11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konstruksi Sosial 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teori Konstruksi Sosial
2.1.1
Kontruksi Sosial Media Massa
Konsep
mengenai
konstruksionisme
diperkenalkan
oleh
sosiolog
interpretative, Peter L Berger Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis
karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Menurut
Berger, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan
oleh tuhan. Tetapi sebaliknya ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman
semacam ini, realitas berwajah ganda atau plural. Setiap orang mempunyai
konstruksi yang berbeda–beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai
pengalaman, prefensi, pendidikan tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu
dengan konstruksinya masing-masing. 3
Realitas sosial terdiri dari realitas objektif, realitas simbolis dan realitas
subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di
dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai
kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif
dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang
terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis
kedalam individu melalui proses interealitas. 4
3
Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta: LKiS, 2002 hal 15
Burhan Bungin. Kontruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan
Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta kritik terhadap Peter L Berger & Thomas Luckmann.
Jakarta: Kencana, 2008 hal 24
4
11
12
Media adalah agen konstruksi, pandangan konstruksionis mempunyai
posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam
pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana
bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke khalayak. Media bukan sebagai
agen, melainkan hanya sebagai saluran. Media dilihat sebagai sarana yang netral.
Sedangkan dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya. Media
bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksikan
realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihakannya. Disini media
dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Apa yang
tersaji dalam media, adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media
adalah agen yang secara aktif menafsirkan realita untuk disajikan kepada
khalayak. 5
Tabel 2.1
Kontruksi Sosial Media Massa
POSITIVIS
Media Sebagai Saluran Pesan
Konstruksionis
Media Sebagai agen konstruksi Pesan
Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang
dialektis, dinamis, dan plural secara terus menerus. Masyarakat tidak lain adalah
produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap
5
Burhan Bungin, op.cit., hal.31
13
penghasilnya. Sebaliknya manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat.
Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal
didalam masyarakatnya.
Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan, Berger menyebutkan
sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa; Pertama Eksternalisasi, yaitu usaha
peluncuran atau ekspresi diri manusia didalam dunia, baik dalam kegiatan mental
maupun fisik. Kedua Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental
maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu menghasilkan
realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai
suatu aktifitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang
menghasilkannya. Lewat proses objektivitas ini, masyarakat menjadi suatu sui
generis. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan
alat demi kemudahaan hidupnya, atau kebudayaan non materil dalam bentuk
bahasa. Baik alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia
ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia. Setelah
dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk ekternalisasi tersebut menjadi
realitas objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia sebagai penghasil produk
kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus sebagai realitas objektif, ada diluar
kesadaran manusia, ada “disana“ bagi setiap orang. Realitas objektif itu berbeda
dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa
dialami setiap orang. Ketiga Internalisasi, yaitu penyerapan kembali dunia
14
objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. 6
2.1.2
Kontruksi Sosial Media
Melalui buku Kontruksi Sosial Media Massa; Realitas Iklan Televisi
dalam Masyarakat Kapitalistik teori pendekatan kontruksi sosial atas realitas
Peter L Berger dan Thomas Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau
fenomena media massa menjadi hal yang subtansial dalam proses eksternalisasi,
objektivasi, dan internalisasi. Artinya, sifat dan kelebihan media massa telah
memperbaiki kelemahan proses kontruksi sosial atas realitas yang berjalan lambat
itu.
Subtansi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah pada sirkulasi informasi
yang cepat dan luas sehingga kontruksi sosial yang berlangsung sangat cepat dan
sebarannya merata. Realitas yang terkontruksi itu juga membentuk opini massa,
massa cenderung apriori dan opini cenderung sinis.
Posisi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah mengoreksi subtansi
kelemahan dan melengkapi “kontruksi sosial atas realitas” dengan menempatkan
seluruh kelebihan media dan efek media pada keunggulan “kontruksi sosial media
massa” atas “kontruksi sosial atas realitas.” Proses simultan ini tidak bekerja
secara tiba-tiba tetapi melalui beberapa tahap penting. 7
6
7
Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Yogyakarta: LkIs, 2002, hal. 16
Burhan Bungin. op.cit,. Hal. 194-195
15
2.1.3
Proses Kontruksi Sosial Media Massa
Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut: 8
1.
Tahap menyiapkan materi konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi
media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap
media massa. Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari
menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan tiga hal yaitu
kedudukan, harta, dan perempuan. Ada tiga hal penting dalam penyiapan
materi konstruksi sosial yaitu :
a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui,
saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh
kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media
massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipat gandaan.
b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini
adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada
masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita demi
kepentingan kapitalis.
c. Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada
kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap
media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan
jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar. Jadi,
8
Burhan Bungin. op.cit,. Hal. 195-200
16
dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memosisikan diri pada
tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya keberpihakan pada
kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa
adalah mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus
menghasilkan keuntungan.
2.
Tahap sebaran konstruksi
Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa.
Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media
berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki
konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan,
seperti terbitan harian, terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan
atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real time yang
sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama
sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.
Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan
model satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara
konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi
informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa
adalah semua informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan
setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting
oleh media menjadi penting pula bagi pembaca.
17
3.
Tahap pembentukan konstruksi realitas
a. Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah
sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat
melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi
realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa;
ketiga, sebagai pilihan konsumtif.
