perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama Promosi dan Perilaku Kesehatan Oleh SARTIKA KUSUMASTUTI S021308074 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2015 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sartika Kusumastuti. S021308074. Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan terhadap Perilaku Seksual pada Remaja. TESIS. Pembimbing I: Dr. Uki Retno Budihastuti,dr.,Sp.OG(K), Pembimbing II: Dr. Adi Prayitno, drg.,M.Kes. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Latar Belakang: Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu personal, lingkungan, perilaku individu. Masa remaja adalah masa peralihan yaitu masa yang rentan terhadap pengaruh negative seperti perilaku seksual. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang. Subyek dan Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil dari murid SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang sebanyak 159 subjek penelitian setelah dilakukan uji L-MMPI, dengan metode kuesioner di teliti variabel pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, sikap terhadap seksualitas, efikasi diri, pengaruh teman sebaya, pengawasan orang tua, serta akses informasi. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji regresi linier berganda. Hasil: Terdapat pengaruh positif dan signifikan pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS terhadap perilaku seksual pada remaja (B= 0.16; CI= 95% 0.04 hingga 0.28; p= 0.008), sikap terhadap seksualitas terhadap perilaku seksual pada remaja (B= 0.13; CI= 95% 0.00 hingga 0.27; p= 0.047), efikasi diri terhadap perilaku seksual pada remaja (B= 0.23; CI= 95% 0.10 hingga 0.37; p= 0.001), pengaruh teman sebaya terhadap perilaku seksual pada remaja (B= 0.22; CI= 95% 0.09 hingga 0.43; p= 0.001), pengawasan orang tua terhadap perilaku seksual pada remaja (B= 0.15; CI= 95% 0.01 hingga 0.28; p= 0.030), akses informasi terhadap perilaku seksual pada remaja (B= 0.07; CI= 95% 0.01 hingga 0.14; p= 0.016). Kesimpulan: Semakin positif nilai faktor personal dan faktor lingkungan, maka semakin positif perilaku seksual pada remaja. Kata Kunci: pengetahuan, sikap, efikasi diri, teman sebaya, orang tua, akses informasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Sartika Kusumastuti. S021308074. Effect of Personal and Environmental Factors on Sexual Behavior in Adolescents. THESIS. Supervisor: Dr. Uki Retno Budihastuti, dr.,Sp.OG(K), Supervisor II: Dr. Adi Prayitno,drg.,M.Kes. Public Health Science Program. University of Sebelas Maret Surakarta. Background: Many factors influence the sexual behavior that is personal, environment, individual behavior. Adolescence is the period of transition that is susceptible to negative influences such as sexual behavior. The purpose of this research is to explain the personal factors and environmental influences on sexual behavior in adolescents in SMA Negeri 1 Bergas Semarang Kabupaten Semarang. Subjects and Methods: This type of research is observational analytic with cross sectional approach. Samples taken from the student SMAN 1 Bergas Kabupaten Semarang as much as 159 research subjects after L-MMPI test, with a thorough questionnaire method in the variable knowledge about reproductive health, STIs and HIV/AIDS, attitudes towards sexuality, self-efficacy, peer influence, supervision parents, as well as access to information. Data were analyzed using multiple linear regression. Result: There is a positive and significant impact of knowledge on reproductive health, STDs and HIV/AIDS on sexual behavior in adolescents (B= 0.16; 95% CI= 0.04 to 0.28; p= 0.008), attitude toward sexuality sexual behavior in adolescents (B= 0.13; CI= 95% 0.00 to 0.27; p= 0.047), self-efficacy against sexual behavior in adolescents (B= 0.23; 95% CI= 0.10 to 0.37; p= 0.001), the influence of peers on sexual behavior in adolescents (B= 0.22; 95% CI= 0.09 to 0.43; p= 0.001), the supervision of parents on sexual behavior in adolescents (B= 0.15; 95% CI= 0.01 to 0.28; p= 0.030), access information on sexual behavior in adolescents (B= 0.07; 95% CI= 0.01 to 0.14; p= 0.016). Conclusion: The more positive the value of personal factors and environmental factors, the more positive sexual behavior in adolescents. Keywords: knowledge, attitudes, self-efficacy, peers, parents, access to information commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul: “Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan terhadap Perilaku Seksual pada Remaja” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sangsi, baik Tesis beserta gelar magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan ini Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, Mahasiswa Sartika Kusumastuti S021308074 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan panyusunan Tesis dengan judul “Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Terhadap Perilaku Seksual Pada Remaja”. Tesis ini dapat penulis selesaikan berkat adanya bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Kasidi, Drs., M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Bhisma Murti, dr., M.PH, M.Sc., PhD selaku Kepala Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dr. Uki Retno Budihastuti, dr., SpOG (K), selaku dosen pembimbing I Tesis yang telah memberikan bimbingan, masukan dan petunjuk dalam penyusunan Tesis ini. 5. Dr. Adi Prayitno, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing II Tesis yang telah memberikan bimbingan, masukan dan petunjuk dalam penyusunan Tesis ini. 6. Bapak, ibu, adik, suami serta anak tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan moral dan materiil sehingga karya ilmiah ini terselesaikan. 7. Teman-teman yang tercinta Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan inspirasi dan menggugah semangat hingga karya ilmiah ini terselesaikan. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dorongan hingga saya mampu untuk selalu menampilkan yang terbaik dari segala tanggung jawab yang diberikanNya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, karena keterbatasan kemampuan penulis, akhir kata penulis berharap mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Surakarta, Februari 2015 Penulis commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................ iv ABSTRACT .......................................................................................... v KEASLIAN PENELITIAN ................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................ vii DAFTAR ISI .......................................................................................... ix DAFTAR TABEL .................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .................................................................. 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4 BAB II LANDASAN TEORI................................................................. 6 A. Tinjauan Pustaka ................................................................... 6 1. Faktor Personal ................................................................. 6 2. Faktor Lingkungan .......................................................... 18 3. Perilaku Seksual ............................................................... 24 4. Remaja ............................................................................. 29 B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 34 C. Kerangka Berpikir .................................................................. commit to user D. Hipotesis ................................................................................. 37 37 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 38 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 38 B. Jenis Penelitian ....................................................................... 38 C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ............................... 38 D. Variabel Penelitian ................................................................. 39 E. Definisi Operasional ............................................................... 41 F. Instrumen Penelitian ............................................................... 45 G. Kerangka Penelitian ............................................................... 46 H. Analisis Data .......................................................................... 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 48 A. Uji Skala L-MMPI ................................................................. 48 B. Uji Instrumen ......................................................................... 48 C. Analisis Univariat .................................................................. 52 D. Analisis Bivariat .................................................................... 56 E. Analisis Multivariat ............................................................... 58 F. Pembahasan ........................................................................... 59 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................... 67 A. Kesimpulan ............................................................................ 67 B. Implikasi ................................................................................ 67 C. Saran ...................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi CDC Berdasarkan Gejala Klinis dan Jumlah CD4 .................................................................. 13 Tabel 2.2 Dampak Perilaku Seksual ................................................... 28 Tabel 2.3 Penelitian Yang Relevan ..................................................... 34 Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................... 41 Tabel 4.1 Hasil uji univariat ............................................................... 48 Tabel 4.2 Hasil uji bivariat ................................................................. 49 Tabel 4.3 Hasil uji multivariat ............................................................ 49 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 kerangka Berpikir .............................................................. 37 Gambar 3.1 Alur Penelitian ................................................................... 46 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Penelitian Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian Lampiran 3 Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 5 Skala L-MMPI Lampiran 6 Kuesioner Lampiran 7 Data Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS Lampiran 8 Data sikap terhadap seksualitas Lampiran 9 Data efikasi diri Lampiran 10 Data pengaruh teman sebaya Lampiran 11 Data pengawasan orang tua Lampiran 12 Data akses informasi Lampiran 13 Data perilaku seksual Lampiran 14 Hasil Uji univariat Lampiran 15 Hasil uji bivariat Lampiran 16 Hasil Uji multivariat Lampiran 17 Kartu Konsultasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa. Masa remaja ditandai dengan kematangan fisik, sosial, dan psikologis yang berhubungan langsung dengan kepribadian, seksual, dan peran sosial remaja. Masa remaja juga dapat dimulai sejak seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga kematangan seksual. Perubahan hormon seksual di dalam tubuhnya ditandai dengan kematangan seksual sehingga dorongan seksual yang timbul semakin meluap (Ahmadi, 2007). Remaja merupakan kelompok yang paling rentan secara fisik terhadap infeksi. Meskipun remaja sudah matang secara organ seksual, tetapi emosi dan kepribadiannya masih labil karena masih mencari jati dirinya, sehingga rentan terhadap berbagai godaan dalam lingkungan pergaulannya. Remaja cenderung ingin tahu dan mencoba-coba apa yang dilakukan oleh orang dewasa (Gunarsa, 2012). Banyak faktor yang menjadi sebab dari masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu antara lain rendahnya pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai seksualitas (seks, kehamilan, kontrasepsi, dan lain-lain), bahkan seringkali pengetahuan yang tidak lengkap itu juga tidak benar, karena diperoleh dari sumber yang keliru, misalnya dari teman sebaya, majalah-majalah porno, film-film biru, dan mitos yang beredar di masyarakat. Karena seharusnya mereka mendapatkan informasi masalah kesehatan reproduksi melalui orang tua, karena informal tentang kesehatan reproduksi yang paling awal tergantung dari pengetahuan orang tua. Faktor keluarga juga menjadi faktor kedua setelah teman sebaya yang mempengaruhi keputusan remaja tertibat dalam seksual aktif dan kehamilan. Survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (2005) di Jabodetabek didapatkan hasil lebih dari 80 persen anak-anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi dari sejumlah media termasuk internet. Dari survey tersebut dapat disimpulkan bahwa akses informasi sangat berperan dalam pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Remaja dengan karakteristiknya yang commit to user cenderung ingin tahu dan mencoba-coba dikhawatirkan dapat terpengaruh dari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id lingkungannya, sehingga mereka cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Adanya berbagai perilaku seks remaja tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara garis besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor di luar individu dan faktor di dalam individu. Faktor di luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, baik itu di lingkungan keluarga, kelompok sebaya (peer group), banjar dan desa. Sedangkan faktor di dalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang bersangkutan. Sementara sikap permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam suatu kelompok yang tidak permisif terhadap perilaku reproduksi sebelum menikah akan menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan mempengaruhi sikap permisif terhadap kelompok tersebut. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Bandura dalam konsepnya reciprocal determinism, yaitu seseorang akan bertingkah laku dalam situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisis perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah yaitu individu itu sendiri (P: Person), lingkungan (E: Environment), serta perilaku individu tersebut (B: Behavior). Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang berbeda meskipun lingkungan serupa, namun individu akan bertingkah laku setelah ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti. Bandura menyatakan bahwa kognisi adalah sebagai tingkah laku perantara dimana persepsi diri kita mempengaruhi tingkah laku (Ramadhani, 2008). Data BKKBN (2010) menunjukkan jumlah penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 240 juta jiwa. Jumlah penduduk yang tinggi tersebut harus diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas hidup. Salah satu upaya peningkatan kualitas hidup manusia dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kesehatan reproduksi. Kesehatan repoduksi khususnya bagi remaja dan generasi muda akan meningkatkan indeks sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal tersebut disebabkan karena jumlah remaja yang berusia 15-19 tahun cukup besar yaitu 20,871,086 juta jiwa dan usia 20-24 tahun 19,878,417 juta jiwa. Biro Pusat Statistik Jawa Tengah (2012) menyebutkan bahwa jumlah total penduduk propinsi Jawa Tengah tahun 2012 mencapai 33,27 juta jiwa. Dari jumlah tersebut ternyata remaja umur 10-14 tahun mencapai 2.937.152 jiwa, umur 15-19 tahun mencapai commit juta to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2.879.714 juta jiwa dan remaja umur 20-24 tahun mencapai 2.448.285 juta jiwa. Berbagai macam penelitian yang dilakukan terhadap para remaja menunjukkan kecenderungan perubahan perilaku seksual remaja. