BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konstruksi Sosial 2.1.1 Kontruksi Sosial Media Massa Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L Berger Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Menurut Berger, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh tuhan. Tetapi sebaliknya ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda atau plural. Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda–beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, prefensi, pendidikan tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. 3 Realitas sosial terdiri dari realitas objektif, realitas simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis kedalam individu melalui proses interealitas. 4 3 Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta: LKiS, 2002 hal 15 Burhan Bungin. Kontruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta kritik terhadap Peter L Berger & Thomas Luckmann. Jakarta: Kencana, 2008 hal 24 4 11 12 Media adalah agen konstruksi, pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke khalayak. Media bukan sebagai agen, melainkan hanya sebagai saluran. Media dilihat sebagai sarana yang netral. Sedangkan dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya. Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Apa yang tersaji dalam media, adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realita untuk disajikan kepada khalayak. 5 Tabel 2.1 Kontruksi Sosial Media Massa POSITIVIS Media Sebagai Saluran Pesan Konstruksionis Media Sebagai agen konstruksi Pesan Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap 5 Burhan Bungin, op.cit., hal.31 13 penghasilnya. Sebaliknya manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal didalam masyarakatnya. Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan, Berger menyebutkan sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa; Pertama Eksternalisasi, yaitu usaha peluncuran atau ekspresi diri manusia didalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu aktifitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses objektivitas ini, masyarakat menjadi suatu sui generis. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi kemudahaan hidupnya, atau kebudayaan non materil dalam bentuk bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk ekternalisasi tersebut menjadi realitas objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar kesadaran manusia, ada “disana“ bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami setiap orang. Ketiga Internalisasi, yaitu penyerapan kembali dunia 14 objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. 6 2.1.2 Kontruksi Sosial Media Melalui buku Kontruksi Sosial Media Massa; Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik teori pendekatan kontruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Thomas Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi hal yang subtansial dalam proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Artinya, sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses kontruksi sosial atas realitas yang berjalan lambat itu. Subtansi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga kontruksi sosial yang berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkontruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini cenderung sinis. Posisi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah mengoreksi subtansi kelemahan dan melengkapi “kontruksi sosial atas realitas” dengan menempatkan seluruh kelebihan media dan efek media pada keunggulan “kontruksi sosial media massa” atas “kontruksi sosial atas realitas.” Proses simultan ini tidak bekerja secara tiba-tiba tetapi melalui beberapa tahap penting. 7 6 7 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Yogyakarta: LkIs, 2002, hal. 16 Burhan Bungin. op.cit,. Hal. 194-195 15 2.1.3 Proses Kontruksi Sosial Media Massa Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut: 8 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan tiga hal yaitu kedudukan, harta, dan perempuan. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu : a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipat gandaan. b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita demi kepentingan kapitalis. c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar. Jadi, 8 Burhan Bungin. op.cit,. Hal. 195-200 16 dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memosisikan diri pada tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya keberpihakan pada kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan. 2. Tahap sebaran konstruksi Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan, seperti terbitan harian, terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real time yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut. Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca. 17 3. Tahap pembentukan konstruksi realitas a. Tahap pembentukan konstruksi realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama adalah konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiranpikirannya dikonstruksi oleh media massa. Tahap ketiga adalah menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila ia belum membaca koran. 18 b. Pembentukan konstruksi citra Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model: 1) model good news dan 2) model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri. Sementara pada model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang ada pada objek pemberitaan itu sendiri. 4. Tahap konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu: a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa, b) kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media 19 massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subjektivitas media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses. Gambar 2.1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa 2.2 Pendidikan Nasional Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan dengan pembukaan UUD itu, batang tubuh konstitusi itu di antaranya Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32, juga mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur 20 dengan undang-undang. Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. 2.2.1 9 Pendidikan Di Kota Tarakan Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam era reformasi diberlakukan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang termasuk sektor pelayanan dasar yang akan mengalami perubahan secara mendasar dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, baik dari segi birokrasi kewenangan penyelenggaraan pendidikan maupun dari aspek pendanaannya. Otonomi daerah merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi tersebut dari pemerintah pusat ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak masih menghadapi berbagai masalah. Di antaranya, pada kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan kurang adanya koordinasi 9 Renstra, “Pembangunan Pendidikan.” Jurnal Kepemerintahan, Tahun 2010-2014: Bab 1 21 dan sinkronisasi. Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa permasalahan, seperti daerah tidak dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan potensinya. Apabila hal itu dibiarkan berbagai akibat yang tidak diinginkan dapat muncul. Misalnya, kembali pada kebijakan pendidikan yang desentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga daerah membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya paling tepat meskipun sebenarnya berseberangan dengan kebijakan pusat. Dengan perkataan lain, apabila kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah tidak dilakukan upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan baik, tidak mustahil otonomi tersebut dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Dalam kondisi demikian diperlukan cara bagaimana agar kebijakan pendidikan di daerah dengan pusat ada sinkronisasi dan koordinasi. Lebih jauh, perlu diusahakan secara sistematis dalam membina generasi muda untuk tetap memiliki komitmen yang kuat dan tetap di bawah naungan NKRI. Masalah sinkronisasi dan koordinasi kebijakan pendidikan dan upaya membina generasi muda yang berorientasi memperkuat integrasi bangsa menjadi fokus dalam kebijakan Tarakan menuju Kota Pendidikan. 10 2.3 Komunikasi Massa Televisi tidak menggantikan peran radio, tetapi membawa radio ke sistem pemprograman yang baru termasuk acara perbincangan dengan format musik yang spesifik. Salah satu perubahan teknologi baru itu menyebabkan 10 Yunus Abbas. “Tarakan Kota Pendidikan”. Jurnal Pendidikan, Bab 1. 2012 22 dipertanyakannya kembali definisi komunikasi itu sendiri. Definisi komunikasi massa yang sebelumnya sudah cukup jelas didefiniskan dalam 3 ciri: 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. 11 Komunikasi massa adalah suatu proses dimana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus-menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara (Defleur dan McQuail). 12 Karakteristik komunikasi massa : 1. Komunikator terlambangkan 2. Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan kepada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis dan kultural. 3. Bentuk kegiatan media massa bersifat umum, dalam arti perorangan atau pribadi. 11 J.Severin, Werner dan James W.Tankard. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal 4 12 Riswandi. Ilmu Komunikasi (Edisi Pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Hal 103 23 4. Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak mengenal batas geografis dan kultural. 5. Media massa menimbulkan keserempakan Isi pesan melalui media massa mencakup berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan, baik yang bersifat informatif, edukatif, maupun hiburan. 