Tahap pertama adalah konstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk
konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung
membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah
realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai
otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian.
Tahap kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap
generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi
pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiranpikirannya dikonstruksi oleh media massa. Tahap ketiga adalah
menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif, dimana
seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah
bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Pada tingkat tertentu,
seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila ia belum membaca
koran.
18
b. Pembentukan konstruksi citra
Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap
konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media
massa ini terbentuk dalam dua model: 1) model good news dan 2) model
bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung
mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada
model ini objek pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki
citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang
ada pada objek itu sendiri. Sementara pada model bad news adalah sebuah
konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung
memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek,
lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat
yang ada pada objek pemberitaan itu sendiri.
4.
Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi
argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam
tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai
bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam
proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan
dalam konfirmasi ini yaitu: a) kehidupan modern menghendaki pribadi
yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa, b)
kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, dimana
orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media
19
massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki kemampuan
mengkonstruksi realitas media berdasarkan subjektivitas media, namun
kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber
pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.
Gambar 2.1
Proses Konstruksi Sosial Media Massa
2.2
Pendidikan Nasional
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejalan
dengan pembukaan UUD itu, batang tubuh konstitusi itu di antaranya Pasal 20,
Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32, juga mengamanatkan bahwa
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
20
dengan undang-undang. Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi
dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
2.2.1
9
Pendidikan Di Kota Tarakan
Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga
negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong
tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern
yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam UU No 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Dalam era reformasi diberlakukan kebijakan otonomi yang seluas-luasnya
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sektor pendidikan
merupakan salah satu sektor yang termasuk sektor pelayanan dasar yang akan
mengalami perubahan secara mendasar dengan dilaksanakannya otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal, baik dari segi birokrasi kewenangan penyelenggaraan
pendidikan maupun dari aspek pendanaannya.
Otonomi daerah merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi
tersebut dari pemerintah pusat ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang
pendidikan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak
masih menghadapi berbagai masalah. Di antaranya, pada kebijakan pendidikan
yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan kurang adanya koordinasi
9
Renstra, “Pembangunan Pendidikan.” Jurnal Kepemerintahan, Tahun 2010-2014: Bab 1
21
dan sinkronisasi. Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa
permasalahan, seperti daerah tidak dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai
dengan potensinya. Apabila hal itu dibiarkan berbagai akibat yang tidak
diinginkan dapat muncul. Misalnya, kembali pada kebijakan pendidikan yang
desentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga daerah membuat kebijakan
pendidikan yang dianggapnya paling tepat meskipun sebenarnya berseberangan
dengan kebijakan pusat.
Dengan perkataan lain, apabila kebijakan pendidikan dalam konteks
otonomi daerah tidak dilakukan upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan baik,
tidak mustahil otonomi tersebut dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Dalam
kondisi demikian diperlukan cara bagaimana agar kebijakan pendidikan di daerah
dengan pusat ada sinkronisasi dan koordinasi. Lebih jauh, perlu diusahakan secara
sistematis dalam membina generasi muda untuk tetap memiliki komitmen yang
kuat dan tetap di bawah naungan NKRI. Masalah sinkronisasi dan koordinasi
kebijakan pendidikan dan upaya membina generasi muda yang berorientasi
memperkuat integrasi bangsa menjadi fokus dalam kebijakan Tarakan menuju
Kota Pendidikan. 10
2.3
Komunikasi Massa
Televisi tidak menggantikan peran radio, tetapi membawa radio ke sistem
pemprograman yang baru termasuk acara perbincangan dengan format musik
yang spesifik. Salah satu perubahan teknologi baru itu menyebabkan
10
Yunus Abbas. “Tarakan Kota Pendidikan”. Jurnal Pendidikan, Bab 1. 2012
22
dipertanyakannya kembali definisi komunikasi itu sendiri. Definisi komunikasi
massa yang sebelumnya sudah cukup jelas didefiniskan dalam 3 ciri:
1.
Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen,
anonim.
2.
Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa
mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya
sementara.
3.
Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang
kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. 11
Komunikasi massa adalah suatu proses dimana komunikator-komunikator
menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara
terus-menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi
khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara (Defleur dan
McQuail). 12
Karakteristik komunikasi massa :
1.
Komunikator terlambangkan
2.
Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan kepada khalayak
yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis
dan kultural.
3.
Bentuk kegiatan media massa bersifat umum, dalam arti perorangan atau
pribadi.
11
J.Severin, Werner dan James W.Tankard. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. Hal 4
12
Riswandi. Ilmu Komunikasi (Edisi Pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Hal 103
23
4.
Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara cepat dan mampu
menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak mengenal batas geografis
dan kultural.
5.
Media massa menimbulkan keserempakan
Isi pesan melalui media massa mencakup berbagai aspek kehidupan seperti
ekonomi, politik, sosial, budaya, dan keamanan, baik yang bersifat informatif,
edukatif, maupun hiburan.
2.4
Media Massa
Menurut Steven M Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga
pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan
dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan melihat
jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa
perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau dengan istilah lain dikenal sebagai
observasi terhadap khalayak (individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau
bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa. Ada 4 dampak kehadiran media
massa sebagai objek fisik.
a.