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Gatra bekerja sama Laboratorium Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (LIP FISIP-UI) menjaring 800 responden remaja berusia 15-22 tahun di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan Ujungpandang menjelang akhir 1997. Penelitian itu dimaksudkan untuk mengetahui perhatian dan sikap para remaja terhadap masalah seks, sosial politik, ekonomi, nilai-nilai agama, dan berbagai masalah aktual. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden menunjukkan sikap yang makin permisif (sikap serba boleh) terhadap perilaku seks gaya modern. Sebanyak 45,9% (367 responden) memandang berpelukan antar lawan jenis adalah hal wajar, 47,3% (378 responden) membolehkan cium pipi, 22% tak menabukan cium bibir, 11% (88 responden) membolehkan necking atau cium leher atau cupang, 4,5% (36 responden) tak mengharamkan kegiatan raba-meraba, 2,8% (22 responden) menganggap wajar melakukan petting (saling menggesek-gesekkan alat kelamin), dan 1,3% (10 responden) tak melarang sanggama di luar nikah (Jahja, 2012). Hasil Synovate Research (2005) tentang perilaku seksual remaja di empat kota (Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan) yang melibatkan 450 remaja memperoleh hasil 44 % responden mengaku punya pengalaman seksual ketika berusia 16-18 tahun dan 16 % lainnya punya pengalaman seksual ketika berusia 1315 tahun. Rata-rata responden juga mengaku pernah melakukan deep kissing, pelukan, perabaan, dan hubungan intim saat berpacaran. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa sebagian besar remaja mulai melakukan hubungan seksual pada usia 16 tahun. Penelitian lain diselenggarakan oleh Rita Damayanti terhadap remaja di SLTA Jakarta tahun 2008 diperoleh hasil bahwa perilaku pacaran remaja adalah mengobrol, pegangan tangan, berangkulan, berciuman pipi, berpelukan, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba alat kelamin, menggesek kelamin, seks oral, dan hubungan seks. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik suatu permasalahan yaitu Pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja? . commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id B. Rumusan Masalah Banyaknya faktor-faktor yang menjadi sebab adanya perilaku seksual yaitu pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, pengaruh teman sebaya serta minimnya informasi yang tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi, maka dapat disimpulkan permasalahan sebagai berikut: ”Apakah ada pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Untuk meneliti pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja. 2. Tujuan khusus: Untuk meneliti pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak sekolah Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengelola untuk dapat mengawasi perilaku siswa selama disekolah dan memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi yang tepat kepada siswa. 2. Bagi Mayarakat, khususnya orang tua Dengan mengetahui pendidikan kesehatan reproduksi yang efektif bagi orang tua, masyarakat dapat segera mengambil langkah dalam rangka memberikan informasi kesehatan reproduksi pada anak remaja. 3. Bagi Program Studi Promosi Kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pustaka bidang ilmu promosi kesehatan, khususnya tentang Kesehatan Reproduksi Remaja untuk dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi Instansi Kesehatan yang terkait dalam bidang KRR, kiranya dapat memanfaatkan informasi dari hasil penelitian ini sebagai bahan perencanaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan penyuluhan kesehatan, dalam rangka pembangunan masyarakat yang berkualitas. 5. Bagi Hukum Untuk memberikan payung hukum supaya remaja-remaja lebih terlindungi dalam segi kesehatan reproduksinya. 6. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam melakukan penelitian, serta menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam melaksanakan penelitian di lapangan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Faktor Personal a. Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS a.1. Kesehatan Reproduksi 1) Definisi Kesehatan Reproduksi Kesehatan Reproduksi menurut WHO (World Health Organizations) adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Nugroho, 2010). Menurut konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan, 1994 Kesehatan Reproduksi adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (BKKBN, 2010). Kesehatan reproduksi menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah: suatu keadaan sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sudah menikah (Nugroho, 2010). 2) Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Sebuah terobosan besar di International Conference On Population and Development (ICPD) adalah bahwa layanan ini sangat penting untuk semua orang, menikah dan belum menikah, termasuk remaja dan pemuda. Bagi orang-orang untuk menyadari mereka hak-hak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id reproduksi, ICPD Program of Action panggilan untuk mendefinisikan dan reproduksi dan kesehatan seksual peduli dalam konteks pelayanan kesehatan primer untuk menyertakan: a. Keluarga Berencana; b. Antenatal, persalinan yang aman dan perawatan pasca melahirkan; c. Pencegahan dan pengobatan yang tepat infertilitas; d. Pencegahan aborsi dan pengelolaan Konsekuensi dari aborsi; e. Pengobatan infeksi saluran reproduksi; f. Pencegahan, perawatan dan pengobatan IMS dan HIV/AIDS; g. Informasi, pendidikan dan konseling, sesuai seksualitas manusia dan kesehatan reproduksi; h. Pencegahan dan pengawasan kekerasan terhadap perempuan, merawat korban kekerasan dan tindakan lain untuk menghilangkan berbahaya tradisional praktek, seperti FGM/C; i. Arahan yang tepat untuk diagnosis lebih lanjut dan manajemen di atas (UNFPA, 2008). Kesehatan reproduksi ibu dan bayi baru lahir meliputi perkembangan berbagai organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan hingga meninggal. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pada saat pertama anak perempuan mengalami haid/menarche, hingga menyakut kehidupan remaja memasuki masa perkawinan. Selain itu seseorang berhak terbebas dari kemungkinan tertular penyakit infeksi menular seksual yang bisa berpengaruh pada fungsi reproduksi. Penerapan pelayanan kesehatan reproduksi oleh Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara integratif memprioritaskan pada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di Indonesia yang disebut paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu: 1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir. 2. Keluarga berencana. 3. Kesehatan reproduksi remaja. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk HIV/AIDS. Sedangkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) terdiri dari PKRE ditambah kesehatan reproduksi pada usia lanjut (Widyastuti dkk, 2009). a.2 Infeksi Menular Seksual 1) Definisi Infeksi Menular Seksual Infeksi Menular Seksual (IMS) sering juga disebut penyakit kelamin yaitu penyakit yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seks atau hubungan kelamin. Ada banyak sekali jenis infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks. IMS tertentu juga bisa menular kepada orang lain melalui pakaian, handuk atau sentuhan kulit dengan orang yang sudah terinfeksi. 2) Jenis-jenis IMS Menurut National Institutes of Health ada berbagai macam penyakit yang termasuk dalam IMS antara lain: a) Gonore (GO) Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, yang dapat tumbuh dengan cepat dan berkembang biak dengan mudah di daerah hangat, daerah lembab pada saluran reproduksi . Gejala yang paling umum dari infeksi gonore adalah keluarnya cairan dari vagina atau penis dan nyeri atau sulit buang air kecil. Seperti infeksi klamidia, komplikasi yang paling umum dan serius gonorrhea terjadi pada wanita dan termasuk penyakit radang panggul (PID), kehamilan ektopik, dan penyebaran potensial bagi perkembangan janin jika diperoleh selama kehamilan. Gonore juga dapat menginfeksi mulut, tenggorokan, mata, dan rektum dan dapat menyebar ke darah dan sendi, di mana ia bisa menjadi penyakit yang mengancam jiwa. Selain itu, orang dengan gonore dapat lebih mudah tertular HIV, virus yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id menyebabkan AIDS. Orang yang terinfeksi HIV dengan gonore juga lebih mungkin untuk menularkan virus ke orang lain. b) Sifilis (Raja Singa) Infeksi Sifilis yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang ditularkan dari orang ke orang selama vagina, anal, atau oral seks melalui kontak langsung dengan luka, yang disebut chancres. Antara 2001 dan 2009, Centers for Prevention (CDC) Data Control dan Penyakit menunjukkan bahwa tingkat sifilis meningkat setiap tahun. Orang-orang yang berisiko tinggi untuk sifilis termasuk laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki dan perempuan. Tanda pertama sifilis adalah luka di kelamin yang paling sering muncul pada penis atau di dalam dan sekitar vagina. Selain menjadi tanda pertama dari infeksi sifilis, luka tersebut membuat seseorang 2-5 kali lebih mungkin untuk kontrak infeksi HIV. Jika orang tersebut sudah terinfeksi HIV, luka tersebut juga meningkatkan kemungkinan bahwa virus akan diteruskan ke pasangan seksual. Luka ini biasanya hilang dengan sendirinya, bahkan tanpa pengobatan. Namun, tubuh tidak akan menghapus infeksi sendiri dari waktu ke waktu, sifilis mungkin melibatkan organ-organ lain, termasuk kulit, jantung, pembuluh darah, hati, tulang, dan sendi di sifilis sekunder. Jika penyakit ini masih belum diobati, sifilis tersier dapat berkembang selama periode tahun dan melibatkan saraf, mata, dan otak dan berpotensi dapat menyebabkan kematian. Ibu hamil menyimpan bakteri berada pada peningkatan risiko keguguran dan kelahiran mati, dan mereka dapat menularkan infeksi pada janin dengan mereka selama kehamilan dan persalinan. Bayi yang memperoleh sifilis kongenital selama kehamilan dapat menderita kelainan tulang, kesulitan berbicara dan perkembangan motorik, kejang, anemia, penyakit hati, dan masalah neurologis. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c) Herpes genitalis Herpes genital adalah infeksi menular yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV). Ada dua jenis yang berbeda, atau jenis, HSV: virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Keduanya dapat menyebabkan herpes genital, meskipun sebagian besar kasus herpes genital disebabkan oleh HSV-2.5 Bila gejala, HSV-1 biasanya muncul sebagai lepuh demam atau luka dingin di bibir, tetapi juga dapat menginfeksi daerah genital melalui oral-genital atau kelamin kontak genital. Gejala HSV-2 biasanya menyebabkan nyeri, kulit lecet berair pada atau di sekitar alat kelamin atau dubur. Namun, sejumlah besar orang-orang yang membawa virus ini tidak memiliki atau hanya tanda-tanda atau gejala yang minimal. Baik HSV 1 atau HSV-2 dapat disembuhkan, dan bahkan selama saat-saat ketika orang yang terinfeksi tidak memiliki gejala, virus dapat ditemukan dalam sel-sel saraf tubuh. Secara berkala, beberapa orang akan mengalami wabah di mana lepuh baru terbentuk pada kulit di daerah kelamin; pada saat-saat, virus ini lebih mungkin untuk diteruskan kepada orang lain. Wanita hamil, terutama mereka yang mendapatkan herpes genital untuk pertama kalinya selama kehamilan, dapat menularkan infeksi pada bayi mereka, menyebabkan neonatal HSV, infeksi mempengaruhi kulit bayi, otak, dan organ-organ lainnya yang mengancam jiwa. d) Kondiloma Akuminata (Jengger Ayam) Penyebab penyakit ini adalah virus Human Papilloma. Gejala: terdapat satu atau beberapa kutil di sekitar kemaluan. e) Klamidia Klamidia adalah IMS yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Klamidia dapat ditularkan selama hubungan seksual vagina, mulut, atau anal dengan pasangan yang terinfeksi. Sementara banyak orang tidak akan mengalami gejala, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id klamidia dapat menyebabkan demam, sakit perut, dan debit yang tidak biasa dari penis atau vagina. Pada wanita, apakah mereka mengalami gejala dan tahu tentang infeksi klamidia dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PID). PID yang tidak diobati STD/IMS berlangsung dan melibatkan bagian lain dari sistem reproduksi wanita, termasuk rahim dan saluran tuba. Perkembangan ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada organ reproduksi wanita. Kerusakan ini dapat menyebabkan kehamilan ektopik (di mana janin berkembang di tempat-tempat yang tidak normal di luar rahim, suatu kondisi yang dapat mengancam nyawa) dan infertilitas. Selain itu, jika wanita hamil, janin yang sedang berkembangnya beresiko, karena klamidia dapat ditularkan selama kehamilannya atau pengiriman dan dapat menyebabkan infeksi mata atau pneumonia pada bayi. Jika klamidia terdeteksi dini, dapat diobati dengan mudah dengan antibiotik diminum. a.3. HIV/AIDS Secara global, penyebaran HIV/AIDS tetap meningkat terutama di kalangan remaja yang banyak peningkatan risiko terjadinya infeksi. Perubahan perilaku seksual tetap menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penularan lebih lanjut antara kelompok rentan (Oppong dan Oti, 2013). 1) Definisi HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan yang dikutip KPA Nasional (2005) menjelaska HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia dan kemudian menumbulkan AIDS. HIV menyerang sel-sel darah putih dalam tubuh. Sel-sel darah putih merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit. Manusia yang terinfeksi HIV akan berpotensi sebagai pembawa (carrier) dan penular virus tersebut seumur hidup. AIDS (Acquired Immune commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Deficiency Syndrome) adalah merupakan kumpulan gejala penyakit spesifik yang disebabkan oleh rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV. 2) Cara Penularan HIV/AIDS Menurut (Oppong dan Oti, 2013) HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan terinfeksi orang, berbagi jarum/jarum suntik dengan orang yang terinfeksi dan melalui ibu ke anak. Sedangkan menurut (Pratibha dkk, 2013) penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks tanpa kondom diikuti dengan berbagi suntikan, transfusi darah dan seks dengan banyak pasangan. Sedangkan cara penularan HIV/AIDS melalui gigitan nyamuk tidak terbukti adanya. 