2.4 Media Massa Menurut Steven M Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau dengan istilah lain dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa. Ada 4 dampak kehadiran media massa sebagai objek fisik. a. Dampak Ekonomis Kehadiran media massa menimbulkan dampak secara ekonomis, yaitu menggerakkan usaha dalam berbagai sektor seperti produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa. 24 b. Dampak Sosial Dampak sosial berkaitan sengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat kehadiran media massa. c. Dampak pada Penjadwalan Kegiatan Kehadiran media massa ternyata dapat mengubah jadwal kegiatan sehari-hari khalayak. d. Media Massa sebagai Penyaluran Perasaan Seringkali orang menggunakan media massa untuk menghilangkan perasaan tertentu seperti kesepian, marah, kecewa, bosan, dan sebagainya. Memutar radio atau menonton televisi tanpa menaruh perhatian pada acara yang disiarkan adalah cara-cara untuk menghilangkan perasaan marah, kecewa, bosan, dan sebagainya. e. Dampak Menumbuhkan Perasaan Tertentu Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak enak pada diri seseorang, tetapi juga dapat menimbulkan perasaan tertentu. Kadang-kadang, seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif terhadap media tertentu. 25 2.4.1 Dampak Pesan Media Massa a. Dampak Kognitif Dampak ini terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak ini berkaitan denga penyampaian informasi, pengetahuan, kepercayaan yang diberikan oleh media massa. b. Dampak Efektif Dampak pesan media massa sampai tahap afektif bila pesan yang disebarkan media massa mengubah apa yang disaranakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional, sikap atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca usulan tentang keberhasilan tukang becak menjadi sarjana anda merasa benci dengan aktor A dalam film yang selalu mendapat peran penjahat, atau anda menjadi takut pulang malam setelah menonton berita kriminal di televisi. Media massa memberikan informasi bahwa gaji pegawai negeri akan naik 30% pada tahun 2006, maka para PNS merasa senang mendengar informasi tersebut. c. Dampak Konatif / behavioral Dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan yang disebarkan media massa mendorong anda untuk melakukan tindakantindakan tertentu. Misalnya setelah anda menonton tayangan televisi atau 26 mendengar berita tentang gempa tsunami di Aceh kemudian segera mengirimkan bantuan uang dan makanan. 13 2.4.2 Fungsi Media Harold Laswell dan Charles Wright merupakan sebagian pakar yang benar-benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Wright (1959) membagi media komunikasi berdasar sifat dasar pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi dan sifat dasar pemberi informasi. Laswell (1984/1960), pakar komunikasi dan professor hukum di Yale, mencatat ada tiga fungsi media massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, wright menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan. Selain fungsi, media juga mempunya disfungsi, yakni konsekuensi yang tidak diinginkan masyarakat atau anggota masyarakat. 14 2.5 Televisi Sejarah perkembangan televisi, televisi mengalami perkembangan secara drastis terutama melalui pertumbuhan televisi kabel. Transmisi televisi kabel menjangkau khalayak sampai dengan kepelosok negeri dengan bantuan satelit dan diterima langsung oleh layar televisi dengan menggunakan wire atau microwave yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa. Kemudian perkembangan 13 Riswandi. Dasar – dasar penyiaran (Edisi Pertama). Jakarta: Graha Ilmu. 2009, hal.105-114 Werner J.Severin dan James W.Tankard. Teori Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hal .386 14 27 televisi semakin marak setelah dikembangkannya direct broadcasting satelit (DBS). Kegiatan penyiaran televisi diindonesia dimulai tanggal 24 Agustus 1962 bertepatan dengan dilangsungkannya pesta olahraga Asia ke-4 (ASIAN GAMES) di senayan Jakarta. Sejak itu pula TVRI dipergunakan sebagai stasiun call sampai sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI mengudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanannya. Sesuai dengan keinginan masyarakat dan kepentingan pemerintah, pada tanggal 16 Agustus 1976 presiden Soeharto meresmikan penggunaan satelit palapa untuk keperluan telekomunikasi dan televisi, dan seiring dengan itu dimulailah era baru bagi perkembangan pertelevisian di Indonesia. Pada akhir 1980-1990, bermunculan beberapa televisi swasta di Indonesia sepeti RCTI, SCTV, INDOSIAR, TPI, dan ANTV. Setelah orde baru jatuh pada bulan maret 1998 oleh gerakan reformasi, bermunculan pula stasiun televisi swasta lainnya seperti METRO TV, TRANS TV, GLOBAL TV dan berkembang pula televisi berlangganan yang menyajikan berbagai program dalam dan luar negeri, Setelah UU penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia terus bermunculan, khususnya di daerah, yang terbagi dalam 3 kategori, yaitu televisi publik, swasta, berlangganan dan komunitas. Sampai Juli 2002 jumlah orang yang memiliki pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta. Sekarang ini, penonton televisi di Indonesia memiliki banyak pillihan dalam menikmati berbagai program televisi. Televisi merupakan salah satu media favorit bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media televisi 28 merupakan industri padat modal, padat teknologi, dan padat sumber daya manusia. 