Dampak Ekonomis
Kehadiran media massa menimbulkan dampak secara ekonomis, yaitu
menggerakkan usaha dalam berbagai sektor seperti produksi, distribusi, dan
konsumsi jasa media massa.
24
b.
Dampak Sosial
Dampak sosial berkaitan sengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial
sebagai akibat kehadiran media massa.
c.
Dampak pada Penjadwalan Kegiatan
Kehadiran media massa ternyata dapat mengubah jadwal kegiatan sehari-hari
khalayak.
d.
Media Massa sebagai Penyaluran Perasaan
Seringkali orang menggunakan media massa untuk menghilangkan perasaan
tertentu seperti kesepian, marah, kecewa, bosan, dan sebagainya. Memutar
radio atau menonton televisi tanpa menaruh perhatian pada acara yang
disiarkan adalah cara-cara untuk menghilangkan perasaan marah, kecewa,
bosan, dan sebagainya.
e.
Dampak Menumbuhkan Perasaan Tertentu
Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak enak
pada diri seseorang, tetapi juga dapat menimbulkan perasaan tertentu.
Kadang-kadang, seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif
terhadap media tertentu.
25
2.4.1
Dampak Pesan Media Massa
a.
Dampak Kognitif
Dampak ini terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui,
dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak
ini berkaitan denga penyampaian informasi, pengetahuan, kepercayaan
yang diberikan oleh media massa.
b.
Dampak Efektif
Dampak pesan media massa sampai tahap afektif bila pesan yang
disebarkan media massa mengubah apa yang disaranakan, disenangi, atau
dibenci oleh khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan
emosional, sikap atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca
usulan tentang keberhasilan tukang becak menjadi sarjana anda merasa
benci dengan aktor A dalam film yang selalu mendapat peran penjahat,
atau anda menjadi takut pulang malam setelah menonton berita kriminal di
televisi. Media massa memberikan informasi bahwa gaji pegawai negeri
akan naik 30% pada tahun 2006, maka para PNS merasa senang
mendengar informasi tersebut.
c.
Dampak Konatif / behavioral
Dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan
yang disebarkan media massa mendorong anda untuk melakukan tindakantindakan tertentu. Misalnya setelah anda menonton tayangan televisi atau
26
mendengar berita tentang gempa tsunami di Aceh kemudian segera
mengirimkan bantuan uang dan makanan. 13
2.4.2
Fungsi Media
Harold Laswell dan Charles Wright merupakan sebagian pakar yang
benar-benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam
masyarakat. Wright (1959) membagi media komunikasi berdasar sifat dasar
pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi dan sifat dasar pemberi informasi.
Laswell (1984/1960), pakar komunikasi dan professor hukum di Yale, mencatat
ada tiga fungsi media massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian
dalam masyarakat untuk merespon lingkungan, dan penyampaian warisan
masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini,
wright menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan. Selain fungsi, media juga
mempunya disfungsi, yakni konsekuensi yang tidak diinginkan masyarakat atau
anggota masyarakat. 14
2.5
Televisi
Sejarah perkembangan televisi, televisi mengalami perkembangan secara
drastis terutama melalui pertumbuhan televisi kabel. Transmisi televisi kabel
menjangkau khalayak sampai dengan kepelosok negeri dengan bantuan satelit dan
diterima langsung oleh layar televisi dengan menggunakan wire atau microwave
yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa. Kemudian perkembangan
13
Riswandi. Dasar – dasar penyiaran (Edisi Pertama). Jakarta: Graha Ilmu. 2009, hal.105-114
Werner J.Severin dan James W.Tankard. Teori Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Hal .386
14
27
televisi semakin marak setelah dikembangkannya direct broadcasting satelit
(DBS).
Kegiatan penyiaran televisi diindonesia dimulai tanggal 24 Agustus 1962
bertepatan dengan dilangsungkannya pesta olahraga Asia ke-4 (ASIAN GAMES)
di senayan Jakarta. Sejak itu pula TVRI dipergunakan sebagai stasiun call sampai
sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI mengudara rata-rata satu jam sehari
dengan segala kesederhanannya. Sesuai dengan keinginan masyarakat
dan
kepentingan pemerintah, pada tanggal 16 Agustus 1976 presiden Soeharto
meresmikan penggunaan satelit palapa untuk keperluan telekomunikasi dan
televisi, dan seiring dengan itu dimulailah era baru bagi perkembangan
pertelevisian di Indonesia. Pada akhir 1980-1990, bermunculan beberapa televisi
swasta di Indonesia sepeti RCTI, SCTV, INDOSIAR, TPI, dan ANTV.
Setelah orde baru jatuh pada bulan maret 1998 oleh gerakan reformasi,
bermunculan pula stasiun televisi swasta lainnya seperti METRO TV, TRANS
TV, GLOBAL TV dan berkembang pula televisi berlangganan yang menyajikan
berbagai program dalam dan luar negeri, Setelah UU penyiaran disahkan pada
tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia terus bermunculan, khususnya di
daerah, yang terbagi dalam 3 kategori, yaitu televisi publik, swasta, berlangganan
dan komunitas. Sampai Juli 2002 jumlah orang yang memiliki pesawat televisi di
Indonesia mencapai 25 juta. Sekarang ini, penonton televisi di Indonesia memiliki
banyak pillihan dalam menikmati berbagai program televisi. Televisi merupakan
salah satu media favorit bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media televisi
28
merupakan industri padat modal, padat teknologi, dan padat sumber daya
manusia. 15
Pengertian penyiaran menurut undang-undang nomor 32 tahun 200,
penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melelui sarana pemancaran dan
atau sarana transmisi darat, dilaut atau di antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui udara kabel, dan atau media lainnya untuk dapat
diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar
pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan
gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur
yang berkesinambungan. Televisi merupakan media yang dapat mendominasi
komunikasi massa karena sifatnya yang dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan khalayak. Televisi memiliki kelebihan lain dari media massa lainnya
karena bersifat audio visual, dapat menggambarkan kenyataan dan secara
langsung dapat menyajikan peristiwa yang sedang terjadi kepada setiap pemirsa
dimanapun ia berada.