3) Manifestasi Klinis HIV/AIDS Perjalanan penyakit HIV menurut Pusat Data dan Informasi Depakes RI (2014) dapat dibagi dalam: 1. Transmisi virus 2. Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut) 3. Serokonversi 4. Infeksi kronik asimtomatik 5. Infeksi kronik simtomatik 6. AIDS (indikator sesuai dengan Centers for Disease Control and Prevention 1993 atau jumlah CD4<200/mm3) 7. Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4<50/mm3. Terdapat beberapa klasifikasi klinis HIV/AIDS antara lain menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan WHO. Klasifikasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) berdasarkan gejala klinis dan jumlah CD4 sebagai berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 2.1. Klasifikasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) berdasarkan gejala klinis dan jumlah CD4 CD4 Kategori Klinis B (Simtomatik) C (AIDS) ≥ 29% A (Asimtomatik, Infeksi Akut) A1 B1 C1 200-499/ml 14-28% A2 B2 C2 < 200/ml <14% A3 B3 C3 Total % ≥ 500/ml Kategori klinis A meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimtomatik), Persistent Generalized lymphadenopathy, dan infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut. Kategori Klinis B terdiri atas kondisi dengan gejala (simtomatik) pada remaja atau dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari beberapa kriteria berikut: a) Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan yang diperantarakan sel b) Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV, misalnya Kandidiasis Orofaringeal, Oral Hairy Leukoplakia, Herpes Zoster, dan lain-lain. Kategori klinis C meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS misalnya Sarkoma Kaposi, Pneumonia Pneumocystis cariniin, Kandidiasis Esofagus, dan lain-lain. b. Sikap Terhadap Seksualitas Menurut Secord dan Backman (dalam Azwar, 2012) “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan commit to user sekitarnya”. Sedangkan LaPierre (dalam Azwar, 2012) mendefinisikan sikap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Definisi mengenai sikap di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal yang bersifat mendekati (positif) atau menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif dan kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku tertentu. Sedangkan definisi sikap terhadap operasi peneliti simpulkan sebagai kecenderungan dan keyakinan individu mengenai operasi yang bersifat mendekati (positif) dan menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif dan kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku tertentu. Komponen sikap menurut Azwar (2012) terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu: (a) Komponen kognitif yang merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau yang kontroversial. (b) Komponen afektif yang merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. (c) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Seks adalah sesuatu yang bersifat biologis dan karenanya seks dianggap sebagai sesuatu yang stabil (Wahid, 2011). Sedangkan menurut Handoyo (2010), Seks adalah bagian dari kehidupan manusia, sesuatu yang ada dan tidak bisa ditolak. Berikut ini bentuk-bentuk perilaku seksual menurut Sarwono (2010), antar lain: (1) Berpelukan, Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu. commit(2)to Ciuman user kering, Perilaku seksual cium perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir. (3) Cium basah, Aktifitas cium basah berupah sentuhan bibir, dampak cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual sehingga tidak terkendali. (4) Merupakan kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis. (5) Petting, Merupakan keseluruan aktifitas seksual non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin) dan dampakny menimbulkan ketagihan. (6) Oral seksual, Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang mengunakan bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam vagina. (7) Intercourse atau bersenggama, merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. Berdasarkan definisi dari sikap dan seks di atas dalam penelitian ini sikap terhadap seksualitas didefinisikan sebagai tingkatan sejauhmana seseorang mendukung atau memihak (favorable) maupun tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap aktivitas seksual, yang antara lain necking, petting, masturbasi, oral seks, anal seks, dan sexual intercourse yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya tidak terikat dalam pernikahan. c. Efikasi Diri Efikasi diri diartikan sebagai keyakinan terhadap kemampuan dalam mengorganisasikan dan menampilkan tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1997). Efikasi diri berasal dari teori kognisi belajar sosial dimana fungsi manusia merupakan hasil dari interaksi antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor pribadi yang meliputi kognisi, afeksi dan biologis (Bandura, 1997). Efikasi diri melibatkan proses kognitif dimana individu membentuk keputusan subyektif terhadap kemampuannya dalam menghadapi tuntutan lingkungan Efikasi diri mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku yang tepat, menghadapi rasa takut dan halangan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan (Bandura, 1997). Individu yang memiliki efikasi diri mempunyai harapan positif dalam menjalankan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tugas sehingga individu berusaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Bandura (1997), efikasi diri dapat ditumbuhkan melalui sumber-sumber informasi berikut: a. Pengalaman Individu (enactive mastery experience) Interpretasi individu terhadap keberhasilan yang dicapai individu pada masa lalu akan mempengaruhi efikasi dirinya. Individu dalam melakukan suatu tugas akan menginterpetasikan hasil yang dicapai. Interpretasi tersebut akan mempengaruhi keyakinan diri terhadap kemampuan untuk melakukan suatu tugas-tugas selanjutnya. b. Pengalaman keberhasilan orang lain (vicarious experience) Proses modeling atau belajar dari pengalaman orang lain akan mempengaruhi efikasi diri. Efikasi diri individu akan berubah dengan dipengaruhi model yang relevan. Pengalaman yang dimiliki oleh orang lain menentukan persepsi akan keberhasilan atau kegagalan individu. c. Persuasi verbal (verbal persuation). Persuasi verbal dari orang-orang yang menjadi panutan atau yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan dapat meningkatkan efikasi diri individu. Persuasi verbal yang diberikan kepada individu bahwa individu memiliki kemampuan untuk melakukan suatu tugas menyebabkan individu berusaha keras untuk menyelesaikan tugas tersebut. d. Keadaan fisiologis dan emosional (physiological and affective states) Individu akan melihat kondisi fisiologis dan emosional dalam menilai kemampuan, kekuatan dan kelemahan dari disfungsi tubuh. Keadaan emosional yang sedang dihadapi individu akan mempengaruhi keyakinan individu dalam menjalankan tugas. Bandura (1997) menyebutkan tiga aspek efikasi diri, diantaranya adalah: a. Level (tingkatan) Tingkat dari kesulitan tugas yang diyakini seseorang bahwa tugas yang sulit itu akan dapat diselesaikan dengan berhasil (Greenberg dan Baron, 2003). Konsep ini to berkaitan dengan pencapaian tujuan. commit user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Beberapa individu berfikir bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas yang sulit. Tingkat dari suatu tugas dapat dinilai dari tingkat kecerdikan, adanya usaha, ketelitian, produktivitas, cara menghadapi ancaman dan pengaturan diri yang dikehendaki. Pengaturan diri tidak hanya dilihat dari apakah seseorang dapat melakukan suatu pekerjaan pada saat tertentu namun apakah seseorang dapat memiliki efikasi diri pada setiap saat untuk menghadapi situasi bahkan ketika individu diharapkan untuk pasif. b. Strength (kekuatan) Tingkat kepercayaan seseorang apakah dapat melakukan pada masing-masing tingkatan atau komponen tugas. Ada individu yang memiliki kepercayaan kuat bahwa mereka akan berhasil walaupun dalam tugas yang berat, sebaliknya ada juga yang memiliki kepercayaan rendah apakah dapat melakukan tugas tersebut. Individu dengan efikasi diri yang rendah mudah menyerah apabila mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan, sementara individu dengan yang memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuannya akan tekun berusaha menghadapi kesulitan dan rintangan. Individu yang memiliki keyakinan kuat terhadap kemampuannya menganggap tugas yang sulit sebagai tantangan yang harus dihadapi daripada sebagai ancaman atau sesuatu yang harus dihindari (Bandura, 1997). c. Generality (Generalitas) Tingkatan harapan seseorang yang digeneralisasikan pada banyak situasi atau hanya terbatas pada tugas tertentu. Aspek ini menunjukkan apakah individu mampu memiliki efikasi diri pada banyak situasi atau pada situasi-situasi tertentu. Generalitas dapat dinilai dari tingkatan aktivitas yang sama, cara-cara dalam melakukan sesuatu dimana kemampuan dapat diekspresikan melalui proses kognitif, afektif dan konatif, jenis situasi yang dihadapi dan karakteristik individu dalam berperilaku sesuai tujuan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Faktor Lingkungan a. Pengaruh Teman Sebaya Teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual pra nikah (Dewi, 2012). Morton dan Farhat (2010) dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai kontribusi sangat dominan dari aspek pengaruh dan percontohan (modelling) dalam berperilaku seksual remaja dengan pasangannya. Penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2013) mengenai peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pra nikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta bahwa sebagian besar remaja (84%) yang berperilaku seksual pranikah sebanyak (62%) menyebutkan adanya peran/pengaruh teman sebaya. Serta remaja yang memperoleh informasi seksualitas dari teman sebaya akan 19.272 kali berisiko melakukan perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak memperoleh peran informasi seksualitas dari teman sebaya mereka. Bagi remaja laki-laki maupun perempuan, teman seusia dan sejenis sangat berarti. Persetujuan atau kesesuaian sikap sendiri dengan sikap kelompok sebaya adalah sangat penting untuk menjaga status afiliasinya dengan teman-teman, menjaga agar ia tidak dianggap “asing” dan menghindari agar tidak dikucilkan oleh kelompok. Teman sebaya juga merupakan salah satu sumber informasi tentang seks yang cukup signifikan dalam membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja. Namun, informasi teman sebaya dapat menimbulkan dampak yang negatif. Pengaruh teman sebaya dapat meningkatkan risiko penggunaan alkohol, rokok dan narkoba serta niat dan frekuensi dalam hubungan seksual. Sosialisasi menjelaskan kesamaan antara individu dengan teman sebayanya melalui proses pendesakan sehingga mempengaruhi perilaku remaja. Sosialisasi remaja dapat mempengaruhi remaja untuk memiliki persamaan nilai dan perasaan memiliki (sense of commitment) dalam hubungan dengan sebayanya. Dengan demikian, peran teman sebaya bagi remaja sangat berarti dalam memperoleh informasi yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku remaja terhadap isu seksualitas. Halto ini commit userterjadi karena banyak pihak baik perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id remaja, orangtua, guru, pendidik, pemuka agama dan tokoh masyarakat merasa takut apabila informasi dan pendidikan seks diberikan pada remaja akan disalahgunakan oleh remaja. Sehingga remajapun lebih senang bertanya pada teman sebaya yang tidak lebih baik pengetahuannya dan tidak menerima pendidikan seks yang bertanggungjawab. Remaja menerima informasi yang salah bahkan menyesatkan misalnya dari cerita teman, melihat film atau video porno, tayangan televisi, membaca buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar dibandingkan pengetahuan pendidikan seksual yang benar (Burgess dkk, 2005). Penelitian Jaccard dkk (2005) menyatakan bahwa pengaruh kelompok atau teman sebaya pada individu meningkatan perilaku berisiko. Peran teman sebaya yang menjadi salah satu motivasi dan pembentukan identitas diri, bahkan informasi dari teman sebaya bisa menimbulkan dampak negatif. Penelitian Kim dan Free (2008) menyatakan bahwa teman sebaya merupakan salah satu sumber informasi yang cukup signifikan dalam membentuk pengetahuan dikalangan usia remaja namun dapat juga menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media seperti film, VCD, televisi maupun pengalaman sendiri. Peran teman sebaya dalam mempengaruhi perilaku berisiko Penyakit Menular Seksual didukung oleh persamaan nilai dan perasaan memiliki sehingga dapat mempengaruhi perilaku. b. Pengawasan Orang Tua Orang tua merupakan penganggung jawab dari sebuah keluarga. Orang tua terdiri ayah dan ibu yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Pengetahuan kesehatan reproduksi antara orang tua dengan anak perlu diketahui tingkat intensitas komunikasinya orang tua dan anaknya. Orang tua dan anak remaja harus mempunyai pengetahuan yang sama tentang pengetahuan reproduksi. Pengetahuan kesehatan reproduksi meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada diri remaja yang meliputi fisik, psikologi dan sosial. Kesehatan reproduksi commit to user meliputi kehamilan, persalinan, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pendidikan seks bagi remaja, penyimpangan seksual, penyakit menular seksual, HIV dan AIDS, kekerasan seksual, bahaya narkoba terhadap kesehatan reproduksi. Selain itu termasuk juga pengaruh sosial dan media terhadap perilaku sosial, kemampuan berkomunikasi, hak-hak reproduksi dan gender pada diri remaja. Tetapi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi orang tua dengan anak tidak sama, karena orang tua sudah mempunyai pengalaman berfungsinya reproduksi sedangkan anak belum mengalami fungsi reproduksi. Pengetahuan reproduksi orang tua dan anak tidak hanya dengan praktek tetapi melalui informasi-informasi dari berbagai cara. Sehubungan dengan itu menurut BKKBN (2012) bahwa orangtua perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan pengetahun kesehatan reproduksi baik pengetahuan untuk diri sendiri maupun pengetahuan untuk anak remajanya. Orang tua perlu memahami kondisi anak remajanya yang sedang mengalami perubahan-perubahan pada dirinya, yang menyangkut proses reproduksi. Orang tua harus mempunyai kemampuan memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi kepada anak remajanya, agar memilki informasi proses reproduksi yang benar. Anak remaja yang tidak memperoleh pengetahuan kesehatan reproduksi yang benar dari orangtua, mereka akan mencari informasi lain melalui gambar, teman, film yang menyesatkan. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab khususnya mengenai proses reproduksi. Orang tua yang baik bagi anak remajanya adalah mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan diskusi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) orang tua tidak menggurui, (2) jangan beranggapan bahwa orang tua lebih mengetahui sesuatu dibandingkan dengan anak remaja, (3) memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengemukakan pandangan dan pendapatnya, (4) memberikan argumen yang jelas dan masuk akal terhadap suatu persoalan, (5) memberikan dukungan pada anak apabila memang pantas diberi dukungan, (6) mengatakan salah kalau memang salah, dengan alasan yang masuk akal menurut pemikiran mereka, (7) menjadikan anak remaja sebagai teman untuk berdiskusi, bukan sebagai individu untuk diberitahu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penelitian Strehl (2010) menyatakan bahwa lingkungan keluarga yang harmonis dan lingkungan yang positif berhubungan dalam menurunkan tingkat risiko perilaku berisiko Penyakit Menular Seksual. Orang tua yang memonitor aktifitas dan lingkungan anak, selalu ikut terlibat dalam kegiatan dan meningkatkan komunikasinya dengan anaknya behubungan dengan menurunkan risiko perilaku seksual berisiko pada anak jalanan dan lebih baik pada keluarga yang religious. Keterlibatan orang tua dan kedekatan keluarga dalam mendukung pencegahan perilaku berisiko berhubungan dengan penurunan kehamilan pada remaja. Perilaku seksual berisiko disimpulkan dapat dicegah dengan dukungan lingkungan keluarga. Dukungan keluarga menjadi kekuatan dalam mencegah perilaku seksual berisiko pada remaja. Menurut WHO (2012) menyatakan bahwa komunikasi dengan keluarga atau orang tua memberikan efek kesehatan yang positif seperti angka kesehatan yang tinggi, kepuasan hidup yang tinggi, mengurangi keluhan fisik dan psikis serta mengurangi hal-hal negatif. Cukup tidaknya pendidikan agama yang diberikan orang tua terhadap anaknya, cukup tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh anak, cukup tidaknya keteladanan yang diterima sang anak dari keluarga dan lain-lain menjadi hak anak dari orangtuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan sehingga memaksa mereka untuk berperilaku bebas dan terjebak dalam beperilaku berhubungan seks berisiko. c. Akses Informasi Kemajuan teknologi yang terjadi pada saat ini telah membawa dampak perubahan bagi masyarakat, baik itu dampak yang positif maupun dampak negatif. Kemajuan teknologi menyebabkan komunikasi antar negara menjadi semakin mudah dan lancar, sehingga kebudayaan luar negeri lebih terasa pengaruhnya. Dampak yang paling terasa adalah pada tata budaya, moral, dan tata sosial masyarakat pada umumnya dan pada generasi muda khususnya. Salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah aktivitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif. Dikatakan negatif karena para remaja bersikap commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dan bertingkah laku yang menyimpang, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya berbagai macam perilaku seksual disalurkan dengan sesama jenis kelamin, dengan anak yang belum cukup umur, dan sebagainya. Sebagai media informasi, televisi memiliki kekuatan yang kuat (powerful) untuk menyampaikan pesan. Media ini dapat mengalirkan pengalaman yang seolaholah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu yang bersamaan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Namun dalam akhir dekade ini, semua media yang ada tergusur dengan hadirnya internet. Internet memang membuat kehidupan manusia lebih mudah. Tanpa harus terjebak macet, tanpa banyak menghabiskan waktu dan tenaga, serta tidak banyak mengeluarkan biaya. Penggunaan internet yang makin intensif, mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Dibalik kemudahan, kecanggihan dan kepraktisan internet, ada banyak sisi negatif yang mengiringinya seperti terbukanya kesempatan siswa SMA untuk membuka situs-situs porno baik berupa gambar ataupun tulisan berupa cerita-cerita. Layanan situs porno ini semakin digemari oleh netter dan dapat diakses oleh siapa saja tanpa batasan usia. Dari tahun ke tahun situs porno ini semakin bertambah banyak. Gangguan kecanduan Internet adalah sebuah fenomena interdisipliner dan telah dipelajari dari sudut pandang yang berbeda dalam hal berbagai ilmu seperti kedokteran, komputer, sosiologi, hukum, etika, dan psikologi (Alavi dkk, 2011). Dalam dunia komunikasi ada istilah "Sexting" berasal sebagai istilah media yang umumnya mengacu untuk mengirim gambar seksual melalui pesan teks dan juga dapat mencakup meng-upload gambar seksual ke situs Web. Sexting telah menerima perhatian dari para sarjana hukum karena beberapa pemuda menciptakan dan mendistribusikan gambar yang memenuhi definisi pornografi anak di bawah undang-undang pidana. Penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Texas, pemuda yang melaporkan berbagi foto seksual sendiri lebih cenderung akan berkencan dan memiliki hubungan seks. Studi ini juga menemukan bahwa sexting adalah penanda untuk perilaku seksual berisiko untuk perempuan, tapi tidak siswa laki-laki. Di sisi lain, kalangan siswa SMA peserta dalam Youth Survey commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Perilaku Risiko di Los Angeles, sexting secara bermakna dikaitkan dengan menjadi aktif secara seksual tapi hubungan dengan penggunaan kondom pada seks terakhir adalah batas yang signifikan. Ini akan menunjukkan bahwa berbagi atau posting seksual gambar mungkin lebih mencerminkan ekspresi seksual yang khas di hubungan romantis di kalangan remaja (Ybarra dan Mitchell, 2014). Penelitian Carrol dan Kirkpatrik (2011) menyatakan bahwa penggunaan media merupakan bagian integral sepanjang hidup di usia remaja, jumlah risiko dihubungkan dengan penggunaan media sosial, secara spesisfik berefek negatif pada kesehatan. Bagaimanapun data tentang risiko penggunaan tipe macam sosial media sangat berisiko pada perilaku mereka. Media massa merupakan sumber informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik menampilkan tulisan atau gambar yang dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya. Penelitian Rice dkk (2010) melaporkan bahwa penggunaan internet dan media lainnya secara positif berpengaruh pada perubahan perilaku seks pada anak jalanan. Lebih dari 84% usia remaja yang menggunakan internet satu kali dalam satu minggu lebih berisiko mengalami perubahan perilaku berisiko Penyakit Menular Seksual. Informasi dari media ataupun teman sebaya belum pasti tingkat kebenarannya, bahkan cenderung tidak akurat dan keliru. Penyampaian informasi seksual yang vulgar dan menyesatkan dari media atau teman sebaya dapat mendorong untuk berperilau seksual berisiko. 3. Perilaku Seksual a. Perilaku Menurut Skinner seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Perilaku tertutup (covert behavior) Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b) Perilaku terbuka (overt behavior) Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dapat dengan mudah dilihat oleh orang lain. Teori Lawrence Green (1980) mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes) yaitu sebagai berikut: 1. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) Yaitu mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. 2. Faktor pendukung (Enabling factor) Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. 3. Faktor pendorong (Reinforcing factor) Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: a. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya (Soekanto, 2003 dikutip Mubarak dkk, 2007). Pengetahuan merupakan hasil mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap objek tertentu (Mubarak dkk, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya) (Taufik, 2007). Ada beberapa sumber pengetahuan yaitu: 1) kepercayaan, 2) pengetahuan, 3) pengalaman indriawi, 4) akal pikiran dan 5) intuisi. Sumber pertama, kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif. Sumber kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apapun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dancommit dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri. Sumber ketiga, pengalaman indriawi yang merupakan alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup. Sumber keempat, akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada halhal yang bersifat metafisis. Panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu, satu persatu dan berubah-ubah, sedangkan akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, seragam dan bersifat tetap. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan, cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti. Sumber kelima, intuisi yang merupakan sumber gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun akal pikiran. Ketika seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal (Suparlan, 2008). Ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu: Pertama, pendidikan atau bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Kedua, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Ketiga, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. Keempat, minat yang merupakan kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. Kelima, pengalaman atau kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. Keenam, kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. Ketujuh, kemudahan memperoleh informasi dapat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak dkk, 2007). b. Perilaku Seksual Seks adalah kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya seringkali kita merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Oleh karena agar kita dapat membicarakan dan mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan, seksologi adalah untuk ditulis secara ilmiah, dan seks adalah untuk dialami dan „dinikmati‟. Menurut Simkins (1984) dalam Sarwono (2010), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari membaca buku porno, nonton film porno, perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita Damayanti terhadap remaja SLTA di Jakarta tahun 2008 diperoleh hasil bahwa perilaku pacaran remaja adalah mengobrol, pegangan tangan, berangkulan, berciuman pipi, berpelukan, berciuman bibir, meraba-raba dada, meraba alat kelamin, menggesek kelamin, seks oral, dan hubungan seks. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gatra bekerja sama Laboratorium Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (LIP FISIP-UI) menjaring 800 subjek penelitian remaja berusia 1522 tahun di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan Ujungpandang dapat diketahui bahwa subjek penelitian menunjukkan sikap yang makin permisif (sikap serba boleh) terhadap perilaku seks gaya modern seperti berpelukan antar lawan jenis, cium pipi, cium bibir, necking (cium leher atau cupang), meraba-raba, petting, dan senggama. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Penelitian tentang perilaku seksual juga pernah dilaksanakan di luar negeri oleh Sprecher, McKinney, Walsh, dan Anderson pada tahun 1988 yang kemudian mengkategorikan perilaku seks menjadi petting (saling menggesekgesekkan alat kelamin), sexual intercourse (hubungan seksual), dan oralgenital sex (seks oral-genital). Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa petting merupakan perilaku seksual yang paling banyak dapat diterima oleh subjek, kemudian hubungan seksual dan seks oral. Perilaku seksual yang banyak dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 2.2: Tabel 2.2 Dampak Perilaku Seksual PERILAKU Nggak disalurkan Pegangan Tangan Ciuman Masturbasi Petting Hubungan Seks ASIKNYA Nggak merasa berdosa Nggak bakal hamil Diterima masyarakat Aman Gak bakal hamil Diterima masyarakat Nggak hamil Romantis Bisa dinikmati Aman dari kehamilan Bisa puas juga Aman dari PMS/AIDS Bisa puas juga Kemungkinan hamil kecil (bukan berarti nggak bisa) Lebih „greng‟ dibanding ciuman Paling “heboh” Variasi banyak Sensasi paling “greng” NGGAK ASIKNYA Nggak „greng‟ Bosan Nggak seru Malu kalo ketauan Merasa berdosa Bisa nularin penyakit Merasa bersalah Merasa berdosa Bisa menularkan PMS Bisa menimbulkan lecet di alat kelamin Resiko hamil besar Resiko tertular PMS Resiko dicela masyarakat Sumber: Buklet Perilaku Seksual dan Pacaran Sehat 4. Remaja a. Pengertian Remaja Banyak ahli yang memberikan definisi tentang masa remaja. Muss commit to user menjelaskan bahwa remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Latin (adolescere) yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Santrock (2011) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anakanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa. Masa awal remaja adalah waktu di mana konflik orang tua dengan remaja meningkat lebih dari konflik orang tua dengan anak. Peningkatan ini bisa terjadi karena beberapa faktor yang melibatkan pendewasaan remaja dan pendewasaan orang tua, meliputi perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif termasuk meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada kebebasan dan jati diri, dan harapan yang tak tercapai (Santrock, 2011). Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat (Hurlock, 1990). Muagman (1980) dalam Sarwono (2010) mendefinisikan remaja berdasarkan definisi konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu: biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. 1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Ciri-Ciri Masa Remaja Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara lain: 1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya 2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. 3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan. 4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. 5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut. 6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita. 7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka commit to inginkan. user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab. c. Tahap Perkembangan Masa Remaja Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 1821 tahun adalah masa remaja akhir (Sarwono, 2010). Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu: 1) Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: a) Lebih dekat dengan teman sebaya b) Ingin bebas c) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak 2) Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain: a) Mencari identitas diri b) Timbulnya keinginan untuk kencan c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam d) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak e) Berkhayal tentang aktivitas seks 3) Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain: a) Pengungkapan identitas diri b) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c) Mempunyai citra jasmani dirinya d) Dapat mewujudkan rasa cinta e) Mampu berfikir abstrak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id d. Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst antara lain: 1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita 2. Mencapai peran sosial pria dan wanita 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif 4. Mengharapkan dn mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya 6. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga 7. Mempersiapkan karier ekonomi 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis (Hurlock, 1990) e. Perkembangan Seksualitas Remaja Menurut (Hurlock, 1990) Perkembangan seksualitas pada remaja meliputi: 1. Perubahann Fisik 1) Perempuan a) Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun. b) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat rangsangan. c) Menarke sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama. 2) Laki-laki a) Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah. b) Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12 – 14 tahun. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id c) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan. Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera menjadi subur. 2. Perubahan Psikologis 1) Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. 2) Remaja dihadapkan pada pengambilan sebuah keputusan seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual. 3) Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehatihatian. 4) Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian. 5) Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai homoseksual yang jelas akan merasa kebingungan sehingga membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan Konselor, penasihat spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan mental). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id B. PENELITIAN YANG RELEVAN Tabel 2.3 Penelitian Yang Relevan No 1. 2. Penelitian dan Peneliti Perilaku Seksual Remaja Santri di Pesantren Purba Baru Tapanuli Selatan serta FaktorFaktor yang Mempengaruhinya, oleh Asfriyati, dkk, 2004. Subjek penelitian Variabel Metode Penelitian Penelitian penelitian Subjek penelitian Varibel Kuantitatif yang dipakai penelitiannya yaitu para Santri meliputi: di Pesantren 1. Perilaku seksual Purba Baru remaja santri, 2. Jenis kelamin, Tapanuli. Pengetahuan, 3. Sikap, 4. Urutan dalam keluarga, 5. Pendidikan ayah, 6. Pendidikan ibu, 7. Hubungan dengan orang tua, 8. Informasi tentang seks, 9. Hubungan dengan guru. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi; oleh Antono S, Nicholas JF, dan Zahroh S, 2006. Subjek penelitian yang dipakai Mahasiswa Perguruan Tinggi dan buruh pabrik. Variablel Kuantitatif dan penelitiannya: Kualitatif 1. Gaya hidup, 2. Harga Diri, 3. Pengendalian diri, 4. Relijiusitas, 5. Aktifitas Sosial, 6. Pengetahuan, 7. Sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, 8. Sikap terhadap seksualitas, 9. Dukungan Sosial, 10. Kepercayaan Diri, 11. Perilaku commit to user Seksual. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Sexual Lifestyles and Inter-personal Relationships of University Students in Central Java Indonesia and Their Implications for Sexual and Reproductive Health; Zahroh Shaluhiyah, 2006 4. Prevalence of sexual intercourse and associated factors among adolescents attending schools in Goiânia in the state of Goiás, Brazil; Sasaki RS., Leles CR., Malta DC., Sardinha LM., Freire MC. 2015, Ciência & Saúde Coletiva, vol. 20 no.1. “Friending” Teens: Remaja Pengguna Systematic Review of Media Sosial Social Media in Adolescent and Young Adult Health Care; Yonker LM., Zan S., Scirica CV., Jethwani K., Kinane TB, 2015, The Journal of Medical Internet Research. Vol 17, No 1. 5. Mahasiswa Perguruan Tinggi di Semarang dan Surakarta, Variabel Penelitiannya: 1. Sexual lifestyles 2. Sexual interaction 3. Love styles 4. Sexual attitudes 5. Gender attitudes 6. Leisure behavior 7. Personality 8. Individual background Anak sekolah di Variabel tahun ke-9 di kota Penelitiannya: Goiânia 1. Sosiodemografi 2. Perilaku kesehatan berisiko 3. Persepsi citra tubuh commit to user Mengidentifikasi penelitian tentang penggunaan media sosial untuk berinteraksi dengan remaja dan dewasa muda untuk mencapai hasil kesehatan yang positif Kualitatif dan kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. KERANGKA BERPIKIR Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS Sikap terhadap seksualitas Faktor Personal Efikasi diri Perilaku seksual remaja Pengaruh teman sebaya Pengawasan orang tua Faktor Lingkungan Akses informasi Gambar. 2.1 Kerangka Berpikir D. HIPOTESIS Ada pengaruh antara faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015 di SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang. B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi adalah kumpulan lengkap dari seluruh subjek, individu, atau elemen lainnya, yang secara implisit akan dipelajari dalam sebuah penelitian (Murti, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 1 Bergas Kab. Semarang sebanyak 305 siswa. 2. Sampel Sampel adalah subset yang dicuplik dari populasi, yang akan diamati atau diukur peneliti (Murti, 2013). Penentuan jumlah sampel dengan populasi di bawah 10.000 dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus slovin (Nursalam, 2008): n= N 1 N (e 2 ) Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi d = batas toleransi kesalahan (error tolerance) Maka jumlah sampel dalam penelitian commitini to adalah: user perpustakaan.uns.ac.id n= digilib.uns.ac.id 305 = 173,2 1 305 (0,05 2 ) Dari perhitungan di atas, jumlah sampel minimal yang harus ada sebanyak 173,2 dibulatkan menjadi 173 responden (Nursalam, 2008). 3. Sampling Suatu cara pengambilan sampel yang representatif dari populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan jenis sampel stratified random sampling dan cara yang dipakai yaitu proportionate random sampling yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan dengan memperhatikan proporsi dalam populasi itu (Saryono, 2010). D. Variabel Penelitian 1. Variabel independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Faktor personal b. Faktor lingkungan 2. Variabel dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku seksual pada remaja. E. Definisi Operasional Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2007). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 3.1. Definisi Operasional No 1. Variabel Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS Definisi Operasional Pemahaman remaja terhadap hal yang berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS. Indikator 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 2. 3. Sikap terhadap Seksualitas Efikasi Diri Keyakinan, evaluasi, dan kecenderungan responden untuk bertindak tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan seksual Persepsi responden untuk tidak melakukan aktivitas seksual sebelum menikah 10. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. Definisi kesehatan reproduksi Organ reproduksi Menstruasi Pubertas Masa subur Hasrat/keinginan seksual Kehamilan Resiko reproduksi IMS/penyakit kelamin HIV/AIDS Hubungan seksual Penggunaan alat kontrasepsi Tujuan hubungan seks Prostitusi Kumpul kebo PSK Oral seks Masturbasi Pornografi Homoseksual Penerimaan tentang perilaku seksual Pengaruh positif Situational cues Testing personal control Tekanan Sosial commit to user Cara Ukur Terdapat 30 item pernyataan Skala Data Kontinu Kategori 1 : Tinggi 2 : Rendah Terdapat 30 item pernyataan yang diadopsi dari Reiss (1964), Sprecher (1988) dan Shaluhiyah (2006). Kontinu 1 : Tidak Permisif 2 : Permisif Variabel ini diukur dengan menggunakan skala yang dimodifikasi dari Adolescent SelfEfficacy Scale for Sexual Abstinence (ASESSA) yang disusun oleh Linda J. Hulton (2006). Skala ini terdiri dari 11 item favourable dan diberi skor dengan 5 poin skala Likert, yaitu Sangat Setuju (SS) = 5, Kontinu 1 : Tinggi 2 : Rendah perpustakaan.uns.ac.id 4. Pengaruh teman sebaya Pengaruh dari teman sebaya yang dapat meliputi perilaku, nasihat, dan larangan digilib.uns.ac.id 1. 2. 3. 5. Pengawasan orang tua Persepsi responden terhadap upaya orang tua dalam memonitor dan mengamati mereka. 1. 2. 6. Akses Informasi Frekuensi remaja dalam memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi yang dapat mempengaruhi praktek memelihara kesehatan reproduksinya . Perilaku teman yang melakukan aktivitas seksual Larangan untuk melakukan aktivitas seksual Nasihat untuk tidak melakukan aktivitas seksual Pendidikan seksual Kontrol pergaulan commit to user Setuju (S) = 4, Ragu-Ragu = 3, Tidak Setuju (TS) = 2; Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Terdapat 8 item pernyataan Favourable(+)=5 Unfavourable()=3 Item pada variabel memiliki tiga alternatif jawaban, yaitu setuju, raguragu, dan tidak setuju. Pada item favourable, jawaban setuju akan diberi skor 3, jawaban raguragu diberi skor 2, jawaban tidak setuju diberi skor 1, dan sebaliknya pada pertanyaan unfavourable. Terdapat 9 item pernyataan Favourable(+)=4 Unfavourable()=5 Nilai pertanyaan favourable jika setuju diberikan nilai 1 dan bila tidak setuju 0 dan sebaliknya. Akses informasi dibagi dalam 3 kategori yaitu sering, jarang dan tidak pernah dan terdapat 15 pertanyaan. Setiap item pertanyaan mempunyai jawaban sering Kontinu 1: pengaruh baik 2: pengaruh buruk Kontinu 1: pengawasan baik 2: pengawasan kurang Kontinu 3 : Tidak pernah 2 : Jarang 1 : Sering perpustakaan.uns.ac.id 7. Perilaku seksual Segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis digilib.uns.ac.id 1. 2. 3. Masturbasi Kissing (cium bibir) Necking (cium leher atau cupang) 4. 5. 6. 7. Petting Seks oral Hubungan seks Seks anal (kategori sering) dengan skor 3, pernah (kategori jarang) dengan skor 2 dan tidak pernah (kategori tidak pernah) dengan skor 1. Kemudian setiap skor pertanyaan 1-30 dijumlah dan dimasukan dalam kategori. Terdapat 7 item favourable. Jawaban ya akan diberi pembobotan berdasarkan tingkatan perilaku seksual. Kontinu F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner Dalam penelitian ini ada 7 (tujuh) kuesioner yaitu kuesioner tentang (1) Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, (2) Sikap terhadap Seksualitas, (3) Efikasi Diri, (4) Pengaruh teman sebaya, (5) Pengawasan orang tua, (6) Akses Informasi, (7) Perilaku seksual. 2. Skala Lie Minnesota Multiphasik Personality (Skala L-MMPI) L-MMPI yaitu skala validitas yang berfungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pernyataan untuk dijawab responden dengan “Ya” bila butir pernyataan sesuai dengan keadaan dan perasaan responden, dan “Tidak” bila tidak sesuai dengan keadaan dan perasaan responden. Responden diikutkan dalam penelitian apabila jawaban ”Tidak” pada pengukuran dengan skala L-MMPI berjumlah < 10. Jadi jika hasil pengukuran menunjukkan skor lebih dari 10 maka subjek penelitian dinyatakan gugur dan tidak dijadikan subjek commit to user penelitian (James & Butcher, 2011). 1 : tidak melakukan 2: melakukan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id G. Alur Penelitian Siswa SMA Siswa SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten Semarang Siswa SMA Kelas X dan Kelas XI L-MMPI Kuesioner Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS Kontinu Sikap terhadap seksualitas Efikasi diri Pengaruh teman sebaya Pengawasan orang tua Akses informasi Kontinu Kontinu Kontinu Kontinu Kontinu Analisis univariat Analisis bivariat Analisis multivariat Gambar 3.1. Alur Penelitian commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id H. Analisis Data 1. Analisis Data a. Analisis Univariat Secara teknis pada dasarnya analisis merupakan kegiatan meringkas kumpulan data menjadi ukuran tengah dan ukuran variasi. Selanjutnya membandingkan gambaran-gambaran tersebut antara satu kelompok subjek dan kelompok subjek lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam analisis. Untuk data kategori peringkasan data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi. b. Analisis Bivariat Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis yang lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antara dua variabel, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi linier sederhana. c. Analisis Multivariat Data akan dianalisis dengan bantuan program SPSS dengan menggunakan teknik analisis regresi linier ganda untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan memprediksi nilai variabel dependen apabila nilai dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor mengalami kenaikan atau penurunan. Uji statistik yang digunakan adalah uji Regresi Linier Ganda. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Skala L-MMPI Hasil uji dengan menggunakan skala L-MMPI diperoleh data sebanyak 14 dari 173 subjek penelitian yang menjadi sampel penelitian memberikan jawaban “tidak” dengan skor lebih dari 10 (sepuluh), sehingga subjek penelitian tersebut dinyatakan gugur dan tidak dijadikan subjek penelitian dalam analisis berikutnya. Oleh karena itu subjek penelitian menjadi sebanyak 159 subjek penelitian. B. Analisis univariat Berikut ini dipaparkan hasil analisis univariat dari masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil analisis distribusi frekuensi tentang pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja Variabel Independen 1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS a. Tinggi b. Rendah Jumlah 2. Sikap terhadap seksualitas a. Permisif b. Tidak permisif Jumlah 3. Efikasi diri a. Tinggi b. Rendah Jumlah 4. Pengaruh teman sebaya a. Baik b. Buruk Jumlah 5. Pengawasan orang tua a. Baik b. Buruk Jumlah 6. Akses Informasi a. Sering b. Jarang c. Tidak pernah Jumlah Sumber: data primer diolah, 2015 N % 110 49 159 62.9 30.8 100 52 107 159 32.7 67.3 100 107 52 159 67.3 32.7 100 109 50 159 68.6 31.4 100 108 51 159 67.9 32.1 100 51 56 52 159 32.1 35.2 32.7 100 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Analisis bivariat Analisis ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara dua variabel. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier sederhana. Hasil uji regresi linier sederhana dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil analisis regresi linier sederhana (Analisis Bivariat) tentang pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja Varibel independen Koefisien regresi (b) 1. Pengetahuan 0.60 tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS 2. Sikap 0.64 terhadap seksualitas 3. Efikasi diri 0.67 4. Pengaruh 0.65 teman sebaya 5. Pengawasan 0.66 orang tua 6. Akses 0.30 informasi Sumber: data primer diolah, 2015 CI 95% Batas Batas bawah atas p R2 0.48 0.73 0.001 0.35 0.52 0.76 0.001 0.42 0.56 0.53 0.79 0.77 0.001 0.001 0.46 0.42 0.54 0.78 0.001 0.44 0.21 0.38 0.001 0.28 D. Analisis multivariat Analisis multivariat digunakan untuk untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan memprediksi nilai variabel dependen apabila nilai dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik regresi linier ganda. Berikut ini dipaparkan hasil analisis regresi linier ganda. Hasil uji regresi linier ganda dapat dilihat pada Tabel 4.3. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 4.3 Hasil analisis regresi linier ganda antara pengaruh faktor personal dan lingkungan terhadap perilaku seksual pada remaja Koefisien regresi (b) Konstanta 1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS 2. Sikap terhadap seksualitas 3. Efikasi diri 4. Pengaruh teman sebaya 5. Pengawasan orang tua 6. Akses informasi n observer = 159 Adjusted R2 = 65.9% p = 0.001 Sumber: data primer diolah, 2015 CI 95% Batas Batas bawah atas p -0.04 0.16 -0.20 0.04 0.11 0.28 0.560 0.008 0.13 0.00 0.27 0.047 0.23 0.22 0.15 0.07 0.10 0.09 0.01 0.01 0.37 0.34 0.28 0.14 0.001 0.001 0.030 0.016 Hasil uji regresi linier berganda antara Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap terhadap seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh teman sebaya, Pengawasan orang tua, Akses informasi erhadap perilaku seksual pada remaja mempunyai makna sebagai berikut: a. Koefisien regresi (b) = -0.04 Nilai konstanta untuk persamaan regresi adalah -0.04 yang berarti bahwa jika tidak ada Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap terhadap seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh teman sebaya, Pengawasan orang tua, dan Akses informasi, maka perilaku seksual sebesar -0.04 satuan. 1.1 = 0.16 Besar koefisien regresi untuk variabel pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS dengan parameter b1.1 bertanda positif, berarti pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS dapat meningkatkan perilaku seksual. Nilai b1.1 sebesar 0.16 menunjukkan bahwa apabila nilai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS dapat ditingkatkan satu unit (satu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id satuan), maka perilaku seksual akan bertambah sebesar 0.16 pada taraf kepercayaan 99.992% berarti ada pengaruh positif antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS terhadap perilaku seksual. 1.2 = 0.13 Besar koefisien regresi untuk variabel sikap terhadap seksualitas dengan parameter b1.2 bertanda positif, berarti sikap terhadap seksualitas dapat meningkatkan perilaku seksual. Nilai b1.2 sebesar 0.13 menunjukkan bahwa apabila nilai sikap terhadap seksualitas dapat ditingkatkan satu unit (satu satuan), maka perilaku seksual akan bertambah sebesar 0.13 pada taraf kepercayaan 99.953%. Berarti ada pengaruh positif antara sikap terhadap seksualitas terhadap perilaku seksual. 1.3 = 0.23 Besar koefisien regresi untuk variabel efikasi diri dengan parameter b1.3 bertanda positif, berarti efikasi diri dapat meningkatkan perilaku sesksual. Nilai b1.3 sebesar 0.23 menunjukkan bahwa apabila nilai efikasi diri dapat ditingkatkan satu unit (satu satuan), maka perilaku seksual akan bertambah sebesar 0.23 pada taraf kepercayaan 99.999%. berarti ada pengaruh positif antara efikasi diri terhadap perilaku seksual. 2.1= 0.22 Besar koefisien regresi untuk variabel pengaruh teman sebaya dengan parameter b2.1 bertanda positif, berarti pengaruh teman sebaya dapat meningkatkan perilaku seksual. Nilai b2.1 sebesar 0.22 menunjukkan bahwa apabila nilai pengaruh orang tua dapat ditingkatkan satu unit (satu satuan), maka perilaku seksual akan bertambah sebesar 0.22 pada taraf kepercayaan 99.999%. Berarti ada pengaruh positif antara pengaruh teman sebaya terhadap perilaku seksual. 2.2 = 0.15 Besar koefisien regresi untuk variabel pengawasan orang tua dengan parameter b2.2 bertanda positif, berarti pengawasan orang tua dapat meningkatkan perilaku sesksual. Nilai b2.2 sebesar 0.15 menunjukkan bahwa apabila nilai pengawasan orang tua dapat ditingkatkan satu unit (satu satuan), maka perilaku seksual akan bertambah sebesar 0.15 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pada taraf kepercayaan 99.97% berarti ada pengaruh positif antara pengawasan orang tua terhadap perilaku seksual. 2.3= 0.07 Besar koefisien regresi untuk variabel pengaruh akses informasi dengan parameter b2.3 bertanda positif, berarti akses informasi dapat meningkatkan perilaku seksual. Nilai b2.3 sebesar 0.07 menunjukkan bahwa apabila nilai akses informasi dapat ditingkatkan satu unit (satu satuan), maka perilaku seksual akan bertambah sebesar 0.07 pada taraf kepercayaan 99.984% berarti ada pengaruh positif akses informasi terhadap perilaku seksual. b. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) Dari hasil regresi juga diketahui nilai Adjusted R Square atau koefisien determinasi sebesar 0.66 yang artinya bahwa variabel tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, sikap terhadap seksualitas, efikasi diri, pengaruh teman sebaya, pengawasan orang tua, serta akses informasi mempunyai pengaruh sebesar 66% terhadap perilaku seksual pada remaja, sedangkan sisanya sebesar 34% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. E. Pembahasan 1. Pengaruh pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS terhadap perilaku seksual pada remaja Dari analisis di atas diketahui bahwa Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS berpengaruh positif sebesar 0.163, Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pengetahuan merupakan hasil mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap objek tertentu (Mubarak dkk, 2007). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Iswarati dan Prihyugiarto, 2002) dimana hasil penelitiannya justru pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi ternyata tidak berpengaruh terhadap remaja dalam melakukan hubungan seksual. Remaja yang tahu maupun yang tidak tahu tentang kesehatan reproduksi tidak berpengaruh terhadap sikap mereka melakukan hubungan seksual. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi. Setiap orang berhak mendapatkan akses informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi sangatlah penting untuk diberikan kepada siapapun termasuk anak jalanan (Mudingayi dkk, 2011). Penelitian Mudingayi dkk (2011) menyatakan bahwa pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual memainkan peran dalam memprediksi perilaku berisikoPenyakit Menular Seksual. Pengetahuan tentang HIV berhubungan dengan hubungan seksual yang mencakup konsisten penggunaan kondom, pengurangan pada jumlah hubungan seksual, peningkatan toleransi untuk orang dengan HIV/AIDS. 2. Pengaruh sikap terhadap seksualitas terhadap perilaku seksual pada remaja Sikap terhadap seksualitas juga memiliki peran yang sangat penting dalam perilaku seksual remaja. Dalam penelitian ini didapatkan hasil 0.139 dan berpengaruh positif terhadap perilaku seksual remaja, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Secord dan Backman (dalam Azwar, 2012) bahwa “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya”, serta teori yang dikemukakan oleh LaPierre (dalam Azwar, 2012). mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Dari dua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal yang bersifat mendekati (positif) atau menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif & kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku tertentu. Sedangkan definisi sikap terhadap operasi peneliti simpulkan sebagai kecenderungan dan keyakinan individu mengenai operasi yang bersifat mendekati (positif) dan menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif dan kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku tertentu. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gatra yang bekerja sama dengan Laboratorium IlmutoPolitik, commit user Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Politik Universitas Indonesia (LIP FISIP-UI) yang menjaring 800 subjek penelitian remaja berusia 15-22 tahun di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, dan Ujungpandang menjelang akhir 1997. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa subjek penelitian menunjukkan sikap yang makin permisif (sikap serba boleh) terhadap perilaku seks gaya modern. 3. Pengaruh efikasi diri terhadap perilaku seksual pada remaja Dari hasil analisis di atas diketahui bahwa efikasi diri berpengaruh paling besar (0.237) hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan dari (Bandura, 1997) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor pribadi yang meliputi kognisi, afeksi dan biologis. Selain itu juga mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku yang tepat, menghadapi rasa takut dan halangan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Individu yang memiliki efikasi diri mempunyai harapan positif dalam menjalankan tugas sehingga individu berusaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2009) dan Survey yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (2005) dimana hasil penelitiannya justru akses informasi memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan dengan efikasi diri. 4. Pengaruh teman sebaya terhadap perilaku seksual pada remaja Teman sebaya juga mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan perilaku seksual remaja. Dalam penelitian ini didapatkan hasil 0.222 dan berpengaruh positif terhadap perilaku seksual. Bandura (1989) menyatakan bahwa perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh keteraturan konsekuensi respon. Konsekuensi respon itu mempengaruhi perilaku terutama melalui nilai informatif dan insentifnya. Terdapat tiga insentif penting yang berfungsi sebagai sistem pengatur perilaku, yaitu yang didasarkan pada konsekuensi eksternal (external motivator), konsekuensi tak langsung (vicarious motivator), dan konsekuensi yang dihasilkan oleh diri sendiri (self regulatory motivator). Konsekuensi ekternal commit to user berpengaruh dalam memotivasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id perilaku (external motivator), konsekuensi tak langsung (viscarious motivator) apabila orang mengamati perilaku orang lain memungkinkan pengamat akan meniru perilaku tersebut. Pengamat akan memperoleh informasi tentang jenis tindakan yang berkemungkinan menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. Pengamat dapat belajar tentang hal-hal yang dapat mengakibatkan rasa senang atau tidak senang. Oleh karena itu, manusia memiliki kemampuan untuk mengatur perilakunya sendiri (self regulatory motivator). Kemampuan manusia untuk mempengaruhi perilakunya sendiri secara sengaja melalui konsekuensi yang dihasilkannya sendiri memberinya kapasitas untuk mengarahkan diri, meskipun dalam batas-batas reciprocal determinism. Melalui pengamatan, orang mengembangkan ketrampilan untuk memonitor perilakunya sendiri. Maka dari itu orang dewasa lainnya, teman dan model simbolik memainkan peranan yang lebih penting dalam pembentukan sikap dan perilaku. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh (Dewi, 2012) yang berpendapat bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual. Sedangkan Morton dan Farhat (2010) dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai kontribusi sangat dominan dari aspek pengaruh dan percontohan (modelling) dalam berperilaku seksual remaja dengan pasangannya. Tetapi hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh (Maryatun,2013) mengenai peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta bahwa sebagian besar remaja (84%) yang berperilaku seksual pranikah sebanyak (62%) menyebutkan adanya peran/pengaruh dari teman sebaya. Serta remaja yang memperoleh informasi seksualitas dari teman sebaya akan 19.272 kali berisiko melakukan perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan remaja yang tidak memperoleh peran informasi seksualitas dari teman sebaya mereka. 5. Pengaruh pengawasan orang tua terhadap perilaku seksual pada remaja Pengawasan orang tua juga ikut andil dalam pembentukan perilaku seksual pada remaja. Hal ini sesuai teori dari (Baumrind, 2004) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan commitsegala to userbentuk dan proses interaksi yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Pola asuh orangtua memiliki pengaruh penting terhadap perilaku seksual remaja, terutama berkaitan dengan perilaku seksual pranikah. Nilai-nilai moral, agama, dan norma-norma sosial dikenalkan kepada anak melalui interaksi di dalam keluarga. 6. Pengaruh akses informasi terhadap perilaku seksual pada remaja Variabel akses informasi dalam penelitian ini berpengaruh paling kecil terhadap perilaku seksual yakni sebesar 0.078. Penelitian ini tidak sejalan dengan survey yang dilakukan oleh Survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (2005) di Jabodetabek yang didapatkan hasil bahwa akses informasi sangat berperan dalam pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Media massa merupakan informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik yang menampilkan tulisan atau gambar dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya (Wibowo, 2004). Penelitian Carrol dan Kirkpatrik (2011) menyatakan bahwa penggunaan media merupakan bagian integral disepanjang hidup di usia remaja, jumlah risiko dihubungkan dengan penggunaan media sosial, secara spesisfik berefek negatif pada kesehatan. Bagaimanapun data tentang risiko penggunaan tipe macam sosial media sangat berisiko pada perilaku mereka. Media massa merupakan sumber informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik menampilkan tulisan atau gambar yang dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya. Penelitian Rice dkk (2010) melaporkan bahwa penggunaan internet dan media lainnya secara positif berpengaruh pada perubahan perilaku seks pada anak jalanan. Lebih dari 84 % usia remaja yang internet satu kali dalam commit to menggunakan user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id satu minggu atau lebih berisiko mengalami perubahan perilaku berisikoPenyakit Menular Seksual. Informasi dari media ataupun teman sebaya belum pasti tingkat kebenarannya, bahkan cenderung tidak akurat dan keliru. Penyampaian informasi seksual yang vulgar dan menyesatkan dari media atau teman sebaya dapat mendorong untuk berperilau seksual berisiko. 