BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar Matematika

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar Matematika
Belajar merupakan suatu proses perkembangan yang dialami oleh siswa
menuju ke arah yang lebih baik. Belajar tidak hanya sekedar mengumpulkan
pengetahuan,
tetapi
belajar
merupakan
proses
aktif
siswa
dalam
mengkonstruksi pengetahuan melalui pemaknaan teks, pemaknaan fisik,
dialog, dan perumusan pengetahuan. Siswa secara aktif mengkonstruksikan
belajarnya dari berbagai macam input sebagai sumber belajarnya. Oleh karena
itu, melalui belajar siswa dapat meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan sebagai suatu hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar.
Menurut Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 98), bagi
konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. Siswa secara aktif berusaha
mengkonstruksikan makna belajarnya. Hal ini menyiratkan bahwa siswa harus
bersikap aktif agar dapat belajar secara efektif. Siswa harus mampu
mengkonstruksikan makna belajar. Melalui pengkonstruksian makna belajar,
siswa tidak hanya sekedar mendapatkan jawaban yang benar atas masalah
yang dihadapi, tetapi juga benar-benar memahami konsepnya. Dengan
demikan, guru seharusnya berusaha mengkonstruksi dan mengeksplorasi
kegiatan belajar sehingga memungkinkan siswa untuk mengkonstruksi makna
belajarnya.
Belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Menurut I Wayan Santyasa (2007: 1), dalam paradigma konstruktivistime,
ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang
dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat
subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri
dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman
konkrit, wacana kolaboratif dan interpretasi. Hal ini senada dengan pendapat
commit
to user
Daniel Muijs dan David Reynolds
(2008:
98) bahwa konstruksi pengetahuan
9
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukan sesuatu yang bersifat individual semata. Belajar juga dikonstruksikan
secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, orang tua dan
sebagainya. Dengan demikian, pengetahuan lebih baik dikonstruksikan secara
sosial yang dilakukan melalui kerja sama dan diskusi kelompok.
Belajar menurut Suparno dalam Arif Rohman (2009: 181), belajar
merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajari dengan pengertian yang dimilikinya, sehingga pengertiannya
dikembangkan.
menghubungkan
Selama
proses
pengalaman
belajar,
yang
siswa
mereka
dimotivasi
ketahui
untuk
kemudian
mengembangkannya sesuai dengan pemikiran masing-masing. Belajar
menurut paham konstruktivisme bercirikan sebagai berikut.
a. Belajar berarti membentuk makna.
b. Proses konstruksi membentuk pengetahuan berklasikal terus menerus.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru.
d. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan tetapi merupakan
perkembangan itu sendiri.
e. Perkembangan memerlukan penemuan baru dan rekonstruksi pemikiran.
f. Proses belajar adalah skema seseorang dalam keraguan yang
merangsang pemikiran lebih lanjut.
g. Hasil belajar dipengaruhi oleh dan persentuhan pelajar terhadap dunia
fisik dan lingkungan.
Belajar menurut paham konstruktivisme pada intinya adalah siswa
dilatih untuk dapat mengkonstruksi pemahamannya terhadap suatu konsep
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah diperoleh sebelumnya.
Menurut Yatim Riyanto (2010: 169), belajar adalah suatu proses
mengkonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Hasilnya diperluas
melalui melalui konteks yang terbatas dan tidak seketika, artinya di dalam
belajar dibutuhkan suatu proses.
Belajar adalah proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya.
Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas kegiatan belajar dan prestasi
belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran dan mengorganisasikan
commit to user
pengalaman serta mengintegrasikannya
dengan apa yang telah diketahui.
perpustakaan.uns.ac.id
11
digilib.uns.ac.id
Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang
dikonstruksi baik secara personal maupun sosial yang ditujukan untuk
memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin
sempurna.
Berdasarkan uraian sebelumnya, belajar adalah proses pengkonstruksian
pengetahuan pada diri siswa berdasarkan pengalaman sebagai hasil
interaksinya dengan lingkungan, sedangkan belajar matematika dapat
diartikan sebagai proses pengkonstruksian pengetahuan matematika pada diri
siswa berdasarkan pengalamannya yang berkenaan dengan matematika.
2. Prestasi Belajar Matematika
Dahar dalam Syaiful Bahri Djamarah (1994: 21) menyatakan bahwa:
Prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang
menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dari
pengertian yang dikemukakan tersebut di atas, jelas terlihat perbedaan pada
kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yaitu hasil yang
dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu, dapat dipahami bahwa prestasi adalah
hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang
menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara
individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 33), “hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,
tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa
hasil belajar merupakan puncak proses belajar”. Prestasi merupakan bukti
usaha yang dicapai sedangkan belajar adalah proses membangun makna
melalui latihan dan pengalaman, yang dapat menimbulkan perubahan pada diri
individu sehingga prestasi belajar mengandung pengertian sebagai hasil yang
dicapai seseorang selama proses membangun makna melalui latihan dan
pengalaman.
Dari pengertian prestasi belajar dalam hubungannya dengan belajar
matematika, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah
hasil belajar yang digunakan untuk menilai tingkat penguasaan yang dicapai
siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika sesuai dengan tujuan
commit
to user
pembelajaran matematika yang
ditentukan.
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Implementasi Kurikulum 2013
a. Konsep Pengembangan Kurikulum 2013
Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan dengan perkembangan
teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau
teori pendidikan yang dianutnya. Pada dasarnya konsep kurikulum baru
2013 sebenarnya dapat dianggap tidak membawa sesuatu yang baru.
Konsep kurikulum baru ini dinilai sudah pernah muncul dalam kurikulum
yang dulu pernah digunakan.
Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013 yaitu:
1) Kurikulum sebagai suatu subtansi
Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatanbelajar bagi
murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang
ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu
dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar jadwal, dan evaluasi.
2) Kurikulum 2013 sebagai suatu sistem
Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum
mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara
menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan
menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah
tersusunnya suatu kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum agar
tetap dinamis.
3) Kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli dan
pengajaran.
Tujuan
kurikulm
sebagai
bidang
studi
adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Mereka yang mendalami bidang kurikulum. Melalui bidang studi
kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka
menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat
commit to user
bidang studi kurikulum.
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Titik berat kurikulum 2013 adalah bertujuan agar siswa atau siswa
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya
(wawancara),
bernalar,
dan
mengkomunikasikan
(mempersentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pembelajaran.
Penyusunan
kurikulum
2013
yang
menitikberatkan
pada
penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 yang
didalamnya ada beberapa permasalahan, berikut adalah beberapa
permasalahan tersebut.
1) Konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan
banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan
tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
2) Belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi
dan tujuan pendidikan nasional.
3) Kompetensi belum menggambarkan secaara holistik domain sikap,
keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan
sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan
karakter, meteologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan
hard skills kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum.
4) Belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada
tingkat lokal, nasioanal, maupun global.
5) Standar
proses
pembelajaran
belum
menggambarkan
urutan
pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang
beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada
guru.
6) Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis
kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya
remidasi secara berkala.
7) Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar
tidak menimbulkan multi tafsir.
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konsep kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif afektif,
psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio saling
melengkapi. Kurikulum baru tersebut akan diterapkan untuk seluruh
lapisan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Atas maupun Kejuruan. Siswa untuk semua mata pelajaran sudah tidak
lagi banyak menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains.
Pada intinya, orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah
tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan
pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan
menyenangkan.
b. Esensi Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan
esensi
pendekatan
ilmiah
dalam
pembelajaran.
Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan
lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat
fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik
untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya,
penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea
yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik
dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan
umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena
atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode
pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek
yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
commit to
penalaran yang spesifik.Karena
itu,user
metode ilmiah umumnya memuat
perpustakaan.uns.ac.id
15
digilib.uns.ac.id
serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen,
kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis.
c. Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan
ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan,
penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu
kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan
dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses
pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan
sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa
terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau
penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis,
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,
dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi
atau materi pembelajaran.
5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam
merespon substansi atau materi pembelajaran.
6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.
d. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan
to usermenggunakan pendekatan ilmiah.