Karakteristik televisi :
1.
AudioVisual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat
(audiovisual). Keduanya harus ada keserasian secara harmonis. Apabila acara
televisi hanya terlihat gambarnya tanpa suara, atau suara tanpa gambar tentu saja
15
Riswandi. Dasar-dasar penyiaran (Edisi Pertama). Jakarta: Graha Ilmu. 2009 Hal 9-11
29
audience akan merasa kesal. Bahkan mungkin lebih baik membaca surat kabar
atau mendengarkan radio.
2.
Berpikir dalam Gambar
Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran shooting di televisi adalah
producer. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah acara, ia harus
berpikir dalam gambar (thinks in picture). Begitu pula bagi seorang komunikator
yang akan menyampaikan informasi, pendidikan, atau persuasi, sebaiknya ia dapat
berpikir dengan gambar.
3.
Pengoperasian Lebih Kompleks
Dibandingkan dengan siaran radio, pengoperasian televisi lebih kompleks,
dan tentunya lebih banyak melibatkan orang. Artinya semakin banyak tim yang
terlibat, semakin banyak pula peralatan yang akan digunakan selama proses
produksi berlangsung.
Berdasarkan karakteristik di atas, dapat diketahui bahwa pentingnya media
televisi dalam menyampaikan pesan-pesan, karena bersifat efektif. 16
2.5.1
Lembaga Penyiaran
Lembaga penyiaran adalah penyelenggaraan penyiaran baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas
maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
16
Riswandi. op.cit., Hal 5-6
30
Menurut UU No.32 Tahun 2002 tentang lembaga penyiaran televisi diindonesia
ada beberapa bagian, yaitu:
1. Non Komersial
a. Lembaga Penyiaran Publik, Adalah lembaga penyiaran yang berbentuk
badan hukum didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak
komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan
masyarakat.
b. Lembaga Penyiaran Komunitas, lembaga penyiaran yang didirikan atas
biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik
komunitas tertentu.
2. Komersial
a. Lembaga Penyiaran Swasta, lembaga penyiaran yang bersifat komersial
berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Sumber pembiayaan
diperoleh dari siaran iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan
penyelenggaraan penyiaran.
b. Lembaga Penyiaran Berlangganan, lembaga penyiaran yang menyediakan
pelayanan jasa penyiaran secara berlangganan dan berbayar. Lembaga
penyiaran ini menyalurkan materi siarannya melalui 3 saluran yaitu:
satelit, kabel dan teristorial.
31
2.5.2
Televisi Lokal
Televisi lokal merupakan salah satu stasiun televisi di indonesia yang
berbasis kedaerahan, yang disiarkan melalui satelit dan kabel yang menggunakan
otonomi daerah untuk pembiayaannya. Gagasan pembangunan siaran televisi
lokal di indonesia sejak semula adalah untuk pendidikan nasional. Artinya,
misinya adalah demi kepentingan publik. Televisi lokal sangat berperan dalam
menghidupkan pencitraan budaya dan kesenian daerah sekaligus mendapatkan
target audien mereka. Di Indonesia strategi untuk mengangkat budaya lokal
masyarakat atau nilai etnik terbukti berhasil menjaring banyak masyarakat.
Kehadiran televisi publik sebagaimana institusi lainnya, semacam institusi
pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat, dijalankan dengan modal sosial.
Modal sosial dasarnya merupakan kepercayaan yang diwujudkan melalui dana
untuk menggerakkan aktivitas kultural. Dana ini dapat berasal dari perusahaan
yang menyisihkan profitnya unutk mendukung tujuan kultural atau langsung dari
warga masyarakat berupa kontribusi atau iuran sebagai pendukung kultural. 17
Penyiaran saat ini tidak lagi menjadi monopoli Jakarta. Fenomena
menjamurnya televisi lokal diberbagai daerah dapat dijadikan indikator telah
menyebarnya sumber daya penyiaran. Asosiasi Televisi Lokal Indonesia
(ATVLI), sebuah organisasi tempat bergabungnya televisi lokal yang berdiri pada
26 juli 2002. Hingga saat ini, telah menghimpun sebanyak 23 industri televisi
lokal. Anggotanya tersebar diberbagai daerah di indonesia, Ada Bandung TV
dibandung, Bali TV, Riau TV dan beragai daerah lainnya seperti kota Tarakan
17
Garin Nugroho DKK. TV PUBLIK Menggagas Media Demokratis di Indonesia. Jakarta: SET
dan Penulis, 2002. Hal.8-9
32
dengan Tarakan TV. Televisi lokal yang sudah beroperasi banyak yang berjibaku
dengan masalah internalnya, dari persoalan buruknya manajemen, baik
manajemen sumber daya manusianya maupun manajemen keungannya, hingga
pada peroalan sulitnya mendapatkan share iklan. 18
Dewan direksi adalah unsur pimpinan stasiun televisi lokal yang
berwenang dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan stasiun penyiaran lokal.