7. Pengaruh pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi terhadap perilaku seksual pada remaja Hasil pengujian hipotesis (uji F) didapat nilai uji F sebesar 51.816 dengan nilai signifikansi model regresi secara simultan sebesar 0,000, nilai ini lebih kecil dari significance level 0,05 (5%), yaitu 0,000 < 0,05. Uji simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama atau secara simultan variabel independen yaitu variabel Pengetahuan Terhadap Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, Sikap Terhadap Seksualitas, Efikasi Diri, Pengaruh Teman Sebaya, Pengawasan Orang Tua, Akses Informasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen yaitu Perilaku seksual pada remaja. Informasi tentang kesehatan reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mereka akan berpikir dengan cermat sebelum melakukan hubungan seksual pada remaja. Pengetahuan mungkin bukanlah faktor yang berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual pada remaja. Seperti yang dijelaskan oleh Bandura (1990) bahwa perilaku tersebut tidak merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau ketrampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS yang rendah maupun tinggi belum tentu mempengaruhi commit toperilaku user seksual pada remaja. perpustakaan.uns.ac.id Sikap digilib.uns.ac.id terhadap seksualitas adalah keyakinan, evaluasi, dan kecenderungan untuk bertindak tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan seksual. Menurut Alport, sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan, ide dari konsep terhadap suatu objek; kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen tersebut membentuk sikap yang utuh. Dalam pembentukan sikap utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Azwar, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, insitiusi atau lembaga, emosi dalam diri individu. Teori yang dikemukakan dari (Bandura, 1997) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara faktor lingkungan, perilaku dan faktor pribadi yang meliputi kognisi, afeksi dan biologis. Selain itu juga mengacu pada kemampuan yang dimiliki individu untuk membentuk perilaku yang tepat, menghadapi rasa takut dan halangan untuk mencapai keberhasilan yang diharapkan. Individu yang memiliki efikasi diri mempunyai harapan positif dalam menjalankan tugas sehingga individu berusaha keras untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Peran teman sebaya bagi remaja sangat berarti dalam memperoleh informasi yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku remaja terhadap isu seksualitas. Hal ini terjadi karena banyak pihak baik remaja, orangtua, guru, pendidik, pemuka agama dan tokoh masyarakat merasa takut apabila informasi dan pendidikan seks diberikan pada remaja akan disalahgunakan oleh remaja. Sehingga remaja pun lebih senang bertanya pada teman sebaya yang tidak lebih baik pengetahuannya dan tidak menerima pendidikan seks yang bertanggungjawab. Remaja menerima informasi yang salah bahkan menyesatkan misalnya dari cerita teman, melihat dari film atau video porno, tayangan televisi, membaca buku, majalah yang lebih banyak menyajikan seks secara vulgar dibandingkan pengetahuan pendidikan seksual yang benar (Burgess dkk, 2005). Pengawasan orang tua juga ikut andil dalam pembentukan perilaku seksual pada remaja. Hal ini sesuai teori dari (Baumrind, 2004) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan commitsegala to userbentuk dan proses interaksi yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Media massa merupakan informasi seksual yang lebih penting dibandingkan orang tua dan teman sebaya, karena media massa memberikan gambaran yang lebih baik mengenai keinginan dan kebutuhan seksualitas. Media massa baik cetak maupun elektronik yang menampilkan tulisan atau gambar dapat menimbulkan imajinasi dan merangsang sesorang untuk mencoba meniru adegannya (Wibowo, 2004). F. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, masalah dibatasi pada pengetahuan, sikap remaja, efikasi diri, pengaruh teman sebaya, pengawasan orang tua, akses informasi. Selain itu populasi dalam penelitian ini mengambil remaja khususnya yang berstatus pelajar sekolah menengah atas yang notabene remaja pilihan yaitu dengan kondisi sosial ekonomi dan sosial kultur yang cukup baik, sehingga penelitian ini belum bisa mewakili populasi, jadi membuka peluang untuk penelitian lain yang lebih mendalam lagi dengan jenis penelitian kuantitatif dipadukan dengan kualitatif dan dengan menggunakan populasi yang dianggap mewakili remaja. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil statistik didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.16; CI= 95%, 0.04 hingga 0.28; p= 0.008) 2. Sikap terhadap seksualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.13; CI= 95%, 0.00 hingga 0.27; p= 0.047) 3. Efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.23; CI= 95%, 0.10 hingga 0.37; p: 0.001) 4. Pengaruh teman sebaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.22; CI= 95%, 0.09 hingga 0.43; p= 0.001) 5. Pengawasan orang tua berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.15; CI= 95%, 0.01 hingga 0.28; p= 0.030) 6. Akses informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku seksual pada remaja (b= 0.07; CI= 95%, 0.01 hingga 0.14; p= 0.016) Maka kesimpulannya Semakin positif nilai faktor personal dan faktor lingkungan, maka semakin positif perilaku seksual pada remaja. B. IMPLIKASI 1. Implikasi Teoritis Teori sosial kognitif Bandura (1997) efikasi diri bisa digunakan untuk memprediksi perilaku seksual pada remaja dalam kontek masyarakat di wilayah Kabupaten Semarang. 2. Implikasi Praktis Temuan ini menunjukkan bahwa semua variabel independen yang diteliti yaitu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/AIDS, sikap terhadap seksualitas, efikasi diri, pengaruh teman sebaya, pengawasan orang tua, serta commit to user akses informasi bisa digunakan untuk meningkatkan perilaku seksual pada remaja. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. SARAN 1. Perilaku seksual yang baik didapatkan dari hasil faktor personal dan faktor lingkungan yang secara bersama-sama memperngaruhi perilaku seksual pada remaja. 2. Bagi penelitian selanjutnya Dengan memperhatikan keterbatasan penelitian, hendaknya memilih subjek peneleitian yang lebih representatif supaya dapat digeneralisasikan. Selain itu juga meningkatkan metode penelitian yaitu dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang dipadukan dengan kualitatif sehingga dapat mengetahui fenomena perilaku seksual pada remaja dan kebutuhan layanan reproduksi yang diinginkan oleh remaja. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, H.A. 2007. Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Alavi, S.S., Maracy M.R., Jannatifard., Eslami M. 2011. The effect of psychiatric symptoms on the internet addiction disorder in Isfahan's University students. Journal of Research in Medical Sciences. 16(6): 793–800 Asfriyati, dkk. 2004. Prilaku Seksual Remaja Santri di Pesantren Purba Baru Tapanuli Selatan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Laporan Penelitian Dosen Muda). Azwar, S. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. . 2013. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bandura, A. 1997. Self Efficancy: The Exercise of Control. New York: W.H Freeman a State University, Stillwater, United States: Journal of Early Adolescence and Company. Benokraitis, N.V. 1996. Marriages and Families: Changes, Choices, and Constraints 2nd edition. New Jersey: Prentice Hall. Biro Pusat Statistik. 2012. Jumlah Penduduk menurut Provinsi. Semarang. BKKBN. 2010. Data survei Kesehatan Reproduksi Indonesia. Jakarta. BKKBN. 2012. Data survei Kesehatan Reproduksi Indonesia. Jakarta. Burgess, V., Dziegielewski, S.F. & Green, C.E. 2005. Improving Comfort about Sex Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis Intervention, 5:379-390. Carroll, JA dan Kirkpatrick RL, 2011. Impact os Social Media an Adolescent Behavioral Health. Oaklanda, CA : Adolescent Health Collaborative. Cox, R.B., Shreffler, KM., Merten, MJ., Schwerdtfeger, KL., Dowdy, JL. 2015. Parenting, Peers, and Perceived Norms: What Predicts Attitudes Toward Sex Among Early ?. Oklahom. Damayanti, R. 2008. Peran Biopsiokososial Terhadap Perilaku Berisiko Tertular HIV pada Remaja SLTA di DKI. Disertasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. DeGenova, M. K., & Rice, P. 2005. Intimate Relationship, Marriage and Family. 6th commit to user Edition. Boston: McGraw Hill. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Depkes RI. 2014. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006. Jakarta. Fagan, P.F. 2009. The Effects Of Pornography On Individuals, Marriage, Family And Community. Research Synthesis. Washington, D.C.: The Family Research Counsil. Family Care International (FCI). 2000. Sexual & Reproductive health Briefing Cards. New York. Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM. SPSS 19 (edisi kelima). Semarang: Universitas Diponegoro. Green, Lawrence W. 2000. Health Promotion Planning: An Educational and Environmental Approach. Second Edition. Mayfield Publishing Company. Mountain View-Toronto-London. Greenberg, J, Baron, R.A. 2003. Behavior in Organization. Eight Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Gunarsa, S.D. & Gunarsa,Y.S.D. 2012. Psikologi untuk membimbing. Jakarta: Libri. Hidayat. A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Hurlock, E.B. 2005. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Iswarati dan Prihyugiarto. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi sokap terhadap perilaku seksual pra nikah pada remaja di Indonesia. Jurnal Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, 2(2). Jahja. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Jaccard, J., Blanton H., Dodge, T. 2005. Peer influences on risk behavior: an analysis of the effects of a close friend. America: American Psychological Association. James & Butcher. 2011. A Beginner's Guide to the MMPI–2, Third Edition. Washington D.C: American Psychological Association. Jenkins, M. 2015. A Concept Analysis of Self-Efficacy and Adolescent Sexual RiskTaking Behavior. Nursing Forum Volume 50, No. 1, Januar y-March 2015 Kim, C,R,. dan Free, C. 2008. Recent Evaluations of the Peer Led Approach in Adolescent Sexual Health Education: A Systemic review Perspective on Sexual and reproductive Health. J Reproductive Health. Vol 40 (3). 144-151 Maryatun, 2013. Peran Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Pra Nikah pada Remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta. GASTER 10(1). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Mubarak WI, Chayatin N, Rozikin K, Supradi. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu Murti, B. 2013. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Monks, F.J. 2009. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. National Institutes of Health. 2013. What are some types of sexually transmitted diseases or sexually transmitted infections (STDs/STIs)?. http://www.nichd.nih.gov/health/topics/stds/conditioninfo/Pages/types.aspx. Diakses pada tanggal 19 februari 2015. Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Oppong A.K dan Oti B.M. 2013. HIV/AIDS knowledge among undergraduate university students: implications for health education programs in Ghana. African Health Sciences, Vol 13 Issue 2 June Papalia, Old, Feldman. 2008. Human Development (Psikologi perkembangan). Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Plan. 2004. Perilaku Seksual dan Pacaran Sehat (Booklet). Pratibha G., Fatima A., Pankaj B., Srivastav., dan Zeashan H.Z. 2013. Knowledge About HIV/AIDS Among Secondary School Students. N Am J Med Sci. v.5(2) Feb Ramadhani, A.V. Social Learning Theory (Bandura). (Serial Online). Diakses pada tanggal 29 Desember 2014. Resource Center for Adolescent Pregnancy Prevention. Social Learning Theory and Sexuality Education (serial online). http://recapp.etr.org/recapp/index.cfm?fuseaction=pages.TheoriesDetail&Pag eID=380 Diakses pada tanggal 6 Januari 2015. Riwidikdo, H. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mita Cendikia Press Santrock, J.W. 2011. Adolescence, 14th Edition. Mc Graw Hill: New York Saryono. 2010. Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta: Nuha Medika. Sarwono, S. W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sasaki RS., Leles CR., Malta DC., Sardinha LM., Freire MC. 2015. Prevalence of sexual intercourse and associated factors among adolescents attending schools in Goiânia in the state of Goiás, Brazil, SciELO Salud Pública Rio de Janeiro Ciênc. saúde coletiva vol. 20 no.1. Strehl. 2011. The Agenda for Children Services : A Policy Handbook. Australia: The Stationery Office Dublin Suparlan S. 2008. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar ruzz Media. Suryoputro, A; Ford, Nicholas; Shaluhiyah, Z. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Reproduksi. Makara, Kesehatan Vol. 10, No. 1, Juni, 2006: 29-40. Synovate Research. 2005. Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan) Laporan Penelitian. Jakarta: Synovate Research & DKT Indonesia Taufik. 2007. Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan dalam Bidang Keperawatan. Jakarta: CV. Infomedika UNFPA. 2008. Reproductive Rights and Sexual and Reproductive Health Framewo. New York: UNFPA. Widyastuti, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitra Maya. WHO. 2012. HIV/AIDS Prevention and Care Among Especially Vulnerable Young People A Framework For Action. Switzerland: WHO Ybarra, M.L dan Mitchell, K.J. 2014. “Sexting” and Its Relation to Sexual Activity and Sexual Risk Behavior in a National Survey of Adolescents. Journal of Adolescent Health. Vol 55, 757-764 Yonker LM., Zan S., Scirica CV., Jethwani K., Kinane TB. 2015. “Friending” Teens: Systematic Review of Social Media in Adolescent and Young Adult Health Care. The Journal of Medical Internet Research. Vol 17, No 1. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN 3 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Sartika Kusumastuti NIM : S 021308074 Prodi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Adalah mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sedang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan terhadap Perilaku Seksual pada Remaja”, mohon bantuan anda untuk menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan oleh responden akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas kesediaan dan partisipasinya untuk menjadi subjek penelitian, saya ucapkan terimakasih. Peneliti, Sartika Kusumastuti commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN 4 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (Inform Consent) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Tanggal : Setelah diberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya penelitian, saya menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Sartika Kusumastuti (S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta), sampai dengan berakhirnya proses penelitian yang dilaksanakan. Saya bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak di bawah paksaan siapapun, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Surakarta, 2015 Responden (……………….) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN 5 SKALA L MMPI Berilah tanda (x) pada kolom jawaban (ya) bila anda setuju dengan pernyataan ini, atau penyataan ini berlaku bagi anda atau mengenai anda.Sebaliknya berilah tanda (x) pada kolom jawaban (tidak), bila anda tidak setuju dengan pernyataan ini atau anda merasa bahwa pernyataan ini tidak berlaku atau tidak mengenai anda No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Pernyataan Sekali-kali saya berpikir hal yang buruk untuk diutarakan Kadang-kadang saya merasa ingin mengumpat atau mencaci maki Saya tidak selalu mengatakan yang benar Saya tidak membaca setiap tajuk rencana surat kabar Saya kadang-kadang marah Apa yang dapat saya kerjakan hari ini kadangkadang saya tunda sampai besok Bila saya sedang tidak enak badan, kadangkadang saya mudah tersinggung Sopan santun saya dirumah tidak sebaik seperti jika bersama orang lain Bila saya yakin tidak seorang pun yang melihatnya, mungkin sekali-kali saya akan menyelundup menonton tanpa karcis Saya akan lebih senang menang daripada kalah dalam suatu permainan Saya ingin mengenal orang-orang penting karena dengan demikian saya merasa menjadi orang penting juga Saya tidak selalu menyukai setiap orang yang saya kenal Kadang-kadang saya mempergunjingkan orang lain Saya kadang-kadang memilih orang-orang yang tidak saya kenal dalam suatu pemilihan Sekali-kali saya ingin tertawa juga mendengarkan lelucon porno commit to user Ya Tidak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN 6 KUESIONER PENELITIAN “PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA” Petunjuk: 1. Baca setiap pertanyaan pada kolom dengan teliti, kemudian pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pendapat anda. 2. Demi kelancaran penelitian ini, mohon semua pertanyaan diberi jawaban dan jangan sampai terlewati 3. Selamat mengerjakan dan terimakasih A. Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS Instrumen ini terdiri dari 30 item pernyataan yang berisi tentang Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, IMS dan HIV/AIDS. Beri tanda () pada kolom (Benar) jika pernyataan tersebut anda anggap benar dan kolom (Salah) jika pernyataan tersebut anda anggap salah. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pernyataan Keadaan sehat yang menyeluruh meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi Keadaan sehat yang menyeluruh meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan fungsi reproduksi Keadaan sehat yang menyeluruh meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan segala hal yang berkaitan dengan proses reproduksi Reproduksi adalah suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Penyakit IMS adalah penyakit yang menyerang commit to user pada alat kelamin perempuan atau laki – laki akibat Benar Salah perpustakaan.uns.ac.id 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. melakukan hubungan seksual Penyakit shipilis (raja singa), gonorrhea, herpes genital, dan HIV/AIDS merupakan kelompok penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual disebabkan oleh berbagai macam virus, bakteri, jamur yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi. Penyakit menular seksual dapat menular melalui makanan/minuman dari sisa orang yang menderita penyakit menular seksual. Gejala IMS yaitu rasa gatal disekitar alat kelamin, Rasa sakit saat kencing dan ada keputihan kental kekuningan perlu diwaspadai terkena penyakit menular seksual. Seseorang akan tertular IMS jika hubungan intim/seks dengan orang yang terinfeksi tanpa menggunakan kondom Melakukan hubungan intim/seks dengan sesama jenis dapat tertular IMS HIV adalah kepanjangan dari Human Immunodeviciency Virus AIDS adalah kepanjangan dari Aquired Immune Deviciency Syndrome AIDS adalah penyakit infeksi Sistem kekebalan adalah target utama yang diserang HIV HIV hanya hidup dalam jaringan tubuh manusia ODHA merupakan kepanjangan dari Orang dengan HIV/AIDS Penyebab HIV adalah Human Immunodeviciency Virus Penyebab lain dari HIV/AIDS adalah Human Pappiloma Virus Seks bebas dan penggunaan jarum suntik secara bergantian dapat menyebabkan HIV/AIDS Gejala dari penderita AIDS adalah Diare yang tak sembuh, Penurunan berat badan yang drastis dalam waktu 1 bulan, Seseorang dianggap menderita HIV jika menunjukkan tes HIV positif Belum ada obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS Berhubungan seksual dengan partner pengidap HIV/AIDS dapat menularkan HIV/AIDS Ciuman basah dengan penderita HIV/AIDS dapat menularkan HIV/AIDS Tansfusi darah yang commit tercemarto user HIV dapat digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 28. 29. 30. digilib.uns.ac.id menularkan HIV/AIDS Ibu hamil dengan HIV/AIDS dapat menularkan HIV/AIDS kepada janinnya Tidak melakukan hubungan seks bebas dan menggunaan narkoba suntik merupakan salah satu cara pencegahan HIV/AIDS Kondom tidak bisa mencegah penularan HIV secara sempurna B. Sikap Terhadap Seksualitas Instrumen ini terdiri dari 30 item pernyataan yang berisi Sikap terhadap seksualitas. Beri tanda () pada kolom (Benar) jika pernyataan tersebut anda anggap benar dan kolom (Salah) jika pernyataan tersebut anda anggap salah. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Pernyataan Hubungan seksual sebaiknya dilakukan setelah Menikah Hubungan seksual pranikah sebaiknya dilakukan dengan pacar tetap Hubungan seksual pranikah lebih baik dilakukan dengan PSK Hubungan seksual pranikah boleh dilakukan dengan teman biasa Hubungan seksual pranikah adalah untuk menyesuaikan saat setelah menikah Menggunakan kontrasepsi akan membuat orang berfikir bahwa saya adalah orang yang tidak bermoral Menggunakan kontrasepsi adalah merupakan suatu tindakan yang bertanggung jawab Saat melakukan hubungan seksual pranikah tidak perlu menggunakan kontrasepsi Tidak perlu menggunakan kondom saat berhubungan seks dengan pacar sendiri Menggunakan kontrasepsi adalah bertujuan untuk mencegah kehamilan Menggunakan kondom adalah bertujuan untuk mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS)dan HIV/AIDS Kondom harus digunakan bagi seseorang yang aktif seksual sebelum menikah Hubungan Seks adalah bertujuan untuk memperoleh anak Hubungan Seks adalah bertujuan untuk memperoleh kesenangan commit to user Hubungan Seks adalah bertujuan untuk menjalin Benar Salah perpustakaan.uns.ac.id 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. digilib.uns.ac.id hubungan (relasional) Prostitusi adalah perbuatan yang tidak bermoral dan tidak diterima oleh masyarakat Kumpul kebo atau tinggal serumah dengan pasangan tanpa nikah adalah perbuatan yang tidak bermoral dan tidak diterima oleh masyarakat Pekerja seks komersial (PSK) adalah tidak bermoral karena menurunkan martabat seseorang serta tidak bisa diterima oleh masyarakat Kepuasan yang dirasakan dalam oral seks dapat menggantikan intercourse (hubungan seks) Seks oral (merangsang alat kelamin pasangan dengan menggunakan mulut) adalah perilaku seksual abnormal Masturbasi adalah perilaku seksual yang biasa Melihat adegan film porno akan merangsang perilaku seksual Pornografi adalah hal yang harus dihindari oleh Remaja Homoseksual adalah ditentang dan tidak sehat Menurut anda, pada tahapan hubungan yang mana yang seorang pria wajar melakukan kegiatan seperti berciuman, berpelukan, dan bersentuhan dengan pasangannya Di tahapan hubungan yang mana yang menurut anda wajar dilakukan oleh wanita seperti berciuman, berpelukan, dan bersentuhan dengan pasangannya Di tahapan hubungan yang mana yang menurut anda wajar dilakukan oleh pria seperti petting (saling menggesek-gesekkan alat kelamin) dan oral seks dengan pasangannya Di tahapan hubungan yang mana yang menurut anda wajar dilakukan oleh wanita seperti petting (saling menggesek-gesekkan alat kelamin) dan oral seks dengan pasangannya Di tahapan hubungan yang mana yang menurut anda wajar dilakukan oleh pria seperti hubungan intim atau seks dengan pasangannya Di tahapan hubungan yang mana yang menurut anda wajar dilakukan oleh wanita seperti hubungan intim atau seks dengan pasangannya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Efikasi Diri Instrumen ini terdiri dari 11 item yang berisi tentang Efikasi Diri. Pilihlah dengan memberikan tanda () sebagai pilihan jawaban anda. SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju RR : Ragu-ragu No. Pernyataan SS 1. Saya dapat mengatakan tidak untuk melakukan hubungan seks dengan pacar walaupun saya menginginkannya 2. Saya dapat berpegang teguh pada pendirian saya untuk tidak melakukan hubungan seksual karena sesuai dengan ajaran agama 3. Saya dapat bertahan pada keputusan saya untuk tidak melakukan seks sebelum menikah karena takut hamil 4. Saya dapat mengatakan dengan tegas untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah 5. Saya dapat bertahan untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan pacar walaupun harus memutuskan hubungan 6. Saya dapat menahan untuk tidak melakukan hubungan seks dengan pacar walaupun teman berpendapat hal tersebut tidak masalah 7. Saya dapat menjelaskan alasan untuk tidak melakukan hubungan seks jika pacar memaksa untuk melakukannya. 8. Saya bisa berhenti untuk menemuinya jika pacar saya memaksa untuk melakukan hubungan seks 9. Saya akan menolak jika pacar mengajak untuk menonton film porno 10. Saya melarang pacar saya untuk commit to user masuk ke kamar Saya S RR TS STS perpustakaan.uns.ac.id 11. digilib.uns.ac.id Saya dapat mengatakan pada pacar saya tentang keputusan untuk tidak melakukan hubungan seks. D. Pengaruh Teman Sebaya Instrumen ini terdiri dari 8 item yang berisi pernyataan tentang Pengaruh Teman Sebaya. Pilihlah salah satu huruf dengan memberikan tanda () pada kotak yang telah disediakan sebagai pilihan jawaban anda. S : Setuju RR : Ragu-ragu TS : Tidak Setuju No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pernyataan Teman-teman saya ada yang melakukan hubungan seks sebelum menikah Teman-teman menasihati saya untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah Teman saya melarang saya untuk menonton film Porno Teman-teman saya banyak yang berciuman bibir dengan pacarnya Saya berciuman dengan pacar untuk mengikuti tren yang dilakukan oleh teman-teman saya Walaupun teman saya banyak yang melakukan aktivitas seksual, saya tidak terpengaruh untuk mencobanya Saya malu untuk berdiskusi tentang perilaku seksual dengan teman Teman saya tidak peduli jika saya melakukan hubungan seksual dengan pacar S RR TS E. Pengawasan Orang Tua Instrumen ini terdiri dari 9 item yang berisi pernyataan tentang Pengawasan Orang Tua. Pilihlah salah satu huruf dengan memberikan tanda () pada kotak yang telah disediakan sebagai pilihan jawaban anda. S : Setuju TS : Tidak Setuju No. 1. 2. Pernyataan Orang tua menyarankan agar saya dapat menjaga diri dalam bergaul dengan lawan jenis Berdiskusi tentang hal-hal yang berbau seks commit to user dengan orang tua adalah hal yang tabu S TS perpustakaan.uns.ac.id 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. digilib.uns.ac.id Orang tua saya memberi batasan mengenai jam malam ketika saya pergi bersama teman-teman Orang tua saya mendampingi dan memberikan penjelasan kepada saya ketika sedang menonton televise Orang tua tidak tahu saya bergaul dengan siapa saja Orang tua saya tidak segan untuk memberikan informasi tentang kehamilan kepada saya Orang tua saya tidak terlalu peduli dengan aktivitas saya Orang tua saya marah jika saya bertanya tentang hubungan seksual Orang tua membiarkan bila ada teman lawan jenis saya masuk ke dalam kamar F. Akses Informasi Instrumen ini terdiri dari 15 item yang berisi pernyataan tentang Akses Informasi. Pilihlah salah satu huruf dengan memberikan tanda () pada kotak yang telah disediakan sebagai pilihan jawaban anda. No. Pernyataan 1. Saya mendapatkan informasi pengetahuan seks dari sosial media di internet (Facebook, Twitter, BBM, Yahoo, dll) Saya mendapatkan informasi pengetahuan seks dari media cetak (Koran, tabloid, buku, dll) Saya tahu seputar seks dari media elektronik (televisi, radio, dll) Saya mengerti istilah-istilah dalam seks dari teman sejawat (teman sekolah, teman main, teman lingkungan rumah) Saya mendapatkan arahan dan pengetahuan seputar seks dari orang tua Saya mendapatkan arahan dan pengetahuan seputar seks dari saudara kandung (kakak atau adik) Saya mengikuti trend perilaku seks berpacaran dari tayangan-tayangan televisi (sinetron, film, dll) Sekolah memberikan pengetahuan seputar seksologi dan reproduksi (biologi, biokimia, dll) Saya rutin mendapatkan informasi konseling commit to user pribadi seputar kesehatan reproduksi dari dokter 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sering Jarang Tidak Pernah perpustakaan.uns.ac.id 10. 11. 12. 13. 14. 15. digilib.uns.ac.id keluarga Saya mendapatkan bimbingan konseling seputar kesehatan seksual dari guru/guru BK di sekolah Saya mendapat pengetahuan seks dari pacar/ teman dekat lawan jenis saya Saya mengetahui cara menjaga kesehatan reproduksi yang baik dari mengikuti seminarseminar, workshop, dll Saya mengikuti gaya berpacaran setelah melihat perilaku berpacaran teman Saya tahu alat-alat kontrasepsi dari iklan atau sponsor (iklan kondom, iklan KB pemerintah) Saya mendapatkan arahan serta pesan moril mengenai perilaku seksual yang benar dari pendidikan agama saya baik di sekolah maupun luar sekolah G. Perilaku Seksual Instrumen ini terdiri dari 7 item yang berisi pernyataan tentang Perilaku Seksual Pranikah. Pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda () pada kotak yang telah disediakan sebagai pilihan jawaban anda. Jawablah SESUAI DENGAN KEADAAN DIRI ANDA yang sebenarnya dan dengan sejujur-jujurnya bukan berdasarkan jawaban yang terbaik. No. Pernyataan 1. Saat mengalami hasrat seksual yang memuncak maka saya akan melampiaskannya dengan melakukan masturbasi/Onani Saya dan pasangan selalu mencari tempat-tempat yang sepi untuk bisa saling berciuman Ketika sedang berkencan kami saling mencium leher (Necking)satu sama lain Kami saling menggesekan alat kelamin (petting) supaya sama-sama terangsang Saat mengalami hasrat seksual yang memunjak maka saya akan menyuruh pasangan saya untuk melakukan seks oral Bila kesempatan mendukung saya melakukan hubungan seks dengan pasangan saya Saat mengalami hasrat seksual yang memuncak maka saya akan menyuruh pasangan saya untuk melakukan seks anal 2. 3. 4. 5. 6. 7. commit to user Melakukan Tidak Melakukan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN 15 HASIL ANALISIS DISTRIBUSI FREKUENSI Pengetahuan Frequency Valid Tinggi Percent Cumulative Percent 110 69.2 69.2 69.2 49 30.8 30.8 100.0 159 100.0 100.0 Rendah Total Valid Percent Sikap Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Permesif 107 67.3 67.3 67.3 Permesif 52 32.7 32.7 100.0 159 100.0 100.0 Total Efikasi Diri Frequency Valid Tinggi Cumulative Percent 107 67.3 67.3 67.3 52 32.7 32.7 100.0 159 100.0 100.0 Rendah Total Percent Valid Percent Pengaruh Frequency Valid Baik Percent Valid Percent Cumulative Percent 109 68.6 68.6 68.6 Buruk 50 31.4 31.4 100.0 Total 159 100.0 100.0 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pengawasan Frequency Valid Baik Buruk Total Percent Valid Percent 108 51 67.9 32.1 67.9 32.1 159 100.0 100.0 Cumulative Percent 67.9 100.0 Akses Informasi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sering 51 32.1 32.1 32.1 Jarang 56 35.2 35.2 67.3 Tidak Pernah 52 32.7 32.7 100.0 159 100.0 100.0 Total Perilaku Seksual Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak melakukan 109 68.6 68.6 68.6 Melakukan 50 31.4 31.4 100.0 159 100.0 100.0 Total commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LAMPIRAN 17 HASIL UJI ANALISIS LINIER GANDA Model Summary Model R R Square .820a 1 Adjusted R Square .672 Std. Error of the Estimate .659 .272 a. Predictors: (Constant), Akses Informasi, Efikasi Diri, Pengaruh , Pengetahuan, Sikap, Pengawasan Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model 1 B (Constant) Std. Error -.047 .081 Pengetahuan .163 .061 Sikap .139 Efikasi Diri Beta 95% Confidence Interval for B t Sig. Lower Upper Bound Bound -.584 .560 -.207 .112 .162 2.687 .008 .043 .283 .069 .140 2.005 .047 .002 .275 .237 .070 .240 3.407 .001 .100 .375 Pengaruh .222 .064 .222 3.475 .001 .096 .349 Pengawasan .152 .070 .153 2.185 .030 .015 .289 Akses Informasi .078 .032 .135 2.431 .016 .015 .142 a. Dependent Variable: Perilaku Seksual commit to user