15 Pengertian penyiaran menurut undang-undang nomor 32 tahun 200, penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melelui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi darat, dilaut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur yang berkesinambungan. Televisi merupakan media yang dapat mendominasi komunikasi massa karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Televisi memiliki kelebihan lain dari media massa lainnya karena bersifat audio visual, dapat menggambarkan kenyataan dan secara langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi kepada setiap pemirsa dimanapun ia berada. Karakteristik televisi : 1. AudioVisual Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audiovisual). Keduanya harus ada keserasian secara harmonis. Apabila acara televisi hanya terlihat gambarnya tanpa suara, atau suara tanpa gambar tentu saja 15 Riswandi. Dasar-dasar penyiaran (Edisi Pertama). Jakarta: Graha Ilmu. 2009 Hal 9-11 29 audience akan merasa kesal. Bahkan mungkin lebih baik membaca surat kabar atau mendengarkan radio. 2. Berpikir dalam Gambar Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran shooting di televisi adalah producer. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus berpikir dalam gambar (thinks in picture). Begitu pula bagi seorang komunikator yang akan menyampaikan informasi, pendidikan, atau persuasi, sebaiknya ia dapat berpikir dengan gambar. 3. Pengoperasian Lebih Kompleks Dibandingkan dengan siaran radio, pengoperasian televisi lebih kompleks, dan tentunya lebih banyak melibatkan orang. Artinya semakin banyak tim yang terlibat, semakin banyak pula peralatan yang akan digunakan selama proses produksi berlangsung. Berdasarkan karakteristik di atas, dapat diketahui bahwa pentingnya media televisi dalam menyampaikan pesan-pesan, karena bersifat efektif. 16 2.5.1 Lembaga Penyiaran Lembaga penyiaran adalah penyelenggaraan penyiaran baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 16 Riswandi. op.cit., Hal 5-6 30 Menurut UU No.32 Tahun 2002 tentang lembaga penyiaran televisi diindonesia ada beberapa bagian, yaitu: 1. Non Komersial a. Lembaga Penyiaran Publik, Adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. b. Lembaga Penyiaran Komunitas, lembaga penyiaran yang didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tertentu. 2. Komersial a. Lembaga Penyiaran Swasta, lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Sumber pembiayaan diperoleh dari siaran iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. b. Lembaga Penyiaran Berlangganan, lembaga penyiaran yang menyediakan pelayanan jasa penyiaran secara berlangganan dan berbayar. Lembaga penyiaran ini menyalurkan materi siarannya melalui 3 saluran yaitu: satelit, kabel dan teristorial. 31 2.5.2 Televisi Lokal Televisi lokal merupakan salah satu stasiun televisi di indonesia yang berbasis kedaerahan, yang disiarkan melalui satelit dan kabel yang menggunakan otonomi daerah untuk pembiayaannya. Gagasan pembangunan siaran televisi lokal di indonesia sejak semula adalah untuk pendidikan nasional. Artinya, misinya adalah demi kepentingan publik. Televisi lokal sangat berperan dalam menghidupkan pencitraan budaya dan kesenian daerah sekaligus mendapatkan target audien mereka. Di Indonesia strategi untuk mengangkat budaya lokal masyarakat atau nilai etnik terbukti berhasil menjaring banyak masyarakat. Kehadiran televisi publik sebagaimana institusi lainnya, semacam institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat, dijalankan dengan modal sosial. Modal sosial dasarnya merupakan kepercayaan yang diwujudkan melalui dana untuk menggerakkan aktivitas kultural. Dana ini dapat berasal dari perusahaan yang menyisihkan profitnya unutk mendukung tujuan kultural atau langsung dari warga masyarakat berupa kontribusi atau iuran sebagai pendukung kultural. 17 Penyiaran saat ini tidak lagi menjadi monopoli Jakarta. Fenomena menjamurnya televisi lokal diberbagai daerah dapat dijadikan indikator telah menyebarnya sumber daya penyiaran. Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), sebuah organisasi tempat bergabungnya televisi lokal yang berdiri pada 26 juli 2002. Hingga saat ini, telah menghimpun sebanyak 23 industri televisi lokal. Anggotanya tersebar diberbagai daerah di indonesia, Ada Bandung TV dibandung, Bali TV, Riau TV dan beragai daerah lainnya seperti kota Tarakan 17 Garin Nugroho DKK. TV PUBLIK Menggagas Media Demokratis di Indonesia. Jakarta: SET dan Penulis, 2002. Hal.8-9 32 dengan Tarakan TV. Televisi lokal yang sudah beroperasi banyak yang berjibaku dengan masalah internalnya, dari persoalan buruknya manajemen, baik manajemen sumber daya manusianya maupun manajemen keungannya, hingga pada peroalan sulitnya mendapatkan share iklan. 18 Dewan direksi adalah unsur pimpinan stasiun televisi lokal yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan stasiun penyiaran lokal. Pengawasan intern adalah pengawasan administrasi, keuangan dan operasional didalam stasiun penyiaran lokal. Sementara penyelenggara siaran adalah stasiun penyiaran yang menyelenggarakan siaran lokal, regional, nasional, dan internasional. Sumber pembiayaan media penyiaran publik di Indonesia berasal dari: 1. Iuran penyiaran yang berasal dari masyarakat 2. Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 3. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 4. Sumbangan Masyarakat 5. Siaran Iklan 19 2.5.3 Peran Televisi Sebagai Media Massa Sebagian besar kita yang ada didalam maupun diluar media, cenderung beranggapan bahwa media melakukan tindakan kepada penonton, pendengar dan pembacanya. Secara bawah sadar, sering kali kita terus-menerus menerima model media sebagai jarum suntik atau sebutir peluru yang diarahkan kearah sasaran 18 Asosiasi Televisi Lokal (2012. 10 September). ATVLI ( Online ). Diakses pada tanggal 10 September 2012 dari www.atvli.com 19 Morissan, MA. Manajemen Media Penyiaran. Kencana. Hal 100 33 yang pasif. Akan tetapi audien tidaklah selalu pasif, sebuah kajian klasik berjudul “The Obstinate Audience” mengemukan bahwa audien kerap kali sangat aktif (Bauer 1964). Para peneliti lain (Bryant dan Street, 1988) menyuarakan pendapatnya, gagasan penyampaiaan pesan aktif dengan cepat meraih kedudukan yang mapan dalam disiplin ilmu komunikasi. Rubin berpendapat bahwa aktifitas audien pilihan yang disengaja oleh para pengguna isi media untuk memenuhi kebutuhan mereka merupakan konsep inti dari pendekatan manfaat gratifikasi. Sejalan dengan pemikiran diatas sekelompok penulis mengusulkan agar istilah “audien” diganti dengan gagasan “pembaca” aktif muatan komunikasi massa (Gamson, Croteau, Hoynes, Sasson 1922). Para penulis ini menekankan bahwa isi media massa kebanyakan kaya akan makna dan terbuka bagi beragam pembacaan. Dan peran atau manfaat media massa bagi televisi berkenaan dengan apa yang dilakukan audien terhadap media, Karena mengangkat bidang penelitian yang sering disebut sebagai pendekatan manfaat dan gratifikasi. Pendekatan manfaat gratifikasi melibatkan suatu pergeseran fokus dari tujuan penyampaian pesan ketujuan penerimaan pesan. Pendekatan ini berusaha menentukan fungsi apa saja yang dijalankan oleh komunikasi massa terhadap audiennya. Sekurangkurangnya dalam hal, pendekatan manfaat dan gratifikasi terhadap media sangat cocok dengan teori pers bebas dan gagasan Jhon Stuart Mil mengenal rasionalitas manusia keduanya menekankan pada potensi individu akan realisasi diri. 20 20 J.Severin, Werner dan James W.Tankard. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Hal 210 34 2.6 Program Televisi Program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Di Amerika sebuah stasiun televisi tidak memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka hanya membeli atau memesan dari production company, yakni kalau indonesia lebih dikenal dengan production house. Cara seperti ini akan lebih menguntungkan dari kedua belah pihak. Stasiun televisi dapat memilih program yang menarik dan memiliki nilai jual kepada pemasang iklan, sementara perusahaan produksi acara televisi dapat meraih keuntungan dari produksinya yang biasanya diproduksi oleh stasiun televisi dinegara paman sam ini hanyalah sebatas pada produksi berita dan event olahraga. Di Indonesia kecendrungan televisi swasta sudah mulai mengarah kepada sistem Amerika. Ini dimulai dari garapan-garapan sinetron, kuis dan berbagai acara hiburan lainnya. Berbeda dengan TVRI, stasiun televisi milik pemerintah tersebut memang memiliki latar belakang sejarah yang spesifik. Peraturan pemerintah yang saat itu masih belum mengizinkan lahirnya televisi swasta hingga menyebabkan TVRI harus memproduksi acaranya sendiri sekaligus menayangkan, padahal memang sebaiknya ada perbedaan fungsi yaitu sebagai broadcasting company dan ada pula yang berfungsi sebagai production company, sehingga kualitas isi siarannya akan dapat memenuhi keinginan pengelola siaran televisi tersebut. 