Pengawasan intern adalah pengawasan administrasi, keuangan dan operasional
didalam stasiun penyiaran lokal. Sementara penyelenggara siaran adalah stasiun
penyiaran yang menyelenggarakan siaran lokal, regional, nasional, dan
internasional.
Sumber pembiayaan media penyiaran publik di Indonesia berasal dari:
1.
Iuran penyiaran yang berasal dari masyarakat
2.
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara
3.
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
4.
Sumbangan Masyarakat
5.
Siaran Iklan 19
2.5.3
Peran Televisi Sebagai Media Massa
Sebagian besar kita yang ada didalam maupun diluar media, cenderung
beranggapan bahwa media melakukan tindakan kepada penonton, pendengar dan
pembacanya. Secara bawah sadar, sering kali kita terus-menerus menerima model
media sebagai jarum suntik atau sebutir peluru yang diarahkan kearah sasaran
18
Asosiasi Televisi Lokal (2012. 10 September). ATVLI ( Online ). Diakses pada tanggal 10
September 2012 dari www.atvli.com
19
Morissan, MA. Manajemen Media Penyiaran. Kencana. Hal 100
33
yang pasif. Akan tetapi audien tidaklah selalu pasif, sebuah kajian klasik berjudul
“The Obstinate Audience” mengemukan bahwa audien kerap kali sangat aktif
(Bauer 1964). Para peneliti lain (Bryant dan Street, 1988) menyuarakan
pendapatnya, gagasan penyampaiaan pesan aktif dengan cepat meraih kedudukan
yang mapan dalam disiplin ilmu komunikasi. Rubin berpendapat bahwa aktifitas
audien pilihan yang disengaja oleh para pengguna isi media untuk memenuhi
kebutuhan mereka merupakan konsep inti dari pendekatan manfaat gratifikasi.
Sejalan dengan pemikiran diatas sekelompok penulis mengusulkan agar
istilah “audien” diganti dengan gagasan “pembaca” aktif muatan komunikasi
massa (Gamson, Croteau, Hoynes, Sasson 1922). Para penulis ini menekankan
bahwa isi media massa kebanyakan kaya akan makna dan terbuka bagi beragam
pembacaan. Dan peran atau manfaat media massa bagi televisi berkenaan dengan
apa yang dilakukan audien terhadap media, Karena mengangkat bidang penelitian
yang sering disebut sebagai pendekatan manfaat dan gratifikasi. Pendekatan
manfaat gratifikasi melibatkan suatu pergeseran fokus dari tujuan penyampaian
pesan ketujuan penerimaan pesan. Pendekatan ini berusaha menentukan fungsi
apa saja yang dijalankan oleh komunikasi massa terhadap audiennya. Sekurangkurangnya dalam hal, pendekatan manfaat dan gratifikasi terhadap media sangat
cocok dengan teori pers bebas dan gagasan Jhon Stuart Mil mengenal rasionalitas
manusia keduanya menekankan pada potensi individu akan realisasi diri. 20
20
J.Severin, Werner dan James W.Tankard. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group Hal 210
34
2.6
Program Televisi
Program siaran televisi di Indonesia pada umumnya diproduksi oleh
stasiun televisi yang bersangkutan. Di Amerika sebuah stasiun televisi tidak
memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka hanya membeli atau
memesan dari production company, yakni kalau indonesia lebih dikenal dengan
production house. Cara seperti ini akan lebih menguntungkan dari kedua belah
pihak. Stasiun televisi dapat memilih program yang menarik dan memiliki nilai
jual kepada pemasang iklan, sementara perusahaan produksi acara televisi dapat
meraih keuntungan dari produksinya yang biasanya diproduksi oleh stasiun
televisi dinegara paman sam ini hanyalah sebatas pada produksi berita dan event
olahraga.
Di Indonesia kecendrungan televisi swasta sudah mulai mengarah kepada
sistem Amerika. Ini dimulai dari garapan-garapan sinetron, kuis dan berbagai
acara hiburan lainnya. Berbeda dengan TVRI, stasiun televisi milik pemerintah
tersebut memang memiliki latar belakang sejarah yang spesifik. Peraturan
pemerintah yang saat itu masih belum mengizinkan lahirnya televisi swasta
hingga menyebabkan TVRI harus memproduksi acaranya sendiri sekaligus
menayangkan, padahal memang sebaiknya ada perbedaan fungsi yaitu sebagai
broadcasting company dan ada pula yang berfungsi sebagai production company,
sehingga kualitas isi siarannya akan dapat memenuhi keinginan pengelola siaran
televisi tersebut.
35
Pada umumnya isi program televisi meliputi acara sebagai berikut: 21
Tabel 2.2
Tabel Program TV
Drama (fiksi)
Non Drama (non fiksi)
Berita (news)
Tragedy
Musik
Feature
Aksi
Magazine Show
Sports
Komedi
Talk Show
News
Cinta
Variety Show
Legenda
Repackaging
Horor
Game Show
Kuis
2.6.1
Pengertian program
Kata program berasal dari bahasa inggris ”programe” atau program yang
artinya acara atau rencana. Undang-undang di Indonesia tidak menggunakan
istilah siaran. Dalam konteks ini program diartikan sebagai segala hal yang
ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiensnya, namun
kata program lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia dari
pada kata siaran untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala
hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya.
