantung, diabetes dan stroke. Mortalitas disebabkan masalah kardiovaskuler ini tercatat meningkat pada pasien psoriasis berat dan pasien psoriasis muda. Secara biomolekular, sindrom metabolik ditandai dengan meningkatnya aktivitas helper T cells type I (TH1). Keadaan ini mengarahkan pemikiran kepada penetapan hipotesis bahwa psoriasis berhubungan dengan sindrom tersebut melalui kesamaan jalur inflamasi. Tumor necrosis factor (TNF)-α merupakan salah satu contoh yang berperan pada psoriasis dan sindrom metabolik, peningkatan kadar mediator ini dalam sirkulasi, reseptor TNF- α yang terlarut maupun produksi TNF- α in vitro dijumpai pada pasien dengan komponen sindrom metabolik, misalnya obesitas dan resistensi insulin. Keberadaan TNF-α ini dapat mengarah pada resistensi insulin dengan mekanisme terhambatnya fosoforilasi diperantarai insulin pada reseptor insulin, begitu juga substrat reseptor insulin yang menekan sinyal insulin dan transportasi glukosa ke permukaan sel. TNF-α merupakan aktivator of c-jun amino-terminal kinase (JNK) yang merupakan pemicu aktivititas proinflamasi. Dari survey epidemiologis yang dilakukan oleh Neimann dan kawan-kawan pada tahun 2006 di Pennsylvania, Amerika Serikat dari 127.706 pasien, terbukti beberapa faktor risiko kardiovaskular berhubungan dengan psoriasis. Beragam risiko ini diketahui merupakan kunci komponen sindrom metabolik; diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan merokok mempunyai prevalensi yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok psoriasis berat dibandingkan kelompok psoriasis ringan maupun kontrol. Pada negara berkembang sebelumnya dilaporkan prevalensi sindrom metabolik ini rendah, namun survey epidemiologis mutakhir menunjukkan peningkatannya yang tajam. Obesitas merupakan keadaan tersering dikaitkan dengan psoriasis, menurut Liendegard yang menerangkan pertama kali pada tahun 1986 kaitannya psoriasis dengan obesitas. Lingkar pinggang dan body mass index pasien psoriasis lebih tinggi secara bermakna pada pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Pengertian obesitas sebagai keadaan proinflamasi dengan keterlibatan jaringan lemak sebagai organ imun dan endokrin yang menjelaskan obesitas sebagai faktor predisposisi psoriasis. Penurunan berat badan memperbaiki psoriasis, terbukti pada berkurangnya keparahan psoriasis pada populasi kurang gizi di penjara kala perang dunia ke dua yang dipublikasi Simon RD pada sebuah jurnal ilmiah terkemuka di tahun 1949. Belum ada bukti yang pasti menjelaskan ganguan mana yang muncul terlebih dahulu, beberapa tulisan menerangkan psoriasis terjadi awal diikuti dengan sindrom metabolik. Dibuktikan risiko kejadiannya meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Dengan berbagai uji sahih yang menunjukkan psoriasis bukan hanya sekedar peradangan di kulit, maka sangat bijaksana bila penanganan psoriasis dilakukan secara holistik, untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitiasnya. Keadaan peradangan yang berjalan kronis, harus segera diatasi dengan obat yang tepat agar mencegah mediator sitokin, kemokin maupun growth factor yang beredar secara sistemik merusak organ lain. Penanganan yang optimal untuk pasien psoriasis juga menyangkut menjaga masa remisi yang panjang serta mencegah efek samping obat serta mendeteksi secara dini komplikasi yang mungkin terjadi. Tjut Nurul Alam Jacoeb Departemen IK. Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1