35 Pada umumnya isi program televisi meliputi acara sebagai berikut: 21 Tabel 2.2 Tabel Program TV Drama (fiksi) Non Drama (non fiksi) Berita (news) Tragedy Musik Feature Aksi Magazine Show Sports Komedi Talk Show News Cinta Variety Show Legenda Repackaging Horor Game Show Kuis 2.6.1 Pengertian program Kata program berasal dari bahasa inggris ”programe” atau program yang artinya acara atau rencana. Undang-undang di Indonesia tidak menggunakan istilah siaran. Dalam konteks ini program diartikan sebagai segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiensnya, namun kata program lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia dari pada kata siaran untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Dengan demikian, program memiliki pengertian yang luas. 21 Rukmananda, Naratama. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: PT Grasindo. 2004 Hal.64 36 Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien terarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu radio atau televisi. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan produk atau barang (goods) atau pelayanan (services) yang dijual kepada pihak lain, dalam hal ini adalah audien dan pemasang iklan. Dengan demikian program adalah produk yang dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mengikutinya. Dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan mendapatkan pendengar atau penonton. Dan didalam stasiun televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Pengelola stasiun penyiaran di tuntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokan menjadi dua bagian berdasarkan jenisnya itu yaitu: 1. Program Informasi (berita) Manusia pada dasarnya memiliki sifat ingin tahu yang besar, mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah masyarakat. Dan program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak audien. Program informasi dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news). 37 2. Program Hiburan Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, permainan (game), musik, dan pertunjukan. 22 2.6.2 Talk Show Salah satu format yang sering digunakan televisi dalam menampilkan wacana “serius” adalah talk show. Talk show merupakan wacana broadcast yang bisa dilihat sebagai produk media maupun sebagai talk oriented terus menerus. Sebagai produk media, talk show dapat menjadi “teks” budaya yang berinteraksi dengan pemirsanya dalam produksi dan pertukaran makna. Sebagai sebuah proses dialog, talk show akan memperhatikan masalah efisiensi dan akurasi, pada aspek: kontrol pembawa acara, kondisi partisipan dan even evaluasi audiens. Definisi talk show menurut Farlex (2005) dalam The Free Dictionary: A televiion or radio show in which noted people, such us authorities in a particular field, participate in discussion or are interviewed and often answer question from viewers or listeners. (Sebuah acara televisi atau radio, yang mana orang terkemuka, seperti seorang ahli dalam bidang tertentu, berpartisipasi dalam diskusi atau diwawancarai dan kadang kala menjawab pertanyaan dari pemirsa atau pendengar). 22 Morissan. Manajeman Media Penyiaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008 hal 200213 38 Talk show atau perbincangan adalah program yang menampilkan satu atau beberapa orang untuk membahas suatu topik tertentu yang dipadu oleh seorang pembawa acara. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang berpengalaman langsung dengan peristiwa atau topik yang diperbincangkan. 23 2.7 Analisis Framing Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses kontruksi. Disini realitas sosial dimaknai dan dikontruksikan dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. 24 Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menetukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. 25 23 Morissan, op.cit., Hal.212 Eriyanto. Analisis Framing. Yogyakarta : LKis, 2002. Hal 3 25 Eriyanto. op.cit., Hal 79 24 39 Dalam analisis framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media mengkontruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for granted. Sebaliknya, wartawan dan media-lah secara aktif membentuk realitas. 26 Dalam bukunya Eriyanto menjabarkan beberapa tokoh yang memberikan definisi tentang framing. Tabel 2.3 Definisi Analisis Framing TOKOH Robert N. Entman DEFINISI Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasiinformasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, 26 Eriyanto. op.cit., Hal 6 40 serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas. David E. Snow and Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi Robert Benfort yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu. Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa. Zhongdang Pan and Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat Gerald M. Kosicki kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, 41 menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. 2.7.1 Konsep Framing Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikontruksi oleh media. Proses pembentukan dan kontruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. 27 Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini hubungannya dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantun aksentuasi foto dan gambar apa dan sebagainya. 