SMA atau yang sederajat commit
dilaksanakan
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah,
ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa
“tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi
atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa”.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan
untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern
dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan
ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi
mengamati,
menanya,
mencoba,
mengolah,
menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata
pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah
ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti
ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau
sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.
Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut.
1) Mengamati
Metode
mengamati
mengutamakan
kebermaknaan
proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan
tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, siswa senang
dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan
mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan
waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif
banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta
tujuan pembelajaran.
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin
tahu siswa sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan
yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81A/2013, hendaklah guru
membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk
melakukan pengamatan
melalui kegiatan:
melihat, menyimak,
mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda
atau objek.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.
a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang
akan diobservasi
c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi,
baik primer maupun sekunder
d) Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan
untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi ,
seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video
perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
2) Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara
luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah
dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang
hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra
berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih
commit
to user
abstrak. Pertanyaan yang
bersifat
faktual sampai kepada pertanyaan
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih
menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru
untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik
mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan
sejumlah
pertanyaan.
Melalui
kegiatan
bertanya
dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam
bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan.
Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih
lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang
ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber
yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana
disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari
apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual
sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Adapun fungsi bertanya adalah sebagai berikut :
a) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian
siswa
tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
b) Mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
c) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
d) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya
atas substansi pembelajaran yang diberikan.
e) Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
commit to user
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Mendorong
partisipasisiswa
dalam
berdiskusi,
berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
g) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan
menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
h) Membiasakan siswa berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
i) Melatih
kesantunan
dalam
berbicara
dan
membangkitkan
kemampuan berempati satu sama lain.
3) Mencoba
Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut
dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan
dengan menggali dan
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara.
Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak,
memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah
informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca
sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas
wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi
yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan,
menghargai
pendapat
orang
lain,
kemampuan
berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
4) Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam
kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud
Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah
dikumpulkan
baik
terbatas
dari
hasil
kegiatan
commit
to
user
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman
sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada
yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan
keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola
dari keterkaitan
informasi tersebut. Adapun kompetensi yang
diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat
aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan
berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu
proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013
dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi
atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya
menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa
khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya
yang sudah tersedia.
5) Mengkomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka
pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau
menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi,
mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di
kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau
commit
to user Kegiatan “mengkomunikasikan”
kelompok peserta didik
tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
21
digilib.uns.ac.id
dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam
Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil
pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan,
tertulis, atau media lainnya.
4. Model Pembelajaran
Dalam sebuah penciptaan dan pengondisian kelas, guru bertindak
sebagai pendesain. Dalam pengendalian kondisi tersebut guru menggunakan
model pembelajaran tertentu. Menurut Agus Suprijono (2009: 45-46), model
pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori
psikologis pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional
di kelas. Model pembelajaran dapat pula diartikan sebagai pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, yang
didalamnya mencakup penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi
petunjuk kepada guru di kelas.
Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2009: 46), model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan termasuk di dalamnya tujuantujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran dan pengelolaan kelas. Merujuk pada pendapat Joyce dalam
Agus Suprijono (2009: 46), fungsi model adalah “each model guides us as we
design instuction to help students achieve various objectivies”. Dengan
demikian, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
5. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran dibangun atas dasar teori atau prinsip tertentu.
Model pembelajaran kooperatif dibangun atas dasar teori konstruktivis
sosial dari Vygotsky, teori konstruktivis personal dari Piaget dan teori
motivasi. Menurut prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan pemikiran
user artinya lebih kepada sebuah
merupakan proses sosialcommit
sejaktolahir,
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengalaman. Belajar merupakan suatu proses aktif siswa menemukan
sesuatu dan membangun sendiri aspek kognitif, afektif dan psikomotornya.
Hal ini mengarah pada sebuah pemikiran bahwa suatu pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh siswa. Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut,
seorang siswa dapat melakukannya baik secara berkelompok maupun
individual. Dengan adanya bantuan siswa atau teman sebaya yang
memiliki kemampuan lebih dalam suatu kelompok maka pemahaman
kemampuannya akan meningkat.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran
sosial yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Beberapa ahli
pendidikan berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tidak
hanya unggul dalam memudahkan siswa memahami dan menerapkan
konsep, namun juga mampu mengembangkan kemampuan kerjasama,
berpikir kritis dan sikap percaya dirisiswa.
Cruickshank et al. (1999: 205) mengatakan bahwa “cooperative
learning is the term used to describe instructional procedures whereby
learners work together in small groups and are rewarded for their
collective accomplishments”. Senada dengan pendapat tersebut, Anita Lie
(2008:
12)
menyatakan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
adalah
pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk bekerjasama
dalam mengerjakan tugas terstruktur. Dikemukakan pula bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi alternatif menarik yang dapat
mencegah timbulnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan
individual siswa tanpa mengorbankan aspek kognitif. Dengan demikian,
pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa
belajar secara aktif dalam kelompok kecil yang memiliki latar belakang
kemampuan yang berbeda.
b. Dasar-dasar Teori Pembelajaran Kooperatif
Suatu model pembelajaran memiliki karakteristik tertentu secara
khusus yang membedakannya dengan sutu model pembelajaran lain.
commit dapat
to userberupa teori-teori yang mendasari
Perbedaan karaktersitik tersebut
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suatu model pembelajaran. Slavin (2010: 34-40) menjelaskan bahwa
beberapa penelitian menunjukkan model pembelajaran kooperatif lebih
efektif dibandingkan model pembelajaran konvensional.
Keunggulan model pembelajaran kooperatif tersebut didasarkan pada
teori-teori berikut.
1) Teori Motivasi
Struktur tujuan kooperatif menciptakan situasi yang memotivasi
siswa agar berhasil mencapai tujuan pribadi masing-masing anggota
dengan lebih dahulu mewujudkan tujuan kelompok. Teori motivasi ini
menekankan pada derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah
insentif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik.
2) Teori Kognitif
Teori kognitif menekankan pada pengaruh kerja sama dalam
kelompok. Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu
teori pembangunan dan teori elaborasi kognitif.
a) Teori Pembangunan
Interaksi dengan teman sebaya ternyata memegang peranan
yang sangat penting dalam meningkatkan pemahaman konsep
siswa. Siswa terkadang dapat melakukan tugas menyampaikan ideide yang sulit dengan baik melalui ungkapan yang dapat diterima
dan dimengerti oleh teman sebaya karena dalam dirinya terdapat
kesamaan persepsi untuk membuat dirinya mampu dan percaya diri
sehingga berani untuk mengungkapkan ide tersebut. Siswa dan
teman sebayanya akan mengubah bahasa guru ke dalam bahasa
mereka.
b) Teori Elaborasi Kognitif
Agar pengolahan informasi dapat berklasikal dengan baik
diperlukan beberapa kegiatan terstruktur dan terkoordinasi atau
elaborasi kognitif terhadap suatu materi pembelajaran. Salah satu
elaboratif yang paling efektif adalah presentasi yaitu siswa
user temannya. Dalam presentasi
menjelaskan suatucommit
materito kepada
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut terdapat pembicara dan pendengar, dan diantara keduanya
diharapkan terjadi komunikasi dan interaksi sehingga baik
pembicara
maupun
pendengar
akan
dapat
mengumpulkan
pengalaman belajar lebih banyak. Apabila dibandingkan dengan
belajar sendiri, pembicara akan belajar dengan lebih baik karena
secara logika jika pembicara tersebut telah mampu menjelaskan
materi pada teman-temannya, secara tidak klasikal tentu pembicara
harus sudah menguasai materi tersebut dengan baik.
c. Unsur-unsur dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran
kooperatif
merupakan
suatu
model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkonstruksi pemahamannya melalui diskusi dalam kelompok.
Meskipun pemahaman siswa dalam model pembelajaran kooperatif
dikonstruksi melalui diskusi kelompok, model pembelajaran kooperatif ini
tidak hanya sekedar belajar kelompok biasa. Unsur-unsur yang dimiliki
oleh model pembelajaran kooperatif berbeda dengan unsur-unsur yang
dimiliki oleh belajar kelompok.
