Politik Akal Sehat

advertisement
[Opini] Yudi Latif,
Selasa, 27 September 2016
Politik Akal Sehat
Politik akal sehat tampaknya sedang memasuki ruang gawat darurat di negeri ini. Ibu Kota
sebagai ibu teladan telah menjelma menjadi ibu kesesatan. Pada mulanya, nalar lurus
mempertanyakan keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memilih Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Rekam jejak Ahok dinilai tidak sejalan
dengan garis ideologis Marhaenisme-pembela wong cilik.
Tak lama kemudian, nalar terpelanting lebih jauh mendapati keputusan poros “Cikeas” dan
"Kertanegara" dalam menetapkan pasangan yang diusungnya. Seorang jenderal purnawirawan
dengan getir menyatakan, "Penunjukan Agus Yudhoyono merupakan preseden buruk bagi TNI;
menjadi contoh negatif yang bisa merusak atmosfer pembinaan di lingkungan TNI. Seorang
prajurit ditempa untuk menjadi tentara sejati, bukan menjadi politisi.”
Pesan berantai melalui media sosial juga secara satir mempertanyakan integritas dan marwah
politik kubu lain. Seseorang yang pernah menghujat tokoh sentral kubu ini sebagai pelanggar
HAM dan proksi mafia kini dengan senang hati menerima pinangannya. Adapun sang tokoh
yang pernah dinista pun seperti mati akal untuk bisa berdiri tegak dengan otonomi ideologinya.
Alhasil, tiga pasang calon tampil sebagai hasil pilihan akal sesat. Kepentingan jangka pendek
mengor- bankan kesehatan nalar publik. Urusan negara dipandang sebagai pertaruhan harkat
keluarga. Popularitas menepikan integritas. Modal uang menjatuhkan modal moral.
Kebebasan demokratis sebagai buah reformasi belum kunjung menghadirkan kehi- dupan politik
yang lebih sehat dan bermak- na. Kebebasan sebagai negative right (bebas dari) mengalami
musim semi. Bangsa ini telah bebas dari berbagai bentuk represi, sensor, bahkan pembatasan.
Namun, kebebasan sebagaipositive right (bebas untuk) mengalami musim paceklik. Kita tidak
memiliki kapasitas dalam menggunakan kebebasan itu untuk memperbaiki kehidupan negeri
dengan memberdayakan daulat rakyat.
Berbagai bentuk pilihan dan kebijakan publik tidak menggunakan asas-asas nalar publik yang
sehat. Kebijakan dan pilihan poli- tik dengan nalar publik yang sehat setidaknya harus memenuhi
empat prinsip utama suatu politik yang responsif: prinsip kemasukakalan, efisiensi, keadilan,
1|Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
[Opini] Yudi Latif,
Selasa, 27 September 2016
dan kebebasan. Dengan keempat prinsip ini, politik responsif harus mempertimbangkan
rasionalitas publik tanpa kesemena-menaan mengambil kebijakan/keputusan; adaptabilitas
kebijakan dan institusi politik terhadap keadaan; senasib sepenanggungan dalam keuntungan dan
beban; serta persetujuan rakyat terhadap pemerintah. Ketika arena politik lebih mewadahi
konflik kepentingan ketimbang konflik visi-ideologi, watak politik menjadi narsistik,
mengecilkan harapan banyak orang.
Tuntutan politik responsif menghendaki agar demokrasi yang dikembangkan tidak berhenti
sebagai demokrasi minimalis yang bersifat elitis, tetapi menjelma menjadi demokrasi deliberatif
(permusyawaratan) yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Demokrasi elitis sebagaimana
dikonseptualisasikan oleh Joseph Schumpeter mendefiniskan demokrasi sebatas metode
prosedural, melupakan substansi yang berkaitan dengan tujuan kesejahteraan atau perbaikan
nasib rakyat. Demokrasi hanyalah seperangkat prosedur dengan mana keputusan diambil dan
kebijakan dihasilkan. Kedua, konsep politik dianalogikan dengan konsep ekonomi pasar.
Kompetisi politik berhubungan erat dengan kompetisi ekonomi. Oleh sebab itu, demokrasi elitis
ini benar-benar menempatkan demokrasi sebagai suatu arena kompetisi bagi elite-elite terbatas
dan teratas. Demokrasi adalah persaingan antarelite. Politisi adalah pengusaha, wakil rakyat
adalah saudagar,voter adalah konsumen. Ketiga, demokrasi elitis ini membedakan dirinya dari
sistem totalitarianisme sejauh bahwa pemimpin dari demokrasi elitis diajukan, sementara sistem
kediktatoran berdasarkan pada pemaksaan. Keempat, rakyat umum memiliki peranan minimal
dalam demokrasi ala Schumpeter ini. Rakyat hanya datang ke pemilu untuk memilih wakilnya,
tetapi mereka tidak dapat "menentukan" dan berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan.
Demokrasi deliberatif mengatasi kekurangan demokrasi elitis dengan memandang kebebasan
individu dan kesetaraan politik merupakan hal penting sejauh dapat mendorong kemampuan
manusia untuk membentuk tatanan kolektif yang berkeadilan melalui deliberasi rasional (Hurley,
1989).
Dalam demokrasi deliberatif, keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi setidaknya
empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalitas dan keadilan, bukan hanya
berdasarkan subyektivitas kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang,
bukan demi kepentingan perseorangan atau golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan
demi kepentingan jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat destruktif
(toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, melibatkan dan mempertimbangkan pendapat
2|Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
[Opini] Yudi Latif,
Selasa, 27 September 2016
semua pihak (minoritas sekalipun) secara inklusif, yang dapat menangkal dikte-dikte minoritas
elite penguasa dan pengusaha serta klaim-klaim mayoritas.
Orientasi etis "hikmat kebijaksanaan" mensyaratkan adanya wawasan pengetahuan mendalam
yang mengatasi ruang dan waktu tentang wacana yang dipersoalkan. Melalui hikmat itulah
mereka yang mewakili rakyat bisa merasakan, menyelami, dan mengetahui apa yang dipikirkan
rakyat untuk kemudian diambil keputusan yang bijaksana yang membawa republik ini pada
keadaan yang lebih baik. Orientasi etis "hikmat kebijaksanaan" juga mensyaratkan kearifan
untuk dapat menerima perbedaan secara positif dengan memuliakan apa yang disebut sebagai
"kebajikan keberadaban", yakni rasa pertautan dan kemitraan di antara ragam perbedaan dan
kesediaan untuk berbagi substansi bersama, melampaui kepentingan kelompok, untuk kemudian
melunakkan dan menyerahkannya secara toleran kepada tertib sipil.
Yudi Latif,
Anggota Komisi Kebudayaan, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
3|Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
Download