28 Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari lapangan psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu, atau gagasan tertentu. Teori framing misalnya banyak berhubungan dengan teori mengenai skema atau kognitif: bagaimana seseorang memahami dan melihat realitas dengan skema tertentu. Misalnya teori atribusi Heider yang 27 28 Eriyanto. op.cit., Hal 76 Eriyanto. op.cit., Hal 8 42 melihat manusia pada dasarnya tidak dapat mengerti dunia yang sangat kompleks. Karenanya individu berusaha menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi yang dapat ditangkap oleh panca indera sebagai dasar hubungan sebab-akibat. Atribusi tersebut dipengaruhi, baik oleh faktor personal maupun pengaruh lingkungan eksternal. Menurut Erving Goffman (Siahaan et al., 2001:76-77), Secara sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya. Skema intepretasi itu disebut frames, yang memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. Dalam konsep psikologis, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik. Dalam konsep ilmu lain konsep framing terkesan tumpang tindih, fungsi frame kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam wacana politik.29 2.7.2 Proses Framing Pembangunan konstruksi realitas pada masing-masing media berbeda, meskipun realitas faktanya sama. Pengonstruksian fakta tergantung pada kebijakan redaksional yang dilandasi politik media. Salah satu cara yang dipakai atau digunakan untuk menangkap cara masing-masing media membangun sebuah realitas adalah dengan framing. 29 Alex Sobur. Analisis Teks Media. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2009 Hal.163 43 Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana. Khususnya untuk menganalisa teks media. Analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau aktivitas komunikasi. Dengan framing kita juga bisa mengetahui bagaimana persfektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif ini pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Proses pemberitaan dalam organisasi media akan sangat mempengaruhi frame berita yang akan diproduksinya. Frame yang diproses dalam organisasi media tidak lepas dari latar belakang pendidikan wartawan sampai ideologi institusi media tersebut. Ada tiga proses framing dalam organisasi media menurut George Junus Adit Jondro. Proses tersebut : 1. Proses framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibalikkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya. 2. Proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Redaktur, dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelaksana, menentukan apakah 44 laporan si reporter akan dimuat atau tidak, serta menentukan judul yang akan diberikan. 3. Proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihakpihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi informasi yang ingin ditonjolkannya (sambil menyembunyikan sisi lain). Proses framing menjadikan media massa sebagai arena di mana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca. 2.7.3 Efek Framing Dalam proses framing pada akhirnya akan membawa efek. Karena sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai berbeda oleh media, bahkan pemaknaan ini bisa jadi sangat berbeda. Realitas sosial yang kompleks penuh dimensi dan tidak beraturan, disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu. Berdasarkan penyederhanaan atas kompleksnya realitas yang disajikan media, menimbulkan efek framing, yaitu: 1. Framing yang dilakukan media akan menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain. Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas, akibatnya ada aspek lain yang tidak mendapat perhatian yang memadai. 2. Framing yang dilakukan oleh media akan menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain. Dengan menampilkan sisi tertentu dalam berita ada 45 sisi lain yang terlupakan, menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapat liputan dalam berita. 3. Framing yang dilakukan media akan menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lain. Efek yang segera terlihat dalam pemberitaan yang memfokuskan pada satu pihak, menyebabkan pihak lain yang mungkin relevan dalam pemberitaan menjadi tersembunyi. 30 2.7.4 Model Analisis Framing Murray Edelman Murray Edelman mengimplementasikan konsep framing adalah apa yang kita ketahui tentang realitas atau dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkontruksikan/menafsirkan realitas. Realitas yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai dan dikontruksi dengan cara yang berbeda. Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi: pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Kategorisasi, membantu manusia memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan tersebut menjadi realitas yang mempunyai makna. Tetapi, kategorisasi tersebut bisa berarti juga suatu penyederhanaan, realitas yang kompleks dan berdimensi banyak dipahami dan ditekankan pada satu sisi atau dimensi sehingga dimensi lain dari suatu peristiwa atau fakta menjadi tidak terliput. Karena itu, kategori merupakan alat bagaimana realitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. 30 Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta: LkiS, hal 167-168 46 Kategorisasi dalam mendefinisikan peristiwa tersebut menetukan bagaimana masalah didefinisikan, apa efek yang direncanakan, ruang lingkup masalah dan penyelesaian efektif yang direkomendasikan. Dalam pandangan Edelman, seringkali terjadi kategori yang dipakai itu salah atau menipu khalayak peristiwa dibungkus dengan klasifikasi dan kategori tertentu menyebabkan khalayak tidak bisa menerima informasi sebenarnya. Karena frame mempunyai akibat yang jauh, peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai dengan cara tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami. Efeknya, dukungan atau penolakan atas suatu kebijakan juga tergantung pada bagaimana peristiwa tersebut dibentuk atau dibingkai. Gambar 2.2 Kategorisasi = Framing Abstraksi dan Fugsi Dari Pikiran Kesalahan Kategorisasi, Seringkali terjadi kategori yang dipakai dalam mendefinisikan peristiwa itu salah atau menipu khalayak. Peristiwa dibungkus dengan kategori tertentu menyebabkan khalayak tidak bisa menerima informasi sebenarnya. Peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai dengan cara tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami. Edelman menolak asumsi yang mengatakan seolah opini adalah sesuatu yang sesuatu yang tetap. Sebaliknya opini harus dilihat sebagai sesuatu yang 47 dinamis yang dapat diciptakan terus menerus. Karakter dan sebab-akibat dari peristiwa bisa berubah secara radikal dengan pemakaian kategorisasi tertentu. Ia menetukan bagaimana peristiwa dilihat dan bagaimana pengamatan diklasifikasikan pada titik tertentu saja. Rubrikasi, aspek ini penting dalam pemberitaan. Rubrikasi adalah bagaimana suatu peristiwa dikategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu. Rubrikasi ini haruslah dipahami tidak semata-mata sebagai persoalan teknis atau prosedur standar dari pembuatan berita. Ia haruslah dipahami sebagai bagian dari bagaimana fakta diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Rubrikasi ini menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Rubrikasi ini bisa jadi miskategorisasi peristiwa yang seharusnya dikategorisasikan dalam satu kasus, tetapi karena masuk dalam rubrik tertentu yang akhirnya dikategorisasikan dalam dimensi tertentu. Klasifikasi berpengaruh dengan bagaimana suatu peristiwa dan fenomena dipahami dan dikomunikasikan. Karenanya menurut Edelman, Klasifikasi menetukan dan berpengaruh terhadap dukungan atau oposisi politik. Klasifikasi menetukan dan mempengaruhi emosi khalayak ketika memandang atau melihat suatu peristiwa. Hal ini karena kategorisasi memfokuskan perhatian khalayak pada satu dimensi dan implikasinya pada kebijakan yang akan diambil. Pendapat khalayak ditentukan oleh bagaimana peristiwa itu disajikan dan dikomunikasikan. Menurut Edelman, banyak klasifikasi dan kategorisasi yang dibuat tidak menyertakan aspek diskriminasi, seakan realitas atau dunia berjalan secara apa adanya. Masalah sosial, banyak diklasifikasikan atau disebut, seperti kemiskinan, 48 pengangguran dan sebagainya. Klasifikasi dan kategorisasi tersebut tidak menyertakan didalamnya diskriminasi atau ketidak adilan antara kelompok atas dan kelompok elite. Kategorisasi dan Ideologi Dalam pandangan Edelman, kategorisasi berhubungan dengan ideologi. Bagaimana realitas diklasifikasikan dan dikategorisasikan, diantaranya ditandai dengan bagaimana kategorisasi tersebut dilakukan. Kategorisasi bukan representasi dari realitas. Pada dasarnya kategorisasi merupakan kreasi kembali yang penting agar tampak wajar dan rasional, yaitu dengan pemakaian kata-kata terentu yang mempengaruhi bagaimana realitas atau seseorang dicitrakan yang pada akhirnya membentuk pendapat umum mengenai suatu peristiwa atau masalah. Pemakaian bahasa tertentu memperkuat pandangan seseorang, prasangka, dan kebencian tertentu. 31 Penulis memakai metode ini karena penulis setuju dengan konsep Murray Edelman yang mengatakan "apa yang diketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung bagaimana membingkai dan mengkonstruksi realitas, realitas yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara yang berbeda" konsep ini cocok dengan objek penelitian si peniliti yang ingin meniliti tentang kontruksi sosial isu pendidikan yang ada pada program Tarakan TV yaitu Paguntaka Forum. Penulis ingin mengetahui sebuah kontruksi sosial yang diciptakan suatu program televisi lokal ini dan bagaimana masyarakat menanggapi isu yang dibuat oleh televisi ini. 31 Eriyanto. op.cit., Hal 186-187