Menurut Anita Lie (2008: 31), terdapat lima unsur yang
membedakan model pembelajaran kooperatif dengan belajar kelompok,
yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu kelompok sangat bergantung pada usaha
setiap anggotanya. Setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif demi
tercapainya satu tujuan yang sama dalam kelompok.
2) Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat klasikal dari unsur yang pertama.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa dalam kelompokmya akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap
muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan
kesempatan untuk membentuk sinergi yang menguntungkan bagi
setiap anggota kelompok. Hasil pemikiran beberapa siswa dalam
kelompok akan lebih kaya dibandingkan hasil pemikiran dari satu
siswa saja.
4) Komunikasi antar anggota
Unsur
ini
bertujuan
agar
siswa
memiliki
keterampilan
berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada
kesediaan setiap anggota kelompok untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat.
5) Evaluasi proses kelompok
Proses kelompok dan hasil kerja sama harus dievaluasi oleh guru
agar pada proses selanjutnya, setiap anggota kelompok dapat bekerja
sama dengan lebih efektif.
Elemen dasar dalam model pembelajaran kooperatif antara lain:
siswa dalam kelompoknya harus merasa senasib sepenanggungan, setiap
siswa harus bertanggung jawab dalam kelompok, siswa harus mempunyai
pandangan yang sama dalam tujuan, siswa harus membagi tugas dalam
kelompok, adanya evaluasi atau penghargaan terhadap setiap siswa dalam
kelompok dan siswa berbagi kemampuan dan keterampilan sosial dalam
belajar bersama.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
dengan Pendekatan Saintifik
Model pembelajaran kooperatif TGT adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis
kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan
siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Dalam kerja
user setiap kelompok. Tugas yang
kelompok guru memberikancommit
LKK to
kepada
perpustakaan.uns.ac.id
26
digilib.uns.ac.id
diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila
ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan,
maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan
jawaban atau menjelaskannya (Slavin, 2005).
Pada model pembelajaran kooperatif TGT untuk memastikan bahwa
seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa
akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa akan
dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 4
sampai 5 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing.
Dalam setiap meja permaianan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal
dari kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen
secara homogen dari segi kemampuan, akademik, artinya dalam satu meja
turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat
ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat permainan.
Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada
lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skorskor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya
anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan
penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.
Pada penelitian ini, TGT terdiri atas sintaks berikut.
a. Penyajian informasi akademik
Setiap awal tipe TGT selalu diawali dengan penyajian informasi
akademik di kelas. Penekanan dalam penyajian di kelas adalah
pembukaan, pengembangan dan latihan dengan bimbingan.
b. Belajar kelompok
Selama belajar kelompok tugas anggota kelompok adalah menguasai
materi pembelajaran yang diberikan guru dan membantu teman satu
kelompok untuk menguasai materi pembelajaran tersebut. Siswa diberi
lembar kerja kelompok atau LKK yang dapat digunakan untuk melatih
keterampilan yang sedang dipelajari untuk mengevaluasi diri mereka dan
commit to user
teman dalam satu kelompok.
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Games
Games atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Games atau
permainan ini dimainkan pada meja turnamen oleh beberapa siswa yang
mewakili tim atau kelompoknya masing-masing. Siswa memilih kartu
bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor
itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor
ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen atau lomba
mingguan.
d. Tournament
Turnamen atau lomba adalah sebuah struktur dimana games atau
permainan terjadi. Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir
minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi di kelas
dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja kelompok (LKK).
Turnamen atau lomba pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa
meja
turnamen
atau
lomba.
Tiga
siswa
tertinggi
prestasinya
dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan
seterusnya. Permaian pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan
sebagai berikut : setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca
soal, penantang I, penantang II, dan seterusnya dengan cara undian.
Kemudian penantang I mengambil kartu undian yang berisi nomor soal
dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal
sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh penantang I. Selanjutnya
soal dikerjakan secara mandiri oleh pembaca soal, penantang I, penantang
II, dan seterusnya sesuai waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah
waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pembaca soal akan
membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang I
searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban
dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar. Jika
userkartu dibiarkan saja. Permainan
semua pemain menjawabcommit
salah to
maka
perpustakaan.uns.ac.id
28
digilib.uns.ac.id
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis
dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap
peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal,
penantang I, dan penantang II. Hasil turnamen digunakan sebagai nilai
perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan
kelompok. Menurut Slavin (2005: 168), penempatan siswa pada meja
turnamen dan aturan permainan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Penempatan pada Meja Turnamen
Adapun bagan perputaran dalam turnamen akademik dapat dilihat pada
Gambar 2.2.
commit to user
Gambar 2.2 Perputaran Pemain dalam Turnamen
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Penghargaan kelompok, pemberian penghargaan kelompok diberikan
berdasarkan nilai rata-rata perkembangan individu dalam kelompoknya.
Berdasarkan sintak sebelumnya, langkah-langkah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan pendekatan saintifik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan
dicapai oleh siswa.
2) Guru membagi kelompok dan meminta siswa untuk duduk sesuai dengan
kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.
3) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
4) Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang materi yang akan dipelajari.
(mengamati)
5) Siswa bertanya kepada guru jika belum mengerti. (menanya)
6) Guru memberi tugas dengan membagi LKK yang telah disediakan dan
harus dikerjakan oleh kelompok yang telah dibentuk.
7) Siswa berdiskusi membahas LKK yang diberikan guru. (mencoba)
8) Siswa secara kelompok berdiskusi menyimpulkan hasil penyelesaian
LKK. (menalar)
9) Guru memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil
pekerjaannya.
10) Kelompok
yang
dipanggil
mempresentasikan
hasil
pekerjaannya.
(mengkomunikasikan)
11) Guru memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi siswa.
12) Guru bersama siswa menyusun meja permainan/turnamen yang digunakan
untuk bermain games/turnamen.
13) Guru membagi kartu soal dan kuncinya pada setiap meja games/turnamen
serta mengatur jalannya games/turnamen.
14) Guru memberi penghargaan kelompok berdasarkan perolehan skor yang
diperoleh siswa pada games/turnamen.
commit to user
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Model PembelajaranKooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
dengan Pendekatan Saintifik
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan suatu model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan pemecahan masalah yang paling
tepat. Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk meningkatkan
semangat kerja sama dalam menyelesaikan masalah matematika. Model
pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan untuk
semua tingkatan usia siswa (Anita Lie, 2008: 59).
Arends (1998: 322) mengatakan bahwa Numbered Heads Together is an
approach developed by Spencer Kagan (1993) to involve more students in the
review of materials covered in a lesson and to check their understanding of a
lesson’s content. Model pembelajaran ini melibatkan siswa dalam melihat
kembali bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa
pemahaman siswa mengenai isi pelajaran tersebut. Model pembelajaran ini
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan
teknik penomoran.
Menurut Arends (1998: 322), langkah-langkah dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut.
Step 1 – Numbering: Teachers devide students into three-to five-number
teams and have them number off so each student on the team has a
different number between 1 and 5.
Step 2 – Questioning: Teachers ask students a question. Questions can vary.
They can be very specific and in question form.
Step 3 – Heads Together: Students put their heads together to figure out and
make sure everyone knows the answer.
Step 4 – Answering: The teacher calls a number and students from each
group with that number raise their hands and provide answers to the
whole class.
Senada dengan pendapat sebelumnya, Anita Lie (2008: 60) menjelaskan
langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31
digilib.uns.ac.id
a. Penomoran (numbering)
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi nomor kepada setiap anggota
sehingga setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda.
b. Pengajuan pertanyaan (questioning)
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
c. Berpikir bersama (head together)
Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan menyakinkan
bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Pemberian jawaban (answering)
Guru menyebut satu nomor dan siswa dari setiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, langkah-langkah pembelajaran
tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan
penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Langkah 1. Persiapan
Dalam langkah ini guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja
Kelompok (LKK) sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan Kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan aturan pembentukan
kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi
siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa.
Guru memberi nama kelompok dan nomor yang berbeda kepada setiap siswa
dalam kelompok. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan dari
keberagaman latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan akademik
siswa.