Dengan demikian, program memiliki pengertian yang luas.
21
Rukmananda, Naratama. Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: PT Grasindo. 2004 Hal.64
36
Program atau acara yang disajikan adalah faktor yang membuat audien
terarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran apakah itu
radio atau televisi. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan produk
atau barang (goods) atau pelayanan (services) yang dijual kepada pihak lain,
dalam hal ini adalah audien dan pemasang iklan. Dengan demikian program
adalah produk yang dibutuhkan orang sehingga mereka bersedia mengikutinya.
Dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang
baik akan mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih besar, sedangkan
acara yang buruk tidak akan mendapatkan pendengar atau penonton. Dan didalam
stasiun televisi menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak
dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program
untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan
selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku.
Pengelola stasiun penyiaran di tuntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin
untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Berbagai jenis program itu
dapat dikelompokan menjadi dua bagian berdasarkan jenisnya itu yaitu:
1. Program Informasi (berita)
Manusia pada dasarnya memiliki sifat ingin tahu yang besar, mereka ingin
tahu apa yang terjadi di tengah masyarakat. Dan program informasi adalah
segala jenis siaran yang tujuannya untuk memberikan tambahan pengetahuan
(informasi) kepada khalayak audien. Program informasi dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news).
37
2. Program Hiburan
Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang bertujuan untuk menghibur
audien dalam bentuk musik, lagu, cerita, dan permainan. Program yang
termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, permainan (game), musik,
dan pertunjukan. 22
2.6.2
Talk Show
Salah satu format yang sering digunakan televisi dalam menampilkan
wacana “serius” adalah talk show. Talk show merupakan wacana broadcast yang
bisa dilihat sebagai produk media maupun sebagai talk oriented terus menerus.
Sebagai produk media, talk show dapat menjadi “teks” budaya yang berinteraksi
dengan pemirsanya dalam produksi dan pertukaran makna. Sebagai sebuah proses
dialog, talk show akan memperhatikan masalah efisiensi dan akurasi, pada aspek:
kontrol pembawa acara, kondisi partisipan dan even evaluasi audiens. Definisi
talk show menurut Farlex (2005) dalam The Free Dictionary: A televiion or radio
show in which noted people, such us authorities in a particular field, participate
in discussion or are interviewed and often answer question from viewers or
listeners. (Sebuah acara televisi atau radio, yang mana orang terkemuka, seperti
seorang ahli dalam bidang tertentu, berpartisipasi dalam diskusi atau
diwawancarai dan kadang kala menjawab pertanyaan dari pemirsa atau
pendengar).
22
Morissan. Manajeman Media Penyiaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008 hal 200213
38
Talk show atau perbincangan adalah program yang menampilkan satu atau
beberapa orang untuk membahas suatu topik tertentu yang dipadu oleh seorang
pembawa acara. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang berpengalaman
langsung dengan peristiwa atau topik yang diperbincangkan. 23
2.7
Analisis Framing
Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis
untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)
dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses kontruksi.
Disini realitas sosial dimaknai dan dikontruksikan dengan makna tertentu.
Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada
sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut
tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik tetapi menandakan bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditampilkan. 24
Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau
cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis
berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menetukan fakta apa yang
diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa
kemana berita tersebut. 25
23
Morissan, op.cit., Hal.212
Eriyanto. Analisis Framing. Yogyakarta : LKis, 2002. Hal 3
25
Eriyanto. op.cit., Hal 79
24
39
Dalam analisis framing, yang kita lakukan pertama kali adalah melihat
bagaimana media mengkontruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang
taken for granted. Sebaliknya, wartawan dan media-lah secara aktif membentuk
realitas. 26
Dalam bukunya Eriyanto menjabarkan beberapa tokoh yang memberikan
definisi tentang framing.
Tabel 2.3
Definisi Analisis Framing
TOKOH
Robert N. Entman
DEFINISI
Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian
tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan
aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasiinformasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu
mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.
William A. Gamson
Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan
(package). Kemasan itu semacam skema atau struktur
pemahaman
yang
digunakan
individu
untuk
mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan,
26
Eriyanto. op.cit., Hal 6
40
serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
Todd Gitlin
Strategi
bagaimana
realitas/dunia
dibentuk
dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada
khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian
khalayak
pembaca.
Itu
dilakukan
dengan
seleksi,
pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari
realitas.
David E. Snow and Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi
Robert Benfort
yang
relevan.
Frame
mengorganisasikan
sistem
kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,
anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat
tertentu.
Amy Binder
Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk
menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli
peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame
mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk
dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu
untuk mengerti makna peristiwa.
Zhongdang Pan and Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat
Gerald M. Kosicki
kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
41
menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas
dan konvensi pembentukan berita.
2.7.1
Konsep Framing
Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk
dan dikontruksi oleh media. Proses pembentukan dan kontruksi realitas itu, hasil
akhirnya adalah bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah
dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek tertentu yang
disajikan secara menonjol oleh media. 27
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/realitas. Proses
memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat
peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua
kemungkinan: apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Kedua, menuliskan fakta.
