perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Matematika Belajar merupakan suatu proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Belajar tidak hanya sekedar mengumpulkan pengetahuan, tetapi belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan melalui pemaknaan teks, pemaknaan fisik, dialog, dan perumusan pengetahuan. Siswa secara aktif mengkonstruksikan belajarnya dari berbagai macam input sebagai sumber belajarnya. Oleh karena itu, melalui belajar siswa dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan sebagai suatu hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Menurut Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 98), bagi konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. Siswa secara aktif berusaha mengkonstruksikan makna belajarnya. Hal ini menyiratkan bahwa siswa harus bersikap aktif agar dapat belajar secara efektif. Siswa harus mampu mengkonstruksikan makna belajar. Melalui pengkonstruksian makna belajar, siswa tidak hanya sekedar mendapatkan jawaban yang benar atas masalah yang dihadapi, tetapi juga benar-benar memahami konsepnya. Dengan demikan, guru seharusnya berusaha mengkonstruksi dan mengeksplorasi kegiatan belajar sehingga memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi makna belajarnya. Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Menurut I Wayan Santyasa (2007: 1), dalam paradigma konstruktivistime, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif dan interpretasi. Hal ini senada dengan pendapat commit to user Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 98) bahwa konstruksi pengetahuan 9 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bukan sesuatu yang bersifat individual semata. Belajar juga dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, orang tua dan sebagainya. Dengan demikian, pengetahuan lebih baik dikonstruksikan secara sosial yang dilakukan melalui kerja sama dan diskusi kelompok. Belajar menurut Suparno dalam Arif Rohman (2009: 181), belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang dimilikinya, sehingga pengertiannya dikembangkan. menghubungkan Selama proses pengalaman belajar, yang siswa mereka dimotivasi ketahui untuk kemudian mengembangkannya sesuai dengan pemikiran masing-masing. Belajar menurut paham konstruktivisme bercirikan sebagai berikut. a. Belajar berarti membentuk makna. b. Proses konstruksi membentuk pengetahuan berklasikal terus menerus. c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. d. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri. e. Perkembangan memerlukan penemuan baru dan rekonstruksi pemikiran. f. Proses belajar adalah skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. g. Hasil belajar dipengaruhi oleh dan persentuhan pelajar terhadap dunia fisik dan lingkungan. Belajar menurut paham konstruktivisme pada intinya adalah siswa dilatih untuk dapat mengkonstruksi pemahamannya terhadap suatu konsep berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah diperoleh sebelumnya. Menurut Yatim Riyanto (2010: 169), belajar adalah suatu proses mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Hasilnya diperluas melalui melalui konteks yang terbatas dan tidak seketika, artinya di dalam belajar dibutuhkan suatu proses. Belajar adalah proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas kegiatan belajar dan prestasi belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran dan mengorganisasikan commit to user pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. perpustakaan.uns.ac.id 11 digilib.uns.ac.id Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dikonstruksi baik secara personal maupun sosial yang ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna. Berdasarkan uraian sebelumnya, belajar adalah proses pengkonstruksian pengetahuan pada diri siswa berdasarkan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan, sedangkan belajar matematika dapat diartikan sebagai proses pengkonstruksian pengetahuan matematika pada diri siswa berdasarkan pengalamannya yang berkenaan dengan matematika. 2. Prestasi Belajar Matematika Dahar dalam Syaiful Bahri Djamarah (1994: 21) menyatakan bahwa: Prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dari pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 33), “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar”. Prestasi merupakan bukti usaha yang dicapai sedangkan belajar adalah proses membangun makna melalui latihan dan pengalaman, yang dapat menimbulkan perubahan pada diri individu sehingga prestasi belajar mengandung pengertian sebagai hasil yang dicapai seseorang selama proses membangun makna melalui latihan dan pengalaman. Dari pengertian prestasi belajar dalam hubungannya dengan belajar matematika, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang digunakan untuk menilai tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika sesuai dengan tujuan commit to user pembelajaran matematika yang ditentukan. 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Implementasi Kurikulum 2013 a. Konsep Pengembangan Kurikulum 2013 Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Pada dasarnya konsep kurikulum baru 2013 sebenarnya dapat dianggap tidak membawa sesuatu yang baru. Konsep kurikulum baru ini dinilai sudah pernah muncul dalam kurikulum yang dulu pernah digunakan. Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013 yaitu: 1) Kurikulum sebagai suatu subtansi Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatanbelajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar jadwal, dan evaluasi. 2) Kurikulum 2013 sebagai suatu sistem Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum agar tetap dinamis. 3) Kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli dan pengajaran. Tujuan kurikulm sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum. Melalui bidang studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat commit to user bidang studi kurikulum. 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Titik berat kurikulum 2013 adalah bertujuan agar siswa atau siswa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya (wawancara), bernalar, dan mengkomunikasikan (mempersentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 yang didalamnya ada beberapa permasalahan, berikut adalah beberapa permasalahan tersebut. 1) Konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak. 2) Belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. 3) Kompetensi belum menggambarkan secaara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, meteologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum. 4) Belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasioanal, maupun global. 5) Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru. 6) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remidasi secara berkala. 7) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir. commit to user 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Konsep kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio saling melengkapi. Kurikulum baru tersebut akan diterapkan untuk seluruh lapisan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas maupun Kejuruan. Siswa untuk semua mata pelajaran sudah tidak lagi banyak menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains. Pada intinya, orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan. b. Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip commit to penalaran yang spesifik.Karena itu,user metode ilmiah umumnya memuat perpustakaan.uns.ac.id 15 digilib.uns.ac.id serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis. c. Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. 1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. 4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. d. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan to usermenggunakan pendekatan ilmiah. SMA atau yang sederajat commit dilaksanakan 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa”. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut. 1) Mengamati Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A/2013, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini. a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder d) Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. 2) Menanya Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih commit to user abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun fungsi bertanya adalah sebagai berikut : a) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema atau topik pembelajaran. b) Mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. c) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya. d) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. e) Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. commit to user 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id f) Mendorong partisipasisiswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. g) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. h) Membiasakan siswa berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul. i) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. 3) Mencoba Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. 4) Menalar Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan commit to user mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. 5) Mengkomunikasikan Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau commit to user Kegiatan “mengkomunikasikan” kelompok peserta didik tersebut. perpustakaan.uns.ac.id 21 digilib.uns.ac.id dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. 4. Model Pembelajaran Dalam sebuah penciptaan dan pengondisian kelas, guru bertindak sebagai pendesain. Dalam pengendalian kondisi tersebut guru menggunakan model pembelajaran tertentu. Menurut Agus Suprijono (2009: 45-46), model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologis pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat pula diartikan sebagai pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, yang didalamnya mencakup penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2009: 46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan termasuk di dalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Merujuk pada pendapat Joyce dalam Agus Suprijono (2009: 46), fungsi model adalah “each model guides us as we design instuction to help students achieve various objectivies”. Dengan demikian, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. 5. Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran dibangun atas dasar teori atau prinsip tertentu. Model pembelajaran kooperatif dibangun atas dasar teori konstruktivis sosial dari Vygotsky, teori konstruktivis personal dari Piaget dan teori motivasi. Menurut prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan pemikiran user artinya lebih kepada sebuah merupakan proses sosialcommit sejaktolahir, 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pengalaman. Belajar merupakan suatu proses aktif siswa menemukan sesuatu dan membangun sendiri aspek kognitif, afektif dan psikomotornya. Hal ini mengarah pada sebuah pemikiran bahwa suatu pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa. Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut, seorang siswa dapat melakukannya baik secara berkelompok maupun individual. Dengan adanya bantuan siswa atau teman sebaya yang memiliki kemampuan lebih dalam suatu kelompok maka pemahaman kemampuannya akan meningkat. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran sosial yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam memudahkan siswa memahami dan menerapkan konsep, namun juga mampu mengembangkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis dan sikap percaya dirisiswa. Cruickshank et al. (1999: 205) mengatakan bahwa “cooperative learning is the term used to describe instructional procedures whereby learners work together in small groups and are rewarded for their collective accomplishments”. Senada dengan pendapat tersebut, Anita Lie (2008: 12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk bekerjasama dalam mengerjakan tugas terstruktur. Dikemukakan pula bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi alternatif menarik yang dapat mencegah timbulnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan individual siswa tanpa mengorbankan aspek kognitif. Dengan demikian, pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa belajar secara aktif dalam kelompok kecil yang memiliki latar belakang kemampuan yang berbeda. b. Dasar-dasar Teori Pembelajaran Kooperatif Suatu model pembelajaran memiliki karakteristik tertentu secara khusus yang membedakannya dengan sutu model pembelajaran lain. commit dapat to userberupa teori-teori yang mendasari Perbedaan karaktersitik tersebut 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id suatu model pembelajaran. Slavin (2010: 34-40) menjelaskan bahwa beberapa penelitian menunjukkan model pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional. Keunggulan model pembelajaran kooperatif tersebut didasarkan pada teori-teori berikut. 1) Teori Motivasi Struktur tujuan kooperatif menciptakan situasi yang memotivasi siswa agar berhasil mencapai tujuan pribadi masing-masing anggota dengan lebih dahulu mewujudkan tujuan kelompok. Teori motivasi ini menekankan pada derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah insentif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik. 2) Teori Kognitif Teori kognitif menekankan pada pengaruh kerja sama dalam kelompok. Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu teori pembangunan dan teori elaborasi kognitif. a) Teori Pembangunan Interaksi dengan teman sebaya ternyata memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa. Siswa terkadang dapat melakukan tugas menyampaikan ideide yang sulit dengan baik melalui ungkapan yang dapat diterima dan dimengerti oleh teman sebaya karena dalam dirinya terdapat kesamaan persepsi untuk membuat dirinya mampu dan percaya diri sehingga berani untuk mengungkapkan ide tersebut. Siswa dan teman sebayanya akan mengubah bahasa guru ke dalam bahasa mereka. b) Teori Elaborasi Kognitif Agar pengolahan informasi dapat berklasikal dengan baik diperlukan beberapa kegiatan terstruktur dan terkoordinasi atau elaborasi kognitif terhadap suatu materi pembelajaran. Salah satu elaboratif yang paling efektif adalah presentasi yaitu siswa user temannya. Dalam presentasi menjelaskan suatucommit materito kepada 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tersebut terdapat pembicara dan pendengar, dan diantara keduanya diharapkan terjadi komunikasi dan interaksi sehingga baik pembicara maupun pendengar akan dapat mengumpulkan pengalaman belajar lebih banyak. Apabila dibandingkan dengan belajar sendiri, pembicara akan belajar dengan lebih baik karena secara logika jika pembicara tersebut telah mampu menjelaskan materi pada teman-temannya, secara tidak klasikal tentu pembicara harus sudah menguasai materi tersebut dengan baik. c. Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pemahamannya melalui diskusi dalam kelompok. Meskipun pemahaman siswa dalam model pembelajaran kooperatif dikonstruksi melalui diskusi kelompok, model pembelajaran kooperatif ini tidak hanya sekedar belajar kelompok biasa. Unsur-unsur yang dimiliki oleh model pembelajaran kooperatif berbeda dengan unsur-unsur yang dimiliki oleh belajar kelompok. Menurut Anita Lie (2008: 31), terdapat lima unsur yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan belajar kelompok, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif demi tercapainya satu tujuan yang sama dalam kelompok. 