Sebelum pembelajaran dimulai, guru memperkenalkan keterampilan
commit
to user yaitu:
kooperatif dan menjelaskan aturan
dasarnya,
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Siswa tetap berada di dalam kelas.
b. Mengajukan
pertanyaan
kepada
kelompok
sebelum
mengajukan
pertanyaan kepada guru.
c. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok.
d. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya.
Langkah 3. Menyampaikan Materi
Guru menyampaikan materi kepada siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari agar siswa dapat berdiskusi mengerjakan soal-soal yang diberikan
dalam LKK.
Langkah 4. Diskusi Masalah
Guru membagikan LKK kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berdiskusi untuk meyakinkan
bahwa setiap anggota kelompok mengetahui dan memahami jawaban dari
pertanyaan yang terdapat dalam LKK.
Langkah 5. Memanggil Nomor Anggota Kelompok
Dalam langkah ini, guru ingin mengetahui pemahaman siswa dengan
memanggil salah satu nomor siswa dari tiap kelompok. Siswa dalam setiap
kelompok yang memiliki nomorsama dengan nomor yang dipanggil
mengangkat tangan dan mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas
secara bergantian. Hasil diskusi yang dipresentasikan merupakan hasil dari
diskusi yang telah dilakukan dalam kelompok.
Langkah 6. Memberi Kesimpulan
Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman, memberikan
kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan. Selanjutnya, guru memberikan tes kepada siswa
secara individual.
Langkah 7. Memberikan Penghargaan
Dalam langkah ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok
melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Dengan kata
commit to user
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi
masalahnya/hasil belajarnya lebih baik.
Penomoran merupakan inti dari model pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Hal ini akan membuat setiap siswa selalu siap, dalam arti setiap siswa
harus mengerti dan memahami pemecahan dari masalah yang diberikan
karena
jawabannya
pada saat
presentasi
akan
mempengaruhi
nilai
kelompoknya. Hal tersebut akan membuat tanggung jawab siswa untuk
mengerti dan memahami pemecahan masalah yang diberikan menjadi lebih
besar.
Dalam penelitian ini langkah-langkah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang akan
dicapai oleh siswa.
b. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri 45 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
c. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
d. Siswa memperhatikan penjelasan guru. (mengamati)
e. Siswa mengamati, mencermati, dan bertanya jika belum mengerti tentang
materi yang disampaikan oleh guru. (menanya)
f. Guru memberikan tugas kepada siswa dengan membagi LKK untuk
dipecahkan bersama dalam kelompok.
g. Siswa berdiskusi membahas penyelesaian soal dalam LKK. (mencoba)
h. Siswa
secara
kelompok
berdiskusi
untuk
menyimpulkan
hasil
penyelesaian LKK. (menalar)
i. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor
(nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa
yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
j. Siswa
yang
ditunjuk
mempresentasikan
(mengkomunikasikan)
commit to user
hasil
pekerjaannya.
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
k. Guru memberi tanggapan terhadap
hasil
pekerjaan siswa
yang
dipresentasikan.
l. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
m. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai dari salah satu nomor kelompok yang
menyampaikan jawaban tertulis di papan tulis.
8. Model Pembelajaran Klasikal dengan Pendekatan Saintifik
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 169), pembelajaran klasikal
merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu disebabkan oleh
pembelajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien.
Secara ekonomis, pembiayaan kelas studi lebih murah. Oleh karena itu, ada
jumlah minimum siswa dalam kelas. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya
dari 10–45 orang. Dengan jumlah tersebut seorang guru masih dapat
membelajarkan siswa secara berhasil.
Pembelajaran klasikal berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus,
yaitu pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas
adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan
belajar dengan baik. Pengelolaan pembelajaran bertujuan mencapai tujuan
belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan kelompok kecil
berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama pembelajaran
adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan desain instruksional
yang dibuat, maka pembelajaran klasikal dapat dilakukan dengan tindakan
sebagai berikut: (i) penciptaan tertib belajar di kelas, (ii) penciptaan suasana
senang dalam belajar, (iii) pemusatan perhatian pada bahan ajar, (iv)
mengikutsertakan siswa belajar aktif, dan (v) pengorganisasian belajar sesuai
dengan kondisi siswa.
Pembelajaran klasikal cenderung digunakan oleh guru apabila dalam
proses belajarnya lebih banyak bentuk penyajian materi dari guru. Penyajian
lebih menekankan untuk menjelaskan sesuatu materi yang belum diketahui
atau dipahami siswa. Alternatif metodenya cenderung dengan metode ceramah
to userlain yang memungkinkan sesuai
dan tanya jawab bervariasi commit
atau metode
perpustakaan.uns.ac.id
35
digilib.uns.ac.id
dengan karakeristik materi pelajaran. Metode tanya jawab dan metode
ceramah dalam pembelajaran klasikal sulit dipisahkan. Melalui metode tanya
jawab memungkinkan adanya aktivitas proses mental siswa untuk melihat
adanya keterhubungan yang terdapat dalam materi pelajaran.
Menurut Purwoto (2003), metode yang biasa digunakan dalam
pembelajaran klasikal seperti berikut.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan.
Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak
membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan
siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat
unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan
mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru
yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat
mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping
menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk
mengatur dan mengarahkan diri.
b. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa.
Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam
mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan
dalam mengemukakan pokok-pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika
menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa
untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar.
Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum
proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas.
Adapun teknik yang biasa digunakan dalam model pembelajaran klasikal
adalah teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Pembelajaran klasikal yang dibahas dalam makalah ini adalah menggunakan
to user teknik probing-prompting agar
metode ceramah dan tanya commit
jawab dengan
perpustakaan.uns.ac.id
36
digilib.uns.ac.id
partisipasi dan aktivitas siswa tinggi. Pada umumnya siswa akan belajar
(berpikir-bekerja) secara individu, sehingga mereka dapat melatih diri dalam
memupuk rasa percaya diri. Dengan teknik ini, indikator dari pendekatan
kontekstual tetap diperhatikan.
Menurut Purwoto (2003), sintaks model pembelajaran klasikal, yaitu :
a. Guru menjelaskan definisi
b. Membuktikan rumus
c. Memberi contoh
d. Memberi soal latihan
Dalam melaksanakan suatu proses belajar mengajar, sebaiknya setiap
guru melakukannya dengan menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran.
Kegiatan mengajar yang dilakukan guru dengan pendekatan tertentu akan
bermakna, apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat dimengerti oleh
sebagian besar siswa atau seluruh siswa. Pada penelitian ini akan dilakukan
modifikasi model pembelajaran klasikal dengan pendekatan ilmiah yang
disesuaikan dengan kurikulum 2013. Dalam penelitian ini langkah-langkah
penerapan model pembelajaran klasikal dengan pendekatan saintifik seperti
berikut.
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada
siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Siswa memperhatikan penjelasan guru. (mengamati)
c. Siswa mengamati, mencermati, dan bertanya jika belum mengerti tentang
materi yang disampaikan oleh guru. (menanya)
d. Guru memberikan tugas kepada siswa dengan membagi LKK.
e. Siswa menyelesaikan soal dalam LKK. (mencoba)
f. Siswa menyimpulkan hasil penyelesaian LKK. (menalar)
g. Guru memanggil salah satu siswa untuk melaporkan hasil penyelesaian
LKK di depan kelas.
h. Siswa yang dipanggil mempresentasikan hasil penyelesaiannya di depan
kelas. (mengkomunikasikan)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37
digilib.uns.ac.id
i. Siswa yang masih belum paham atau berbeda pendapat menyampaikan
pertanyaan atau pendapatnya.
j. Guru membahas dan menegaskan kembali hasil jawaban dari penyelesaian
siswa yang ditunjuk.
k. Guru memberikan latihan soal.
9. Tipe Kepribadian
Kepribadian merupakan pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan
dan berprilaku yang relatif stabil dan dapat diperkirakan (Dorland, 2002).
Kepribadian juga merupakan jumlah total kecenderungan bawaan atau
herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan, yang
membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan mempengaruhi sikapnya terhadap
kehidupan (Weller, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kepribadian adalah segala corak perilaku dan sifat yang khas dan dapat
diperkirakan pada diri seseorang, yang digunakan untuk bereaksi dan
menyesuaikan diri terhadap rangsangan, sehingga corak tingkah lakunya itu
merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi individu itu.