Proses ini hubungannya dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada
khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa,
dengan bantun aksentuasi foto dan gambar apa dan sebagainya. 28
Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari
lapangan psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat
bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri,
sesuatu, atau gagasan tertentu. Teori framing misalnya banyak berhubungan
dengan teori mengenai skema atau kognitif: bagaimana seseorang memahami dan
melihat realitas dengan skema tertentu. Misalnya teori atribusi Heider yang
27
28
Eriyanto. op.cit., Hal 76
Eriyanto. op.cit., Hal 8
42
melihat manusia pada dasarnya tidak dapat mengerti dunia yang sangat kompleks.
Karenanya individu berusaha menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi
yang dapat ditangkap oleh panca indera sebagai dasar hubungan sebab-akibat.
Atribusi tersebut dipengaruhi, baik oleh faktor personal maupun pengaruh
lingkungan eksternal.
Menurut Erving Goffman (Siahaan et al., 2001:76-77), Secara sosiologis
konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaaan kita mengklasifikasi,
mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup
kita untuk dapat memahaminya. Skema intepretasi itu disebut frames, yang
memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan
memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. Dalam konsep
psikologis, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang
unik. Dalam konsep ilmu lain konsep framing terkesan tumpang tindih, fungsi
frame kerap dikatakan sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang
dibangun dalam wacana politik.29
2.7.2
Proses Framing
Pembangunan konstruksi realitas pada masing-masing media berbeda,
meskipun realitas faktanya sama. Pengonstruksian fakta tergantung pada
kebijakan redaksional yang dilandasi politik media. Salah satu cara yang dipakai
atau digunakan untuk menangkap cara masing-masing media membangun sebuah
realitas adalah dengan framing.
29
Alex Sobur. Analisis Teks Media. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2009 Hal.163
43
Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana.
Khususnya untuk menganalisa teks media. Analisis framing mewakili tradisi yang
mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisa
fenomena atau aktivitas komunikasi.
Dengan framing kita juga bisa mengetahui bagaimana persfektif atau cara
pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita.
Cara pandang atau perspektif ini pada akhirnya menentukan fakta apa yang
diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dan hendak
dibawa kemana berita tersebut.
Proses pemberitaan dalam organisasi media akan sangat mempengaruhi
frame berita yang akan diproduksinya. Frame yang diproses dalam organisasi
media tidak lepas dari latar belakang pendidikan wartawan sampai ideologi
institusi media tersebut. Ada tiga proses framing dalam organisasi media menurut
George Junus Adit Jondro. Proses tersebut :
1. Proses framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang
suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibalikkan secara halus,
dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan
menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan
bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya.
2. Proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan
yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media cetak. Redaktur,
dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelaksana, menentukan apakah
44
laporan si reporter akan dimuat atau tidak, serta menentukan judul yang akan
diberikan.
3. Proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihakpihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing
berusaha menampilkan sisi informasi yang ingin ditonjolkannya (sambil
menyembunyikan sisi lain). Proses framing menjadikan media massa sebagai
arena di mana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu
perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan
pandangannya didukung pembaca.
2.7.3
Efek Framing
Dalam proses framing pada akhirnya akan membawa efek. Karena sebuah
realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai berbeda oleh media, bahkan pemaknaan
ini bisa jadi sangat berbeda. Realitas sosial yang kompleks penuh dimensi dan
tidak beraturan, disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan
dan memenuhi logika tertentu. Berdasarkan penyederhanaan atas kompleksnya
realitas yang disajikan media, menimbulkan efek framing, yaitu:
1. Framing yang dilakukan media akan menonjolkan aspek tertentu dan
mengaburkan aspek yang lain. Framing umumnya ditandai dengan
menonjolkan aspek tertentu dari realitas, akibatnya ada aspek lain yang tidak
mendapat perhatian yang memadai.
2. Framing yang dilakukan oleh media akan menampilkan sisi tertentu dan
melupakan sisi yang lain. Dengan menampilkan sisi tertentu dalam berita ada
45
sisi lain yang terlupakan, menyebabkan aspek lain yang penting dalam
memahami realitas tidak mendapat liputan dalam berita.
3. Framing yang dilakukan media akan menampilkan aktor tertentu dan
menyembunyikan aktor yang lain. Efek yang segera terlihat dalam
pemberitaan yang memfokuskan pada satu pihak, menyebabkan pihak lain
yang mungkin relevan dalam pemberitaan menjadi tersembunyi. 30
2.7.4
Model Analisis Framing Murray Edelman
Murray Edelman mengimplementasikan konsep framing adalah apa yang
kita ketahui tentang realitas atau dunia tergantung pada bagaimana kita
membingkai dan mengkontruksikan/menafsirkan realitas. Realitas yang sama bisa
jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai
dan dikontruksi dengan cara yang berbeda. Edelman mensejajarkan framing
sebagai kategorisasi: pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata
yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami.
Kategorisasi, membantu manusia memahami realitas yang beragam dan
tidak beraturan tersebut menjadi realitas yang mempunyai makna. Tetapi,
kategorisasi tersebut bisa berarti juga suatu penyederhanaan, realitas yang
kompleks dan berdimensi banyak dipahami dan ditekankan pada satu sisi atau
dimensi sehingga dimensi lain dari suatu peristiwa atau fakta menjadi tidak
terliput. Karena itu, kategori merupakan alat bagaimana realitas dipahami dan
hadir dalam benak khalayak.