2) Tanggung jawab perseorangan Unsur ini merupakan akibat klasikal dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa dalam kelompokmya akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. commit to user 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan untuk membentuk sinergi yang menguntungkan bagi setiap anggota kelompok. Hasil pemikiran beberapa siswa dalam kelompok akan lebih kaya dibandingkan hasil pemikiran dari satu siswa saja. 4) Komunikasi antar anggota Unsur ini bertujuan agar siswa memiliki keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan setiap anggota kelompok untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat. 5) Evaluasi proses kelompok Proses kelompok dan hasil kerja sama harus dievaluasi oleh guru agar pada proses selanjutnya, setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dengan lebih efektif. Elemen dasar dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: siswa dalam kelompoknya harus merasa senasib sepenanggungan, setiap siswa harus bertanggung jawab dalam kelompok, siswa harus mempunyai pandangan yang sama dalam tujuan, siswa harus membagi tugas dalam kelompok, adanya evaluasi atau penghargaan terhadap setiap siswa dalam kelompok dan siswa berbagi kemampuan dan keterampilan sosial dalam belajar bersama. 6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan Pendekatan Saintifik Model pembelajaran kooperatif TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja user setiap kelompok. Tugas yang kelompok guru memberikancommit LKK to kepada perpustakaan.uns.ac.id 26 digilib.uns.ac.id diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya (Slavin, 2005). Pada model pembelajaran kooperatif TGT untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 4 sampai 5 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permaianan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan, akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat permainan. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skorskor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu. Pada penelitian ini, TGT terdiri atas sintaks berikut. a. Penyajian informasi akademik Setiap awal tipe TGT selalu diawali dengan penyajian informasi akademik di kelas. Penekanan dalam penyajian di kelas adalah pembukaan, pengembangan dan latihan dengan bimbingan. b. Belajar kelompok Selama belajar kelompok tugas anggota kelompok adalah menguasai materi pembelajaran yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi pembelajaran tersebut. Siswa diberi lembar kerja kelompok atau LKK yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang dipelajari untuk mengevaluasi diri mereka dan commit to user teman dalam satu kelompok. 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Games Games atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Games atau permainan ini dimainkan pada meja turnamen oleh beberapa siswa yang mewakili tim atau kelompoknya masing-masing. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen atau lomba mingguan. d. Tournament Turnamen atau lomba adalah sebuah struktur dimana games atau permainan terjadi. Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi di kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja kelompok (LKK). Turnamen atau lomba pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen atau lomba. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya. Permaian pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut : setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal, penantang I, penantang II, dan seterusnya dengan cara undian. Kemudian penantang I mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh penantang I. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pembaca soal, penantang I, penantang II, dan seterusnya sesuai waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pembaca soal akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang I searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar. Jika userkartu dibiarkan saja. Permainan semua pemain menjawabcommit salah to maka perpustakaan.uns.ac.id 28 digilib.uns.ac.id dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, penantang I, dan penantang II. Hasil turnamen digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok. Menurut Slavin (2005: 168), penempatan siswa pada meja turnamen dan aturan permainan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Penempatan pada Meja Turnamen Adapun bagan perputaran dalam turnamen akademik dapat dilihat pada Gambar 2.2. commit to user Gambar 2.2 Perputaran Pemain dalam Turnamen 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Penghargaan kelompok, pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan nilai rata-rata perkembangan individu dalam kelompoknya. Berdasarkan sintak sebelumnya, langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan pendekatan saintifik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. 2) Guru membagi kelompok dan meminta siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan sebelumnya. 3) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 4) Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi yang akan dipelajari. (mengamati) 5) Siswa bertanya kepada guru jika belum mengerti. (menanya) 6) Guru memberi tugas dengan membagi LKK yang telah disediakan dan harus dikerjakan oleh kelompok yang telah dibentuk. 7) Siswa berdiskusi membahas LKK yang diberikan guru. (mencoba) 8) Siswa secara kelompok berdiskusi menyimpulkan hasil penyelesaian LKK. (menalar) 9) Guru memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya. 10) Kelompok yang dipanggil mempresentasikan hasil pekerjaannya. (mengkomunikasikan) 11) Guru memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa. 12) Guru bersama siswa menyusun meja permainan/turnamen yang digunakan untuk bermain games/turnamen. 13) Guru membagi kartu soal dan kuncinya pada setiap meja games/turnamen serta mengatur jalannya games/turnamen. 14) Guru memberi penghargaan kelompok berdasarkan perolehan skor yang diperoleh siswa pada games/turnamen. commit to user 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 7. Model PembelajaranKooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Pendekatan Saintifik Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan pemecahan masalah yang paling tepat. Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama dalam menyelesaikan masalah matematika. Model pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa (Anita Lie, 2008: 59). Arends (1998: 322) mengatakan bahwa Numbered Heads Together is an approach developed by Spencer Kagan (1993) to involve more students in the review of materials covered in a lesson and to check their understanding of a lesson’s content. Model pembelajaran ini melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut. Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan teknik penomoran. Menurut Arends (1998: 322), langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut. Step 1 – Numbering: Teachers devide students into three-to five-number teams and have them number off so each student on the team has a different number between 1 and 5. Step 2 – Questioning: Teachers ask students a question. Questions can vary. They can be very specific and in question form. Step 3 – Heads Together: Students put their heads together to figure out and make sure everyone knows the answer. Step 4 – Answering: The teacher calls a number and students from each group with that number raise their hands and provide answers to the whole class. Senada dengan pendapat sebelumnya, Anita Lie (2008: 60) menjelaskan langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai berikut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 31 digilib.uns.ac.id a. Penomoran (numbering) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi nomor kepada setiap anggota sehingga setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. b. Pengajuan pertanyaan (questioning) Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. c. Berpikir bersama (head together) Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan menyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. d. Pemberian jawaban (answering) Guru menyebut satu nomor dan siswa dari setiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Berdasarkan pendapat sebelumnya, langkah-langkah pembelajaran tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut. Langkah 1. Persiapan Dalam langkah ini guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Kelompok (LKK) sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan Kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan aturan pembentukan kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Guru memberi nama kelompok dan nomor yang berbeda kepada setiap siswa dalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan dari keberagaman latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan akademik siswa. Sebelum pembelajaran dimulai, guru memperkenalkan keterampilan commit to user yaitu: kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. Siswa tetap berada di dalam kelas. b. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru. c. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok. d. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya. Langkah 3. Menyampaikan Materi Guru menyampaikan materi kepada siswa sebagai bahan yang akan dipelajari agar siswa dapat berdiskusi mengerjakan soal-soal yang diberikan dalam LKK. Langkah 4. Diskusi Masalah Guru membagikan LKK kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berdiskusi untuk meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui dan memahami jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam LKK. Langkah 5. Memanggil Nomor Anggota Kelompok Dalam langkah ini, guru ingin mengetahui pemahaman siswa dengan memanggil salah satu nomor siswa dari tiap kelompok. Siswa dalam setiap kelompok yang memiliki nomorsama dengan nomor yang dipanggil mengangkat tangan dan mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian. Hasil diskusi yang dipresentasikan merupakan hasil dari diskusi yang telah dilakukan dalam kelompok. Langkah 6. Memberi Kesimpulan Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman, memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya, guru memberikan tes kepada siswa secara individual. Langkah 7. Memberikan Penghargaan Dalam langkah ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Dengan kata commit to user 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi masalahnya/hasil belajarnya lebih baik. Penomoran merupakan inti dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hal ini akan membuat setiap siswa selalu siap, dalam arti setiap siswa harus mengerti dan memahami pemecahan dari masalah yang diberikan karena jawabannya pada saat presentasi akan mempengaruhi nilai kelompoknya. Hal tersebut akan membuat tanggung jawab siswa untuk mengerti dan memahami pemecahan masalah yang diberikan menjadi lebih besar. Dalam penelitian ini langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut. a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. b. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri 45 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. c. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. d. Siswa memperhatikan penjelasan guru. (mengamati) e. Siswa mengamati, mencermati, dan bertanya jika belum mengerti tentang materi yang disampaikan oleh guru. (menanya) f. Guru memberikan tugas kepada siswa dengan membagi LKK untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. g. Siswa berdiskusi membahas penyelesaian soal dalam LKK. (mencoba) h. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil penyelesaian LKK. (menalar) i. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok. j. Siswa yang ditunjuk mempresentasikan (mengkomunikasikan) commit to user hasil pekerjaannya. 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id k. Guru memberi tanggapan terhadap hasil pekerjaan siswa yang dipresentasikan. l. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual. m. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai dari salah satu nomor kelompok yang menyampaikan jawaban tertulis di papan tulis. 8. Model Pembelajaran Klasikal dengan Pendekatan Saintifik Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 169), pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu disebabkan oleh pembelajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas studi lebih murah. Oleh karena itu, ada jumlah minimum siswa dalam kelas. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya dari 10–45 orang. Dengan jumlah tersebut seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran klasikal berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Pengelolaan pembelajaran bertujuan mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan desain instruksional yang dibuat, maka pembelajaran klasikal dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut: (i) penciptaan tertib belajar di kelas, (ii) penciptaan suasana senang dalam belajar, (iii) pemusatan perhatian pada bahan ajar, (iv) mengikutsertakan siswa belajar aktif, dan (v) pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa. Pembelajaran klasikal cenderung digunakan oleh guru apabila dalam proses belajarnya lebih banyak bentuk penyajian materi dari guru. Penyajian lebih menekankan untuk menjelaskan sesuatu materi yang belum diketahui atau dipahami siswa. Alternatif metodenya cenderung dengan metode ceramah to userlain yang memungkinkan sesuai dan tanya jawab bervariasi commit atau metode perpustakaan.uns.ac.id 35 digilib.uns.ac.id dengan karakeristik materi pelajaran. Metode tanya jawab dan metode ceramah dalam pembelajaran klasikal sulit dipisahkan. Melalui metode tanya jawab memungkinkan adanya aktivitas proses mental siswa untuk melihat adanya keterhubungan yang terdapat dalam materi pelajaran. Menurut Purwoto (2003), metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran klasikal seperti berikut. a. Metode Ceramah Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri. b. Metode tanya jawab Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok-pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas. Adapun teknik yang biasa digunakan dalam model pembelajaran klasikal adalah teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Pembelajaran klasikal yang dibahas dalam makalah ini adalah menggunakan to user teknik probing-prompting agar metode ceramah dan tanya commit jawab dengan perpustakaan.uns.ac.id 36 digilib.uns.ac.id partisipasi dan aktivitas siswa tinggi. Pada umumnya siswa akan belajar (berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, indikator dari pendekatan kontekstual tetap diperhatikan. Menurut Purwoto (2003), sintaks model pembelajaran klasikal, yaitu : a. Guru menjelaskan definisi b. Membuktikan rumus c. Memberi contoh d. Memberi soal latihan Dalam melaksanakan suatu proses belajar mengajar, sebaiknya setiap guru melakukannya dengan menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru dengan pendekatan tertentu akan bermakna, apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat dimengerti oleh sebagian besar siswa atau seluruh siswa. Pada penelitian ini akan dilakukan modifikasi model pembelajaran klasikal dengan pendekatan ilmiah yang disesuaikan dengan kurikulum 2013. Dalam penelitian ini langkah-langkah penerapan model pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik seperti berikut. a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Siswa memperhatikan penjelasan guru. (mengamati) c. Siswa mengamati, mencermati, dan bertanya jika belum mengerti tentang materi yang disampaikan oleh guru. (menanya) d. Guru memberikan tugas kepada siswa dengan membagi LKK. e. Siswa menyelesaikan soal dalam LKK. (mencoba) f. Siswa menyimpulkan hasil penyelesaian LKK. (menalar) g. Guru memanggil salah satu siswa untuk melaporkan hasil penyelesaian LKK di depan kelas. h. Siswa yang dipanggil mempresentasikan hasil penyelesaiannya di depan kelas. (mengkomunikasikan) commit to user perpustakaan.uns.ac.id 37 digilib.uns.ac.id i. Siswa yang masih belum paham atau berbeda pendapat menyampaikan pertanyaan atau pendapatnya. j. Guru membahas dan menegaskan kembali hasil jawaban dari penyelesaian siswa yang ditunjuk. k. Guru memberikan latihan soal. 9. Tipe Kepribadian Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berprilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002). Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan (Weller, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu. Setiap orang memiliki kepribadian. Kepribadian setiap orang tidaklah sama, dan masing masing memiliki tipe kepribadian tersendiri. Ada banyak tipe kepribadian, seperti diungkapkan oleh parah ahli. Salah satunya adalah tipe kepribadian menurut Hiprocates dan Gelanus. Hiprocates dan Gelanus membagi tipe kepribadian berdasarkan zat cair yang ada dalam tubuh seseorang. Mereka membagi tipe kepribadian kedalam empat bagian. Seperti diungkapkan oleh Littauer (1996: 11) yaitu: Sanguinis, Melankolis, Koleris, dan Phlegmatis. Lebih dari 400 tahun sebelum Masehi, Hippocrates, seorang tabib dan ahli filsafat yang sangat pandai dari Yunani, mengemukakan suatu teori kepribadian yang mengatakan bahwa pada dasarnya ada empat tipe temperamen. Sebenarnya, ada beberapa teori mengenai macam-macam kepribadian. Teori yang paling popular dan terus dikembangkan adalah teori Hipocrates-Galenus yang merupakan pengembangan dari teori Empedokretus. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 38 digilib.uns.ac.id Berdasarkan pemikirannya, ia mengatakan bahwa keempat tipe temperamen dasar itu adalah akibat dari empat macam cairan tubuh yang sangat penting di dalam tubuh manusia. Berikut adalah uraiannya: 1. Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning), 2. Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), 3. Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir), 4. Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah). Kemudian teori Hippocrates disempurnakan kembali oleh Galenus yang mengatakan bahwa keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dalam proporsi tertentu, dimana jika salah satu cairan lebih dominan dari cairan yang lain, maka cairan tersebut dapat membentuk kepribadian seseorang. Berpuluh tahun lamanya tipologi yunani yang bersifat filosofis ini berpengaruh luas sekali. Bahkan psikologi modern telah mengemukakan banyak saran baru mengenai penggolongan temperamen, tetapi tidak ada yang dapat menemukan penggolongan yang lebih bisa diterima seperti yang dikemukakan oleh Hippocrates dan Galenus. Untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai sifat temperamen yang melekat dalam setiap cairan tubuh, berikut adalah gambaran dari penggolongan manusia berdasarkan keempat bentuk cairan tersebut. 1. Tipe Kepribadian Koleris Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan chole. Dimana orang yang koleris adalah orang yang memiliki tipe kepribadian yang khas seperti daya juang besar, berbakat pemimpin, dinamis, aktif, berkemauan kuat, tegas, mandiri, tidak emosional bertindak, berkembang karena saingan, membuat target, tidak mudah patah semangat, bergerak cepat untuk bertindak. 2. Tipe Kepribadian Melankolis Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan melanchole. Dimana orang yang melankolis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian yang khas seperti serius, tekun, perasa terhadap orang lain, commit to user penuh pikiran, gigih dan cermat. perpustakaan.uns.ac.id 39 digilib.uns.ac.id 3. Tipe Kepribadian Phlegmatis Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan phlegma. Dimana orang yang phlegmatis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian yang khas seperti kepribadian rendah hati, sabar, tenang, mudah bergaul, santai, menyenangkan, tidak mudah marah, tidak tergesagesa, bisa mengambil yang baik dari yang buruk baik di bawah tekanan. 4. Tipe Kepribadian Sanguinis Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan sanguis. Dimana orang yang sanguinis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian yang khas seperti suka berbicara, penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, emosional, antusias, periang, kreatif dan inovatif, mudah bergaul, sukarelawan untuk tugas, tampak menyenangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat digunakan untuk menentukan tipe kepribadian yang dimiliki oleh seseorang. Salah satunya menggunakan angket yang berisi karakter-karakter kepribadian yang akan menentukan tipe kepribadian seseorang. Dalam bukunya, Littauer (1996: 13) memberikan tes kepribadian untuk menentukan tipe kepribadian seseorang termasuk dalam sanguinis, melankolis, koleris atau phlegmatis. Tes ini mempunyai 40 kriteria kepribadian siswa, masing-masing kriteria kepribadian terdapat 4 pilihan pernyataan yang dapat dipilih sesuai dengan karakter kepribadian siswa. Jawaban dari masing-masing kriteria kepribadian tersebut dicocokkan dengan kunci penilaian tipe kepribadian. Tipe kepribadian yang dipilih paling banyak atau yang mempunyai jumlah paling besar akan menentukan tipe kepribadian siswa. Contoh beberapa kriteria karakter kepribdian siswa dalam buku Littauer sebagai berikut: 1. a. Adventurous: Orang yang mau melakukan suatu hal yang baru dan berani dengan tekad untuk mengumasainya. b. Adaptable: Mudah menyesuaikan diri dan senang dalam setiap situasi. c. Animated: Penuh kehidupan, sering menggunakan isyarat tangan, lengan dan wajah secara hidup. commit to user 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Analitical: Suka menyelidiki bagian-bagian hubungan yang logis dan semestinya. 2. a. Persisten: Melakukan sesuatu sampai selesai sebelum memulai yang lainnya. b. Playfull: Penuh kesenangan dan selera humor yang baik. c. Persuasive: Meyakinkan orang dengan logika dan fakta, bukannya pesona atau kekuasaan. d. Peaceful: Tampak tidak terganggu dan tenang serta menghindari setiap bentuk kekacauan. 3. a. Submissive: Dengan mudah menerima pandangan atau keinginan orang lain tanpa banyak perlu mengemukakan pendapatnya sendiri. b. Self-sacrificing: Bersedia mengorbankan dirinya demi atau untuk memenuhi kebutuhan orang lain. c. Sociabel: Orang yang memandang bersama orang lain sebagai kesempatan untuk bersikap manis dan menghibur, bukannya sebagai tantangan ataukesempatan. d. Strong-willed: Orang yang yakin akan caranya sendiri. 4. a. Considerate: Menghargai keperluan dan perasaan orang lain. b. Controlled: Mempunyai perasaan emosional tetapi jarang memperlihatkannya. c. Competitive: Mengubah setiap situasi, kejadian, atau permainan menjadi kontes dan selalu bermain untuk menang. d. Convincing: Bisa merebut hati anda melalui pesona kepribadian. 5. a. Refreshing: Memperbaharui dan membantu atau membuat orang lain merasa senang. b. Respectful: Memperlakukan orang lain dengan rasa segan, kehormatan, dan penghargaan. c. Reserved: Menahan diri dalam menunjukkan emosi atau antusiasme. d. Resourceful: Bisa bertindak cepat dan efektif boleh dikata dalam semua situasi. dan seterusnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 41 digilib.uns.ac.id Littauer memberikan tes kepribadian untuk umum dengan pilihan kata yang dimungkinkan belum dimengerti untuk siswa sekolah menengah atas, sehingga perlu dipilihkan kata-kata yang tepat untuk siswa sekolah menengah atas. Oleh karena itu peneliti mengadaptasi kriteri-kriteria kepribadian dari buku Littauer tersebut dengan menggunakan kata-kata yang sesuai dengan siswa sekolah menengah pertama. Contoh kriteria kepribadian siswa yang digunakan setelah diadaptasi dari buku Littauer tersebut: 1. a. suka dengan hal-hal dan pengalaman baru b. mudah kenal dengan kawan baru c. ceria, selalu senang d. suka bertanya dengan hal-hal baru dan aneh 2. a. senang menyelesaikan pekerjaan satu per satu b. suka bercanda dan tertawa c. suka berbicara dengan orang lain d. tidak suka keributan 3. a. lebih suka mendengarkan pendapat orang lain b.suka membantu teman dahulu dari pada diri sendiri c. senang bersahabat d. percaya diri dan tidak pemalu 4. a. menghargai orang lain b. penyabar c. senang berlomba dan ingin menang d. bisa menarik perhatian orang lain dengan kepribadiannya 5. a. suka membantu dan membuat orang lain senang b. memperlakukan orang lain dengan rasa hormat c. suka bersabar dan tidak pemarah d. suka bekerja dengan cepat dan seterusnya. Penilaian dari angket kepribadian ini dilihat dari kunci penilaian yang ada dalam buku Littauer. Berikut ini diberikan sampel kunci jawaban dari tes to user kepribadian yang digunakan commit dari nomor 1 sampai nomor 5 pada Tabel 2.1. 