Setiap orang memiliki kepribadian. Kepribadian setiap orang tidaklah
sama, dan masing masing memiliki tipe kepribadian tersendiri. Ada banyak
tipe kepribadian, seperti diungkapkan oleh parah ahli. Salah satunya adalah
tipe kepribadian menurut Hiprocates dan Gelanus. Hiprocates dan Gelanus
membagi tipe kepribadian berdasarkan zat cair yang ada dalam tubuh
seseorang. Mereka membagi tipe kepribadian kedalam empat bagian. Seperti
diungkapkan oleh Littauer (1996: 11) yaitu: Sanguinis, Melankolis, Koleris,
dan Phlegmatis.
Lebih dari 400 tahun sebelum Masehi, Hippocrates, seorang tabib dan
ahli filsafat yang sangat pandai dari Yunani, mengemukakan suatu teori
kepribadian yang mengatakan bahwa pada dasarnya ada empat tipe
temperamen. Sebenarnya, ada beberapa teori mengenai macam-macam
kepribadian. Teori yang paling popular dan terus dikembangkan adalah teori
Hipocrates-Galenus yang merupakan pengembangan dari teori Empedokretus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan pemikirannya, ia mengatakan bahwa keempat tipe
temperamen dasar itu adalah akibat dari empat macam cairan tubuh yang
sangat penting di dalam tubuh manusia. Berikut adalah uraiannya:
1.
Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning),
2.
Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam),
3.
Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendir),
4.
Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah).
Kemudian teori Hippocrates disempurnakan kembali oleh Galenus yang
mengatakan bahwa keempat cairan tersebut ada dalam tubuh dalam proporsi
tertentu, dimana jika salah satu cairan lebih dominan dari cairan yang lain,
maka cairan tersebut dapat membentuk kepribadian seseorang. Berpuluh tahun
lamanya tipologi yunani yang bersifat filosofis ini berpengaruh luas sekali.
Bahkan psikologi modern telah mengemukakan banyak saran baru mengenai
penggolongan temperamen, tetapi tidak ada yang dapat menemukan
penggolongan yang lebih bisa diterima seperti yang dikemukakan oleh
Hippocrates dan Galenus.
Untuk memperoleh gambaran mengenai berbagai sifat temperamen yang
melekat dalam setiap cairan tubuh, berikut adalah gambaran dari
penggolongan manusia berdasarkan keempat bentuk cairan tersebut.
1. Tipe Kepribadian Koleris
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan chole. Dimana
orang yang koleris adalah orang yang memiliki tipe kepribadian yang khas
seperti daya juang besar, berbakat pemimpin, dinamis, aktif, berkemauan
kuat, tegas, mandiri, tidak emosional bertindak, berkembang karena
saingan, membuat target, tidak mudah patah semangat, bergerak cepat
untuk bertindak.
2. Tipe Kepribadian Melankolis
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan melanchole.
Dimana orang yang melankolis adalah orang yang memiliki tipe
kepribadian yang khas seperti serius, tekun, perasa terhadap orang lain,
commit to user
penuh pikiran, gigih dan cermat.
perpustakaan.uns.ac.id
39
digilib.uns.ac.id
3. Tipe Kepribadian Phlegmatis
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan phlegma.
Dimana orang yang phlegmatis adalah orang yang memiliki tipe
kepribadian yang khas seperti kepribadian rendah hati, sabar, tenang,
mudah bergaul, santai, menyenangkan, tidak mudah marah, tidak tergesagesa, bisa mengambil yang baik dari yang buruk baik di bawah tekanan.
4. Tipe Kepribadian Sanguinis
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh yaitu cairan sanguis.
Dimana orang yang sanguinis adalah orang yang memiliki tipe
kepribadian yang khas seperti suka berbicara, penuh semangat, penuh rasa
ingin tahu, emosional, antusias, periang, kreatif dan inovatif, mudah
bergaul, sukarelawan untuk tugas, tampak menyenangkan.
Terdapat beberapa tes yang dapat digunakan untuk menentukan tipe
kepribadian yang dimiliki oleh seseorang. Salah satunya menggunakan angket
yang berisi karakter-karakter kepribadian yang akan menentukan tipe
kepribadian seseorang. Dalam bukunya, Littauer (1996: 13) memberikan tes
kepribadian untuk menentukan tipe kepribadian seseorang termasuk dalam
sanguinis, melankolis, koleris atau phlegmatis. Tes ini mempunyai 40 kriteria
kepribadian siswa, masing-masing kriteria kepribadian terdapat 4 pilihan
pernyataan yang dapat dipilih sesuai dengan karakter kepribadian siswa.
Jawaban dari masing-masing kriteria kepribadian tersebut dicocokkan dengan
kunci penilaian tipe kepribadian. Tipe kepribadian yang dipilih paling banyak
atau yang mempunyai jumlah paling besar akan menentukan tipe kepribadian
siswa. Contoh beberapa kriteria karakter kepribdian siswa dalam buku Littauer
sebagai berikut:
1. a. Adventurous: Orang yang mau melakukan suatu hal yang baru dan
berani dengan tekad untuk mengumasainya.
b. Adaptable: Mudah menyesuaikan diri dan senang dalam setiap situasi.
c. Animated: Penuh kehidupan, sering menggunakan isyarat tangan,
lengan dan wajah secara hidup.
commit to user
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
Analitical: Suka menyelidiki bagian-bagian hubungan yang logis dan
semestinya.
2. a. Persisten: Melakukan sesuatu sampai selesai sebelum memulai yang
lainnya.
b. Playfull: Penuh kesenangan dan selera humor yang baik.
c. Persuasive: Meyakinkan orang dengan logika dan fakta, bukannya
pesona atau kekuasaan.
d. Peaceful: Tampak tidak terganggu dan tenang serta menghindari setiap
bentuk kekacauan.
3. a. Submissive: Dengan mudah menerima pandangan atau keinginan orang
lain tanpa banyak perlu mengemukakan pendapatnya sendiri.
b. Self-sacrificing: Bersedia mengorbankan dirinya demi atau untuk
memenuhi kebutuhan orang lain.
c. Sociabel: Orang yang memandang bersama orang lain sebagai
kesempatan untuk bersikap manis dan menghibur, bukannya sebagai
tantangan ataukesempatan.
d. Strong-willed: Orang yang yakin akan caranya sendiri.
4. a. Considerate: Menghargai keperluan dan perasaan orang lain.
b. Controlled:
Mempunyai
perasaan
emosional
tetapi
jarang
memperlihatkannya.
c. Competitive: Mengubah setiap situasi, kejadian, atau permainan
menjadi kontes dan selalu bermain untuk menang.
d. Convincing: Bisa merebut hati anda melalui pesona kepribadian.
5. a. Refreshing: Memperbaharui dan membantu atau membuat orang lain
merasa senang.
b. Respectful: Memperlakukan orang lain dengan rasa segan, kehormatan,
dan penghargaan.
c. Reserved: Menahan diri dalam menunjukkan emosi atau antusiasme.
d. Resourceful: Bisa bertindak cepat dan efektif boleh dikata dalam semua
situasi.
dan seterusnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41
digilib.uns.ac.id
Littauer memberikan tes kepribadian untuk umum dengan pilihan kata
yang dimungkinkan belum dimengerti untuk siswa sekolah menengah atas,
sehingga perlu dipilihkan kata-kata yang tepat untuk siswa sekolah menengah
atas. Oleh karena itu peneliti mengadaptasi kriteri-kriteria kepribadian dari
buku Littauer tersebut dengan menggunakan kata-kata yang sesuai dengan
siswa sekolah menengah pertama. Contoh kriteria kepribadian siswa yang
digunakan setelah diadaptasi dari buku Littauer tersebut:
1. a. suka dengan hal-hal dan pengalaman baru
b. mudah kenal dengan kawan baru
c. ceria, selalu senang
d. suka bertanya dengan hal-hal baru dan aneh
2. a. senang menyelesaikan pekerjaan satu per satu
b. suka bercanda dan tertawa
c. suka berbicara dengan orang lain
d. tidak suka keributan
3. a. lebih suka mendengarkan pendapat orang lain
b.suka membantu teman dahulu dari pada diri sendiri
c. senang bersahabat
d. percaya diri dan tidak pemalu
4. a. menghargai orang lain
b. penyabar
c. senang berlomba dan ingin menang
d. bisa menarik perhatian orang lain dengan kepribadiannya
5. a. suka membantu dan membuat orang lain senang
b. memperlakukan orang lain dengan rasa hormat
c. suka bersabar dan tidak pemarah
d. suka bekerja dengan cepat
dan seterusnya.