30
Eriyanto, Analisis Framing, Yogyakarta: LkiS, hal 167-168
46
Kategorisasi
dalam
mendefinisikan
peristiwa
tersebut
menetukan
bagaimana masalah didefinisikan, apa efek yang direncanakan, ruang lingkup
masalah dan penyelesaian efektif yang direkomendasikan. Dalam pandangan
Edelman, seringkali terjadi kategori yang dipakai itu salah atau menipu khalayak
peristiwa dibungkus dengan klasifikasi dan kategori
tertentu menyebabkan
khalayak tidak bisa menerima informasi sebenarnya. Karena frame mempunyai
akibat yang jauh, peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai dengan
cara tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami. Efeknya, dukungan
atau penolakan atas suatu kebijakan juga tergantung pada bagaimana peristiwa
tersebut dibentuk atau dibingkai.
Gambar 2.2
Kategorisasi = Framing
Abstraksi dan Fugsi Dari Pikiran
Kesalahan Kategorisasi, Seringkali terjadi kategori yang dipakai dalam
mendefinisikan peristiwa itu salah atau menipu khalayak. Peristiwa dibungkus
dengan kategori tertentu menyebabkan khalayak tidak bisa menerima informasi
sebenarnya. Peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai dengan cara
tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami.
Edelman menolak asumsi yang mengatakan seolah opini adalah sesuatu
yang sesuatu yang tetap. Sebaliknya opini harus dilihat sebagai sesuatu yang
47
dinamis yang dapat diciptakan terus menerus. Karakter dan sebab-akibat dari
peristiwa bisa berubah secara radikal dengan pemakaian kategorisasi tertentu. Ia
menetukan
bagaimana
peristiwa
dilihat
dan
bagaimana
pengamatan
diklasifikasikan pada titik tertentu saja.
Rubrikasi, aspek ini penting dalam pemberitaan. Rubrikasi adalah
bagaimana suatu peristiwa dikategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu.
Rubrikasi ini haruslah dipahami tidak semata-mata sebagai persoalan teknis atau
prosedur standar dari pembuatan berita. Ia haruslah dipahami sebagai bagian dari
bagaimana fakta diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Rubrikasi ini
menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan. Rubrikasi ini
bisa jadi miskategorisasi peristiwa yang seharusnya dikategorisasikan dalam satu
kasus, tetapi karena masuk dalam rubrik tertentu yang akhirnya dikategorisasikan
dalam dimensi tertentu.
Klasifikasi berpengaruh dengan bagaimana suatu peristiwa dan fenomena
dipahami dan dikomunikasikan. Karenanya menurut Edelman, Klasifikasi
menetukan dan berpengaruh terhadap dukungan atau oposisi politik. Klasifikasi
menetukan dan mempengaruhi emosi khalayak ketika memandang atau melihat
suatu peristiwa. Hal ini karena kategorisasi memfokuskan perhatian khalayak
pada satu dimensi dan implikasinya pada kebijakan yang akan diambil. Pendapat
khalayak ditentukan oleh bagaimana peristiwa itu disajikan dan dikomunikasikan.
Menurut Edelman, banyak klasifikasi dan kategorisasi yang dibuat tidak
menyertakan aspek diskriminasi, seakan realitas atau dunia berjalan secara apa
adanya. Masalah sosial, banyak diklasifikasikan atau disebut, seperti kemiskinan,
48
pengangguran dan sebagainya. Klasifikasi dan kategorisasi tersebut tidak
menyertakan didalamnya diskriminasi atau ketidak adilan antara kelompok atas
dan kelompok elite.
Kategorisasi dan Ideologi Dalam pandangan Edelman, kategorisasi
berhubungan
dengan
ideologi.
Bagaimana
realitas
diklasifikasikan
dan
dikategorisasikan, diantaranya ditandai dengan bagaimana kategorisasi tersebut
dilakukan. Kategorisasi bukan representasi dari realitas. Pada dasarnya
kategorisasi merupakan kreasi kembali yang penting agar tampak wajar dan
rasional, yaitu dengan pemakaian kata-kata terentu yang mempengaruhi
bagaimana realitas atau seseorang dicitrakan yang pada akhirnya membentuk
pendapat umum mengenai suatu peristiwa atau masalah. Pemakaian bahasa
tertentu memperkuat pandangan seseorang, prasangka, dan kebencian tertentu. 31
Penulis memakai metode ini karena penulis setuju dengan konsep Murray
Edelman yang mengatakan "apa yang diketahui tentang realitas atau tentang
dunia tergantung bagaimana membingkai dan mengkonstruksi realitas, realitas
yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas
tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara yang berbeda" konsep ini cocok
dengan objek penelitian si peniliti yang ingin meniliti tentang kontruksi sosial isu
pendidikan yang ada pada program Tarakan TV yaitu Paguntaka Forum. Penulis
ingin mengetahui sebuah kontruksi sosial yang diciptakan suatu program televisi
lokal ini dan bagaimana masyarakat menanggapi isu yang dibuat oleh televisi ini.
31
Eriyanto. op.cit., Hal 186-187
Download