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Nomor 1, untuk jawaban a, berarti siswa memilih kriteria kepribadian yang termasuk salah satu ciri-ciri koleris; jawaban b, berarti siswa memilih kepribadian yang termasuk salah satu ciri-ciri phlegmatis; jawaban c, berarti siswa memilih kepribadian yang termasuk salah satu ciri-ciri sanguinis; dan jawaban d, berarti siswa memilih kepribadian yang termasuk salah satu ciriciri melankolis. Hal yang sama juga berlaku untuk nomor 2 hingga nomor 40. Sampel kunci jawaban tes kepribadian siswa dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Sampel Kunci Jawaban Tes Kepribadian No S M K P 1 C D A B 2 B A C D 3 C B D A 4 D A C B 5 A B D C Jumlah Tabel 2.2 berikut ini menyajikan contoh jawaban siswa yang mengisi angket tes kepribadian dengan melingkari jawaban angket yang siswa pilih. Tabel 2.2 Contoh Jawaban Angket Siswa No S M K P 1 C D a B 2 B a C D 3 C B d A 4 D A c B 5 A B d C Jumlah 0 1 4 0 Jawaban angket siswa sebelumnya dapat dijumlahkan setiap kolomnya, sehingga diperoleh sanguinis 0, melankolis 1, koleris 4 dan phlegmatis 0. Dari keterangan tersebut, diperoleh tipe kepribadian koleris mempunyai jumlah commit to user 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang paling besar, sehingga dapat disimpulkan siswa ini memiliki tipe kepribadian koleris. B. Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, NHT, dan tipe kepribadian siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Morgan et al. (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat mendorong dan meningkatkan prestasi belajar matematika, mereka bekerja dalam kelompok untuk memahami materi, ide setiap anggota dibutuhkan dalam kelompok dan dapat membantu mereka dalam memahami materi. Penelitian yang dilakukan oleh Abu dan Flowers (1997) menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh positif terhadap prestasi, daya ingat dan sikap siswa terhadap pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Wachanga dan Mwangi (2004) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mampu mengaktifkan siswa dalam kerja kelompok. Siswa dapat berdiskusi kelompok secara heterogen baik siswa yang pandai maupun kurang pandai sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar kelompok. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif. Penelitian yang dilakukan oleh Van Wyk (2011) menunjukkan dengan penerapan model pembelajaran TGT adanya peningkatan sikap pada siswa yaitu sikap menghargai orang lain dan kesopanan. Penelitian yang dilakukan oleh Charlton et al. (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan games dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar dengan model pembelajaran konvensional. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Penelitian yang dilakukan oleh Haydon et al. (2010) menunjukkan bahwa pada siswa dengan ketidakmampuan yang beragam, penerapan model commit to user pembelajaran kooperatif tipe NHT mampu meningkatkan aktivitas on task dan 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Maheady et al. (2006) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pemberian penghargaan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kemampuan siswa yang berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa dibandingkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tanpa pemberian penghargaan. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto (2010) menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari aktivitas belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT memiliki hasil belajar matematika sama baiknya dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model kooperatif tipe STAD. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dalam penelitiannya, Latifah Mustofa Lestyanto menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran STAD ditinjau dari aktivitas belajar siswa, sedangkan penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT ditinjau dari tipe kepribadian siswa, populasi penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto adalah semua siswa kelas VII SMP Kabupaten Klaten, sedangkan populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri di Kota Pontianak tahun pelajaran 2014/2015, Latifah Mustofa Lestyanto melakukan penelitiannya pada pelajaran matematika dengan materi pokok kubus dan balok, sedangkan penelitian ini akan dilakukan pada pelajaran matematika dengan materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan linear. Penelitian yang dilakukan oleh Dita Yuzianah (2011) menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD ditinjau dari motivasi berprestasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD efektif diterapkan pada pembelajaran matematika. Persamaan pada commit to user penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. perpustakaan.uns.ac.id 45 digilib.uns.ac.id Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dita Yuzianah dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dalam penelitiannya, Dita Yuzianah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD ditinjau dari motivasi berprestasi, sedangkan penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT ditinjau dari tipe kepribadian siswa, Populasi penelitian yang dilakukan oleh Dita Yuzianah adalah siswa kelas IV SD Negeri dalam wilayah Kecamatan Belitang Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat tahun pelajaran 2010/2011 sedangkan populasi pada penelitian ini adalahsiswa kelas X SMA Negeri di Kota Pontianak tahun pelajaran 2014/2015, Dita Yuzianah melakukan penelitiannya pada pelajaran matematika dengan materi pokok himpunan, sedangkan penelitian ini akan dilakukan pada materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan linear. Penelitian yang dilakukan Agus Margono (2014) menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT ditinjau dari kecerdasan emosional siswa. Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model kooperatif tipe TGT dan NHT. Perbedaannya adalah pada penelitian Agus Margono ditinjau dari kecerdasan emosional siswa, sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari tipe kepribadian siswa. Penelitian oleh Heni Mularsih (2010) menggunakan strategi pembelajaran, dan tipe kepribadian untuk mengetahui hasil belajar. Beberapa hasil dari penelitiannya adalah: (1) hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran kooperatif lebih tinggi daripada yang mengikuti pembelajaran individual, (2) tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang berkepribadian ekstrover dan introver, (3) terdapat interaksi yang positif antara strategi pembelajaran dan tipe kepribadian siswa pada hasil belajar bahasa Indonesia. Simpulannya, strategi pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia siswa dengan mempertimbangkan tipe kepribadian siswa. Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan adalah dari teori tipe kepribadian yang to user digunakan, populasi penelitian commit yang digunakan, dan mata pelajaran yang 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id diterapkan. Karena tipe kepribadian dilihat secara umum tanpa melihat teori yang digunakan dan mata pelajaran yang digunakan, maka pendapat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan. C. Kerangka Berpikir 1. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar matematika Berdasarkan kajian teori dapat dikemukakan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, bahwa keberhasilan proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, diantaranya adalah model pembelajaran dan tipe kepribadian siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tidak sesuai dengan materi akan dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam memilih model pembelajaran seorang guru harus tahu terlebih dahulu macam-macam model dan kesesuaian model dengan materi yang akan disampaikan. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik, kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah model pembelajaran yang berorientasi proses sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa menjadi lebih siap ketika guru menyebutkan nomor anggota kelompok untuk mempresentasikan to usersiswa untuk bertanggung jawab hasil diskusi kelompoknya commit dan melatih 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan jawaban mereka karena jawaban tersebut adalah jawaban kelompok bukan jawaban individu. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Model pembelajaran klasikal, peran guru lebih dominan daripada siswa. Guru menjelaskan materi kepada siswa kemudian memberi beberapa contoh, setelah itu memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan. Siswa cenderung pasif, hanya sekedar mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Waktu untuk siswa merefleksi materi-materi yang dipresentasikan dan menghubungkannya kepada situasi kehidupan nyata sangat kurang. Pada akhirnya konsep yang disampaikan oleh guru pada siswa tidak tertanam dengan baik, siswa cenderung cepat lupa karena kegiatan belajar hanya sekedar menghafal tanpa mengaplikasikannya dalam situasi nyata. Dari uraian sebelumnya, diduga model pembelajaran kooperatif tipe TGT memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran klasikal, serta model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran klasikal. 2. Kaitan antara tipe kepribadian (sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis) dengan prestasi belajar matematika Beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tipe kepribadian Hipocrates-Galenus, menyebutkan bahawa seorang sanguinis pada umumnya memiliki tingkah laku yang spontan, lincah, dan periang. Seorang melankolis yang penuh pikiran, setia, tekun. Seorang koleris yang suka petualangan, persuasif, dan percaya diri. Sedangkan seorang phlegmatis yang ramah, sabar, dan puas. Keempat tipe ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masingmasing. Jika dikaitkan dengan prestasi belajar matematika, keempat tipe kepribadian ini sama-sama memiliki kesempatan dan potensi untuk meraih prestasi belajar matematika yang tinggi. Namun jika dilihat dari karakteristik matematika yang membutuhkan pemikiran yang abstrak maka siswa dengan commit to user tipe kepribadian koleris diduga akan lebih menonjol dibandingkan ketiga tipe 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kepribadian yang lain karena tipe kepribadian koleris memiliki sifat yang daya juang besar, aktif, berkemauan kuat, berkembang karena saingan, membuat target, tidak mudah patah semangat, dan bergerak cepat untuk bertindak sehingga untuk meraih prestasi belajar matematika akan berpotensi tinggi. Sedangkan siswa dengan tipe kepribadian sanguinis yang suka berbicara, penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, kreatif dan inovatif akan memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan tipe kepribadian melankolis maupun phlegmatis, dan siswa dengan tipe kepribadian melankolis yang serius, tekun, perasa terhadap orang lain, penuh pikiran, gigih dan cermat akan memiliki prestasi yang lebih baik baik daripada siswa dengan tipe kepribadian Phlegmatis yang bersifat tenang, sabar, mudah bergaul, dan santai,. 3. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing model pembelajaran Model pembelajaran tidak selalu cocok diterapkan pada setiap siswa. Karakteristik yang dimiliki siswa menyebabkan perbedaan tersebut. Salah satu karakteristik yang dimiliki siswa adalah tipe kepribadian siswa. Setiap orang memiliki kepribadian. Kepribadian setiap orang tidaklah sama, dan masingmasing memiliki tipe kepribadian tersendiri. a. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian koleris mempunyai kemampuan yang lebih untuk mengendalikan diri, memotivasi diri, memiliki semangat dan memiliki ketekunan belajar yang tinggi serta kemampuan berinteraksi dengan sesama siswa dan guru dalam proses belajar sehingga dalam pelaksanaan games atau tounamen memiliki tantangan lebih untuk mendapat poin dan bersaing dengan siswa tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Siswa dengan tipe commit to user kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik perpustakaan.uns.ac.id 49 digilib.uns.ac.id daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian sanguinis akan mempunyai kemampuan yang mudah berinteraksi, suka berbicara, dan tidak mudah putus asa serta penuh rasa ingin tahu dalam proses belajar sehingga dalam pelaksanaan games atau tournamen akan memiliki tantangan lebih untuk mendapat poin dan bersaing dengan siswa tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian melankolis yang serius, tekun, dan gigih dalam proses belajar sehingga dalam bekerja kelompok siswa dengan tipe kepribadian melankolis akan tekun belajar dengan tipe kepribadian sanguinis dan koleris, dalam pelaksanaan games atau tournamen siswa dengan tipe kepribadian melankolis akan dapat bersaing dalam memperoleh poin dari siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis yang bersifat santai. b. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris dan sanguinis mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya, sedangkan siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis dan melankolis mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya, dan siswa yang memiliki tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis akan dapat memahami materi yang diberikan dikarenakan adanya bantuan dari siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris, sedangkan siswa yang memiliki tipe kepribadian melankolis akan dapat memahami materi yang diberikan dikarenakan adanya bantuan dari siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris dan sanguinis, dan siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis yang bersifat santai, cepat puas, sehingga dalam pembelajaran mudah puas commit to user perpustakaan.uns.ac.id 50 digilib.uns.ac.id dengan apa yang didapat, tidak mau berusaha untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dan kurang aktif dalam pembelajaran. c. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa pada model pembelajaran klasikal Pada model pembelajaran klasikal, guru merupakan pihak yang memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Model ceramah dan ekspositori menjadi contoh model dalam model pembelajaran klasikal. Dalam model pembelajaran klasikal, siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris akan lebih cepat menerima pembelajaran yang disampaikan dengan bahasa lisan, sementara siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis kurang dapat memahami secara maksimal materi yang disampaikan guru. Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian sanguinis memiliki sifat yang penuh rasa ingin tahu dan tidak mudah putus asa sehingga siswa tersebut akan lebih aktif bertanya dalam pembelajaran dan tidak mudah putus asa dalam memahami materi. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian phlegmatis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian melankolis memiliki sifat serius dan tekun dalam pembelajaran sehingga mudah untuk bertanya jika kurang memahami materi sedangkan siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis yang bersifat santai, tenang, dan mudah puas cenderung pasif dalam pembelajaran sehingga kurang dapat memahami secara maksimal materi yang disampaikan. 4. Kaitan antar model pembelajaran siswa dengan prestasi belajar siswa pada masing-masing tipe kepribadian Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan prestasi to user dapat mendorong peningkatan belajar siswa. Pembelajarancommit kooperatif perpustakaan.uns.ac.id 51 digilib.uns.ac.id kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran. Siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menentukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi. Model pembelajaran kooperatif baik pada tipe TGT maupun NHT menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui diskusi kelompok. a. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe kepribadian koleris Siswa dengan tipe kepribadian koleris memiliki sifat dasar yang percaya diri, daya juang besar, optimistis, berkembang karena saingan menjadi potensi besar bagi siswa ini untuk meningkatkan prestasi belajar matematika dengan menggunakan penerapan pembelajaran apapun. Siswa dengan tipe kepribadian koleris akan mudah dalam menyusun, menyelesaikan, dan memahami materi. Akibatnya pembelajaran pada siswa dengan tipe kepribadian koleris dengan menggunakan model yang berbeda akan menghasilkan prestasi yang berbeda. Model pembelajaran yang menerapkan konsep belajar aktif dan bersaing dapat membantu siswa ini untuk lebih memahami materi pelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT sama-sama menerapkan konsep belajar aktif. Dengan sifatnya yang berdaya juang besar, optimistis, dan berkembang karena saingan diduga akan menghasilkan prestasi belajar yang sama baik dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT maupun NHT namun memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran klasikal bagi siswa dengan tipe kepribadian koleris. Hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu membuat siswa lebih tertarik dan tidak merasa bosan belajar matematika. Selain belajar, siswa juga dikelompokkan dalam games atau turnamen sehingga siswa lebih aktif dan bersaing satu sama lain dalam proses pembelajaran dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan commit to user jawaban yang paling tepat sehingga masih ada interaksi antar anggota perpustakaan.uns.ac.id 52 digilib.uns.ac.id yang berakibat pembelajaran tidak membosankan. Selain itu, pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa menjadi lebih siap ketika guru menyebutkan nomor anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan melatih siswa untuk bertanggung jawab dengan jawaban mereka karena jawaban tersebut adalah jawaban kelompok bukan jawaban individu, sedangkan model pembelajaran klasikal memiliki kencenderungan pembelajaran yang membosankan dikarenakan tidak dituntutnya interaksi antar siswa. b. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe kepribadian sanguinis Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis memiliki sifat suka berbicara, penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, kreatif dan inovatif, mudah bergaul. Dengan sifatnya yang penuh semangat dan penuh rasa ingin tahu ini model pembelajaran yang menerapkan konsep belajar aktif dapat membantu siswa ini untuk lebih memahami materi pelajaran. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT sama-sama menyajikan pembelajaran yang aktif sehingga materi pelajaran dapat dipahami siswa dengan mudah. Namun dalam hal ini, model pembelajaran kooperatif tipe TGT diduga dapat memberikan pengaruh yang lebih besar bagi siswa dengan tipe kepribadian sanguinis. Karena pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, serta adanya games atau permainan yang membuat siswa harus lebih aktif dalam menyumbangkan poin untuk kelompoknya sehingga lebih baik daripada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan klasikal. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dimungkinkan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan commituntuk to usersaling membagikan ide dan kesempatan kepada siswa 53 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mempertimbangkan jawaban yang paling tepat sehingga masih ada interaksi antar anggota yang berakibat pembelajaran tidak membosankan, serta adanya pemanggilan salah satu nomor kepala dan menunjuk siswa pada salah satu kelompok secara acak sehingga membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan model pembelajaran klasikal memiliki kencenderungan pembelajaran yang membosankan dikarenakan tidak dituntutnya interaksi antar siswa. c. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe kepribadian phlegmatis Siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis memiliki sifat dasar sabar, tenang, dan tidak suka terburu-buru akan memberikan pengaruh yang cukup baik dalam prestasi belajarnya. Secara lebih khusus dalam pembelajaran matematika siswa dengan tipe ini akan memahami materi dengan sabar dan tenang. Baik pada pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT akan memberikan hasil yang baik namun diduga menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model klasikal. Dengan sifat yang santai, cepat puas ini model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT akan menghasilkan prestasi belajar yang sama karena siswa tidak terlalu berusaha untuk mempelajari materi yang diajarkan secara tekun atau lebih giat, siswa hanya sekedar mempelajari sebisanya tanpa bersemangat untuk mempelajari lebih dalam sehingga ketika diterapkan model pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa baik itu model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT akan menghasilkan prestasi belajar yang sama namun diduga menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan model pembelajaran klasikal. d. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe kepribadian melankolis Siswa dengan tipe kepribadian melankolis yang serius, tekun, penuh pikiran, gigih dan cermat diduga memberikan prestasi belajar yang cukup baik jika diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal ini commit to user pada model pembelajaran TGT, dikarenakan dengan adanya permainan 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id siswa dengan tipe kepribadian melankolis akan merasa senang dan tertantang sehingga dapat merangsang siswa dalam memahami materi daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran klasikal. Sedangkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran klasikal untuk siswa dengan tipe kepribadian melankolis. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT mendapat bantuan terhadap kesulitan belajar yang dialami dalam proses diskusi sedangkan model pembelajaran klasikal jarang berinteraksi dalam penyelesaian kesulitan yang dialami siswa. C. Hipotesis Dari uraian pada kerangka berpikir tersebut, hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran klasikal, serta model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran klasikal. 2. Prestasi belajar matematika siswa dengan tipe kepribadian koleris, lebih baik daripada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, dan phlegmatis. Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis lebih baik prestasi belajar matematikanya daripada siswa dengan tipe kepribadian melankolis maupun phlegmatis. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis lebih baik prestasi belajar matematikanya daripada siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis. 3. a. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 55 digilib.uns.ac.id Siswa dengan tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis. b. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris dan sanguinis mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya, sedangkan siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis dan melankolis mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya, dan siswa yang memiliki tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis. c. Pada model pembelajaran klasikal, siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian phlegmatis. 4. a. Pada siswa dengan tipe kepribadian koleris, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan prestasi belajar yang sama. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal. b. Pada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, model pembelajaran kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran klasikal. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal. c. Pada siswa dengan tipe kepribadian melankolis, model pembelajaran kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran klasikal. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran klasikal. commit to user 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Pada siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan prestasi belajar yang sama. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal. commit to user