Penilaian dari angket kepribadian ini dilihat dari kunci penilaian yang
ada dalam buku Littauer. Berikut ini diberikan sampel kunci jawaban dari tes
to user
kepribadian yang digunakan commit
dari nomor
1 sampai nomor 5 pada Tabel 2.1.
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nomor 1, untuk jawaban a, berarti siswa memilih kriteria kepribadian yang
termasuk salah satu ciri-ciri koleris; jawaban b, berarti siswa memilih
kepribadian yang termasuk salah satu ciri-ciri phlegmatis; jawaban c, berarti
siswa memilih kepribadian yang termasuk salah satu ciri-ciri sanguinis; dan
jawaban d, berarti siswa memilih kepribadian yang termasuk salah satu ciriciri melankolis. Hal yang sama juga berlaku untuk nomor 2 hingga nomor 40.
Sampel kunci jawaban tes kepribadian siswa dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sampel Kunci Jawaban Tes Kepribadian
No
S
M
K
P
1
C
D
A
B
2
B
A
C
D
3
C
B
D
A
4
D
A
C
B
5
A
B
D
C
Jumlah
Tabel 2.2 berikut ini menyajikan contoh jawaban siswa yang mengisi angket
tes kepribadian dengan melingkari jawaban angket yang siswa pilih.
Tabel 2.2 Contoh Jawaban Angket Siswa
No
S
M
K
P
1
C
D
a
B
2
B
a
C
D
3
C
B
d
A
4
D
A
c
B
5
A
B
d
C
Jumlah
0
1
4
0
Jawaban angket siswa sebelumnya dapat dijumlahkan setiap kolomnya,
sehingga diperoleh sanguinis 0, melankolis 1, koleris 4 dan phlegmatis 0. Dari
keterangan tersebut, diperoleh tipe kepribadian koleris mempunyai jumlah
commit to user
43
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang paling besar, sehingga dapat disimpulkan siswa ini memiliki tipe
kepribadian koleris.
B. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut
berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, NHT, dan tipe
kepribadian siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Morgan et al. (2010)
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat mendorong dan meningkatkan
prestasi belajar matematika, mereka bekerja dalam kelompok untuk memahami
materi, ide setiap anggota dibutuhkan dalam kelompok dan dapat membantu
mereka dalam memahami materi. Penelitian yang dilakukan oleh Abu dan
Flowers (1997) menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif
memberikan pengaruh positif terhadap prestasi, daya ingat dan sikap siswa
terhadap pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Wachanga dan Mwangi
(2004) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mampu mengaktifkan siswa
dalam kerja kelompok. Siswa dapat berdiskusi kelompok secara heterogen baik
siswa yang pandai maupun kurang pandai sehingga mampu meningkatkan prestasi
belajar kelompok. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran kooperatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Van Wyk (2011) menunjukkan dengan
penerapan model pembelajaran TGT adanya peningkatan sikap pada siswa yaitu
sikap menghargai orang lain dan kesopanan. Penelitian yang dilakukan oleh
Charlton et al. (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan games dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga dapat mencapai prestasi belajar
yang lebih baik dibandingkan dengan prestasi belajar dengan model pembelajaran
konvensional. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Penelitian yang dilakukan oleh Haydon et al. (2010) menunjukkan bahwa
pada siswa dengan
ketidakmampuan yang beragam, penerapan model
commit
to user
pembelajaran kooperatif tipe NHT
mampu
meningkatkan aktivitas on task dan
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Maheady et
al. (2006) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan pemberian penghargaan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kemampuan siswa yang berdampak pada meningkatnya prestasi belajar siswa
dibandingkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tanpa
pemberian penghargaan. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto (2010)
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD ditinjau dari
aktivitas belajar siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe TGT memiliki hasil
belajar matematika sama baiknya dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran
model kooperatif tipe STAD. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Perbedaan penelitian yang dilakukan
oleh Latifah Mustofa Lestyanto dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah
dalam
penelitiannya,
Latifah
Mustofa
Lestyanto
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran STAD ditinjau dari
aktivitas
belajar
siswa,
sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT ditinjau dari tipe kepribadian siswa,
populasi penelitian yang dilakukan oleh Latifah Mustofa Lestyanto adalah semua
siswa kelas VII SMP Kabupaten Klaten, sedangkan populasi pada penelitian ini
adalah siswa kelas X SMA Negeri di Kota Pontianak tahun pelajaran 2014/2015,
Latifah Mustofa Lestyanto melakukan penelitiannya pada pelajaran matematika
dengan materi pokok kubus dan balok, sedangkan penelitian ini akan dilakukan
pada pelajaran matematika dengan materi pokok sistem persamaan dan
pertidaksamaan linear.
Penelitian yang dilakukan oleh Dita Yuzianah (2011) menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD ditinjau dari motivasi berprestasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan STAD efektif diterapkan pada pembelajaran matematika. Persamaan pada
commit
to user
penelitian ini adalah penggunaan
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
perpustakaan.uns.ac.id
45
digilib.uns.ac.id
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dita Yuzianah dengan penelitian yang
peneliti lakukan adalah dalam penelitiannya, Dita Yuzianah menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD ditinjau dari motivasi berprestasi,
sedangkan penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dan NHT ditinjau dari tipe kepribadian siswa, Populasi penelitian yang dilakukan
oleh Dita Yuzianah adalah siswa kelas IV SD Negeri dalam wilayah Kecamatan
Belitang Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat tahun pelajaran 2010/2011
sedangkan populasi pada penelitian ini adalahsiswa kelas X SMA Negeri di Kota
Pontianak tahun pelajaran 2014/2015, Dita Yuzianah melakukan penelitiannya
pada pelajaran matematika dengan materi pokok himpunan, sedangkan penelitian
ini akan dilakukan pada materi pokok sistem persamaan dan pertidaksamaan
linear.
Penelitian yang dilakukan Agus Margono (2014) menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT menghasilkan
prestasi belajar lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan model
kooperatif tipe NHT ditinjau dari kecerdasan emosional siswa. Persamaan pada
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model kooperatif tipe TGT dan
NHT. Perbedaannya adalah pada penelitian Agus Margono ditinjau dari
kecerdasan emosional siswa, sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari tipe
kepribadian siswa.
Penelitian oleh Heni Mularsih (2010) menggunakan strategi pembelajaran,
dan tipe kepribadian untuk mengetahui hasil belajar. Beberapa hasil dari
penelitiannya adalah: (1) hasil belajar siswa yang mengikuti strategi pembelajaran
kooperatif lebih tinggi daripada yang mengikuti pembelajaran individual, (2) tidak
ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang berkepribadian
ekstrover dan introver, (3) terdapat interaksi yang positif antara strategi
pembelajaran dan tipe kepribadian siswa pada hasil belajar bahasa Indonesia.
Simpulannya, strategi pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar bahasa
Indonesia siswa dengan mempertimbangkan tipe kepribadian siswa. Perbedaannya
dengan penelitian yang dilakukan adalah dari teori tipe kepribadian yang
to user
digunakan, populasi penelitian commit
yang digunakan,
dan mata pelajaran yang
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diterapkan. Karena tipe kepribadian dilihat secara umum tanpa melihat teori yang
digunakan dan mata pelajaran yang digunakan, maka pendapat dari penelitian ini
dapat digunakan sebagai rujukan.
C. Kerangka Berpikir
1. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar matematika
Berdasarkan kajian teori dapat dikemukakan kerangka pemikiran dalam
penelitian ini, bahwa keberhasilan proses belajar mengajar dalam mencapai
tujuan pengajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Banyak faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar, diantaranya adalah model pembelajaran dan
tipe kepribadian siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tidak sesuai
dengan materi akan dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam memilih model pembelajaran seorang guru harus tahu terlebih dahulu
macam-macam model dan kesesuaian model dengan materi yang akan
disampaikan.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok
belajar yang heterogen. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama
dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak
mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain
bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya. Selain
itu, model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik, kuis-kuis
dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai
wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya
setara. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah model pembelajaran
yang berorientasi proses sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa menjadi lebih siap
ketika guru menyebutkan nomor anggota kelompok untuk mempresentasikan
to usersiswa untuk bertanggung jawab
hasil diskusi kelompoknya commit
dan melatih
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan jawaban mereka karena jawaban tersebut adalah jawaban kelompok
bukan jawaban individu. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini juga
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Model pembelajaran klasikal, peran guru lebih dominan daripada siswa.
Guru menjelaskan materi kepada siswa kemudian memberi beberapa contoh,
setelah itu memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan. Siswa cenderung
pasif, hanya sekedar mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Waktu
untuk
siswa
merefleksi
materi-materi
yang
dipresentasikan
dan
menghubungkannya kepada situasi kehidupan nyata sangat kurang. Pada
akhirnya konsep yang disampaikan oleh guru pada siswa tidak tertanam
dengan baik, siswa cenderung cepat lupa karena kegiatan belajar hanya
sekedar menghafal tanpa mengaplikasikannya dalam situasi nyata.
Dari uraian sebelumnya, diduga model pembelajaran kooperatif tipe
TGT memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan pembelajaran klasikal, serta model pembelajaran
kooperatif tipe NHT lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran
klasikal.
2. Kaitan antara tipe kepribadian (sanguinis, melankolis, koleris, dan
phlegmatis) dengan prestasi belajar matematika
Beberapa sumber yang menjelaskan mengenai tipe kepribadian
Hipocrates-Galenus, menyebutkan bahawa seorang sanguinis pada umumnya
memiliki tingkah laku yang spontan, lincah, dan periang. Seorang melankolis
yang penuh pikiran, setia, tekun. Seorang koleris yang suka petualangan,
persuasif, dan percaya diri. Sedangkan seorang phlegmatis yang ramah, sabar,
dan puas. Keempat tipe ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masingmasing. Jika dikaitkan dengan prestasi belajar matematika, keempat tipe
kepribadian ini sama-sama memiliki kesempatan dan potensi untuk meraih
prestasi belajar matematika yang tinggi. Namun jika dilihat dari karakteristik
matematika yang membutuhkan pemikiran yang abstrak maka siswa dengan
commit
to user
tipe kepribadian koleris diduga
akan lebih
menonjol dibandingkan ketiga tipe
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepribadian yang lain karena tipe kepribadian koleris memiliki sifat yang daya
juang besar, aktif, berkemauan kuat, berkembang karena saingan, membuat
target, tidak mudah patah semangat, dan bergerak cepat untuk bertindak
sehingga untuk meraih prestasi belajar matematika akan berpotensi tinggi.
Sedangkan siswa dengan tipe kepribadian sanguinis yang suka berbicara,
penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, kreatif dan inovatif akan memiliki
prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan tipe kepribadian melankolis
maupun phlegmatis, dan siswa dengan tipe kepribadian melankolis yang
serius, tekun, perasa terhadap orang lain, penuh pikiran, gigih dan cermat akan
memiliki prestasi yang lebih baik baik daripada siswa dengan tipe kepribadian
Phlegmatis yang bersifat tenang, sabar, mudah bergaul, dan santai,.
3. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa
pada masing-masing model pembelajaran
Model pembelajaran tidak selalu cocok diterapkan pada setiap siswa.
Karakteristik yang dimiliki siswa menyebabkan perbedaan tersebut. Salah satu
karakteristik yang dimiliki siswa adalah tipe kepribadian siswa. Setiap orang
memiliki kepribadian. Kepribadian setiap orang tidaklah sama, dan masingmasing memiliki tipe kepribadian tersendiri.
a. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa
pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT
Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa yang memiliki
tipe kepribadian koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Hal ini
dikarenakan
siswa
dengan
tipe
kepribadian
koleris
mempunyai
kemampuan yang lebih untuk mengendalikan diri, memotivasi diri,
memiliki semangat dan memiliki ketekunan belajar yang tinggi serta
kemampuan berinteraksi dengan sesama siswa dan guru dalam proses
belajar sehingga dalam pelaksanaan games atau tounamen memiliki
tantangan lebih untuk mendapat poin dan bersaing dengan siswa tipe
kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Siswa dengan tipe
commit to user
kepribadian sanguinis menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik
perpustakaan.uns.ac.id
49
digilib.uns.ac.id
daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Hal ini
dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian sanguinis akan mempunyai
kemampuan yang mudah berinteraksi, suka berbicara, dan tidak mudah
putus asa serta penuh rasa ingin tahu dalam proses belajar sehingga dalam
pelaksanaan games atau tournamen akan memiliki tantangan lebih untuk
mendapat poin dan bersaing dengan siswa tipe kepribadian phlegmatis dan
melankolis. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa tipe kepribadian
phlegmatis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian melankolis
yang serius, tekun, dan gigih dalam proses belajar sehingga dalam bekerja
kelompok siswa dengan tipe kepribadian melankolis akan tekun belajar
dengan tipe kepribadian sanguinis dan koleris, dalam pelaksanaan games
atau tournamen siswa dengan tipe kepribadian melankolis akan dapat
bersaing dalam memperoleh poin dari siswa dengan tipe kepribadian
phlegmatis yang bersifat santai.
b. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa
pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa yang memiliki
tipe kepribadian koleris dan sanguinis mempunyai prestasi belajar yang
sama baiknya, sedangkan siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis
dan melankolis mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya, dan siswa
yang memiliki tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar
yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis. Hal ini dikarenakan
siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis akan dapat memahami
materi yang diberikan dikarenakan adanya bantuan dari siswa yang
memiliki tipe kepribadian koleris, sedangkan siswa yang memiliki tipe
kepribadian melankolis akan dapat memahami materi yang diberikan
dikarenakan adanya bantuan dari siswa yang memiliki tipe kepribadian
koleris dan sanguinis, dan siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis yang
bersifat santai, cepat puas, sehingga dalam pembelajaran mudah puas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
50
digilib.uns.ac.id
dengan apa yang didapat, tidak mau berusaha untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih dan kurang aktif dalam pembelajaran.
c. Kaitan antara tipe kepribadian dengan prestasi belajar matematika siswa
pada model pembelajaran klasikal
Pada model pembelajaran klasikal, guru merupakan pihak yang
memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Model ceramah dan
ekspositori menjadi contoh model dalam model pembelajaran klasikal.
Dalam model pembelajaran klasikal, siswa yang memiliki tipe kepribadian
koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe
kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Hal ini dikarenakan
siswa yang memiliki tipe kepribadian koleris akan lebih cepat menerima
pembelajaran yang disampaikan dengan bahasa lisan, sementara siswa
yang memiliki tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis
kurang dapat memahami secara maksimal materi yang disampaikan guru.
Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar
yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Hal ini
dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian sanguinis memiliki sifat yang
penuh rasa ingin tahu dan tidak mudah putus asa sehingga siswa tersebut
akan lebih aktif bertanya dalam pembelajaran dan tidak mudah putus asa
dalam memahami materi. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe kepribadian
phlegmatis. Hal ini dikarenakan siswa dengan tipe kepribadian melankolis
memiliki sifat serius dan tekun dalam pembelajaran sehingga mudah untuk
bertanya jika kurang memahami materi sedangkan siswa dengan tipe
kepribadian phlegmatis yang bersifat santai, tenang, dan mudah puas
cenderung pasif dalam pembelajaran sehingga kurang dapat memahami
secara maksimal materi yang disampaikan.
4. Kaitan antar model pembelajaran siswa dengan prestasi belajar siswa
pada masing-masing tipe kepribadian
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan prestasi
to user dapat mendorong peningkatan
belajar siswa. Pembelajarancommit
kooperatif
perpustakaan.uns.ac.id
51
digilib.uns.ac.id
kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui
selama pembelajaran. Siswa dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam
menentukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi
pelajaran yang dihadapi. Model pembelajaran kooperatif baik pada tipe TGT
maupun NHT menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui diskusi
kelompok.
a. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe
kepribadian koleris
Siswa dengan tipe kepribadian koleris memiliki sifat dasar yang
percaya diri, daya juang besar, optimistis, berkembang karena saingan
menjadi potensi besar bagi siswa ini untuk meningkatkan prestasi belajar
matematika dengan menggunakan penerapan pembelajaran apapun. Siswa
dengan tipe kepribadian koleris akan mudah dalam menyusun,
menyelesaikan, dan memahami materi. Akibatnya pembelajaran pada
siswa dengan tipe kepribadian koleris dengan menggunakan model yang
berbeda akan menghasilkan prestasi yang berbeda. Model pembelajaran
yang menerapkan konsep belajar aktif dan bersaing dapat membantu siswa
ini untuk lebih memahami materi pelajaran. Model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dan NHT sama-sama menerapkan konsep belajar aktif.
Dengan sifatnya yang berdaya juang besar, optimistis, dan berkembang
karena saingan diduga akan menghasilkan prestasi belajar yang sama baik
dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT maupun NHT namun
memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model
pembelajaran klasikal bagi siswa dengan tipe kepribadian koleris. Hal ini
dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu membuat
siswa lebih tertarik dan tidak merasa bosan belajar matematika. Selain
belajar, siswa juga dikelompokkan dalam games atau turnamen sehingga
siswa lebih aktif dan bersaing satu sama lain dalam proses pembelajaran
dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan
commit
to user
jawaban yang paling tepat
sehingga
masih ada interaksi antar anggota
perpustakaan.uns.ac.id
52
digilib.uns.ac.id
yang berakibat pembelajaran tidak membosankan. Selain itu, pada model
pembelajaran kooperatif tipe NHT setiap siswa menjadi lebih siap ketika
guru menyebutkan nomor anggota kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya dan melatih siswa untuk bertanggung jawab
dengan jawaban mereka karena jawaban tersebut adalah jawaban
kelompok bukan jawaban individu, sedangkan model pembelajaran
klasikal memiliki kencenderungan pembelajaran yang membosankan
dikarenakan tidak dituntutnya interaksi antar siswa.
b. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe
kepribadian sanguinis
Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis memiliki sifat suka
berbicara, penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, kreatif dan inovatif,
mudah bergaul. Dengan sifatnya yang penuh semangat dan penuh rasa
ingin tahu ini model pembelajaran yang menerapkan konsep belajar aktif
dapat membantu siswa ini untuk lebih memahami materi pelajaran.
Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT
sama-sama menyajikan pembelajaran yang aktif sehingga materi pelajaran
dapat dipahami siswa dengan mudah. Namun dalam hal ini, model
pembelajaran kooperatif tipe TGT diduga dapat memberikan pengaruh
yang lebih besar bagi siswa dengan tipe kepribadian sanguinis. Karena
pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT apabila ada dari anggota
kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota
kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya, serta adanya games atau permainan yang membuat siswa
harus lebih aktif dalam menyumbangkan poin untuk kelompoknya
sehingga lebih baik daripada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis pada
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan klasikal. Sedangkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dimungkinkan menghasilkan prestasi
belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal. Hal ini
dikarenakan pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan
commituntuk
to usersaling membagikan ide dan
kesempatan kepada siswa
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat sehingga masih ada
interaksi antar anggota yang berakibat pembelajaran tidak membosankan,
serta adanya pemanggilan salah satu nomor kepala dan menunjuk siswa
pada salah satu kelompok secara acak sehingga membuat siswa lebih aktif
dalam proses pembelajaran, sedangkan model pembelajaran klasikal
memiliki kencenderungan pembelajaran yang membosankan dikarenakan
tidak dituntutnya interaksi antar siswa.
c. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe
kepribadian phlegmatis
Siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis memiliki sifat dasar sabar,
tenang, dan tidak suka terburu-buru akan memberikan pengaruh yang
cukup baik dalam prestasi belajarnya. Secara lebih khusus dalam
pembelajaran matematika siswa dengan tipe ini akan memahami materi
dengan sabar dan tenang. Baik pada pembelajaran kooperatif tipe TGT dan
NHT akan memberikan hasil yang baik namun diduga menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada model klasikal. Dengan sifat yang
santai, cepat puas ini model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT
akan menghasilkan prestasi belajar yang sama karena siswa tidak terlalu
berusaha untuk mempelajari materi yang diajarkan secara tekun atau lebih
giat, siswa hanya sekedar mempelajari sebisanya tanpa bersemangat untuk
mempelajari lebih dalam sehingga ketika diterapkan model pembelajaran
yang menekankan keaktifan siswa baik itu model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dan NHT akan menghasilkan prestasi belajar yang sama namun
diduga menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada
pembelajaran menggunakan model pembelajaran klasikal.
d. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar siswa pada tipe
kepribadian melankolis
Siswa dengan tipe kepribadian melankolis yang serius, tekun, penuh
pikiran, gigih dan cermat diduga memberikan prestasi belajar yang cukup
baik jika diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal ini
commit
to user pada model pembelajaran TGT,
dikarenakan dengan adanya
permainan
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa dengan tipe kepribadian melankolis akan merasa senang dan
tertantang sehingga dapat merangsang siswa dalam memahami materi
daripada
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
NHT
dan
model
pembelajaran klasikal. Sedangkan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang
lebih baik daripada model pembelajaran klasikal untuk siswa dengan tipe
kepribadian melankolis. Hal ini dikarenakan dalam model pembelajaran
kooperatif tipe NHT mendapat bantuan terhadap kesulitan belajar yang
dialami dalam proses diskusi sedangkan model pembelajaran klasikal
jarang berinteraksi dalam penyelesaian kesulitan yang dialami siswa.
C. Hipotesis
Dari uraian pada kerangka berpikir tersebut, hipotesis penelitian adalah
sebagai berikut:
1.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memberikan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dan pembelajaran klasikal, serta model pembelajaran kooperatif tipe
NHT lebih baik jika dibandingkan model pembelajaran klasikal.
2.
Prestasi belajar matematika siswa dengan tipe kepribadian koleris, lebih baik
daripada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, melankolis, dan
phlegmatis. Siswa dengan tipe kepribadian sanguinis lebih baik prestasi
belajar matematikanya daripada siswa dengan tipe kepribadian melankolis
maupun phlegmatis. Siswa dengan tipe kepribadian melankolis lebih baik
prestasi belajar matematikanya daripada siswa dengan tipe kepribadian
phlegmatis.
3.
a. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa yang memiliki tipe
kepribadian koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada tipe kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Siswa
dengan tipe kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar yang
lebih baik daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55
digilib.uns.ac.id
Siswa dengan tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar
yang lebih baik daripada siswa tipe kepribadian phlegmatis.
b. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa yang memiliki tipe
kepribadian koleris dan sanguinis mempunyai prestasi belajar yang sama
baiknya, sedangkan siswa yang memiliki tipe kepribadian sanguinis dan
melankolis mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya, dan siswa
yang memiliki tipe kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar
yang lebih baik dari tipe kepribadian phlegmatis.
c. Pada model pembelajaran klasikal, siswa yang memiliki tipe kepribadian
koleris menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada tipe
kepribadian sanguinis, phlegmatis, dan melankolis. Siswa dengan tipe
kepribadian sanguinis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari
tipe kepribadian phlegmatis dan melankolis. Siswa dengan tipe
kepribadian melankolis menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada tipe kepribadian phlegmatis.
4.
a. Pada siswa dengan tipe kepribadian koleris, model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan prestasi belajar yang sama.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal.
b.
Pada siswa dengan tipe kepribadian sanguinis, model pembelajaran
kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model
pembelajaran klasikal. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran
klasikal.
c.
Pada siswa dengan tipe kepribadian melankolis, model pembelajaran
kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model
pembelajaran klasikal. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model
pembelajaran klasikal. commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
Pada siswa dengan tipe kepribadian phlegmatis, model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan prestasi belajar yang sama.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran klasikal.
commit to user
Download